Tag: Vladimir Putin

  • Friendly Fire Lagi, Rusia Tak Sengaja Ledakkan Sistem Rudal yang Dikirim oleh Korea Utara – Halaman all

    Friendly Fire Lagi, Rusia Tak Sengaja Ledakkan Sistem Rudal yang Dikirim oleh Korea Utara – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Rusia dilaporkan secara tidak sengaja meledakkan salah satu sistem rudal permukaan-ke-udara (SAM) yang diyakini dikirim oleh Korea Utara.

    Insiden friendly fire ini terjadi di wilayah perbatasan Kursk, yang menjadi titik pertempuran terbaru antara pasukan Rusia dan Ukraina.

    Dilansir Newsweek, para blogger militer Rusia di Telegram, awalnya menyatakan bahwa pasukan Rusia menghancurkan sistem yang dipasok ke Ukraina oleh negara-negara Barat.

    Namun, menurut analisis Alexander Kovalenko, seorang analis militer dan politik terkemuka Ukraina, Rusia tampaknya menghancurkan SAM Korea Utara secara tidak sengaja. 

    Laporan ini pertama kali disampaikan oleh Badan Informasi Independen Ukraina.

    Korea Utara dilaporkan telah memasok Rusia dengan rudal balistik berkemampuan nuklir jarak pendek, self-propelled artillery, dan bahkan mengirimkan pasukan untuk digunakan dalam konflik yang sedang berlangsung.

    Kovalenko menyatakan, pengiriman SAM tersebut, tidak dilaporkan oleh intelijen Barat atau Korea Selatan.

    Hal ini menunjukkan bahwa ada rantai pasokan logistik antara Korea Utara dan Rusia yang belum terdeteksi oleh intelijen dari Barat maupun Korea Selatan.

    “Ini sangat, sangat mengkhawatirkan,” katanya.

    Presiden Rusia Vladimir Putin dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un mengendarai mobil limusin Aurus di Pyongyang, Korea Utara pada 19 Juni 2024. (KCNA)

    Kovalenko, yang memiliki lebih dari 100.000 pengikut di Telegram, mengatakan bahwa seorang operator drone Rusia secara keliru menyerang SAM buatan Korea Utara di wilayah Kursk, karena ia menyangka bahwa sistem tersebut, adalah SAM milik Barat.

    Surat kabar Ukraina, Militarnyi, melaporkan bahwa analisis rekaman dan foto medan perang menunjukkan bahwa sistem Korea Utara yang dihancurkan oleh pasukan Rusia memiliki siluet dan bentuk yang mirip sistem milik Barat yang digunakan oleh pasukan Ukraina di wilayah tersebut.

    Ini bukan pertama kalinya insiden friendly fire terjadi antara pasukan Rusia-Korea Utara melawan pasukan Ukraina.

    Desember tahun lalu, Ukraina mengatakan, pasukan Korea Utara secara tidak sengaja menewaskan 8 tentara Rusia di Kursk, mengutip Business Insider.

    Intelijen Ukraina mengatakan, insiden itu adalah insiden friendly fire yang disebabkan oleh kendala bahasa.

    Ukraina telah berulang kali menuduh Korea Utara memasok Rusia dengan peralatan dan personel untuk membantu dalam perang.

    Pada bulan November, Intelijen Pertahanan Ukraina melaporkan bahwa Rusia menerima lebih dari 100 rudal balistik jarak pendek berkemampuan nuklir KN-23 dan KN-24 dari Korea Utara.

    “Negara agresor Rusia telah menerima lebih dari 100 rudal semacam itu dari DPRK. Musuh pertama kali menggunakan senjata ini dalam perang melawan Ukraina pada akhir tahun 2023,” ungkap laporan dari Intelijen Pertahanan Ukraina.

    “Bersamaan dengan pengiriman rudal tersebut, Korea Utara juga mengirimkan spesialis militernya ke Rusia untuk memperbaiki peluncur dan berpartisipasi dalam kejahatan perang terhadap Ukraina,” tambahnya.

    Dalam pernyataan di Telegram, Alexander Kovalenko mengatakan:

    “Rusia telah menerima sistem pertahanan udara dari Korea Utara dan menggunakannya.”

    “Hal ini menunjukkan bahwa Rusia sedang menghadapi masalah serius dengan sistem pertahanan udaranya.”

    Sistem rudal permukaan-ke-udara (SAM) Korea Utara, pertama kali terlihat di Pyongyang selama parade ulang tahun ke-75 WPK pada tahun 2020. (X/Osinttechnical)

    “Kita sudah mengetahui bahwa pasukan pendudukan Rusia kekurangan sistem pertahanan udara, dan sekarang kategori ini menjadi salah satu yang paling drastis kekurangannya.”

    “Rusia meminta Korea Utara untuk mengirimkan apa yang paling dibutuhkan, dan pasokan ini mencerminkan kesulitan dalam mengganti kerugian.”

    “Pertama kekurangan peluru, kemudian kekurangan personel, lalu artileri, balistik, dan sekarang pertahanan udara.”

    Korea Selatan, Ukraina, dan Amerika Serikat memperkirakan, Korea Utara telah mengerahkan lebih dari 10.000 tentara untuk memperkuat pasukan Rusia.

    Mengingat hubungan dekat antara kedua negara, dukungan Korea Utara terhadap Rusia dalam perang ini diperkirakan akan terus berlanjut.

    Kedua negara telah menandatangani perjanjian pertahanan bersama tahun lalu, yang menyatakan bahwa mereka akan saling membantu jika salah satu pihak diserang.

    (Tribunnews.com)

  • Rusia-Iran Makin Erat, Putin dan Pezeshkian Akan Tanda Tangani Perjanjian Kemitraan Strategis – Halaman all

    Rusia-Iran Makin Erat, Putin dan Pezeshkian Akan Tanda Tangani Perjanjian Kemitraan Strategis – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Kantor pers Kepresidenan Rusia (Kremlin) mengumumkan Presiden Rusia, Vladimir Putin, dan Presiden Iran, Masoud Pezeshkian, akan menandatangani Perjanjian Kemitraan Strategis Komprehensif pada Jumat (17/1/2025).

    “Kedua presiden, Vladimir Putin dari Rusia dan Presiden Iran Masoud Pezeshkian, akan menandatangani Perjanjian Kemitraan Strategis Komprehensif antara Rusia dan Iran,” menurut pernyataan Kremlin, Senin (13/1/2025).

    “Presiden Putin dan Pezeshkyan, yang akan tiba di Rusia dalam kunjungan resmi, pada tanggal 17 bulan ini, akan mengadakan pembicaraan, dengan maksud untuk membahas prospek perluasan kerja sama bilateral dan isu-isu regional dan internasional terkini,” lanjutnya.

    Sebelumnya, Duta Besar Iran untuk Moskow, Kazem Jalali, mengatakan perjanjian kerja sama strategis komprehensif antara Rusia dan Iran mencakup 47 pasal dan mencakup semua bidang hubungan bilateral.

    “Perjanjian ini berisi bagian pendahuluan dan 47 pasal. Dengan penandatanganan dan implementasi perjanjian ini, kita akan menyaksikan peningkatan tingkat kerja sama antara kedua negara kedua negara kita di segala bidang,” kata Kazem Jalali dalam pidatonya yang dimuat di akun Telegram misi diplomatik Iran di Moskow.

    Perjanjian kemitraan strategis komprehensif antara Rusia dan Iran bertujuan untuk memperkuat perjanjian berdasarkan dasar hubungan dan prinsip kerja sama, yang ditandatangani pada tahun 2001, seperti diberitakan IRNA.

    Iran dan Rusia sebelumnya berencana menandatangani perjanjian penting tersebut di sela-sela KTT BRICS yang diadakan di Kazan, Rusia, pada akhir Oktober 2024.

    Namun, agenda tersebut ditunda karena kedua negara memutuskan untuk menandatanganinya dalam pertemuan bilateral.

