Tag: Uya Kuya

  • Di Hari yang Sama Tinjau Bencana Sumatera, Zulhas dan Rombongan Politisi PAN Hadiri Pesta Pernikahan di Padang

    Di Hari yang Sama Tinjau Bencana Sumatera, Zulhas dan Rombongan Politisi PAN Hadiri Pesta Pernikahan di Padang

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Aksi para politisi Partai Amanat Nasional (PAN) saat meninjau bencana di Sumatera menuai sorotan. Kunjungan itu dilakukan pada Minggu (30/11/2025) di Sumatera Barat.

    Mereka adalah Ketua Umum PAN sekaligus Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan, Wakil Ketua Umum PAN sekaligus Utusan Khusus Presiden Bidang Pariwisata, Zita Anjani. Serta sejumlah politisi partai itu seperti Verrel Bramasta, EKo Patrio, dan Uya Kuya.

    Belakangan terungkap, selain meninjau bencana. Rombongan kader PAN itu juga menghadiri pernikahan anak dari salah satu petinggi PAN di Padang, Sumatera Barat.

    Dia adalah Indah Arista, putri bungsu H Arisal Aziz. Salah satu petinggi PAN yang juga pemilik perusahaan PT Indah Logistik Cargo.

    Resepsi tersebut bersamaan dengan kedatangan Zulhas dan rombongan di Sumatera. Tepatnya pada 30 November 2025.

    Momen para rombongan tersebut menghadiri resepsi, fotonya tersebar di media sosial. Salah satunya diunggah Instagram @noise_talks.

    Terlihat di foto tersebut, Zulhas bersama Eko Patrio, Zita Anjani, Verrel Bramasta, hingga Uya Kuya duduk di satu meja bundar.

    Di foto lain, rombongan berfoto di pelaminan bersama dua mempelai. Mereka Tampak senyum sumringah.
    (Arya/Fajar)

  • 7
                    
                        Tangis dan Maaf Ibu Penjarah Rumah Uya Kuya: Maafkan Pak, Anak Saya 3 Bulan Enggak Pulang
                        Megapolitan

