Kenapa PT GAG Dibolehkan Menambang Nikel di Raja Ampat?
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Aktivitas
eksploitasi nikel
di Pulau Gag, Kabupaten Raja Ampat, yang terletak di Provinsi Papua Barat Daya, baru-baru ini menjadi sorotan publik meskipun sudah berjalan bertahun-tahun.
Hal itu setelah tiga orang aktivis
Greenpeace Indonesia
melakukan aksi protes dalam acara Indonesia Critical Minerals Conference and Expo di Hotel Pullman, Jakarta, pada Selasa (3/6/2025).
Tiga aktivis Greenpeace bersama seorang perempuan orang asli Papua (OAP) membentangkan spanduk saat Wakil Menteri Luar Negeri Arif Havas Oegroseno tengah menyampaikan sambutannya.
Greenpeace Indonesia menyebut, banyak pelanggaran yang dilakukan perusahaan tambang di Raja Ampat.
Selain hutan yang dibabat dalam skala luas, pertambangan juga memicu sedimentasi parah sehingga bisa mencemari ekosistem laut.
Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq mengumumkan bahwa
PT GAG Nikel
(PT GN) bersama dengan 12 perusahaan lainnya telah diberikan hak khusus untuk melakukan aktivitas pertambangan di Kabupaten Raja Ampat.
Meskipun demikian, Menteri Hanif menjelaskan bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, penambangan dengan metode terbuka dilarang di kawasan hutan lindung.
Namun, dia menggarisbawahi bahwa PT GN dan 12 perusahaan lainnya diberikan pengecualian berdasarkan UU Nomor 19 Tahun 2004, yang mengatur mengenai penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2004.
Hanif menambahkan bahwa seluruh area di Kabupaten
Raja Ampat
merupakan kawasan hutan, tetapi PT GN telah memenuhi persyaratan perizinan yang berlaku.
“Dengan pengecualian yang diberikan kepada 13 perusahaan ini, termasuk PT GN, kegiatan penambangan dapat dilakukan secara legal,” kata Hanif, dalam sebuah konferensi pers di Hotel Pullman, Jakarta Pusat, pada Minggu (8/6/2025).
Hanif juga menunjukkan bahwa meskipun terdapat aktivitas pertambangan oleh PT GN, kerusakan lingkungan yang ditimbulkan tidak tergolong parah berdasarkan foto udara yang diambil.
Namun, ia menekankan perlunya pemeriksaan langsung di lapangan untuk memastikan kondisi yang sebenarnya.
Menurut dia, setelah penanganan masalah polusi udara di Jakarta rampung, dia akan segera mengunjungi lokasi pertambangan di Raja Ampat.
Senada dengan Hanif, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) juga menyatakan bahwa kegiatan
tambang nikel
yang dikelola oleh PT GAG Nikel tidak menunjukkan adanya masalah yang signifikan.
Hal ini diungkapkan setelah Menteri ESDM Bahlil Lahadalia dan timnya melakukan kunjungan langsung ke lokasi tambang.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Tri Winarno mengatakan, hasil tinjauan menunjukkan tidak adanya sedimentasi di area pesisir.
“Secara keseluruhan, tambang ini tidak ada masalah,” kata dia.
Meskipun demikian, pihaknya tetap akan menurunkan tim Inspektur Tambang untuk melakukan inspeksi menyeluruh di wilayah izin usaha pertambangan di Raja Ampat.
Tri menekankan bahwa hasil evaluasi tim inspektur akan menjadi dasar bagi Menteri ESDM untuk mengambil keputusan lebih lanjut.
Berdasarkan data yang dirilis Kementerian Lingkungan Hidup, perusahaan tambang yang cakupan konsesinya cukup luas adalah
PT Gag Nikel
.
PT Gag Nikel Raja Ampat tercatat memiliki luas wilayah izin pertambangan 13.136 hektar.
Perusahaan pemilik tambang nikel ini mendapat izin produksi pada 2017, lalu mulai berproduksi pada 2018.
Saham pemilik tambang nikel di Pulau Gag ini rupanya dikuasai PT Antam Tbk.
Untuk diketahui, Antam sebelumnya adalah perusahaan BUMN, sebelum kemudian seluruh saham pemerintah dialihkan ke MIND ID yang berstatus holding BUMN pertambangan.
Mengutip situs resminya, PT Gag Nikel adalah perusahaan pemegang kontrak karya sejak 1998.
Mulanya, saham PT Gag Nikel dimiliki oleh Asia Pacific Nickel Pty Ltd sebesar 75 persen, sedangkan saham sisanya dikuasai PT Antam Tbk sebesar 25 persen.
Namun, sejak 2008, Antam mengakuisisi semua saham Asia Pacific Nickel Pty Ltd.
Dengan begitu, PT Gag Nikel sepenuhnya dikendalikan oleh Antam.
Berdasarkan informasi di laman Kementerian ESDM, kontrak karya PT Gag Nikel terdaftar di aplikasi Mineral One Data Indonesia (MODI) dengan nomor akta perizinan 430.K/30/DJB/2017.
Dari data per 31 Desember 2018, total cadangan nikel PT Gag Nikel Raja Ampat tercatat sebesar 47,76 juta wet metric ton (wmt) yang terdiri dari 39,54 juta wmt bijih nikel saprolit dan 8,22 juta wmt bijih nikel limonit.
Wmt adalah satuan untuk bijih logam dalam keadaan basah alami.
Tercatat total sumber daya nikel PT Gag Nikel mencapai 314,44 juta wmt yang terdiri dari 160,08 juta wmt bijih nikel saprolit dan 154,36 juta wmt limonit.