    Iran menginginkan senjata canggih Rusia seperti sistem pertahanan udara jarak jauh dan jet tempur untuk membantu menangkis kemungkinan serangan Israel.

    Teheran telah lama berharap untuk memperoleh jet tempur canggih Sukhoi Su-35 dari Rusia untuk meningkatkan armada tuanya yang telah terhambat oleh sanksi internasional.

    Namun, Iran hanya menerima beberapa jet latih Yak-130 pada tahun 2023.

    (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

  • Perang Rusia-Ukraina Hari Ke-1056: NATO Sebut Ukraina Masih Lemah untuk Berunding dengan Rusia – Halaman all

    Perang Rusia-Ukraina Hari Ke-1056: NATO Sebut Ukraina Masih Lemah untuk Berunding dengan Rusia – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Berikut perkembangan terkini perang Rusia dan Ukraina hari ke-1056 pada Rabu (14/1/2025).

    Pada tengah malam, sekitar 25 drone terlihat di Ukraina, ledakan terdengar di Kyiv. 

    Sementara itu, serangan besar-besaran juga dilaporkan terjadi di kota-kota Rusia di Bryansk, Tula dan sejumlah wilayah lainnya.

    NATO: Posisi Ukraina Masih Lemah untuk Perundingan Damai dengan Rusia

    Sekretaris Jenderal NATO, Mark Rutte, mengatakan Ukraina tidak berada dalam posisi yang cukup kuat untuk melakukan perundingan damai dengan Rusia.

    “Saat ini, jelas Ukraina tidak berada di sana, karena mereka saat ini tidak dapat bernegosiasi dari posisi yang kuat,” kata Mark Rutte kepada anggota parlemen Uni Eropa, Senin (13/1/2025).

    Ia mendorong mitra Eropanya untuk berbuat lebih banyak untuk Ukraina dalam menghadapi Rusia.

    “Kita harus berbuat lebih banyak untuk memastikan dengan mengubah arah konflik, mereka dapat mencapai posisi yang kuat itu,” lanjutnya.

    Mark Rutte yakin Ukraina dapat mencapai perdamaian jangka panjang jika memiliki posisi yang kuat.

    “Kita semua ingin perang ini berakhir, tetapi yang terpenting, kita ingin perdamaian bertahan lama. Perdamaian tidak akan bertahan lama jika Putin berhasil di Ukraina, karena dengan begitu dia akan terus maju,” kata Mark Rutte.

    “Saya yakin bahwa perdamaian hanya dapat bertahan lama jika Ukraina datang ke meja perundingan dari posisi yang kuat,” katanya, seperti diberitakan The Guardian.

    Joe Biden Minta Pemerintah AS dan Sekutu Tak Tinggalkan Ukraina

    Presiden AS Joe Biden mengatakan Amerika Serikat (AS) dan sekutunya tidak bisa meninggalkan Ukraina.

    Joe Biden sedang bersiap untuk mengundurkan diri minggu depan dan menyerahkan kekuasaan kepada presiden terpilih Donald Trump.

    Dalam pernyataannya kemarin, Joe Biden heran pada awal perang di Ukraina bahwa Putin mengira pasukan Rusia akan dengan mudah mengalahkan Ukraina dalam hitungan hari.

    Joe Biden memuji dukungan AS dan internasional untuk Kyiv sejak invasi Moskow tahun 2022 dan menurutnya, Putin telah gagal mencapai tujuan strategisnya tetapi masih banyak yang harus dilakukan.

    “Kita tidak bisa meninggalkan Ukraina,” tegasnya.

    Zelensky Undang PM Slokavia ke Ukraina

    Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, membalas undangan Perdana Menteri Slovakia, Robert Fico, untuk berkunjung ke Ukraina pada Jumat (17/1/2025).

    Undangan ini disampaikan oleh Zelensky setelah Robert Fico mengundang presiden Ukraina ke Slovakia pada Senin kemarin. 

    Robert Fico menyerukan negosiasi secepat mungkin setelah Ukraina memutuskan untuk memutus pasokan gas murah Rusia yang mengalir melalui kedua negara mereka ke Eropa Barat.

    Hal itu terjadi setelah perjalanan Robert Fico ke Moskow sebelum Natal untuk bertemu Vladimir Putin membuat marah negara-negara Uni Eropa dan protes di dalam negeri terhadap pemerintahan Robert Fico.

    Rusia Mengepung Pokrovsk

    Seorang pejabat Ukraina mengatakan pasukan Rusia melewati pusat logistik Pokrovsk di Ukraina timur yang telah mereka rebut selama berbulan-bulan dan memotong jalur pasokan ke sana.

    Juru bicara militer Ukraina, Mayor Viktor Trehubov, mengatakan pasukan Rusia mengepung Pokrovsk yang telah direbut oleh pertahanan Ukraina.

    “Rusia membidik jalan raya yang mengarah dari sana ke kota Dnipro di Ukraina tengah. Rute itu sangat penting untuk pasokan yang akan memasok pasukan Ukraina di seluruh wilayah. Pemotongan lalu lintas jalan raya juga akan sangat melemahkan Pokrovsk,” katanya kepada AP News, Senin.

    (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

  • Putin Melawan Sanksi AS, Tetap Ekspor Minyak dan Gas ke Luar Negeri – Halaman all

    Putin Melawan Sanksi AS, Tetap Ekspor Minyak dan Gas ke Luar Negeri – Halaman all

     

    Laporan Wartawan Tribunnews.com Namira Yunia

     

    TRIBUNNEWS.COM, MOSKOW – Presiden Rusia Vladimir Putin terang-terangan melawan sanksi yang dijatuhkan Amerika Serikat ke negaranya dengan terus melanjutkan ekspor minyak dan gas ke pasar global.

    Pernyataan itu diungkap Putin pasca AS memberlakukan sanksi paling agresif terhadap industri minyak Rusia yang menargetkan dua produsen dan eksportir besar, perusahaan asuransi.

    AS juga menetapkan 180 kapal pengangkut minyak sebagai “properti yang diblokir.” Banyak dari kapal-kapal tersebut adalah bagian dari “armada bayangan” Rusia yang digunakan untuk mengangkut minyak Rusia secara diam-diam ke seluruh dunia. 

    Kementerian Luar Negeri Rusia mengecam sanksi-sanksi baru AS terhadap sektor energi Moskow sebagai upaya untuk merusak ekonomi Rusia dengan risiko mengganggu kestabilan pasar global.

    Lantaran sanksi tersebut berpotensi membuat harga minyak Rusia akan dibanderol jauh lebih mahal, menambah beban bagi pasar Asia terutama India dan China yang telah menjadi konsumen minyak Rusia selama beberapa tahun terakhir, sebagaimana dikutip dari Reuters.

    Kendati demikian, Kemlu Rusia berjanji akan terus melaksanakan proyek-proyek produksi minyak dan gasnya dalam jumlah besar, seperti substitusi impor, penyediaan layanan ladang minyak dan pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir di negara-negara ketiga.

    Kemlu Rusia dalam pernyataannya juga mencatat bahwa Moskow tetap dan senantiasa menjadi pemain kunci dan handal di pasar energi dunia.

    “Terlepas dari pergolakan di Gedung Putih dan intrik lobi Russophobia di Barat yang mencoba menyeret sektor energi dunia ke dalam perang hibrida yang dilancarkan Amerika Serikat melawan Rusia, negara kita telah dan tetap menjadi pemain kunci dan andal di pasar bahan bakar global,” tegas Kemlu Rusia.

    Rusia Kebal Sanksi AS

    Sanksi-sanksi seperti ini sebelumnya telah diberlakukan AS dan sekutunya sejak tahun 2022 silam, tepatnya ketika perang antara Moskow dan Kiev pecah. Namun Presiden Vladimir Putin mengklaim sanksi-sanksi Eropa tidak memberikan kerugian pada Rusia.

    “Kami mengalami pertumbuhan, sementara mereka mengalami penurunan,” kata Putin.

