Akhir Masalah Etik Sahroni, Eko Patrio, dan Nafa Urbach: Diberhentikan Sementara Tanpa Gaji
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI akhirnya menjatuhkan sanksi kepada tiga anggota dewan nonaktif, yakni Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach dari Fraksi Partai Nasdem, serta Eko Hendro Purnomo atau Eko Patrio dari Fraksi PAN.
Ketiganya dinyatakan melanggar kode etik dan dijatuhi hukuman pemberhentian atau penonaktifan sementara tanpa menerima hak keuangan, baik gaji maupun tunjangan anggota dewan.
Dua nama lain yang turut diperiksa dalam rangkaian sidang etik, yaitu Adies Kadir dari Fraksi Golkar dan Surya Utama atau Uya Kuya dari Fraksi PAN, tidak dinyatakan melanggar kode etik.
Putusan itu dibacakan dalam sidang MKD DPR pada Rabu (5/11/2025), setelah sebelumnya alat kelengkapan dewan (AKD) ini memeriksa berbagai saksi dan ahli dalam sidang yang digelar, Senin (3/11/2025).
Berdasarkan pantauan Kompas.com, proses persidangan pada Senin lalu berlangsung selama kurang lebih empat jam.
MKD memanggil dan meminta keterangan para saksi serta ahli secara maraton dalam satu hari pemeriksaan.
Para pihak yang dimintai keterangan adalah pejabat internal DPR, ahli media sosial, ahli hukum, ahli sosiologi, ahli kriminologi, analis perilaku, hingga wakil koordinator wartawan parlemen.
Kesaksian dan pandangan para ahli tersebut menjadi dasar pertimbangan MKD dalam melihat konteks dan dampak sosial atas tindakan para teradu.
Wakil Ketua MKD Adang Daradjatun menyampaikan bahwa masing-masing teradu menerima sanksi dengan tingkat berbeda.
“Teradu dua, Nafa Indria Urbach, terbukti melanggar kode etik. Menyatakan teradu dua nonaktif selama 3 bulan,” kata Adang, dalam sidang putusan.
Untuk
Eko Patrio
, yang berstatus teradu empat, MKD menjatuhkan
sanksi nonaktif
selama 4 bulan.
Sedangkan Sahroni, sebagai teradu lima, menerima sanksi paling berat dengan masa nonaktif 6 bulan.
“Menghukum teradu empat, Eko Hendro Purnomo, nonaktif selama 4 bulan berlaku sejak tanggal putusan ini dibacakan, yang dihitung sejak penonaktifan yang bersangkutan sebagaimana keputusan DPP PAN,” kata Adang.
“Menghukum teradu lima,
Ahmad Sahroni
, nonaktif selama 6 bulan berlaku sejak putusan ini dibacakan yang dihitung sejak penonaktifan yang bersangkutan sebagaimana keputusan DPP Nasdem,” sambung dia.
Selain itu, MKD menegaskan bahwa ketiganya diberhentikan sementara tanpa mendapatkan hak keuangan.
“Menyatakan teradu selama masa penonaktifan tidak mendapatkan hak keuangan,” ujar Adang.
Putusan berlaku sejak tanggal dibacakan dan dihitung sejak penonaktifan yang sebelumnya telah ditetapkan oleh masing-masing partai.
Adapun putusan-putusan tersebut dijatuhkan MKD juga berdasarkan kepada sejumlah pertimbangan yang memberatkan dan juga meringankan bagi para teradu.
Wakil Ketua MKD Imran Amin mengatakan, kontroversi yang menimpa para anggota DPR tersebut berawal dari beredarnya informasi yang salah mengenai aksi berjoget anggota DPR sebagai bentuk selebrasi atas kenaikan gaji.
Isu tersebut memicu kemarahan publik yang meluas dan berujung pada gelombang kritik tajam di media sosial.
Menurut MKD, baik Nafa maupun Eko tidak memiliki niat untuk melecehkan publik.
Namun, keduanya dinilai kurang mempertimbangkan sensitivitas situasi.
“Mahkamah berpendapat bahwa tidak terlihat niat teradu dua,
Nafa Urbach
, untuk menghina atau melecehkan siapapun,” kata Imran.
“Namun demikian, Nafa Urbach harus berhati-hati dalam menyampaikan pendapat di muka umum. Harus lebih peka dalam melihat situasi dan konteks kondisi sosial,” sambung dia.
Terkait Eko Patrio, MKD menyoroti unggahan video parodi suara “horeg” yang muncul beberapa hari setelah kontroversi bergulir.
