Tag: Vladimir Putin

  • Perang Rusia-Ukraina Tamat? Zelensky Siap Bertemu Putin Tanpa Syarat

    Perang Rusia-Ukraina Tamat? Zelensky Siap Bertemu Putin Tanpa Syarat

    Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menyatakan siap bertemu Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin tanpa prasyarat. Namun, ia menolak rencana pertemuan yang digelar di Moskow.

    “Saya siap bertemu dengan Trump dan Putin dalam format trilateral atau bilateral. Saya siap bertemu tanpa prasyarat apa pun,” kata Zelensky dalam wawancara dengan Sky News, dikutip Jumat (19/9/2025).

    Zelensky menegaskan negosiasi dapat dilakukan di negara lain. Ia mengungkapkan telah menerima sejumlah tawaran dari Amerika Serikat dan Eropa terkait lokasi pertemuan.

    Sebelumnya, Putin menyebut Moskow sebagai tempat terbaik untuk pertemuan dengan Zelensky. Ia juga memastikan keselamatan Zelensky dan delegasi Kyiv akan dijamin jika datang.

    “Kami akan menjamin keamanan Zelensky dan perwakilan Kyiv,” kata Putin dalam Forum Ekonomi Timur, seperti dikutip TASS.

    Namun, Zelensky kembali menolak undangan tersebut saat konferensi pers bersama Presiden Prancis Emmanuel Macron.

    Di sisi lain, Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Ryabkov menegaskan belum ada urgensi membahas pertemuan trilateral. “Hingga rezim Kiev menanggapi usulan Rusia secara wajar, tidak ada gunanya membicarakan kemungkinan pertemuan puncak antara Rusia, Ukraina, dan AS,” ujarnya.

    (tfa/tfa)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Dunia Hari Ini: Pendiri Perusahaan Es Krim Terkenal Mundur Akibat Isu Gaza

    Dunia Hari Ini: Pendiri Perusahaan Es Krim Terkenal Mundur Akibat Isu Gaza

    Anda sedang membaca rangkuman Dunia Hari Ini, supaya enggak ketinggalan berita-berita yang terjadi dalam 24 jam terakhir.

    Edisi Kamis, 18 September 2025, kita awali dari Amerika Serikat.

    Pendiri Ben & Jerry’s mundur

    Jerry Greenfield, salah satu pendiri Ben & Jerry’s, mengundurkan diri dari perusahaan es krim tersebut karena perselisihan dengan perusahaan induknya, Unilever.

    Konflik tersebut muncul terkait sikap Unilever terhadap konflik Gaza.

    [Ben Cohen X]

    Dalam surat terbuka, Jerry mengatakan perusahaannya kehilangan independensinya sejak Unilever membatasi aktivitas sosialnya.

    Unilever dan Ben & Jerry’s sudah berselisih sejak tahun 2021, ketika produsen es krim rasa Chubby Hubby mengatakan akan menghentikan penjualan di Tepi Barat yang diduduki Israel.

    Sejak saat itu, Ben & Jerry’s menggugat Unilever atas dugaan upaya untuk membungkamnya, dan menyebut konflik Gaza sebagai “genosida.”

    Pemimpin oposisi Rusia ‘dibunuh dengan cara diracun’

    Istri pemimpin oposisi Rusia Alexei Navalny mengatakan analisis laboratorium sampel biologis menunjukkan suaminya dibunuh akibat diracun.

    Alexei, yang sering mengkritik keras presiden Vladimir Putin, meninggal secara misterius saat menjalani hukuman penjara 19 tahun.

    Sebelum dimakamkan, istrinya, Yulia Navalnaya, mengatakan sekutu-sekutunya “berhasil memperoleh dan mentransfer sampel biologis Alexei ke luar negeri dengan aman.”

    “Laboratorium-laboratorium di dua negara berbeda ini mencapai kesimpulan yang sama: Alexei dibunuh. Lebih spesifiknya, ia diracun,” kata Yulia.

    Pemimpin gereja Korea Selatan diperiksa polisi

    Pemimpin Gereja Unifikasi, Han Hak-ja, hadir untuk diperiksa oleh jaksa penuntut atas dugaan keterlibatan dalam penyuapan istri mantan Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol.

    Setelah lebih dari sembilan jam, Han meninggalkan kantor kejaksaan dengan kursi roda, melewati kerumunan media.

    Ia membantah tuduhan tersebut, dan dengan tegas menjawab, “Tidak!” ketika ditanya apakah ia memerintahkan penyuapan.

    Menurut tim jaksa khusus, ambulans yang disediakan oleh Han bersiaga selama ia diinterogasi.

    “Saya merasa tidak enak badan,” katanya, ketika ditanya mengapa ia memilih untuk menjawab pertanyaan, setelah menolak panggilan sebelumnya.

    Potret satwa yang dilindungi di Australia

    Beberapa satwa di Australia tertangkap kamera yang dipasang sebagai upaya konservasi, dan hasilnya cukup menggemaskan.

    Di delapan wilayah di New South Wales, Australia, lebih dari 1,4 juta foto dan video, serta 15.000 jam rekaman audio dihasilkan selama uji coba 12 bulan, yang dimulai pada Agustus 2024.

    Hasil rekaman menampilkan 1.213 spesies hewan berbeda, termasuk 46 spesies terancam punah, beberapa di antaranya terdeteksi di luar jangkauan mereka.

    “Kami mendapatkan begitu banyak spesies terancam punah, termasuk burung hantu jelaga, burung hantu beringin, dan berbagai jenis kelelawar kecil, termasuk spesies kelelawar yang terancam punah,” kata ketua tim edukasi BCT, Alice McGrath.