    Dalam hal keuangan, stimulus fiskal besar pemerintah Rusia selama pandemi Covid-19 telah membuka jalan bagi pertumbuhan yang kuat dan pengangguran yang rendah.

    Bank sentral Rusia telah memiliki keberhasilan serupa dalam mendukung rubel, sehingga menekan inflasi dan menjaga pemerintahnya tetap untung.

    Kesuksesan ini yang membuat posisi perdagangan Rusia kembali menguat dalam waktu singkat, menyusul guncangan akibat sanksi barat. 

    Menurut Atlantic Council, Rusia berhasil menjual minyak ke luar negeri dengan harga di atas batas harga yang telah ditentukan G7.

    Mereka mengatakan bahwa sekitar 1.000 kapal tanker “bayangan” digunakan untuk pengiriman minyak tersebut.

    Badan Energi Internasional menambahkan bahwa Rusia saat ini juga masih mengekspor 8,3 juta barel minyak per hari, terutama ke India dan China. 

    Sementara menurut para peneliti di King’s College London, Rusia juga masih mampu mengimpor banyak barang-barang Barat yang dikenai sanksi dengan membelinya melalui negara-negara seperti Georgia, Belarus, dan Kazakhstan.

     

  • Prabowo Tak Sengaja Bertemu Aktor Senior Steven Seagal di Jakarta
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        13 Januari 2025

    Prabowo Tak Sengaja Bertemu Aktor Senior Steven Seagal di Jakarta Nasional 13 Januari 2025

    Prabowo Tak Sengaja Bertemu Aktor Senior Steven Seagal di Jakarta
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Presiden
    Prabowo Subianto
    bertemu dengan aktor senior asal Amerika Serikat (AS)
    Steven Seagal
    , pada Senin (13/1/2025).
    Pertemuan ini dikonfirmasi oleh Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamen Komdigi) Angga Raka Prabowo, Senin malam.
    Ia menuturkan, pertemuan antara keduanya terjadi tidak sengaja di salah satu tempat di
    Jakarta
    .
    “Enggak sengaja ketemunya,” kata Angga Raka, Senin.
    Angga menuturkan, pertemuan itu terjadi pada Senin setelah makan siang.
    Rupanya, Seagal berada di tempat yang sama, tepat di lift sebelah.
    Setelah keluar dari lift, keduanya lantas tidak sengaja bertemu.
    “Saya habis
    lunch meeting
    sama Bapak di sebuah tempat di Jakarta. Terus keluar lift, lift sebelah ada Steven Seagal, ketika keluar saling sapa, ternyata saya juga baru tahu. Mereka saling kenal 35 tahun lalu,” tutur Angga.
    “Mungkin saat Pak PS (Prabowo Subianto) di Kopassus. Steven juga melatih beladiri kalau enggak salah,” imbuhnya.
    Sebagai informasi, pertemuan antara Presiden Prabowo dengan Steven sebelumnya diunggah lewat akun Instagram @2.prabowo.
    “Wamen Komdigi @anggarakaprabowo dampingi Presiden @
    prabowo bertemu Steven Seagal
    ,” tulis akun tersebut, dikutip Senin (13/1/2025).
    Sebelumnya, Steven juga bertemu dengan politisi dan putri dari Presiden kedua Republik Indonesia, Titiek Soeharto.
    Pertemuan mantan istri Prabowo dengan bintang “Above The Law” itu terjadi di Bali pada awal tahun 2025.
    “Senang sekali bisa jumpa lagi dengan Steven Seagal,” tulis Titiek, dikutip dari akun @titieksoeharto, Kamis (9/1/2025).
    “Sahabat lama yang sudah 20 tahun lebih tidak berjumpa,” lanjut dia.
    Titiek tampak mengunggah dua foto bersama Steven Seagal dengan foto berdampingan.
    Unggahan Titiek Soeharto itu langsung mencuri perhatian netizen yang tak menduga selama ini Titiek ternyata berteman dengan aktor Hollywood itu.
    Sebagai informasi, Steven Seagal juga memegang sabuk hitam aikido.
    Steven Seagal diketahui memiliki tiga kewarganegaraan, yaitu Amerika Serikat, Serbia, dan Rusia.
    Di awal 2016, Seagal diberikan kewarganegaraan Serbia setelah menawarkan untuk mendirikan sekolah seni bela diri di ibu kota Beograd.
    Dekat dengan Vladimir Putin, Seagal juga diusulkan untuk mendapat kewarganegaraan Rusia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kim Jong Un Perintahkan Tentara Korut Akhiri Hidup Ketimbang Ditangkap Pasukan Ukraina – Halaman all

    Kim Jong Un Perintahkan Tentara Korut Akhiri Hidup Ketimbang Ditangkap Pasukan Ukraina – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden Korea Utara (Korut) Kim Jong Un mendesak para tentaranya yang  yang membantu Rusia untuk akhiri hidup demi menghindari penangkapan oleh pasukan Ukraina di medan perang.

    Hal itu diungkap Anggota Parlemen Korea Selatan Lee Seong-kweun mengutip laporan Badan Intelijen Nasional (NIS).

    Dalam keterangan tertulisnya Lee Seong-kweun, menjelaskan bahwa pihaknya menemukan sebuah memo dari tentara Korea Utara yang tewas di medan pertempuran Kursk saat melawan Ukraina.

    Adapun dalam isi memo tersebut memerintahkan para tentara Korea Utara untuk segera mengakhiri hidup mereka sebelum ditangkap.

    “Ditemukan sebuah memo yang dibawa oleh mereka (tentara Korea Utara) yang terbunuh bahwa otoritas Korea Utara memerintahkan penghancuran dan mengakhiri hidup menggunakan granat sebelum ditangkap,” ujar Lee Seong-kweun dikutip dari Euro News.

    Laporan itu muncul bertepatan dengan pernyataan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy, yang mengklaim telah menahan dua tentara Korea Utara yang terluka.

    Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky pun merilis video yang menunjukkan kedua tentara itu terlihat terluka dan menjalani interogasi.

    “Ukraina siap menyerahkan tentara Kim Jong-un kepadanya jika ia dapat mengatur pertukaran mereka dengan para prajurit kami yang ditawan di Rusia,” ujar Zelensky melalui unggahan di media sosial X.

    300 Pasukan Elite Korut Tewas saat Bantu Rusia

    Sejauh ini jumlah tentara Korut yang tewas saat membantu Rusia di medan perang telah mencapai 300 orang, sementara 2.700 lainnya terluka imbas berperang di Ukraina.

    “Penempatan pasukan Korea Utara ke Rusia dilaporkan telah meluas hingga mencakup wilayah Kursk, dengan perkiraan yang menunjukkan bahwa korban di antara pasukan Korea Utara telah melampaui 3.000,” ujar Lee dalam konferensi pers, seperti diberitakan AFP.

    Jumlah korban tersebut meningkat lantaran pasukan Korea Utara sering terbunuh oleh drone atau pesawat tak berawak yang tampaknya tidak mereka anggap berbahaya atau mematikan.

    Laporan tersebut, menunjukkan adanya kesenjangan pengetahuan mengenai pasukan yang dikirim oleh Kim Jong Un untuk mendukung invasi Rusia.

    Bahkan salah satu tentara Korut yang ditangkap Ukraina, mengklaim bahwa dia tidak tahu akan berperang,.

    Ia menambahkan bahwa komandannya telah mengatakan kepadanya bahwa itu “hanya pelatihan”.

    Tentara Korut di Iming-Imingi Gaji Fantastis

    Rusia diketahui menjanjikan bayaran sebesar 2.000 dolar AS atau sekitar Rp 31 Juta per bulan bagi tentara Korea Utara (Korut) yang bersedia untuk ditugaskan ke Kursk garda depan konflik Rusia dan Ukraina.

    Jumlah gaji yang dibayarkan oleh Moskow menunjukkan peningkatan fantastis hingga 10 kali lipat jika dibandingkan dengan gaji sebelumnya.

