3 Bulan Kelola Bandung Zoo, Manajemen Baru Stop Setoran ke Pemkot Bandung
Tim Redaksi
BANDUNG, KOMPAS.com
– Sidang sengketa
Kebun Binatang Bandung
atau
Bandung Zoo
kembali dilanjutkan pada Kamis (31/7/2025) dengan terdakwa
Sri dan Bisma
Bratakoesoema.
Sri adalah pembina
Yayasan Margasatwa Tamansari
(YMT), sedangkan Bisma adalah Ketua YMT yang didakwa merugikan negara senilai Rp 24 miliar.
Dalam sidang tersebut, Tony Sumampau,
John Sumampau
, Dina Enggaringtyas, dan Keni Sultan dihadirkan sebagai saksi.
Keempat orang saksi tersebut pernah menjabat sebagai pembina yayasan, ketua yayasan, bendahara, dan sekretaris YMT sejak 2017 silam dalam pengelolaan Bandung Zoo.
Namun, pada Januari 2022, keempatnya didepak dan dikeluarkan dari kepengurusan yayasan.
Dalam kesaksiannya, John Sumampau mengakui jika dirinya sempat melaporkan Sri dan Bisma ke polisi atas dugaan pemalsuan dokumen.
Saat kasusnya kemudian naik penyidikan, upaya perdamaian pun disepakati dan keempatnya bisa kembali lagi menjadi pengurus YMT.
“Ada surat pernyataan minta maaf dari mereka pas Maret 2025. Karena kami terbuka untuk perdamaian, akhirnya kami terima,” kata John Sumampau saat memberikan kesaksiannya di Pengadilan Tipikor Bandung, Jalan Surapati, Kota Bandung, Kamis (31/7/2025).
John mengatakan, ia dan Tony diminta langsung pendiri YMT, yakni almarhum Romly Bratakusuma, untuk mengurus Bandung Zoo.
Lalu, pada periode awal kepengurusannya, ia sempat heran karena yayasan harus membayar sewa lahan Bandung Zoo ke ahli waris almarhum Romly yang diwakilkan oleh Sri.
Namun, karena belum tahu seluk-beluk yayasan, uang itu tetap disetorkan.
Sejak 2017, John mengaku sudah membayar sekitar Rp 9 miliar dengan rincian Rp 1,8 miliar per tahunnya.
Kemudian, pada 2021, John mendapat surat teguran keras dari Pemkot Bandung.
Surat tersebut saat itu menyatakan bahwa YMT tidak pernah membayar sewa kepada Pemkot sejak 2008 senilai Rp 15 miliar, sebagai pemilik sah dari lahan Bandung Zoo.
“Akhirnya kami minta kejelasan yayasan mengenai pembayaran yang tidak pernah sampai ke Pemkot. Karena saya kaget, selama ini sudah menjalankan kewajiban ini dengan baik-baik,” bebernya.
John akhirnya memutuskan membuka jalan bagi Pemkot Bandung yang saat itu sedang gencar mengamankan aset daerah.
Hingga kemudian, Pemkot memasang plang di Bandung Zoo pada 2021 untuk memastikan bahwa aset tersebut adalah milik pemerintah.
Tindakan John dan Tony Sumampau ini rupanya dicekal pengurus YMT kubu Bisma dan Sri.
Setelah terlibat friksi, keduanya justru didepak dan dikeluarkan dari kepengurusan yayasan pada awal 2022 yang lalu.
“Saya justru ingin kooperatif dengan Pemkot, mau bantu beresin ini karena beberapa utusan Pemkot ternyata ke sini sering diusir, mungkin sama oknum, yah,” tutur John.
Per Maret 2025, John dan Tony Sumampau bisa kembali lagi ke YMT untuk mengurus Bandung Zoo.
Sementara saat itu, Sri serta Bisma dijebloskan ke penjara atas kasus sengketa lahan Kebun Binatang Bandung.
Kemudian, John mengaku selama tiga bulan mengelola Bandung Zoo, mereka telah menyetor kewajiban ke Pemkot Bandung senilai Rp 1,015 miliar.
Uang itu dibayarkan sebagai pajak hiburan di Bandung Zoo selama Maret-Juni 2025.