    Lihat juga Video: Prabowo Bertemu Menlu AS Antony Blinken di Yordania, Bahas Isu Gaza

  • Ekspor Jepang ke AS Anjlok, Trump Pukul Industri Otomotif – Page 3

    Ekspor Jepang ke AS Anjlok, Trump Pukul Industri Otomotif – Page 3

    Sebelumnya, Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, menepati ancamannya dengan menaikkan tarif impor terhadap produk asal India menjadi 50 persen. Langkah ini berpotensi merusak hubungan dengan salah satu mitra dagang terpenting Negeri Paman Sam, sekaligus memicu kenaikan harga bagi konsumen di dalam negeri.

    Dikutip dari CNN, Kamis (28/8/2025), kebijakan tersebut muncul hanya beberapa pekan setelah Trump menetapkan tarif dasar baru sebesar 25 persen untuk barang asal India.

    Kini, bea masuk terhadap barang India yang merupakan negara dengan ekonomi terbesar kelima di dunia menjadi salah satu yang tertinggi yang diberlakukan AS terhadap negara mana pun.

    Trump menegaskan, putaran terbaru tarif ini bertujuan menghukum India karena tetap membeli minyak dari Rusia, yang dinilai membantu mendanai perangnya dengan Ukraina.

    Sebelumnya, Trump juga mengadakan pertemuan terpisah dengan Presiden Rusia, Vladimir Putin, dan Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy, untuk menengahi konflik berkepanjangan tersebut. Namun, hingga kini pembicaraan masih menemui jalan buntu. 

  • Eropa Percepat Sanksi Energi Rusia di Tengah Tekanan Politik

    Eropa Percepat Sanksi Energi Rusia di Tengah Tekanan Politik

    Brussels

    Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen menyatakan Uni Eropa (UE) akan mempercepat langkah menghentikan seluruh impor minyak dan gas Rusia. Ia menekankan bahwa pendapatan Moskow dari menjual energi fosil menjadi penopang utama ekonomi perang Rusia.

    Von der Leyen juga mengungkapkan bahwa dia telah berbicara dengan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, yang mengaitkan sanksi tambahan AS terhadap Rusia dengan syarat Eropa menghentikan pembelian minyak Rusia serta menaikkan tarif impor dari Cina.

    Rencana yang ada saat ini menargetkan penghentian penuh impor minyak Rusia pada 2027 dan gas pada 2028. Namun, Ursula von der Leyen mengatakan Komisi Eropa akan segera mengajukan paket sanksi ke-19 yang mencakup sektor kripto, perbankan, dan energi.

    Protes ribuan warga Slovakia terhadap pemerintahan yang pro-Rusia

    Di saat yang sama, ribuan warga Slovakia turun ke jalan untuk memprotes kebijakan ekonomi dan sikap pro-Rusia Perdana Menteri Robert Fico.

    Aksi itu berlangsung ketika Fico melakukan perjalanan ke Cina untuk bertemu Presiden Rusia Vladimir Putin. Ini merupakan pertemuan ketiganya sejak invasi penuh Rusia ke Ukraina dimulai.

    Para pengkritik menilai Fico mengikuti jejak Perdana Menteri Hungaria Viktor Orban, yang dikenal kerap menghambat upaya sanksi Uni Eropa terhadap Moskow.

    Sekjen PBB ‘tidak optimistis’ soal perdamaian Ukraina

    Sementara itu, Sekjen PBB Antonio Guterres menyampaikan pandangannya terkait situasi di Ukraina dalam sebuah konferensi pers di New York.

    “Saya tidak terlalu optimistis soal kemajuan upaya perdamaian dalam waktu dekat di Ukraina,” kata Sekjen PBB Antonio Guterres.

    Guterres menambahkan bahwa perang antara Rusia dan Ukraina kemungkinan akan berlangsung “setidaknya untuk beberapa waktu,” menunjukkan bahwa konflik ini belum menunjukkan tanda-tanda akan segera berakhir meski ada berbagai upaya diplomasi.

    Pernyataan ini muncul di tengah harapan yang sempat timbul setelah pertemuan Presiden AS Donald Trump dengan Presiden Rusia Vladimir Putin pada Agustus 2025, yang sempat dinilai bisa membuka jalan untuk negosiasi perdamaian, tapi hingga kini belum membuahkan hasil konkret.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris.

    Diadaptasi oleh Pratama Indra dan Muhammad Hanafi

    Editor: Tezar Aditya Rahman

    (nvc/nvc)

  • China Kumpulkan Sekutunya, Bentuk Tatanan Global Saingi AS

    China Kumpulkan Sekutunya, Bentuk Tatanan Global Saingi AS

    Beijing

    Forum Xiangshan adalah pertemuan keamanan internasional tahunan pertama di Beijing, yang digelar sejak dimulainya masa jabatan kedua Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Acara ini menjadi bagian dari rencana China untuk memperkuat proyeksi kekuatan barunya dalam “menegakkan tatanan internasional.”

    Forum yang digelar pada 17–19 September 2025 tersebut, secara luas dianggap sebagai respons China atas Dialog Shangri-La, sebuah forum keamanan tahunan bergengsi di Asia yang digelar di Singapura. Dialog Shangri-La biasanya dihadiri pejabat setingkat menteri dari negara-negara Barat, termasuk Amerika Serikat dan sekutunya.

    “AS lebih suka Dialog Shangri-La. China lebih suka Forum Xiangshan,” kata Raymond Kuo, seorang pakar politik senior yang fokus dalam topik Asia Timur di lembaga penelitian RAND, AS. “Preferensi itu terlihat dari siapa yang mereka kirim.”