Dengan masifnya skala tambang di sana, Gag Nikel Raja Ampat memiliki fasilitas yang terbilang sangat lengkap di pulau tersebut.
Anak usaha Antam itu membangun beberapa rumah tinggal untuk karyawan di sana.
Fasilitas lainnya di Pulau Gag yang dibangun Antam antara lain dermaga yang menjadi fasilitas sandar kapal penghubung dari Gag ke Sorong dan Wisai.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Tag: Tri Winarno
-
/data/photo/2025/06/08/6845800bd8966.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Kenapa PT GAG Dibolehkan Menambang Nikel di Raja Ampat? Nasional 9 Juni 2025
-

Beda Suara Pemerintah Sikapi Polemik Tambang Nikel Raja Ampat
Bisnis.com, JAKARTA — Aktivitas penambangan nikel di Pulau Gag, kawasan Raja Ampat, Papua Barat Daya menuai polemik lantaran dinilai merusak lingkungan. Pun, pemerintah belum satu suara dalam menyoroti perkara tersebut.
Permasalahan tambang nikel di ‘surga terakhir dari timur’ itu pun menyedot perhatian publik. Sampai-sampai, Presiden Prabowo Subianto pun memberikan atensi khusus.
Walhasil, tiga kementerian sekaligus turun ke lapangan untuk melakukan peninjauan. Tiga kementerian itu, yakni Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH), dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Hasil evaluasi di lapangan mengungkapkan bahwa terdapat lima perusahaan yang menjalankan usaha pertambangan di Kabupaten Raja Ampat, yaitu PT Gag Nikel, PT Anugerah Surya Pratama (ASP), PT Kawei Sejahtera Mining (KSM), PT Mulia Raymond Perkasa (MRP), dan PT Nurham.
Dua perusahaan memperoleh izin dari pemerintah pusat, yaitu PT Gag Nikel dengan izin operasi produksi sejak 2017 dan ASP dengan izin operasi produksi sejak 2013. Sementara itu, tiga perusahaan lainnya memperoleh izin dari pemerintah daerah (bupati Raja Ampat), yaitu MRP dengan IUP diterbitkan pada 2013, KSM dengan izin usaha pertambangan (IUP) diterbitkan pada 2013 dan PT Nurham dengan IUP diterbitkan pada 2025.
Menurut Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, hanya satu perusahaan yang berproduksi di kawasan Raja Ampat, yakni PT Gag Nikel. Sementara itu, empat sisanya masih dalam tahap eksplorasi.
Adapun, kelima izin perusahaan itu saat ini telah ditangguhkan hingga proses evaluasi rampung. Kelak, hasil evaluasi tim di lapangan akan menjadi dasar kebijakan dan keputusan lebih lanjut.
“Untuk sementara kami hentikan operasinya sampai dengan verifikasi lapangan, kami akan cek. Nah, apapun hasilnya nanti kami akan sampaikan setelah cross-check lapangan terjadi,” kata Bahlil saat ditemui di Kantor ESDM, Jakarta, Kamis (5/6/2025).
Beda Suara ESDM dan KLH
Kendati demikian, para pembantu Prabowo beda suara dalam melihat permasalahan tambang nikel di Raja Ampat itu. Kementerian ESDM menilai operasional tambang nikel di Raja Ampat, khususnya PT Gag Nikel, berjalan sesuai prinsip keberlanjutan dan tata ruang daerah.
Sementara itu, KLH menilai kegiatan pertambangan di Raja Ampat melanggar azas lingkungan.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian ESDM Tri Winarno menyebut, berdasarkan pantauan udara menunjukkan tidak ada sedimentasi signifikan di sepanjang pesisir Raja Ampat. Oleh karena itu, dia menilai secara umum, tambang PT Gag Nikel dalam kondisi baik.
“Bukaan lahan tambang ini tidak terlalu luas. Dari total 263 hektare, 131 hektare sudah direklamasi, dan 59 hektare di antaranya telah dinyatakan berhasil menurut penilaian reklamasi. Jadi sebenarnya tidak ada masalah besar di sini,” ujar Tri.
Meski demikian, Tri sudah menurunkan tim Inspektur Tambang, untuk melakukan inspeksi di beberapa wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) di Raja Ampat dan mengevaluasi secara menyeluruh untuk selanjutnya memberikan rekomendasi kepada menteri ESDM untuk melakukan eksekusi keputusannya.
Dia juga menegaskan, keberadaan PT Gag Nikel di Raja Ampat sepenuhnya berjalan sesuai kerangka hukum dan tata ruang daerah. Tri menyebut, awalnya beroperasi di bawah skema kontrak karya (KK), Gag Nikel termasuk salah satu dari 13 KK yang oleh Undang-Undang Kehutanan dikecualikan dari larangan aktivitas di hutan lindung.
Berbeda dengan ESDM, Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq menilai pertambangan nikel di Raja Ampat melanggar aturan lingkungan dan tata kelola pulau kecil. Dia pun akan meninjau persetujuan lingkungan PT Gag Nikel, KSM, ASP, dan MRP.
Menurutnya, keempat perusahaan itu berada di pulau kecil. Hal ini bertentangan dengan Pasal 23 ayat (2) dan Pasal 35 huruf k Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
“Dalam waktu tidak begitu lama, kami akan ke sana lapangan, kami ingin tahu tingkat kerawanan dan pencemaran lingkungan, persetujuan lingkungan itu ada 3 kementerian, Kementerian ESDM, KKP, dan Lingkungan Hidup,” ucapnya.
Dia memerinci, PT Gag Nikel melakukan pembukaan lahan di luar Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) dan telah memiliki persetujuan teknis Baku Mutu Air Limbah (BMAL) untuk pengelolaan air larian. Namun, anak usaha PT Aneka Tambang Tbk (Antam) itu belum melakukan pembuangan ke lingkungan karena belum memiliki sertifikat laik operasi (SLO).