Langkah itu dinilai sebagai respons yang kurang tepat.
“Seharusnya teradu IV Eko Hendro Purnomo cukup mengklarifikasi kepada publik bahwa berjoget bukan karena merayakan kenaikan gaji,” ujar Imran.
Sementara itu, Sahroni dinilai menggunakan pilihan kata yang tidak bijak saat merespons polemik yang berkembang, sehingga memicu kesan arogan di mata publik.
“Seharusnya teradu lima Ahmad Sahroni, menanggapi dengan pemilihan kalimat yang pantas dan bijaksana, tidak menggunakan kata-kata yang tidak pas,” ucap Imran.
Namun, MKD juga mempertimbangkan bahwa ketiganya turut menjadi korban penyebaran berita bohong.
Dalam kasus Sahroni dan Eko Patrio, bahkan rumah keduanya sempat dijarah oleh sekelompok massa.
“Hal ini harus dipertimbangkan sebagai hal yang meringankan,” pungkas Imran.
Menanggapi keputusan MKD, Sahroni menyatakan menerima putusan tersebut.
Ia menegaskan akan menjadikannya sebagai bahan introspeksi.
“Keputusan sudah diputus oleh MKD, dan saya terima secara lapang dada,” kata Sahroni, kepada Kompas.com, Rabu (5/11/2025).
“Saya ambil hikmahnya dari apa yang sudah terjadi. Dan ke depan, saya akan belajar untuk lebih baik lagi,” ujar dia.
Politikus Partai Nasdem itu menekankan bahwa dirinya berkomitmen memperkuat integritas sebagai wakil rakyat, terutama dalam hal komunikasi publik.
Sementara Eko Patrio maupun Nafa Urbach belum memberikan tanggapan terkait putusan sanksi etik yang dijatuhkan MKD.
Keduanya langsung bergegas meninggalkan lokasi usai persidangan selesai digelar.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Tag: Uya Kuya
-
/data/photo/2025/11/05/690adb6fad331.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
6 Akhir Masalah Etik Sahroni, Eko Patrio, dan Nafa Urbach: Diberhentikan Sementara Tanpa Gaji Nasional
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5403715/original/086259600_1762334571-mkd4.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Sahroni, Eko, Nafa Urbach hingga Uya Kuya Bakal Kembali Duduk di Kursi DPR
Berikut isi putusan lengkap MKD terhadap lima anggota DPR tersebut:
Adies Kadir
1. Menyatakan teradu satu, Adies Kadir, tidak terbukti melanggar kode etik.
2. Meminta teradu satu, Adies Kadir, untuk berhati-hati dalam menyampaikan informasi, serta menjaga perilaku untuk ke depannya.
3. Menyatakan teradu satu, Adies Kadir, diaktifkan sebagai anggota DPR RI terhitung sejak putusan ini dibacakan.
Nafa Urbach
4. Menyatakan teradu dua, Nafa Indria Urbach, terbukti melanggar kode etik.
5. Meminta teradu dua, Nafa Urbach, untuk berhati-hati dalam menyampaikan pendapat serta menjaga perilaku untuk ke depannya.
6. Menyatakan teradu dua, Nafa Urbach, nonaktif selama 3 bulan berlaku sejak tanggal putusan ini dibacakan yang dihitung sejak penonaktifan yang bersangkutan sebagaimana keputusan DPP Partai Nasdem.
Uya Kuya
7. Menyatakan teradu tiga, Surya Utama, tidak terbukti melanggar kode etik.
8. Menyatakan teradu tiga, Surya utama, diaktifkan sebagai anggota DPR RI terhitung sejak keputusan ini dibacakan.
Eko Patrio
9. Menyatakan teradu empat, Eko Hendro Purnomo, terbukti melanggar kode etik DPR RI.
10. Menghukum teradu empat, Eko Hendro Purnomo, nonaktif selama 4 bulan berlaku sejak tanggal putusan ini dibacakan, yang dihitung sejak penonaktifan yang bersangkutan sebagaimana keputusan DPP PAN.
Ahmad Sahroni
11. Menyatakan teradu lima, Ahmad Sahroni, terbukti telah melanggar kode etik DPR RI.
12. Menghukum teradu lima, Ahmad Sahroni, nonaktif selama 6 bulan berlaku sejak putusan ini dibacakan yang dihitung sejak penonaktifan yang bersangkutan sebagaimana keputusan DPP Nasdem.
