Tag: Vladimir Putin

  • IHSG ditutup melemah seiring ekspektasi Fed tahan FFR lebih lama

    IHSG ditutup melemah seiring ekspektasi Fed tahan FFR lebih lama

    Sumber foto: Antara/elshinta.com.

    IHSG ditutup melemah seiring ekspektasi Fed tahan FFR lebih lama
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Kamis, 13 Februari 2025 – 18:57 WIB

    Elshinta.com – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Kamis sore ditutup melemah seiring pelaku pasar berekspektasi The Fed akan menahan tingkat Fed Funds Rate (FFR) dalam waktu lebih lama.

    IHSG ditutup melemah 68,76 poin atau 0,91 persen ke posisi 7.505,25. Sementara kelompok 45 saham unggulan atau indeks LQ45 turun 8,80 poin atau 0,96 persen ke posisi 912,60.

    “Tekanan eksternal turut menopang pergerakan IHSG yang tertahan di zona melemah, pasar tampak memantau prospek dari dampak kenaikan inflasi Amerika Serikat (AS) yang akan memberikan imbas ekonomi dalam negeri,” sebut Tim Riset Pilarmas Investindo Sekuritas dalam kajiannya di Jakarta, Kamis.

    Pada saat inflasi AS naik, tentunya memberikan ekspektasi The Fed akan menaikkan suku bunga lanjutan sebagai upaya menekan inflasi, sehingga ekonomi dalam negeri berpotensi tersandera dengan tingkat suku bunga tinggi disaat membutuhkan suku bunga rendah.

    Sehingga, berpotensi membuat dolar AS menguat dan potensi terjadinya capital foreign outflow, karena kenaikan suku bunga AS dapat mempengaruhi arus modal ke Indonesia.

    Data inflasi AS tercatat naik menjadi 3 persen year on year (yoy) pada Januari 2025 dari 2,9 persen (yoy) pada Desember 2024, atau di atas ekspektasi 2,9 persen.

    Kenaikan inflasi itu berpotensi menekan pemangkasan suku bunga lanjutan, yang memperkecil kemungkinan Federal Reserve akan segera memangkas suku bunga dan meningkatkan spekulasi tentang potensi kenaikan suku bunga.

    Pelaku pasar memiliki pandangan bahwa The Fed akan mempertahan suku bunga lebih lama disaat berusaha menurunkan laju inflasi.

    Di sisi lain, optimisme atas potensi kesepakatan damai antara Ukraina dan Rusia, setelah pembicaraan via telepon antara Presiden AS Donald Trump, Presiden Rusia Vladimir Putin, dan pemimpin Ukraina Zelenskiy, tentunya ini akan mengakhiri perang Rusia-Ukraina.

    Dibuka melemah, IHSG betah di teritori negatif sampai penutupan sesi pertama perdagangan saham. Pada sesi kedua, IHSG masih betah di zona merah hingga penutupan perdagangan saham.

    Berdasarkan Indeks Sektoral IDX-IC, delapan sektor menguat yaitu dipimpin sektor properti sebesar 1,51 persen, diikuti oleh kesehatan dan sektor barang baku yang masing- masing naik sebesar 0,99 persen dan 0,96 persen.

    Sedangkan, tiga sektor turun yaitu sektor transportasi & logistik turun paling dalam minus sebesar 0,66 persen, diikuti oleh sektor teknologi dan sektor keuangan yang masing- masing turun sebesar 0,17 persen dan 0,15 persen.

    Saham-saham yang mengalami penguatan terbesar yaitu SULI, BRRC, JAST, PPRI dan HADE. Sedangkan saham-saham yang mengalami pelemahan terbesar yakni SAPX, BEBS, ANDI, PTSP dan ALTO.

    Frekuensi perdagangan saham tercatat sebanyak 1009.000 kali transaksi dengan jumlah saham yang diperdagangkan sebanyak 13,81 miliar lembar saham senilai Rp11,00 triliun. Sebanyak 321 saham naik 265 saham menurun, dan 369 tidak bergerak nilainya.

    Bursa saham regional Asia sore ini, antara lain indeks Nikkei menguat 497,77 poin atau 1,28 persen ke 39.461,47, indeks Kuala Lumpur melemah 10,77 poin atau 0,67 persen ke 1.592,28, indeks Shanghai melemah 13,91 poin atau 0,42 persen ke posisi 3.332,48, dan indeks Strait Times melemah 1,18 poin atau 0,03 persen ke 3.873,44.

    Sumber : Antara

  • Zelensky Tegaskan Tak Ada Damai Jika Ukraina Tak Dilibatkan di Perundingan

    Zelensky Tegaskan Tak Ada Damai Jika Ukraina Tak Dilibatkan di Perundingan

    Jakarta

    Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengingatkan Ukraina tidak akan menyetujui kesepakatan damai apa pun yang diusulkan oleh Amerika Serikat (AS) dan Rusia tanpa keterlibatannya. Hal itu disampaikan Zelensky usai Presiden AS Donald Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin berjanji untuk memulai pembicaraan guna mengakhiri perang.

    “Kami tidak dapat menerimanya, sebagai negara merdeka,” kata Zelensky,” dilansir BBC, Jumat (14/2/2025).

    Presiden AS telah berbicara tentang “kemungkinan bagus” untuk mengakhiri perang setelah ia dan Putin berbicara melalui telepon. Trump mengatakan, tidaklah “praktis” bagi Ukraina untuk bergabung dengan NATO.

    “Tidak mungkin Ukraina dapat kembali ke perbatasan sebelum invasi,” kata Trump.

    Trump kini telah menyarankan agar perwakilan Rusia bertemu dengan warga Amerika pada hari Jumat di Munich, yang menjadi tuan rumah konferensi keamanan.

    “Rusia akan berada di sana bersama rakyat kita,” kata Trump.

    “Ngomong-ngomong, Ukraina juga diundang. Tidak yakin siapa saja yang akan hadir dari negara mana pun, tetapi orang-orang tingkat tinggi dari Rusia, Ukraina, dan Amerika Serikat,” kata Trump.

    “Saya ingin sekali mereka (Rusia) kembali. Saya rasa mengusir mereka adalah kesalahan. Lihat, ini bukan soal menyukai Rusia atau tidak menyukai Rusia,” tambahnya.

    Sementara otoritas Rusia, yang tidak ikut serta dalam forum tahunan tersebut, tidak segera mengomentari klaim Trump.

    Penasihat Zelensky, Dmytro Lytvyn, mengatakan kepada wartawan bahwa “pembicaraan dengan Rusia di Munich” “tidak diharapkan”.

    Zelensky akan bertemu dengan Wakil Presiden Trump, JD Vance, di kota Jerman tersebut pada hari Jumat.

