Tag: Uya Kuya

  • Sahroni Paling Layak Dicopot dari DPR

    Sahroni Paling Layak Dicopot dari DPR

    GELORA.CO -Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI resmi menjatuhkan sanksi kepada tiga anggota DPR RI, yakni Nafa Indria Urbach, Eko Hendro Purnomo (Eko Patrio), dan Ahmad Sahroni. Ketiganya dinilai melanggar kode etik lembaga legislatif setelah melalui serangkaian sidang etik yang digelar MKD.

    Menanggapi keputusan tersebut, pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif FIXPOLL Indonesia, Mohammad Anas RA, menilai langkah MKD sudah tepat, namun masih ada ruang untuk melangkah lebih jauh. 

    Menurutnya, MKD memiliki kewenangan untuk mengusulkan pemberhentian anggota DPR kepada partai politik asal jika pelanggaran dinilai berat dan mencoreng martabat lembaga.

    “MKD bisa mengusulkan pemberhentian anggota DPR kepada partai asalnya. Sebab mekanisme pemberhentian melalui dua jalur: partai politik memberhentikan keanggotaan dari partai, kemudian partai mengusulkan pemberhentian keanggotaannya ke lembaga DPR,” jelas Anas kepada RMOL, Minggu, 9 November 2025.

    Meski demikian, Anas mengingatkan agar publik tetap proporsional dalam menilai kesalahan para wakil rakyat yang terlibat kasus etik tersebut. Ia menekankan pentingnya melihat tingkat kesalahan masing-masing, bukan menyeragamkan hukuman.

    “Warga Indonesia mesti menempatkan kesalahan para wakil rakyat sesuai tingkat kesalahannya, sehingga tidak serta merta menghakimi harus diberhentikan semua,” jelasnya.

    Namun, ia menilai dari lima anggota DPR yang menjalani sidang di MKD, sosok yang paling pantas diberhentikan dari keanggotaan adalah Ahmad Sahroni.

    “Sebab jelas, secara lugas dan sadar, ia menghakimi kecaman publik dengan respon bahasa ‘orang tolol sedunia’,” tegas Anas.

    Dalam putusannya, MKD menjatuhkan hukuman nonaktif selama tiga bulan kepada Nafa Urbach, empat bulan kepada Eko Hendro Purnomo, dan enam bulan kepada Ahmad Sahroni. 

    Sanksi ini berlaku sejak tanggal putusan dibacakan dan dihitung sejak penonaktifan masing-masing oleh partai mereka. Nafa dan Sahroni berasal dari Partai NasDem, sementara Eko Patrio dari Partai Amanat Nasional (PAN).

    Sedangkan Wakil Ketua DPR Adies Kadir dan Anggota DPR Fraksi PAN Surya Utama alias Uya Kuya dinyatakan tidak terbukti melanggar kode etik. Keduanya dipulihkan kembali sebagai anggota DPR terhitung sejak putusan dibacakan. 

  • Sahroni dan Nafa Urbach Disanksi MKD, Surya Paloh: Kami Hormati

    Sahroni dan Nafa Urbach Disanksi MKD, Surya Paloh: Kami Hormati

    Sahroni dan Nafa Urbach Disanksi MKD, Surya Paloh: Kami Hormati
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Ketua Umum (Ketum) Nasional Demokrat (NasDem), Surya Paloh, menghormati putusan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI terhadap dua kadernya, Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach.
    “Itu mekanisme DPR yang harus kami hormati,” kata Surya Paloh usai Fun Walk peringatan HUT ke-14
    NasDem
    di NasDem Tower, Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (9/11/2025).
    Sejauh ini, NasDem juga telah mengnonaktifkan
    Ahmad Sahroni
    dan
    Nafa Urbach
    sebagai anggota DPR RI sebelum adanya putusan
    MKD
    DPR RI.
    “MKD melaksanakan prosesnya, sebagaimana mekanisme yang ada di dewan, saya pikir itu juga kita hormati,” tegasnya.
    Terlepas dari itu, NasDem belum berencana melakukan pergantian antarwaktu terhadap keduanya.
    Mahkamah Kehormatan Dewan
    (MKD) DPR RI menjatuhkan sanksi kepada tiga anggota dewan nonaktif, yakni Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach dari Fraksi Partai NasDem, serta Eko Hendro Purnomo atau Eko Patrio dari Fraksi PAN.
    Ketiganya dinyatakan melanggar kode etik dan dijatuhi hukuman pemberhentian sementara tanpa menerima hak keuangan, baik gaji maupun tunjangan anggota dewan.
    Dua nama lain yang turut diperiksa dalam rangkaian sidang etik, yaitu Adies Kadir dari Fraksi Golkar dan Surya Utama atau Uya Kuya dari Fraksi PAN, tidak dinyatakan melanggar kode etik.
    Putusan itu dibacakan dalam sidang MKD DPR pada Rabu (5/11/2025), setelah sebelumnya alat kelengkapan dewan (AKD) ini memeriksa berbagai saksi dan ahli dalam sidang yang digelar pada Senin (3/11/2025).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Politik-Hukum Sepekan: OTT Gubernur Riau hingga Komite Reformasi Polri