    Pada Forum Xiangshan tahun 2025 ini, Amerika Serikat hanya mengirim atase pertahanan dari kedutaannya di Beijing. Perwakilan ini merupakan tingkat delegasi yang lebih rendah dibanding tahun 2024, ketika pemerintahan Trump mengirim wakil asisten menteri pertahanan.

    Pada Juni 2025, Menteri Pertahanan China Dong Jun absen dari Dialog Shangri-La. Ini merupakan kali pertama sejak tahun 2019, pejabat pertahanan tertinggi Beijing tidak hadir di forum tersebut.

    Kepada DW, Raymond Kuo mengatakan bahwa China melakukan semacam “forum shopping”, berupaya menciptakan sistem terpisah dan mengajak negara lain untuk bergabung.

    Level pejabat yang dikirim AS dan China ke forum-forum tersebut, kata Raymond Kuo, menunjukkan seberapa penting negara-negara lain menilai forum itu, di tengah meningkatnya rivalitas dua ekonomi terbesar dunia ini.

    Niat China bentuk tatanan global alternatif

    Menurut kantor berita Xinhua, sekitar 1.800 perwakilan dari 100 negara, termasuk pejabat, militer, dan akademisi hadir dalam Forum Xiangshan 2025.

    Topik utama dalam agenda resmi mencakup soal “tata kelola keamanan global, kerja sama keamanan Asia-Pasifik, menjaga tatanan internasional pascaperang, dan pembangunan perdamaian regional.”

    Narasi tersebut sejalan dengan upaya Beijing untuk memperluas pengaruhnya lewat sejumlah ajang internasional belakangan ini, yang digelar di wilayah China, termasuk Konferensi Tingkat Tinggi Shanghai Cooperation Organization (KTT SCO) dan parade militer besar pada awal September 2025 ini.

    Di KTT SCO awal September 2025, Presiden Xi Jinping bertemu Presiden Rusia Vladimir Putin dan Perdana Menteri India Narendra Modi, sebelum kemudian menjamu Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un dalam parade militer. Tampilnya kerja sama keamanan antara China dan sekutu utamanya diperkirakan juga akan terlihat di Forum Xiangshan.

    “Xi Jinping akan menekankan persatuan dengan Rusia, Korea Utara, dan mungkin Iran untuk menyampaikan pesan bahwa ada kelompok yang mampu melawan pengaruh global AS,” kata Elizabeth Freund Larus, seorang peneliti senior di Pacific Council.

    Cari dukungan “Global South” dan contohkan India

    Narasi Beijing soal tatanan dunia baru utamanya ditujukan ke negara-negara Selatan, seperti Vietnam, Malaysia, Brasil, dan Nigeria. Negara-negara tersebut mengirim perwakilan pertahanan dengan jabatan lebih tinggi ke Forum Xiangshan.

    Raymond Kuo mengatakan Xi Jinping berusaha menampilkan citra China sebagai “mediator yang dapat dipercaya” untuk negara-negara Selatan dan menjadikan hubungannya dengan India sebagai contoh.

    Terlepas dari hubungan China dan India yang memburuk sejak bentrokan perbatasan mematikan pada 2020, pertemuan Modi dengan Xi Jinping di KTT SCO awal September 2025 ini bisa menguntungkan Beijing.

    “Pada titik tertentu, China sudah mengatakan: ‘Ya, kita mungkin punya perbedaan, bahkan konflik wilayah, tetapi kita tetap bisa menangani dan menyelesaikan isu keamanan regional lebih baik daripada Amerika Serikat’,” papar Raymon Kuo.

    Namun, meski menekankan multilateralisme, para pengamat menilai China masih lebih menyukai perjanjian bilateral dengan negara-negara Selatan. China, kata Raymond Kuo, mungkin akan meluncurkan inisiatif atau memberi rincian proposal dari KTT SCO, tetapi kesepakatan nyata tampaknya terbilang kecil.

    Rivalitas AS-China di Asia

    Forum Xiangshan juga memberi gambaran tentang cara AS dan China dalam menjalankan diplomasi militer di masa depan.

    Menurut Freund Larus, pilihan delegasi AS “menunjukkan bahwa diskusi sebenarnya terjadi lewat jalur belakang, bukan di depan kamera.”

    Menjelang Forum Xiangshan, Menteri Pertahanan AS Pete Hegseth berbicara lewat telepon dengan Menteri Pertahanan China Dong Jun. Mereka menekankan pentingnya menjaga saluran komunikasi militer terbuka dan menegaskan kepentingan nasional masing-masing.

    Dalam percakapan itu, Dong Jun memperingatkan bahwa “upaya penahanan atau pencegahan terhadap China tidak akan berhasil”, serta menentang campur tangan AS di Laut China Selatan dan Taiwan, sebuah negara demokrasi yang punya pemerintahan sendiri tapi diklaim Beijing sebagai wilayahnya.

    Pete Hegseth menegaskan kalau AS “tidak mencari konflik dengan China”, tetapi menekankan bahwa negaranya memiliki “kepentingan strategis di Asia-Pasifik.”

    “Jika ada dialog bilateral dengan Beijing, Washington tidak merasa perlu masuk ke China untuk melakukannya,” kata Ying-Yu Lin, seorang profesor di Universitas Tamkang, Taiwan.

    Pada September 2025, kapal induk terbaru China, Fujian, terlihat melintas di Selat Taiwan menuju Laut China Selatan. Mobilisasi ini kemudian disebut Beijing sebagai “bagian dari latihan penelitian dan pelatihan.”

    Sementara itu, AS dan Jepang menggelar latihan militer bersama, termasuk pengerahan sistem rudal jarak menengah, Typhon, di Jepang. Kemudian, latihan militer ini dikritik China dan Rusia karena dianggap meningkatkan ketegangan militer di kawasan tersebut.

