Tag: Usman Hamid

  • Dinilai Diskriminatif, Amnesty International Kritik Kebijakan Pergub Jakarta Izinkan ASN Poligami – Halaman all

    Dinilai Diskriminatif, Amnesty International Kritik Kebijakan Pergub Jakarta Izinkan ASN Poligami – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid angkat bicara soal kebijakan Penjabat Gubernur Jakarta Teguh Setyabudi yang menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) izinkan poligami bagi Aparatur Sipil Negara (ASN). 

    Menurutnya kebijakan tersebut bertentangan dengan Kovenan ICCPR.

    Selain itu ditegaskannya aturan tersebut juga diskriminatif. 

    “Praktik poligami bertentangan dengan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) dan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) yang telah diratifikasi oleh Indonesia,” kata Usman Hamid, Minggu (19/1/2025). 

    Kedua perjanjian HAM internasional tersebut, kata Usman telah menegaskan poligami merupakan bentuk diskriminasi terhadap perempuan karena menciptakan ketidaksetaraan dalam relasi pernikahan.

    “Jelas bahwa Pergub tersebut bertentangan dengan prinsip-prinsip kesetaraan gender dan hak asasi manusia yang telah dijamin oleh peraturan nasional dan internasional,” terangnya. 

    Komite HAM Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) yang bertugas mengawasi pelaksanaan ICCPR, lanjutnya telah menegaskan bahwa poligami harus dihapuskan. 

    “Karena praktik tersebut merendahkan martabat perempuan dan melanggar prinsip kesetaraan dalam pernikahan,” tegasnya. 

    Diketahui Kebijakan aparatur sipil negara (ASN) di Jakarta  boleh memiliki istri lebih dari satu atau poligami membuat Penjabat (Pj.) Gubernur Jakarta Teguh Setyabudi menjadi sorotan.

    Kebijakan diperbolehkannya ASN poligami tercantum dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 2 tahun 2025.

    Teguh Setyabudi membantah Pergub itu mendukung ASN berpoligami.

    Menurut Teguh, Pergub yang mengatur tentang Tata Cara Pemberian Izin Perkawinan dan Perceraian tersebut dibuat justru untuk melindungi keluarga ASN. 

    “Yang diviralkan adalah seakan-akan kami itu mengizinkan poligami, itu sama sekali tidak ada dalam semangat kami,” kata Teguh kepada wartawan di Ecovention Ancol, Jakarta Utara, Jumat (17/1/2025). 

    Dilansir WartaKotaLive, Teguh menjelaskan pada aturan itu ASN yang hendak berpoligami atau bercerai harus mendapat izin atasan.  

    “Memang kita ingin agar perkawinan, perceraian yang dilakukan oleh ASN di DKI Jakarta itu bisa benar-benar terlaporkan sehingga itu nanti juga untuk kebaikan,” ungkap Teguh. 

    Teguh menegaskan terbitnya peraturan tersebut bukan berarti untuk melanggengkan poligami. 

    “Melindungi katakanlah misalnya, mantan istrinya dan anak-anaknya, itu kita lindungi. Bukan justru sebaliknya,” tambahnya. 

    Isi Pergub Nomor 2 Tahun 2025

    Sebelumnya diberitakan ASN laki-laki di lingkungan Pemprov Jakarta kini diizinkan poligami atau beristri lebih dari satu orang.

    Regulasi itu tertuang dalam Pergub Nomor 2 Tahun 2025 tentang Tata Cara Pemberian Izin Perkawinan dan Perceraian yang diterbitkan pada 6 Januari lalu.

    Dalam Pasal 4 Pergub itu dijelaskan bahwa ASN pria di lingkungan Pemprov diperbolehkan berpoligami alias memiliki istri lebih dari satu. 

    Meski demikian, ada sejumlah aturan yang harus dipatuhi bila seorang ASN pria ingin memiliki istri lebih dari satu, salah satunya harus memiliki dari gubernur, sekretaris daerah, dan kepala perangkat daerah (PD) bagi pegawai ASN yang bertugas pada perangkat daerah dan unit pelaksana teknis (UPT).

    Kemudian, bagi pegawai ASN yang bertugas di kota administrasi/kabupaten administrasi wajib mengantongi izin dari wali kota/bupati.

    Selanjutnya, pegawai ASN yang bertugas pada biro harus memiliki izin dari kepala biro.

    Terakhir, bagi pegawai ASN yang bertugas pada Unit Kerja Perangkat Daerah (UKPD) di tingkat kota administrasi-kabupaten administrasi/kecamatan/kelurahan dan UKPD di bawah koordinasi suku dinas/suku basan harus mengantongi izin Kepala UKPD masing-masing.

    “Pegawai ASN pria yang akan beristri lebih dari seorang, wajib memperoleh izin dari pejabat yang berwenang sebelum melangsungkan perkawinan,” demikian aturan yang tertulis dalam Ayat (1) Pasal 4 Pergub Nomor 2/2025 dikutip Jumat (17/1/2025).

    Bagi ASN pria di lingkungan Pemprov Jakarta yang tak melakukan kewajiban memperoleh izin dari atasan sebelum melangsungkan pernikahan bakal dijatuhi sanksi hukuman disiplin berat.

    Pada Pasal 5 Pergub itu juga dijelaskan bahwa izin bisa diberikan apabila pegawai ASN pria tersebut memenuhi sejumlah kriteria.

    Syarat pertama adalah alasan yang diperbolehkan untuk melakukan perkawinan adalah istri tidak dapat menjalankan kewajibannya, istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan, atau, istri tidak dapat melahirkan keturunan setelah 10 tahun perkawinan.

