Tag: Tri Rismaharini

  • Kuasa Hukum Keluarga Dokter Aulia Risma Minta 3 Tersangka Pemerasan Ditahan, Khawatirkan Ini – Halaman all

    Kuasa Hukum Keluarga Dokter Aulia Risma Minta 3 Tersangka Pemerasan Ditahan, Khawatirkan Ini – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Kuasa hukum keluarga dr. Aulia Risma, Misyal Achmad, mengajukan permohonan penahanan terhadap tiga tersangka kasus pemerasan yang melibatkan mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip) Semarang.

    Tiga tersangka tersebut adalah TEN, SM, dan ZYA.

    Permohonan ini telah disampaikan kepada Polda Jawa Tengah (Jateng) dan diterima pada Rabu, 25 Desember 2024.

    Menurut Misyal, alasan utama pengajuan penahanan adalah kekhawatiran para tersangka dapat mengintimidasi saksi-saksi yang terlibat dalam kasus ini.

    Dia mengklaim, sebelumnya ada dugaan para saksi diintimidasi, sehingga proses hukum ini berjalan alot.

    Ia menambahkan beberapa saksi bahkan mencabut keterangan yang telah diberikan kepada penyidik.

    Bahkan, ada saksi yang mencabut keterangannya.

    Misyah menegaskan jika para tersangka dibiarkan bebas, kemungkinan besar saksi akan kembali diintimidasi.

    “Kalau mereka (para tersangka) terus dibiarkan di luar, nanti saksi ini bakal diintimidasi sama mereka lagi,” jelas Misyal saat dihubungi, Rabu (25/12/2024) malam.

    Tindakan Terhadap Tersangka

    Namun, ia juga mengakui keputusan untuk menahan tersangka sepenuhnya berada di tangan kepolisian.

    “Polisi berhak tidak menahan jika yakin para tersangka tidak menghilangkan barang bukti,” jelasnya.

    Misyah juga mengungkapkan keprihatinan ketika mengetahui para tersangka masih aktif bekerja di Undip.

    Ia berpendapat mereka seharusnya dinonaktifkan untuk fokus pada proses hukum yang sedang berlangsung.

    Penjelasan Pihak Undip

    Juru Bicara Undip, Khaerul Anwar, menjelaskan ketiga tersangka telah menerima surat pemberitahuan sebagai tersangka dari Polda Jawa Tengah.

    Dia pun mengakui, ketiga tersangka belum dilakukan penahanan dan masih bekerja seperti biasa.

    “Selama ini nggak ada masalah, mereka kerja seperti biasa,” ungkapnya.

    Undip Semarang juga bakal melakukan konferensi pers buntut penetapan tiga tersangka ini.

    “Nanti detailnya kami jelaskan saat press rilis, kalau ga Sabtu ya Minggu (28-29 Desember 2024,” ucapnya.

    Proses Hukum dan Ancaman Hukum

    Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Jateng, Kombes Artanto, menyatakan ketiga tersangka belum ditahan karena mereka kooperatif dengan penyidik.

    Artanto menjelaskan peran para tersangka dalam kasus ini meliputi pemanfaatan senioritas untuk meminta uang Biaya Operasional Pendidikan (BOP) yang tidak diatur dalam akademik.

    Ketiga tersangka dijerat dengan tiga pasal berlapis, yaitu pemerasan (Pasal 368 ayat 1 KUHP), penipuan (Pasal 378 KUHP), dan pengancaman (Pasal 335 KUHP), dengan ancaman hukuman maksimal sembilan tahun penjara.

    Kasus ini mulai bergulir sejak 4 September 2024, setelah ibunda Risma melaporkan kejadian tersebut ke Polda Jawa Tengah.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Kaprodi hingga Senior Tersangka Perundungan Dokter Aulia PPDS Undip

    Kaprodi hingga Senior Tersangka Perundungan Dokter Aulia PPDS Undip

    Jakarta, CNN Indonesia

    Polda Jawa Tengah resmi menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan bullying dan pemerasan terkait kematian mahasiswa PPDS Anestesi Undip Aulia Risma.

    Kabid Humas Polda Jawa Tengah Kombes Artanto menyebut penetapan tersangka dilakukan penyidik usai melakukan gelar perkara bersama Bareskrim Polri.

    “Ditkrimum Polda Jateng setelah melakukan gelar perkara yang dihadiri penyidik Polda Jateng dan Bareskrim Polri. Kemudian, menetapkan 3 tersangka dalam kasus PPDS ini,” ujarnya kepada wartawan, Rabu (25/12).

    Artanto menjelaskan ketiga tersangka itu merupakan Kaprodi PPDS Anestesiologi dan Terapi Intensif FK Undip berinisial TEN. Kemudian Kepala Staf Medis Kependidikan Prodi Anestesiologi berinisial SM dan senior korban di Prodi Anestesiologi Undip berinisial YZA.

    “Inisialnya TEN selaku Kaprodi, SM selaku staf kependidikan dan YZA selaku enior mahasiswa,” jelasnya.

    Kendati demikian, ia mengatakan penyidik masih belum melakukan penahanan kepada ketiga tersangka. Hanya saja, ia tidak mengungkap alasan belum dilakukannya upaya paksa penahanan tersebut.

    Atas perbuatannya, ketiga tersangka dijerat Pasal 368 Ayat 1 KUHP juncto Pasal 378 KUHP juncto Pasal 335 ayat 1 butir 1 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 9 tahun penjara.

    Kasus dugaan bullying ini terkuak saat mahasiswi PPDS Anestesi Undip, dr Aulia Risma ditemukan meninggal di kosnya di Semarang pada 12 Agustus 2024 lalu.

    Kematian dr Aulia Risma tersebut diduga berkaitan dengan perundungan di tempatnya menempuh pendidikan.