    Para pengamat memperkirakan Beijing akan terus menggunakan forum seperti ini untuk mempromosikan narasi perdamaian, mulai dari perang Ukraina hingga Laut China Selatan dan Taiwan.

    “Ini garis narasi yang sama yang terus digunakan pejabat China,” kata Larus. “Jangan berharap ada terobosan di sini.”

    Artikel ini terbit pertama kali dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh: Muhammad Hanafi

    Editor: Tezar Aditya

    (nvc/nvc)

  • Rusia Luncurkan Rudal Jelajah dalam Latihan Perang Bareng Belarusia

    Rusia Luncurkan Rudal Jelajah dalam Latihan Perang Bareng Belarusia

    Moskow

    Sejumlah pesawat pengebom strategis Tu-160 milik Rusia melakukan misi latihan tempur di atas perairan Laut Barents selama latihan perang bersama Belarusia. Pesawat pengebom Rusia itu melakukan uji coba peluncuran rudal jelajah terhadap target-target tiruan musuh.

    Rusia dan Belarusia baru saja mengakhiri latihan militer gabungan selama lima hari, yang menggunakan nama sandi Zapad, dalam unjuk kekuatan yang mereka sebut diancang untuk menguji kesiapan tempur.

    Latihan militer gabungan itu, seperti dilansir Reuters, Selasa (16/9/2025), berlangsung selama beberapa hari setelah pasukan militer Polandia dan aliansi NATO menembak jatuh sejumlah drone Rusia yang memasuki wilayah udara Polandia. Insiden itu memicu keresahan beberapa negara tetangga Polandia.

    Warsawa sendiri menutup sementara perbatasannya dengan Belarusia sebagai tindakan pencegahan saat negara itu melakukan latihan gabungan dengan Rusia.

    Kementerian Pertahanan Rusia, dalam pernyataannya, mengatakan bahwa sejumlah pesawat pengebom berkemampuan nuklir mengudara di atas perairan netral di Laut Barents, yang terletak di sebelah utara Skandinavia, selama empat jam dengan dikawal oleh beberapa jet tempur MiG-31.

    “Selama misi latihan tempur, para awak berlatih peluncuran taktis rudal jelajah yang diluncurkan dari udara ke target-target kritis yang merupakan tiruan musuh,” sebut Kementerian Pertahanan Rusia.

    Menteri Pertahanan Belarusia Viktor Khrenin dijadwalkan mengamati bagian lainnya dari latihan perang Zapad di area latihan yang ada di wilayah Rusia pada Selasa (16/9) waktu setempat.

    Namun, tidak disebutkan lebih jelas soal elemen latihan tersebut, namun Kementerian Pertahanan Belarusia mengatakan bahwa latihan tersebut akan berlangsung dalam “kondisi yang sedekat mungkin dengan pertempuran”.

    Belarusia merupakan sekutu dekat Rusia dan mendukung perang yang dikobarkan Moskow di Ukraina, meskipun tanpa mengerahkan pasukannya sendiri untuk bertempur. Presiden Belarusia Alexander Lukashenko telah mengizinkan Presiden Rusia Vladimir Putin untuk menempatkan rudal nuklir taktis di Belarusia.

    Sementara itu, perwakilan militer Amerika Serikat (AS) melakukan kunjungan langka untuk mengamati langsung sebagian latihan perang Zapad yang digelar di wilayah Belarusia pada Senin (15/9).

    Kunjungan ini menjadi tanda menghangatnya hubungan kedua negara setelah Presiden Donald Trump mulai menjalin hubungan lebih erat dengan Lukashenko, yang sejak lama diperlakukan sebagai paria oleh Barat. Washington melonggarkan beberapa sanksi terhadap Minsk pekan lalu, dengan imbalan pembebasan 52 tahanan, termasuk lawan politik Lukashenko.

    Tonton juga Video: Panas! Rusia-Ukraina Saling Melancarkan Serangan Besar

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Nyawa Taruhannya Jika Berani Nonton Film Asing di Korea Utara

    Nyawa Taruhannya Jika Berani Nonton Film Asing di Korea Utara

    Jakarta

    Menonton film asing atau luar negeri manapun mungkin merupakan hal yang lumrah dan dapat dilakukan dengan bebas di berbagai negara. Namun, menonton film asing bisa membuat kehilangan nyawa jika dilakukan di Korea Utara (Korut).

    Dilansir BBC, Senin (15/9/2025), Pemerintah Korea Utara makin gencar menerapkan hukuman mati, termasuk kepada orang-orang yang ketahuan menonton dan membagikan film dan drama TV asing. Hal itu menjadi salah satu temuan laporan penting PBB.

    Rezim kediktatoran Korut juga disebut makin sering menghukum rakyatnya mengikuti kerja paksa seraya membatasi kebebasan mereka. Kantor Hak Asasi Manusia PBB menyebut Korut telah memperketat kendali atas ‘semua aspek kehidupan warga negara’ selama satu dekade terakhir.

    “Tidak ada populasi lain yang berada di bawah pembatasan seperti itu di dunia saat ini,” sebut laporan PBB.

    Lebih lanjut, menurut laporan itu, pengawasan ‘lebih meluas’ sebagian karena dibantu oleh kemajuan teknologi. Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, Volker Trk, khawatir warga Korut akan mengalami lebih banyak penderitaan, penindasan brutal, dan ketakutan yang telah mereka alami begitu lama.

    Laporan tersebut, yang didasarkan pada lebih dari 300 wawancara dengan orang-orang yang melarikan diri dari Korut dalam 10 tahun terakhir, menemukan hukuman mati makin sering digunakan. Setidaknya, ada enam undang-undang baru yang diberlakukan sejak 2015 dan memungkinkan hukuman mati dijatuhkan di Korut.