    7 Tangis dan Maaf Ibu Penjarah Rumah Uya Kuya: Maafkan Pak, Anak Saya 3 Bulan Enggak Pulang Megapolitan

    Tangis dan Maaf Ibu Penjarah Rumah Uya Kuya: Maafkan Pak, Anak Saya 3 Bulan Enggak Pulang
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com – 
    Suasana haru mewarnai sidang kasus penjarahan rumah milik politikus PAN, Surya Utama atau Uya Kuya, di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Rabu (3/12/2025).
    Usai memberikan keterangan sebagai saksi, Uya Kuya didatangi beberapa anggota keluarga para terdakwa yang telah menunggunya di luar ruang sidang.
    Ibu dari salah satu terdakwa menghampiri Uya Kuya sambil menangis dan memohon maaf atas peristiwa yang menimpa sang pesohor.
    “Maafin ya, Pak. Maafkan, anak saya sudah tiga bulan enggak pulang,” ucap salah satu keluarga sembari memegang tangan Uya Kuya di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Rabu.
    Uya Kuya terlihat berusaha menenangkan keluarga tersebut. Ia mengatakan bahwa sejak awal sudah memaafkan para terdakwa, tetapi proses hukum tetap menjadi kewenangan aparat.
    “Ibu dengarkan saya, saya sudah maafkan dari awal, selanjutnya biar pihak berwenang, kalau keringanan bukan wewenang saya,” jawab Uya Kuya.
    Sebelum sidang ditutup, suasana ruang persidangan sempat berubah haru ketika keempat terdakwa kasus penjarahan meminta maaf secara langsung di hadapan majelis hakim. Mereka adalah Dimas Dwiki, Reval Ahmad, Anisa, dan Warda Wahdatullah.
    Momen itu terjadi setelah majelis hakim yang dipimpin Immanuel menanyakan kepada Uya Kuya soal kesediaannya menerima permintaan maaf para terdakwa.
    “Saudara Surya Utama, atau Saudara Uya Kuya ya. Ini kesempatan pertama saudara di persidangan ini. Saya hanya ingin merespons apa yang saudara katakan tadi, bahwa secara kemanusiaan saudara sudah memaafkan mereka. Biarlah hukum yang akan menyelesaikan masalah ini,” ujar Hakim Immanuel.
    Hakim kemudian kembali memastikan apakah Uya bersedia menerima permintaan maaf tersebut.
    “Jika keempat orang ini hari ini ingin meminta maaf secara pribadi kepada saudara dari sisi kemanusiaan, saudara bersedia menerima maaf dan salamnya?” tanya Hakim.
    “Intinya, Yang Mulia, sebelum mereka meminta maaf pun saya sudah memaafkan mereka,” kata Uya.
    Uya Kuya kemudian diminta maju bersama dua saksi lainnya, yaitu Riziansyah dan Abdurahman. Majelis hakim meminta Uya dan para saksi berdiri di depan ruang sidang untuk menerima permohonan maaf.
    “Silakan. Kita anggap sama-sama sebagai korban. Yang mau meminta maaf secara pribadi, silakan,” ucap hakim ketua.
    Uya Kuya menyebut bahwa mertua serta kucing-kucing peliharaannya masih tinggal di rumah kontrakan setelah rumahnya dijarah oleh sekelompok orang tidak dikenal.
    “Mertua saya sampai sekarang masih ngontrak rumah. Kontrakan rumah. Kucing-kucing saya juga masih saya kontrakan rumah juga khusus, gitu kan,” ucap Uya.
    Uya memastikan akan segera merenovasi rumahnya yang rusak akibat penjarahan tersebut.
    “Ya saya renovasi lah saya, karena berantakan sekali ya. Dan ya mungkin akan dilakukan renovasi sudah mulai minggu-minggu ini lah ya,” imbuh dia.
    Gregorius, pengacara Anisa, membantah kliennya terlibat dalam aksi penjarahan tersebut.
    Ia mengeklaim bahwa saat kejadian, Anisa hanya datang untuk merekam dan membantu mengangkat televisi yang diduga milik Uya Kuya.
    “Dia hadir di situ hanya untuk merekam terjadinya kerusuhan, diajak oleh teman, dan tidak tahu-menahu bahwa TV yang dia minta bantuan untuk diangkat itu, itu adalah barang curian,” ucap Gregorius
    Gregorius juga membantah bahwa kliennya ikut terprovokasi oleh kelompok tertentu untuk melakukan aksi penjarahan di
    rumah Uya Kuya
    .
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pengacara Bantah Kliennya Ikut Penjarahan Rumah Uya Kuya, Klaim Diminta Bantu Angkat TV
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        3 Desember 2025

    Pengacara Bantah Kliennya Ikut Penjarahan Rumah Uya Kuya, Klaim Diminta Bantu Angkat TV Megapolitan 3 Desember 2025

    Pengacara Bantah Kliennya Ikut Penjarahan Rumah Uya Kuya, Klaim Diminta Bantu Angkat TV
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Gregorius, pengacara Anisa, salah satu terdakwa kasus penjarahan rumah politikus PAN, Surya Utama atau Uya Kuya, membantah kliennya terlibat dalam aksi penjarahan tersebut.
    Ia Mengeklaim bahwa saat kejadian, Anisa hanya datang untuk merekam dan membantu mengangkat televisi yang diduga milik Uya Kuya.
    “Dia hadir di situ hanya untuk merekam terjadinya kerusuhan, diajak oleh teman, dan tidak tahu-menahu bahwa TV yang dia minta bantuan untuk diangkat itu, itu adalah barang curian,” ucap Gregorius di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Rabu (3/12/2025).
    Gregorius juga membantah bahwa kliennya ikut terprovokasi oleh kelompok tertentu untuk melakukan aksi penjarahan di rumah Uya Kuya.
    “Ya sebetulnya, kalau klien kami tidak terprovokasi, dia diajak oleh teman untuk menonton ya, itu dua konteks yang berbeda,” ungkap Gregorius.
    Gregorius berharap kliennya dapat dibebaskan dalam kasus ini.
    “Tapi harapan kita adalah klien kita dibebaskan. Karena ya tidak ada satu unsur pun yang didakwakan kepada klien kami itu memenuhi unsurnya,” jelasnya.
    Sebelumnya, dalam kasus
    penjarahan rumah Uya Kuya
    , ada empat terdakwa, yakni Reval Ahmad, Anisa Safitri, Warda Wahdatullah, dan Dimas Dwiki Rhamadani.
    Rumah mertua Uya Kuya di Duren Sawit, Jakarta Timur, mengalami kerusakan setelah digeruduk massa pada Sabtu (30/8/2025) sore.
    Awalnya, pada 30 Agustus 2025 sekitar pukul 21.50 WIB, Anisa dihubungi Warda dan diajak ke rumah Uya Kuya yang saat itu dipenuhi kerumunan warga yang mengambil barang berharga.
    Atas perbuatannya, mereka didakwa melanggar Pasal 363 ayat (1) ke-3 dan ke-4 KUHP tentang pencurian yang dilakukan pada malam hari, di rumah atau pekarangan tertutup, serta secara bersama-sama.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pengacara Bantah Kliennya Ikut Penjarahan Rumah Uya Kuya, Klaim Diminta Bantu Angkat TV
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        3 Desember 2025