    Politik-Hukum Sepekan: OTT Gubernur Riau hingga Komite Reformasi Polri

    Jakarta, Beritasatu.com – Isu politik-hukum selama sepekan didominasi berita penangkapan kepala daerah dalam operasi tangkap tangan oleh KPK. 

    Selain itu juga ada berita mengenai keputusan Mahkamah Kehormmatan Dewan (MKD) terhadap Sahroni dan kawan-kawan hingga mengenai pelantikan Komite Percepatan Reformasi Polri yang diketahui Jimly Asshiddiqie.

    Berikut 5 isu politik-hukum sepekan terakhir: 

    1. Breaking! KPK Tangkap Gubernur Riau Abdul Wahid dalam OTT Korupsi

    Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di wilayah Provinsi Riau, Senin (3/11/2025). Dalam operasi senyap kali ini, Gubernur Riau Abdul Wahid turut diamankan bersama sejumlah pihak lainnya.

    Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto menjelaskan OTT tersebut dilakukan terkait dugaan praktik korupsi di lingkungan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Riau. “Benar (OTT pejabat Dinas PUPR Riau),” ujar Fitroh. 

    2. Sahroni Dkk Tetap Jadi Anggota DPR, Ini Putusan Lengkap MKD

    Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) resmi memutuskan Sahroni dkk tetap menjadi anggota DPR periode 2024–2029. Dalam putusan yang dibacakan pada Rabu (5/11/2025), MKD menegaskan sebagian anggota DPR yang sempat dinonaktifkan kini diaktifkan kembali, sementara sebagian lainnya dikenai sanksi dengan masa nonaktif terbatas.

    Dari hasil sidang, Adies Kadir dan Surya Utama alias Uya Kuya dinyatakan tidak melanggar kode etik dan langsung diaktifkan kembali sebagai anggota DPR. Bahkan, Adies kembali menjabat sebagai wakil ketua DPR. Sementara itu, Ahmad Sahroni, Nafa Urbach, dan Eko Hendro Purnomo alias Eko Patrio dijatuhi sanksi nonaktif sementara dengan durasi berbeda.

    3. Roy Suryo Jadi Tersangka Kasus Fitnah Ijazah Palsu Jokowi

    Polda Metro Jaya menetapkan delapan orang tersangka dalam kasus dugaan penyebaran hoaks dan fitnah ijazah palsu Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi), salah satunya mantan Menpora Roy Suryo. 

    Penetapan ini dilakukan seusai penyidik melaksanakan gelar perkara yang melibatkan berbagai ahli dan unsur pengawas. Kapolda Metro Jaya, Irjen Asep Edi Suheri menjelaskan, keputusan tersebut diambil setelah melalui proses asistensi dan pemeriksaan menyeluruh terhadap ratusan saksi serta ahli lintas bidang.

  • Politik-Hukum Terkini: Bupati Ponorogo Terjaring OTT KPK

    Politik-Hukum Terkini: Bupati Ponorogo Terjaring OTT KPK

    Jakarta, Beritasatu.com – Sejumlah isu politik dan hukum terkini mewarnai pemberitaan 24 jam di Beritasatu.com sejak Jumat (7/11/2025) hingga Sabtu (8/11/2025) pagi.

    Beberapa artikel yang menjadi perhatian pembaca, di antaranya yaitu Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko terjaring dalam operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), hingga ledakan di SMAN 72 Jakarta.

    5 Isu Politik-Hukum Terkini

    Berikut ini adalah lima isu politik dan hukum terkini di Beritasatu.com yang dapat Anda ketahui:

    1. Bupati Ponorogo Terjaring OTT KPK

    Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di wilayah Ponorogo, Jawa Timur.

    Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto membenarkan adanya operasi tersebut dan memastikan bahwa Bupati Ponorogo, Sugiri Sancoko termasuk di antara pihak yang diamankan.