    Zelensky, yang juga sempat melakukan panggilan telepon dengan Trump pada hari Rabu. Ia mengatakan negaranya tidak dapat menerima “perjanjian apa pun (yang dibuat) tanpa kami,”.

    “Orang Eropa juga perlu berada di meja perundingan,” katanya.

    Zelensky memberi tahu Trump bahwa prioritasnya adalah “jaminan keamanan”, sesuatu yang tidak ia lihat tanpa dukungan AS.

    Dalam kesempatan berbeda, Zelensky mengatakan bahwa keanggotaan NATO untuk Ukraina akan menjadi opsi “yang paling hemat biaya” bagi para mitranya, tanpa memberikan perincian.

    “Saya juga memperingatkan para pemimpin dunia agar tidak mempercayai klaim Putin tentang kesiapan untuk mengakhiri perang,” tambahnya.

    Sebelumnya, Istana kepresidenan Rusia atau Kremlin mengatakan bahwa pertemuan tatap muka antara Trump dengan Putin perlu diselenggarakan “segera”. Hal ini disampaikan Kremlin pada Kamis (13/2) setelah kedua presiden tersebut melakukan panggilan telepon sehari sebelumnya.

    Dilansir kantor berita AFP, Kamis (13/2/2025), Trump mengatakan bahwa dalam pembicaraan via telepon itu, dia dan Putin setuju untuk “segera” memulai negosiasi tentang konflik Ukraina. Percakapan via telepon ini menandai kontak presiden langsung pertama antara Washington dan Moskow dalam tiga tahun.

    “Jelas ada kebutuhan untuk menyelenggarakan pertemuan semacam itu dengan segera, para kepala negara memiliki banyak hal untuk dibicarakan,” kata juru bicara Kremlin Dmitry Peskov.

    (yld/zap)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Zelensky Tegaskan Tak Ada Damai Jika Ukraina Tak Dilibatkan di Perundingan

    Zelensky Peringatkan Tak Ada Kesepakatan Damai Tanpa Keterlibatan Ukraina

    Jakarta

    Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengingatkan Ukraina tidak akan menyetujui kesepakatan damai apa pun yang diusulkan oleh Amerika Serikat (AS) dan Rusia tanpa keterlibatannya. Hal itu disampaikan Zelensky usai Presiden AS Donald Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin berjanji untuk memulai pembicaraan guna mengakhiri perang.

    “Kami tidak dapat menerimanya, sebagai negara merdeka,” kata Zelensky,” dilansir BBC, Jumat (14/2/2025).

    Presiden AS telah berbicara tentang “kemungkinan bagus” untuk mengakhiri perang setelah ia dan Putin berbicara melalui telepon. Trump mengatakan, tidaklah “praktis” bagi Ukraina untuk bergabung dengan NATO.

    “Tidak mungkin Ukraina dapat kembali ke perbatasan sebelum invasi,” kata Trump.

    Trump kini telah menyarankan agar perwakilan Rusia bertemu dengan warga Amerika pada hari Jumat di Munich, yang menjadi tuan rumah konferensi keamanan.

    “Rusia akan berada di sana bersama rakyat kita,” kata Trump.

    “Ngomong-ngomong, Ukraina juga diundang. Tidak yakin siapa saja yang akan hadir dari negara mana pun, tetapi orang-orang tingkat tinggi dari Rusia, Ukraina, dan Amerika Serikat,” kata Trump.

    “Saya ingin sekali mereka (Rusia) kembali. Saya rasa mengusir mereka adalah kesalahan. Lihat, ini bukan soal menyukai Rusia atau tidak menyukai Rusia,” tambahnya.

    Sementara otoritas Rusia, yang tidak ikut serta dalam forum tahunan tersebut, tidak segera mengomentari klaim Trump.

    Penasihat Zelensky, Dmytro Lytvyn, mengatakan kepada wartawan bahwa “pembicaraan dengan Rusia di Munich” “tidak diharapkan”.

    Zelensky akan bertemu dengan Wakil Presiden Trump, JD Vance, di kota Jerman tersebut pada hari Jumat.

    Zelensky, yang juga sempat melakukan panggilan telepon dengan Trump pada hari Rabu. Ia mengatakan negaranya tidak dapat menerima “perjanjian apa pun (yang dibuat) tanpa kami,”.

    “Orang Eropa juga perlu berada di meja perundingan,” katanya.

    Zelensky memberi tahu Trump bahwa prioritasnya adalah “jaminan keamanan”, sesuatu yang tidak ia lihat tanpa dukungan AS.

    Dalam kesempatan berbeda, Zelensky mengatakan bahwa keanggotaan NATO untuk Ukraina akan menjadi opsi “yang paling hemat biaya” bagi para mitranya, tanpa memberikan perincian.

    “Saya juga memperingatkan para pemimpin dunia agar tidak mempercayai klaim Putin tentang kesiapan untuk mengakhiri perang,” tambahnya.

    Sebelumnya, Istana kepresidenan Rusia atau Kremlin mengatakan bahwa pertemuan tatap muka antara Trump dengan Putin perlu diselenggarakan “segera”. Hal ini disampaikan Kremlin pada Kamis (13/2) setelah kedua presiden tersebut melakukan panggilan telepon sehari sebelumnya.

    Dilansir kantor berita AFP, Kamis (13/2/2025), Trump mengatakan bahwa dalam pembicaraan via telepon itu, dia dan Putin setuju untuk “segera” memulai negosiasi tentang konflik Ukraina. Percakapan via telepon ini menandai kontak presiden langsung pertama antara Washington dan Moskow dalam tiga tahun.

    “Jelas ada kebutuhan untuk menyelenggarakan pertemuan semacam itu dengan segera, para kepala negara memiliki banyak hal untuk dibicarakan,” kata juru bicara Kremlin Dmitry Peskov.

    (yld/zap)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Trump Ingin Rusia Kembali Gabung G7

    Trump Ingin Rusia Kembali Gabung G7

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menginginkan Rusia kembali bergabung dengan negara-negara kelompok 7 atau G7. Rusia diketahui dikeluarkan kelompok itu atas serangannya kepada Ukraina.

    Dilansir CNN, Jumat (14/2/2025), keinginan Trump ini Sudan disampaikan ketika dia kembali memimpin AS. Sejak Rusia melancarkan invasi besar-besaran kepada negara tetangganya, Ukraina, G7 mengubah pandangannya dengan mendukung Kyiv.

    Trump mengatakan dia ingin mengundang Presiden Rusia Vladimir Putin ke G7 dan mengembalikan kelompok itu menjadi G8. G7 adalah sebuah Konferensi Tingat Tinggi (KTT) yang melibatkan Prancis, AS, Inggris, Jerman, Jepang, dan Italia.