13. Menyatakan teradu 1, teradu 2, teradu 3, teradu 4, dan teradu 5 selama masa penonaktifan tidak mendapatkan hak keuangan.
Putusan ini ditetapkan dalam Permusyawaratan MKD pada hari Rabu 5 November 2025 yang dihadiri pimpinan dan anggota MKD, dibacakan dalam sidang MKD, pada Rabu 5 November 2025, serta menghasilkan putusan final dan mengikat sejak tanggal dibacakan.
-
/data/photo/2025/11/05/690af032ba024.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Terima Putusan MKD, Uya Kuya Sebut Jadikan Pelajaran
Terima Putusan MKD, Uya Kuya Sebut Jadikan Pelajaran
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) sekaligus artis Surya Utama atau karib disapa Uya Kuya menjadikan peristiwa yang membuatnya menjalani sidang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, sebagai pelajaran.
“Ya pasti kita semua manusia harus belajar lah,” kata
Uya Kuya
setelah menghadiri sidang
MKD
di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (5/11/2025).
Dalam pernyataannya, Uya Kuya menyebut bahwa dirinya menerima keputusan MKD yang menyatakan dirinya tidak terbukti melanggar kode etik DPR.
Diketahui, MKD memulihkan nama baik dan dan kedudukan Uya Kuya sebagai anggota DPR RI karena terbukti tidak melanggar kode etik.
“Kita hargai keputusan dari MKD. Dan saya menerima, dan seperti yang tadi dilihat (putusannya),” ujar Uya Kuya.
Saat ditanya perihal anggota DPR lainnya seperti Ahmad Sahroni, Nafa Urbach, dan Eko Patrio tetap dihukum nonaktif, Uya Kuya mengaku tidak bisa berkomentar.
Uya Kuya mengatakan, yang pasti
MKD DPR
membuat putusan secara profesional dan berdasarkan bukti.
“Aku enggak bisa komentarin yang lain. Cuma ibaratnya kan kita menghargai. Dan MKD menurut saya sangat profesional sekali, sangat objektif. Dan apa yang diputuskan itu memang sesuai dengan bukti-bukti, dan juga saksi ahli yang sudah memberikan keterangan,” katanya.
Lebih lanjut, Uya Kuya mengatakan, belum mengetahui rencana selanjutnya usai diputus tidak melanggar kode etik.
“Ya enggak tahu, saya kan baru keluar dari sini, belum koordinasi apa-apa, saya juga enggak tahu apa-apa,” ujarnya.
Sebelumnya, Uya Kuya juga terlihat menangis saat MKD membacakan putusan terkait dugaan pelanggaran kode etik.
Diketahui, Uya Kuya dinyatakan tidak terbukti melanggar kode etik DPR RI. Oleh karenanya, MKD memutuskan untuk memulihkan nama baik dan kedudukan Uya Kuya sebagai anggota DPR RI.
“Menyatakan Teradu 3, Surya Utama, tidak terbukti melanggar kode etik. Menyatakan teradu tiga, Surya Utama, diaktifkan sebagai anggota DPR RI terhitung sejak keputusan ini dibacakan,” ujar Wakil Ketua MKD DPR, Adang Darajatun saat membacakan putusan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu.
Dalam pertimbangan yang dibacakan Wakil Ketua MKD Imran Amin, majelis berpandangan bahwa aksi Uya Kuya berjoget saat Sidang Tahunan MPR RI tidak memiliki niat merendahkan lembaga negara ataupun pihak mana pun.
Sebaliknya, Wakil Ketua MKD, Imron Amin menyebut bahwa kemarahan publik kepada aksi joget Uya Kuya lantaran adanya berita bohong.
“Mahkamah berpendapat tidak ada niat Teradu 3 Surya Utama untuk menghina atau melecehkan siapa pun. Kemarahan pada Teradu 3 terjadi karena adanya berita bohong bahwa teradu tiga Surya Utama berjoget karena kenaikan gaji,” kata Imron.
Imron menjelaskan, sejumlah video Uya Kuya yang beredar di media sosial dan memicu kecaman publik ternyata merupakan konten lama atau tidak terkait dengan sidang.
Menurut dia, video-video lama itu disunting dan disebarkan ulang seolah-olah sebagai bentuk respons terhadap kritik publik atas tunjangan dan gaji DPR RI.
“Bahwa setelah melihat video-video teradu tiga Surya Utama di berbagai lokasi seolah menghina para pengkritiknya yang ternyata adalah video berisi berita bohong,” ujar Imran.