“Uang yang disetorkan ke Pemkot selama kami mengelola kebun binatang itu sudah Rp 1 miliar lebih. Itu standar pajak hiburan dari 10 persen penghasilan di kebun binatang,” ungkap John.
Sayangnya, pada pertengahan Juli 2025, John, Tony, dan manajemen baru kini sudah tidak bisa lagi berada di Bandung Zoo.
Manajemen lama diketahui telah mengambil alih pengelolaan kebun binatang yang membuat mereka kini harus keluar dari area itu.
“Sekarang sudah tidak di situ, karena kami harus amankan anak buah demi keamanan. Kami di luar sekarang, tidak mengelola, pihak mereka yang mengelola,” pungkasnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Tag: Tony Sumampau
-
/data/photo/2018/05/09/3696620709.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
KemenHAM Terus Kawal Penyelesaian Kasus Sirkus OCI: Pastikan Dapat Keadilan Nasional 29 April 2025
KemenHAM Terus Kawal Penyelesaian Kasus Sirkus OCI: Pastikan Dapat Keadilan
Penulis
JAKARTA, KOMPAS.com
– Kementerian Hak Asasi Manusia (HAM) memastikan bakal mengawal penyelesaian dugaan kasus pelanggaran HAM terhadap para eks pemain sirkus Oriental Circus Indonesia (OCI).
Direktur Jenderal Pelayanan dan Kepatuhan Hak Asasi Manusia
Kementerian HAM
RI Munafrizal Manan mengatakan, komitmen itu akan dipegang agar para eks pemain
sirkus OCI
mendapatkan keadilan.
“Kami pastikan bahwa, karena kami sudah mendapatkan kepercayaan dan harapan dari para mantan pemain sirkus, kami akan mengawal kasus ini,” kata Munafrizal Manan dalam rapat dengar pendapat (RDP) Komisi XIII DPR RI bersama Kementerian HAM di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (28/4/2025), dikutip dari
Antaranews
.
“Kami akan tetap untuk dalam posisi karena mandat diberikan kepada Kementerian HAM melakukan pembelaan HAM, kami pastikan keadilan itu akan bisa diberikan kepada mereka,” ujarnya lagi.
Kemudian, dia mengungkapkan bahwa penanganan penyelesaian permasalahan kasus eks
pemain sirkus OCI
tersebut saat ini masih berproses di kementeriannya.
“Karena ini memang kasus yang sudah lama maka tindak lanjutnya juga tentu saja butuh waktu,” katanya
Munafrizal juga menjelaskan bahwa pihaknya sendiri telah menerima aduan dari para mantan pemain sirkus OCI pada 15 April 2025.
“Para mantan pemain sirkus ini sudah berupaya ke berbagai tempat untuk mencari keadilan, tetapi mereka merasa seolah tertutup jalan sehingga kemudian mereka memberikan kepercayaan dan harapan kepada Kementerian HAM,” ujarnya.
Menurut Munafrizal, Kementerian HAM langsung menindaklanjuti aduan tersebut dengan melakukan pemetaan masalah.
Terkait penyelesaian kasus, dia mengatakan, pihaknya juga telah sampai pada proses meminta keterangan dari para ahli dan berkoodinasi dengan kementerian/lembaga (K/L) terkait lainnya.
“Kami sudah melakukan pendalaman kepada para ahli, pakar hak asasi manusia, pakar hukum pidana, dan juga kemudian koordinasi-koordinasi dengan lembaga yang terkait,” kata Munafrizal.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI Dewi Asmara memberikan dukungan fungsi pengawasan pihaknya bila pemerintah membentuk tim pencari fakta (TPF) independen atas dugaan kekerasan hingga eksploitasi yang dialami oleh para mantan pemain sirkus OCI.
“Kita kan akan mengawasi pemerintah untuk itu. Ya, dikembalikan kepada pemerintah yang di sektornya itu ada Kementerian Hukum, ada Kementerian HAM,” kata Dewi ditemui usai rapat.
“Mengenai dugaan, kemungkinan pelanggaran HAM itu akan tercermin nanti bagaimana pemerintah dengan tim mencari fakta, tetapi keperluan nanti sampai terlaksana (pembentukan TPF) atau tidak, serahkan pemerintah karena ini semua juga masih berproses,” ujarnya lagi.