    Pengacara Bantah Kliennya Curi Kucing Uya Kuya, Klaim Hanya Ingin Menyelamatkan Megapolitan 3 Desember 2025

    Pengacara Bantah Kliennya Curi Kucing Uya Kuya, Klaim Hanya Ingin Menyelamatkan
    Tim Redaksi

    JAKARTA, KOMPAS.com —
    Pengacara terdakwa penjarahan rumah
    Uya Kuya
    ,
    Dimas Dwiki
    , Andi Irfan, membantah kliennya mencuri kucing milik politikus PAN itu. Ia menegaskan Dimas hanya membawa pulang kucing tersebut karena berniat menyelamatkan, bukan mengambilnya sebagai bagian dari aksi penjarahan.
    Andi menjelaskan bahwa saat kerusuhan terjadi, Dimas berada di lokasi hanya untuk menonton dan merekam situasi. Pada momen itu, seekor kucing mendekati kliennya.
    “Terus ya terdorong untuk kemudian masuk ke lokasi, enggak buat kerusakan, tapi ada kucing datang ke dekatnya dia. Diambillah kucing itu, dibawalah pulang dalam usaha untuk niat menyelamatkan,” ujar Andi Irfan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Rabu (3/12/2025).
    Ia menambahkan, setelah dibawa pulang, kucing tersebut kemudian dibeli oleh seorang tetangga.
    “Kemudian oleh tetangga dia dibelilah itu kucing (Rp 1,5 juta), yang selanjutnya kucing itu diserahkan ke
    Sherina Munaf
    , dan dari Serina kemudian ke Uya Kuya,” jelasnya.
    Andi menyampaikan bahwa pihaknya akan menghadirkan Sherina sebagai saksi pada persidangan pekan depan.
    “Besok, minggu depan. Minggu depan Serina dihadirkan bersama saksi kami,” tuturnya.
    Lebih lanjut, Andi mengungkapkan, pihaknya sempat mengajukan
    restorative justice
    (RJ) untuk para terdakwa dalam perkara ini. Namun, pelapor yang merupakan kerabat Uya Kuya tidak merespons.
    “Saya berkontak (dengan pelapor) ‘Izin Pak Salman, apakah beliau bersedia untuk RJ (Restorative Justice)?’ Enggak dijawab WhatsApp saya. Keluarga juga coba kontak begitu, yang enggak direspons hingga sekarang,” kata Andi.
    Ia mengaku juga telah menghubungi Kapolres Jakarta Timur terkait kemungkinan RJ.
    “Saya juga berkontak ke Kapolres Jakarta Timur, beliau bilang, ‘Ini laporan, Pak.’ Kalau laporan, ini bukan LP A kalau polisi yang lapor, ya sudah bisa itu polisi yang ngedamein. Tapi kalau LP B dari masyarakat,” ujarnya.
    Dalam kasus ini, empat orang terdakwa adalah Reval Ahmad, Anisa Safitri, Warda Wahdatullah, dan Dimas Dwiki Rhamadani.
    Rumah mertua Uya Kuya di Duren Sawit, Jakarta Timur, mengalami kerusakan setelah digeruduk massa pada Sabtu (30/8/2025) sore.
    Pada malam harinya, sekitar pukul 21.50 WIB, Anisa dihubungi Warda dan diajak ke rumah tersebut yang saat itu telah dipenuhi warga mengambil barang-barang berharga.
    Sesampainya di lokasi, keduanya melihat Reval keluar dari rumah sambil membawa televisi 60 inci. Reval kemudian meminta bantuan untuk mengangkat barang itu dan membawanya ke bengkel miliknya di kawasan BKT, Jakarta Timur, dengan maksud dijual.
    Ketiganya ditangkap oleh Satreskrim Polres Jakarta Timur pada 8 September 2025.
    Atas perbuatannya, mereka didakwa melanggar Pasal 363 ayat (1) ke-3 dan ke-4 KUHP tentang pencurian pada malam hari di rumah atau pekarangan tertutup serta dilakukan secara bersama-sama.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Mertua dan Adik Ipar Uya Kuya Mengungsi Usai Lihat Berita Rumah Sahroni Dijarah
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        3 Desember 2025