    “Saya ingin mendapatkannya kembali. Menurutku, membuang mereka (Rusia) adalah kesalahan. Begini, ini bukan soal suka dan tidak suka dengan Rusia. Itu adalah G8,” kata Trump.

    “Saya pikir Putin akan senang untuk kembali. Obama dan beberapa orang lainnya melakukan kesalahan, dan mereka mengeluarkan Rusia. Sangat mungkin jika itu adalah G8, Anda tidak akan mempunyai masalah dengan Ukraina,” lanjutnya.

    Diketahui, setiap perubahan pada konfigurasi G7 akan memerlukan konsensus dari para pemimpin kelompok tersebut. Oleh karena itu, perubahan susunan tidak mungkin terjadi dalam waktu dekat.

    (zap/isa)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Warga Ukraina Marah Merasa Dikhianati Donald Trump, Ini Penyebabnya – Halaman all

    Warga Ukraina Marah Merasa Dikhianati Donald Trump, Ini Penyebabnya – Halaman all

     

    TRIBUNNEWS.COM, UKRAINA – Langkah Amerika Serikat (AS) menginisiasi perundingan perdamaian dengan Rusia dikecam sekutu-sekutu Ukraina di Eropa.

    Bahkan warga Ukraina melampiaskan kemarahannya kepada Presiden AS Donald Trump karena merasa dikhianati.

    Pemerintahan Donald Trump dinilai memulai pembicaraan untuk mengakhiri invasi Rusia tanpa melibatkan negara yang diserang yakni Ukraina.

    Padahal AS selama ini adalah sekutu dekat Ukraina.

    Menteri Pertahanan AS Pete Hegseth membantah anggapan bahwa negaranya telah berkhianat kepada Ukraina. 

    Hegseth menyebut langkah perundingan ini sebatas menunjukkan AS menginginkan perdamaian.

    “Tidak ada pengkhianatan di sini, hanya ada pengakuan bahwa seluruh dunia dan Amerika Serikat berkepentingan dan menginginkan perdamaian. Sebuah perdamaian yang dirundingkan,” kata Hegseth dikutip Associated Press, Kamis (13/2/2025).

    Donald Trump berencana menggelar pertemuan tatap muka dengan Presiden Rusia Vladimir Putin mengenai Ukraina.

    Pada Rabu (12/2/2025), kedua pemimpin tersebut dilaporkan melangsungkan pembicaraan telepon selama hampir 90 menit.

    Sebelumnya, usulan AS untuk mengakhiri perang Ukraina menuai kontroversi karena meminta Kiev menyerahkan wilayah ke Rusia.

    Donald Trump juga menegaskan Ukraina tidak bisa bergabung dengan NATO.

    Warga Ukraina Marah

    ‘Saya merasa marah dan dikhianati’ begitu rakyat Ukraina yang melampiaskan kemarahannya kepada Donald Trump atas sikap AS itu.

    Hal pertama yang dipikirkan Olena Litovchenko, ketika dia membaca berita panggilan telepon Donald Trump kepada Vladimir Putin adalah bahwa akhirnya mungkin sudah waktunya baginya untuk meninggalkan Ukraina.

    “Rasanya Ukraina sedang ditipu,” kata Litovchenko, seorang pelatih pribadi yang lahir di Kyiv dan telah tinggal di kota itu selama perang.

    Dia percaya bahwa prospek kekalahan Ukraina semakin dekat dengan pendekatan Trump itu.

    Untuk pertama kalinya ia berpikir bahwa ia mungkin harus pergi, demi putrinya.

    “Tetapi kemudian, pergi dan ke mana? Eropa pasti akan menjadi tujuan berikutnya. Pergi ke Australia? Saya tidak tahu. Saya merasa marah dan dikhianati.”

    Dikutip dari The Guardian, kemarahan dan pengkhianatan merupakan emosi yang umum menimpa mereka yang ditanyai di jalan-jalan pusat kota Kyiv pada hari Kamis. 

    Dalam tiga bulan sejak kemenangan Donald Trump dalam pemilihan umum, banyak orang di Ukraina berharap bahwa keadaan tidak akan seburuk yang diperkirakan di bawah presiden baru.

    Mungkin Trump akan menjalin hubungan dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy, dengan mengakui politisi lain yang memiliki latar belakang di dunia hiburan dan bisnis pertunjukan. 

    Mungkin dia akan secara tak terduga memberi Ukraina kebebasan penuh untuk menyerang Rusia, berbeda dengan pemerintahan Joe Biden, yang selalu mendesak kehati-hatian dan takut mengambil risiko eskalasi. 

    Mungkin perilaku kacau Trump entah bagaimana akan menghasilkan peristiwa angsa hitam yang akan mengayunkan konflik ke arah yang menguntungkan Ukraina.

    Namun harapan-harapan ini tampaknya terungkap sebagai ilusi.

    Berita tentang panggilan telepon panjang Trump dengan Putin tersiar hingga ke Kyiv, diikuti oleh laporan-laporan tentang konferensi pers berikutnya.

    Dimana Trump menepis gagasan bahwa Ukraina akan menjadi mitra yang setara dalam pembicaraan potensial dan bahkan tampak mengisyaratkan bahwa Rusia mungkin memiliki hak untuk mempertahankan sebagian wilayah Ukraina yang disita karena “mereka merampas banyak tanah dan mereka berjuang untuk tanah itu”.

    Tanpa merujuk pada nilai-nilai bersama atau kebutuhan untuk melawan Rusia, Trump malah berbicara tentang peringkat jajak pendapat Zelenskyy yang buruk dan mengatakan bahwa ia ingin mendapatkan kembali uang yang telah dikirim AS sebagai bantuan ke Ukraina.

    Pernyataan Trump merupakan “hujan dingin” bagi para pendukung Ukraina, tulis Oleh Pavlyuk, dalam kolom untuk situs berita populer Evropeiska Pravda.

    Ia menambahkan bahwa Trump telah menghancurkan dua pilar utama kebijakan luar negeri AS di Ukraina hingga saat ini: memastikan koordinasi terlebih dahulu dengan Kyiv sebelum melakukan kontak dengan Kremlin, dan bersikeras bahwa Ukraina harus memutuskan sendiri kapan akan mengajukan permohonan perdamaian.

    “Saya merasa kecewa dan marah. Tidak ada kepastian bahwa perang ini akan berakhir bagi kami, karena Trump tidak menganggap kami sebagai pihak yang setara dalam negosiasi ini,” kata Oleksii, seorang pekerja berusia 34 tahun di sebuah perusahaan IT.