    “Benar (ada OTT),” ujar Fitroh, Jumat (7/11/2025).

    Ia belum mengungkap jumlah orang yang terjaring dan detail perkara, tetapi memastikan KPK memiliki waktu 1×24 jam untuk menentukan status hukum para pihak yang diamankan.

    Setelah pemeriksaan awal, KPK akan mengumumkan secara resmi konstruksi perkara dan status tersangka kepada publik.

    2. Respons Gibran Soal Usulan Soeharto dan Gus Dur Jadi Pahlawan Nasional

    Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka menanggapi usulan agar Presiden ke-2 RI Soeharto dan Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ditetapkan sebagai pahlawan nasional.

    Menurutnya, kedua tokoh itu memiliki rekam jejak penting dan kontribusi besar bagi Indonesia.

    “Penganugerahan gelar pahlawan itu melalui proses seleksi yang ketat dan panjang. Beliau-beliau ini jelas telah memberikan kontribusi yang sangat besar bagi bangsa,” ujar Gibran.

    Gibran menyebut Soeharto berjasa dalam pembangunan nasional dan swasembada pangan, sementara Gus Dur berperan penting dalam menegakkan toleransi dan kebebasan beragama.

    Kementerian Sosial diketahui telah mengajukan 40 nama tokoh calon pahlawan nasional tahun ini kepada Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (GTK).

    3. DPR Soroti Monopoli Bisnis Film dan Bioskop di Indonesia

    Ketua Komisi VII DPR, Saleh Partaonan Daulay menyoroti dominasi film asing di bioskop Indonesia. Ia menilai hal ini menandakan adanya praktik monopoli oleh pihak tertentu dalam distribusi film.

    “Kami menanyakan banyak hal, termasuk mengapa film luar negeri lebih banyak ditayangkan dibanding film nasional,” ujar Saleh seusai rapat kerja dengan Menteri Ekonomi Kreatif Teuku Riefky Harsya di Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (7/11/2025).

    Saleh mendorong pemerintah untuk merevisi regulasi penayangan film, serta membuka peluang bagi film Indonesia agar lebih kompetitif di layar bioskop. DPR juga berencana membentuk panitia kerja (panja) untuk memperbaiki kebijakan perfilman nasional.

    4. PAN Akan Tindaklanjuti Putusan MKD Soal Uya Kuya dan Eko Patrio

    Partai Amanat Nasional (PAN) menyatakan akan menindaklanjuti putusan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) terkait pengaktifan kembali Uya Kuya dan Eko “Patrio” sebagai anggota DPR.

    Wakil Ketua Umum PAN, Eddy Soeparno menegaskan, partainya taat azas dan aturan, sehingga akan menjalankan keputusan MKD tanpa pengecualian.

    “PAN itu taat hukum. Jadi apa pun yang diputuskan oleh MKD, tentu akan kami hormati dan jalankan,” kata Eddy.

    Sebelumnya, MKD memutuskan Adies Kadir, Uya Kuya, dan Eko Patrio tidak melanggar kode etik dan berhak kembali aktif sebagai anggota DPR periode 2024-2029.

    5. Komisi III DPR Desak Polisi Buru Dalang Ledakan SMAN 72 Jakarta

    Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PKS, Nasir Djamil mendesak aparat kepolisian, khususnya Densus 88 Antiteror segera mengungkap dalang di balik ledakan di SMAN 72 Jakarta.

    “Menurut saya, kejadian ini sangat mengerikan dan mendesak agar aparat segera mencari dan menemukan pelakunya,” ujarnya.

    Nasir meminta penyelidikan dilakukan secara cepat dan transparan untuk memastikan apakah insiden itu berkaitan dengan jaringan teroris atau kriminal individu.

    Ia juga menyoroti peran media sosial dalam menyebarkan konten provokatif yang berpotensi menumbuhkan paham ekstrem.

    “Media sosial banyak memuat konten yang bisa menimbulkan perilaku radikalisme,” kata Nasir.

    Nasir menegaskan, pengungkapan cepat dan terbuka terhadap kasus ledakan SMAN 72 Jakarta akan memperkuat kepercayaan publik terhadap aparat penegak hukum.