    Salah satu kejahatan yang kini dapat dihukum mati adalah menonton dan membagikan konten media asing seperti film dan drama TV. Hukuman itu diterapkan karena pemimpin Korut Kim Jong Un berupaya membatasi akses masyarakat terhadap informasi.

    Warga Korut yang melarikan diri atau sering disebut penyintas mengatakan kepada para peneliti PBB bahwa sejak 2020 dan seterusnya, makin banyak orang yang dieksekusi mati karena mendistribusikan konten asing. Warga yang ketahuan menonton atau membagikan film asing, menurut para penyintas, ditembak mati oleh regu tembak di depan umum untuk menanamkan rasa takut pada masyarakat.

    Kang Gyuri, yang melarikan diri pada 2023, mengatakan bahwa tiga temannya dieksekusi setelah tertangkap membawa film Korea Selatan. Dia mengaku menghadiri persidangan salah seorang temannya yang dijatuhi hukuman mati. Dia menyebut temannya saat itu berusia 23 tahun.

    “Dia diadili bersama para penjahat narkoba. Dia diperlakukan sama dengan orang yang melakukan kejahatan narkoba,” ujarnya.

    Sebagai informasi, Kim Jong Un melarang penggunaan bahasa gaul, film asing, mengecat rambut dan memakai legging ketat. Melakukan salah satu di antaranya bisa dianggap pengkhianat dan terancam hukuman mati.

    Kembali kepada Kang Gyuri, dia menambahkan sejak 2020 orang-orang menjadi lebih takut. Pengalaman Kang Gyuri dan para penyintas Korut bertolak belakang dengan apa yang diharapkan rakyat Korea Utara lebih dari 10 tahun lalu.

    Ketika Kim Jong Un pertama kali berkuasa pada 2011, warga Korut yang diwawancarai mengaku berharap kehidupan mereka akan membaik. Warga saat itu berharap kepada Kim yang berjanji mereka tidak perlu lagi ‘mengencangkan ikat pinggang’. Mereka menganggap ucapan itu berarti warga Korut akan memiliki cukup makanan.

    Saat itu, Kim berjanji menumbuhkan ekonomi sekaligus melindungi negara dengan mengembangkan senjata nuklir. Namun, laporan PBB menemukan bahwa sejak Kim berfokus pada program persenjataan serta menghindari diplomasi dengan Barat dan AS pada 2019, situasi kehidupan dan hak asasi manusia rakyat Korut telah “menurun”.

    Hampir semua orang yang diwawancarai mengatakan mereka tidak memiliki cukup makanan. Bahkan, makan tiga kali sehari adalah sebuah ‘kemewahan’ di Korut.

    Selama pandemi COVID-19, banyak pelarian mengatakan terjadi kekurangan makanan yang parah sehingga banyak orang meninggal karena kelaparan. Pada saat yang sama, pemerintah Korut menindak pasar-pasar informal tempat penduduk berdagang, sehingga mempersulit mereka untuk mencari nafkah.

    Rezim Korut juga membuat hampir mustahil bagi warganya untuk melarikan diri dengan memperketat kontrol di sepanjang perbatasan dengan China. Para prajurit diperintahkan untuk menembak warga yang mencoba menyeberang.

    “Pada masa-masa awal Kim Jong Un, kami punya sedikit harapan, tetapi harapan itu tidak bertahan lama,” kata seorang perempuan muda yang melarikan diri dari Korut pada 2018 di usia 17 tahun.

    Laporan tersebut juga menemukan bahwa pemerintah menggunakan lebih banyak kerja paksa dibandingkan satu dekade lalu. Orang-orang dari keluarga miskin direkrut ke dalam ‘brigade kejut’ untuk menyelesaikan tugas-tugas yang menuntut kerja fisik, seperti proyek konstruksi atau pertambangan.

    Para pekerja berharap ini akan meningkatkan status sosial mereka, tetapi pekerjaan tersebut berbahaya, dan kematian merupakan hal yang umum. Alih-alih meningkatkan keselamatan pekerja, pemerintah justru mengagungkan kematian, melabeli mereka sebagai pengorbanan bagi Kim Jong Un.

    Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah Korut dilaporkan telah merekrut ribuan anak yatim dan anak jalanan. Beberapa pelanggaran hak asasi manusia yang paling parah ditemukan terjadi di kamp-kamp penjara politik yang terkenal kejam di negara itu, tempat orang-orang dapat dikurung seumur hidup dan ‘dihilangkan’.

    Laporan 2025 ini menemukan setidaknya empat dari kamp-kamp ini masih beroperasi, sementara para tahanan di penjara biasa masih disiksa dan dianiaya. Banyak tahanan yang melarikan diri mengatakan mereka telah menyaksikan kematian para tahanan akibat perlakuan buruk, kerja berlebihan, dan malnutrisi, meskipun PBB mendengar adanya ‘beberapa perbaikan terbatas’ di fasilitas-fasilitas tersebut, termasuk ‘sedikit penurunan kekerasan oleh para penjaga’.

    PBB telah menyerukan agar situasi ini diserahkan kepada Mahkamah Pidana Internasional di Den Haag. Namun, agar hal ini bisa terwujud, Dewan Keamanan PBB perlu mendukungnya.

    Sejak 2019, dua anggota tetap DK PBB, China dan Rusia, telah berulang kali memblokir upaya untuk menjatuhkan sanksi baru terhadap Korea Utara. Pekan lalu, Kim Jong Un bergabung dengan pemimpin China, Xi Jinping, dan Presiden Rusia, Vladimir Putin, dalam sebuah parade militer di Beijing.