Seluruh air limpasan dikelola menggunakan sistem drainase di sepanjang jalan tambang, sump pit, dan kolam pengendapan dengan kapasitas yang besar sehingga cukup untuk menampung seluruh air larian dari area kegiatan. Pemeriksaan pada seluruh badan air di sekitar kegiatan PT Gag Nikel, baik rawa, dermaga, maupun sungai, dalam keadaan jernih.
“Temuan lapangan hanya berskala minor, yakni tidak melakukan pemantauan terhadap keanekaragaman plankton pada air sungai,” kata Hanif.
Sementara itu, MRP ditemukan tidak memiliki dokumen lingkungan dan PPKH dalam aktivitasnya di Pulau Batang Pele sehingga seluruh kegiatan eksplorasi dihentikan. Perusahaan memulai kegiatan eksplorasi pada tanggal 9 Mei 2025 di area Pulau Batang Pele Kabupaten Raja Ampat dengan membuat sejumlah 10 mesin bor coring untuk pengambilan sampel coring.
Namun, pada saat verifikasi lapangan, hanya ditemukan area camp pekerja eksplorasi di area MRP. KLH telah mengenakan sanksi administrasi paksaan pemerintah dan denda administratif atas pelanggaran melakukan kegiatan tanpa persetujuan lingkungan.
Selanjutnya, untuk KSM terbukti membuka tambang di luar izin lingkungan dan di luar kawasan PPKH seluas 5 hektare di Pulau Kawe. Aktivitas tersebut telah menimbulkan sedimentasi di pesisir pantai.
Selain itu, di wilayah KSM ditemukan dugaan terjadinya sedimentasi pada akar mangrove yang diduga berasal dari areal stockpile, jetty dan sedimentasi di area outfall sediment pond Salasih dan Yehbi.
Sedangkan untuk ASP, perusahaan penanaman modal asing (PMA) asal China itu diketahui melakukan kegiatan pertambangan di Pulau Manuran seluas 746 hektare tanpa sistem manajemen lingkungan dan tanpa pengolahan air limbah larian.
Hal ini terbukti pada saat dilakukan pengawasan ditemukan kolam settling pond jebol akibat curah hujan tinggi. Dari visual menggunakan drone terlihat pesisir air laut terlihat keruh akibat sedimentasi.
KLH pun akan mengevaluasi persetujuan lingkungan atas adanya kegiatan pertambangan di Pulau Manuran yang memiliki luas 746,88 hektare yang tergolong Pulau Kecil.
Perlu Evaluasi Menyeluruh
Ketua Badan Kejuruan Teknik Pertambangan Persatuan Insinyur Indonesia (PII) Rizal Kasli mengatakan, tidak dibenarkan adanya kegaitan tambang di kawasan konservasi. Oleh karena itu, dia mendorong pemerintah untuk melakukan evaluasi secara menyeluruh.
“Yang harus dilakukan pemerintah dalam polemik ini adalah melakukan evaluasi menyeluruh untuk melihat apakah ada hal-hal yang dilanggar atau tidak sesuai dengan kaidah teknik pertambangan yang baik,” kata Rizal kepada Bisnis.
Bagaimanapun, kata dia, kawasan konservasi, baik laut maupun darat, harus dijaga dan dilestarikan.
Senada, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mendorong pemerintah melakukan evaluasi total dan moratorium izin tambang di kawasan Raja Ampat.
Menurutnya, selain masalah lingkungan dan hilangnya nilai karbon, pertambangan yang terlalu meluas dan ekspansif berisiko tinggi terhadap hilangnya pendapatan masyarakat lokal jangka panjang. Ini khususnya di sektor pertanian dan perikanan.
“Kalau pemerintah pusat serius bisa segera bentuk tim moratorium izin tambang, baik nikel dan galian C, berkoordinasi dengan akademisi independen dan kepala daerah,” ucap Bhima.
Dia berpendapat, selama ini banyak pemerintah daerah merasa ekspansi tambang tidak banyak membantu pendapatan daerah, sementara biaya kerusakan tetap timbul dan biaya kesehatan membengkak imbas kerusakan lingkungan.Bhima pun mengingatkan Kementerian ESDM untuk tidak membela perusahaan tambang. Menurutnya, Kementerian ESDM harus memikirkan konservasi sumber daya alam jangka panjang.
Pasalnya, efek ke branding nikel Indonesia di pasar internasional bisa terdampak oleh pengelolaan tambang yang bermasalah.
“Masalah Raja Ampat cuma puncak gunung es aktivitas pertambangan di pulau kecil. Pada saat memberi izin, yang namanya pulau kecil tidak boleh ditambang. Tapi ini kan dibiarkan terus menerus sampai menjadi perhatian publik,” tutur Bhima.
-
/data/photo/2025/05/31/683a744951773.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
1 Kementerian Lingkungan Hidup: PT GAG Nikel Boleh Menambang di Raja Ampat Nasional
Kementerian Lingkungan Hidup: PT GAG Nikel Boleh Menambang di Raja Ampat
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
–
Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq
mengatakan,
PT GAG Nikel
(PT GN) dan 12 perusahaan lainnya mendapatkan hak spesial untuk melakukan kegiatan pertambangan di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Hanif mengatakan, mengacu pada Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, kegiatan pertambangan dengan pola terbuka dilarang dilakukan di kawasan hutan lindung.
“Jadi hutan lindung itu tidak boleh dilakukan (
tambang nikel
) pola terbuka,” kata Hanif di Hotel Pullman, Jakarta Pusat, Minggu (8/6/2025).