    Serhii, seorang prajurit berusia 39 tahun yang sedang cuti dari garis depan, mengatakan bahwa dia kurang percaya pada Trump untuk melakukan kesepakatan yang menguntungkan Ukraina.

    “Kita lihat bagaimana dia selama masa jabatan presiden pertamanya … keset Putin,” katanya.

    Seperti banyak orang lainnya, ia memiliki perasaan campur aduk tentang keseluruhan konsep perundingan perdamaian, takut hal itu hanya akan menyebabkan perang lebih lanjut setelah Rusia punya waktu untuk berkumpul kembali, tetapi menyadari bahwa pasukan Ukraina tidak dapat berperang tanpa batas waktu.

     

  • Di Balik Obrolan Trump-Putin, Kala Eropa Tersedak Kenyataan Kalau AS Kini Bukan Lagi Penyelamat – Halaman all

    Di Balik Obrolan Trump-Putin, Kala Eropa Tersedak Kenyataan Kalau AS Kini Bukan Lagi Penyelamat – Halaman all

    Makna Obrolan Trump-Putin, Kala Eropa Tersedak Kenyataan Kalau AS Kini Bukan Lagi Guardian Angel

    TRIBUNNEWS.COM – Panggilan telepon antara Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dengan Presiden Rusia, Vladimir Putin, Rabu (12/2/2025) dinilai punya makna mendalam terkait realias baru hubungan AS dengan para sekutu mereka di Eropa, khususnya terkait aliansi keamanan.

    Sebagai catatan, obrolan Trump-Putin berisi rencana mereka untuk mengakhiri perang di Ukraina dan sepakat untuk bertukar kunjungan.

    Reporter senior CNN, Stephen Collinson, menganalisis, panggilan telepon antar-presiden tersebut sebagi satu di antara dua kejutan geopolitik yang akan mengubah hubungan transatlantik, merujuk pada aliansi pertahanan negara-negara Eropa, NATO.

    Satu kejutan lainnya adalah, juga pada Rabu, kepergian Menteri Pertahanan AS, Pete Hegseth ke Brussels dan meminta sekutu Eropa untuk “mengambil alih kepemilikan keamanan konvensional di benua itu.”

    Collinson menggarisbawahi, dua kejutan ini menggambarkan kalau AS, di bawah kendali Trump, kini punya kebijakan luar negeri dan keamanan yang cenderung tidak lagi ramah bagi para sekutunya, khususnya mereka yang tidak menghasilkan keuntungan materialistis bagi negara Paman Sam.

    “Titik balik ini menyoroti jargon ‘America First’ Trump dan kecenderungannya untuk melihat setiap isu atau aliansi sebagai proposisi nilai dolar dan sen,” kata ulasan tersebut, dikutip Kamis.

    Artinya, meminjam istilah ‘matre’ untuk menunjukkan hal yang mengutamakan sisi matrialistis, AS kini akan lebih menimbang untung-rugi dalam jalinannya terhadap negara-negara sekutunya. 

    Selain berubah ‘matre’ demi AS, sikap Trump ini juga dinilai sebagai gambaran betapa sang presiden AS tak lagi mematuhi saran-saran yang berlandaskan pada pakem lama kebijakan luar negeri Barat.

    Kebijakan luar negeri yang lazimnya dijalankan AS lazimnya bertujuan untuk melindungi kepentingan nasional, keamanan, dan kemakmuran ekonomi baik untuk AS maupun bagi negara-negara sekutunya. 

    Collinson menyebut pakem ini dengan istilah ‘mitologi’ yang sudah tidak dipakai lagi oleh Trump karena dianggap andil dalam kegagalan pada masa jabatan pertamanya di kursi presiden AS, empat tahun lalu.

    Dengan kata lain, Trump kini berfokus pada keuntungan materi dan strategis AS semata, dan untuk itu, kepentingan para sekutu tidak lagi menjadi hal utama. 

    Ilustrasi tank M1 Abram buatan AS yang disumbangkan ke Ukraina (Kementerian Pertahanan Ukraina)

    Bukan Lagi Guardian Angel

    Collinson juga menyoroti sikap AS terhadap aliansi pertahanan Eropa, NATO.
     
    “Meskipun Hegseth tetap berkomitmen membantu NATO, sesuatu yang mendasar telah berubah,” kata sang jurnalis.

    Ulasannya menyinggung soal peran besar Amerika memenangkan dua perang dunia yang dimulai di Eropa dan kemudian menjamin kebebasan benua itu dalam menghadapi ancaman Soviet.

    Namun, kata Collinson, makan siang tidak lagi gratis, dan AS meminta jatah lebih dalam porsi bagiannya.

    “Trump mengatakan di jalur kampanye bahwa ia mungkin tidak akan membela anggota aliansi yang belum cukup berinvestasi dalam pertahanan. Dengan demikian, ia menghidupkan kembali poin abadi yang dikemukakan dengan sangat fasih oleh Winston Churchill pada tahun 1940 tentang kapan “Dunia Baru, dengan segala kekuatan dan kekuasaannya” akan melangkah “untuk menyelamatkan dan membebaskan yang lama”,” kata ulasan Collinson menggambarkan paradigma baru AS terhadap hubungannya dengan negara-negara Eropa.

    Sebenarnya, tanda-tanda pemerintahan Trump ‘akan lebih matre’ dan lebih menuntut ke sekutu-sekutu AS di Eropa, sudah terlihat lebih mana.

    Namun, aksi dan pernyataan terang-terangan dari kubu Trump seperti membuat Eropa tersedak kenyataan kalau AS bukan lagi ‘Guardian Angel’ yang murah hati memberi perlindungan secara murah atau bahkan gratis.

    Terlebih, AS merasa dikerjai karena banyak negara-negara di Eropa banyak yang lebih mementingkan anggaran keperluan sosial ketimbang pertahanan.

    Sekretaris Jenderal NATO Mark Rutte mengatakan kepada Parlemen Eropa bulan lalu bahwa orang-orang Eropa harus menyediakan lebih banyak uang untuk militer mereka.

    “Jika Anda tidak melakukannya, ambil kursus bahasa Rusia atau pergilah ke Selandia Baru,” katanya.

    Wujud kegerahan AS atas sikap negara-negara Eropa soal anggaran pertahanan ditegaskan Hegseth.

    Ia memformalkan permintaan Trump agar anggota aliansi membelanjakan 5 persen dari PDB untuk pertahanan dan mengatakan AS akan memprioritaskan konfliknya yang semakin meningkat dengan Tiongkok dan keamanan perbatasannya daripada Eropa. 