    Peristiwa ini menandakan penerimaan kedua negara tersebut terhadap program senjata nuklir Korea Utara dan perlakuan terhadap warga Korut. PBB sendiri telah meminta pemerintah Korea Utara untuk menghapuskan kamp-kamp penjara politiknya, mengakhiri penggunaan hukuman mati, dan mendidik warganya tentang hak asasi manusia.

    “Laporan kami menunjukkan keinginan yang jelas dan kuat untuk perubahan, terutama di kalangan anak muda (Korea Utara),” kata kepala hak asasi manusia PBB, Trk.

    Halaman 2 dari 5

    (haf/haf)

  • Korut Makin Sering Eksekusi Mati Warga yang Nonton Film Asing

    Korut Makin Sering Eksekusi Mati Warga yang Nonton Film Asing

    Jakarta

    Pemerintah Korea Utara makin gencar menerapkan hukuman mati, termasuk kepada orang-orang yang ketahuan menonton dan membagikan film dan drama TV asing, demikian temuan laporan penting PBB.

    Rezim kediktatoran Korut juga makin sering menghukum rakyatnya mengikuti kerja paksa seraya membatasi kebebasan mereka, tambah laporan tersebut.

    Kantor Hak Asasi Manusia PBB menemukan bahwa selama satu dekade terakhir, Korea Utara memperketat kendali atas “semua aspek kehidupan warga negara”.

    “Tidak ada populasi lain yang berada di bawah pembatasan seperti itu di dunia saat ini,” sebut laporan PBB.

    Lebih lanjut, menurut laporan itu, pengawasan “lebih meluas”, sebagian karena dibantu oleh kemajuan teknologi.

    Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, Volker Trk, mengatakan bahwa apabila situasi ini berlanjut, warga Korea Utara “akan mengalami lebih banyak penderitaan, penindasan brutal, dan ketakutan yang telah mereka alami begitu lama”.

    Laporan tersebut, yang didasarkan pada lebih dari 300 wawancara dengan orang-orang yang melarikan diri dari Korea Utara dalam 10 tahun terakhir, menemukan bahwa hukuman mati makin sering digunakan.

    Menonton film asing, ditembak di depan umum

    Setidaknya enam undang-undang baru telah diberlakukan sejak 2015 yang memungkinkan hukuman mati dijatuhkan.

    Salah satu kejahatan yang kini dapat dihukum mati adalah menonton dan membagikan konten media asing seperti film dan drama TV. Hukuman itu diterapkan karena Kim Jong Un berupaya membatasi akses masyarakat terhadap informasi.

    KCNA via EPALaporan PBB menemukan bahwa pemerintah Korut menggunakan lebih banyak kerja paksa dibandingkan satu dekade lalu.

    Para penyintas mengatakan kepada para peneliti PBB bahwa sejak 2020 dan seterusnya, makin banyak orang yang dieksekusi mati karena mendistribusikan konten asing.

    Warga yang ketahuan menonton atau membagikan film asing, menurut para penyintas, ditembak mati oleh regu tembak di depan umum untuk menanamkan rasa takut pada masyarakat.

    Baca juga:

    Kang Gyuri, yang melarikan diri pada 2023, mengatakan kepada BBC bahwa tiga temannya dieksekusi setelah tertangkap membawa film Korea Selatan.

    Ia menghadiri persidangan salah seorang temannya yang dijatuhi hukuman mati. Temannya berusia 23 tahun.

    “Dia diadili bersama para penjahat narkoba. Dia diperlakukan sama dengan orang yang melakukan kejahatan narkoba,” ujarnya.

    Dia menambahkan bahwa sejak 2020 orang-orang menjadi lebih takut.

    Berharap pada pemimpin baru, tapi rakyat makin lapar

    Pengalaman Kang Gyuri dan para penyintas Korut bertolak belakang dengan apa yang diharapkan rakyat Korea Utara lebih dari 10 tahun lalu.

    Ketika Kim Jong Un pertama kali berkuasa pada 2011, warga Korut yang diwawancarai mengaku berharap kehidupan mereka akan membaik, karena Kim telah berjanji bahwa mereka tidak perlu lagi “mengencangkan ikat pinggang”. Artinya mereka akan memiliki cukup makanan.

    Saat itu, Kim berjanji menumbuhkan ekonomi sekaligus melindungi negara dengan mengembangkan senjata nuklir.

    AFP via Getty ImagesWarga Korut membungkuk di hadapan mosaik yang menggambarkan ayah dan kakek Kim Jong Un di Pyongyang. Foto ini diabadikan pada 9 September.

    Namun, laporan PBB menemukan bahwa sejak Kim berfokus pada program persenjataan serta menghindari diplomasi dengan Barat dan AS pada 2019, situasi kehidupan dan hak asasi manusia rakyat Korut telah “menurun”.

    Hampir semua orang yang diwawancarai mengatakan mereka tidak memiliki cukup makanan. Bahkan, makan tiga kali sehari adalah sebuah “kemewahan”.

    Selama pandemi Covid, banyak pelarian mengatakan bahwa terjadi kekurangan makanan yang parah sehingga banyak orang meninggal karena kelaparan.

    Baca juga:

    Pada saat yang sama, pemerintah Korut menindak pasar-pasar informal tempat penduduk berdagang, sehingga mempersulit mereka untuk mencari nafkah.

    Rezim Korut juga membuat hampir mustahil bagi warganya untuk melarikan diri dengan memperketat kontrol di sepanjang perbatasan dengan China. Para prajurit diperintahkan untuk menembak warga yang mencoba menyeberang.

    “Pada masa-masa awal Kim Jong Un, kami punya sedikit harapan, tetapi harapan itu tidak bertahan lama,” kata seorang perempuan muda yang melarikan diri dari Korut pada 2018 di usia 17 tahun.