  • Soal Putusan Sahroni hingga Uya Kuya, Formappi: MKD Condong Selamatkan Rekan Sendiri

    Soal Putusan Sahroni hingga Uya Kuya, Formappi: MKD Condong Selamatkan Rekan Sendiri

    Liputan6.com, Jakarta – Keputusan Majelis Kehormatan Dewan (MKD) terhadap lima anggota DPR nonaktif Adies Kadir, Nafa Urbach, Surya Utama (Uya Kuya), Eko Hendro Purnomo, dan Ahmad Sahroni menuai kritik tajam dari kalangan pengamat parlemen. Salah satunya Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus.

    Dia menilai bahwa proses persidangan MKD kali ini tidak dilakukan secara mendalam dan cenderung formalitas belaka.

    “Keputusan sebagaimana dibacakan memang nampaknya sudah sejak awal diniatkan oleh MKD. Karena itu, mereka menyiapkan skema persidangan yang sangat sederhana hanya sehari rapat menghadirkan saksi-saksi, lalu keesokan harinya langsung pembacaan keputusan,” heran Lucius saat dihubungi via telepon, Jumat (7/11/2025).

    Menurut Lucius, pola tersebut memperlihatkan bahwa MKD tidak memberi ruang cukup untuk menggali persoalan secara mendalam. Sebab, dengan waktu sesingkat itu, mustahil ada proses pertimbangan yang matang terhadap semua aspek.

    “Bahkan, tak ada waktu untuk mendengarkan pembelaan dari kelima anggota DPR nonaktif yang disidangkan,” heran dia.

    Ia menambahkan, dalam proses tersebut juga tidak ada pakar atau ahli etika yang dihadirkan untuk menilai tindakan para anggota dewan. Padahal sidangnya adalah soal etik, namun yang justru disorot adalah soal hoaks.

    “Jadi kelihatan sekali masalah etikanya tidak didalami sungguh-sungguh,” yakin Lucius.

     