    “Amerika Serikat tidak akan lagi menoleransi hubungan yang tidak seimbang yang mendorong ketergantungan,” kata kepala Pentagon yang baru tersebut.

    Collinson menyebut, pendekatan baru yang keras AS ini tidak seperti fantasi Trump untuk menggusur warga Palestina di Gaza untuk membangun “Riviera Timur Tengah.” 

    “Ini adalah respons rasional terhadap realitas politik yang berubah.  Generasi Terhebat yang berjuang dalam Perang Dunia II dan menghasilkan presiden yang memahami bahaya kekosongan kekuasaan di Eropa telah tiada. Setiap orang Amerika yang memiliki ingatan dewasa tentang Perang Dingin melawan Uni Soviet setidaknya berusia pertengahan 50-an,” kata dia dalam ulasannya untuk menjelaskan kalau perimbangan kekuatan dunia sudah berubah. 

    Realitasnya adalah, pesaing terkuat Amerika Serikat, China, ada di Asia, bukan Eropa. 

    “Jadi, wajar bagi Trump untuk bertanya mengapa benua itu masih belum mengambil alih pertahanan dirinya sendiri 80 tahun setelah kekalahan Nazi,” kata ulasan tersebut mencermati cara pandang Trump yang memandang NATO terlalu bergantung ke AS.

    “Presiden Amerika dan pemimpin Eropa (dalam beberapa dekade belakanan) berturut-turut telah gagal memikirkan kembali NATO untuk abad ke-21. Jika melihat ke belakang, aliansi transatlantik itu membuat dirinya sangat rentan terhadap presiden Amerika yang paling transaksional dan nasionalis (Trump) sejak abad ke-19,” sambung ulasan tersebut.

    Tulisan itu dimaksudkan untuk menohok NATO yang cenderung mengandalkan AS untuk maju bertempur, sedangkan mereka ‘asyik’ memikirkan negara masing-masing.

    Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio mengusulkan dalam sebuah wawancara baru-baru ini di “The Megyn Kelly Show” di Sirius XM bahwa AS seharusnya tidak menjadi “ujung tombak” keamanan Eropa, tetapi justru sebagai “back stopper”, beking di belakang.

    Rubio menegur negara-negara besar Eropa. “Ketika Anda bertanya kepada mereka, mengapa Anda tidak bisa menghabiskan lebih banyak uang untuk keamanan nasional, argumen mereka adalah karena itu akan mengharuskan kita melakukan pemotongan pada program kesejahteraan, tunjangan pengangguran, agar bisa pensiun pada usia 59 tahun dan semua hal lainnya,” kata Rubio. 

    “Itu pilihan yang mereka buat. Tapi kita mensubsidi itu?”

    Perlakuan Trump terhadap sekutu seperti Kanada dan Meksiko, serta seruannya agar Denmark menyerahkan Greenland, menunjukkan rasa jijiknya terhadap kebijakan luar negeri multilateral AS di masa lalu. 

    Ia selalu memuji Putin dan Presiden China Xi Jinping atas kecerdasan dan kekuatan mereka. Jelas ia menganggap mereka satu-satunya lawan bicara yang layak bagi pemimpin tangguh dari negara adidaya lainnya, Amerika Serikat.

    “Agenda Trump bukan tentang keamanan Eropa: ia berpendapat bahwa AS tidak perlu membayar keamanan Eropa,” kata Nicholas Dungan, pendiri dan CEO CogitoPraxis, konsultan strategis di Den Haag.

    “Ini bukan era baru hubungan transatlantik, melainkan era baru hubungan negara-negara besar global yang menggantikan struktur kelembagaan tatanan internasional liberal yang disengaja.”

    PRESIDEN ZELENSKY – Foto yang diambil dari laman President.gov.ua tanggal 5 Februari 2025 menunjukkan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky. Presiden Ukraina nyatakan kesiapannya untuk berunding dengan Presiden Rusia, Vladimir Putin. (President.gov.ua)

    Kabar Buruk Bagi Ukraina

    Ujian pertama realitas baru AS-Eropa ini akan datang melalui Ukraina.

    Trump mengatakan kalau negosiasi untuk mengakhiri perang Ukraina akan dimulai “segera” setelah panggilan teleponnya dengan Putin.

    Perlu dicatat, Putin adalah sosok yang telah dikucilkan oleh Barat sejak invasi militer Rusia ke Ukraina, sebuah negara demokrasi berdaulat, tiga tahun lalu.

    Obrolan Trump-Putin ini tidak menyertakan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, sebuah tanda yang mengkhawatirkan bagi pemerintah di Kyiv. 

    Selama ini, Zelensky berada di pusat (prioritas) semua hal yang dilakukan pemerintahan Joe Biden dalam perang tersebut. 

    “Trump memang menelepon Zelensky pada hari Rabu, tetapi presiden Amerika tersebut sudah memicu kekhawatiran bahwa dia akan menyusun resolusi yang menguntungkan Rusia,” kata ulasan tersebut. 

    Ketika ditanya oleh seorang reporter apakah Ukraina akan menjadi mitra yang setara dalam perundingan damai, Trump menjawab: “Itu pertanyaan yang menarik,” dan tampak berpikir dengan hati-hati, sebelum menjawab, “Saya katakan itu bukan perang yang baik untuk dilakukan,”.

    Ucapan Trump ini tampaknya menunjukkan kalau dia mempercayai pernyataan Putin kalau konflik tersebut adalah ‘kesalahan sebuah negara yang secara brutal diserbu oleh negara tetangga yang otoriter.’

    Pernyataan Hegseth juga terus terang menyudutkan posisi Ukraina dalam konfliknya dengan Rusia.

    “Ia memaparkan titik awal AS untuk negosiasi tersebut: Ukraina tidak dapat kembali ke perbatasannya sebelum tahun 2014 sebelum invasi Krimea, Ukraina tidak dapat bergabung dengan NATO, dan pasukan AS tidak akan berperan dalam pasukan keamanan apa pun untuk menjamin perdamaian pada akhirnya,” kata laporan tersebut. 

    Pasukan penjaga perdamaian apa pun harus terdiri dari pasukan Eropa dan non-Eropa dan tidak akan tercakup dalam klausul pertahanan bersama NATO — yang berarti AS tidak bisa campur tangan menyelamatkan aliansi ini jika terjadi bentrokan dengan pasukan Moskow.

    Sebagai catatan, mantan Presiden Joe Biden juga enggan membahas kemungkinan Ukraina mendapatkan keanggotaan NATO, karena khawatir akan terjadi bentrokan dengan Rusia yang memiliki senjata nuklir yang dapat berubah menjadi Perang Dunia III. 