    Kemenkes pun telah membekukan sementara PPDS Anestesi Undip. Menkes Budi Gunadi Sadikin beberapa waktu lalu mengatakan pencabutan pembekuan PPDS Anestesi Undip dilakukan setelah kasus dugaan bully tuntas.

    Kasus dugaan perundungan itu pun dilaporkan pihak keluarga almarhumah dr Aulia Risma ke Polda Jateng 4 September 2024.

    Kabid Humas Polda Jawa Tengah Kombes Pol Artanto mengatakan kasus dugaan perundungan di lingkungan akademis PPDS Undip itu telah dinaikkan statusnya ke penyidikan sejak 7 Oktober 2024 lalu.

    Hingga Oktober, kata Artanto, penyidik sudah memeriksa 48 saksi, baik yang berasal dari doktor senior maupun junior di program pendidikan tersebut.

    Sebanyak 48 saksi itu berasal dari kakak kelas dan adik kelas korban almarhumah dr Aulia Risma, hingga pihak kampus.

    “Semua saksi ini yang berkaitan berhubungan dengan kasus perkara perundungan atau bullying tersebut. Ini sangat berkaitan. Baik senior, junior, maupun saksi ahli, maupun dari pihak instansi yang terkait dengan permasalahan ini semua,” kata Artanto.

    Artanto juga mengatakan dalam mengusut kasus tersebut, pihaknya mendalami soal pemerasan yang diduga terkait dengan perundungan di lingkungan akademis PPDS Anestesi Undip.

    (tfq/bac)

    [Gambas:Video CNN]

  • Kuasa Hukum Keluarga Dokter Aulia Risma Minta 3 Tersangka Pemerasan Ditahan, Khawatirkan Ini – Halaman all

    Kuasa Hukum Keluarga Dokter Aulia Risma Heran Dengan Sikap IDI: Kok Bela Pelaku, Bukan Korban? – Halaman all

    TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG – Kuasa hukum keluarga Risma, Misyal Achmad mengaku heran dengan sikap Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yang memberikan pendampingan hukum kepada tiga tersangka kasus pemerasan mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip) Semarang.

    Sekadar informasi, Polda Jawa Tengah sudah menetapkan 3 orang sebagai tersangka kasus pemerasan terhadap almarhum dokter Aulia Risma Lestari.

    Ketiga tersangka tersebut di antaranya TEN, Ketua Program Studi (Prodi) Anestesiologi Fakultas Kedokteran UNDIP;  SM  (perempuan) Kepala Staf Medis Kependidikan Prodi Anestesiologi; dan ZYA (perempuan) senior dokter Aulia.

    Biro Hukum Pembinaan dan Pembelaan Anggota Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (BHP2A PB IDI) pun menyiapkan langkah pembelaan dan bantuan hukum kepada tiga dokter yang jadi tersangka pemerasan tersebut.

    Misyal menyayangkan langkah dari IDI tersebut.

    Ia mengatakan korban Aulia yang juga anggota IDI malah keluarganya tidak didampingi penasihat hukum dari IDI.

    Hingga akhirnya Misyal sendiri yang mendampingi keluarga dokter Aulia.

    “Harusnya bukan saya yang mendampingi tapi dari IDI yang menyiapkan lawyer. Kok dia pilih pelaku bukan korbannya, aneh ini,” kata Misyalsaat dihubungi, Selasa (24/12/2024).

    Di samping itu, Misyal mengaku telah mengajukan surat permohonan kepada Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk segera membentuk Satgas  Anti  Bullying yang anggotanya terdapat unsur kepolisian, kejaksaan, dan praktisi hukum.

    Pengajuan pembentukan Satgas lintas sektoral ini dengan harapan kasus yang menimpa Aulia Risma tak terulang kembali.

    “Satgas yang dibentuk selama ini kurang efektif jadi perlu ada lembaga-lembaga lain yang terlibat agar semua pelaku bullying bisa diproses pidana,” ujarnya.

    Tak hanya itu, Misyal pun meminta pencopotan status dokter ketiga tersangka.

    Misyal menilai, pencopotan status dokter terhadap tiga tersangka perlu dilakukan karena mereka dianggap telah sakit secara mental sehingga sudah tak memiliki empati.

    “Kalau orang sakit secara mental bagaimana mereka bisa mengobati orang sakit?” ujarnya.

    Pihaknya kini masih menyiapkan skema untuk bisa mencabut izin dokter yang dimiliki oleh para tersangka.

    Termasuk izin praktik dan izin mengajar di kampus.

    “Saya akan berjuang untuk mencabut status dokter dari para tersangka ini supaya mereka tidak lagi bisa menjadi dokter sampai kapanpun, itu akan saya perjuangkan,” katanya.

    Dia pun jengah dengan kasus pemerasan yang dilakukan di lingkungan pendidikan kedokteran.

    Ketika pemerasan dilakukan oleh kaum intelektual, baginya sangat berbahaya sekali.

    “Orang-orang pintar melakukan kejahatan sangat membahayakan. Makanya ini harus diusut tuntas,” ujarnya.

    Ketua BHP2A PB IDI Beni Satria mengakui bila pihaknya kini tengah melakukan diskusi bersama dengan BHP2A IDI Cabang Semarang untuk membantu 3 dokter yang jadi tersangka menjalani proses hukum.

    “Kami berdiskusi dan mendampingi serta menyiapkan langkah pembelaan dan bantuan hukum kepada sejawat dokter yang sudah jadi tersangka,” kata dia saat dihubungi Tribunnews.com, Rabu (25/12/2024).

    Beni menyebut tim IDI sedang berdiskusi dengan tim hukum dari Universitas Diponegoro (Undip).

    Ia mengatakan sikap IDI yang memberikan dukungan kepada seorang dokter yang menjadi tersangka tidak bisa langsung diartikan sebagai pembenaran atas dugaan tindakan yang dilakukannya, melainkan lebih kepada memastikan bahwa hak-hak hukum dokter tersebut terpenuhi selama proses peradilan berlangsung.