    Syarat selanjutnya adalah mendapat persetujuan istri atau para istri secara tertulis, mempunyai penghasilan yang cukup untuk membiayai para istri dan para anak. 

    Kemudian, sanggup berlaku adil terhadap para istri dan para anak, tidak mengganggu tugas kedinasan, dan memiliki putusan pengadilan mengenai izin beristri lebih dari seorang.

    Namun, izin beristri lebih dari satu tidak dapat diberikan jika:

    a. bertentangan dengan ajaran/peraturan agama yang dianut Pegawai ASN yang bersangkutan;

    b. tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud;

    c. bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

    d. alasan yang dikemukakan bertentangan dengan akal sehat; dan/atau

    e. mengganggu pelaksanaan tugas kedinasan.

    Sebagai informasi tambahan, regulasi soal izin ASN berpoligami bukan hal baru.

    Hal ini justru sudah diatur sejak tahun 1990 lewat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil.

  • Sentilan Menohok Usman Hamid soal Polemik Mobil Dinas RI 36 Raffi Ahmad

    Sentilan Menohok Usman Hamid soal Polemik Mobil Dinas RI 36 Raffi Ahmad

    loading…

    Mobil Lexus nomor polisi RI 36 milik Raffi Ahmad jadi sorotan setelah Patwal yang mengawalnya diduga arogan dan menunjuk-nunjuk. Foto/Ist

    JAKARTA – Arogansi petugas patroli dan pengawalan (patwal) mobil RI 36 di tengah kemacetan Jalan Sudirman-Thamrin, Jakarta terus menuai kritikan. Utusan Khusus Presiden (UKP) Bidang Pembinaan Generasi Muda dan Pekerja Seni Raffi Ahmad sudah mengakui RI 36 tersebut merupakan mobil dinasnya.

    Namun, suami Nagita Slavina itu mengklaim tidak berada di dalam mobil Lexus RI 36 saat patwalnya bersikap arogan di jalan. Ketika insiden itu terjadi, Raffi mengaku mobil tersebut dalam perjalanan menjemputnya.

    Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid memberikan sentilan menohok. Usman menilai arogansi patwal mobil RI 36 itu tidak hanya melanggar Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

    “Tetapi juga mencerminkan arogansi aparat dan pejabat serta budaya kebal hukum yang terus dipelihara oleh pihak-pihak yang memiliki kekuasaan di negeri ini,” kata Usman kepada SINDOnews, Minggu (12/1/2025).

    Dia pun mengingatkan bahwa Raffi Ahmad bukanlah pejabat pimpinan lembaga negara yang memiliki hak untuk mendapat pengawalan prioritas di jalan raya sebagaimana diatur dalam Pasal 134 dan Pasal 135 UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

    Maka itu, menurut dia, penggunaan patwal secara semena-mena oleh pejabat publik dan tokoh yang dekat dengan kekuasaan tidak hanya melanggar aturan, tetapi juga menimbulkan keresahan di tengah masyarakat. “Jalan yang dipakai kan jalan umum, dibiayai oleh pajak rakyat,” tegasnya.

    Baca Juga: Presidential Threshold Dihapus, Capres Tunggal Pupus

    Dia berpendapat, warga sesama pengguna jalan yang taat aturan wajar kesal dan merasa dirugikan dan diperlakukan tidak adil ketika terpaksa mengalah demi memberikan jalan kepada kendaraan yang seharusnya tidak memiliki prioritas seperti yang diatur undang-undang.

    “Sebagai Utusan Khusus Presiden Bidang Pembinaan Generasi Muda dan Pekerja Seni, Raffi seharusnya memberi contoh kepada warga sekaligus menyuruh stafnya agar taat peraturan saat berkendara,” pungkasnya.

    (rca)

  • TNI: 3 Prajurit AL Tersangka Penembakan Bos Rental Mobil di Tangerang Diadili di Pengadilan Militer – Halaman all

    TNI: 3 Prajurit AL Tersangka Penembakan Bos Rental Mobil di Tangerang Diadili di Pengadilan Militer – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Tiga prajurit TNI AL yang menjadi tersangka kasus penembakan bos rental mobil di Tangerang, Banten, akan diadili melalui pengadilan militer. 

    Pernyataan ini disampaikan oleh Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI, Mayjen TNI Hariyanto, merespons adanya desakan agar ketiga prajurit TNI tersebut bisa diadili melalui pengadilan umum.

    “Terkait desakan publik agar anggota TNI yang melakukan tindak pidana harus diadili di peradilan sipil/umum tidak dapat dilaksanakan karena militer aktif,” kata Hariyanto kepada Kompas.com, Kamis (9/1/2025).

    Kapuspen lantas menjabarkan aturan mengenai mekanisme prajurit TNI yang terlibat kasus hukum.

    Anggota TNI aktif yang terlibat kasus hukum akan diadili melalui pengadilan militer sesuai dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.

    “Sesuai dengan UU 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer, pada Pasal 9 ayat 1 huruf a, menyebutkan bahwa pengadilan militer berwenang mengadili prajurit yang pada saat melakukan tindak pidana adalah militer aktif,” tegasnya.

    Adapun ketiga tersangka ini disebut masih aktif sebagai anggota TNI. Maka dari itu, lanjut Kapuspen, permasalahan tiga tersangka dari TNI akan ditangani di pengadilan militer.

    “Dengan demikian, terhadap permasalahan tiga prajurit TNI tersebut akan diadili di Pengadilan Militer karena ketiga prajurit TNI tersebut tunduk pada justisiabel Pengadilan Militer,” pungkas Kapuspen.