    “Pemerintah secara bertahap menghalangi orang-orang untuk mencari nafkah secara mandiri, dan menjalani hidup menjadi siksaan setiap hari,” ia bersaksi kepada para peneliti.

    ‘Rezim Korut menutup mata dan telinga rakyat’

    Laporan PBB menyatakan bahwa “selama 10 tahun terakhir, pemerintah menjalankan kendali hampir total atas rakyat, membuat mereka tidak mampu membuat keputusan sendiri”baik di bidang ekonomi, sosial, maupun politik.

    Laporan tersebut menambahkan bahwa kemajuan teknologi pengawasan telah membantu mewujudkan hal ini.

    Seorang warga Korut yang melarikan dari negara tersebut mengatakan kepada para peneliti bahwa tindakan keras rezim Pyongyang dimaksudkan “untuk menutup mata dan telinga rakyat”.

    “Ini adalah bentuk kendali yang bertujuan menghilangkan tanda-tanda ketidakpuasan atau keluhan sekecil apa pun,” kata mereka yang berbicara secara anonim.

    Baca juga:

    Laporan tersebut juga menemukan bahwa pemerintah menggunakan lebih banyak kerja paksa dibandingkan satu dekade lalu.

    Orang-orang dari keluarga miskin direkrut ke dalam “brigade kejut” untuk menyelesaikan tugas-tugas yang menuntut kerja fisik, seperti proyek konstruksi atau pertambangan.

    Para pekerja berharap ini akan meningkatkan status sosial mereka, tetapi pekerjaan tersebut berbahaya, dan kematian merupakan hal yang umum.

    Alih-alih meningkatkan keselamatan pekerja, pemerintah justru mengagungkan kematian, melabeli mereka sebagai pengorbanan bagi Kim Jong Un.

    Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah bahkan telah merekrut ribuan anak yatim dan anak jalanan, klaim laporan tersebut.

    Kejahatan terhadap kemanusiaan

    Penelitian terbaru ini menindaklanjuti laporan komisi penyelidikan PBB pada 2014, yang untuk pertama kalinya menemukan bahwa pemerintah Korea Utara melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan.

    Baca juga:

    Beberapa pelanggaran hak asasi manusia yang paling parah ditemukan terjadi di kamp-kamp penjara politik yang terkenal kejam di negara itu, tempat orang-orang dapat dikurung seumur hidup dan “dihilangkan”.

    Laporan 2025 ini menemukan bahwa setidaknya empat dari kamp-kamp ini masih beroperasi, sementara para tahanan di penjara biasa masih disiksa dan dianiaya.

    Banyak tahanan yang melarikan diri mengatakan mereka telah menyaksikan kematian para tahanan akibat perlakuan buruk, kerja berlebihan, dan malnutrisi, meskipun PBB mendengar adanya “beberapa perbaikan terbatas” di fasilitas-fasilitas tersebut, termasuk “sedikit penurunan kekerasan oleh para penjaga”.

    Dilindungi China dan Rusia

    PBB menyerukan agar situasi ini diserahkan kepada Mahkamah Pidana Internasional di Den Haag.

    Namun, agar hal ini bisa terwujud, Dewan Keamanan PBB perlu mendukungnya.

    Sejak 2019, dua anggota tetap DK PBB, China dan Rusia, telah berulang kali memblokir upaya untuk menjatuhkan sanksi baru terhadap Korea Utara.

    KCNA via ReutersDari kiri ke kanan: Vladimir Putin, Xi Jinping, dan Kim Jong Un di Beijing.

    Pekan lalu, Kim Jong Un bergabung dengan pemimpin China, Xi Jinping, dan Presiden Rusia, Vladimir Putin, dalam sebuah parade militer di Beijing. Peristiwa ini menandakan penerimaan kedua negara tersebut terhadap program senjata nuklir Korea Utara dan perlakuan terhadap warga Korut.

    Selain mendesak masyarakat internasional untuk bertindak, PBB meminta pemerintah Korea Utara untuk menghapuskan kamp-kamp penjara politiknya, mengakhiri penggunaan hukuman mati, dan mendidik warganya tentang hak asasi manusia.

    “Laporan kami menunjukkan keinginan yang jelas dan kuat untuk perubahan, terutama di kalangan anak muda (Korea Utara),” kata kepala hak asasi manusia PBB, Trk.

    (ita/ita)

  • Awas PD3! Rusia Pamer ‘Otot’, Tembak Rudal Hipersonik

    Awas PD3! Rusia Pamer ‘Otot’, Tembak Rudal Hipersonik

    Jakarta, CNBC Indonesia – Rusia kembali unjuk kekuatan militer dengan menembakkan rudal jelajah hipersonik Zirkon ke Laut Barents serta mengerahkan pesawat tempur-pengebom Su-34 dalam latihan strategis gabungan dengan Belarus.

    Melansir Reuters, Kementerian Pertahanan Rusia pada Minggu (14/9/2025) mengatakan latihan bertajuk Zapad atau Barat itu dimulai sejak 12 September dengan tujuan meningkatkan komando dan koordinasi militer jika terjadi serangan terhadap Rusia maupun Belarus.

    “Menurut data pemantauan objektif, target tersebut hancur oleh serangan langsung,” kata Kementerian Pertahanan Rusia dalam pernyataan resminya, merujuk pada uji coba rudal hipersonik Zirkon yang ditembakkan dari fregat Laksamana Golovko milik Armada Utara.

    Selain rudal, pesawat anti-kapal selam jarak jauh juga dikerahkan. Awak jet tempur Sukhoi Su-34 turut berlatih serangan bom terhadap target darat.