    “Dan desakan Trump bahwa pasukan penjaga perdamaian Eropa tidak akan mengenakan seragam NATO akan dilihat sebagai langkah yang sama bijaksananya oleh banyak pengamat untuk menghindari menyeret AS ke dalam konflik dengan Rusia,” papar ulasan tersebut

    Namun, Rabu juga merupakan hari terbaik bagi Putin sejak invasi, karena hari itu menyapu bersih banyak ‘mimpi’ yang diperjuangkan Ukraina dalam perangnya dengan Rusia. 

    Hegseth berpendapat bahwa ia hanya mengutarakan kenyataan yang ada di lapangan.

    “Dan ia ada benarnya. Tidak seorang pun di AS atau Eropa berpikir waktu dapat diputar kembali ke tahun 2014. Dan Ukraina tidak dapat merebut kembali wilayahnya di medan perang meskipun mendapat bantuan miliaran dolar dari Barat,” papar ulasan tersebut.

    “Namun, dengan menyingkirkan isu-isu tersebut dari meja perundingan, Trump, yang seharusnya menjadi pembuat kesepakatan tertinggi, telah merampas kesempatan Ukraina untuk mendapatkan konsesi dari teman lamanya, Putin,” kata ulasan tersebut. 

    “Seperti yang terjadi saat ini, Trump tampaknya tidak keberatan Rusia mempertahankan hasil rampasan invasi yang tidak beralasan itu,” lanjut tulisan tersebut.

    Sikap AS terhadap negosiasi yang cenderung menguntungkan Rusia ini dinilai bukan hal yang mengejutkan.

    “Sebab, seperti Rusia, Amerika sekarang memiliki presiden yang percaya bahwa negara-negara besar berhak melakukan ekspansionisme di wilayah pengaruh regional mereka. Namun, memberi Rusia penyelesaian yang menguntungkan akan menjadi preseden yang buruk,” kata ulasan tersebut.

    Kemesraan yang Mengerikan

    Panggilan telepon AS-Rusia dan pertemuan puncak mendatang dengan Putin di Arab Saudi, yang menurut Trump akan segera terjadi, bisa jadi kode kalu Trump tidak hanya mengeluarkan Zelensky dari kesepakatan – tetapi Eropa juga.

    Dalam sebuah pernyataan, Prancis, Jerman, Polandia, Italia, Spanyol, Uni Eropa, Komisi Eropa, ditambah Inggris dan Ukraina, memperingatkan kalau “Ukraina dan Eropa harus menjadi bagian dari setiap negosiasi.”

    Dan mereka memperingatkan Trump, yang tampaknya menginginkan kesepakatan damai dengan cara apa pun, bahwa “perdamaian yang adil dan abadi di Ukraina merupakan syarat yang diperlukan untuk keamanan transatlantik yang kuat.”

    Mantan Perdana Menteri Swedia Carl Bildt merasa khawatir dengan panggilan telepon yang mesra antara Trump dan Putin. 

    “Yang mengganggu tentu saja adalah kita memiliki dua orang besar, dua ego besar… yang percaya bahwa mereka dapat mengatur semua masalah sendiri,” katanya kepada Richard Quest di CNN International.

    Bildt membangkitkan analogi sejarah yang paling memberatkan yang mungkin terjadi — peredaan Adolf Hitler oleh Inggris yang memungkinkan Nazi untuk mencaplok Sudetenland.

    “Bagi telinga orang Eropa, ini terdengar seperti Munich. Kedengarannya seperti dua pemimpin besar yang menginginkan perdamaian di zaman kita, (atas) negara yang jauh yang tidak mereka ketahui. Mereka sedang mempersiapkan untuk membuat kesepakatan di atas kepala negara tertentu. Banyak orang Eropa tahu bagaimana film itu berakhir.”

    Strategi Trump Masih belum Jelas

    Hancurnya banyak keinginan dan harapan Zelensky berarti bahwa persetujuan Kyiv terhadap kesepakatan Putin-Trump tidak dapat dianggap remeh. 

    Dan setelah kemenangannya yang stabil di medan perang, tidak ada kepastian bahwa pemimpin Rusia itu sangat menginginkan penyelesaian yang cepat seperti Trump, yang telah lama mendambakan Hadiah Nobel Perdamaian.

    Namun, kerangka penyelesaian yang memungkinkan telah menjadi topik pembicaraan pribadi di Washington dan ibu kota Eropa selama berbulan-bulan, bahkan selama pemerintahan Biden.

    Seperti yang dijelaskan Hegseth, harapan Ukraina untuk mendapatkan kembali semua tanahnya yang hilang tidaklah realistis.

    Yang mungkin muncul adalah solusi yang sejalan dengan pemisahan Jerman setelah Perang Dunia II, dengan wilayah yang diduduki Rusia dibekukan di bawah kendalinya sementara wilayah Ukraina lainnya — di sisi lain perbatasan yang keras — tetap menjadi negara demokrasi.

    Mungkin wilayah barat akan diizinkan untuk bergabung dengan Uni Eropa, seperti Jerman Barat lama. Namun kali ini, pasukan AS tidak akan membuatnya aman untuk kebebasan.

    “Posisi AS terhadap Ukraina sebagaimana diutarakan hari ini seharusnya tidak mengejutkan siapa pun di Eropa: itu hanyalah apa yang telah dikatakan oleh orang dalam Eropa kepada saya secara rahasia, di saluran rahasia, di balik layar selama dua tahun: Ukraina Barat dan Ukraina Timur, seperti Jerman Barat dan Jerman Timur, tetapi dalam kasus ini – Uni Eropa Ya, NATO Tidak,” kata Dungan.

    “Solusi semacam itu akan memunculkan ironi sejarah yang kejam. Putin, yang menyaksikan dengan putus asa dari jabatannya sebagai perwira KGB di Dresden saat Uni Soviet bubar, mungkin akan segera menciptakan Jerman Timur baru di Eropa abad ke-21 dengan bantuan Amerika,” tulis kesimpulan Collinson dalam ulasannya.
     
     

  • Masa Depan NATO di Persimpangan Jalan, AS-Rusia Jadi Aktor Utama

    Masa Depan NATO di Persimpangan Jalan, AS-Rusia Jadi Aktor Utama

    Jakarta, CNBC Indonesia – Menteri Pertahanan Prancis Sebastien Lecornu memperingatkan bahwa masa depan aliansi Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) dapat bergantung pada Amerika Serikat (AS) dan Rusia, yang memulai negosiasi untuk mengakhiri perang di Ukraina.

    Lecornu mengatakan sekutu NATO perlu berpikir jangka panjang dan meningkatkan industri pertahanan mereka, sebab Washington menuntut agar Eropa mengambil alih keamanan ke tangannya sendiri.