    Dukungan ini tidak bermaksud mengabaikan hak korban, melainkan sebatas memastikan bahwa proses hukum berjalan adil dan tidak melanggar hak-hak anggota IDI.

    “Baik tersangka maupun korban memiliki hak yang sama di mata hukum untuk mendapatkan pendampingan dan perlindungan.”

    “IDI sebagai organisasi profesi, memiliki tanggung jawab moral dan hukum untuk memberikan dukungan kepada anggotanya, termasuk tersangka, selama proses hukum berlangsung. Proses hukum harus berjalan secara seimbang dan tidak memihak,” tegas dokter Beni.

    Dalam hal ini, dukungan IDI terhadap anggota yang menjadi tersangka adalah bagian dari mekanisme organisasi untuk menjaga integritas anggotanya sampai ada putusan hukum yang mengikat.

    Semua pihak diharapkan menahan diri dari penilaian sepihak dan memberi ruang bagi proses hukum untuk berjalan.

    “Jika nantinya tersangka terbukti bersalah, IDI juga wajib mengambil langkah sesuai kode etik profesi dan peraturan yang berlaku,” ujar dia.

    Peran Tiga Tersangka

    Adapun ketiga dokter yang menjadi tersangka memiliki peran masing-masing dalam kasus pemerasan tersebut.

    TEN  Ketua Program Studi (Prodi) Anestesiologi Fakultas Kedokteran Undip memanfaatkan senioritasnya di kalangan PPDS untuk meminta uang Biaya Operasional Pendidikan (BOP) yang tidak diatur dalam akademik.

    Sementara tersangka SM Kepala Staf Medis Kependidikan Prodi Anestesiologi Undip turut serta meminta uang BOP yang tidak diatur akademi dengan meminta langsung ke bendahara PPDS.

    Tersangka ZYA dikenal sebagai senior korban yang paling aktif membuat aturan, melakukan bullying dan makian.

    Para tersangka dijerat Pasal 368 ayat 1 KUHP tentang pemerasan, Pasal 378 KUHP tentang penipuan dan/atau tindak pidana penipuan sebagaimana dimaksud Pasal 378 KUHP dan/atau secara melawan hukum memaksa orang lain melakukan atau tidak melakukan sesuatu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 335 ayat 1 butir 1 KUHP.

    Ketiganya terancam hukuman penjara maksimal 9 tahun.

    Kasus dokter Aulia Risma menjadi sorotan lantaran kasusnya terjadi di dunia pendidikan kedokteran.

    Dokter Aulia menjadi korban bullying yang berujung kematian.

    Dokter Aulia merupakan mahasiswa PPDS Anestesi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (FK Undip).

     
    (Tribunjateng.com/ iwan Arifianto/ Tribunnews.com/ Rina Ayu)

    Sebagian dari artikel ini telah tayang di TribunJateng.com dengan judul Kuasa Hukum Keluarga Mendiang Dokter Aulia Risma Sayangkan IDI Malah Siapkan Lawyer Bela Tersangka

  • Izin 3 Dokter Undip Pemeras Aulia Risma Diminta Dicabut, Kuasa Hukum Sayangkan Sikap IDI: Aneh – Halaman all

    Izin 3 Dokter Undip Pemeras Aulia Risma Diminta Dicabut, Kuasa Hukum Sayangkan Sikap IDI: Aneh – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Kuasa hukum keluarga Dokter Aulia Risma Lestari, Misyal Achmad minta izin tiga dokter tersangka pemerasan terhadap Dokter Aulia Risma dicabut.

    Polda Jawa Tengah (Jateng) telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus pemerasan terhadap Dokter Aulia Risma.

    Mereka adalah TEN, Ketua Program Studi (Prodi) Anestesiologi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (FK Undip).

    Kemudian SM, kepala staf medis kependidikan Prodi Anestesiologi dan ZYA, senior korban di program anestesi.

    Misyal menganggap ketiganya sakit mental, sehingga tak punya empati dan tega melakukan pemerasan terhadap Dokter Aulia Risma.

    “Kalau orang sakit secara mental bagaimana mereka bisa mengobati orang sakit?” katanya saat dihubungi, Selasa (24/12/2024), dilansir TribunJateng.com.

    Oleh karena itu, pihaknya menginginkan pencopotan status dokter terhadap tiga tersangka.

    Kini, lanjutnya, ia tengah menyiapkan skema untuk bisa mencabut izin dokter dari tiga tersangka, termasuk izin praktik dan mengajar di kampus.

    “Saya akan berjuang untuk mencabut status dokter dari para tersangka ini.”

    “Supaya mereka tidak lagi bisa menjadi dokter sampai kapanpun, itu akan saya perjuangan,” ungkapnya.

    Ia juga geram dengan kasus pemerasan yang dilakukan di lingkungan pendidikan kedokteran.

    Menurutnya, ketika tindakan itu dilakukan oleh kaum intelektual, maka sangat berbahaya.

    “Orang-orang pintar melakukan kejahatan sangat membahayakan, makanya ini harus diusut tuntas,” jelasnya.

    Selain itu, pihaknya juga menyayangkan sikap Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

    Pasalnya, IDI justru menyiapkan penasihat hukum untuk mendampingi para tersangka.

    Sementara Dokter Aulia Risma yang juga seorang dokter dan menjadi korban tindakan kesewenang-wenangan justru tidak didampingi penasihat hukum dari IDI.

    “Harusnya bukan saya yang mendampingi tapi dari IDI yang menyiapkan lawyer. Kok dia pilih pelaku bukan korbannya, aneh ini,” tandasnya.

    Peran Para Tersangka

    Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Pol Artanto mengungkap peran tiga tersangka dalam kasus pemerasan yang berujung tewasnya Dokter Aulia Risma.

    TEN, memanfaatkan senioritasnya di kalangan Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) untuk meminta uang Biaya Operasional Pendidikan (BOP) yang tidak diatur dalam akademik.

