Tag: Unifah Rosyidi

  • Melacak Sebab Turunnya Minat Anak Muda untuk Jadi Guru
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        25 November 2025

    Melacak Sebab Turunnya Minat Anak Muda untuk Jadi Guru Nasional 25 November 2025

    Melacak Sebab Turunnya Minat Anak Muda untuk Jadi Guru
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Ada penurunan minat dari kaum muda terhadap profesi guru, pekerjaan mulia yang sering disebut sebagai pahlawan tanpa tanda jasa.
    Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan
    Guru
    Republik Indonesia (PB
    PGRI
    ), Unifah Rosyidi, mengatakan berdasarkan hasil survei PGRI, hanya 11 persen anak yang tertarik menjadi guru.
    Dari persentase tersebut juga anak muda yang berminat bukan karena suka rela ingin menjadi guru, tetapi karena tidak ada pilihan lain selain memilih profesi tersebut.
    “Jadi berdasarkan survei sederhana yang kita (PGRI) bikin hanya 11 persen anak muda yang tertarik jadi guru,” kata Unifah kepada
    Kompas.com
    , 8 November 2025 lalu.
    Data lain juga menunjukkan penurunan minat akan profesi guru.
    Mengutip data dari Badan Pusat Statistik (BPS) terjadi penurunan signifikan jumlah pendaftar di jurusan
    pendidikan
    dalam lima tahun terakhir.
    Pada tahun 2018, jumlah mahasiswa baru di program studi keguruan mencapai 15 persen dari total pendaftar perguruan tinggi.
    Namun, angka ini menyusut menjadi hanya 9 persen pada tahun 2023.
    Tren ini mengindikasikan semakin berkurangnya minat generasi muda untuk meniti karier sebagai pendidik.
    Apa masalahnya sehingga anak muda enggan memilih profesi ini sebagai masa depan mereka?
    Pengamat pendidikan, Doni Kusuma, menilai profesi mulia tersebut sudah tidak diminati anak muda karena masa depan yang dinilai tidak menjanjikan.
    Di samping itu, minimnya apresiasi terhadap guru juga dinilai jadi sebab profesi itu tak lagi menarik di mata anak muda.
    “Masih banyak masalah pendidikan yang perlu diperbaiki, terutama dari sisi guru, perlu ada usaha untuk mengembalikan martabat profesi guru sehingga profesi mulia ini dapat menjadi pilihan bagi anak-anak muda,” kata Doni kepada
    Kompas.com
    , Senin (24/11/2025).
    Dia menilai pemerintah perlu membuat skema kebijakan yang jelas untuk guru. Mulai dari guru negeri hingga swasta, serta guru ASN dan honorer, termasuk apresiasi dan insentif yang memumpuni atas jasa dan dedikasi guru.
    “Pemerintah perlu membuat skema kebijakan penggajian untuk guru, baik guru negeri maupun swasta, terutama untuk para guru tidak tetap dan honorer agar memperoleh penghargaan profesi secara baik,” ungkap dia.
    Menurut Ketua Umum PB PGRI, Unifah Rosyidi, rendahnya minat anak muda terhadap profesi guru disebabkan karena beberapa faktor yang dibuat oleh pemerintah salah satunya kesejahteraan guru.
    “Pertama kesejahteraan, kedua dari status yang tidak jelas, ketiga dari karier yang tidak jelas juga. Dan keempat kepastian hidup masa depan itu enggak ada yang namanya jaminan keamanan, jaminan sosial itu enggak ada,” kata Unifah kepada Kompas.com, Senin (8/9/2025).
    Menurt Unifah, pemerintah saat ini hanya berbicara manis bahwa guru adalah profesi mulia namun dalam pelaksanaanya masih banyak guru yang belum sejahtera. Dia menilai hal itu berdampak secara tidak langsung dengan penurunan minat anak muda untuk menjadi guru.
    “Jadi tugasnya yang mulia itu hanya indah diucapkan. Begitu diuraikan dalam bentuk program dan masa depan mereka menganggapnya sebagai beban,” ujarnya.
    Tak hanya itu, ada banyaknya pejabat yang sering blunder dengan ucapannya terkait kesejahteraan guru semakin menunjukkan tidak komitmennya pemerintah dalam mensejahterakan guru.
    Oleh karena itu, Unifah nilai pemerintah harus mengubah pola pikirnya bahwa guru adalah profesi mulia dan layak untuk mendapatkan kesejahteraan.
    “Mengubah
    mindset
    bahwa pendidikan itu penting dimulai dari guru,” ungkapnya.
    Senada, Wakil Ketua Komisi X DPR RI MY Esti Wijayanti juga menilai guru-guru yang berada di daerah 3T tidak luput dari masalah kesejahteraan. Dibalik tembok pemisah yang tinggi, mereka dinilai perlu segera diberikan insentif khusus untuk menunjang profesinya.
    “Baik negeri maupun swasta, baik ASN maupun yang bukan ASN, harus mendapat perhatian dengan memberikan insentif khusus yang memadai, perumahan yang layak maupun jaminan keamanan di wilayah tersebut,” kata Esti kepada