    Dimana pada bulan lalu, Radio Free Asia melaporkan bahwa gaji rata-rata untuk personel militer Korut hanya berkisar antara 100 dan 300 won.

    Namun demi memikat prajurit Korut agar mau bergabung ke garda depan konflik Rusia, Presiden Vladimir Putin mulai menaikkan gaji para tentara bayaran asal Korut.

    Badan Intelijen Nasional Korea Selatan, atau NIS, mencatat sejauh ini lebih dari 3.000 tentara Korea Utara telah dikirim ke Rusia.

    Jumlah tersebut diperkirakan bertambah, mencapai 10.000 prajurit pada bulan Desember 2024.

    (Tribunnews.com / Namira)

  • Tewaskan Tentara Ukraina Lewat Duel Dengan Pisau, Prajurit Rusia Dapat Gelar Pahlawan dari Putin – Halaman all

    Tewaskan Tentara Ukraina Lewat Duel Dengan Pisau, Prajurit Rusia Dapat Gelar Pahlawan dari Putin – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Andrey Grigoryev prajurit Rusia yang berduel melawan seorang tentara Ukraina digelari Pahlawan Rusia oleh Presiden Vladimir Putin.

    Putin pada Sabtu (11/1/2025) menganugerahi Grigoryev atas “keberanian dan kepahlawanan” dalam pertempuran.

    Grigoryev dianggap sebagai tentara pemberani yang berhasil mengalahkan musuh yang jauh lebih kuat dari dirinya.

    Pertarungan dua tentara tersebut viral di dunia maya beberapa waktu lalu.

    Pria berpangkat kopral dari Brigade Senapan Bermotor ke-39, tersebut mengalahkan seorang prajurit Ukraina selama pertempuran di dekat desa Trudovoye di Republik Rakyat Donetsk Rusia.

    Insiden itu terjadi pada musim gugur tahun 2024, rekaman kamera tubuh yang dramatis dari pertarungan tangan kosong tersebut baru-baru ini diunggah ke media sosial.

    Meskipun lawan secara fisik lebih kuat dan melukai Grigoryev, prajurit Rusia berusia 35 tahun itu terus bertarung.

    “Jelas bagi saya bahwa saya tidak akan menyerah, bahwa saya akan membawa setidaknya satu orang ke liang lahat [sebelum saya sendiri meninggal]. Motivasi ini sangat membantu saya untuk berkonsentrasi,” kata Grigoryev kepada Russia Today awal bulan ini.

    Grigoryev lahir di Republik Sakha Siberia Rusia dan bekerja sebagai pengemudi dan mekanik sebelum mendaftar di ketentaraan pada April 2024. Ia menikah dan memiliki lima orang anak.

    Gubernur Sakha Aysen Nikolayev bertemu dengan Grigoryev pada hari Sabtu dan memberinya pisau baru sebagai hadiah. 

    “Setelah pertempuran itu, Andrey menghabiskan beberapa hari di belakang garis musuh. Mereka melumpuhkan beberapa tentara musuh, kendaraan lapis baja, dan meledakkan depot amunisi,” kata Nikolayev.

    Grigoryev, menceritakan perkelahian brutal yang berujung kematian dengan seorang prajurit Ukraina selama pertempuran sengit di dekat desa Trudovoye di Wilayah Donetsk, Rusia, musim gugur lalu.

    Grigoryev bergabung dengan tentara sebagai sukarelawan, berbicara kepada RT pada hari Jumat setelah video konfrontasi yang direkam dengan kamera tubuh menjadi viral awal minggu ini.

    Klip berdurasi delapan menit, yang dibagikan secara luas di saluran Telegram Rusia, menunjukkan tentara Ukraina tersebut mendekati sebuah bangunan bobrok sebelum terlibat dalam baku tembak jarak dekat dengan Grigoryev.

    Kamera tersebut adalah milik prajurit Ukraina, dari gambarnya jelas terlihat sang prajurit menyerang bangunan tersebut dan menewaskan beberapa  pasukan Rusia. 

    Namun saat ia mendekati bangunan itu, ia dihadang oleh Grigoryev yang tiba-tiba muncul dari sebelah rumah.

    Konfrontasi meningkat menjadi pertarungan jarak dekat, yang berakhir dengan tentara Ukraina tersebut ditikam hingga tewas beberapa kali.

    Saat ia tergeletak berdarah di tanah, prajurit Ukraina tersebut terdengar berkata: “Biarkan saya mati dengan tenang. Saya ingin pergi sendiri. Terima kasih. Anda adalah pejuang terhebat di dunia.” Grigoryev, yang juga terluka dan berlumuran darah, berdiri dan meninggalkan tempat kejadian tanpa memberikan pukulan terakhir.

    Grigoryev dalam sebuah wawancara berkata: “Kami – orang Rusia dan Yakut – diajari sejak kecil: Dalam situasi apa pun, Anda harus tetap menjadi manusia.” 

    Ia menambahkan bahwa orang Ukraina itu telah membunuh salah satu temannya selama bentrokan itu, sehingga ia tidak punya pilihan selain melawan. 

    “Ia mengalami dua luka tusuk di leher dan ditikam tiga kali di dekat jantung. Saya tahu ia tidak akan bisa bangun.”

    Video viral itu juga menarik perhatian CEO Tesla dan SpaceX Elon Musk, yang berkomentar di X (sebelumnya Twitter) pada hari Jumat.

     

    “Saya memiliki pisau parit PD I yang tertanam di dinding kamar tidur saya untuk berjaga-jaga. Edisi 1917. Lebih berguna daripada senjata api dalam jarak dekat,” tulis Musk.

  • Garis Depan Tinggal 6,5 Km dari Dnepropetrovsk, Desa Dachnoye ‘Dimusnahkan’ – Halaman all

    Garis Depan Tinggal 6,5 Km dari Dnepropetrovsk, Desa Dachnoye ‘Dimusnahkan’ – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Pasukan Rusia telah merajalela di wilayah barat daya Donetsk, Ukraina timur.

    Dua kota yang paling strategis di wilayah tersebut yaitu Pokrovsk dan Kurakhovo telah dilewati oleh para prajurit Vladimir Putin.

    Kota industri dan energi thermal yang juga menjadi pendukung logistik, Khurakhovo bahkan telah sepenuhnya dikuasai oleh Rusia.

    Sementara berjarak 30 kilometer di utaranya, yaitu Pokrovsk, pasukan Rusia telah melewati barat kota. Garis depan peperangan telah mencapai 6,5 kilometer ke arah oblast Dnepropetrovsk.

    Informasi publik militer Ukraina, Deep State melaporkan, Rusia telah merebut desa Solenoye, sebelah selatan Pokrovsk. Rusia juga telah memotong desa Konstantinovka di barat daya yang bisa digunakan untuk memotong jalur militer Ukraina.

    Meski front telah mendekat, masih belum diketahui apakah Rusia akan terus menyerbu oblast (wilayah setingkat provonsi) lainnya yaitu Dnepropetrovsk atau memilih berbelok ke utara dan memblokade Pokrovsk dari barat. 

    Pasukan Ukraina memang masih menjaga kota Pokrovsk hingga invasi Rusia hari ke 1.053, yang kini menjadi benteng terkuat Ukraina di Donetsk yang belum ditaklukkan.

    Namun dipercaya bahwa penaklukan kota Pokrovsk hanya tinggal menunggu waktu saja, mengingat jumlah pasukan dan senjatanya tidak seimbang dengan pasukan Moskow yang memiliki persenjataan lengkap.

    Sementara tentara Rusia juga telah mendekat dari selatan, timur dan utara kota. Sementara di dalam kotanya terus digempur dengan bom berpemandu dan drone kamikaze.

    Ukrinform melaporkan bahwa sektor Pokrovsk menjadi sektor peperangan terpanas di mana Rusia terus menjatuhkan bom berpemandu dari pesawat tempur mereka hingga Sabtu 911/1/2024) malam.