    Kemudian SM, turut serta meminta uang BOP yang tidak diatur akademik dengan meminta langsung ke bendahara PPDS.

    ZYA, yang merupakan senior korban paling aktif membuat aturan, melakukan bullying dan makian.

    “Dari ketiga tersangka kami menyita barang bukti sebesar Rp97.770.000 hasil dari rangkaian peristiwa tersebut,” kata Artanto.

    Kendati demikian Polda Jateng belum melakukan penahanan terhadap ketiganya.

    Alasannya, masih menunggu keputusan dari penyidik, serta ketiganya yang dinilai kooperatif.

    Diketahui, Dokter Aulia Risma merupakan mahasiswi PPDS Undip Semarang.

    Ia ditemukan tewas di kamar kosnya pada Senin (12/8/2024).

    Dokter Aulia Risma mengakhiri hidup diduga karena tak kuat mengalami perundungan saat menjalani PPDS Anestesi di Undip.

    Menurut sumber yang tak ingin disebutkan identitasnya, korban diduga mengakhiri hidup dengan menyuntikkan obat bius jenis Roculax ke tubuhnya sendiri.

    “Korban diduga melakukan bunuh diri dengan menyuntikkan Roculax di kamar kosnya,” katanya kepada TribunJateng.com, Rabu (14/8/2024).

    Korban merupakan seorang dokter di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kardinah Kota Tegal yang sedang menjalani tugas belajar sebagai peserta PPDS Anestesi Undip.

    Kasus ini kemudian bergulir setelah ibunda Dokter Aulia Risma melapor ke Polda Jateng, Rabu (4/9/2024).

    Polisi kemudian menetapkan tiga tersangka setelah memeriksa 36 saksi.

    Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJateng.com dengan judul Status Profesi 3 Dokter Tersangka Pemerasan Mahasiswi Undip Semarang Aulia Risma Terancam Dicopot

    (Tribunnews.com/Nanda Lusiana, TribunJateng.com/Iwan Arifianto)

  • Respons PB IDI Soal Tiga Dokter Undip Jadi Tersangka Kasus Aulia Risma Lestari – Halaman all

    Respons PB IDI Soal Tiga Dokter Undip Jadi Tersangka Kasus Aulia Risma Lestari – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Biro Hukum Pembinaan dan Pembelaan Anggota Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (BHP2A PB IDI) Beni Satria turut merespons penetapan tiga dokter jadi tersangka dalam kasus Aulia Risma Lestari.

    Pihaknya kini tengah melakukan diskusi bersama dengan BHP2A IDI Cabang Semarang, Jawa Tengah untuk membantu rekan sejawat tersebut dalam proses hukum.

    “Kami berdiskusi dan mendampingi serta menyiapkan langkah pembelaan dan bantuan hukum kepada sejawat dokter yang sudah jadi tersangka,” kata dia saat dihubungi Tribunnews.com, Rabu (25/12/2024).

    Beni menyebut juga, tim IDI sedang berdiskusi dengan tim hukum dari Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Jawa Tengah.

    Ia memaparkan bahwa sikap IDI yang memberikan dukungan kepada seorang dokter yang menjadi tersangka tidak bisa langsung diartikan sebagai pembenaran atas dugaan tindakan yang dilakukannya, melainkan lebih kepada memastikan bahwa hak-hak hukum dokter tersebut terpenuhi selama proses peradilan berlangsung.

    Dukungan ini tidak bermaksud mengabaikan hak korban, melainkan sebatas memastikan bahwa proses hukum berjalan adil dan tidak melanggar hak-hak anggota IDI.

    “Baik tersangka maupun korban memiliki hak yang sama di mata hukum untuk mendapatkan pendampingan dan perlindungan. IDI sebagai organisasi profesi, memiliki tanggung jawab moral dan hukum untuk memberikan dukungan kepada anggotanya, termasuk tersangka, selama proses hukum berlangsung. Proses hukum harus berjalan secara seimbang dan tidak memihak,” tegas dokter Beni.

    Dalam hal ini, dukungan IDI terhadap anggota yang menjadi tersangka adalah bagian dari mekanisme organisasi untuk menjaga integritas anggotanya sampai ada putusan hukum yang mengikat.

    Semua pihak diharapkan menahan diri dari penilaian sepihak dan memberi ruang bagi proses hukum untuk berjalan.

    “Jika nantinya tersangka terbukti bersalah, IDI juga wajib mengambil langkah sesuai kode etik profesi dan peraturan yang berlaku,” ujar dia.

    Adapun ketiga dokter yang menjadi tersangka memiliki peran masing-masing. TEN (pria) Ketua Program Studi (Prodi) Anestesiologi Fakultas Kedokteran Undip memanfaatkan senioritasnya di kalangan PPDS untuk meminta uang Biaya Operasional Pendidikan (BOP) yang tidak diatur dalam akademik.

    Sementara tersangka SM kepala staf medis kependidikan prodi Anestesiologi Undip turut serta meminta uang BOP yang tidak diatur akademi dengan meminta langsung ke bendahara PPDS.

    Tersangka ZYA dikenal sebagai senior korban yang paling aktif membuat aturan, melakukan bullying dan makian.  Kasus dokter Aulia Risma menjadi sorotan lantaran kasusnya terjadi di dunia pendidikan kedokteran.

    Dokter Aulia menjadi korban perundungan yang berujung kematian. Dokter Aulia merupakan mahasiswa PPDS Anestesi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (FK Undip).

  • Ini Sosok 3 Tersangka Kasus Kematian dr Aulia Mahasiswi PPDS Undip

    Ini Sosok 3 Tersangka Kasus Kematian dr Aulia Mahasiswi PPDS Undip

    Video: Ini Sosok 3 Tersangka Kasus Kematian dr Aulia Mahasiswi PPDS Undip

    7,367 Views | Rabu, 25 Des 2024 09:57 WIB

    Polda Jawa Tengah (Jateng) telah menetapkan 3 tersangka merupakan Kaprodi hingga senior dalam kasus dugaan bullying dan pemerasan yang mengakibatkan tewasnya mahasiswa PPDS Anestesi Universitas Diponegoro (Undip), dr Aulia Risma.

