Polri Tetapkan 3 Tersangka Kasus Tambang Pasir Ilegal di Kawasan Gunung Merapi
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Direktur Tindak Pidana Tertentu (Dirtipidter) Bareskrim Polri Brigjen Moh. Irhamni, mengungkapkan, pihaknya telah menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus tambang pasir ilegal di kawasan Gunung Merapi, Jawa Tengah.
Ketiga orang tersebut memiliki peran masing-masing.
“Tiga orang tersangka, inisial DA pemilik depo pasir. WW dan AP selaku pemilik dan pemodal
tambang pasir ilegal
,” ucap Irhamni kepada wartawan, Selasa (4/11/2025).
Irhamni hanya menyampaikan informasi tersebut dan belum memerinci tindak lanjut maupun pasal yang bakal dikenakan kepada tiga tersangka.
Sebelumnya, Wakabareskrim Polri, Irjen Pol Nunung Syaifuddin, mengatakan pihaknya menetapkan seorang tersangka dalam kasus ini.
Namun, Nunung tak mengungkap siapa identitas atau pun inisial tersangka tersebut.
“Untuk saat ini kita masih memeriksa beberapa saksi dan kita sudah ada satu tetapan, satu tersangka ya dari beberapa lokasi ini dan yang jelas kita akan kembangkan lagi,” kata Irjen Nunung ditemui di sela acara Focus Group Discussion bertema “Sinergi Antar Lembaga untuk Terlindunginya Hak-hak Anak yang Berhadapan dengan Hukum,” Selasa.
Nunung menjelaskan, dari hasil penyelidikan, tim telah mengamankan tiga titik tambang ilegal di kawasan sekitar
Gunung Merapi
.
“Yang sudah kita amankan kemarin ada tiga titik ya. Kemudian kita coba kembangkan ke yang lain,” ungkapnya.
Ia menegaskan, meski penindakan tidak dilakukan dengan operasi tangkap tangan, Polri tetap berkoordinasi dengan Dinas ESDM untuk memverifikasi izin usaha pertambangan (IUP) yang dimiliki para pelaku.
“Tapi kita akan koordinasi dengan Kepala Dinas ESDM setempat untuk melakukan pengecekan mana-mana tambang yang mempunyai IUP sesuai dengan aturan atau mana yang ilegal,” katanya.
Berdasarkan laporan yang diterima Bareskrim dari Dittipidter dan Dinas ESDM, aktivitas tambang ilegal di kawasan tersebut menyebabkan
kerugian negara
hingga Rp 3 triliun selama sepuluh tahun terakhir.
“Berdasarkan laporan yang sudah kita terima, baik dari Dittipidter maupun dari Kepala Dinas ESDM setempat, kalkulasi selama 10 tahun ini lebih kurang kita kumulatifkan menjadi lebih kurang Rp 3 triliun,” bebernya.
Nunung menambahkan, Bareskrim juga tengah memetakan potensi tambang ilegal di daerah lain.
Ia menegaskan Polri akan mengedepankan langkah pencegahan dan edukasi lingkungan, namun tak segan menindak jika ditemukan pelanggaran hukum.
Adapun Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter)
Bareskrim Polri
menindak tegas aktivitas tambang pasir ilegal di 36 titik yang beroperasi di kawasan Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM), Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, pada Senin (3/11/2025).
Penindakan dilakukan bersama Balai TNGM, Dinas ESDM Provinsi Jawa Tengah, Polresta Magelang, dan sejumlah instansi terkait.
Dirtipidter Bareskrim Polri Brigjen Pol. Moh. Irhamni menegaskan bahwa penambangan pasir ilegal di kawasan konservasi tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga mengancam keberlanjutan lingkungan dan kehidupan masyarakat sekitar.
“Aktivitas tambang pasir ilegal di kawasan Taman Nasional Gunung Merapi menimbulkan kerugian besar bagi negara dan merusak ekosistem yang seharusnya dilindungi. Kami tidak hanya menindak pelaku di lapangan, tetapi juga menelusuri jaringan yang terlibat dari hulu hingga hilir,” kata Brigjen Pol. Moh. Irhamni dalam keterangannya, Senin.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Tag: Tri Retno Prayudati
-
/data/photo/2025/10/15/68ef7bf5ea77c.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Hal-hal yang Belum Terungkap di Balik Kasus Penyekapan Brutal Pondok Aren Megapolitan 19 Oktober 2025
Hal-hal yang Belum Terungkap di Balik Kasus Penyekapan Brutal Pondok Aren
Editor
JAKARTA, KOMPAS.com
– Kasus penyekapan dan penganiayaan terhadap tiga pria dan satu wanita di sebuah rumah dua lantai di Jalan Eboni 2, Pondok Aren, Tangerang Selatan, masih menyimpan banyak tanda tanya.