Diketahui, Wakil Menteri Hak Asasi Manusia Mugiyanto menerima audiensi dari sejumlah mantan pekerja sirkus OCI di Kantor Kementerian HAM, Jakarta pada 15 April 2025.
Mugiyanto mengatakan bahwa Kementerian HAM akan berkoordinasi dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) dan Komnas HAM, mengingat para korban sebelumnya telah melapor ke dua pihak tersebut.
Di samping itu, untuk mendapatkan informasi yang komprehensif, Kementerian HAM berencana meminta keterangan dari pihak Taman Safari Indonesia.
Diberitakan sebelumnya, salah satu
eks pemain sirkus OCI
yang juga menjadi korban, Fifi Nur Hidayah, mengaku bahwa dia mendapat penyiksaan selama dirinya dilatih sirkus baik oleh OCI atau Taman Safari Indonesia.
Di hadapan jajaran Komisi XIII DPR RI, Fifi bahkan mengungkapkan, penyiksaan semakin terjadi ketika dipindah ke Taman Safari Indonesia sekitar tahun 1980-an.
Bukan hanya pukulan, Fifi juga sempat disetrum hingga dipasung akibat pernah kabur namun tertangkap.
“Saya pikir hidup saya lebih baik di sana. Saya tidak dapat penyiksaan. Ternyata di taman safari saya lebih,” ujar Fifi sembari menangis.
“Lebih keras lagi saya dilatih. Saya dapat penyiksaan lagi pak. Sampai saya melarikan diri Karena saya enggak tahan,” katanya lagi.
Sementara itu, Founder Oriental Circus Indonesia (OCI) dan Komisaris Taman Safari Indonesia, Tony Sumampau, membantah semua tuduhan para eks pemain sirkus.
Menurut Tony, pelatihan sirkus memang menuntut kedisiplinan tinggi, tetapi bukan berarti ada praktik kekerasan atau penyiksaan seperti yang dituduhkan oleh sejumlah pihak.
“Betul, pendisiplinan itu kan dalam pelatihan ya, pasti ada. Saya harus akui. Cuma kalau sampai dipukul pakai besi, itu nggak mungkin,” ujar Tony di Jakarta pada Kamis, 17 April 2025.
Tony juga menepis kabar mengenai penyiksaan terhadap pemain sirkus yang beredar di media.
“Kalau dibilang penyiksaan, ya itu membuat sensasi saja. Supaya orang yang dengar jadi kaget, serius gitu ya. Kalau benar-benar seperti itu, ya tidak masuk akal,” katanya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Eks Pemain OCI Gugat Taman Safari, Kasus 60 Balita Dieksploitasi OCI 1997 Kembali Mencuat – Halaman all
TRIBUNNEWS.COM – Kuasa hukum eks pemain sirkus Oriental Circus Indonesia (OCI), Muhammad Sholeh atau Cak Soleh, telah mengajukan tuntutan terhadap tiga pemilik Taman Safari Indonesia.
Tuntutan ini terkait dengan dugaan eksploitasi para mantan pemain sirkus.
Tiga pemilik Taman Safari yang dituntut adalah Jansen Manansang, Frans Manansang, Tony Sumampau.
Kasus Lama Terungkap
Sebelum laporan ini dibuat, ternyata kasus dugaan eksploitasi yang terjadi pada tahun 1997 oleh OCI sudah diajukan dan mendapatkan respons Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
Menurut laporan yang diterima oleh Komnas HAM pada tahun 1997, terdapat sekitar 60 anak yang dipisahkan dari orang tua mereka dan dipaksa bekerja sebagai pemain sirkus OCI
Mereka tidak hanya tidak mendapatkan gaji, tetapi juga tidak menerima pendidikan yang layak.
Tuntutan ini diajukan untuk menuntut pertanggungjawaban atas eksploitasi anak yang berlangsung selama bertahun-tahun.
Cak Soleh menekankan bahwa pemilik Taman Safari seharusnya menjalankan rekomendasi Komnas HAM untuk mengembalikan anak-anak tersebut kepada orang tua mereka.
“Lebih baik konsentrasi kepada rekomendasi Komnas HAM tahun 1997 tentang 60 anak balita ini, daripada berkutat soal OCI dan Taman Safari.”
