Tag: Tony Blair

  • Respons Hamas-Israel soal Rencana Trump Akhiri Perang Gaza

    Respons Hamas-Israel soal Rencana Trump Akhiri Perang Gaza

    Jakarta

    Janji terbaru Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk segera mengakhiri perang di Gaza tampaknya disambut skeptis oleh sebagian besar pengamat. Penilaian tersebut tak lepas dari klaim palsu Trump baru-baru ini yang mengatakan bahwa dia telah mengakhiri tujuh perang.

    “Kita punya peluang nyata untuk mencapai KEJAYAAN DI TIMUR TENGAH. SEMUA PIHAK SIAP UNTUK SESUATU YANG ISTIMEWA, UNTUK PERTAMA KALINYA. KITA AKAN WUJUDKAN!!!” tulis Donald Trump di platform Truth Social-nya, Minggu (28/09).

    Trump merujuk pada rencana 21 poin miliknya, yang rinciannya mulai terungkap akhir pekan lalu, menjelang pertemuannya di Gedung Putih dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada hari Senin (29/09), pertemuan keempat mereka tahun ini.

    Namun, apa sebenarnya yang tercantum dalam rencana tersebut?

    Menuju pembentukan negara Palestina

    Yang paling penting, rencana ini membuka jalan menuju pembentukan negara Palestina, sesuatu yang secara konsisten dan tegas ditentang oleh Israel, serta peta jalan masa depan untuk Gaza. Rencana tersebut juga menuntut pembebasan 20 sandera yang masih hidup di Gaza dan sejumlah sandera yang telah meninggal untuk ditukar dengan pembebasan ratusan warga Palestina yang ditahan di Israel. Hal ini harus dilakukan dalam 48 jam setelah kesepakatan dicapai.

    “Setelah semua sandera dibebaskan, Israel akan membebaskan 250 tahanan yang menjalani hukuman seumur hidup, serta 1.700 warga Gaza yang ditahan setelahserangan 7 Oktober. Untuk setiap sandera Israel yang jasadnya dikembalikan, Israel akan menyerahkan jasad 15 warga Gaza yang telah meninggal,” demikian laporan dari The Washington Post.

    Rencana ini juga menuntut penggulingan Hamas, yang diakui sebagai organisasi teroris oleh Jerman, Uni Eropa, AS, dan beberapa negara Arab, serta komitmen dari Hamas untuk melucuti senjata.

    Poin lainnya mencakup rencana ekonomi untuk pertumbuhan Gaza, jaminan keamanan untuk Gaza yang dijaga oleh AS dan negara-negara kawasan, kesempatan bagi warga yang telah meninggalkan Gaza untuk kembali, tanpa ada pemaksaan bagi siapa pun yang masih tinggal di sana untuk pergi.

    Gaza nantinya akan dikelola oleh pemerintahan transisi. Mantan anggota Hamas bisa memilih untuk tetap tinggal dan ikut serta dalam rencana baru ini, atau diberi jalan aman untuk pindah ke negara lain yang tidak disebutkan.

    Selain itu, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) harus segera menghentikan semua operasinya setelah kesepakatan dan menyerahkan wilayah yang telah direbut. Israel juga harus berjanji tidak akan menduduki atau mencaplok wilayah Gaza. Komisi Penyelidikan di bawah Dewan HAM PBB (UNHRC) baru-baru ini menyatakan bahwa Israel telah melakukan genosida terhadap warga Palestina.

    Rencana ini juga mencakup jaminan bahwa bantuan dari lembaga internasional bisa masuk ke Gaza tanpa hambatan dari kedua pihak, meskipun tidak disebutkan soal Gaza Humanitarian Foundation (GHF) yang didukung oleh Israel dan AS.

    Asal-usul rencana 21 poin Trump

    Pada Senin (23/09), utusan AS Steve Witkoff mengatakan bahwa Donald Trump mengajukan rencana tersebut dalam sebuah pertemuan dengan para pemimpin dari negara-negara Arab dan Islam, yaitu Qatar, Arab Saudi, Indonesia, Turki, Pakistan, Mesir, Uni Emirat Arab, dan Yordania di PBB. Saat itu Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas tidak diizinkan menghadiri Sidang Umum PBB, tempat pertemuan sela itu berlangsung, setelah pemerintah AS menolak memberinya visa.