    Sebelumnya, desakan agar kasus hukum yang melibatkan TNI-Polri diadili melalui peradilan umum disampaikan oleh Amnesty International Indonesia.

    Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengungkapkan hal ini karena kasus yang melibatkan TNI-Polri marak terjadi. Amnesty pun mendesak pemerintah dan DPR RI untuk melakukan reformasi sistem peradilan militer dengan merevisi Undang-Undang Peradilan Militer No. 31 Tahun 1997.

    “Pelaku harus diadili melalui peradilan umum, bukan peradilan militer yang prosesnya cenderung tertutup dan tidak transparan. Oleh karena itu, kami mendesak pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk segera melakukan reformasi sistem peradilan militer dengan merevisi Undang-Undang Peradilan Militer No. 31 Tahun 1997,” terang Usman dalam keterangannya, Selasa (7/1/2025).

    Tersangka Anggota Pasukan Elite

    Diketahui dua di antara para tersangka merupakan anggota pasukan elit Komando Pasukan Katak (Kopaska) TNI AL, mengutip TribunJakarta.com.

    Sedangkan seorang lainnya anggota KRI Bontang, KRI Bontang yakni kapal tanker milik TNI AL.

    Sertu AA, Sertu RH, dan Kelasi Kepala BA saat ini dalam pemeriksaan Pusat Polisi Militer Angkatan Laut (Puspomal) berkoordinasi dengan pihak kepolisian dari Polda Banten.

    Hasil pemeriksaan terkini, diketahui hanya satu dari tiga oknum TNI AL itu yang melakukan penembakan.

    Danpuspomal Laksamana Muda TNI Samista mengatakan, satu oknum TNI AL itu menembak dua korban.

    “Ya jadi yang melakukan penembakan itu adalah satu orang, nembak kedua. Karena yang satunya itu kan dari hasil CCTV juga yang dikeroyok itu tadi,” kata Samista.

    Samista mengungkapkan, berdasarkan penelusuran CCTV, sempat terjadi keributan sebelum penembakan terjadi.

    Selalu Bawa Senpi

    Salah satu tersangka kasus penembakan yang tewaskan bos rental yakni Sertu AA, oknum TNI AL.

    Sertu AA rutin membawa senjata api ke manapun dirinya pergi.

    Hal itu tak terlepas dari statusnya yang juga bertugas sebagai ajudan, sehingga senjata apinya pun melekat.

    Panglima Koarmada RI Laksamana Madya TNI Denih Hendrata mengatakan, senjata api yang dibawa Sertu AA pada saat terlibat dalam kasus penembakan ini merupakan inventaris TNI AL.

    “Senjata itu senjata inventaris yang melekat, karena jabatan dari AA itu adalah ADC. Nah ADC ini ajudan,” kata Denih di Markas Koarmada RI, Senin (6/1/2025).

    Denih menyebut, berdasarkan standar operasional seorang ajudan, yang bersangkutan diwajibkan membawa senjata api ke manapun.

    Sertu AA pun dipastikan memiliki dokumen lengkap terkait kepemilikan senjata api itu.

    “Sehingga ketika dia dapat tugas itu sudah SOP, senjata itu melekat. Kemudian, tadi sudah dijawab ya bahwa ini sudah ada SOP-nya itu tadi. Ada surat perintahnya segala macam. Kemudian ya tentu bukan senjata rakitan,” ungkap Denih. (Kompas.com/Tribunnews)

  • 3
                    
                        TNI Tegaskan 3 Prajurit Tersangka Penembakan Bos Rental Diadili di Pengadilan Militer
                        Nasional

    3 TNI Tegaskan 3 Prajurit Tersangka Penembakan Bos Rental Diadili di Pengadilan Militer Nasional

    TNI Tegaskan 3 Prajurit Tersangka Penembakan Bos Rental Diadili di Pengadilan Militer
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Markas Besar (Mabes) TNI menegaskan, tiga prajurit TNI Angkatan Laut (AL) yang menjadi tersangka kasus penembakan bos rental di Tangerang tetap akan diadili melalui pengadilan militer.
    Pernyataan ini disampaikan oleh Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI, Mayjen TNI Hariyanto, merespons adanya desakan agar ketiga prajurit TNI tersebut bisa diadili melalui pengadilan umum.
    “Terkait desakan publik agar anggota TNI yang melakukan tindak pidana harus diadili di peradilan sipil/umum tidak dapat dilaksanakan karena militer aktif,” kata Hariyanto kepada Kompas.com, Kamis (9/1/2025).
    Kapuspen lantas menjabarkan aturan mengenai mekanisme prajurit TNI yang terlibat kasus hukum.
    Anggota TNI aktif yang terlibat kasus hukum akan diadili melalui pengadilan militer sesuai dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.
    “Sesuai dengan UU 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer, pada Pasal 9 ayat 1 huruf a, menyebutkan bahwa pengadilan militer berwenang mengadili prajurit yang pada saat melakukan tindak pidana adalah militer aktif,” tegasnya.
    Adapun ketiga tersangka ini disebut masih aktif sebagai anggota TNI.
    Maka dari itu, lanjut Kapuspen, permasalahan tiga tersangka dari TNI akan ditangani di pengadilan militer.
    “Dengan demikian, terhadap permasalahan tiga prajurit TNI tersebut akan diadili di Pengadilan Militer karena ketiga prajurit TNI tersebut tunduk pada justisiabel Pengadilan Militer,” pungkas Kapuspen.
    Sebelumnya, desakan agar kasus hukum yang melibatkan TNI-Polri diadili melalui peradilan umum disampaikan oleh Amnesty International Indonesia.
    Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengungkapkan hal ini karena kasus yang melibatkan TNI-Polri marak terjadi.
    Amnesty pun mendesak pemerintah dan DPR RI untuk melakukan reformasi sistem peradilan militer dengan merevisi Undang-Undang Peradilan Militer No. 31 Tahun 1997.
    “Pelaku harus diadili melalui peradilan umum, bukan peradilan militer yang prosesnya cenderung tertutup dan tidak transparan. Oleh karena itu, kami mendesak pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk segera melakukan reformasi sistem peradilan militer dengan merevisi Undang-Undang Peradilan Militer No. 31 Tahun 1997,” terang Usman dalam keterangannya, Selasa (7/1/2025).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 7
                    