    Aktivitas terberat penjajah Rusia tetap berada di wilayah Baranivka, Yelyzavetivka, Promin, Lysivka, Zelene, Novyi Trud, Zvirivka, Novoandriivka, Uspenivka, Sloviansk, dan Kostiantynopil. 

    Para pembela Ukraina dengan berani mempertahankan garis pertahanan, setelah menangkis 52 serangan musuh, dengan 11 bentrokan masih berlangsung. Pokrovsk dan Novopavlivka telah dihantam bom udara berpemandu.

    Menurut perkiraan awal, pasukan Ukraina menewaskan 189 dan melukai 188 penjajah hari ini. Satu tank, dua pengangkut personel lapis baja, tiga kendaraan, dan antena UAV Rusia hancur. Selain itu, dua kendaraan rusak.

    Desa Dachnoye Dihujani Bom

    Di poros Kurakhovo sendiri, dikutip dari Strana, pasukan Rusia bergerak maju ke arah barat Kurakhovo yang sebelumnya telah direbut dan menuju desa Dachnoye dan Yantarnoye.

    Saluran Telegram militer Ukraina, Deep State, menulis tentang hal ini, dengan menerbitkan peta operasi militer.

    Saat ini, musuh sedang “memusnahkan” Dachnoye dengan bom udara; infanteri Rusia juga telah terlihat di area pabrik pengolahan limbah di sebelah barat Kurakhovo.

    “Musuh sedang menembaki penyeberangan antara Ulakli dan Konstantinopel dengan artileri laras. Kelompok pengintai berusaha mendekati Andreyevka dari timur,” lapor saluran Telegram tersebut.

    Peta operasi militer

    Mari kita ingat bahwa hari ini Deep State melaporkan bahwa kota Kurakhovo telah sepenuhnya direbut oleh tentara Rusia.

    Sebelumnya, Rusia menduduki sebuah desa di dekat Pokrovsk untuk memutus rute ke Konstantinovka.

    Perang di Ukraina berlanjut hingga hari ke-1053. Berita terbaru dengan peristiwa utama pada 11 Januari 2025 – di situs daring kami yang diperbarui. (Strana/Ukrinform/Pravda)

  • Biden Sebut Kondisi Rusia Nelangsa, Ukraina Bisa Menang, Swiss Siapkan Pertemuan Trump dan Putin – Halaman all

    Biden Sebut Kondisi Rusia Nelangsa, Ukraina Bisa Menang, Swiss Siapkan Pertemuan Trump dan Putin – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden AS Joe Biden mengatakan pada Jumat (10/1/2025), bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin dalam kondisi sulit menyusul sanksi sektor energi baru yang dijatuhkan oleh AS dan Inggris terhadap Moskow.

    Sanksi tersebut menargetkan perusahaan minyak besar Rusia Gazprom Neft dan Surgutneftegas, yang bersama-sama memproduksi lebih dari 1 juta barel minyak setiap hari, senilai sekitar 23 miliar dolar atau Rp 375 triliun per tahun dengan harga saat ini, menurut pejabat Inggris.

    Pendapatan kedua perusahaan tersebut secara langsung berkontribusi pada upaya perang Rusia di Ukraina, menurut laporan pejabat London.

    “Putin sedang dalam kondisi sulit saat ini, dan menurut saya sangat penting agar dia tidak memiliki ruang bernapas untuk terus melakukan hal-hal buruk yang terus dilakukannya,” kata Biden,AFP melaporkan.

    Berbicara tentang prospek Ukraina, Biden menyatakan keyakinannya, dengan mengatakan ada peluang nyata Ukraina dapat menang dengan dukungan Barat yang berkelanjutan.

    Departemen Keuangan AS mengumumkan pada 10 Januari sanksi baru yang menargetkan industri penyulingan minyak Rusia.

    Pembatasan tersebut secara khusus memengaruhi raksasa minyak Rusia Gazprom Neft dan Surgutneftegas.

    Tindakan ini merupakan bagian dari strategi yang lebih luas untuk mengurangi pendapatan Rusia yang mendanai operasi militernya di Ukraina.

    Sanksi tersebut mencakup pembekuan aset kedua raksasa minyak tersebut dan perluasan pembatasan terhadap lebih dari 180 kapal yang terkait dengan perdagangan minyak Rusia, banyak di antaranya merupakan bagian dari apa yang disebut “armada bayangan” yang beroperasi di luar peraturan pengiriman konvensional.

    Selain Gazprom Neft dan Surgutneftegas, sanksi tersebut juga menargetkan lebih dari 30 perusahaan jasa minyak Rusia lainnya.

    Swiss Siapkan Pertemuan Trump dan Putin

    Nicolas Bideau, juru bicara Kementerian Luar Negeri Swiss, mengatakan negaranya siap menyelenggarakan pertemuan tingkat pemimpin antara Presiden terpilih AS Donald Trump dan Vladimir Putin, jika kedua pihak menyatakan minatnya.

    Mengutip Pravda, Bideau mengingat KTT Perdamaian yang diadakan di Swiss oleh Ukraina dan mencatat bahwa setelah acara tersebut, Ukraina, Rusia, dan Amerika Serikat secara konsisten menyatakan “kesiapan mereka untuk mendukung segala upaya diplomatik guna mewujudkan perdamaian.”

    “Setelah KTT Bürgenstock, Ukraina, Rusia, dan Amerika Serikat telah diberitahu secara berkala tentang kesiapan kami untuk mendukung upaya diplomatik guna mencapai perdamaian,” katanya.

    Bideau menekankan bahwa surat perintah penangkapan terhadap pemimpin Kremlin yang dikeluarkan oleh Pengadilan Kriminal Internasional tidak akan menjadi hambatan bagi kemungkinan kunjungannya ke Swiss.

    Ia mencatat, pemerintah Swiss memiliki hak untuk membuat pengecualian jika diperlukan untuk perundingan damai.

    Sementara itu, Presiden Volodymyr Zelenskyy mengindikasikan bahwa diskusi pertama untuk mengakhiri perang Rusia-Ukraina akan dilakukan dengan Presiden terpilih AS Donald Trump dan pembicaraan potensial dengan pemimpin Kremlin Vladimir Putin mungkin baru akan dilakukan setelahnya.

    Kementerian Luar Negeri Ukraina menyatakan, Kyiv memperkirakan Zelenskyy dan Trump akan bertemu segera setelah pelantikan Trump pada tanggal 20 Januari.

    Di sisi lain pada 10 Januari, John Kirby, Koordinator Dewan Keamanan Nasional untuk Komunikasi Strategis di Gedung Putih, mengatakan baik Rusia maupun Ukraina tidak siap untuk berunding guna mengakhiri perang.

    (Tribunnews.com/ Chrysnha)

  • 2025 Bisa Jadi Tahun Petaka: di mana-mana Panas-Siaga Perang

    2025 Bisa Jadi Tahun Petaka: di mana-mana Panas-Siaga Perang

    Daftar Isi

    Jakarta, CNBC Indonesia – International Crisis Group atau ICG merilis daftar 10 potensi konflik yang harus diantisipasi masyarakat dunia. Berbagai konflik ini merupakan perpanjangan masalah dari konflik yang sudah panas pada tahun-tahun sebelum 2025.

    Konflik ini akan terjadi di berbagai belahan dunia, mulai dari kawasan Amerika, Timur Tengah, Asia Timur, hingga lintas kawasan. Bahkan, potensi konflik bisa makin buruk setelah makin rusaknya norma-norma perdamaian secara global.

    “Jika Israel mencaplok Tepi Barat dengan restu AS, atau Washington secara sepihak mengebom kartel Meksiko, norma-norma yang sudah melemah berisiko semakin hancur. Pihak yang berperang akan lebih sedikit memperhatikan penderitaan sipil,” tuis ICG dalam artikel berjudul 10 Conflicts to Watch in 2025, dikutip Sabtu (11/1/2025).