Selain kekerasan yang dialami para korban, sejumlah temuan janggal di lokasi kejadian juga belum dijelaskan secara terperinci oleh kepolisian.
1. Mobil berpelat dinas Polri
Di dalam garasi rumah itu terdapat satu mobil Kijang Innova hitam berpelat dinas Polri.
Ketua RW 06, Boy Irfan (54), mengatakan mobil itu sudah lama berada di lokasi sebelum kasus terjadi.
“Sudah lama, tapi saya enggak perhatiin dari kapan,” ujar Boy kepada Kompas.com, Rabu (15/10/2025).
Menurut Boy, mobil itu masih terparkir ketika tim Resmob Polda Metro Jaya melakukan penggerebekan pada Senin (13/10/2025) malam.
Sementara itu, Kanit 3 Subdit Resmob Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Kompol I Kadek Dwi, menyatakan keberadaan mobil berpelat dinas Polri itu tidak berkaitan dengan tindak pidana.
“Itu mobil sudah mogok lama, enggak ada kaitannya sama peristiwa,” kata dia.
“Palsu itu, pelat palsu itu,” ujarnya lagi.
Namun hingga kini, polisi belum menjelaskan secara rinci asal-usul mobil berpelat dinas itu, apakah digunakan secara ilegal serta apa motif di balik penggunaan pelat palsu itu.
2. Seragam polisi dan senjata rakitan
Ketua RT 14 RW 06, Airlangga (45), yang ikut mendampingi penggeledahan, mengatakan polisi juga menemukan sejumlah barang mencurigakan di dalam rumah itu.
“Ditemukan beberapa setel seragam polisi, satu pucuk senjata rakitan, airsoft gun, dan enam butir peluru,” kata Airlangga kepada Kompas.com.
Barang-barang tersebut disita dan dibawa ke kantor polisi bersama lima orang yang diamankan, termasuk satu perempuan.
Keberadaan seragam dan senjata itu menambah misteri, apakah para pelaku berusaha menyamar sebagai aparat, atau justru ada oknum yang terlibat langsung.
3. Motif penyekapan masih samar
Polisi menduga peristiwa ini bermula dari sengketa over kredit mobil Toyota Alphard antara Adrian (41) dan Nunung (52).
Dalam proses jual beli, mobil berpindah tangan ke beberapa orang tanpa pelunasan, hingga akhirnya memicu kemarahan Adrian dan berujung pada penculikan serta penyiksaan.
Polisi telah menetapkan tersangka kepada Adrian dan Nunung, serta tujuh orang lainnya—VS (33), HJE (25), S (35), APN (25), Z (34), I, dan MA (39).
Polisi menyebut para pelaku bukan bagian dari satu komplotan tetap dan tidak memiliki hubungan keluarga.
4. Mobil Alphard yang jadi pangkal sengketa
Mobil Alphard yang menjadi sumber sengketa hingga kini belum ditemukan.
Menurut Kadek, mobil itu berpindah tangan dari Nunung ke Indra, lalu dijual kembali ke pihak lain.
“Belum ketemu tuh (sampai sekarang mobilnya),” ujarnya.
Ketidakjelasan keberadaan mobil ini menjadi potongan penting yang masih hilang dari keseluruhan perkara.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/10/17/68f22290850db.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Duduk Perkara Sengketa Alphard Berujung Penyekapan di Pondok Aren Megapolitan 19 Oktober 2025
Duduk Perkara Sengketa Alphard Berujung Penyekapan di Pondok Aren
Editor
JAKARTA, KOMPAS.com
— Polisi mengungkap duduk perkara di balik kasus penyekapan dan penyiksaan empat orang di Pondok Aren, Tangerang Selatan.
Peristiwa yang menyeret sembilan pelaku itu ternyata bermula dari transaksi alih kredit mobil Toyota Alphard yang berujung sengketa.
Kanit 3 Subdit Resmob Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Kompol I Kadek Dwi, memastikan sembilan pelaku tersebut bukan merupakan satu komplotan.
“Bukan, karena kan yang sembilan ini ada yang baru kenal dalam usaha bisnis,” kata Kadek saat dikonfirmasi, Sabtu (18/10/2025).
Ia juga menegaskan, para pelaku tidak memiliki hubungan keluarga satu sama lain.
“Enggak ada, enggak ada (hubungan keluarga),” ujarnya.
Kasus ini bermula dari transaksi over kredit mobil Alphard antara tersangka Adrian (41) dan Nunung (52).