                        [POPULER JABODETABEK] Prajurit TNI AL Beli Brio Bos Rental yang Ditembak Rp 40 Juta | Bos Rental Tewas Ditembak, Amnesty Desak TNI AL Diadili Peradilan Umum
                        Megapolitan

    7 [POPULER JABODETABEK] Prajurit TNI AL Beli Brio Bos Rental yang Ditembak Rp 40 Juta | Bos Rental Tewas Ditembak, Amnesty Desak TNI AL Diadili Peradilan Umum Megapolitan

    [POPULER JABODETABEK] Prajurit TNI AL Beli Brio Bos Rental yang Ditembak Rp 40 Juta | Bos Rental Tewas Ditembak, Amnesty Desak TNI AL Diadili Peradilan Umum
    Editor
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Berita tentang prajurit TNI Angkatan Laut (AL) membeli mobil milik bos rental yang ditembak ramai dibaca di kanal Megapolitan Kompas.com pada Rabu (8/1/2025).
    Sementara itu, berita tentang hukuman dari tiga prajurit TNI AL yang terlibat
    penembakan bos rental
    juga banyak dibaca.
    Kemudian, berita mengenai Amnesty Internasional Indonesia mendesak prajurit TNI AL diadili melalui peradilan umum turut menarik perhatian dan banyak dibaca.
    Berikut ini adalah paparan dari tiga berita populer Jabodetabek yang disebutkan di atas:
    Kapolda Banten, Irjen Suyudi Ario Seto, mengungkapkan bahwa seorang prajurit TNI AL membeli mobil Honda Brio milik Ilyas Abdurrahman (48), pemilik rental yang menjadi korban penembakan di rest area Tol Tangerang-Merak, seharga Rp 40 juta.
    “Mobil tersebut awalnya dijual oleh IS kepada oknum TNI AL berinisial AA melalui perantara SY dengan harga Rp 40 juta,” jelas Suyudi dalam keterangannya pada Selasa (7/1/2025).
    Sebelum dikuasai oleh anggota TNI AL, mobil Honda Brio tersebut disewa oleh Ajat Sudrajat dari Makmur Jaya Rental Mobil milik Ilyas di Kabupaten Tangerang.
    Hasil penyelidikan menunjukkan bahwa Ajat menyewa mobil itu menggunakan identitas palsu berupa KTP dan kartu keluarga (KK) yang sebelumnya telah disiapkan oleh IH, seseorang yang saat ini berstatus buron.
    “AS (Ajat Sudrajat) kemudian menyerahkan mobil tersebut kepada IH yang masih menjadi buron,” ungkap Suyudi.
    Dari situ, proses perpindahan tangan mobil antar pelaku pun dimulai. Mobil Honda Brio berwarna oranye itu diserahkan oleh Ajat kepada IH, yang lalu menjualnya kepada RH (juga berstatus buron) dengan harga Rp 23 juta.
    Baca selengkapnya di
    sini
    .
    Bos Makmur Jaya Rental Mobil, Ilyas Abdurrahman (48), meninggal dunia akibat ditembak oleh seorang prajurit TNI AL.
    Dalam peristiwa tersebut, Ramli Abu Bakar (59), seorang anggota Asosiasi Rental Mobil Indonesia (ARMI), juga menjadi korban dengan mengalami luka serius.
    Saat ini, Ramli tengah menjalani perawatan intensif di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta.
    Penembakan ini terjadi ketika Ilyas bersama timnya berupaya merebut kembali mobil Honda Brio berwarna oranye yang sebelumnya digelapkan oleh seorang penyewa bernama Ajat Sudrajat.
    Upaya ini melibatkan rangkaian kejadian yang cukup panjang. Sebelum insiden di rest area Km 45, Ilyas dan tim sempat melakukan pengejaran terhadap pelaku dari wilayah Pandeglang hingga Anyar.
    Hingga kini, total ada tujuh orang yang terlibat dalam kasus penggelapan dan penembakan tersebut.
    Pelaku terdiri dari empat warga sipil dan tiga prajurit TNI Angkatan Laut. Dua warga sipil berinisial IH dan RH masih dalam status buron dan masuk daftar pencarian orang (DPO).
    Baca selengkapnya
    di sini
    .
    Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid, mendesak agar prajurit TNI AL yang terlibat dalam penembakan bos rental mobil, Ilyas, diadili di peradilan umum, bukan melalui peradilan militer.
    “Peradilan militer cenderung tertutup dan kurang transparan,” ujar Usman saat dimintai keterangan pada Selasa (7/1/2025).
    Ia juga menyerukan pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk segera mereformasi sistem peradilan militer dengan merevisi Undang-Undang Peradilan Militer Nomor 31 Tahun 1997.
    Menurut Usman, revisi tersebut penting untuk memastikan bahwa personel TNI yang melakukan pelanggaran hukum pidana umum dapat diproses di peradilan umum, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang TNI Nomor 34 Tahun 2004.
    “Langkah ini diperlukan untuk menjamin keadilan bagi korban sekaligus mengakhiri praktik impunitas yang terus berlanjut,” tegasnya.
    Selain itu, Usman meminta Polri dan TNI untuk berhenti menggunakan istilah “oknum” saat ada anggota mereka yang terlibat dalam kasus pidana atau pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
    “Istilah ini sering digunakan sebagai cara untuk menghindari tanggung jawab institusional atas pelanggaran yang terjadi karena kesalahan individu,” jelasnya.
    Baca selengkapnya
    di sini
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Top 5 News: Prabowo Subianto Tak Tinjau Peluncuran Program Makan Bergizi Gratis hingga Penggeledahan Rumah Hasto