    Kompas.com
    , Senin (24/11/2025).
    Menurut dia, dalam RUU Revisi UU Sisdiknas perlu adanya pasal khusus yang mengatur hal ini sebagai upaya memastikan kesejahteraan dan keamanan guru dalam melaksanakan tugasnya.
    “Masih banyak guru-guru relawan di daerah terpencil 3T yang perlu mendapat perhatian khusus,” lanjut dia.
    Di sisi lain, nasib guru honorer juga perlu perhatian. Keterbatasan anggaran sekolah terkadang membuat para guru honorer tidak mendapatkan kesejahteraan yang baik.
    “Guru Honorer masih banyak yang memiliki gaji rendah karena keterbatasan anggaran di sekolah. Sekolah negeri hanya bisa mengalokasikan 20 persen dari dana BOSP untuk honor,” ujarnya.
    “Untuk sekolah swasta maksimal 40 persen, dengan syarat-syarat tertentu, semestinya gaji guru minimal adalah UMR di wilayah setempat,” tegasnya.
    Doni menilai, kualitas pendidikan di Indonesia perlu berbenah secara menyeluruh. SDM-SDM yang unggul dibutuhkan dalam upaya mendorong generasi muda di bidang sains dan matematika.
    Menurut dia, sains dan matematika sangat penting dan menjadi dasar pengembangan dan inovasi di masa depan. Jika ini tidak dipenuhi, inovasi di tanah air akan sulit berkembang, di sisi lain akan semakin banyak masyarakat yang memilih studi ke luar negeri untuk menempuh pendidikan tersebut.
    “Kualitas pendidikan belum memuaskan. Apalagi sains dan matematika tidak banyak menjadi pilihan anak-anak Indonesia dalam mengembangkan karirnya,” kata dia.
    “Padahal, ilmu-ilmu dasar ini penting untuk pengembangan dan penemuan keilmuan inovasi di masa depan,” tambah Doni.
    Doni menegaskan bahwa keberadaan guru honorer merupakan dampak langsung dari kebijakan pemerintah yang melakukan moratorium pengangkatan guru PNS selama hampir dua dekade terakhir.
    Menurutnya, keputusan untuk menghentikan rekrutmen guru PNS dalam jangka waktu begitu panjang menciptakan kekosongan tenaga pendidik yang kemudian diisi oleh guru honorer dengan kondisi kerja yang tidak layak.
    “Guru honorer ada karena kesalahan pemerintah yang melakukan moratorium pengangkatan guru PNS selama 20 tahun terakhir,” kata Doni.
    Ia menekankan bahwa penyelesaian masalah ini tidak boleh dilakukan setengah-setengah.
    Doni menilai mekanisme Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) adalah jalan yang paling tepat dan harus menjadi solusi utama untuk memastikan guru mendapatkan status dan hak yang layak.
    Doni berharap pemerintah mempercepat penyelesaian masalah ini agar dunia pendidikan tidak lagi dibebani oleh ketidakpastian status guru yang selama ini bekerja dengan dedikasi tinggi, namun tanpa kepastian kesejahteraan.
    “Masalah guru honorer harusnya dituntaskan melalui mekanisme P3K, dan tidak boleh ada lagi guru kontrak honorer yang menindas guru,” lanjut dia.
    Menurut Wakil Ketua Komisi X DPR RI MY Esti Wijayanti, ada sejumlah persoalan masih membayangi pelaksanaan kebijakan Kemdikdasmen, terutama terkait kondisi kerja guru yang dinilai belum sesuai harapan.
    Dia menilai, kebijakan saat ini belum sepenuhnya menjawab problem mendasar yang mereka hadapi di lapangan.
    Beban administrasi yang menumpuk, perubahan kurikulum yang terlalu sering, serta ketidakmerataan kesejahteraan dan profesionalisme menjadi keluhan utama.
    Selain itu, guru juga menghadapi minimnya pelatihan yang relevan, penempatan tenaga pendidik yang tidak seimbang, hingga isu kompetensi yang tidak ditangani dengan baik oleh sistem.
    “Guru juga berharap adanya kebijakan yang melindungi profesi mereka, memastikan fasilitas yang setara di semua sekolah, dan tidak membedakan sekolah negeri dan swasta,” kata Esti kepada Kompas.com, Senin (24/11/2025).
    Pada peringatan hari guru tahun lalu, Presiden Prabowo Subianto mengatakan, total anggaran kesejahteraan guru untuk tahun 2025 kini mencapai angka Rp 81,6 triliun atau meningkat sebanyak Rp 16,7 triliun.
    “Anggaran untuk kesejahteraan guru ASN dan non-ASN naik pada tahun 2025 menjadi Rp 81,6 triliun. Naik Rp 16,7 triliun untuk kesejahteraan guru,” kata Prabowo di puncak
    Hari Guru Nasional
    , Kamis (28/11/2024) lalu.
    Dia juga menegaskan akan meningkatkan kesejahteraan guru ASN dan non-ASN dengan meningkatkan tunjangan sertifikasi.
    “Hari ini saya agak tenang berdiri di hadapan para guru karena saya bisa menyampaikan bahwa kita walaupun baru berkuasa satu bulan. Kami sudah bisa mengumumkan bahwa kesejahteraan guru bisa kita tingkatkan,” ujarnya.