    Dalam sebuah pernyataan bersama, negara-negara yang terlibat dalam pertemuan tersebut menyatakan bahwa mereka “menegaskan kembali komitmen untuk bekerja sama dengan Presiden Trump dan menekankan pentingnya kepemimpinannya untuk mengakhiri perang.”

    Rencana itu kabarnya juga mendapat dukungan dari Tony Blair Institute for Global Change yang dipimpin mantan perdana menteri Inggris tersebut. Beberapa laporan menyebut Blair akan memimpin Gaza International Transitional Authority (GITA) berdasarkan rencana ini. Namun, Blair dinilai tidak populer di Timur Tengah karena dukungannya terhadap invasi AS ke Irak tahun 2003. GITA bisa memegang kendali selama beberapa tahun hingga Otoritas Palestina dinilai memenuhi syarat yang diperlukan untuk menjalankan pemerintahan.

    Rencana ini muncul di tengah meningkatnya jumlah negara Barat, seperti Inggris, Prancis, dan Kanada, yang mengakui negara Palestina. Namun, Netanyahu menyebut keputusan itu sebagai “tindakan tercela.”

    Respons Hamas dan Israel

    Sementara Trump sangat percaya diri dengan rencananya, Netanyahu jauh lebih berhati-hati, meski tidak menolaknya. “Kami sedang mengerjakannya,” katanya kepada Fox News, Minggu (28/09). “Ini belum final, tapi kami sedang bekerja sama dengan tim Presiden Trump saat ini.”

    Pada Jumat (26/09), kepada kantor berita Reuters, seorang pejabat Hamas yang tidak disebutkan namanya mengatakan bahwa Hamas belum pernah menerima pemaparan soal rencana tersebut.

    Kelompok itu kemudian merilis pernyataan pada hari Minggu (28/09) mengatakan “Hamas siap untuk mempertimbangkan secara positif dan bertanggung jawab setiap proposal yang datang dari para mediator, asalkan proposal itu melindungi hak-hak nasional rakyat Palestina.”

    Sementara itu, Menteri Keuangan sayap kanan Israel, Bezalel Smotrich, menguraikan kesulitan yang akan dihadapi Netanyahu, meski dia mendukung rencana tersebut. Hal itu disampaikannya lewat akun X, Senin (29/09).

    Dia menulis bahwa keamanan Israel bergantung pada “tindakan, kendali kami atas wilayah, dan penegakan tanpa kompromi yang hanya bergantung pada (militer Israel) dan aparat pertahanan kami.” Bezalel juga menolak segala bentuk keterlibatan Otoritas Palestina, yang pernah memerintah Gaza hingga Hamas mengambil alih pada 2007.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Algadri Muhammad dan Muhammad Hanafi

    Editor: Hani Anggraini

    Lihat juga Video: Ini Isi 20 Poin Proposal Trump terkait Penyelesaian Perang di Gaza

    (ita/ita)

  • Jihad Islam Kutuk Rencana Damai Trump: Resep Agresi Palestina!

    Jihad Islam Kutuk Rencana Damai Trump: Resep Agresi Palestina!

    Gaza City

    Kelompok Jihad Islam, sekutu Hamas, yang bertempur melawan Israel di Jalur Gaza mengutuk rencana perdamaian yang ditawarkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk mengakhiri perang Gaza.

    Jihad Islam dalam tanggapannya, seperti dilansir AFP, Selasa (30/9/2025), menilai usulan Trump itu hanya akan memicu agresi lebih lanjut terhadap Palestina.

    “Ini adalah resep untuk agresi berkelanjutan terhadap rakyat Palestina,” sebut Jihad Islam dalam pernyataannya yang dirilis pada Senin (29/9) waktu setempat.

    “Melalui ini, Israel berusaha — melalui Amerika Serikat — untuk memaksakan apa yang tidak dapat dicapainya melalui perang,” tuding kelompok tersebut.

    “Oleh karena itu, kami menganggap deklarasi Amerika-Israel sebagai formula untuk mengobarkan konflik di kawasan,” tegas Jihad Islam dalam pernyataannya.

    Rencana perdamaian yang diusulkan Trump itu mencakup seruan gencatan senjata, pembebasan semua sandera oleh Hamas dalam waktu 72 jam, perlucutan senjata Hamas, dan penarikan pasukan Israel secara bertahap dari Jalur Gaza.

    Beberapa poin penting lainnya mencakup pengerahan “pasukan stabilisasi internasional sementara”, dan pembentukan otoritas transisi yang dipimpin oleh Trump sendiri dan termasuk mantan Perdana Menteri (PM) Inggris Tony Blair.