Hanif mengatakan, Undang-Undang tentang Kehutanan melarang kegiatan pertambangan dengan pola terbuka di hutan lindung.
Kemudian, untuk PT GN dan tiga belas perusahaan lainnya diberikan pengecualian melalui UU Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2004.
Dia mengatakan, seluruh kawasan di Kabupaten
Raja Ampat
merupakan kawasan hutan.
Namun, PT GN memenuhi syarat perizinan.
“Tetapi kecuali 13 perusahaan termasuk PT GN ini diperbolehkan melalui Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 sehingga dengan demikian maka berjalannya kegiatan penambangan legal,” ujarnya.
Lebih lanjut, Hanif mengatakan, jika dilihat dari foto yang diambil dari drone, kerusakan alam yang terjadi akibat kegiatan pertambangan oleh PT GN tidak terlalu besar.
Namun, ia mengatakan, hal tersebut harus dilakukan pengecekan langsung ke lapangan.
Dia mengatakan, akan segera ke lokasi setelah penanganan polusi udara di Jakarta selesai ditangani.
“Memang ada kegiatan lain yang harus kami tangani, terutama di Jakarta dengan kualitas udaranya yang kami agak prihatin sehingga beberapa hal harus kami tangani dulu di Jakarta. Kemudian, kami akan ke sana (Raja Ampat) dalam waktu yang sangat segera,” ucap dia.
Kata Kementerian ESDM
Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan bahwa aktivitas tambang nikel yang dikelola oleh PT GAG Nikel di Pulau Gag, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya, tidak menunjukkan adanya permasalahan signifikan.
Penilaian ini disampaikan setelah Menteri ESDM Bahlil Lahadalia meninjau langsung lokasi tambang bersama timnya.
“Kami lihat dari atas tadi bahwa sedimentasi di area pesisir juga tidak ada. Jadi
overall
ini sebetulnya tambang ini nggak ada masalah,” kata Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian ESDM, Tri Winarno, saat mendampingi Menteri Bahlil meninjau Pulau Gag, dikutip dari Jakarta, Minggu (8/6/2025) lalu.
Meskipun demikian, Tri menjelaskan bahwa pihaknya tetap menurunkan tim Inspektur Tambang untuk melakukan inspeksi menyeluruh di sejumlah Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) yang berada di Kabupaten Raja Ampat.
Langkah ini diambil untuk memastikan bahwa seluruh kegiatan pertambangan, termasuk yang dilakukan oleh
PT Gag Nikel
, berjalan sesuai ketentuan.
“Kalau secara keseluruhan, reklamasi di sini cukup bagus juga, tapi nanti kita tetap menunggu laporan dari Inspektur Tambang seperti apa. Hasil dari evaluasi itulah yang akan menjadi dasar bagi Menteri ESDM untuk mengeksekusi keputusan selanjutnya,” ujar Tri.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Beda Temuan Kementerian ESDM & KLH soal Tambang Nikel di Raja Ampat
Jakarta –
Aktivitas tambang nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya sedang menjadi sorotan dari berbagai pihak. Wilayah yang terkenal dengan keindahan alamnya itu dikhawatirkan rusak karena kegiatan tambang tersebut.
Dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memiliki temuan yang berbeda dengan Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) terkait tambang nikel di Raja Ampat.
Kementerian ESDM melalui Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Tri Winarno mengklaim tidak ada masalah berarti pada pertambangan nikel di Raja Ampat. Informasi itu disampaikan usai mengunjungi tambang nikel PT Gag Nikel bersama Menteri ESDM Bahlil Lahadalia di Pulau Gag, Raja Ampat pada Sabtu (7/6).
“Kita lihat juga dari atas tadi bahwa sedimentasi di area pesisir juga tidak ada. Jadi overall ini sebetulnya tambang ini nggak ada masalah,” kata Tri dalam keterangan resmi, dikutip Minggu (8/6/2025).
Meski demikian, Kementerian ESDM sudah menurunkan tim Inspektur Tambang untuk melakukan inspeksi di beberapa Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) di Raja Ampat. Tim itu guna mengevaluasi secara menyeluruh untuk menentukan langkah lanjutan yang akan diambil terkait tambang nikel di daerah tersebut.
“Kalau secara overall, reklamasi di sini cukup bagus juga tapi nanti kita tetap report-nya dari Inspektur Tambang nanti seperti apa, terus kemudian nanti kita hasil dari evaluasi yang kita lakukan dari laporan Inspektur Tambang kemudian kita eksekusi untuk seperti apa nanti,” ucapnya.
Berbeda dengan KLH/BPLH, yang menyatakan ada berbagai pelanggaran serius yang dilakukan empat perusahaan tambang nikel di Raja Ampat. Hal itu berdasarkan hasil pengawasan yang dilakukan pada 26-31 Mei 2025.
“Hasil pengawasan menunjukkan berbagai pelanggaran serius terhadap peraturan lingkungan hidup dan tata kelola pulau kecil,” ujar Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq dalam keterangan resmi.
Perbedaan temuan tersebut kemungkinan disebabkan oleh fokus penilaian yang berbeda. Kementerian ESDM mungkin lebih fokus pada aspek produksi dan kepatuhan terhadap izin pertambangan, sementara LHK mungkin lebih fokus pada dampak lingkungan dan potensi pelanggaran peraturan lingkungan.
Perusahaan tambang nikel di Raja Ampat yang menjadi objek pengawasan KLH yaitu PT Gag Nikel (GN), PT Anugerah Surya Pratama (ASP), PT Kawei Sejahtera Mining (KSM) dan PT Mulia Raymond Perkasa (MRP). Seluruhnya disebut telah mengantongi izin usaha pertambangan, namun hanya PT GN, PT ASP dan PT KSM yang memiliki persetujuan penggunaan kawasan hutan (PPKH).