    Berdasarkan data Dirjen GTKPG Kemendikdasmen, pemerintah sudah menggelontorkan berbagai bentuk insentif untuk meningkatkan kesejahteraan guru. Antara lain, Tunjangan Profesi Guru (TPG), Tunjangan Khusus Guru (TKG), dan Dana Tambahan Penghasilan (DTP).
    Adapun aneka tunjangan guru tersebut menindaklanjuti pidato Presiden pada Hari Guru Nasional Tahun 2024, dimana tunjangan untuk guru non ASN yang semula Rp 1,5 juta per bulan telah dinaikkan menjadi Rp 2 juta per bulan dan disalurkan langsung ke rekening guru.
    Selain tunjangan Profesi Guru juga diberikan tunjangan Khusus untuk guru di daerah 3T, pemerintah melalui Kemendikdasmen juga memberikan Bantuan Insentif dan Bantuan Subsidi Upah (BSU) untuk guru.
    Direktur Jenderal Guru, Tenaga Kependidikan, dan Pendidikan Guru (Dirjen GTKPG), Profesor Nunuk Suryani, menyampaikan bahwa pihaknya telah memberikan bantuan berbagai program mulai dari kompetensi hingga tunjangan.
    Dia mengatakan, hal tersebut adalah komitmen Presiden Prabowo Subianto yang sebelumnya disampaikan pada puncak peringatan Hari Guru tahun lalu. Dia menegaskan bahwa komitmen tersebut kini mulai terrealisasi.
    “Alhamdulillah, semua yang disampaikan oleh Pak Presiden setahun yang lalu itu semuanya sudah terealisasi,” ujar Nunuk di Jakarta, Senin (24/11/2025).
    Dia mengatakan, bahwa seluruh program yang dijalankan GTK memiliki tujuan utama yakni meningkatkan kesejahteraan guru melalui sertifikasi serta memperkuat kompetensi untuk mewujudkan guru profesional.
    Salah satu terobosan besar tahun ini adalah penyaluran tunjangan guru yang kini langsung ditransfer ke rekening masing-masing guru, sehingga lebih cepat, efisien, dan tepat sasaran.
    “Sekarang ini tujangan guru sudah langsung dialirkan ke rekening Guru. Meskipun kita juga tahu masih banyak masalah ya terkait dengan penyaluran tujangan ke rekening guru karena ada aturan-aturan yang masih dipedomani untuk tahun 2025,” kata dia.
    Meski mekanisme telah diperbaiki, Nunuk mengakui bahwa masih terdapat beberapa kendala penyaluran tunjangan karena aturan yang berlaku.
    “Misalnya aturan bahwa ada aturan terkait dengan penyaluran tujangan ini di Kemenkeu yang mana saat itu masih di triwulan, sementara ini kita berusaha tahun 2026 penyaluran tujangan bisa setiap bulan,” tambahnya.
    Namun demikian, pemerintah berupaya agar mulai tahun 2026, penyaluran tunjangan dapat dilakukan setiap bulan, sehingga guru tidak lagi menunggu lama untuk menerima haknya.
    “Beberapa aturan memang tidak bisa diubah secara cepat, meskipun saat itu kita berhasil mengubah aturan di awal dan pertengahan tahun untuk memungkinkan penyaluran langsung ke rekening guru,” tambahnya.
    Dia mengatakan bahwa pihaknya menargetkan pada 2025 hingga puncaknya tahun 2028, seluruh guru yang memenuhi syarat akan menerima tunjangannya tanpa kendala.
    “Harapan kami, mulai 2025 hingga 2028 tidak ada lagi keluhan terkait penyaluran tunjangan,” tegasnya.
    Meski pemerintah telah menyisihkan berbagai insentif, muncul cerita yang memilukan dari seorang guru yang viral di sosial media.
    Ia membagikan foto slip gaji yang ia terima selama satu bulan mengajar. Dalam unggahan yang beredar di media sosial, guru honorer tersebut memperlihatkan selembar slip gaji yang menunjukkan bahwa ia hanya membawa pulang Rp 66.000 untuk satu bulan kerja.
    Unggahan itu memicu keprihatinan publik karena memperlihatkan betapa kecilnya apresiasi terhadap tenaga pengajar honorer.
    Slip gaji tersebut dibagikan melalui akun Threads Instagram @akangguru pada Senin (17/11/2025).
    Dalam foto yang diunggah tampak rincian honor yang seharusnya diterima sang guru sebesar Rp 516.000, terdiri dari 15 jam mengajar dengan tarif Rp 20.000 per jam (Rp 300.000) dan biaya transportasi 27 kali sebesar Rp8.000 (Rp 216.000).
    Namun, jumlah itu berkurang drastis lantaran adanya potongan cicilan koperasi sebesar Rp 450.000 yang harus dibayarkan setiap bulan.
    Akibatnya, nominal yang ia bawa pulang hanya tersisa Rp 66.000. Dalam slip tersebut juga tercantum bahwa honor itu adalah untuk bulan Oktober 2025 dan diterima pada 5 November 2025, lengkap dengan tanda tangan bendahara pengelola honor.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • ASSA 2025 Dorong Transformasi Pendidikan Indonesia, Fokus Deep Learning dan AI – Page 3