    Top 5 News: Prabowo Subianto Tak Tinjau Peluncuran Program Makan Bergizi Gratis hingga Penggeledahan Rumah Hasto

    Jakarta, Beritasatu.com – Istana buka suara terkait Presiden Prabowo Subianto tidak meninjau langsung peluncuran program makan bergizi gratis dan penggeledahan rumah Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto di Bekasi menjadi berita terpopuler atau top 5 news sepanjang Selasa (7/1/2025).

    Berita lainnya yang tidak kalah menarik, yaitu respons Azizah Salsha soal Pratama Arhan pindah ke Thailand hingga lanjutan kasus anggota TNI AL tembak bos rental mobil.

    Berikut lima berita terpopuler atau top 5 news di Beritasatu.com yang dirangkum pada Rabu (8/1/2025)

    1. Istana Buka Suara Alasan Prabowo Absen Kick Off Program Makan Bergizi Gratis

    Istana buka suara terkait Presiden Prabowo Subianto yang tidak meninjau langsung peluncuran program makan bergizi gratis.

    Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan mengatakan, Presiden Prabowo direncanakan akan meninjau pelaksanaan program makan bergizi gratis. Namun, peninjauan tersebut tidak mesti dilakukan saat hari.

    2. Penggeledahan Rumah Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto di Bekasi Berlangsung 4 Jam

    Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penggeledahan rumah Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto di Perumahan Villa Taman Kartini, Bekasi.

    Penggeledahan berlangsung selama hampir empat jam, yang dimulai pada pukul 14.45 WIB. Penjagaan dilakukan secara ketat oleh Satgas Cakra Buana dan sejumlah personel kepolisian bersenjata laras panjang. 

    3. Respons Azizah Salsha Soal Pratama Arhan Pindah ke Thailand

    Pemain Timnas Indonesia Pratama Arhan berlabuh ke Bangkok United FC yang bermain di Liga Kasta Thailand. Kepindahan Pratama Arhan ke Thailand, mendapat respons dari istrinya, Azizah Salsha juga jadi top 5 news Beritasatu.com.

    “Congratulations and good luck @pratamaarhan8,” kata Azizah Salsha di Instagram miliknya, Selasa (7/1/2025).

    4. Dihukum 4 Tahun 6 Bulan atas Kasus KDRT Cut Intan Nabila, Armor Toreador Pilih Tidak Banding

    Pengadilan Negeri (PN) Cibinong menjatuhkan hukuman penjara 4 tahun 6 bulan kepada Armor Toreador yang melakukan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) terhadap istrinya, Cut Intan Nabila. Atas putusan itu, Armor Toreador mengaku, tidak akan mengajukan banding.

    Hukuman yang diberikan majelis hakim lebih rendah dari tuntutan jaksa yang memberikan hukuman 6 tahun penjara.

    5. Kasus Anggota TNI AL Tembak Bos Rental Mobil, Amnesty Internasional Desak Reformasi Peradilan Militer

    Amnesty Internasional mendesak DPR segera melakukan reformasi peradilan militer buntut kasus penembakan di _rest area kilometer 45 Tol Tangerang-Merak, Pabuaran, Jayanti, Tangerang, Banten yang melibatkan anggota TNI AL yang menembak bos rental mobil.

    “Pembunuhan di luar hukum oleh aparat terus terjadi. Perbuatan mereka jelas melanggar hak asasi manusia,” ujar Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid dalam keterangannya Selasa (7/1/2025).

    Demikian top 5 news Beritasatu.com yang menarik perhatian pembaca. Namun, terdapat update berita lainnya yang tak kalah menarik, informatif, serta menghibur yang bisa pembaca simak lebih lanjut.

  • 9
                    
                        Amnesty Usul TNI-Polri Berhenti Pakai Istilah Oknum jika Ada Anggota Terlibat Pidana
                        Nasional