  • Menanti Tindak Lanjut dari Putusan MKD Terhadap Sahroni hingga Uya Kuya…

    Menanti Tindak Lanjut dari Putusan MKD Terhadap Sahroni hingga Uya Kuya…

    Menanti Tindak Lanjut dari Putusan MKD Terhadap Sahroni hingga Uya Kuya…
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Puan Maharani memastikan bakal menindaklanjuti putusan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR terhadap lima anggota DPR nonaktif.
    Kelima anggota
    DPR
    RI nonaktif tersebut adalah Adies Kadir,
    Nafa Urbach
    , Eko Hendro Purnomo alias
    Eko Patrio
    , Surya Utama alias Uya Kuya, dan
    Ahmad Sahroni
    .
    “Ya kita hormati yang menjadi keputusan
    MKD
    , dan akan kita tindak lanjuti apa yang menjadi keputusan tersebut,” kata Puan di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (6/11/2025).
    Namun, menurut Puan, Pimpinan DPR RI akan terlebih dahulu mengkaji putusan MKD tersebut.
    Terpisah, Wakil Ketua DPR RI, Cucun Ahmad Syamsurijal mengatakan, semua putusan MKD tersebut akan disampaikan dalam rapat paripurna.
    “Jadi pimpinan MKD sudah berkirim surat ke pimpinan DPR, Untuk semua keputusan yang diambil oleh MKD itu, untuk disampaikan di rapat paripurna. Artinya kan ini akan melalui dulu Rapim dan Bamus nanti,” ujar Cucun di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis.
    Dengan demikian, menurut Cucun, Adies Kadir dan Uya baru aktif menjadi anggota DPR lagi jika putusan MKD sudah diumumkan dalam rapat paripurna.
    Pasalnya, MKD memutuskan Adies dan Uya Kuya tidak melanggar kode etik DPR, serta dipulihkan nama baik dan statusnya sebagai anggota DPR RI.
    Akan tetapi, Cucun mengaku, dia belum mengetahui kapan rapat paripurna terdekat dilaksanakan.
    “Ya nanti diumumkan dulu di paripurna,” katanya.
    MKD dalam putusannya menyatakan Teradu 1, yakni Adies Kadir tidak terbukti melanggar kode etik.
    “Dengan ini MKD memutuskan dan mengadili sebagai berikut: menyatakan teradu satu, Adies Kadir, tidak terbukti melanggar kode etik,” kata Wakil Ketua MKD DPR RI Adang Darajatun.
    Meskipun demikian, MKD mengingatkan Adies Kadir agar lebih berhati-hati dalam menyampaikan informasi saat sesi wawancara dengan awak media.
    “Meminta teradu satu, Adies Kadir, untuk berhati-hati dalam menyampaikan informasi, serta menjaga perilaku untuk ke depannya. Menyatakan teradu satu, Adies Kadir, diaktifkan sebagai anggota DPR RI terhitung sejak putusan ini dibacakan,” ujar Adang.
    Dengan keputusan tersebut, maka MKD menyatakan bahwa Wakil Ketua DPR RI itu aktif kembali atau bisa menjalankan tugasnya sebagai wakil rakyat kembali.
    Berbeda dengan Adies Kadir, politikus Partai Nasdem, Nafa Urbach dinyatakan terbukti melanggar kode etik sehingga dijatuhi sanksi berupa penonaktifan sebagai anggota DPR RI selama tiga bulan.
    “Menyatakan teradu dua, Nafa Urbach, nonaktif selama 3 bulan berlaku sejak tanggal putusan ini dibacakan, yang dihitung sejak penonaktifan yang bersangkutan sebagaimana keputusan DPP Partai Nasdem,” kata Adang.
    Kemudian, selama dinonaktifkan, MKD memutuskan Nafa Urbach tidak mendapatkan hak keuangan sebagai anggota dewan.
    Selain itu, MKD juga meminta Nafa Urbach berhati-hati dalam menyampaikan pendapat serta menjaga perilaku untuk ke depannya.
    Pasalnya, pernyataan Nafa Urbach yang memberikan respons atas pemberian tunjangan rumah untuk anggota dewan sebesar Rp 50 juta per bulan, dinilai tidak sesuai etika dan bisa memicu reaksi publik yang luas.
    Meskipun, dalam pertimbangan MKD, tidak ditemukan niat buruk dalam pernyataan Nafa Urbach.
    “Mahkamah berpendapat bahwa tidak terlihat niat Teradu 2, Nafa Urbach, untuk menghina atau melecehkan siapa pun. Respons publik yang marah kepada Teradu 2 tidak mungkin terjadi apabila tidak ada penyebaran berita bohong soal anggota DPR RI yang berjoget karena kenaikan gaji,” ujar Imron Amin.
    Sementara itu, Uya Kuya dinyatakan tidak terbukti melanggar kode etik DPR RI.
    Oleh karenanya, MKD memutuskan untuk memulihkan nama baik dan kedudukan Uya Kuya sebagai anggota DPR RI.
    “Menyatakan Teradu 3, Surya Utama, tidak terbukti melanggar kode etik. Menyatakan teradu tiga, Surya Utama, diaktifkan sebagai anggota DPR RI terhitung sejak keputusan ini dibacakan,” ujar Adang.
    Dalam pertimbangan yang dibacakan Wakil Ketua MKD Imran Amin, majelis berpandangan bahwa aksi Uya Kuya berjoget saat Sidang Tahunan MPR RI tidak memiliki niat merendahkan lembaga negara ataupun pihak mana pun.
    Sebaliknya, Wakil Ketua MKD, Imron Amin menyebut bahwa kemarahan publik kepada aksi joget Uya Kuya lantaran adanya berita bohong.
    “Mahkamah berpendapat tidak ada niat Teradu 3 Surya Utama untuk menghina atau melecehkan siapa pun. Kemarahan pada Teradu 3 terjadi karena adanya berita bohong bahwa teradu tiga Surya Utama berjoget karena kenaikan gaji,” kata Imron.
    Berbeda dengan Uya Kuya, rekan satu partainya yang juga berjoget saat Sidang Tahunan MPR RI, Eko Hendro Purnomo alias Eko Patrio dinyatakan melanggar kode etik DPR.
    Oleh karenanya, MKD menjatuhkan hukuman terhadap Eko Patrio berupa penonaktifan sebagai Anggota DPR RI selama empat bulan.
    “Menyatakan teradu 4 Eko Hendro Purnomo terbukti melanggar kode etik DPR RI. Menghukum teradu 4 Nonaktif selama empat bulan berlaku sejak tanggal putusan ini dibacakan yang dihitung sejak penonaktifan yang bersangkutan sebagaimana keputusan DPP Partai Amanat Nasional,” kata Adang Daradjatun.
    Kemudian, terhadap Eko Patrio juga diputuskan tidak mendapatkan hak keuangan selama dinonaktifkan sebagai anggota dewan.
    Dalam pertimbangannya, MKD menilai bahwa tidak ada niat dari Eko Patrio untuk menghina atau melecehkan siapa pun terkait aksinya berjoget dalam Sidang Tahunan MPR RI tanggal 15 Agustus 2025.
    Selain itu, MKD menyebut, aksi joget yang dilakukan Eko Patrio bukan untuk merespons adanya kenaikan gaji anggota DPR RI.
    Sebab, menurut MKD, berdasarkan rekaman dari Sidang Tahunan MPR tersebut, tidak ada pengumuman kenaikan gaji atau tunjangan DPR.
    Namun, majelis MKD berpandangan bahwa reaksi parodi yang disampaikan Eko Patrio setelah viral aksi jogednya kurang tepat karena bersifat defensif.
    Oleh karena itu, terhadap Eko Patrio diperintahkan juga untuk berhati-hati dalam memberikan pendapat di muka umum.
    Sanksi etik paling berat diberikan kepada politikus Partai Nasdem, Ahmad Sahroni.
    “Menghukum Teradu 5 Ahmad Sahroni nonaktif selama 6 bulan berlaku sejak tanggal putusan ini dibacakan yang dihitung sejak penonaktifan sebagaimana keputusan DPP Nasdem,” ujar Adang Daradjatun.
    Sama seperti Nafa Urbach dan Eko Patrio, Sahroni juga tidak mendapatkan hak keuangan anggota DPR RI selama nonaktif.
    Dalam pertimbangannya, MKD menilai, Sahroni memilih kalimat yang tidak pantas dan bijaksana saat menanggapi wacana pembubaran DPR RI.
    Menurut MKD, seharusnya Sahroni memberikan tanggapan dengan pemilihan kata-kata yang lebih bijaksana
    “Teradu 5 Ahmad Sahroni harusnya menanggapi dengan pemilihan kalimat yang pantas dan bijaksana,” ujar Imron Amin.
    Diketahui, Adies Kadir, Nafa Urbach, Surya Utama, Eko Hendro Purnomo, dan Ahmad Sahroni diadukan ke MKD terkait dugaan pelanggaran kode etik. Dugaan pelanggaran etik kelimanya masing-masing tercatat lewat perkara Nomor 39/PP/IX/2025, 41/PP/IX/2025, 42/PP/IX/2025, 44/PP/IX/2025, dan 49/PP/IX/2025.
    Adies Kadir diadukan atas pernyataan terkait tunjangan anggota DPR RI yang keliru dan menimbulkan reaksi luas dalam masyarakat.
    Nafa Urbach dilaporkan karena hedon dan tamak terkait pernyataannya merespons kenaikan tunjangan DPR RI.
    Kemudian, Surya Utama alias Uya Kuya dan Eko Patrio diadukan ke MKD DPR karena dianggap merendahkan DPR lantaran berjoget di Sidang Tahunan MPR RI pada 15 Agustus 2025.
    Sedangkan Ahmad Sahroni dilaporkan karena menggunakan diksi tidak pantas di hadapan publik, yakni penggunaan kata “tolol”.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Nafa, Eko dan Sahroni Lolos dari Pemecatan, Aktivis Neni Nur Hayati: Drama Politik di Indonesia