    ASSA 2025 Dorong Transformasi Pendidikan Indonesia, Fokus Deep Learning dan AI – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Sebagai wujud nyata komitmen terhadap dunia pendidikan, Acer Indonesia kembali menggelar Acer Smart School Awards (ASSA) 2025.

    Ajang penghargaan ini bertujuan mendorong transformasi digital di bidang pendidikan dengan memberikan apresiasi kepada sekolah dan pendidik yang inovatif.

    Memasuki tahun kelima, ASSA semakin menegaskan posisinya sebagai program nasional yang memacu percepatan digitalisasi pendidikan.

    President Director Acer Indonesia, Leny Ng, mengatakan selama lima tahun terakhir, ASSA telah menjadi wadah yang memfasilitasi percepatan transfer pengetahuan dan adopsi teknologi pembelajaran di sekolah–termasuk penggunaan deep learning dan coding AI.

    “Kami menyaksikan bagaimana peran guru, dosen, institusi, serta para praktisi saling berkontribusi dalam mendukung transformasi digital pendidikan,” ujarnya, dikutip Sabtu (30/8/2025).

    ASSA 2025 menghadirkan dewan juri kredibel, antara lain Prof. Dr. Unifah Rosyidi (Ketua Umum PB PGRI), Prof. Dr. Ir. Richardus Eko Indrajit (Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia), dan Riko Gunawan (Products & Solutions Director Acer Indonesia).

    Kehadiran sederet juri tersebut memastikan penilaian berjalan objektif dan berstandar tinggi.