    9 Amnesty Usul TNI-Polri Berhenti Pakai Istilah Oknum jika Ada Anggota Terlibat Pidana Nasional

    Amnesty Usul TNI-Polri Berhenti Pakai Istilah Oknum jika Ada Anggota Terlibat Pidana
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Amnesty International Indonesia mengusulkan agar institusi seperti
    Polri
    dan
    TNI
    berhenti memakai istilah
    oknum
    , jika ada anggota mereka yang terlibat kasus pidana atau melanggara hak asasi manusia (HAM).
    “Institusi seperti Polri maupun TNI harus berhenti menggunakan istilah “oknum” jika ada anggotanya yang terlibat dalam kasus-kasus pidana atau pelanggaran HAM,” ujar Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid dalam keterangannya, Selasa (7/1/2024).
    Usman menilai, penggunaan istilah ‘oknum’ ini cenderung untuk menghindari tanggung jawab institusi ketika ada anggotanya yang tidak menjalankan standar operasional prosedur (SOP) dengan baik.
    Hal ini Usman sampaikan merespons kasus penembakan dua warga sipil oleh dua anggota TNI Angkatan Laut (AL) di rest area Tol Tangerang-Merak, Kamis (2/1/2025).
    Usman mengatakan, institusi seperti TNI dan Polri punya tanggung jawab atas segala tindakan anggotanya di lapangan. Terlebih, jika mereka menggunakan senjata api untuk melakukan tindak pidana pembunuhan atau pelanggaran HAM lainnya.
    Tak hanya itu, Amnesty juga menilai Polri lalai dalam mencegah terjadinya penembakan pada 2 Januari 2025 ini.
    “Kelalaian aparat yang berujung pada kematian warga sipil harus dipertanggungjawabkan secara pidana dan tidak hanya berhenti pada ranah etik,” lanjutnya.
    Atas terjadinya kasus ini dan sejumlah kejadian pembunuhan di luar hukum yang masih marak terjadi, Amnesty mendesak pemerintah dan DPR RI untuk melakukan reformasi sistem peradilan militer dengan merevisi Undang-Undang Peradilan Militer No. 31 Tahun 1997.
    “Pelaku harus diadili melalui peradilan umum bukan peradilan militer yang prosesnya cenderung tertutup dan tidak transparan. Oleh karena itu, kami mendesak pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk segera melakukan reformasi sistem peradilan militer dengan merevisi Undang-Undang Peradilan Militer No. 31 Tahun 1997,” imbuh Usman.
    Dia mengatakan, revisi terhadap UU ini harus memastikan bahwa pelanggaran hukum pidana umum yang dilakukan oleh personel militer dapat diproses melalui peradilan umum, sesuai amanat Undang-Undang TNI No. 34 Tahun 2004.
    “Hanya dengan langkah ini kita dapat memastikan keadilan yang sesungguhnya bagi para korban dan mengakhiri impunitas yang telah berlarut-larut,” kata Usman lagi.
    Diberitakan sebelumnya, tragedi penembakan yang mengakibatkan hilangnya nyawa terjadi di rest area Km 45 Tol Tangerang-Merak arah Jakarta pada Kamis, 2 Januari 2024, pukul 04.30 WIB.
    Peristiwa ini menewaskan Ilyas Abdurrahman (48), seorang bos rental mobil yang terkena luka tembak di dada dan tangan.
    Sementara itu, Ramli Abu Bakar (59), anggota Asosiasi Rental Mobil Indonesia (ARMI), mengalami luka tembak serius yang menembus perut akibat peristiwa itu.
    Panglima Komando Armada TNI AL Laksamana Madya Denih Hendrata mengungkapkan, Sertu AA, salah satu prajurit yang terlibat dalam kasus ini memang memang selalu membawa senjata.
    Senjata itu melekat karena Sertu AA berstatus sebagai ajudan.
    “Senjata itu senjata inventaris yang melekat karena jabatan dari A (Sertu AA) itu adalah ADC, ajudan, sehingga ketika dia dapat tugas itu sudah SOP senjata itu melekat,” kata Denih dalam konferensi pers, Senin (6/1/2025).
    Namun hingga kini tidak disebutkan siapa pejabat TNI AL yang dikawal tersebut dan apakah status Sertu AA masih aktif sebagai ajudan.
    Rizky Agam S, anak kedua Ilyas Abdulrahman (48), korban tewas dalam penembakan di rest area KM 45 Tol Tangerang-Merak, mengungkapkan kekecewaannya terhadap personel Polsek Cinangka, Banten.
    Dia mengatakan bahwa pihaknya sempat meminta pendampingan kepada Polsek Cinangka untuk melacak kendaraan yang disewakan sang ayah. Namun permintaan itu ditolak.
    “Ini sangat berat ya buat diomongin. Jadi kami itu minta pertolongan ke Polsek Cinangka untuk mendampingi saya padahal mobil tersebut hanya berjarak 200 meter kurang lebih dari Polsek itu,” ujar Rizky Agam S saat ditemui di Taman Pemakaman Umum (TPU) Mekarsari Dalam, Rajeg, Kabupaten Tangerang, Kamis (2/1/2025) malam.
    Dia menjelaskan, pihaknya sengaja meminta pendampingan ke Polsek Cinangka lantaran mengetahui bahwa pelaku membawa senjata api.
    Oleh sebab itu, dia bersama timnya, termasuk dua korban, mendatangi Polsek Cinangka untuk minta pendampingan. Bahkan permintaan itu disampaikan ke Kapolsek Cinangka AKP Asep Iwan Kurniawan, tapi tetap ditolak.
    “Jadi petugas yang piket pada malam hari itu sudah telpon juga ke Kapolsek Cinangka tapi tetap dari kapolseknya juga tidak bersedia untuk menemani kita mengambil mobil tersebut,” kata Rizky.
    Alasannya karena pihak korban belum membuat laporan ke pihak kepolisian terkait masalah yang sedang dialaminya itu.
    Tidak hanya itu, bahkan kata Rizky, pihak Polsek Cinangka sempat mengira mereka leasing mobil yang sedang mengincar mobil tersebut.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Perlu Evaluasi Besar Senjata Api TNI-Polri

    Perlu Evaluasi Besar Senjata Api TNI-Polri

    loading…

    Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid merespons kasus penembakan pemilik rental mobil di rest area KM 45 Tol Tangerang-Merak pada Kamis, 2 Januari 2025. Foto/Ilustrasi/SINDOnews

    JAKARTA – Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid merespons kasus penembakan pemilik rental mobil di rest area KM 45 Tol Tangerang-Merak pada Kamis, 2 Januari 2025 yang melibatkan beberapa anggota Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut ( TNI AL ). Dia mendorong evaluasi besar senjata api TNI-Polri.