    Tri Aljumanto/Arina Zulfa Ul Haq – 20DETIK

  • Hartanya Rp9,7 M, Kaprodi Anestesi FK Undip Jadi Tersangka Pemerasan Dokter Aulia, Peran Terungkap

    Hartanya Rp9,7 M, Kaprodi Anestesi FK Undip Jadi Tersangka Pemerasan Dokter Aulia, Peran Terungkap

    TRIBUNJATIM.COM – Kasus dugaan pemerasan pada Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Prodi Anestesi Universitas Diponegoro (Undip) kini menemui titik terang.

    Tiga orang telah ditetapkan sebagai oleh penyidik Polda Jawa Tengah.

    Adapun tiga tersangka tersebut yang terlibat dalam kasus pemerasan dokter Aulia hingga ditemukan meninggal di kos-kosannya.

    Ketiganya adalah Taufik Eko Nugroho yang kini menjabat Kaprodi PPDS Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Undip, SM sebagai staf keuangan Undip dan Z sebagai dokter senior di program tersebut.

    Kabid Humas Polda Jawa Tengah, Kombes Pol Artanto mengatakan, penetapan tersangka sudah melalui proses yang sesuai prosedur.

    “Telah menetapkan tiga tersangka kasus PPDS Undip (pemerasan kepada dokter ARL),” kata Artanto saat ditemui di Mapolda Jawa Tengah, Selasa (24/12/2024), dikutip dari Kompas.com.

    Kuasa hukum keluarga dokter ARL, Misyal Achmad menyebutkan ada dua tersangka yang mempunyai pengaruh di PPDS Undip.

    “Kaprodinya (Taufik), staf keuangan Undip (SM) dan Z dokter senior,” ungkap Misyal.

    Dokter ARL merupakan dokter PPDS anestesi Undip yang meninggal pada Agustus lalu.

    Ia sempat mengeluhkan beratnya menjalani PPDS sebelum ditemukan meninggal di kos-kosannya. 

    Pada kasus tersebut, Taufik bertugas sebagai orang yang meminta uang.

    Kemudian SM bertugas sebagai orang yang turut serta mengumpulkan uang dan Z bertugas untuk melakukan doktrin kepada junior.

    Kabid Humas Polda Jawa Tengah, Kombes Pol Artanto saat ditemui di Mapolda Jawa Tengah, Selasa (24/12/2024). (KOMPAS.COM/Muchamad Dafi Yusuf)

    “Tentunya kami senang bahwa keadilan sudah mulai terlihat,” ujar dia.

    Adapun pasal yang disangkakan kepada para tersangka adalah tindak pidana pemerasan, sebagaimana dimaksud pasal 368 ayat 1 KUHP.

    Kemudian tindak pidana penipuan sebagaimana dimaksud Pasal 378 KUHP.

    Para tersangka juga diduga secara melawan hukum memaksa orang lain melakukan atau tidak melakukan sesuatu sebagaimana dimaksud pasal 335 ayat 1 butir 1 KUHP yang telah dirubah oleh putusan MK 2013.

    Atas perbuatannya, para tersangka tersebut terancam hukuman yang cukup berat selama maksimal 9 tahun penjara.

    Seperti diketahui, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menghentikan praktik PPDS Anestesia FK Undip di RSU Kariadi Semarang setelah meninggalnya dokter ARL.

    Kemenkes juga menghentikan praktik klinis Dekan FK Undip Yan Wisnu Prajoko di RSUP Dr Kariadi.

    FK Undip dan RSUP Dr Kariadi Semarang juga sudah mengakui adanya perundungan yang menimpa korban selama menempuh perkuliahan.

    Kini pihak keluarga korban telah mempolisikan sejumlah senior korban ke Polda Jateng.

    Laporan itu dilayangkan langsung oleh Nonton Malinah, ibunda dokter ARL.

    Sosok kaprodi Anestesi FK Undip

    Memiliki jabatan yang cukup mentereng, Taufik Eko justru memanfaatkan jabatannya untuk memeras dokter Aulia Risma.

    Dikutip dari pddikti.kemdiktisaintek.go.id, menyelesaikan studi Sarjana Kedokteran Undip pada 2005.

    Kemudian, ia melanjutkan untuk meraih gelar dokter di kampus yang sama.

    Dirinya resmi menyandang titel dr pada 2007.

    Taufik Eko kemudian menempuh pendidikan Magister Sains di Undip dan selesai pada 2021.

    Ia memiliki tiga gelar akademis, dokter (dr); dokter spesialis anestesiologi (Sp.An); dan Magister Sains (M.Si).

    Selepas kuliah, Taufik Eko bekerja di Undip dengan status dosen tetap.

    Dirinya memiliki jabatan fungsional lektor.

    Sosok Kaprodi Anestesi FK Undip jadi tersangka kasus pemerasan dokter Aulia. (via Tribun Bengkulu)

    Taufik Eko juga menjabat sebagai Kaprodi PPDS Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Undip.