    Mertua dan Adik Ipar Uya Kuya Mengungsi Usai Lihat Berita Rumah Sahroni Dijarah Megapolitan 3 Desember 2025

    Mertua dan Adik Ipar Uya Kuya Mengungsi Usai Lihat Berita Rumah Sahroni Dijarah
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Rumah politikus PAN Surya Utama atau Uya Kuya yang dijarah pada Agustus 2025 dihuni oleh mertua dan adik iparnya, Riziansyah.
    Sebelum penjarahan terjadi, ia dan keluarga sudah mengungsi ke tempat aman setelah melihat pemberitaan di media sosial.
    “Karena kami sudah lihat di media sosial, sudah ramai sekali, dan kami melihat rumahnya Pak Ahmad Sahroni sudah didatangi massa. Dan di media sosial itu sudah di-
    mention
    rumah kami, alamat jelasnya. Jadi kami sekeluarga meninggalkan rumah jam 16.30 WIB,” jelas Riziansyah dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Rabu (3/12/2025).
    “Jadi siapa yang tinggal di situ pada waktu jam 23.00 WIB itu (saat kejadian). Apakah tidak ada lagi orang yang tinggal di situ?” tanya Hakim Immanuel.
    Riziansyah menyebut, rumah tersebut kosong saat kejadian.
    Meski tak ada di dalam rumah tersebut, ia bersama sejumlah penjaga rumah
    Uya Kuya
    masih berada di sekitar lokasi.
    “Saya pun sebenarnya di sana yang mulia, tapi saya tidak ada di rumah, tapi saya ada di sekitar rumah saja,” jawab Riziansyah.
    Riziansyah mengaku berkoordinasi dengan Uya Kuya terkait keadaan rumah usai penjarahan.
    “Lalu kapan ada kesepakatan kalian untuk melaporkan hal ini kepada yang berwajib, kepada pihak kepolisian?” tanya Hakim.
    “Langsung di hari Minggunya (melapor Polisi) itu Pak Hakim,” kata Riziansyah.
    Dalam kasus penjarahan
    rumah Uya Kuya
    , ada empat terdakwa yakni Reval Ahmad, Anisa Safitri, Warda Wahdatullah, dan Dimas Dwiki Rhamadani.
    Rumah mertua Uya Kuya di Duren Sawit, Jakarta Timur, mengalami kerusakan setelah digeruduk massa pada Sabtu (30/8/2025) sore.
    Awalnya, pada 30 Agustus 2025 sekitar pukul 21.50 WIB, Anisa dihubungi Warda dan diajak ke rumah Uya Kuya yang saat itu dipenuhi kerumunan warga yang mengambil barang berharga.
    Sesampainya di lokasi, keduanya melihat Reval keluar dari rumah sambil membawa sebuah televisi 60 inci.
    Reval meminta bantuan untuk mengangkat barang tersebut dan membawa ke bengkel miliknya di kawasan BKT, Jakarta Timur, dengan tujuan dijual.
    Mereka kemudian ditangkap pada 8 September 2025 oleh Satreskrim Polres Jakarta Timur.
    Atas perbuatannya, mereka didakwa melanggar Pasal 363 ayat (1) ke-3 dan ke-4 KUHP tentang pencurian yang dilakukan pada malam hari, di rumah atau pekarangan tertutup, serta secara bersama-sama.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Mahasiswa Uji UU MD3 ke MK, Tuntut Mekanisme Pemecatan Anggota DPR oleh Rakyat