    “Pembunuhan di luar hukum oleh aparat terus terjadi. Perbuatan mereka jelas melanggar hak asasi manusia. Sayangnya, perilaku aparat memakai senjata api secara tidak sah terus berulang, seakan tak ada upaya perbaikan dari pimpinan lembaga-lembaga terkait seperti TNI dan Polri,” kata Usman dalam keterangan tertulisnya, Selasa (7/1/2025).

    Dia mengingatkan bahwa pembunuhan di luar hukum melanggar hak hidup. “Lingkaran impunitas ini harus segera dihentikan agar ke depannya tidak ada lagi korban jatuh akibat penyalahgunaan wewenang aparat,” ungkapnya.

    Dia menuturkan, 2024 baru saja ditutup dengan 55 kasus pembunuhan di luar hukum dengan jumlah korban 55 yang pelakunya mayoritas berasal dari aparat kepolisian maupun militer. “Sebanyak 10 pelaku berasal dari unsur TNI, 29 dari kepolisian, dan 3 berasal dari pasukan gabungan TNI-Polri,” ungkapnya.

    Dia menuturkan, selang dua hari di awal 2025, pembunuhan di luar hukum kembali terjadi pada 2 Januari dan kali ini diduga melibatkan anggota TNI AL. Dia mengatakan, pelaku harus diadili melalui peradilan umum bukan peradilan militer yang prosesnya cenderung tertutup dan tidak transparan.

    “Oleh karena itu kami mendesak pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk segera melakukan reformasi sistem peradilan militer dengan merevisi Undang-Undang Peradilan Militer Nomor 31 Tahun 1997,” jelasnya.

  • Kasus Penembakan Bos Rental, Amnesty Desak Evaluasi Penggunaan Senpi

    Kasus Penembakan Bos Rental, Amnesty Desak Evaluasi Penggunaan Senpi

    Jakarta

    Polisi dan TNI AL sedang mengusut kasus penembakan yang menewaskan bos rental, IA, di rest area Tol Tangerang, Banten. Sejauh ini, tiga prajurit TNI AL dan dua warga lainnya telah diamankan.

    Kasus penembakan ini terjadi pada Kamis (2/1/2025). Saat itu, IA dan rekan-rekannya sedang melacak mobil Brio yang awalnya disewa oleh warga Pandeglang bernama Ajat Supriatna (AS).

    Pelacakan dilakukan karena dua dari tiga GPS di mobil itu mati. Selain itu, lokasi keberadaan mobil tak sesuai rencana penyewaan awal. Rupanya, mobil itu digelapkan oleh AS.

    Mobil tersebut diserahkan ke IH (DPO) yang menyiapkan KTP dan KK palsu untuk menjual mobil itu. Setelah itu, mobil dijual ke RH, yang merupakan anggota TNI AL, seharga Rp 23 juta. RH kemudian menjual mobil itu ke AA yang merupakan rekannya sesama TNI AL seharga Rp 40 juta.

    Singkat cerita, pemilik awal mobil alias bos rental melakukan pelacakan dan menemukan mobil itu di rest area Tol Tangerang. IA dan rekan-rekannya hendak mengambil mobil itu, namun terlibat keributan dengan pihak yang membawa mobil tersebut, yakni AA dan rekan-rekannya, hingga terjadi penembakan yang menewaskan IA dan melukai R.

    Setelah diusut, tembakan itu diduga berasal dari pistol yang merupakan inventaris dinas prajurit TNI AL Sertu AA, yang bertugas sebagai seorang ajudan. Selain AA, ada dua orang anggota TNI AL lain yang telah diamankan terkait kejadian itu, yakni Sertu RH dan Kelasi Kepala RA.

    Peristiwa itu pun menjadi sorotan, terutama terkait penggunaan senjata api. Amnesty International Indonesia menganggap kasus ini merupakan bentuk kelalaian dari institusi terkait dalam mengatur penggunaan senjata api.

    “Institusi memiliki tanggung jawab terhadap segala tindakan yang dilakukan oleh anggotanya di lapangan terlebih jika mereka menggunakan senjata api untuk melakukan tindak pidana pembunuhan atau pelanggaran HAM lainnya,” ujar Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid kepada wartawan, Selasa (7/1/2025).

    “Sayangnya perilaku aparat memakai senjata api secara tidak sah terus berulang, seakan tak ada upaya perbaikan dari pimpinan lembaga-lembaga terkait,” ujarnya.

    Dia meminta ada evaluasi terkait penggunaan senjata api oleh aparat. Dia mengatakan harus ada aturan tegas disertai sanksi berat agar aparat tak sembarangan menggunakan senjata api.

    “Pembunuhan di luar hukum melanggar hak hidup. Lingkaran impunitas ini harus segera dihentikan agar ke depannya tidak ada lagi korban jatuh akibat penyalahgunaan wewenang aparat,” ujarnya.

    Dia juga mendesak DPR melakukan reformasi sistem peradilan militer. Dia mengatakan anggota militer harus dapat diproses lewat peradilan umum.

    “Kami mendesak pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk segera melakukan reformasi sistem peradilan militer dengan merevisi Undang-Undang Peradilan Militer No 31 Tahun 1997. Revisi ini harus memastikan bahwa pelanggaran hukum pidana umum yang dilakukan oleh personel militer dapat diproses melalui peradilan umum, sesuai amanat Undang-Undang TNI No 34 Tahun 2004. Hanya dengan langkah ini kita dapat memastikan keadilan yang sesungguhnya bagi para korban dan mengakhiri impunitas yang telah berlarut-larut,” ujarnya.