“Awalnya itu terjadi mau over kredit mobil Alphard awalnya dari tersangka A kepada N. Baru dibayar Rp75 juta, masih utang kurang lebih Rp400 juta,” ungkap Kadek.
Dalam perjalanan transaksi itu, Nunung menjual mobil tersebut kepada pihak lain tanpa sepengetahuan Adrian.
Karena merasa dirugikan, Adrian kemudian menculik dan menyekap Nunung selama tiga pekan untuk mencari tahu keberadaan mobil.
Selama penyekapan, Nunung mengaku bahwa mobil itu sudah berpindah tangan kepada Indra alias Riky.
Nunung kemudian meminta uang muka (DP) dan mengatur pertemuan.
“Nah, begitu (Indra) sudah ditransfer Rp 49 juta, (Nunung) mau mengajak ketemuan (Indra),” kata Kadek.
Indra bersama istrinya, Dessi Juwita, serta dua rekannya, Nurul alias Ibenk dan Ajit Abdul Majid, datang ke sebuah angkringan di kawasan Jagakarsa, Jakarta Selatan, Sabtu (11/10/2025) malam.
Namun, mereka justru diculik dan dibawa ke rumah milik MA (39), rekan bisnis Adrian, di Pondok Aren.
“Betul, sebenarnya si N (Nunung) ini yang bermasalah, tapi dia juga menjadi korban (penyekapan), diculik juga dia. Bahkan sudah hampir tiga pekan,” jelas Kadek.
Dalam penyekapan itu, Indra akhirnya mengaku bahwa Alphard yang dibelinya dari Nunung sudah dijual kembali ke pihak lain.
“Dia (Indra) yang beli Alphard-nya dari si N. Sama dia (Nunung) dijual lagi. Belum ketemu tuh (sampai sekarang mobilnya),” ujar Kadek.
“(Sama Indra) dijual lagi ke orang lain. Makanya, maksudnya diinterogasi (Indra, istri, dan dua rekannya disekap), dia (Adrian) mau cari tahu di mana (mobilnya),” lanjutnya.
Selama penyekapan, tiga korban pria mengalami penyiksaan bergantian oleh para pelaku.
Dessi berhasil melarikan diri pada Senin (13/10/2025) dan melapor ke Polda Metro Jaya, sehingga kasus ini terungkap.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Brigjen Pol Ade Ary Syam Indradi menjelaskan peran sembilan tersangka dalam kasus ini.
Adrian disebut berperan sebagai koordinator lapangan, perencana, eksekutor, penyedia mobil, sekaligus memeras korban.
“Saudari NN (Nunung) itu perannya sebagai koordinator lapangan, kemudian memancing agar korban mau ikut, kemudian memeras korban,” ujar Ade Ary saat ditemui di Polda Metro Jaya, Kamis (16/10/2025).
Tersangka VS bertugas merekam kejadian yang kini viral di media sosial dan menjaga korban agar tidak kabur.
Ia juga menyediakan rumah sebagai tempat penyekapan.
“Tersangka yang keempat adalah HJE, 25 tahun. Perannya itu ikut menyiksa korban. Kelima, tersangka S, 35 tahun, sebagai eksekutor, menyiksa korban dan juga menyediakan rumah,” lanjut Ade Ary.
APN turut membawa empat korban dari Jagakarsa dan merekam video penyiksaan, sementara Z ikut menyiksa korban.
“I sebagai eksekutor, koordinator lapangan, menyediakan mobil, dan juga menyiksa korban,” kata Ade Ary.
Adapun MA (39) menyediakan rumah yang digunakan untuk menyekap para korban.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/10/17/68f12dc7a7640.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
6 Terungkap Motif Penyekapan di Pondok Aren: Pelaku Ingin Cari Tahu Keberadaan Alphard Megapolitan
Terungkap Motif Penyekapan di Pondok Aren: Pelaku Ingin Cari Tahu Keberadaan Alphard
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Polisi mengungkapkan motif pelaku utama, Adrian (41) dan Nunung (52) menyekap empat korban di Pondok Aren, Tangerang Selatan.
Mereka ingin mengetahui keberadaan mobil Toyota Alphard. Pasalnya mobil itu sudah dijual oleh pasangan suami istri sekaligus korban, Indra alias Riky dan Dessi Juwita, kepada pihak lain.
“Dia (Indra) yang beli Alphard-nya dari si N. Sama dia (Nunung) dijual lagi. Belum ketemu tuh (sampai sekarang mobilnya),” ujar Kanit 3 Subdit Resmob Ditreskrimum Polda Metro Jaya Kompol I Kadek Dwi saat dikonfirmasi, Sabtu (18/10/2025).