    Berikut sejumlah penelitian yang pernah dilakukan oleh Taufik Eko:

    1. Case Report: Successful Management of Ischemic Stroke Patients with Pneumonia, Diabetes Mellitus, and Hypertension in The ICU (2024)

    2. Risk Factors of Post Dural Puncture Headache in Cesarean Section Patients: A Multivariate Analysis Study (2024)

    3. Clonidine premedication was better in preventing hemodynamic response changes post laryngoscopy and endotracheal intubation compared to fentanyl premedication (2023)

    4. Serratus anterior plane block for postoperative analgesia in modified radical mastectomy    (2023)

    5. The Effect of Porang-Processed Rice (Amorphophallusmuelleri) on LDL and HDL Levels in DM-Diagnosed Patients (2023)

    6. The immediate effects of Porang-processed rice (Amorphophallus muelleri) on triglyceride levels in patients with type 2 diabetes mellitus and dyslipidemia (2023)

    7.Anaesthetic management in the patient with thoracic–lumbar intradural tumor accompanied by heart failure and atrial fibrillation: a case report    2022

    8. Breakthrough Cancer Pain: The Current Pharmacological Management (2022)

    9.Common Emergency Cases in Aquatic Dermatology and How to Manage It (2022)

    10. Covid-19 with Methicillin-Resistant Staphylococcus Aureus: Based on Two Cases in Diponegoro National Hospital (2022)

    Harta kekayaan

    Taufik Eko memiliki harta kekayaan mencapai Rp9.723.900.000.

    Harta tersebut, dilaporkan di Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara (LHKPN) pada 31 Maret 2023.

    Berikut rincian lengkapnya:

    Tanah Dan Bangunan Rp. 5.325.000.000

    1. Tanah Dan Bangunan Seluas 140 M2/70 M2 Di Kab / Kota Kota Semarang , Hasil Sendiri Rp. 500.000.000

    2. Tanah Seluas 485 M2 Di Kab / Kota Kota Semarang , Hasil Sendiri Rp. 250.000.000

    3. Tanah Dan Bangunan Seluas 143 M2/56 M2 Di Kab / Kota Kota Semarang , Hasil Sendiri Rp. 600.000.000

    4. Tanah Dan Bangunan Seluas 142 M2/60 M2 Di Kab / Kota Kota Semarang , Hasil Sendiri Rp. 1.000.000.000

    5. Tanah Dan Bangunan Seluas 60 M2/100 M2 Di Kab / Kota Kota Semarang , Hasil Sendiri Rp. 450.000.000

    6. Tanah Seluas 163 M2 Di Kab / Kota Kota Semarang , Hasil  Sendiri Rp. 260.000.000

    7. Tanah Dan Bangunan Seluas 180 M2/100 M2 Di Kab / Kota Kota Semarang , Hasil Sendiri Rp. 1.500.000.000

    8. Tanah Dan Bangunan Seluas 78 M2/60 M2 Di Kab / Kota Kota Semarang , Hasil Sendiri Rp. 165.000.000

    9. Tanah Seluas 200 M2 Di Kab / Kota Kota Semarang , Hasil Sendiri Rp. 600.000.000

    Alat Transportasi Dan Mesin Rp. 100.000.000

    1. Mobil, Suzuki Ertiga Mpv Tahun 2013, Hasil Sendiri Rp.100.000.000

    Harta Bergerak Lainnya Rp. 433.700.000

    Surat Berharga Rp. 1.350.000.000

    Kas Dan Setara Kas Rp. 1.995.200.000

    Harta Lainnya Rp. 520.000.000

    Utang Rp. —-

    Total Harta Kekayaan Rp. 9.723.900.000

    Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews Tribunjatim.com

  • Izin 3 Dokter Undip Pemeras Aulia Risma Diminta Dicabut, Kuasa Hukum Sayangkan Sikap IDI: Aneh – Halaman all

    Respons Kemenkes Pasca 3 Dokter Jadi Tersangka pada Kasus Bully Lalu Berujung Kematian Dokter Aulia – Halaman all

    Kemenkes mendukung upaya hukum yang tengah berproses dalam kasus dokter Aulia Risma Lestari yang meninggal karena diduga alami bully.

    Tayang: Rabu, 25 Desember 2024 12:36 WIB

    Handout/Tribun Jateng

    Dokter Program Pendidikan Spesialis (PPDS) Anestesi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (Undip), Aulia Risma Lestari (30), ditemukan tewas diduga bunuh diri di kamar kos kawasan Lempongsari, Gajahmungkur, Semarang, Jawa Tengah, Rabu (14/8/2024). 

    Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kementerian Kesehatan (Kemenkes RI) mendukung upaya hukum yang tengah berproses dalam kasus dokter Aulia Risma Lestari, mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro Semarang yang menjadi korban perundungan hingga berujung kematian.

    Hal ini merespons penetapan tiga tersangka dalam kasus pemerasan terhadap korban dokter Aulia.

    “Karena ini sudah menjadi urusan hukum, maka kami (Kemenkes) no comment dan kami serahkan ke kepolisian,” ujar Dirjen Yankes Kemenkes Azhar Jaya saat dihubungi Tribunnews.com, Rabu (25/12/2024).

    Diketahui ketiga tersangka tersebut berinisial TEN (pria) Ketua Program Studi (Prodi) Anestesiologi Fakultas Kedokteran Undip, SM (perempuan) kepala staf medis kependidikan prodi Anestesiologi Undip, dan ZYA (perempuan) yang merupakan senior dari dr Aulia.

    Kabid Humas Polda Jateng Kombes Pol Artanto menjelaskan pada Selasa (24/12/2024) bahwa peran para tersangka dalam kasus ini yakni TEN memanfaatkan senioritasnya di kalangan PPDS untuk meminta uang Biaya Operasional Pendidikan (BOP) yang tidak diatur dalam akademik.

    Sementara tersangka SM turut serta meminta uang BOP yang tidak diatur akademi dengan meminta langsung ke bendahara PPDS.

    Tersangka ZYA dikenal sebagai senior korban yang paling aktif membuat aturan, melakukan bullying dan makian. 