“Sekarang tugasnya adalah tiga orang (pemilik Taman Safari) itu menjalankan rekomendasi Komnas HAM, kembalikan anak-anak ini kepada orang tuanya, buka siapa orang tuanya.”
“Ini yang tidak pernah dijalankan oleh pihak tiga pelaku kejahatan tadi, pemilik Taman Safari,” tegas Cak Soleh dalam diskusi program Kompas Tv, Minggu (19/4/2025).
Pihak Taman Safari, melalui Vice President Legal Corporate Secretary Barata Mardikoesno, menyatakan bahwa OCI dan Taman Safari adalah entitas yang berbeda.
Namun, Cak Soleh menegaskan bahwa meskipun Taman Safari dan OCI merupakan badan hukum yang berbeda, pemiliknya adalah sama, sehingga mereka harus bertanggung jawab.
“Ibarat saya sebagai orang tua saya punya beberapa perusahaan, ada perusahaan Cak Saleh, ada Cak Saiful, ada Cak ini, tapi pemiliknya saya semua, wajar kalau dari anak perusahaan saya nuntut ke saya, wajar pemiliknya sama kok, hal itu enggak bisa dibohongi.”
“Bahwa dia takut kalau itu diboikot oleh masyarakat, maka selesaikan rekomendasi ini sejak tahun 1997, terjadinya eksploitasi anak, jadi Pak Barata daripada berkutat soal OCI soal Taman Safari, sementara pemiliknya sama, lebih baik konsentrasi kepada rekomendasi Komnas HAM tahun 1997, 60 anak balita ini loh diambil dari mana? siapa orang tuanya? lebih baik konsentrasi di situ,” ujar Cak Soleh.
Untuk itu, pihaknya bersama mantan pemain sirkus OCI kembali melaporkan kasus yang menjerat tiga pimpinan Taman Safari Indonesia ini.
Tuntutan hukum yang diajukan oleh Cak Soleh diharapkan dapat membawa keadilan bagi anak-anak yang menjadi korban eksploitasi.
(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani)
Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).
-

Eks Pemain Sirkus Klaim Disiksa, Wamenaker Berkomitmen Lindungi Pekerja – Halaman all
TRIBUNNEWS.COM – Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker), Immanuel Ebenezer mengungkapkan bahwa pihaknya belum menerima laporan resmi terkait pengakuan eks pemain sirkus Oriental Circus Indonesia (OCI) yang mengeklaim mengalami penyiksaan saat bekerja di Taman Safari Indonesia.
Immanuel menegaskan komitmen pemerintah untuk melindungi hak-hak pekerja, meskipun hingga saat ini belum ada laporan resmi yang diterima.
“Kalau soal pekerja sirkus di Oriental Circus yang dieksploitasi kecil itu, dari Kemenaker, kita belum sampai ya, karena mereka belum lapor ke kita.”
“Tapi yang kita lihat hanya di media, dan kita sebetulnya kaget juga kalau itu benar-benar terjadi,” jelasnya kepada Kompas.com, Sabtu (19/4/2025).
Pengakuan Eks Pemain Sirkus
Para mantan pemain sirkus OCI sebelumnya mengungkapkan pengalaman pahit mereka di hadapan Wakil Menteri HAM Mugiyanto, yang mencakup kekerasan fisik dan eksploitasi yang berlangsung sejak tahun 1970-an.
Mereka melaporkan tindakan penyiksaan seperti disetrum, dirantai, hingga dipisahkan dari anak-anak mereka.
Kuasa hukum para mantan pemain sirkus, Muhammad Sholeh, meminta dibentuknya tim investigasi untuk menyelidiki dugaan penyiksaan di Taman Safari Indonesia.
“Menurut teman-teman di sana itu ada bunker. Rumahnya itu ada di bawah tanah, tempat mereka tinggal di situ lah tempat penyiksaan. Itu berdasarkan pengakuan (korban),” katanya, dikutip dari YouTube Kompas TV yang tayang pada Jumat (18/4/2025).
Tuntutan Ganti Rugi
Para korban juga menuntut ganti rugi dari Taman Safari Indonesia.
Sholeh menegaskan bahwa banyak dari mereka yang tidak pernah digaji dan mengalami kekerasan yang mengakibatkan cacat fisik.