    Adapun 10 konflik yang perlu diwaspadai sepanjang 2025 menurut ICG sebagai berikut:

    1. Suriah

    Setelah jatuhnya rezim diktator Bashar al-Assad pada akhir tahun lalu, Suriah tampak mulai bangkit meredam perang internal di dalam negerinya sendiri. Namun, ICG menganggap, banyak risiko konflik kembali meletus di negara itu pada 2025.

    Kelompok milisi Hayat Tahrir al-Sham (HTS), mantan afiliasi al-Qaeda memang telah berhasil mengalahkan Pasukan Demokratik Suriah (SDF) setelah menyerang pemerintahan Bashar pada 27 November. Pemerintahan Assad pun jatuh dalam waktu kurang dari dua minggu setelah menguasai negara itu selama 54 tahun secara turun menurun.

    Menurut ICG, kekalahan tentara Suriah sebagian disebabkan oleh persiapan matang kekuatan HTS dan sebagian lagi karena pembusukan rezim itu sendiri. Assad, mengandalkan dukungan dari Hizbullah, Iran dan Rusia, mengabaikan pasukannya sendiri, mengandalkan wajib militer, cadangan bergaji rendah, dan milisi predator.

    Melihat kelemahannya, pendukung eksternal Assad berdiri saat pemberontak maju. Sebagian besar unit Hizbullah yang telah membela rezim itu, bagaimanapun, telah kembali ke Lebanon untuk memerangi Israel, di mana mereka menderita kerugian besar.

    Iran, yang tengah sibuk menghadapi Israel, tidak bisa membantu Assad. Rusia, yang kekuatan udaranya telah mengubah gelombang perang hampir satu dekade lalu, terjebak di Ukraina.

    Ketika pertahanan rezim runtuh, Moskow dan Teheran tampaknya telah menerima jaminan HTS bahwa Iran dapat dengan aman menarik aset-asetnya keluar secara aman, dan Rusia menarik kembali pasukannya ke pelabuhan Mediterania di Tartus atau pangkalan udara di Latakia.

    HTS dipimpin oleh Ahmed al-Sharaa menurut ICG sejauh ini hanya mengamankan kota-kota besar di Suriah, namun untuk di kawasan pedesaan tengah dan barat memiliki risiko konflik yang kacau ke depan. Sebab, pasukan HTS hanya 30.000, tak cukup untuk mengamankan negara seluas 185.180 kilometer persegi.

    Mantan pemberontak lainnya, termasuk beberapa di dalam Tentara Nasional Suriah (SNA) yang didukung Turki, lebih sulit diatur. Di Hama, Homs dan Latakia, orang-orang bersenjata telah menjarah, secara acak membunuh anggota kelompok minoritas yang dituduh mendukung rezim Assad, dan secara langsung mengeksekusi beberapa kaki tangannya.

    Bahaya lain berasal dari luar. Ketika Assad jatuh, bom Israel meratakan pangkalan angkatan udara Suriah, fasilitas angkatan laut dan depot senjata, termasuk, menurut Israel, fasilitas senjata kimia.

    Israel, yang mencaplok bagian dari Dataran Tinggi Golan pada 1981, juga mengirim pasukan ke zona demiliterisasi, termasuk posisi puncak bukit di Suriah, meskipun Sharaa, sambil mengkritik pemboman dan serangan, berjanji untuk mematuhi perjanjian yang ada dengan Israel.

    Di timur laut, SNA yang didukung Turki telah mengusir SDF dari beberapa kota, membuat ribuan orang mengungsi. Mereka sekarang mengancam Kobani, kota mayoritas Kurdi di perbatasan Turki.

    Ankara memandang SDF sebagai pelengkap Partai Pekerja Kurdistan (PKK), yang telah diperjuangkan di Turki dan Irak utara selama beberapa dekade. Lebih banyak pertempuran dapat mencabut ribuan nyawa orang lagi dan semakin membebani transisi Suriah.

    SDF menjaga ribuan mantan pejuang ISIS, yang pelariannya dapat memperkuat sisa-sisa kelompok yang sudah berkumpul kembali di padang pasir.

    Turki, harus membiarkan otoritas baru Suriah bernegosiasi dengan SDF tentang reintegrasi timur laut dengan persyaratan yang dapat diterima semua orang. Akhirnya, sanksi Barat dan PBB yang menghalangi bantuan dan investasi yang dibutuhkan Suriah setelah bertahun-tahun perang harus dilonggarkan.

    2. Sudan

    Perang Sudan, dengan jumlah pengungsi dan kelaparan, adalah yang paling menghancurkan di dunia. Sekitar 12 juta orang Sudan – lebih dari sepertiga dari populasi sebelum perang – telah meninggalkan rumah mereka.

    Lebih dari setengahnya menghadapi kekurangan pangan akut, dengan beberapa bagian wilayah Darfur menderita kelaparan. Pejabat PBB menggambarkan tingkat kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak perempuan sebagai “mengejutkan”. Negara ini tampak menuju konflik kekerasan.

    Milisi Sudan, RSF yang dipimpin Mohamed “Hemedti” Hamdan Dagalo terus melawan tentara Sudan, yang dipimpin oleh Abdel Fattah al-Burhan. Setelah penggulingan Omar al-Bashir pada 2019, Hemedti dan Burhan mulanya berbagi kekuasaan dengan politisi sipil dan kemudian mengusir mereka sebelum saling berbalik.

    Angkatan darat, tanpa banyak infanteri, bergantung pada kekuatan udara, termasuk drone yang dipasok asing, dan tanpa pandang bulu mengebom daerah-daerah di bawah kendali RSF. Mereka telah beralih ke milisi, terutama yang dimobilisasi oleh kaum Islamis yang berpengaruh di bawah Bashir.

    Mantan pemberontak Darfuri telah membantu memukul mundur serangan RSF di ibu kota Darfur Utara, El Fasher. RSF berjuang untuk mempertahankan tanah di luar benteng baratnya tetapi tetap kuat ketika terlibat dalam serangan cepat. Pasukannya sering membawa pembantaian saat mereka maju.

    Namun, perang di Sudan akan semakin kompleks setelah makin maraknya campur tangan asing, salah satunya Uni Emirat Arab melalui bisnis Emirates. Dukungan Emirat untuk RSF (yang dibantah Abu Dhabi, meskipun ada dokumentasi oleh PBB dan lainnya) mencerminkan upaya pencarian pengaruh dan keuntungannya di cekungan Laut Merah.

    Ethiopia, yang memiliki hubungan dekat dengan Uni Emirat Arab, telah berusaha untuk tetap netral, khawatir bahwa tentara Sudan akan membantu oposisi bersenjata Ethiopia, tetapi mungkin masih sebatas dugaan.

    Adapun tentara Sudan, mereka mengandalkan dukungan dari Mesir, terlepas dari hubungan Islamisnya, sebagai taruhan yang lebih baik daripada paramiliter RSF yang sulit diatur. Eritrea, yang curiga terhadap UEA dan ingin memiliki penyangga di perbatasan baratnya, sedang melatih kelompok-kelompok sekutu tentara Sudan. Iran dilaporkan telah memasok tentara dengan senjata termasuk drone canggih.

    Arab Saudi, yang memiliki hubungan dengan kedua belah pihak, telah menjadi tuan rumah pembicaraan perdamaian di Jeddah dengan sedikit keberhasilan.

    Setelah lebih dari setahun perang, Amerika Serikat akhirnya menunjuk utusan Sudan, sebuah langkah yang disambut baik.

    Sementara itu, Hemedti tampaknya bersedia untuk berbicara tetapi menginginkan tentara baru – dan peran komando di dalamnya untuk loyalis, sesuatu yang ditentang dengan keras oleh para kepala militer, Islamis, dan mantan pemberontak Darfuri. Politisi sipil yang berfaksi juga tidak dapat bersatu di belakang persyaratan gencatan senjata dan pengaturan tindak lanjut.