     

    “);
    $(“#latestul”).append(“”);
    $(“.loading”).show();
    var newlast = getLast;
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest_section/?callback=?”, {start: newlast,section:’61’,img:’thumb2′}, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast + 1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;
    if(val.c_url) cat = “”+val.c_title+””;
    else cat=””;

    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }
    else{
    $(“#latestul”).append(‘Tampilkan lainnya’);
    $(“#test3”).val(“Done”);
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    else if (getLast > 150) {
    if ($(“#ltldmr”).length == 0){
    $(“#latestul”).append(‘Tampilkan lainnya’);
    }
    }
    }
    });
    });

    function loadmore(){
    if ($(“#ltldmr”).length > 0) $(“#ltldmr”).remove();
    var getLast = parseInt($(“#latestul > li:last-child”).attr(“data-sort”));
    $(“#latestul”).append(“”);
    $(“.loading”).show();
    var newlast = getLast ;
    if($(“#test3”).val() == ‘Done’){
    newlast=0;
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest”, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast + 1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;
    if(val.c_url) cat = “”+val.c_title+””;
    else cat=””;
    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }else{
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    else{
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest_section/?callback=?”, {start: newlast,section:sectionid,img:’thumb2′,total:’40’}, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast+1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;

    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }else{
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    }

    Berita Terkini

  • Kaprodi Anestesiologi FK Undip dan Tersangka Kasus Pemerasan Mahasiswi PPDS Terancam 9 Tahun Penjara – Halaman all

    Kaprodi Anestesiologi FK Undip dan Tersangka Kasus Pemerasan Mahasiswi PPDS Terancam 9 Tahun Penjara – Halaman all

    TRIBUNJATENG.COM,SEMARANG – Tiga orang tersangka dalam dalam kasus pemerasan terhadap dr Aulia Risma Lestari, mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Jawa Tengah, terancam hukuman 9 tahun penjara.

    Tiga orang yang telah ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus itu yakni; TEN (pria) Ketua Program Studi (Prodi) Anestesiologi Fakultas Kedokteran (FK) Undip, SM (perempuan) kepala staf medis kependidikan prodi Anestesiologi Undip, dan ZYA (perempuan) yang merupakan senior dari dr Aulia.

    Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Jateng Kombes Pol Artanto mengatakan ketiga tersangka itu dijerat tiga pasal berlapis, meliputi kasus pemerasan pasal 368 ayat 1 KUHP, penipuan pasal 378 KUHP, pasal 335 soal pengancaman atau teror terhadap orang lain.

    “Untuk ancaman hukumannya maksimal 9 tahun,” ujar Artanto dalam jumpa pers di Mapolda Jateng, Selasa (24/12/2024).

    Selain menetapkan tiga orang tersangka, penyidik di Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jawa Tengah juga menyita sejumlah barang bukti.

    Barang bukti yang disita itu di antaranya adalah uang sebesar Rp97.770.000. 

    “Dari ketiga tersangka kami menyita barang bukti sebesar Rp97.770.000. Hasil dari rangkaian dari peristiwa tersebut,” kata Kombes Pol Artanto.

    Kombes Pol Artanto juga menjelaskan peran ketiga tersangka dalam kasus pemerasan yang berujung kematian dr Aulia Risma Lestari itu.

    Dijelaskan Artanto, dalam kasus ini TEN memanfaatkan senioritasnya di kalangan PPDS untuk meminta uang Biaya Operasional Pendidikan (BOP) yang tidak diatur dalam akademik.

    Sementara SM turut serta meminta uang BOP yang tidak diatur akademi dengan meminta langsung ke bendahara PPDS.

    Kemudian tersangka ZYA dikenal sebagai senior korban yang paling aktif membuat aturan, melakukan bullying dan makian. 

    Meski tiga orang telah menjadi tersangka, Artanto menyebut mereka belum ditahan karena masih menunggu keputusan penyidik. 

    Alasan lainnya, ketiga tersangka juga dinilai kooperatif. 

    “Iya belum (ditahan) itu pertimbangan penyidik. (Kapan ditahan?) Nanti nunggu penyidik,” katanya.

    Kasus pemerasan terhadap dr Aulia Risma Lestari ini sudah bergulir sejak 4 September 2024 ketika ibunda Risma Nuzmatun Malinah melaporkan kasus itu ke Polda Jawa Tengah. 

    Kasus ini menjadi perbincangan setelah dr Aulia Risma Lestari ditemukan tewas di kamar kosnya di Kota Semarang, pada Senin (12/8/2024).

    Dokter Aulia mengakhiri hidupnya diduga karena tak kuat menjalani PPDS Anestesi di Undip.

    Menurut sumber yang tak ingin disebutkan identitasnya, korban diduga mengakhiri hidup dengan menyuntikkan obat bius jenis Roculax ke tubuhnya sendiri.

    “Korban diduga melakukan bunuh diri dengan menyuntikkan Roculax di kamar kosnya,” katanya kepada TribunJateng.com, Rabu (14/8/2024).

    dr Aulia adalah seorang dokter di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kardinah Kota Tegal yang sedang menjalani tugas belajar sebagai peserta PPDS Anestesi Undip.

    Tante Dokter Aulia, Vieta mengatakan, keponakannya kerap mendapat tekanan dari senior selama masa pendidikan dokter spesialis.

    Bahkan, dokter Aulia sering diminta membelikan rokok tengah malam dan menyiapkan makanan untuk senior dengan biaya pribadi.

    Belakangan beredar rekaman suara diduga Dokter Aulia saat menjalani PPDS Anestesi di Undip.

    Rekaman suara itu ditujukan untuk ayahnya, Mohamad Fakhruri (65). 

    Pesan suara itu dikirimkan Dokter Aulia melalui pesan WhatsApp.

    Dalam rekaman itu, terdengar suara tangisan Dokter Aulia yang tidak kuat menjalani PPDS.

    Kasus ini kemudian dilaporkan ke polisi selang hampir satu bulan sejak kematian dokter Aulia di kamar kosnya di Lempongsari, Kota Semarang, pada 15 Agustus 2024.

    Polisi lantas menetapkan tersangka selepas memeriksa sebanyak 36 saksi.

    Kuasa hukum keluarga Risma, Misyal Achmad mengaku cukup puas dengan penetapan tiga tersangka tersebut.