    Mahasiswa Uji UU MD3 ke MK, Tuntut Mekanisme Pemecatan Anggota DPR oleh Rakyat

    Mahasiswa Uji UU MD3 ke MK, Tuntut Mekanisme Pemecatan Anggota DPR oleh Rakyat
    Editor
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Lima mahasiswa menggugat Pasal 239 ayat (2) huruf d Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, dan DPRD (UU MD3) ke Mahkamah Konstitusi (MK).
    Kelima Pemohon dalam Perkara Nomor 199/PUU-XXIII/2025 tersebut adalah Ikhsan Fatkhul Azis (Pemohon I), Rizki Maulana Syafei (Pemohon II), Faisal Nasirul Haq (Pemohon III), Muhammad Adnan (Pemohon IV), dan Tsalis Khoirul Fatna (Pemohon V).
    Mereka mempersoalkan mekanisme pemberhentian anggota DPR melalui Majelis Kehormatan Dewan (MKD). Kelimanya pun meminta adanya mekanisme untuk rakyat bisa memberhentikan wakilnya di parlemen.
    “Permohonan a quo yang dimohonkan oleh Para Pemohon tidaklah berangkat dari kebencian terhadap DPR dan partai politik, melainkan sebagai bentuk kepedulian untuk berbenah. Para Pemohon tidak menginginkan ada lagi korban jiwa akibat kebuntuan kontrol terhadap DPR,” ujar Ikhsan yang hadir secara daring, dikutip Rabu (19/11/2025).
    Kehadiran Pasal 239 ayat (2) huruf d UU MD3 membuat terjadinya pengeksklusifan partai politik untuk memberhentikan anggota DPR.
    Pasalnya selama ini, partai politik kerap memberhentikan kadernya yang menjadi anggota DPR tanpa alasan jelas dan tidak mempertimbangkan prinsip kedaulatan rakyat.
    Sebaliknya ketika terdapat anggota DPR yang semestinya diberhentikan atas permintaan rakyat, partai politik justru tidak mengambil tindakan tersebut.
    Dalam dalilnya, Pemohon melihat tidak tersedianya mekanisme pemberhentian oleh konstituen dalam ketentuan pasal yang digugat tersebut.
    Hal tersebut membuat peran para Pemohon sebagai pemilih dalam pemilihan umum (pemilu) hanya sebatas prosedural formal, karena pemberhentian anggota DPR tidak lagi melibatkan rakyat. Padahal, suara rakyatlah yang membuat kader partai politik bisa duduk di kursi parlemen.
    Sejalan dengan implementasi kewenangan recall yang dimiliki partai politik, telah nyata terjadi praktik yang berseberangan dengan ketentuan UU MD3 dan kehendak rakyat.
    Hal tersebut terlihat dari Ahmad Sahroni, Nafa Indria Urbach, Surya Utama atau Uya Kuya, Eko Hendro Purnomo atau Eko Patrio, dan Adies Kadir yang dinonaktifkan setelah adanya desakan dari masyarakat.
    Menurut para Pemohon, alih-alih melakukan pemberhentian dan penggantian sesuai ketentuan UU MD3 sebagaimana tuntutan masyarakat, partai politik justru menjalankan praktik yang tidak diatur dalam UU MD3 dan justru menimbulkan kebingungan di tengah-tengah masyarakat.
    Dalam petitumnya, para Pemohon memohon kepada MK untuk menyatakan Pasal 239 ayat (2) huruf d UU MD3 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai bahwa diusulkan oleh partai politiknya dan/atau konstituen di daerah pemilihannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
    Sidang Perkara Nomor 199/PUU-XXIII/2025 dipimpin Hakim Konstitusi Suhartoyo dengan didampingi Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh dan Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah.
    Sebelum menutup persidangan, Suhartoyo mengatakan permohonan ini akan disampaikan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim yang terdiri dari sembilan hakim konstitusi untuk menyimpulkan apakah permohonan ini bisa diputus tanpa sidang pemeriksaan atau harus dilakukan sidang pemeriksaan untuk pembuktian lebih lanjut.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Penjelasan Ketua DPR Soal Aktifnya Adies Kadir dan Uya Kuya Tak Diumumkan di Paripurna