    Dia juga meminta kelalaian aparat dalam mencegah peristiwa 2 Januari 2025 itu harus diproses secara pidana. Dia mengatakan hal tersebut diperlukan agar peristiwa serupa tak terulang.

    “Kelalaian aparat yang berujung pada kematian warga sipil harus dipertanggungjawabkan secara pidana dan tidak hanya berhenti pada ranah etik,” ujarnya.

    (haf/dhn)

  • Desakan Evaluasi Penggunaan Senjata Api Pasca Maraknya Insiden Penembakan

    Desakan Evaluasi Penggunaan Senjata Api Pasca Maraknya Insiden Penembakan

    Desakan Evaluasi Penggunaan Senjata Api Pasca Maraknya Insiden Penembakan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Muncul desakan agar pemerintah melakukan evaluasi penggunaan
    senjata api
    usai maraknya peristiwa penembakan beberapa waktu yang lalu di sejumlah daerah.
    Peristiwa penembakan yang menjadi sorotan publik di awal tahun 2025, yaitu penembakan pemilik rental mobil di rest area Tol Tangerang-Merak, dan penembakan pengacara di Bone, Sulawesi Selatan.
    Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai mengatakan, telah terjadi penyalahgunaan senjata api, baik oleh aparat dan masyarakat sipil.
    Untuk itu, dia meminta agar
    penggunaan senjata api
    dievaluasi secara menyeluruh.
    “Artinya, terjadi penyalahgunaan senjata baik oleh aparat maupun masyarakat sipil yang harus jadi atensi baik oleh pimpinan TNI, Polri, dan juga Perbakin. Ini harus dievaluasi total karena jelas-jelas menyalahi prosedur dan peruntukan penggunaan senjata,” kata Natalius dalam keterangan pers, Sabtu (4/1/2025).
    Penggunaan senjata baik oleh aparat maupun masyarakat sipil diikat dengan ketentuan dan aturan yang sangat ketat, termasuk prosedur penggunaannya.
    Untuk itu, peristiwa penembakan ini menjadi bukti adanya aspek legalitas dan prosedur yang dilanggar, sehingga bukan saja pengetatan yang diperlukan tetapi evaluasi total.
    “Penggunaan senjata secara tidak bertanggung jawab jelas menjadi ancaman bagi hak asasi manusia dan juga ancaman bagi stabilitas sosial,” ujar Pigai.
    Munculnya kasus-kasus penembakan ini, bukan saja menimbulkan ketakutan bagi masyarakat tetapi juga ancaman bagi hak hidup.
    Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) dan Konvensi Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR) menyatakan, menurut Pasal 3 DUHAM, setiap orang berhak atas kehidupan, kebebasan, dan keselamatan pribadi.
    Penyalahgunaan senjata yang menyebabkan ancaman terhadap keselamatan individu jelas bertentangan dengan hak asasi manusia.
    “Salah satu aspek penting HAM juga adalah kebebasan dari rasa takut atau freedom from fear. Dalam kasus seperti ini, jelas menebarkan ketakutan dan tentu saja menjadi ancaman bagi kehidupan. Sementara negara memiliki kewajiban untuk melindungi warganya,” ucap dia.
    Amnesty International Indonesia meminta agar DPR RI menggunakan haknya, seperti hak angket, interpelasi, dan menyatakan pendapat, untuk menyelidiki tanggung jawab kebijakan strategis polisi menyusul rentetan kasus kekerasan polisi sepanjang 2024 ini.
    Salah satunya adalah evaluasi pemakaian senjata api. Pada 2024 lalu, terjadi penggunaan senjata api secara tidak proporsional oleh Polri menewaskan Gamma, seorang remaja, di Semarang, Jawa Tengah.
    “Pelaksanaan hak-hak DPR termasuk panggil Kapolri harus diarahkan pada evaluasi menyeluruh atas kebijakan penggunaan kekuatan dan juga senjata api maupun senjata ‘kurang mematikan’ sesuai prinsip HAM,” kata Direktur Eksekutif Amnesty International, Usman Hamid, Senin, 9 Desember 2024.
    Usman mengatakan, pemanggilan ini juga disebut penting untuk meminta pertanggungjawaban Kapolri Jenderal Listyo Sigit, khususnya atas kasus-kasus kekerasan Polri yang merefleksikan pola kebijakan represif, bukan perilaku orang per orang anggota polisi yang bertindak sendiri atau melanggar perintah atasan.
    “Amnesty juga mendesak Kompolnas dan Komnas HAM mengusut secara resmi, menyeluruh, efektif, imparsial, terbuka, dan tuntas kasus-kasus penggunaan kekuatan berlebihan, termasuk senjata mematikan, yang kerap menyebabkan pembunuhan di luar hukum dan penyiksaan,” ujar dia.
    Sementara itu, anggota Kompolnas Ghufron Mabruri berharap agar evaluasi pemakaian senjata api, termasuk soal penggunaan kekuatan berlebih, masuk dalam visi Polri 2045.
    “Nanti akan kita detilkan lagi bahan-bahan dokumen laporan yang bisa kita jadikan bahan untuk memperkuat upaya untuk mendorong perbaikan-perbaikan tadi,” kata Ghufron.
    “Agar secara sistem ada pelembagaan secara internal, memastikan kultur (kekerasan) tadi bisa benar-benar diputus,” ujar dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.