     

  • PGRI Dukung Penjurusan IPA, IPS, dan Bahasa Kembali Diberlakukan di SMA

    PGRI Dukung Penjurusan IPA, IPS, dan Bahasa Kembali Diberlakukan di SMA

    Jakarta, Beritasatu.com – Rencana Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) untuk mengembalikan sistem penjurusan IPA, IPS, dan bahasa di sekolah menengah atas (SMA) pada tahun ajaran 2025/2026 mendapat dukungan dari berbagai pihak, termasuk Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) dan praktisi pendidikan.

    Ketua Umum PB PGRI Unifah Rosyidi menyatakan, sistem penjurusan sangat penting agar siswa dapat memperdalam ilmu sesuai minat dan bakat masing-masing. Ia menilai pembelajaran tanpa penjurusan justru dapat membuat siswa kehilangan fokus.

    “Harapan agar siswa menguasai semua ilmu memang baik, tetapi jika mereka tidak siap, justru tidak mendapatkan pemahaman mendalam. Dengan adanya penjurusan IPA, IPS, dan bahasa, siswa bisa menjadi ahli di bidang yang diminatinya,” ujar Unifah.

    Senada dengan itu, praktisi pendidikan Heriyanto menilai pelaksanaan penghapusan penjurusan di lapangan tidak berjalan efektif. Menurutnya, siswa masih kesulitan menentukan profesi sejak awal kelas XI.

    “Contohnya, siswa yang bercita-cita menjadi dokter bisa melepaskan mata pelajaran fisika, lalu fokus ke biologi dan kimia. Namun, jika di kelas XII berubah minat ke jurusan teknik, mereka kehilangan dasar fisika,” jelas Heriyanto.

    Ia juga menyoroti kurangnya sinkronisasi antara pendidikan SMA dan perguruan tinggi. Beberapa perguruan tinggi negeri (PTN) masih mewajibkan mata kuliah dasar seperti fisika, kimia, dan biologi pada tahun pertama, meskipun jurusan mahasiswa tidak berhubungan langsung dengan ilmu tersebut.

    “Begitu juga untuk peminatan IPS. Siswa yang ingin jadi akuntan bisa saja melepas geografi atau sosiologi, padahal jika nanti beralih ke jurusan hukum, kedua pelajaran itu penting di perguruan tinggi,” tambahnya.

    Guru geografi SMA Pangudi Luhur II Servasius Bekasi Ignasius Sudaryanto juga mendukung rencana penjurusan. Ia menyebutkan, banyak siswa yang salah pilih mata pelajaran peminatan dan mengalami ketidaksesuaian saat masuk kuliah.

    “Sekolah juga kesulitan membagi jam mengajar karena ada mata pelajaran yang peminatnya sedikit. Ini berpengaruh terhadap jam kerja guru dan sertifikasi. Sebaliknya, ada juga pelajaran yang terlalu banyak peminat,” jelasnya.

    Menurut Sudaryanto, dengan sistem penjurusan SMA seperti sebelumnya, siswa bisa lebih fokus belajar, dan sekolah lebih mudah dalam mengelola tenaga pendidik.

  • PGRI Harap Efisiensi Anggaran Tidak Berdampak Terhadap Siswa dan Guru – Halaman all

    PGRI Harap Efisiensi Anggaran Tidak Berdampak Terhadap Siswa dan Guru – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Umum Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Unifah Rosyidi mendukung langkah Pemerintah melakukan efisiensi anggaran.

    Meski begitu, dirinya berharap efisiensi yang dilakukan Pemerintah tidak berdampak langsung kepada layanan untuk siswa dan guru.

    “Efisiensi itu kalau terkait dengan perjalanan dinas, ATK, itu ya saya setuju. Yang paling penting efisiensi jangan sampai memotong sesuatu anggaran yang berkaitan dengan pelayanan langsung kepada siswa, kepada guru,” ujar Unifah dalam pembukaan Konferensi Kerja Nasional (Konkernas) I PB PGRI Tahun 2025 di Jakarta, Kamis (14/2/2025).

    Unifah mengatakan sejauh ini PGRI sudah melakukan efisiensi dalam kegiatan organisasi.

    “Itu memang kita saatnya, PGRI juga melakukan efisiensi luar biasa,” kata Unifah.