    Nafa, Eko dan Sahroni Lolos dari Pemecatan, Aktivis Neni Nur Hayati: Drama Politik di Indonesia

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA – Tiga nama anggota DPR RI nonaktif yang santer dengan kontroversinya beberapa waktu lalu lolos dari sanksi pemecatan.

    Mereka adalah Ahmad Sahroni, Nafa Urbach dan Eko Hendro Purnomo dinyatakan bersalah dalam dugaan pelanggaran kode etik.

    Mahkamah Kehormatan Dewan DPR sebelumnya menyidangkan aduan untuk lima anggota nonaktif termasuk Uya Kuya dan Adies Kadir.

    Uya dan Adies dinyatakan tidak bersalah atas kasus pelanggaran kode etik tersebut. Keduanya langsung aktif kembali sebagai anggota DPR RI. Sementara tiga lainnya tetap dinonaktifkan.

    Nafa urbach non-aktif selama 3 bulan, Eko Hendro Purnomo non-aktif selama 4 bulan, dan Ahmad Sahroni dihukum non-aktif selama 6 bulan. Berarti kelimanya lolos dari sanksi pemecatan.

    Keputusan ini langsung ditanggapi oleh aktivis Neni Nur Hayati dalam unggahnnya di Threads. Dia menyebut kejadian ini sebagai drama politik Indonesia.

    Menurutnya politik saat ini memiliki banyak tipu daya muslihat. Dia menuding para elite saat melakukan kesalahan tetap dilindungi.