Berikut berbagai masalah tambang nikel di Raja Ampat yang ditemukan KLH:
1. PT Gag Nikel
PT Gag Nikel beroperasi di Pulau Gag dengan luas ±6.030,53 hektare (Ha). Pulau tersebut tergolong pulau kecil sehingga aktivitas pertambangan di dalamnya bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
KLH/BPLH saat ini sedang mengevaluasi Persetujuan Lingkungan yang dimiliki PT Gag Nikel. Jika terbukti bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku, izin lingkungan mereka akan dicabut dengan berdasar pada prinsip kehati-hatian dan keberlanjutan.
“Penambangan di pulau kecil adalah bentuk pengingkaran terhadap prinsip keadilan antargenerasi. KLH/BPLH tidak akan ragu mencabut izin jika terbukti merusak ekosistem yang tak tergantikan,” tegas Hanif.
2. PT Anugerah Surya Pratama
Begitu juga dengan PT Anugerah Surya Pratama, diketahui melakukan kegiatan pertambangan di Pulau Manuran seluas ±746 Ha tanpa sistem manajemen lingkungan dan tanpa pengelolaan air limbah larian. Di lokasi ini, KLH/BPLH memasang plang peringatan sebagai bentuk penghentian aktivitas.
Sebagai informasi, PT Anugerah Surya Pratama memiliki status penanaman modal asing (PMA) dan merupakan anak usaha dari PT Wanxiang Nickel Indonesia, yang terafiliasi dengan grup tambang asal China, Vansun Group.
3. PT Kawei Sejahtera Mining
PT Kawei Sejahtera Mining terbukti membuka tambang di luar izin lingkungan dan di luar kawasan PPKH seluas 5 Ha di Pulau Kawe. Aktivitas tersebut telah menimbulkan sedimentasi di pesisir pantai dan perusahaan akan dikenakan sanksi administratif berupa pemulihan lingkungan serta berpotensi menghadapi gugatan perdata.
4. PT Mulia Raymond Perkasa
PT Mulia Raymond Perkasa ditemukan tidak memiliki dokumen lingkungan dan PPKH dalam aktivitasnya di Pulau Batang Pele. Seluruh kegiatan eksplorasi pun dihentikan.
(aid/eds)
-

Anak Buah Bahlil Klaim Tambang Nikel di Raja Ampat Tak Ada Masalah
Jakarta –
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengklaim tidak ditemukan masalah di lokasi tambang nikel di Pulau Gag, Kabupaten Raja Ampat.
Hal ini diungkapkan oleh Direktur Jenderal Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM, Tri Winarno usai mendampingi Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengecek langsung lokasi tambang nikel yang dikelola PT Gag Nikel.
Adapun kunjungan tersebut dilakukan untuk melihat situasi operasi tambang dan menindaklanjuti keresahan publik atas dampak pertambangan terhadap kawasan wisata di Raja Ampat.
“Kita lihat juga dari atas tadi bahwa sedimentasi di area pesisir juga tidak ada. Jadi overall ini sebetulnya tambang ini nggak ada masalah,” kata Tri, dikutip dari laman resmi Kementerian ESDM, Minggu (8/6/2025).
Meski demikian, Tri sudah menurunkan tim Inspektur Tambang, untuk melakukan inspeksi di beberapa Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) di Raja Ampat dan mengevaluasi secara menyeluruh untuk selanjutnya memberikan rekomendasi kepada Menteri ESDM untuk melakukan eksekusi keputusannya.
“Kalau secara overall, reklamasi di sini cukup bagus juga tapi nanti kita tetap reportnya dari Inspektur Tambang nanti seperti apa, terus kemudian nanti kita hasil dari evaluasi yang kita lakukan dari laporan Inspektur Tambang kemudian kita eksekusi untuk seperti apa nanti,” tandasnya.
Sementara itu, Direktur Pengembangan Usaha PT. Aneka Tambang (Antam), I Dewa Wirantaya mengatakan bahwa PT. Gag Nikel, sebagai anak perusahaan PT Aneka Tambang Tbk (Antam) wajib menjalankan kaidah pertambangan yang baik (good mining practice), dengan menaati prosedur teknis, lingkungan, dan peraturan-peraturan yang berlaku terhadap pengelolaan area pertambangan di Pulau Gag.
“Seperti kita saksikan bersama, semua stakeholder bisa melihat di sini kita melakukan ketaatan reklamasi, penahan terhadap air limpahan tambang dan sebagainya. Tentunya harapan kita, kehadiran PT GAG Nikel di sini bisa memberikan nilai tambah, selain sebagai entitas bisnis, sebagai BUMN, kita juga sebagai agent of development memberikan nilai tambah bagi stakeholder, terutama masyarakat yang ada di Pulau Gag ini,” jelasnya.
Untuk diketahui, pada 5 Juni 2025 lalu, Menteri ESDM telah menghentikan sementara kegiatan operasi PT GAG Nikel di Pulau Gag, Kabupaten Raja Ampat. Hal ini dilakukan untuk menindaklanjuti pengaduan masyarakat terkait dampak pertambangan terhadap kawasan wisata di Raja Ampat.
Adapun berdasarkan hasil evaluasi di lapangan mengungkapkan bahwa terdapat lima perusahaan yang menjalankan usaha pertambangan di Kabupaten Raja Ampat, yaitu PT GAG Nikel, PT Anugerah Surya Pratama, PT Kawei Sejahtera Mining, PT Mulia Raymond, dan PT Nurham.