    Yang mengkhawatirkan, beberapa orang di Sudan, terutama di antara para pengikut rezim Bashir, berbicara tentang partisi, dengan alasan bahwa penyalahgunaan RSF mengesampingkan hidup berdampingan. Mereka menuntut pemotongan, meninggalkan tentara yang mengendalikan utara dan timur, termasuk Khartoum, dan RSF menguasai barat dan tambal sulam daerah-daerah lain.

    3. Ukraina dan Keamanan Eropa

    Presiden terpilih AS Donald Trump telah berjanji untuk mengakhiri perang Rusia-Ukraina dengan mengajukan negosiasi kepada Presiden Rusia Vladimir Putin. Pembicaraan gencatan senjata dalam negosiasi itu menurut ICG sulit terealisasi apalagi kesepakatan damai.

    Pertahanan Ukraina mungkin tidak akan runtuh dalam waktu dekat, sebab ICH memperoleh informasi dari sumber-sumber di Rusia yang mengatakan Putin cenderung mengharapkan keuntungan bertahap, bukan kekalahan mendadak Ukraina.

    Titik mencuatnya masalah adalah Putin menuntut agar Ukraina melakukan demiliterisasi, atau setidaknya membatasi ukuran tentaranya, dan melupakan jaminan keamanan. Kyiv dan ibukota Eropa, pada gilirannya, melihat bahaya eksistensial dalam kesepakatan semacam itu. karena pasukan Rusia akan maju lagi. bahkan berpotensi berani menakut-nakuti Moldova,

    4. Israel-Palestina

    Serangan Israel ke Gaza, yang diluncurkan sebagai tanggapan atas serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, telah menghancurkan jalur Gaza.

    Menewaskan lebih dari 45.000 warga Palestina. Sebagian besar adalah warga sipil – setidaknya sepertiga dari mereka anak-anak. Ribuan mayat lainnya hilang, mungkin di bawah puing-puing. Dua pertiga bangunan dan infrastruktur rusak atau hancur, dengan seluruh lingkungan diratakan.

    Sementara banyak pemimpin Hamas telah terbunuh dan aset militer kelompok itu hancur, pejabat Barat dan bahkan beberapa orang Israel diam-diam mengakui bahwa tidak ada otoritas yang dapat memerintah Gaza atau menjalankan fungsi sipil tanpa persetujuan Hamas.

    Perubahan apa yang akan dibawa oleh Presiden AS Donald Trump yang akan datang tidak jelas. Dia dilaporkan telah mengatakan kepada Netanyahu bahwa dia ingin perang Gaza berakhir sebelum dia menjabat tetapi tanpa mengisyaratkan syaratnya. Secara keseluruhan, pilihan kabinetnya sebagian besar tampaknya cenderung memberi Netanyahu keleluasaan yang lebih banyak.

    Pertempuran lain terletak di Tepi Barat, yang tampaknya siap untuk dianeksasi Israel. Di bawah Menteri Keuangan ultranasionalis Bezalel Smotrich, Israel mengalihkan pengelolaan wilayah dari militer ke kontrol sipil, memperluas kedaulatan, memerintahkan lebih banyak rumah Palestina dihancurkan, dan melegalkan pos-pos pemukim.

    Bahkan tanpa aneksasi formal, Israel dapat lebih mempercepat taktik yang telah digunakan selama bertahun-tahun: memindahkan lebih banyak pemukim dan memeras warga Palestina ke kantong-kantong yang lebih kecil dengan paksa.

    5. Iran vs AS dan Israel

    Serangan Israel terhadap Iran pada akhir Oktober menurunkan pertahanan udara dan simpanan rudalnya. Ketika pemberontak Suriah menggulingkan Presiden Bashar al-Assad pada awal Desember, Iran kehilangan sekutu yang telah dibiayai miliaran dolar untuk menopang Iran, serta rute udara dan darat utama yang digunakan untuk memasok kembali Hizbullah.

    Teheran masih memiliki ribuan rudal balistik (pada bulan Oktober, sekitar 30 dari 180 rudal Israel yang menembus pertahanan), ditambah milisi sekutu di Irak dan Houthi, yang terus menembaki Israel dari Yaman.

    Hizbullah mungkin masih bisa berkumpul kembali. Tetapi di sekitar perimeter Israel, Poros Perlawanan, yang dilihat Iran sebagai pencegah terhadap serangan Israel atau AS, rusak. Dari perspektif Teheran, juga mengkhawatirkan seberapa mampu badan-badan intelijen Israel dan seberapa tinggi toleransi risikonya.

    Pemimpin Tertinggi Iean Ayatollah Ali Khamenei tampaknya masih melihat konsesi nuklir sebagai tiket untuk mencabut sanksi dan memulai ekonomi yang terhenti. Dia mungkin juga khawatir bahwa badan intelijen Israel atau AS dapat mendeteksi upaya Iran untuk memprosuksi nuklir sebagai persenjataan.

    Beberapa penasihat Trump, seperti beberapa orang Israel, melihat kelemahan Iran sebagai peluang untuk melumpuhkan program nuklirnya atau bahkan pemerintahnya. Mencoba menggulingkan rezim, yang tidak populer tetapi tidak rapuh.

    Kematiannya akan memicu kekacauan seperti yang terjadi di Irak pasca-2003, dengan Garda Revolusi garis keras kemungkinan akan menjadi yang teratas. Bahkan menghancurkan situs nuklir, yang terletak jauh di bawah tanah, akan membutuhkan kampanye udara yang melibatkan amunisi penghancur bunker.

    Serangan semacam itu mungkin mendorong rezim, melihat bahaya eksistensial, untuk menanggapi dengan semua yang dimilikinya. Sementara jangkauan Teheran sering dilebih-lebihkan, ribuan rudal yang ditembakkan ke Israel, bersama dengan serangan terhadap pasukan AS di Irak dan serangan Houthi di jalur pelayaran Laut Merah, dapat menyeret Amerika Serikat ke dalam perang yang tidak diinginkan Trump.

    6. Haiti

    Sejak pembunuhan Presiden Jovenel Moïse pada Juli 2021, geng-geng telah merebut sebagian besar Haiti.

    Pada awal 2024, aliansi geng yang sebelumnya bertikai, yang dikenal sebagai Viv Ansanm, mengepung ibu kota Port-au-Prince. Ariel Henry, seorang perdana menteri yang tidak populer yang mengambil alih setelah Moïse terbunuh, berada di Nairobi pada saat itu mengawasi pembentukan misi polisi dan tidak dapat terbang pulang.

    Henry mengundurkan diri, di bawah tekanan dari tetangga Karibia, Amerika Serikat dan lainnya.

    Pada bulan Juni, pasukan Kenya mulai berdatangan, diberi mandat untuk bekerja dengan polisi Haiti untuk memerangi geng-geng, yang anggotanya diperkirakan berjumlah 12.000 orang.

    Pada 2024 saja, kekerasan yang melibatkan geng menewaskan lebih dari 5.300 orang, membuat 700.000 orang mengungsi, dan menyebabkan hampir setengah dari warga Haiti menghadapi kerawanan pangan akut.

    7. AS-Meksiko

    Selama kampanye pemilu AS, Donald Trump – sekarang presiden terpilih – berjanji untuk mengenakan tarif tinggi pada Meksiko, mengirim kembali jutaan migran, dan bahkan mengebom kartel.

    Presiden Meksiko Claudia Sheinbaum Pardo telah membalas ancaman Trump, menyarankan bahwa – tanpa kerja sama Meksiko – karavan migran menuju ke utara akan dilanjutkan. Dia telah meminta Washington untuk mendeportasi migran ke negara asal mereka, bukan Meksiko. Dia juga mungkin berharap bahwa memperkuat peran Meksiko sebagai penyangga migran atau koordinasi kontranarkotika yang lebih ketat akan menenangkan Trump.