    Menurut dia, dari tiga tersangka itu Kaprodi adalah sosok yang paling harus bertanggung jawab karena dia dibayar oleh negara untuk mengawal pendidikan, tapi justru membiarkan hal-hal yang tidak pantas tersebut terjadi.

    Kemudian tersangka lainnya dari bagian keuangan itu yang mengumpulkan uang-uang dari mahasiswa PPDS. 

    Tersangka ketiga dari sesama residen atau senior korban saat menempuh pendidikan. 

    “Kami dari keluarga sudah cukup puas, tinggal nanti dikembangkan karena memang kalau saya lihat dapat informasinya itu ada lebih dari satu residen,” paparnya.

    Kendati demikian, pihaknya menyayangkan sikap pihak kepolisian yang belum menahan ketiga tersangka.

    Ia mengakui penahanan tersebut memang wewenang kepolisian, terutama untuk kasus dengan ancaman hukuman di bawah lima tahun.

    Namun, dia berharap para tersangka segera ditahan karena berpotensi menghilangkan barang bukti mengingat proses kasusnya cukup lama.

    “Kami berharap pihak Polda segera melakukan penahanan untuk menjaga supaya tidak ada barang bukti lainnya yang bisa ihilangkan,” katanya.

    Tribun telah mengkonfirmasi kejadian tersebut kepada Rektor Universitas Diponegoro (UNDIP), Suharnomo melalui layanan pesan singkat. 

    Namun, konfirmasi tersebut belum direspons.

  • Kaprodi Anestesiologi FK Undip dan Tersangka Kasus Pemerasan Mahasiswi PPDS Terancam 9 Tahun Penjara – Halaman all

    Breaking News: 3 Orang Jadi Tersangka Kasus PPDS Undip: Kaprodi, Kepala Staf Medis, Senior dr Aulia – Halaman all

    TRIBUNJATENG.COM,SEMARANG – Polisi akhirnya menetapkan tiga tersangka dalam kasus pemerasan terhadap dr Aulia Risma Lestari, mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Jawa Tengah.

    Tiga orang yang ditetapkan menjadi tersangka itu yakni; TEN (pria) Ketua Program Studi (Prodi) Anestesiologi Fakultas Kedokteran Undip, SM (perempuan) kepala staf medis kependidikan prodi Anestesiologi Undip, dan ZYA (perempuan) yang merupakan senior dari dr Aulia.

    “Iya ada tiga tersangka, mereka para senior korban,” kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Jateng Kombes Pol Artanto di Mapolda Jateng, Selasa (24/12/2024).

    Kombes Artanto menjelaskan peran para tersangka dalam kasus ini yakni TEN memanfaatkan senioritasnya di kalangan PPDS untuk meminta uang Biaya Operasional Pendidikan (BOP) yang tidak diatur dalam akademik.

    Sementara tersangka SM turut serta meminta uang BOP yang tidak diatur akademi dengan meminta langsung ke bendahara PPDS.

    Tersangka ZYA dikenal sebagai senior korban yang paling aktif membuat aturan, melakukan bullying dan makian. 

    “Dari ketiga tersangka kami menyita barang bukti sebesar Rp97.770.000. Hasil dari rangkaian dari peristiwa tersebut,” sambung Artanto.

    Ketiga tersangka, kata Artanto, dijerat tiga pasal berlapis, meliputi kasus pemerasan pasal 368 ayat 1 KUHP, penipuan pasal 378 KUHP,  pasal 335 soal pengancaman atau teror terhadap orang lain.

    “Untuk ancaman hukumannya maksimal 9 tahun,” ujarnya. 

    Artanto menyebut, ketiga belum ditahan karena masih menunggu keputusan dari penyidik. Alasan lainnya, ketiga tersangka juga dinilai kooperatif. Iya belum (ditahan) itu pertimbangan penyidik. (Kapan ditahan?) Nanti nunggu penyidik.

    Kasus tersebut sudah bergulir sejak S september 2024 ketika ibunda Risma Nuzmatun Malinah melaporkan kasus itu ke Polda Jawa Tengah. 

    Kasus tersebut dilaporkan ke polisi selang hampir satu bulan sejak kematian Risma di kamar kosnya di Lempongsari, Kota Semarang, pada 15 Agustus 2024.

    Polisi menetapkan tersangka selepas memeriksa sebanyak 36 saksi.

    Kuasa hukum keluarga Risma, Misyal Achmad mengaku, cukup puas dengan penetapan tiga tersangka tersebut.

    Ketiganya adalah Kaprodi yang paling harus bertanggung jawab karena dia dibayar oleh negara untuk mengawal pendidikan, tapi justru membiarkan hal-hal yang tidak pantas tersebut terjadi.

    Kemudian tersangka lainnya dari bagian keuangan itu yang mengumpulkan uang-uang dari mahasiswa PPDS. 

    Tersangka ketiga dari sesama residen atau senior korban saat menempuh pendidikan. 

    “Kami dari keluarga sudah cukup puas tinggal nanti dikembangkan karena memang kalau saya lihat dapat informasinya itu ada lebih dari satu residen,” paparnya.

    Kendati demikian, pihaknya menyayangkan kepolisian yang belum menahan tiga tersangka.

    Ia mengakui penahanan tersebut memang wewenang kepolisian, terutama untuk kasus dengan ancaman hukuman di bawah lima tahun.

    Namun, dia berharap tersangka segera ditahan karena berpotensi dapat menghilangkan barang bukti mengingat proses kasusnya cukup lama.

    “Kami berharap pihak Polda segera melakukan penahanan untuk menjaga supaya tidak ada barang bukti lainnya yang bisa dihilangkan,” jelasnya.

    Tribun telah mengkonfirmasi kejadian tersebut kepada Rektor Universitas Diponegoro (UNDIP), Suharnomo melalui layanan pesan singkat. 

    Namun, konfirmasi tersebut belum direspon.