Dari kelima perusahaan tersebut, PT GAG Nikel merupakan satu-satunya yang saat ini aktif memproduksi nikel dan berstatus Kontrak Karya (KK). Perusahaan ini terdaftar di aplikasi Mineral One Data Indonesia (MODI) dengan Nomor Akte Perizinan 430.K/30/DJB/2017, serta memiliki wilayah izin seluas 13.136,00 hektar.
Di samping itu, PT GAG Nikel termasuk ke dalam 13 Perusahaan yang diperbolehkan untuk melanjutkan kontrak karya pertambangan di Kawasan Hutan hingga berakhirnya izin/perjanjian berdasarkan Keputusan Presiden 41/2004 tetang Perizinan atau Perjanjian di Bidang Pertambangan yang Berada di Kawasan Hutan.
(eds/eds)
-

Saya Ingin Lihat Secara Objektif
PAPUA – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengecek langsung tambang nikel di Pulau Gag, Raja Ampat, Papua Barat Daya, sebagai respons dari protes masyarakat dan sekaligus untuk mendapat gambaran objektif dari kondisi di lapangan.
“Saya datang ke sini untuk mengecek langsung, untuk melihat secara objektif apa yang sebenarnya terjadi,” kata Bahlil ketika dijumpai di Pulau Gag, Raja Ampat, Papua Barat Daya, Sabtu.
Adapun hasil dari tinjauan langsungnya akan disampaikan oleh tim Kementerian ESDM.
“Nanti, hasilnya akan dikabari tim saya,” kata Bahlil.
Selain Bahlil, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian ESDM Tri Winarno juga turut meninjau langsung aktivitas tambang nikel di Pulau Gag.
Menurut Tri, luas lahan Pulau Gag yang dibuka untuk pertambangan nikel tidak terlalu besar. Selain itu, ia juga menyoroti total bukaan lahan yang sudah direklamasi oleh PT GAG Nikel.
“Secara total, bukaan lahannya nggak besar-besar amat. Dari total 263 hektare, 131 hektare sudah reklamasi dan 59 hektare sudah dianggap berhasil reklamasinya,” ucap Tri.
Selain itu, berdasarkan pantauan Tri dari udara dengan helikopter, tidak terlihat sedimentasi area pesisir. Oleh karena itu, ia menilai tambang GAG tidak bermasalah.
“Secara keseluruhan, tambang nggak ada masalah,” kata dia.
Meskipun demikian, Tri belum bisa memastikan kapan pemerintah akan merilis hasil evaluasi dari anak perusahaan PT Antam Tbk itu. Hasil evaluasi tersebut dinantikan oleh PT GAG Nikel, sebab akan menentukan apakah mereka akan melanjutkan operasi atau menghentikannya.
Berdasarkan pantauan ANTARA di Pulau Gag, Raja Ampat, Papua Barat Daya, Sabtu, aktivitas pertambangan PT GAG Nikel dihentikan untuk sementara. Menurut informasi yang dihimpun di lokasi, aktivitas pertambangan tersebut dihentikan sejak Menteri ESDM memberikan instruksi dalam konferensi pers di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (5/6/2025).
Sebelumnya, Menteri Bahlil menghentikan sementara kegiatan operasi GAG Nikel di Pulau Gag guna menindaklanjuti pengaduan masyarakat. Ia menyebut guna memastikan seluruh prosedur dipatuhi tim inspeksi Kementerian ESDM telah diturunkan ke lapangan.
GAG Nikel memiliki jenis perizinan berupa kontrak karya yang terdaftar di aplikasi Mineral One Data Indonesia (MODI) dengan nomor akte perizinan 430.K/30/DJB/2017 dan luas wilayah izin pertambangan 13.136 ha. Menurut Bahlil, GAG Nikel merupakan satu-satunya perusahaan yang saat ini berproduksi di wilayah tersebut.
Kontrak karya (KK) perusahaan anak usaha Antam itu terbit pada 2017 dan mulai beroperasi setahun kemudian setelah mengantongi analisis mengenai dampak lingkungan (amdal).
“Izin pertambangan di Raja Ampat itu ada beberapa, mungkin ada lima. Nah, yang beroperasi sekarang itu hanya satu yaitu GAG. GAG Nikel ini yang punya adalah Antam, BUMN,” kata Bahlil.
-

Legislator apresiasi KESDM-KLH respons tegas masalah tambang
Ini adalah bentuk keberanian negara dalam melindungi lingkungan dan masyarakat adat
Jakarta (ANTARA) – Anggota Komisi XII DPR RI Mukhtarudin menyampaikan apresiasi atas ketegasan Kementerian ESDM serta Kementerian Lingkungan Hidup dalam merespons persoalan tambang nikel di Pulau Gag, Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Anggota komisi yang membidangi ESDM, investasi dan lingkungan hidup itu menyebut sikap Kementerian ESDM yang menyetop sementara izin pertambangan di Pulau Gag dan melakukan inspeksi menyeluruh ke lapangan, serta penindakan KLH menunjukkan sikap yang relevan dengan tata kelola sumber daya nasional.
“Ini adalah bentuk keberanian negara dalam melindungi lingkungan dan masyarakat adat, dan saat KLH juga memberikan sanksi kepada empat perusahaan tambang, kita melihat sinyal kuat bahwa tidak ada toleransi bagi pelanggaran di sektor tambang,” ujar Mukhtarudin dalam keterangan diterima di Jakarta, Minggu.
Pada Sabtu (7/6), Bahlil didampingi Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian ESDM Tri Winarno meninjau langsung aktivitas tambang nikel di Pulau Gag. Kementerian ESDM menurunkan tim Inspektur Tambang ke beberapa Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) di Raja Ampat dan mengevaluasi secara menyeluruh untuk selanjutnya memberikan rekomendasi kepada Menteri ESDM guna melakukan eksekusi keputusannya.