    Penjelasan Ketua DPR Soal Aktifnya Adies Kadir dan Uya Kuya Tak Diumumkan di Paripurna

    Sebelumnya, Wakil Ketua DPR Cucun Ahmad Syamsurijal menyampaikan bahwa MKD telah mengirimkan surat kepada pimpinan DPR terkait hasil sidang etik Adies Kadir dan Uya Kuya.

    Ia menyebut keputusan tersebut akan disampaikan terlebih dahulu dalam rapat paripurna sebelum keduanya kembali aktif.

    “Ya nanti diumumkan dulu di paripurna,” ujar Wakil Ketua DPR Cucun Ahmad Syamsurijal di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (6/11/2025).

    “Jadi pimpinan MKD sudah berkirim surat ke pimpinan DPR, Untuk semua keputusan yang diambil oleh MKD itu, untuk disampaikan di rapat paripurna,” jelasnya.

     

  • Disanksi Nonaktif oleh MKD, Surya Paloh Tak Berniat Ganti Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach

    Disanksi Nonaktif oleh MKD, Surya Paloh Tak Berniat Ganti Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Ketua Umum NasDem, Surya Paloh angkat suara terkait keputusan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) yang menjatuhkan sanksi terhadap dua kadernya di DPR RI.

    Surya Paloh menegaskan, Partai Nasdem menghormati putusan MKD DPR RI yang menjatuhkan sanksi terhadap legislator DPR RI, Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach.

    Terlebih lagi menurut dia, Partai NasDem sudah memutuskan Sahroni dan Nafa nonaktif sebagai anggota DPR RI. Dan putusan MKD DPR RI hanya menindaklanjuti apa yang telah diputuskan Nasdem melalui putusan di MKD.

    Penegasan Surya Paloh tersebut disampaikan saat membuka acara Fun Walk di Nasdem Tower, Jakarta Pusat, Minggu (9/11).

    “Itu mekanisme DPR yang harus kami hormati, kan. Partai sudah memberikan nonaktif, MKD melaksanakan prosesnya, sebagaimana mekanisme yang ada di dewan,” ujar pemilik Media Group itu, Minggu.

    Paloh mengatakan NasDem tidak berencana mengganti Sahroni dan Nafa di DPR setelah putusan nonaktif terhadap keduanya.

    “Sampai saat ini belum. Maksudnya memang kami, menghormati, ya, semua proses itu,” ujarnya.

    Sebelumnya, MKD membuat putusan terhadap lima legislator nonaktif terkait kasus pelanggaran etik. Tiga dari lima legislator nonaktif terbukti melanggar kode etik dan disanksi nonaktif dengan waktu beragam.

    Wakil Ketua MKD Adang Daradjatun menjadi figur yang membacakan putusan lima legislator nonaktif, yakni Adies Kadir, Nafa Urbach, Surya Utama atau Uya Kuya, Eko Hendro Purnomo atau Eko Patrio, serta Ahmad Sahroni.

    Mereka yang dinyatakan terbukti melanggar etik ialah Nafa, Eko Patrio, dan Ahmad Sahroni, sedangkan Adies serta Uya Kuya tidak terbukti bersalah. (fajar)

  • Kembali jadi Wakil Ketua DPR, Adies Kadir Tangani Masalah Tanah Warga Surabaya

    Kembali jadi Wakil Ketua DPR, Adies Kadir Tangani Masalah Tanah Warga Surabaya

    Sebelumnya, hasil keputusan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR akan dibacakan dalam Rapat Paripurna DPR.