    Aksi militer sepihak terhadap kartel hampir pasti akan menjadi bumerang. Menyingkirkan lebih banyak pemimpin geng akan memicu lebih banyak perang wilayah dan fragmentasi, sementara bila tidak melakukan apa pun untuk mengekang produksi narkoba, laboratorium fentanil berteknologi rendah dan mudah dibangun kembali.

    Meksiko akan membalas, mungkin dengan langkah melawan kepentingan ekonomi AS. Hubungan antara dua negara yang saling berhubungan dengan perdagangan, investasi, dan ikatan keluarga akan menimbulkan bencana bagi keduanya.

    8. Myanmar

    Pertengahan tahun 2024, rezim militer Myanmar tampaknya terhuyung-huyung, karena pemberontak telah merebut sebagian besar dataran tinggi serta pangkalan militer utama. Sejak itu, China, yang khawatir akan keruntuhan Myanmar, terlibat aktif di negara itu.

    Tetapi junta masih menghadapi perlawanan yang gigih. Pemungutan suara pada 2025, jika berjalan sesuai rencana, akan membawa pertumpahan darah lebih lanjut.

    Perang saudara yang telah merobek Myanmar sejak militer merebut kekuasaan pada 2021 telah membuat negara itu mundur beberapa dekade: Lebih dari 3 juta orang mengungsi secara internal, sistem kesehatan dan pendidikan telah runtuh, kemiskinan meroket, dan mata uang Myanmar, kyat, telah jatuh.

    9. Semenanjung Korea

    24 dimulai dengan pidato mengejutkan oleh pemimpin Korea Utara Kim Jong Un, di mana ia membatalkan kebijakan penyatuan damai Korea Utara yang telah berlangsung selama beberapa dekade dengan Korea Selatan dan menyatakan Seoul sebagai musuh utama Pyongyang.

    Dalam pidatonya pada Januari, Kim bertujuan untuk lebih menutup Korea Utara, terutama dari ekspor budaya Korea Selatan – K-Pop, dengan kata lain – sambil memperketat cengkeramannya pada ekonomi.

    Tetapi memutuskan hubungan lebih lanjut, termasuk hampir semua komunikasi antar-Korea, membuat negara-negara itu memiliki sedikit pilihan untuk mengelola insiden pada saat gesekan meningkat.

    Kembalinya Trump menambah lapisan ketidakpastian lainnya. Terlepas dari ketidaksukaannya pada sekutu, dia tidak mungkin menarik Washington keluar dari perjanjian pertahanannya dengan Korea Selatan atau menarik pasukan AS.

    Tetapi dia mungkin menuntut agar Seoul membayar lebih banyak untuk perlindungan. Itu akan meningkatkan seruan, terutama di kalangan warga Korea Selatan biasa, agar Seoul memperoleh persenjataan nuklirnya sendiri. Setiap ambiguitas tentang komitmen Washington terhadap Seoul juga berisiko membuat Kim berani.

    Terlepas dari peringatan dari pengamat Korea, Kim tampaknya tidak mungkin meluncurkan perang besar-besaran, yang akan berisiko menjadi nuklir, menimbulkan bencana bagi Asia dan ekonomi dunia, dan kemungkinan berujung pada kematiannya sendiri.

    10. China-AS

    Orang-orang di lingkaran Trump berpikir Washington harus membatasi diri untuk menghalangi kekuatan Beijing di Asia. Eksekutif teknologi Elon Musk, yang melakukan bisnis di China, menginginkan hubungan yang lebih bersahabat.

    Trump sendiri telah mengirim sinyal yang beragam: konfrontatif dalam perdagangan, suam-suam kuku pada pertahanan Taiwan, tidak peduli tentang komitmen AS kepada sekutu Asia, dan sering mengagumi otoritas Xi.

    Janji kampanye Trump untuk mengenakan tarif setidaknya 60 persen pada barang-barang China – kenaikan tajam dari tarif masa jabatan pertamanya, yang sebagian besar dipertahankan Biden – tampaknya lebih mungkin menjadi salvo pembuka dalam pembicaraan daripada pendahuluan perang dagang.

    Tarif akan melemahkan perlambatan pertumbuhan China, tetapi Beijing dapat membalas – seperti yang sudah dimulai – dengan melarang ekspor mineral penting, misalnya, atau meluncurkan penyelidikan antimonopoli ke raksasa teknologi AS.

    Seberapa serius bahaya yang ditimbulkan Trump terhadap perdamaian yang rapuh di sekitar Taiwan tidak jelas. Selama beberapa dekade, Amerika Serikat telah bertujuan untuk mencegah Tiongkok menginvasi Taiwan dengan memperkuat pertahanan pulau itu, tanpa memperluas jaminan keamanan sambil mencegah Taipei untuk mendeklarasikan kemerdekaan atau memprovokasi Beijing.

    Tetapi presiden baru Taiwan, Lai Ching-te, lebih bermusuhan daripada pendahulunya. Tiongkok telah meningkatkan serangan ke wilayah udara Taiwan dan latihan agresif di sekitar pulau itu, termasuk latihan Desember baru-baru ini – operasi maritim terbesarnya dalam beberapa dekade menurut Taiwan – yang melibatkan hampir 90 kapal angkatan laut dan penjaga pantai.

    Begitu dia menjabat, Trump mungkin akan kembali mengungkapkan skeptisisme tentang apakah membela Taiwan layak atau mencoba membuat pulau itu, yang secara teratur dia tuduh menunggangi kemurahan hati AS, untuk batuk lebih banyak untuk pertahanannya. Atau dia juga dapat mengizinkan penjualan senjata ofensif yang lebih cepat ke Taiwan dan lebih banyak operasi angkatan laut AS di Selat Taiwan. Kedua jalur dapat meminta tanggapan.

    Yang lebih genting adalah Laut Cina Selatan, di mana klaim maritim Tiongkok tumpang tindih dengan klaim negara-negara lain (seperti yang dikonfirmasi oleh putusan pengadilan khusus tahun 2016 mengenai Filipina, meskipun Beijing menolak putusan tersebut). Di sekitar bebatuan dan terumbu karang yang disengketakan di lepas pantai Filipina, sekutu perjanjian A.S., gesekan telah meningkat menjadi bentrokan di laut.

    Presiden Ferdinand Marcos Jr. telah mengupayakan hubungan yang lebih dekat dengan Amerika Serikat, memberikan akses ke lebih banyak pangkalan militer Filipina, termasuk beberapa yang dekat dengan Taiwan, melakukan latihan bersama, dan bekerja sama lebih erat dengan sekutu AS lainnya. Xi menuduh Manila memainkan insiden untuk mendapatkan peralatan dan investasi militer AS tambahan, dan Washington, pada gilirannya, mengeksploitasi gesekan untuk menarik pemerintah Asia ke dalam jaringan anti-China.

    Bentrokan yang mengakibatkan kematian Filipina dapat menyebabkan Marcos meminta pakta pertahanan negaranya dengan Washington. Trump, bahkan jika enggan menanggapi dengan tegas, akan menghadapi tekanan dari pejabat Departemen Pertahanan untuk melakukannya. Triknya adalah menghindari spiral eskalasi tanpa menandakan kepasifan yang dapat membuat Beijing berani, terutama jika para pemimpin China melihat tanda-tanda lain dari hubungan AS dengan sekutu.

    Sekutu AS lainnya, termasuk Jepang dan Korea Selatan, telah meningkatkan pengeluaran pertahanan mereka, yang ketakutan oleh perilaku Tiongkok dan inkonsistensi AS. Konstituen besar di Tokyo dan Seoul percaya negara mereka harus memperoleh pencegah nuklir mereka sendiri. Spekulasi tentang tawar-menawar besar Trump-Xi hampir tidak menenangkan saraf, bahkan jika kesepakatan seperti itu tampak mengada-ada. Di tengah persaingan yang semakin intensif antara dua kekuatan besar dunia, pandangan redup Trump tentang aliansi mengguncang Asia hampir sama seperti halnya Eropa.

    (dce)