Mukhtarudin menilai bahwa langkah dua kementerian itu telah menunjukkan komitmen pemerintah dalam menjalankan amanat Pasal 33 UUD 1945, di mana pengelolaan kekayaan alam harus dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, bukan untuk merusak tatanan sosial dan lingkungan hidup masyarakat lokal.
Ia juga mendorong agar evaluasi menyeluruh dilakukan terhadap seluruh Izin Usaha Pertambangan (IUP) di kawasan konservasi.
Menurut data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terdapat lima perusahaan tambang yang mengantongi izin untuk beroperasi di wilayah Raja Ampat, Papua Barat Daya, dengan lima pulau yang menjadi lokasi pertambangannya. Lima pulau yang menjadi sasaran perusahaan tambang adalah Pulau Gag, Pulau Manuran, Pulau Batang Pele, Pulau Kawe, dan Pulau Waigeo.
Pada Kamis (5/6) sebelumnya, Menteri ESDM mengambil langkah tegas dengan menghentikan sementara operasional tambang nikel milik PT GN di Pulau Gag, Raja Ampat. Kebijakan ini diambil sebagai respons langsung atas berbagai laporan kerusakan lingkungan serta desakan masyarakat adat, sekaligus menjadi bentuk komitmen pemerintah untuk menegakkan prinsip keberlanjutan dalam sektor pertambangan.
Sementara itu, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) sebelumnya menyatakan bahwa empat perusahaan tambang nikel di wilayah Raja Ampat telah terbukti melakukan pelanggaran serius terhadap aturan lingkungan, termasuk ketidaksesuaian izin lahan, buruknya pengelolaan limbah, dan ancaman terhadap ekosistem kawasan konservasi.
Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq menyatakan bahwa pemerintah tidak akan mentolerir aktivitas tambang yang merusak lingkungan, terutama di wilayah konservasi dan pulau kecil yang bernilai strategis bagi generasi.
Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
-

Kunjungi Pulau Gag, Kementerian ESDM Sebut Tak Ada Pelanggaran
Raja Ampat, Beritasatu.com – Menteri ESDM Bahlil Lahadalia bersama timnya mengunjungi tambang nikel PT Gag Nikel. Kunjungan ini dilakukan untuk melihat tata kelola tambang yang dilakukan di Pulau Gag.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu bara (Minerba) Kementerian ESDM, Tri Winarno, yang mendampingi Bahlil mengatakan bahwa tambang nikel di Pulau Gag, Raja Ampat, Papua Barat Daya telah menjalankan tata kelola sesuai dengan peraturan.
“Kami lihat dari atas tadi bahwa sedimentasi di area pesisir juga tidak ada. Jadi overall ini sebetulnya tambang ini enggak ada masalah,” tutur dia seperti dilansir dari Antara, Minggu (8/6/2025).
Namun, untuk memastikan lebih lanjut pihaknya juga menurunkan tim Inspektur Tambang melakukan inspeksi di beberapa Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) Raja Ampat. Hasil evaluasi tersebut nantinya akan memberikan data secara menyeluruh, dan rekomendasi kepada Menteri ESDM untuk melakukan eksekusi keputusannya.
“Kalau secara overall, reklamasi di sini cukup bagus juga tapi nanti kita tetap report-nya dari Inspektur Tambang nanti seperti apa, terus kemudian nanti kita hasil dari evaluasi yang kita lakukan dari laporan Inspektur Tambang kemudian kita eksekusi untuk seperti apa nanti,” jelas dia.
Hasil evaluasi di lapangan mengungkapkan bahwa terdapat lima perusahaan yang menjalankan usaha pertambangan di Kabupaten Raja Ampat, yaitu PT GAG Nikel, PT Anugerah Surya Pratama, PT Kawei Sejahtera Mining, PT Mulia Raymond, dan PT Nurham.
Dari kelima perusahaan tersebut, PT GAG Nikel merupakan satu-satunya yang saat ini aktif memproduksi nikel dan berstatus Kontrak Karya (KK). Perusahaan ini terdaftar di aplikasi Mineral One Data Indonesia (MODI) dengan Nomor Akta Perizinan 430.K/30/DJB/2017, serta memiliki wilayah izin seluas 13.136,00 hektare.
Di samping itu, PT GAG Nikel termasuk ke dalam 13 perusahaan yang diperbolehkan untuk melanjutkan kontrak karya pertambangan di Kawasan Hutan hingga berakhirnya izin/perjanjian berdasarkan Keputusan Presiden 41/2004 tentang Perizinan atau Perjanjian di Bidang Pertambangan yang Berada di Kawasan Hutan.
-

Pasca Hentikan Operasional Gag Nikel, Bahlil Kunjungi Pulau Gag
JAKARTA – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia melakukan kunjungan ke tambang nikel PT Gag Nikel di Pulau Gag, Kabupaten Raja Ampat, pada Sabtu 7 Juni. Kunjungan singkat ini bertujuan melihat situasi operasi tambang dan menindaklanjuti keresahan publik atas dampak pertambangan terhadap kawasan wisata di Raja Ampat.
“Saya itu datang ke sini untuk mengecek langsung aja kepada seluruh masyarakat, dan teman-teman kan sudah lihat dan saya juga melihat secara objektif apa sebenarnya yang terjadi dan hasilnya nanti dicek oleh tim saya (inspektur tambang),” ujarnya dalam keterangan kepada media, Sabtu, 7 Juni.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM, Tri Winarno, menyampaikan bahwa bahwa tidak ditemukan masalah di wilayah tambang.