“Mahkamah berpendapat bahwa Surya Utama justru adalah korban pemberitaan bohong,” katanya lagi.
Kendati demikian, MKD menyayangkan tindakan Uya Kuya yang seharusnya bisa langsung mengklarifikasi beredarnya kesalahan informasi mengenai dirinya.
Sebelumnya, Uya Kuya diadukan ke MKD DPR karena dianggap merendahkan DPR lantaran berjoget di Sidang Tahunan MPR RI pada 15 Agustus 2025.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

MKD putuskan Uya Kuya tak langgar kode etik karena korban hoaks
Mahkamah berpendapat bahwa Surya Utama justru adalah korban pemberitaan bohong
Jakarta (ANTARA) – Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI memutuskan teradu kasus dugaan pelanggaran kode etik Anggota DPR RI yang dinonaktifkan, Surya Utama alias Uya Kuya, tidak melanggar kode etik karena dirinya justru korban penyebaran berita bohong atau hoaks.
Wakil Ketua MKD DPR RI Imron Amin mengatakan video-video Uya Kuya yang berjoget-joget di berbagai lokasi hingga menjadi sorotan publik itu tidak terkait dengan kenaikan gaji DPR.
“Mahkamah berpendapat bahwa Surya Utama justru adalah korban pemberitaan bohong,” kata Imron saat membacakan putusan MKD DPR RI di kompleks parlemen, Jakarta, Rabu.
Meski begitu, dia berpendapat seharusnya Uya Kuya langsung aktif menyampaikan klarifikasi atas video-videonya itu yang dibentuk sebagai berita bohong. Akibatnya, kemarahan publik itu pun membuat rumah Uya dijarah oleh pihak-pihak yang tak bertanggung jawab.
“Bahwa karena itu tuh nama baik Teradu III Surya Utama harus dipulihkan dan juga kedudukannya di DPR RI sebagai Anggota DPR RI,” kata dia.
Adapun MKD memutuskan Uya Kuya dan Adies Kadir tak melanggar kode etik dalam sidang tersebut, sedangkan Ahmad Sahroni, Nafa Urbach, dan Eko Hendro Purnomo alias Eko Patrio diputuskan melanggar kode etik hingga tetap dinyatakan nonaktif dari DPR RI dengan kurun waktu yang berbeda-beda.
Putusan itu ditetapkan dalam permusyawaratan MKD pada hari Rabu 5 November 2025 yang dihadiri Pimpinan dan Anggota MKD, yang menghasilkan putusan final dan mengikat sejak tanggal dibacakan.
Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
Editor: Edy M Yakub
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
-

MKD Putuskan Sidang Etik, Sahroni Dinonaktifkan 6 Bulan-Uya Kuya Tak Langgar Etik
Bisnis.com, JAKARTA – Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI memutuskan sanksi terhadap lima anggota DPR yang menjadi salah satu pemicu masyarakat menggelar demo besar-besar pada akhir Agustus 2025.Sidang dilaksanakan pada Rabu (5/11/2025).
Kelima anggota DPR tersebut adalah Adies Kadir teradu I, Nafa Indria Urbach teradu II, Surya Utama (Uya Kuya) teradu III, Eko Hendro Purnomo (Eko Patrio) teradu IV, dan Ahmad Sahroni teradu V
Wakil Ketua MKD DPR RI Adang Daradjatun mengatakan bahwa MKD mendukung putusan masing-masing mahkamah partai politik dalam memberikan sanksi berupa penonaktifan kepada kelima anggota DPR.
Dalam amar putusan yang dibacakan Adang, MKD memutuskan dan mengadili kepada Adies Kadir tidak terbukti melanggar kode etik, diminta untuk berhati-hati dalam memberikan informasi dan menjaga perilaku untuk kedepannya.
“Menyatakan teradu I Dr. Ir. H. Adies Kadir, S.H., M.Hum., diaktifkan sebagai anggota DPR RI sejak putusan ini dibacakan,” kata Adang, Rabu (5/11/2025).
Kemudian bagi Nafa Urbach dinyatakan terbukti melanggar kode etik, diminta berhati-hati menyampaikan informasi, dan dinonaktifkan selama tiga bulan sejak tanggal putusan ini dibacakan yang dihitung sejak penonaktifan Nafa Urbach sesuai keputusan DPP Partai NasDem.
Bagi Surya Utama alias Uya Kuya dinyatakan tidak terbukti melanggar kode etik dan diaktifkan sebagai anggota DPR terhitung sejak keputusan ini dibacakan.