    Berbeda dengan para aktivis yang bersuara lantang menuntut keadilan. Bukannya suaranya didengar, menurut Neni justru dibungkam bahkan dikriminalisasi.

    “Drama politik di Indonesia. Penuh tipu muslihat. Kalau para elite yang melakukan kesalahan memang bebal, sementara para aktivis yang ikut demo dan menuntut keadilan malah dikriminalisasi dan dibungkam,” tulisnya dikutip Kamis (6/11/2025).

    Neni melihat ini sebagai salah satu cara yang menciderai demokrasi. Lebih dari itu dia merusak dan perlahan mematikan.

  • Menanti Tindak Lanjut dari Putusan MKD Terhadap Sahroni hingga Uya Kuya…

    Aktivasi Uya Kuya dan Adies Kadir di DPR akan Dilakukan via Paripurna

    Aktivasi Uya Kuya dan Adies Kadir di DPR akan Dilakukan via Paripurna
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Wakil Ketua DPR Cucun Ahmad Syamsurijal menyebut semua putusan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR mengenai lima anggota DPR non-aktif akan disampaikan dalam rapat paripurna, termasuk aktivasi dua anggota DPR yang diputus tak bersalah yakni Adies Kadir dan Uya Kuya.
    “Jadi pimpinan MKD sudah berkirim surat ke pimpinan DPR untuk semua keputusan yang diambil oleh MKD itu, untuk disampaikan di rapat paripurna. Artinya kan ini akan melalui dulu Rapim dan Bamus nanti,” ujar Cucun di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (6/11/2025).
    Dengan demikian, kata Cucun, Adies dan Uya baru aktif menjadi anggota DPR lagi jika putusan MKD sudah diumumkan dalam rapat paripurna.
    Akan tetapi, Cucun mengaku belum tahu kapan rapat paripurna terdekat dilaksanakan.
    “Ya nanti diumumkan dulu di paripurna,” imbuhnya.
    Ada lima anggota DPR yang disidang etik oleh MKD. Lima orang yang dimaksud adalah Ahmad Sahroni,
    Adies Kadir
    ,
    Uya Kuya
    , Eko Patrio, dan Nafa Urbach.
    Sahroni, Eko, dan Nafa diputus bersalah sehingga tetap non-aktif, sedangkan Uya dan Adies tidak.
    “MKD memutuskan dan mengadili, teradu 1 Adies Kadir tidak terbukti melanggar kode etik. Meminta Adies Kadir untuk berhati-hati dalam menyampaikan informasi serta menjaga perilaku untuk ke depannya,” ujar Wakil Ketua
    MKD DPR
    Adang Daradjatun di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (5/11/2025).

    “Menyatakan teradu 2 Nafa Urbach terbukti melanggar kode etik. Meminta Nafa Urbach berhati-hati dalam menyampaikan pendapat serta menjaga perilaku untuk ke depannya,” sambungnya.
    “Menyatakan teradu 4 Eko Hendro Purnomo terbukti melanggar kode etik DPR. Menghukum Eko Hendro Purnomo non-aktif selama 4 bulan sejak tanggal putusan ini dibacakan yang dihitung sejak penonaktifan yang bersangkutan sebagaimana keputusan DPP PAN. Menyatakan teradu 5 Ahmad Sahroni terbukti melanggar kode etik DPR. Menghukum teradu 5 Ahmad Sahroni non-aktif selama 6 bulan berlaku sejak tanggal putusan ini dibacakan yang dihitung sejak penonaktifan sebagaimana keputusan DPP Nasdem,” imbuhnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Respons Uya Kuya Usai Putusan MKD Nyatakan Tidak Langgar Kode Etik

    Respons Uya Kuya Usai Putusan MKD Nyatakan Tidak Langgar Kode Etik

    Bisnis.com, JAKARTA – Surya Utama alias Uya Kuya menilai putusan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR kepada dirinya telah dilakukan secara profesional.

    Uya menghargai dan menerima keputusan MKD yang menyatakan bahwa dirinya tidak melanggar kode etik, serta diaktifkan kembali menjadi anggota DPR RI.

    Meskipun salah satu rekannya yakni Eko Hendro Purnomo alias Eko Patrio dinonaktifkan dari anggota DPR untuk beberapa bulan, Uya menilai hakim sudah objektif dalam memutuskan sanksi.

    “Sangat objektif dan apa yang dibutuhkan itu memang sesuai dengan bukti-bukti dan juga saksi ahli yang sudah memberikan keterangan,” ujar Kader Partai PAN, dikutip Kamis (6/11/2025).