    Moskow dan Minsk menegaskan latihan tersebut murni bersifat defensif dan tidak ditujukan untuk menyerang negara NATO. Namun, ketegangan meningkat setelah NATO mengumumkan operasi “Penjaga Timur” pasca serangan pesawat nirawak Rusia ke Polandia pada 9-10 September.

    Rudal hipersonik Zirkon sendiri pertama kali diumumkan Presiden Rusia Vladimir Putin pada 2019. Menurutnya, rudal ini mampu terbang dengan kecepatan sembilan kali lipat kecepatan suara dengan jangkauan lebih dari 1.000 kilometer.

    Mengutip media Rusia, rudal yang dikenal sebagai 3M22 Zircon di Rusia dan SS-N-33 oleh NATO ini memiliki jangkauan antara 400 hingga 1.000 kilometer dengan hulu ledak seberat 300 hingga 400 kilogram.

    (tfa/tfa)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Rusia-Belarus Latihan Militer Besar-besaran di tengah Ketegangan ‘Serangan’ Drone ke Polandia

    Rusia-Belarus Latihan Militer Besar-besaran di tengah Ketegangan ‘Serangan’ Drone ke Polandia

    JAKARTA – Rusia dan Belarus memulai latihan militer gabungan besar-besaran di dekat perbatasan NATO. Latihan digelar di tengah meningkatnya ketegangan dengan aliansi Barat tersebut, dua hari setelah Polandia menembak jatuh pesawat nirawak (drone)  Rusia yang melintasi wilayah udaranya.

    Latihan “Zapad-2025”, unjuk kekuatan oleh Rusia dan sekutu dekatnya, Belarus, berlangsung di lokasi latihan di kedua negara, termasuk di dekat perbatasan Polandia.

    Serangan itu dijadwalkan jauh sebelum insiden drone, yang menandai pertama kalinya anggota NATO menembaki target Rusia yang masuk selama perang 3,5 tahun.

    Dilansir Reuters, Jumat, 12 September, Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan pada tahap pertama latihan, pasukan akan melakukan simulasi menangkis serangan terhadap Rusia dan Belarus, yang aliansinya dikenal sebagai Negara Kesatuan.

    Tahap kedua akan berfokus pada “pemulihan integritas teritorial Negara Kesatuan dan penghancuran musuh, termasuk dengan partisipasi pasukan koalisi dari negara-negara sahabat”, kata kementerian tersebut.

    Belarus berbatasan dengan tiga anggota NATO—Polandia, Lituania, dan Latvia—di sebelah baratnya, dan Ukraina di sebelah selatannya.

    Kremlin mengatakan pada Jumat, 12 September, kekhawatiran Eropa tentang latihan tersebut merupakan respons emosional yang didasarkan pada permusuhan terhadap Rusia.

    Kremlin menolak berkomentar mengenai insiden drone minggu ini, yang dipandang di Barat sebagai peringatan bagi NATO dan ujian bagi responsnya.

    Negara-negara Barat menyebut insiden pesawat nirawak tersebut sebagai provokasi yang disengaja oleh Rusia, yang dibantah Moskow. Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan pesawat nirawaknya telah melakukan serangan di Ukraina barat pada saat itu, tetapi tidak berencana untuk menyerang target apa pun di Polandia.

    Presiden AS Donald Trump mengatakan serangan pesawat nirawak Rusia itu bisa saja merupakan kesalahan.

    “Saya tidak senang dengan apa pun yang berkaitan dengan seluruh situasi ini, tetapi semoga itu akan berakhir,” katanya kepada wartawan pada Kamis.

    Polandia Siaga Tinggi

    Perdana Menteri Polandia Donald Tusk telah manuver “Zapad” yang akan datang sebagai “sangat agresif” dan mengumumkan Polandia akan menutup perbatasannya dengan Belarus pada tengah malam pada Kamis.

    Wakil Menteri Pertahanan Polandia Cezary Tomczyk mengatakan Polandia bersiap selama berbulan-bulan dan sedang mengadakan latihannya sendiri, dengan nama sandi “Iron Defender”.

    “Ada sekitar 30.000 tentara dalam latihan Iron Defender dan sekitar 5.000 di perbatasan” dengan Belarus, kata Tomczyk menanggapi pertanyaan Reuters.

    Lituania juga menyatakan akan melindungi perbatasannya karena latihan militer tersebut.

    Kepala Staf Umum Belarus, Mayor Jenderal Pavel Muraveiko, mengatakan semua latihan akan diadakan pada “jarak yang signifikan” dari perbatasan dengan negara-negara anggota NATO dan Ukraina.

    Ia mengatakan latihan tersebut akan mencakup penggunaan drone, peperangan elektronik, dan penggunaan kecerdasan buatan untuk mendukung pengambilan keputusan.

    Latihan Zapad terakhir berlangsung pada September 2021, lima bulan sebelum invasi skala penuh Rusia ke Ukraina, yang sebagian diluncurkan dari wilayah Belarus.

    Pemimpin Belarus Alexander Lukashenko adalah sekutu dekat Presiden Rusia Vladimir Putin dan mendukungnya selama perang, meskipun tanpa mengerahkan pasukannya sendiri untuk bertempur.

    Sejak dimulainya perang, Belarus mengizinkan Rusia untuk menempatkan rudal nuklir taktis di wilayahnya dan sedang bersiap untuk menjadi tuan rumah bagi rudal hipersonik Oreshnik baru milik Moskow.

    Lukashenko secara bersamaan berupaya memperbaiki hubungan dengan Amerika Serikat setelah bertahun-tahun dikenai sanksi AS dan Uni Eropa.

    Pada Kamis, dia membebaskan 52 tahanan atas permintaan Presiden AS Donald Trump dan mengatakan ia mendukung Trump dalam upayanya menyelesaikan serangkaian konflik internasional.