    Kelompok Hamas, dalam tanggapan terpisah, mengatakan mereka baru akan memberikan respons setelah menerima proposal resmi dari Trump.

    “Kami akan merespons setelah kami menerimanya,” kata seorang pejabat senior Hamas yang enggan disebut namanya.

    Rencana perdamaian Trump itu menuntut para militan Gaza, termasuk Hamas, untuk sepenuhnya melucuti senjata dan dikeluarkan dari peran-peran dalam pemerintahan di masa mendatang, meskipun mereka yang setuju untuk “hidup berdampingan secara damai” akan diberikan amnesti.

    Tonton juga video “Presiden Kolombia: Trump Pantas Dipenjara!” di sini:

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Saudi-Indonesia dkk Sambut Rencana Trump Akhiri Perang Gaza

    Saudi-Indonesia dkk Sambut Rencana Trump Akhiri Perang Gaza

    Riyadh

    Para Menteri Luar Negeri negara-negara Arab dan Muslim, seperti Arab Saudi, Yordania, Uni Emirat Arab, Pakistan, Turki, Qatar, Mesir dan Indonesia, menyambut baik rencana perdamaian yang diusulkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk mengakhiri perang Gaza.

    Respons itu disampaikan dalam pernyataan bersama yang dirilis pada Senin (29/9) waktu setempat, seperti dilaporkan kantor berita resmi Saudi Press Agency (SPA) dan dilansir Al Arabiya, Selasa (30/9/2025).

    Pernyataan bersama ini dirilis oleh negara-negara Arab dan Muslim yang bertemu Trump di sela-sela Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pekan lalu.

    Menurut laporan SPA, para Menlu dari negara-negara Arab dan Muslim menyambut baik “kepemimpinan Trump dan upaya tulusnya untuk mengakhiri perang di Gaza, dan menegaskan keyakinan mereka atas kemampuannya untuk menemukan jalan menuju perdamaian”.

    “(Para Menlu) Menyambut baik pengumuman oleh Presiden Trump mengenai usulannya untuk mengakhiri perang, membangun kembali Gaza, mencegah penggusuran rakyat Palestina, dan memajukan perdamaian yang komprehensif, serta pengumumannya bahwa dia tidak akan mengizinkan aneksasi Tepi Barat,” demikian bunyi pernyataan bersama tersebut itu.

    Rencana perdamaian yang diusulkan Trump itu menyerukan gencatan senjata, pembebasan semua sandera oleh Hamas dalam waktu 72 jam, perlucutan senjata Hamas, dan penarikan pasukan Israel secara bertahap dari Jalur Gaza.

    Beberapa poin penting lainnya mencakup pengerahan “pasukan stabilisasi internasional sementara”, dan pembentukan otoritas transisi yang dipimpin oleh Trump sendiri dan termasuk mantan Perdana Menteri (PM) Inggris Tony Blair.

    Dalam pernyataan bersama tersebut, para diplomat top Arab dan Muslim juga menekankan “pentingnya kemitraan dengan Amerika Serikat dalam mengamankan perdamaian di kawasan”.

    “Para menteri menegaskan kesiapan mereka untuk terlibat secara positif dan konstruktif dengan Amerika Serikat dan para pihak dalam menyelesaikan perjanjian dan memastikan implementasinya, dengan cara yang menjamin perdamaian, keamanan, dan stabilitas bagi rakyat di kawasan,” sebut SPA dalam laporannya.

    Dalam pernyataan bersama itu, para Menlu Arab dan Muslim “menegaskan kembali komitmen bersama mereka untuk bekerja sama dengan Amerika Serikat guna mengakhiri di Gaza melalui kesepakatan komprehensif yang memastikan pengiriman bantuan kemanusiaan yang memadai tanpa batas ke Gaza”.

    “Tidak ada pengungsian warga Palestina, pembebasan para sandera, mekanisme keamanan yang menjamin semua pihak, penarikan penuh pasukan Israel,” jelas pernyataan bersama tersebut.

    “Pembangunan kembali Gaza, dan menciptakan jalan menuju perdamaian yang adil berdasarkan solusi dua negara, di mana Gaza terintegrasi penuh dengan Tepi Barat dalam sebuah negara Palestina sesuai dengan hukum internasional sebagai kunci untuk mencapai stabilitas dan keamanan regional,” imbuh pernyataan itu.