    Uya mengatakan perbuatan sebelumnya akan menjadi pembelajaran untuk kedepannya. Putusan ini nantinya disampaikan kepada Mahkamah Partai.

    Sebelumnya, Wakil Ketua MKD DPR Adang Daradjatun membacakan amar putusan sidang etik, Rabu (5/11/2025).

    Pertama, Adies Kadir tidak terbukti melanggar kode etik, diminta untuk berhati-hati dalam memberikan informasi dan menjaga perilaku untuk kedepannya, serta diaktifkan kembali menjadi anggota DPR.

    Kedua, Nafa Urbach dinyatakan terbukti melanggar kode etik, diminta berhati-hati menyampaikan informasi, dan dinonaktifkan selama tiga bulan sejak tanggal putusan ini dibacakan yang dihitung sejak penonaktifan Nafa Urbach sesuai keputusan DPP Partai Nasdem.

    Adapun bagi Ahmad Sahroni dinyatakan terbukti melanggar kode etik DPR dan dinonaktifkan selama 6 bulan sejak tanggal putusan dibacakan yang dihitung sejak penonaktifan Sahroni sesuai keputusan DPP Partai NasDem.

  • Top 3 News: Adies Kadir-Uya Kuya Lolos, Ini Hukuman Eko Patrio, Sahroni dan Nafa Urbach Terbukti Langgar Etik DPR

    Top 3 News: Adies Kadir-Uya Kuya Lolos, Ini Hukuman Eko Patrio, Sahroni dan Nafa Urbach Terbukti Langgar Etik DPR

    Liputan6.com, Jakarta – Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR memutuskan tiga anggota DPR melanggar etik buntut sikap hingga ucapan yang memicu emosi publik saat demo beberapa Waktu lalu. Itulah top 3 news hari ini.

    Mereka yang didakwa melanggar etik adalah Ahmad Sahroni, Eko Patrio dan Nafa Urbach. Sementara, Adies Kadir dan Uya Kuya lolos dari hukuman. Putusan dibacakan Wakil Ketua MKD Adang Darojatun, Rabu 5 November 2025.

    Adang mengatakan, tiga anggota DPR yang terbukti melanggar etik tersebut mendapatkan hukuman penonaktifan sebagai anggota DPR. Akan tetapi, masa hukuman ketiganya bervariasi.

    Sementara itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap fakta lain di balik kasus dugaan pemerasan yang dilakukan Gubernur Riau Abdul Wahid.

    Para kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) di Dinas PUPR PKPP ternyata terpaksa meminjam uang ke bank sampai gadai sertifikat demi memenuhi permintaan Gubernur Riau.

    Untuk diketahui, Gubernur Riau meminta ‘jatah preman’ ke anak buahnya di Dinas PUPR. Disepakatilah besaran fee untuk gubernur seperti yang diminta yakni 5 persen atau sekitar Rp 7 miliar.

    Hasil pertemuan tersebut kemudian dilaporkan kepada MAS dengan kode ‘7 batang’. Setelah ada kesepakatan tersebut, terjadilah tiga kali setoran fee jatah untuk Abdul Wahid terhitung sejak Juni-November 2025. Totalnya mencapai Rp 4,05 miliar.

    Berita terpopuler lainnya di kanal News Liputan6.com adalah terkait kematian Prada Lucky membuka sisi kelam dalam lingkungan militer yang dijalaninya. Sesama prajurit memilih diam dan acuh dengan kondisi yang mereka lihat di sekitar.

    Saat itu, banyak luka di tubuh Prada Lucky dan tampak jelas. Tetapi, tak satupun rekan-rekannya memberikan pertolongan berarti. Fakta itu terungkap dalam sidang lanjutan kasus penganiayaan hingga tewas di Pengadilan Militer III-16 Mataram.

    Oditur Militer Letkol Chk Yusdiharto lantas menyoroti sikap cuek para prajurit saat melihat kondisi temannya tidak baik-baik saja.

    Berikut deretan berita terpopuler di kanal News Liputan6.com sepanjang Rabu 5 November 2025:

    Mahkamah Kehormatan Dewan DPR menyatakan Nafa Urbach terbukti melanggar kode etik. Ia dijatuhi hukuman nonaktif selama tiga bulan dan diminta berhati-hati dalam berpendapat di publik. Sidang juga memutuskan sanksi serupa bagi Ahmad Sahroni dan Eko Pa…