    Adapun, pengumuman resmi di paripurna termasuk terkait pemulihan status Wakil Ketua DPR Adies Kadir dan Anggota DPR Fraksi PAN Surya Utama alias Uya Kuya.

    “Ya nanti diumumkan dulu di paripurna,” ujar Wakil Ketua DPR Cucun Ahmad Syamsurijal di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis 6 November 2025.

    Menurut Cucun, MKD sudah berkirim surat kepada pimpinan terkait hasil sidang etik, nantinya keputusan MKD harus disampaikan terlebih dahulu dalam rapat paripurna.

    “Jadi pimpinan MKD sudah berkirim surat ke pimpinan DPR, Untuk semua keputusan yang diambil oleh MKD itu, untuk disampaikan di rapat paripurna,” ujarnya.

    Oleh karena itu, Cucun menyebut aktifnya kedua anggota itu baru bisa dilakukan usai paripurna.

    “Ya belum tahu, kan nanti harus Rapim dan Bamus jadwal paripurna itu,” ujarnya.

     

  • MKD Sanksi Penonaktifan Sahroni dan Nafa Urbach, Surya Paloh: Hormati Proses, Belum PAW

    MKD Sanksi Penonaktifan Sahroni dan Nafa Urbach, Surya Paloh: Hormati Proses, Belum PAW

    Berikut isi putusan lengkap MKD terhadap lima anggota DPR tersebut:

    Adies Kadir

    1. Menyatakan teradu satu, Adies Kadir, tidak terbukti melanggar kode etik.

    2. Meminta teradu satu, Adies Kadir, untuk berhati-hati dalam menyampaikan informasi, serta menjaga perilaku untuk ke depannya.

    3. Menyatakan teradu satu, Adies Kadir, diaktifkan sebagai anggota DPR RI terhitung sejak putusan ini dibacakan.

    Nafa Urbach

    4. Menyatakan teradu dua, Nafa Indria Urbach, terbukti melanggar kode etik.

    5. Meminta teradu dua, Nafa Urbach, untuk berhati-hati dalam menyampaikan pendapat serta menjaga perilaku untuk ke depannya.

    6. Menyatakan teradu dua, Nafa Urbach, nonaktif selama 3 bulan berlaku sejak tanggal putusan ini dibacakan yang dihitung sejak penonaktifan yang bersangkutan sebagaimana keputusan DPP Partai Nasdem.

    Uya Kuya

    7. Menyatakan teradu tiga, Surya Utama, tidak terbukti melanggar kode etik.

    8. Menyatakan teradu tiga, Surya utama, diaktifkan sebagai anggota DPR RI terhitung sejak keputusan ini dibacakan.

    Eko Patrio

    9. Menyatakan teradu empat, Eko Hendro Purnomo, terbukti melanggar kode etik DPR RI.

    10. Menghukum teradu empat, Eko Hendro Purnomo, nonaktif selama 4 bulan berlaku sejak tanggal putusan ini dibacakan, yang dihitung sejak penonaktifan yang bersangkutan sebagaimana keputusan DPP PAN.

    Ahmad Sahroni

    11. Menyatakan teradu lima, Ahmad Sahroni, terbukti telah melanggar kode etik DPR RI.

    12. Menghukum teradu lima, Ahmad Sahroni, nonaktif selama 6 bulan berlaku sejak putusan ini dibacakan yang dihitung sejak penonaktifan yang bersangkutan sebagaimana keputusan DPP Nasdem.

    13. Menyatakan teradu 1, teradu 2, teradu 3, teradu 4, dan teradu 5 selama masa penonaktifan tidak mendapatkan hak keuangan.

    Putusan ini ditetapkan dalam Permusyawaratan MKD pada hari Rabu 5 November 2025 yang dihadiri pimpinan dan anggota MKD, dibacakan dalam sidang MKD, pada Rabu 5 November 2025, serta menghasilkan putusan final dan mengikat sejak tanggal dibacakan.