Lalu, putusan untuk Eko Hendro Purnomo alias Eko Patrio dinyatakan terbukti melanggar kode etik DPR RI. “Menghukum teradu IV Eko Hendro Purnomo nonaktif selama 4 bulan berlaku sejak tanggal putusan ini dibacakan yang dihitung sejak penonaktifan yang bersangkutan sebagaimana keputusan DPP PAN,” ujar Adang.
Adapun bagi Ahmad Sahroni dinyatakan terbukti melanggar kode etik DPR dan dinonaktifkan selama 6 bulan sejak tanggal putusan dibacakan yang dihitung sejak penonaktifan Sahroni sesuai keputusan DPP Partai Nasdem.
-

MKD putuskan Sahroni-Eko Patrio langgar kode etik dan tetap nonaktif
Jakarta (ANTARA) – Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI memutuskan Ahmad Sahroni, Nafa Urbach, dan Eko Hendro Purnomo alias Eko Patrio, terbukti melanggar kode etik dan menjatuhkan hukuman tambahan dengan memperpanjang masa nonaktif sebagai Anggota DPR RI.
Dengan tetap dinonaktifkan dari Anggota DPR RI, Sahroni, Eko, dan Nafa, diputuskan untuk tidak mendapatkan hak keuangan alias gaji dari DPR RI. Namun durasi hukuman perpanjangan masa nonaktif terhadap ketiga orang itu berbeda-beda.
“Menyatakan teradu lima, Ahmad Sahroni, terbukti telah melanggar kode etik DPR,” kata Wakil Ketua MKD DPR RI Adang Daradjatun saat membacakan putusan di kompleks parlemen, Jakarta, Rabu.
Untuk Sahroni, MKD DPR RI memutuskan untuk menjatuhkan hukuman berupa nonaktif selama enam bulan, berlaku sejak putusan dibacakan yang dihitung sejak penonaktifan yang bersangkutan sebagaimana keputusan DPP Partai NasDem.
Sedangkan untuk Nafa Urbach, MKD DPR RI memutuskan untuk menjatuhkan hukuman nonaktif selama tiga bulan, berlaku sejak tanggal putusan dibacakan yang dihitung sejak penonaktifan yang bersangkutan sebagaimana keputusan DPP Partai Nasdem.
“Meminta teradu dua, Nafa Urbach, untuk berhati-hati dalam menyampaikan pendapat serta menjaga perilaku untuk ke depannya,” kata Adang.
Dan untuk Eko Patrio, MKD DPR RI menjatuhkan hukuman nonaktif selama empat bulan, berlaku sejak tanggal putusan dibacakan yang dihitung sejak penonaktifan yang bersangkutan sebagaimana keputusan DPP PAN.
Selain ketiga pihak itu, MKD DPR RI memutuskan untuk mengaktifkan kembali Adies Kadir dan Surya Utama alias Uya Kuya sebagai Anggota DPR RI. Kedua pihak teradu itu dinyatakan tidak melanggar kode etik oleh MKD
Adang pun menyampaikan bahwa putusan itu ditetapkan dalam permusyawaratan MKD pada hari Rabu 5 November 2025 yang dihadiri Pimpinan dan Anggota MKD, yang menghasilkan putusan final dan mengikat sejak tanggal dibacakan.
Sebelumnya pada akhir Agustus 2025, sejumlah partai politik memutuskan untuk menonaktifkan kadernya yang menjadi Anggota DPR RI karena menuai sorotan publik yang juga terkait adanya aksi demonstrasi besar-besaran pada akhir Agustus 2025.
Sejumlah Anggota DPR RI yang dinonaktifkan itu, di antaranya Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir dari Partai Golkar, Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni dan Anggota DPR RI Nafa Urbach dari Partai NasDem, serta Anggota DPR RI Eko Hendro Purnomo alias Eko Patrio dan Anggota DPR RI Surya Utama alias Uya Kuya dari Partai Amanat Nasional.
Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
Editor: Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
-

MKD aktifkan lagi Adies Kadir dan Uya Kuya sebagai anggota DPR
Jakarta (ANTARA) – Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI dalam putusan terkait kasus dugaan pelanggaran kode etik anggota DPR nonaktif memutuskan untuk mengaktifkan kembali Adies Kadir dan Surya Utama alias Uya Kuya sebagai anggota DPR RI.
MKD memutuskan keduanya tidak terbukti melanggar kode etik DPR RI sehingga Adies Kadir dan Uya Kuya bisa kembali bertugas normal sebagai anggota DPR RI aktif mulai hari ini.