“Juga terhadap kekerasan, ada yang membekas tangannya dipukul sama balok, korban Ida sampai badannya cacat.”
“Menurut saya, wajar sekali kalau mereka menuntut ganti rugi,” kata Sholeh.
Selain itu, mereka meminta agar pemerintah menyelidiki kondisi para pemain sirkus yang masih bekerja di Taman Safari, serta membuka asal-usul identitas 60 mantan pemain sirkus yang tidak mengetahui silsilah keluarga mereka.
Pihak Taman Safari Indonesia Group membantah semua tuduhan tersebut.
Finky Santika, Head of Media and Digital Taman Safari Indonesia Group, menegaskan bahwa tidak ada hubungan bisnis antara Taman Safari dan para mantan pemain sirkus.
“Taman Safari Indonesia Group sebagai perusahaan ingin menegaskan bahwa kami tidak memiliki keterkaitan, hubungan bisnis, maupun keterlibatan hukum dengan eks pemain sirkus yang disebutkan,” kata Finky dalam keterangannya, Rabu (16/4/2025).
“Kami menilai bahwa permasalahan tersebut bersifat pribadi dan tidak ada kaitannya dengan Taman Safari Indonesia Group secara kelembagaan,” ujar mereka.
Taman Safari Indonesia pun meminta agar kasus dugaan kekerasan dan eksploitasi tersebut tidak disangkut pautkan dengan pihak mereka.
Penjelasan dari Pihak OCI
Pendiri OCI, Tony Sumampau, juga menegaskan bahwa tidak ada keterkaitan antara OCI dan Taman Safari Indonesia.
“Hubungan legal enggak ada, hubungan uang enggak ada, enggak ada sumber masuk dari OCI ke Safari. Enggak ada ide orang OCI bangun Taman Safari, enggak ada,” tegas Tony dalam sesi bincang media di Jakarta Selatan, Kamis (17/4/2025),
Tony menambahkan bahwa meskipun ia pernah terlibat dalam kedua entitas tersebut, OCI dan Taman Safari Indonesia berjalan sendiri-sendiri dengan sejarah yang terpisah.
Dengan situasi ini, masyarakat diharapkan lebih memahami bahwa isu yang beredar tidak mencerminkan hubungan antara OCI dan Taman Safari Indonesia.
Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).
-

Mengelak dari Tudingan Eksploitasi, Oriental Circus Taman Safari Sebut Ada Sosok Provokator – Halaman all
TRIBUNNEWS.COM – Founder Oriental Circus Indonesia (OCI) sekaligus Komisaris Taman Safari Indonesia, Tony Sumampau, membantah soal tudingan eksploitasi dan perbudakan terhadap para pemain sirkus di bawah naungan OCI.
OCI justru menduga ada sosok provokator di balik tudingan ini.
Menurutnya, mereka yang mengaku menjadi korban adalah pihak yang dijadikan ‘alat’ oleh provokator yang tak ia sebut identitasnya itu.
“Ya, di belakang semua ini memang ada sosok provokator yang memprovokasi mereka. Kita sudah tahu siapa, karena sebelumnya juga dia sempat minta sesuatu kepada kami,” ujar Tony, dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis (17/4/2025).
Menanggapi hal ini, Tony pun menyiapkan langkah hukum.
“Kalau anak-anak, ya kasihan. Tapi, kalau provokatornya, itu lain cerita. Kita sedang mengupayakan langkah hukum terhadap pihak yang memanfaatkan mereka,” kata Tony.
Tony mengaku sudah mengantongi bukti-bukti terkait dugaan adanya upaya pemerasan yang sempat menuntut angka hingga lebih dari Rp 3,1 miliar.
Namun, Tony menegaskan bahwa dari awal pihaknya memilih diam agar tidak melukai perasaan mantan anak didiknya.
“Kita memang tidak merespons, karena mau lihat siapa dalangnya. Anak-anak itu hanya ‘alat’. Kita enggak mau cederai mereka. Tapi, siapa yang ada di belakang ini, ya itu yang jadi perhatian kami,” ungkap Tony.
“Sebagian bukti sudah ada. Kalau mereka (anak-anak) yang kemarin itu, saya belum pernah ketemu lagi. Mungkin karena merasa malu setelah ramai bicara seperti ini,” lanjutnya.