    Dalam Konkernas I 2025, PGRI membahas sejumlah isu pendidikan.

    Diantaranya, soal pengusulan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Profesi Guru, Ujian Nasional (UN), hingga Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP).
     
    Terkait RUU Perlindungan Profesi Guru, Unifah menekankan pentingnya perlindungan guru.

    Menurutnya, perlindungan guru merupakan upaya bersama untuk menjaga muruah profesi guru dan menempatkan guru sebagai profesi terhormat.

    “PGRI mengusulkan perlunya RUU Perlindungan Profesi Guru agar dapat menjadi perisai bagi guru dan sebagai Lex Specialis Derogate Legi Generalis dari UU Guru dan Dosen,” tuturnya.
     
    Unifah juga meminta Pemerintah memastikan kesejahteraan guru melalui sertifikasi guru.
     
    Sementara, mengenai perubahan dalam penerimaan siswa baru yang kini berganti nama menjadi SNBP, Unifah meminta agar ini tak sekadar ganti nama belaka.

    Pemerintah juga harus dalam mengatasi tantangan, seperti ketimpangan kualitas sekolah dan transparansi proses.
     
    “Sebagai sebuah kebijakan yang ingin menyempurnakan kebijakan sebelumnya, oke dalam waktu yang jangka pendek. Dalam waktu jangka panjang memang kita harus bersama-sama melihat analisis kebutuhan guru, kebutuhan siswa, kebutuhan sekolah,” jelasnya.

  • PGRI Harap Sertifikasi Guru Dipermudah demi Memperoleh Tambahan Kesejahteraan

    PGRI Harap Sertifikasi Guru Dipermudah demi Memperoleh Tambahan Kesejahteraan

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) berharap pemerintah lebih mempermudah dan mempercepat proses sertifikasi bagi para guru di Indonesia.

    Harapan itu cukup berdasar. Pasalnya, Presiden Prabowo Subianto berencana meningkatkan kesejahteraan guru di tahun depan. Namun, sertifikasi jadi salah satu syarat agar bisa memperoleh tambahan kesejahteraan yang dijanjikan pemerintah.

    Di mana, guru ASN bersertifikasi akan mendapatkan tambahan kesejahteraan sebesar 1 kali gaji pokok. Kemudian, bagi guru non ASN nilai tunjangan profesinya akan ditingkatkan menjadi 2 juta rupiah.

    “Yang kita dorong dari PGRI adalah percepatan sertifikasi guru, jangan berbelit-belit. Sehingga bisa dirasakan semua,” ujar Ketua Umum PGRI Unifah Rosyidi ditemui di sela acara seminar internasional terkait integrasi antara perubahan iklim dengan pendidikan, di Jakarta, Senin (2/12/2024).

    Dia mendesak agar pemerintah mempermudah proses sertifikasi ini. Dengan begitu, kenaikan kesejahteraan guru dapat dirasakan secara merata.

    Saat ini sendiri, kata dia, jumlah guru yang sudah tersertifikasi masih kurang dari 50 persen. Lalu setelah adanya perubahan pola pada pendidikan profesi guru (PPG) menjadi piloting, mulai ada keterserapan sekian ratus ribu.

    “Nah yang kita mau dorong adalah percepatan sertifikasi guru dan jangan rumit gitu loh. Kembali ke undang-undang guru dan dosen, pakai pelatihan 10 hari, 11 hari selesai,” ungkapnya. Cara ini dinilai lebih efektif ketimbang PPG saat ini yang kebanyakan in dan out dan berbiaya mahal.

  • Guru Supriyani Divonis Bebas, PGRI Sebut Kado Pemerintah Darah di Hari Guru

    Guru Supriyani Divonis Bebas, PGRI Sebut Kado Pemerintah Darah di Hari Guru

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Perjuang guru honorer Supriyani untuk mendapatkan keadilan atas tudingan tidak berdasar kepadanya akhirnya berbuah manis. Setelah melalui proses panjang, Supriyani dinyatakan bebas.

    Vonis bebas terhadap guru honorer di Kecamatan Baito, Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara, dibacakan majelis hakim Pengadilan Negeri Andoolo, Senin (25/11).

    Menurut majelis hakim, Supriyani tidak terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana sebagaimana yang telah didakwakan jaksa penuntut umum.