    Tonton juga video “Presiden Kolombia: Trump Pantas Dipenjara!” di sini:

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Trump-Netanyahu Sepakati Rencana Perdamaian di Gaza

    Trump-Netanyahu Sepakati Rencana Perdamaian di Gaza

    Jakarta

    Presiden AS Donald Trump dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah menyepakati rencana perdamaian baru untuk Gaza, seraya memperingatkan Hamas untuk menerima rencana tersebut.

    Rencana itu mengusulkan penghentian segera operasi militer. Kemudian Hamas harus membebaskan 20 sandera Israel yang masih hidup dan jasad lebih dari 20 sandera yang diyakini tewas dalam waktu 72 jam, untuk ditukar dengan ratusan warga Gaza yang ditahan.

    Seorang sumber Palestina yang mengetahui negosiasi gencatan senjata mengatakan kepada BBC bahwa para pejabat Hamas telah menerima proposal berisi 20 butir usulan Gedung Putih.

    Proposal tersebut menuntut agar Hamas tidak punya peran dalam memerintah Gaza. Proposal itu juga membuka peluang bagi berdirinya negara Palestina di masa depan.

    Berbicara dalam konferensi pers setelah perundingan di Gedung Putih, Trump menyebut rencana tersebut sebagai “hari bersejarah bagi perdamaian”.

    Menurut Trump, Netanyahu akan mendapat dukungan AS untuk “menyelesaikan tugas menghancurkan ancaman Hamas” jika Hamas tidak menyetujui rencana tersebut.

    Netanyahu kemudian mengatakan Israel “akan menyelesaikan tugasnya” jika Hamas menolak rencana tersebut atau tidak menindaklanjutinya.

    Dalam sebuah pernyataan yang diterbitkan oleh kantor berita WAFA, otoritas tersebut mengatakan bahwa mereka “memperbarui komitmen bersama untuk bekerja sama dengan Amerika Serikat, negara-negara di kawasan, dan mitra” guna mengakhiri perang di Gaza, memastikan pengiriman bantuan kemanusiaan yang memadai ke Gaza, dan pembebasan sandera dan tahanan.

    Setidaknya 66.055 tewas akibat serangan Israel di Gaza sejak Oktober 2023. (AFP via Getty Images)

    Proposal tersebut, jika diwujudkan, akan dimulai dengan penghentian operasi militer sesegera mungkin. Usulan tersebut juga menyatakan bahwa “garis pertempuran” yang ada akan dibekukan hingga persyaratan untuk penarikan bertahap terpenuhi.

    Berdasarkan rencana Trump, Hamas akan meletakkan senjata mereka. Adapun jaringan terowongan serta fasilitas produksi senjatanya akan dihancurkan.

    Untuk setiap sandera Israel yang jenazahnya dibebaskan, Israel akan melepaskan jenazah 15 warga Gaza yang tewas, demikian bunyi rencana tersebut.

    Rencana tersebut juga menetapkan bahwa setelah Israel dan Hamas menyetujui usulan tersebut, “bantuan penuh akan segera dikirim ke Jalur Gaza”.

    AS juga menguraikan rencananya untuk tata kelola Gaza di masa depan.

    Disebutkan bahwa sebuah “komite Palestina yang teknokratis dan apolitis” akan memerintah “dengan pengawasan dan supervisi badan transisi internasional baru, yang disebut Dewan Perdamaian, yang akan dipimpin” oleh Trump.

    Mantan Perdana Menteri UK, Sir Tony Blair, akan menjadi bagian dari badan pemerintahan bersama para pemimpin lainnya yang “akan diumumkan”.

    Sir Tony menyebut rencana tersebut “berani dan cerdas”.

    Bagaimana reaksi UK dan Prancis yang telah mengakui negara Palestina?

    Perdana Menteri UK, Sir Keir Starmer, menyambut baik rencana tersebut.

    “Kami menyerukan semua pihak untuk bersatu dan bekerja sama dengan pemerintah AS untuk menyelesaikan perjanjian ini dan mewujudkannya.

    “Hamas sekarang harus menyetujui rencana tersebut dan mengakhiri penderitaan, dengan meletakkan senjata mereka dan membebaskan semua sandera yang tersisa,” ujar Sir Keir.

    Presiden Dewan Eropa, Antonio Costa, mengatakan “semua pihak harus memanfaatkan momen ini untuk memberikan kesempatan sejati bagi perdamaian”.