Bantahan Pihak OCI
Tony menjelaskan bahwa proses latihan di sirkus memang memerlukan kedisiplinan tinggi yang kerap kali melibatkan tindakan tegas.
Namun, tindakan tegas itu menurutnya adalah hal yang wajar dan bukan kekerasan.
“Betul, pendisiplinan itu kan dalam pelatihan ya, pasti ada. Saya harus akui. Cuma kalau sampai dipukul pakai besi, itu nggak mungkin,” ujar Tony.
Adanya tudingan penyiksaan, Tony menganggapnya hanya sensasional dan tidak logis.
“Kalau dibilang penyiksaan, ya itu membuat sensasi saja. Supaya orang yang dengar jadi kaget, serius gitu ya. Kalau benar-benar seperti itu, ya tidak masuk akal,” ujarnya.
Dalam kesempatan tersebut, Tony juga menjelaskan bahwa metode pelatihan di dunia sirkus, termasuk di OCI, tidak jauh berbeda dengan standar pelatihan di cabang olahraga lain, seperti senam atau bela diri.
“Kalau kita salah, ya pasti gurunya akan koreksi dengan keras. Karena salah sedikit bisa mencelakakan diri sendiri, apalagi di atraksi salto dan sebagainya,” katanya.
Pengakuan Korban
Seorang korban, Fifi, mengaku mendapat perlakuan kejam.
Ia sempat diseret hingga dikurung di kandang macan
Mendapati perlakuan kejam, ia mengaku sempat kabur.
“Saya sempat diseret dan dikurung di kandang macan, susah buang air besar. Saya nggak kuat, akhirnya saya kabur lewat hutan malam-malam, sampai ke Cisarua. Waktu itu sempat ditolong warga, tapi akhirnya saya ditemukan lagi,” tutur Fifi di hadapan Wakil Menteri HAM, Selasa, (15/4/2025).
Bukannya evaluasi, pihak atau oknum Taman Safari kembali memberikan siksaan kepada Fifi, bahkan berkali-kali lipat lebih kejam.
Setelah kembali, ia diseret, dipasung hingga disetrum di bagian sensitifnya.
“Saya diseret, dibawa ke rumah, terus disetrum,” ujar Fifi dengan suara lirih.
Selain mendapatkan kekerasan, Fifi ternyata juga tak mengetahui identitas aslinya.
Sejak lahir, Fifi memang dibesarkan di lingkungan sirkus tanpa mengetahui siapa orang tuanya.
Ia diambil oleh salah satu bos sirkus saat ia baru lahir.
Belakangan terungkap bahwa Fifi adalah anak seorang pemain sirkus lainnya bernama Butet.
Saat beranjak dewasa, Butet mengaku menyerahkan Fifi untuk diasuh orang lain lantaran belum memiliki kehidupan yang layak.
Selama berlatih dan menjadi pemain sirkus di tempat hiburan itu, Butet mengaku sering mendapatkan perlakuan kasar.
Ia bahkan diperlakukan bak hewan yang dipasung.
“Kalau main saat show tidak bagus, saya dipukuli. Pernah dirantai pakai rantai gajah di kaki, bahkan untuk buang air saja saya kesulitan,” kata Butet.
(Tribunnews.com/Milani/Willy Widianto)
-

Eksploitasi Pemain Sirkus OCI, Reza Indragiri: Jika Jalur Hukum Buntu, Sanksi Sosial Bisa Jadi Jalan – Halaman all
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Puluhan tahun telah berlalu sejak pertunjukan sirkus keliling Oriental Circus Indonesia menghibur publik dari kota ke kota.
Namun kini, bayang-bayang masa lalu mulai muncul ke permukaan.
Kisah mantan pemain sirkus cilik yang mengaku dieksploitasi secara fisik dan mental kembali membuka luka lama—sekaligus mempertanyakan: di mana keadilan bagi anak-anak yang pernah dijadikan tontonan?
Sayangnya, jalan pidana untuk menuntut pertanggungjawaban para pelaku dinilai nyaris mustahil.
Terkait hal itu, Reza Indragiri Amriel, konsultan dari Lentera Anak Foundation mengutip ‘tragedi terjun bebas’ dan ‘kisah bebas merdeka’ dua orang mantan pemain sirkus cilik, kepada The Stolen Generation.