    Kasus yang menimpa Supriyani bermula dari tuduhan penganiayaan terhadap siswa inisial D (8) yang masih duduk di bangku SD kelas 1. Tuduhan itu dilaporkan oleh orang tua murid D yang merupakan anggota Polsek Barito pada 26 April 2024. Kasus tersebut kemudian menjadi viral di media sosial.

    Merespons hal itu, Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) menyampaikan bahwa vonis bebas Supriyani merupakan kado bagi para guru pada Hari Guru Nasional 2024.

    “Kami mengucapkan selamat, ini kado dari pemerintah daerah bahwa Ibu Supriyani bebas murni tanpa syarat,” kata Ketua Umum PB PGRI Unifah Rosyidi saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Senin (25/11).

    PGRI tidak berdiam diri sejak kasus Supriyani mencuat ke publik. PGRI terus memberikan aksinya dengan turun langsung ke lapangan untuk mengawal kasus tersebut agar Supriyani mendapatkan keadilan.

    Pada Oktober lalu, PGRI juga telah meminta supaya Supriyani dibebaskan dari segala tuntutan hukum, mengingat guru yang menjalankan profesinya tidak akan berniat menganiaya atau menyakiti anak didiknya.

  • PGRI Dukung Penjurusan IPA, IPS, dan Bahasa Kembali Diberlakukan di SMA

    PGRI Tekankan Pentingnya Evaluasi Kurikulum Merdeka Belajar untuk Perbaikan Pendidikan

    Jakarta, Beritasatu.com – Ketua Umum Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Unifah Rosyidi mendorong pemerintah untuk mengkaji ulang penerapan Kurikulum Merdeka Belajar yang diterapkan oleh Menteri Pendidikan, Nadiem Makarim pada 2022. Evaluasi ini dianggap penting untuk menilai dampaknya terhadap kualitas pendidikan di Indonesia.

    Unifah menekankan, perubahan kurikulum bukanlah sesuatu yang harus dilakukan setiap kali ada pergantian menteri. Namun, kurikulum harus bersifat adaptif mengikuti perkembangan zaman, yang berarti perlu adanya penyesuaian secara berkala.

    “Perubahan dalam kurikulum itu adalah keniscayaan. Perubahan itu bukan berarti pergantian. Perubahan diperlukan agar kurikulum bisa menyesuaikan dengan perkembangan yang sangat dinamis di luar sana, yang juga harus masuk ke dalam dunia pendidikan,” ujar Unifah saat berbincang dengan Beritasatu.com di Jakarta, Minggu (10/11/2024).

    Meskipun demikian, Unifah mengakui kurikulum merdeka belajar memiliki beberapa kekurangan yang perlu diperbaiki. Ia menilai, kurikulum ini diterapkan secara tergesa-gesa, terutama karena masih dalam masa transisi dari Kurikulum 2013, sehingga hasilnya belum optimal. Namun, menurutnya, perubahan yang dilakukan tidak perlu merombak keseluruhan kurikulum, tetapi cukup melakukan penyempurnaan.

    Salah satu hal yang disoroti oleh Unifah adalah penghapusan ujian nasional (UN) dalam kurikulum merdeka belajar. Menurutnya, UN tetap penting sebagai alat untuk memetakan kualitas pendidikan di tingkat nasional dan sebagai salah satu syarat penerimaan di jenjang pendidikan berikutnya.

    “Kami di PGRI merasa perlu untuk melakukan kajian komprehensif terhadap Kurikulum Merdeka Belajar. Setelah diterapkan selama beberapa tahun, kita sudah bisa melihat hasilnya. Sebagai pihak yang bertanggung jawab di dunia pendidikan, kami tidak ingin kerusakan semakin dalam,” jelas Unifah.

    Di sisi lain, Unifah menyambut baik pendekatan deep learning yang diperkenalkan oleh Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Muti. Pendekatan ini didasarkan pada tiga pilar, yaitu mindful, meaningful, dan joyful, yang bertujuan menciptakan suasana belajar yang lebih mendalam, bermakna, dan menyenangkan bagi siswa.

    Untuk itu, PGRI menyarankan agar dilakukan evaluasi terhadap kurikulum merdeka belajar, sambil mengintegrasikan pendekatan deep learning tanpa perlu merancang kurikulum baru.