    “Ini momen kebenaran yang krusial,” kata Lecornu kepada wartawan menjelang pertemuan NATO di Brussels pada Kamis (13/2/2025), seperti dikutip AFP.

    “Orang-orang menyebutnya aliansi militer paling penting dan terkuat dalam sejarah. Itu benar secara historis, tetapi pertanyaannya adalah, apakah itu akan tetap benar 10 atau 15 tahun dari sekarang?” tambahnya.

    Presiden AS Donald Trump pada Rabu mengejutkan Ukraina dan sekutu Eropa Washington dengan menyetujui untuk meluncurkan perundingan damai. Hal ini muncul setelah panggilan telepon pertamanya yang diumumkan secara publik dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.

    Selain itu Lecornu mengatakan Prancis dan negara-negara lain berkomitmen untuk berbuat lebih banyak. Namun ia memperingatkan bahwa uang harus dibelanjakan dengan bijak, dengan alasan bahwa hanya mengisi “hanggar” dengan perlengkapan AS, “tanpa mencari efisiensi militer yang nyata” akan menjadi “kegagalan” bersejarah bagi Eropa.

    Menyampaikan kekhawatiran Eropa bahwa Trump dapat memaksa Ukraina ke dalam kesepakatan damai yang buruk, Lecornu memperingatkan bahwa hal ini dapat membuat Putin dan pesaing Barat lainnya, termasuk Iran, Korea Utara, dan China, menjadi lebih berani.

    “Entah kita berada dalam parameter diskusi yang benar-benar akan membawa perdamaian melalui kekuatan, atau, sebaliknya, itu akan menjadi perdamaian melalui kelemahan”, katanya menambahkan bahwa yang terakhir dapat menyebabkan “situasi keamanan yang dramatis” dan “meluasnya konflik”.

    Pada Kamis, menjelang perundingan NATO di Brussels, Menteri Pertahanan AS Pete Hegseth sempar menggambarkan konflik Ukraina sebagai “pengaturan ulang pabrik bagi NATO, sebuah kesadaran bahwa aliansi ini harus kuat, kokoh, dan nyata”.

    Ia menggaungkan tuntutan Trump agar sekutu-sekutunya meningkatkan target belanja pertahanan mereka menjadi lima persen dari PDB, meskipun ia tampaknya memberikan sedikit kelonggaran dengan menyatakan pertumbuhan dapat bersifat bertahap.

    “Dua persen dari PDB tidaklah cukup. Tiga dan empat dan akhirnya, seperti yang dikatakan Presiden Trump, lima persen dari belanja pertahanan sangatlah penting,” kata Hegseth.

    “Ada mesin perang Rusia yang berusaha mengambil lebih banyak tanah di Ukraina, dan melawannya merupakan tanggung jawab penting Eropa.”

    Amerika Serikat telah mendukung keamanan Eropa melalui NATO selama tujuh dekade terakhir. Sekutu-sekutu AS telah meningkatkan belanja mereka dalam menghadapi invasi Rusia ke Ukraina dan berjanji untuk berbuat lebih banyak untuk mendukung Kyiv.

    (luc/luc)

  • Ukraina Minta Trump Cairkan Aset Rusia Senilai Rp5.059 T, Bakal Dipakai untuk Borong Senjata AS – Halaman all

    Ukraina Minta Trump Cairkan Aset Rusia Senilai Rp5.059 T, Bakal Dipakai untuk Borong Senjata AS – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Pemerintah Ukraina melobi presiden terpilih AS Donald Trump, agar Kiev diberikan izin menggunakan aset Rusia senilai 300 miliar dolar atau sekitar Rp 5.059 triliun yang saat ini tengah dibekukan.

    Kabar ini terungkap setelah pejabat Eropa membocorkan upaya Ukraina yang tengah melobi pemerintahan Presiden AS Donald Trump untuk mengizinkan mereka menggunakan aset Rusia yang dibekukan.

    Aset tersebut kabarnya akan digunakan Ukraina untuk memborong sejumlah senjata tempur canggih buatan AS.

    Ide untuk menyita aset Rusia dan menggunakannya untuk membeli senjata AS sebelumnya telah dibahas dalam berbagai pertemuan antara Ukraina, dengan tim Trump dalam beberapa minggu terakhir.

    Sejauh ini Gedung Putih belum menanggapi permintaan komentar terkait laporan ini.

    Namun mengutip laporan salah satu sumber kepercayaan Bloomberg, presiden Trump tidak memberikan indikasi untuk mendukung gagasan pemerintah Ukraina. 

    Total Aset Rusia yang Dibekukan

    Sejak Rusia melancarkan agresi ke Ukraina tepatnya pada 2022 silam, Amerika dan para sekutunya sepakat untuk membekukan aset-aset milik Bank Sentral Rusia total senilai 300 miliar dolar.

    Adapun sebagian besar aset Rusia dengan nilai 213 miliar disimpan di clearinghouse Euroclear yang berkantor pusat di Brussels, Belgia.

    Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen kemudian menyarankan agar menggunakan keuntungan ini untuk membeli senjata bagi Kiev serta membiayai rekonstruksi Ukraina. 

    Beberapa orang di Kyiv, juga telah mendesak pencairan dana ini, menginginkan G7 untuk mencairkan seluruh dana beku milik Rusia.

    Akan Tetapi presiden bank tersebut, Christine Lagarde, memperingatkan bahwa langkah tersebut berisiko melanggar tatanan internasional.

    Kekhawatiran serupa turut diungkapkan Jerman, Luksemburg, dan Belgia, tempat sebagian besar aset disimpan melalui Euroclear.

    Mereka khawatir dengan gagasan yang diajukan Ukraina, karena penggunaan aset Rusia yang disita akan memicu dampak negartif terhadap stabilitas keuangan serta risiko hukum dan risiko lainnya. 

    Rusia Ancam Pembalasan Penuh

    Merespon rencana pencairan aset Rusia yang dibekukan untuk Ukraina, pemerintah Moskow di bawah kepemimpinan Vladimir Putin mengancam akan melakukan”pembalasan penuh”.

    Pembalasan ini dilakukan bila UE dan AS nekat menggunakan pendapatan dari aset Rusia yang dibekukan untuk membantu Ukraina.

    Ini lantaran Rusia menganggap tindakan ini ilegal dan merusak dasar-dasar sistem keuangan global.

    “Kami berbicara tentang upaya untuk melegitimasi pencurian di tingkat negara,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova.

    Rusia tak mengungkap balasan apa yang akan diterapkan untuk menghukum UE dan AS.