“Yaitu, kebijakan pemerintah kulit putih Australia memindahkan secara paksa anak-anak Aborigin dan Torres Strait Island dari keluarga mereka sekian puluh tahun silam,” ujarnya dalam keterangan yang diterima, Jumat (18/4/2025).
Menurutnya, mengakui kebijakan itu sebagai produk keliru negara, Pemerintah Australia pada tahun 2008 meminta maaf secara terbuka.
Menjadi pertanyaan, apa yang bisa dilakukan agar pencetus bisnis sirkus (OCI), Taman Safari Indonesia, Hadi Manansang serta ketiga anaknya, Jansen Manansang, Frans Manansang, dan Tony Sumampau, menyampaikan permohonan maaf dan memberikan ganti rugi atau restitusi sebagaimana disebut oleh para korban?
“Jalan pidana tampaknya sulit untuk dilalui. Apalagi lex specialist berupa UU Tindak Pidana Perdagangan Orang, UU Perlindungan Anak, UU Hak Asasi Manusia, dan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual baru ada setelah berhentinya Oriental Circus Indonesia,” kata Reza.
Namun menjadi pengecualian jika otoritas penegakan hukum menemukan eksploitasi serupa masih berlangsung di bidang-bidang bisnis mereka.
“Jangan-jangan tersisa satu jalan, yakni sanksi sosial berupa boikot, yang bisa masyarakat lakukan sebagai bentuk hukuman bagi pemilik Oriental Circus Indonesia sekaligus Taman Safari Indonesia,” katanya.
“Atau, boleh jadi restitusi perlu digeser menjadi kompensasi (ganti rugi dari pemerintah),” tambah Reza.
Dasar berpikirnya, kata Reza karena negara telah abai pasca laporan pertama korban pada tahun 1997.
“Maka pemerintah dianggap telah sengaja menghindar dari kewajibannya melindungi warga negara. Atas kesengajaan itulah negara dihukum,” ujarnya.
Manajemen Taman Safari Indonesia (TSI) memberikan klarifikasi mengenai dugaan eksploitasi dan perlakuan tidak manusiawi yang dialami oleh eks pemain sirkus dari Oriental Circus Indonesia (OCI).
Pernyataan ini muncul setelah adanya audiensi di Kementerian Hukum dan HAM yang menyebut nama TSI Group dalam konteks permasalahan tersebut.
Penegasan TSI Group
Dalam keterangannya, Finky Santika Nh, Head of Media and Digital TSI Group, menegaskan bahwa TSI tidak memiliki keterkaitan bisnis atau hukum dengan eks pemain sirkus yang disebutkan.
“Perlu kami sampaikan bahwa Taman Safari Indonesia Group adalah badan usaha berbadan hukum yang berdiri secara independen dan tidak terafiliasi dengan pihak yang dimaksud,” ujarnya pada Kamis, 17 April 2025.
Finky menambahkan bahwa masalah ini bersifat pribadi dan tidak ada kaitannya dengan TSI Group secara kelembagaan.
“Kami berharap agar nama dan reputasi TSI Group tidak disangkutpautkan dalam permasalahan yang bukan menjadi bagian dari tanggung jawab kami, terutama tanpa bukti yang jelas,” tegasnya.
Komitmen TSI Group
Lebih lanjut, Finky mengungkapkan bahwa TSI Group selalu berkomitmen untuk menjalankan kegiatan usaha dengan prinsip Good Corporate Governance (GCG), kepatuhan hukum, dan etika bisnis yang bertanggung jawab.
“Selama lebih dari 40 tahun, TSI Group senantiasa mengutamakan konservasi, edukasi, dan pelayanan terbaik bagi masyarakat Indonesia dan mancanegara,” tambahnya.
Finky juga mengajak masyarakat untuk bersikap bijak dalam menyikapi informasi yang beredar di ruang digital. “Jangan mudah terpengaruh oleh konten yang tidak memiliki dasar fakta maupun keterkaitan yang jelas,” pungkasnya.
Dengan demikian, TSI Group berharap agar isu ini tidak mengganggu reputasi mereka yang telah dibangun selama bertahun-tahun.
/data/photo/2025/07/31/688b677a4a0e0.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5202979/original/092496200_1745912464-20250429_115655.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)