“Menyatakan teradu satu, Adies Kadir, diaktifkan sebagai anggota DPR terhitung sejak putusan ini dibacakan,” kata Wakil Ketua MKD DPR RI Adang Daradjatun yang membacakan putusan di kompleks parlemen, Jakarta, Rabu.
Hal tersebut diputuskan setelah MKD DPR RI membacakan berbagai pertimbangan berdasarkan keterangan saksi maupun ahli pada sidang-sidang sebelumnya.
Khusus untuk Adies Kadir, Wakil Ketua MKD mengingatkan agar pria yang sebelumnya menjabat Wakil Ketua DPR RI itu untuk berhati-hati dalam menyampaikan informasi, serta menjaga perilaku ke depannya. Namun, untuk Uya Kuya, MKD DPR RI tak membacakan poin peringatan apa pun.
Sedangkan untuk tiga anggota DPR RI nonaktif lainnya yang menjadi teradu dalam kasus itu, yakni Ahmad Sahroni, Nafa Urbach, dan Eko Hendro Purnomo, MKD menyatakan ketiganya terbukti melanggar kode etik.
Sebelumnya, pada akhir Agustus 2025, sejumlah partai politik memutuskan untuk menonaktifkan kadernya yang menjadi anggota DPR RI karena menuai sorotan publik yang juga terkait adanya demonstrasi besar-besaran pada akhir Agustus 2025.
Anggota DPR RI yang dinonaktifkan itu adalah Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir dari Partai Golkar, Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni dan anggota DPR RI Nafa Urbach dari Partai NasDem, serta anggota DPR RI Eko Hendro Purnomo alias Eko Patrio dan Surya Utama alias Uya Kuya dari Partai Amanat Nasional.
Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
-

Adies Kadir paling terakhir tiba di DPR untuk sidang putusan MKD
Jakarta (ANTARA) – Anggota DPR RI nonaktif Adies Kadir yang sebelumnya menjabat sebagai Wakil Ketua DPR RI, paling terakhir tiba di kompleks parlemen, Jakarta, Rabu, setelah empat anggota DPR RI nonaktif lainnya hadir untuk menjalani sidang putusan kasus dugaan pelanggaran etik yang digelar Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI.
Dia tiba di Kantor MKD DPR RI yang berlokasi di Gedung Nusantara I sekitar pukul 11.57 WIB. Saat tiba, sidang yang beragendakan putusan kasus itu tengah berlangsung karena dimulai pada pukul 11.30 WIB.
Adies pun irit bicara kepada awak media ketika tiba di lokasi. Sebelum memasuki ruangan, Adies pun tampak menyalami sejumlah orang, termasuk para petugas pengamanan yang berjaga.
Selain Adies, sejumlah anggota DPR RI nonaktif yang menjadi teradu dalam kasus itu yakni Ahmad Sahroni, Nafa Urbach, Eko Hendro Purnomo alias Eko Patrio, hingga Surya Utama alias Uya Kuya.
Nafa menjadi pihak teradu yang paling pertama hadir ke ruangan MKD pada sekitar pukul 10.50 WIB. Kemudian disusul oleh Eko Patrio dan Uya Kuya yang hadir secara bersamaan, dan Ahmad Sahroni yang tampak berlari kecil ketika turun dari kendaraannya untuk menuju ruangan sidang.
Saat sidang dimulai, Ketua MKD DPR RI Nazaruddin Dek Gam membacakan identitas pengadu kasus dugaan pelanggaran etik itu serta identitas para teradu yakni para anggota DPR RI nonaktif.
Sejauh ini, menurut Dek Gam, MKD telah membacakan keterangan pengadu, mendengarkan saksi, dan keterangan ahli.
Sebelumnya pada akhir Agustus 2025, sejumlah partai politik memutuskan untuk menonaktifkan kadernya yang menjadi anggota DPR RI karena menuai sorotan publik yang juga terkait adanya aksi demonstrasi besar-besaran pada akhir Agustus 2025.
Sejumlah anggota DPR RI yang dinonaktifkan itu, di antaranya Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir dari Partai Golkar, Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni dan anggota DPR RI Nafa Urbach dari Partai NasDem, serta anggota DPR RI Eko Hendro Purnomo alias Eko Patrio dan anggota DPR RI Surya Utama alias Uya Kuya dari Partai Amanat Nasional.
Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
Editor: Hisar Sitanggang
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