“Kita lihat juga dari atas tadi bahwa sedimentasi di area pesisir juga tidak ada. Jadi overall ini sebetulnya tambang ini gak ada masalah,” tutur Tri.
Meski demikian, Tri sudah menurunkan tim Inspektur Tambang, untuk melakukan inspeksi di beberapa Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) di Raja Ampat dan mengevaluasi secara menyeluruh untuk selanjutnya memberikan rekomendasi kepada Menteri ESDM untuk melakukan eksekusi keputusannya.
“Kalau secara overall, reklamasi di sini cukup bagus juga tapi nanti kita tetap reportnya dari Inspektur Tambang nanti seperti apa, terus kemudian nanti kita hasil dari evaluasi yang kita lakukan dari laporan Inspektur Tambang kemudian kita eksekusi untuk seperti apa nanti,” tandasnya.
Sementara itu, Direktur Pengembangan Usaha PT Aneka Tambang (Antam), I Dewa Wirantaya mengatakan bahwa PT Gag Nikel, sebagai anak perusahaan PT. Antam, wajib menjalankan kaidah pertambangan yang baik (good mining practice), dengan menaati prosedur teknis, lingkungan, dan peraturan-peraturan yang berlaku terhadap pengelolaan area pertambangan di Pulau Gag.
“Seperti kita saksikan bersama, semua stakeholder bisa melihat di sini kita melakukan ketaatan reklamasi, penahan terhadap air limpahan tambang dan sebagainya. Tentunya harapan kita, kehadiran PT Gag Nikel di sini bisa memberikan nilai tambah, selain sebagai entitas bisnis, sebagai BUMN, kita juga sebagai agent of development memberikan nilai tambah bagi stakeholder, terutama masyarakat yang ada di Pulau Gag ini,” jelasnya.
Hasil evaluasi di lapangan mengungkapkan bahwa terdapat lima perusahaan yang menjalankan usaha pertambangan di Kabupaten Raja Ampat, yaitu PT Gag Nikel, PT Anugerah Surya Pratama, PT Kawei Sejahtera Mining, PT Mulia Raymond, dan PT Nurham.
Dari kelima perusahaan tersebut, PT Gag Nikel merupakan satu-satunya yang saat ini aktif memproduksi nikel dan berstatus Kontrak Karya (KK). Perusahaan ini terdaftar di aplikasi Mineral One Data Indonesia (MODI) dengan Nomor Akte Perizinan 430.K/30/DJB/2017, serta memiliki wilayah izin seluas 13.136,00 hektar.
Di samping itu, PT Gag Nikel termasuk ke dalam 13 Perusahaan yang diperbolehkan untuk melanjutkan kontrak karya pertambangan di Kawasan Hutan hingga berakhirnya izin/perjanjian berdasarkan Keputusan Presiden 41/2004 tetang Perizinan atau Perjanjian di Bidang Pertambangan yang Berada di Kawasan Hutan.
Untuk diketahui, Pada 5 Juni 2025 lalu, Menteri ESDM menghentikan sementara kegiatan operasi PT Gag Nikel di Pulau Gag, Kabupaten Raja Ampat. Hal ini dilakukan untuk menindaklanjuti pengaduan masyarakat terkait dampak pertambangan terhadap kawasan wisata di Raja Ampat.
-

Tak Hanya Pulau Gag, Kementerian ESDM Bakal Cek 5 Pulau Lainnya
Raja Ampat, Beritasatu.com – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menugaskan inspektur tambang mengevaluasi lima tambang di kawasan Raja Ampat, Papua Barat Daya. Bahlil ingin memastikan aktivitas lima tambang itu berjalan sesuai ketentuan perundang-undangan.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian ESDM Tri Winarno mengatakan, selain mengunjungi Pulau Gag di Raja Ampat, mereka juga menyempatkan diri untuk melihat pulau lainnya. Namun, pihaknya hanya melihat pulau tersebut dari kejauhan.
“Tapi, nanti kami juga menugaskan inspektur tambang untuk melihat pulau-pulau lain,” kata dia seperti dilansir dari Antara, Minggu (8/6/2025).
Menurutnya, selain Pulau Gag pertambangan di pulau lain yang sempat memiliki izin produksi ada di Pulau Kawe. “Di Kawe itu pun berhenti tahun 2024, total produksi yang sudah dilakukan sekitar 700-an ribu ton,” kata Tri.
Nantinya, evaluasi yang dilakukan oleh Kementerian ESDM akan meliputi perlindungan lingkungan hidup dan keberlanjutan wilayah pesisir serta pulau-pulau kecil, sebagaimana yang menjadi sorotan dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-XXI/2023.
Putusan tersebut melarang aktivitas tambang di wilayah pesisir dan pulau kecil. “Izin yang sudah diberikan tidak akan mengalami perubahan tata ruang,” ucap Tri Winarno.
Terdapat lima perusahaan tambang yang memiliki izin resmi untuk beroperasi di wilayah Raja Ampat. Dua perusahaan memperoleh izin dari pemerintah pusat, yaitu PT Gag Nikel dengan izin Operasi Produksi sejak tahun 2017 dan PT Anugerah Surya Pratama (ASP) dengan izin Operasi Produksi sejak tahun 2013.
Kemudian, tiga perusahaan lainnya memperoleh izin dari pemerintah daerah (Bupati Raja Ampat), yaitu PT Mulia Raymond Perkasa (MRP) dengan IUP diterbitkan pada tahun 2013, PT Kawei Sejahtera Mining (KSM) dengan IUP diterbitkan pada tahun 2013, dan PT Nurham dengan IUP diterbitkan pada tahun 2025.