    Unifah juga menyarankan agar kurikulum diberi nama Kurikulum Nasional, sehingga apabila ada perubahan, penyesuaian dilakukan sesuai dengan perkembangan zaman. 

    “Penamaan kurikulum sebaiknya tidak perlu yang terlalu rumit. Karena ini berlaku secara nasional, lebih baik jika kita sebut saja Kurikulum Nasional. Fokus pada pendekatan deep learning adalah pilihan yang sah, karena memang setiap periode pendidikan pasti ada kebutuhan untuk fokus pada hal tertentu,” tuturnya.

    Ia menambahkan, Merdeka Belajar itu lebih indah dalam konsep, tetapi terkadang terasa sulit dalam pelaksanaan.

  • Ratusan Guru Berunjuk Rasa di Depan Hotel Aston Jember

    Ratusan Guru Berunjuk Rasa di Depan Hotel Aston Jember

    Jember (beritajatim.com) – Ratusan orang guru berseragam kemeja putih berunjuk rasa di depan Hotel Aston, Kabupaten Jember, Jawa Timur, Minggu (5/5/2024). Mereka menolak pembekuan kepengurusan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kabupaten Jember.

    Massa guru semula berkumpul di bundaran depan DPRD Jember dan kemudian bertolak ke depan Hotel Aston. Aksi demo bertepatan dengan acara silaturahmi dan halalbihalal kepengurusan PGRI seluruh Jawa Timur yang dihadiri Ketua Umum Pengurus Besar PGRI Unifah Rosyidi.

    Di sela-sela aksi, Ketua PGRI Jember Supriyono terkejut dengan beredarnya surat keputusan pembekuan kepengurusannya di media sosial. “Padahal PGRI Jember tidak punya masalah. Kegiatan kami lancar. Kami membayar iuran,” katanya.

    “Seandainya ada pembekuan, seharusnya ada proses pembinaan dan peringatan dulu. Baru dijatuhi sanksi. Ini tidak. Teman-teman guru jadi kaget,” kata Supriyono.

    Menurut Supriyono, pembekuan PGRI Jember terimbas dualisme kepengurusan besar PGRI versi Unifah Rosyidi dan Teguh Sumarno. “Hari ini mereka bersengketa di Pengadilan Tata Usaha Negara. PGRI Jember bersikap menunggu sampai ada keputusan hukum yang inkracht. Siapa yang dinyatakan benar secara hukum, PGRI akan taat,” katanya.

    “Lha kok tahu kami diacak-acak. Kami lawan. Kami tolak (pembekuan). Kalau tidak ditolak, guru-guru saling berhadapan dan ada konflik horisontal. Kami tidak mau terjadi seperti itu. Demo kami untuk menunjukkan kepada Bu Unifah bahwa Jember tidak sama dengan kabupaten lain,” kata Supriyono.

    Supriyono menyesalkan keterlibatan Universitas PGRI Argopuro (Unipar) Jember yang menjadi panitia halalbihalal dalam pembekuan kepengurusan PGRI setempat.

    Namun Rektor Unipar Basuki Hadiprayogo membantah keteribatan tersebut. Unipar sebatas membantu PGRI Jawa Timur untuk menyelenggarakan acara halalbihalal. “Namanya saudara ya saya bantu,” katanya.

    “Anggota PGRI mulai dari atas sampai bawah adalah saudara kami. Kalau saudara minta tolong dan mengundang, kami wajib memberi pertolongan dan datang undangan,” katanya.

    Basuki sudah membaca surat PGRI Jember yang menyatakan adanya oknum dari Unpar yang berperan aktif dalam pembekuan kepengurusan organisasi tersebut. “Saya belum sempat berkomunikasi dengan Pak Supriyono soal siapa (oknum) yang dimaksud. Tapi dalam waktu dekat saya akan berkomunikasi dengan Pak Supriyono. Beliau satu lembaga dengan kami di Unipar,” katanya.

    Sementara itu, Unifah Rosyidi mengatakan, kedatangannya ke Jember hanya sebagai undangan. “Saya mau halalbihalal,” katanya.

    Acara halalbihalal itu sendiri tertutup dari peliputan wartawan. Saat wartawan hendak masuk ke ruangan acara, seoang pria menghadang dan melarang. Menurutnya, hanya anggota PGRI yang boleh masuk ke ruangan. [wir]