“(Sama Indra) dijual lagi ke orang lain. Makanya, maksudnya diinterogasi (Indra, istri, dan dua rekannya disekap), dia (Adrian) mau cari tahu di mana (mobilnya),” jelas Kadek lagi.
Kasus penyekapan berujung penyiksaan terhadap empat korban di Pondok Aren berawal dari transaksi alih kredit mobil Toyota Alphard antara tersangka, yakni Adrian (41) dan Nunung (52).
Para korban adalah pasangan suami istri Indra alias Riky dan Dessi Juwita serta dua rekan mereka, Nurul alias Ibenk dan Ajit Abdul Majid.
“Awalnya itu terjadi mau over kredit mobil Alphard awalnya dari tersangka A kepada N. Baru dibayar Rp 75 juta, masih utang kurang lebih Rp 400 juta,” ujar dia.
Dalam perjalanan over kredit ini, Nunung tidak memenuhi kewajibannya dengan menjual Alphard itu kepada pihak lain tanpa sepengetahuan Adrian.
Karena tidak mendapat kejelasan, Adrian mulai curiga dan kesal.
Ia kemudian menculik Nunung dan menyekapnya selama tiga pekan untuk mencari tahu keberadaan mobil itu.
Dalam penyekapan tersebut, Nunung mengaku mobil telah pindah tangan kepada Indra.
Alhasil, Nunung meminta uang down payment (DP). “Nah, begitu (Indra) sudah ditransfer Rp 49 juta, (Nunung) mau mengajak ketemuan (Indra),” kata dia.
Indra bersama Dessi, Nurul alias Ibenk, dan Ajit Abdul Majid berangkat ke sebuah angkringan di kawasan Jagakarsa, Jakarta Selatan, pada Sabtu (11/10/2025) malam untuk bertemu dengan Nunung.
Namun, Nunung datang bersama beberapa pelaku lain dan menculik keempatnya, lalu menyekap mereka di rumah milik tersangka MA (39), rekan bisnis Adrian, di Pondok Aren.
“Betul, sebenarnya si N (ini yang bermasalah), tapi dia juga menjadi korban (penyekapan), diculik juga dia. Bahkan sudah hampir tiga pekan,” ungkap Kadek.
Dalam proses penyekapan empat korban ini, Indra akhirnya mengaku bahwa mobil Alphard itu juga sudah pindah tangan ke pihak lain.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Brigjen Pol Ade Ary Syam Indradi menjelaskan, MA berperan sebagai koordinator lapangan, perencana, eksekutor, penyedia mobil, dan memeras korban.
“Saudari N itu perannya sebagai koordinator lapangan, kemudian memancing agar korban mau ikut, kemudian memeras korban,” ujar Ade Ary saat ditemui di Polda Metro Jaya, Kamis (16/10/2025).
Ketiga, VS memerintahkan salah satu tersangka untuk merekam kejadian tersebut, yang videonya kini viral di berbagai akun media sosial.
Selain itu, VS juga bertugas menjaga korban agar tidak melarikan diri serta menyediakan rumah sebagai tempat penyekapan.
“Kemudian tersangka yang keempat adalah HJE, 25 tahun. Perannya itu ikut menyiksa korban. Kelima, tersangka S, 35 tahun, sebagai eksekutor, menyiksa korban dan juga menyediakan rumah,” ungkap Ade Ary.
Keenam, APN sebagai tersangka yang merekam video dan turut membawa empat korban dari wilayah Jagakarsa, Jakarta Selatan.
Ketujuh, Z berperan menyiksa korban. Sementara, I sebagai eksekutor, koordinator lapangan, menyediakan mobil, dan juga menyiksa korban.
“Kemudian yang kesembilan, saudara MA ini usianya 39 tahun. Perannya menyediakan rumah,” jelas dia.
Dalam kasus ini, terdapat sedikitnya empat korban, yakni pasangan suami istri Indra dan Dessi Juwita, serta dua rekan mereka, Nurul alias Ibenk dan Ajit Abdul Majid.
Mereka diculik dari sebuah angkringan kawasan Jagakarsa, Jakarta Selatan, Sabtu (11/10/2025).
Selama penyekapan, tiga korban pria mengalami penyiksaan dari para pelaku secara bergantian.
Pada Senin (13/10/2025), Dessi berhasil melarikan diri hingga akhirnya melaporkan ke Polda Metro Jaya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
/data/photo/2025/11/01/6905f828eb58e.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/2922167/original/079158800_1569432752-Pejompongan-Ricuh2.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/11/04/69097e59a7d87.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)


:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5393498/original/053067300_1761556653-145881.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)