    Namun menurut kabar yang beredar Rusia akan mengidentifikasi properti AS, termasuk sekuritas, yang bisa digunakan sebagai kompensasi atas kerugian akibat penyitaan aset Rusia yang dibekukan di Amerika Serikat.

    (Tribunnews.com / Namira)

  • Rusia: Pertemuan Putin-Trump Perlu Diadakan Segera

    Rusia: Pertemuan Putin-Trump Perlu Diadakan Segera

    Jakarta

    Istana kepresidenan Rusia atau Kremlin mengatakan bahwa pertemuan tatap muka antara Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin perlu diselenggarakan “segera”. Hal ini disampaikan Kremlin pada Kamis (13/2) setelah kedua presiden tersebut melakukan panggilan telepon sehari sebelumnya.

    Dilansir kantor berita AFP, Kamis (13/2/2025), Trump mengatakan bahwa dalam pembicaraan via telepon itu, dia dan Putin setuju untuk “segera” memulai negosiasi tentang konflik Ukraina. Percakapan via telepon ini menandai kontak presiden langsung pertama antara Washington dan Moskow dalam tiga tahun.

    “Jelas ada kebutuhan untuk menyelenggarakan pertemuan semacam itu dengan segera, para kepala negara memiliki banyak hal untuk dibicarakan,” kata juru bicara Kremlin Dmitry Peskov.

    Sebelumnya, Trump mengatakan pada hari Rabu (12/2) bahwa ia berharap untuk bertemu Putin di Arab Saudi.

    Rusia juga ingin membahas keamanan Eropa dalam setiap negosiasi dengan AS, kata Peskov, yang tampaknya merujuk pada kekhawatiran Putin tentang perluasan aliansi militer NATO.

    Sebelum melancarkan serangan terhadap Ukraina pada tahun 2022, Moskow menuntut agar NATO kembali ke perbatasannya tahun 1997 — yang akan mengecualikan semua negara Baltik serta Polandia.

    Putin menggunakan perluasan NATO sebagai dalih untuk melancarkan serangan militer skala penuh terhadap Ukraina.

    “Tentu saja, semua masalah yang terkait dengan keamanan di benua Eropa, terutama dalam aspek-aspek yang menjadi perhatian negara kami, Federasi Rusia, harus dibahas secara komprehensif, dan kami berharap demikian,” kata Peskov.

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Donald Trump dan Vladimir Putin Bahas Ukraina dan Timur Tengah Melalui Panggilan Telepon – Halaman all

    Donald Trump dan Vladimir Putin Bahas Ukraina dan Timur Tengah Melalui Panggilan Telepon – Halaman all

    Donald Trump dan Putin Bahas Ukraina dan Timur Tengah Melalui Panggilan Telepon

    TRIBUNNEWS.COM- Presiden AS Donald Trump mengungkapkan pada hari Rabu bahwa ia telah melakukan panggilan telepon yang “panjang dan sangat produktif” dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.

    Yang mereka bahas berbagai topik termasuk perang yang sedang berlangsung di Ukraina , Timur Tengah, energi, dan kecerdasan buatan.

    “Saya baru saja melakukan panggilan telepon yang panjang dan sangat produktif dengan Presiden Vladimir Putin dari Rusia . Kami membahas Ukraina, Timur Tengah, Energi, Kecerdasan Buatan, kekuatan Dolar, dan berbagai topik lainnya,” tulis Trump dalam sebuah posting Truth Social.

    Ia menambahkan bahwa ia dan Putin telah sepakat agar tim mereka masing-masing segera memulai negosiasi mengenai perang Ukraina dan bagaimana menemukan resolusi damai.

    Presiden AS juga menyatakan bahwa ia akan menghubungi Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky untuk memberi tahu dia tentang kemajuan yang dicapai dalam pembicaraan mereka. 

    “Kami akan mulai dengan menghubungi Presiden [Volodymyr] Zelenskyy, dari Ukraina, untuk memberi tahu dia tentang pembicaraan tersebut, sesuatu yang akan saya lakukan sekarang,” tulis Trump.

    Selain Ukraina, para pemimpin membahas kemungkinan kunjungan ke negara masing-masing di masa mendatang. 

    Trump menekankan komitmen mereka untuk membina kerja sama yang lebih erat dengan bekerja sama secara erat dan saling mengunjungi negara masing-masing.

    “Kita akan bertemu di Arab Saudi,” katanya kepada wartawan di Gedung Putih, beberapa jam setelah ia mengumumkan percakapan telepon dengan pemimpin Rusia.

    Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov kemudian mengonfirmasi bahwa panggilan telepon antara Trump dan Putin telah berakhir setelah hampir satu setengah jam pembicaraan, yang mengindikasikan perang Ukraina menjadi inti panggilan tersebut, serta pertukaran warga negara Rusia dan AS, situasi di Timur Tengah, dan program nuklir Iran.

    Sementara Trump menganjurkan penghentian segera permusuhan dan penyelesaian damai di Ukraina, Putin menekankan perlunya mengatasi akar penyebab konflik.

    Selain itu, kedua pemimpin membahas kerja sama ekonomi antara kedua negara. 

    Peskov menegaskan bahwa mereka juga berbicara tentang hubungan bilateral di bidang ekonomi, dan menggarisbawahi pentingnya dialog yang berkelanjutan.

    Putin juga mengundang Trump untuk mengunjungi Moskow, dengan Peskov menyatakan bahwa Presiden Rusia siap menyambut pejabat AS di Rusia.

    Trump juga menyampaikan rasa terima kasih kepada Putin atas waktu dan usahanya selama panggilan telepon tersebut, khususnya mengakui pembebasan warga negara Amerika Marc Fogel, yang telah ditahan di Rusia.

    “Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada Presiden Putin atas waktu dan usahanya sehubungan dengan panggilan ini, dan atas pembebasan Marc Fogel, seorang pria hebat yang saya sambut secara pribadi tadi malam di Gedung Putih, kemarin. Saya yakin upaya ini akan membuahkan hasil yang sukses, semoga segera!” tulis Trump.

    Ia menambahkan bahwa ia berharap diskusi tersebut akan menghasilkan penyelesaian konflik Ukraina yang sukses.

    Setelah menelepon Zelensky, Trump berkata, “Pembicaraannya berjalan sangat baik. Dia, seperti Presiden Putin, ingin menciptakan PERDAMAIAN.”

    “Saya telah melakukan percakapan yang bermakna dengan @POTUS. Kami… berbicara tentang peluang untuk mencapai perdamaian, membahas kesiapan kami untuk bekerja sama… dan kemampuan teknologi Ukraina… termasuk pesawat nirawak dan industri canggih lainnya,” tulis Zelensky di X.

    SUMBER: AL MAYADEEN