    Presiden Prancis, Emmanuel Macron, memuji proposal tersebut, dengan mengatakan: “Prancis siap berkontribusi” dalam upaya mengakhiri perang dan membebaskan para sandera.

    “Elemen-elemen ini harus membuka jalan bagi diskusi mendalam dengan semua mitra terkait untuk membangun perdamaian abadi di kawasan, berdasarkan solusi dua negara,” kata Macron.

    Rencana perdamaian di Gaza menyatakan bahwa Hamas tidak boleh memiliki peran dalam pemerintahan, “baik secara langsung maupun tidak langsung, atau dalam bentuk apa pun”.

    Pengumuman rencana perdamaian di Gaza mengemuka beberapa hari setelah Netanyahu mengecam beberapa negara Barat yang mengakui negara Palestina, dalam pidatonya di Majelis Umum PBB.

    Netanyahu menyebut langkah pengakuan tersebut mengirimkan pesan bahwa “membunuh orang Yahudi akan membuahkan hasil”.

    Puluhan pejabat dan diplomat melakukan aksi walk-out saat ia berpidato di podium PBB, sehingga sebagian besar ruang konferensi kosong.

    Bagaimana komentar Hamas?

    Seorang sumber Palestina yang mengetahui negosiasi perdamaian di Gaza mengatakan kepada BBC, “Para pejabat Qatar dan Mesir telah menyerahkan rencana Gedung Putih untuk mengakhiri perang di Gaza kepada para pejabat Hamas di Doha.”

    Sebelumnya, seorang pejabat senior Hamas mengatakan kepada BBC bahwa mereka tetap terbuka untuk mempelajari proposal apa pun yang dapat mengakhiri perang di Gaza.

    Namun, pejabat senior Hamas menekankan bahwa perjanjian apa pun harus melindungi kepentingan Palestina, memastikan penarikan penuh Israel dari Gaza, dan mengakhiri perang.

    Ditanya tentang persenjataan kelompok tersebut, pejabat tersebut mengatakan: “Senjata perlawanan adalah garis merah selama pendudukan berlanjut.”

    “Masalah persenjataan hanya dapat dibahas dalam kerangka solusi politik yang menjamin berdirinya negara Palestina merdeka di perbatasan tahun 1967.”

    Sebagian besar rencana perdamaian yang digagas Trump berfokus pada “rencana pembangunan ekonomi” untuk membangun kembali Gaza.

    Rencana tersebut menyatakan “Israel tidak akan menduduki atau mencaplok Gaza” dan pasukannya akan mundur dari wilayah tersebut secara bertahap.

    Berbeda dengan pernyataan Trump sebelumnya, warga Palestina tidak akan dipaksa meninggalkan Gaza.

    Sebaliknya, dokumen tersebut menyatakan: “Kami akan mendorong orang-orang untuk tetap tinggal dan menawarkan mereka kesempatan untuk membangun Gaza yang lebih baik.”

    Rencana tersebut juga membuka peluang bagi terbentuknya negara Palestina di masa depan.

    Bagaimana komentar Presiden Prabowo?

    Sejauh ini, Presiden Prabowo Subianto belum merilis pernyataan mengenai rencana perdamaian di Gaza yang disepakati Trump dan Netanyahu.

    Namun, dalam pidatonya di PBB, Presiden Prabowo menegaskan dukungan penuh Indonesia terhadap solusi dua negara dalam penyelesaian konflik Palestina-Israel.

    “Kita harus memiliki Palestina yang merdeka. Namun, kita juga harus mengakui, menghormati, dan menjamin keselamatan serta keamanan Israel. Hanya dengan itu kita bisa memiliki perdamaian sejati tanpa kebencian, tanpa kecurigaan,” ujarnya.

    Indonesia berkomitmen untuk terus aktif menjaga perdamaian secara nyata, tidak hanya melalui diplomasi, tetapi juga dengan penempatan pasukan di lapangan.

    “Jika Dewan Keamanan dan Majelis Umum PBB memutuskan, Indonesia siap mengirim 20.000, bahkan lebih, putra-putri kami untuk mengamankan perdamaian di Gaza, Ukraina, Sudan, Libya, atau di mana pun perdamaian dibutuhkan,” papar Prabowo.

    Di New York, Presiden Prabowo diundang oleh Trump dalam pertemuan bersama para pemimpin negara-negara Arab dan negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim di Ruang Konsultasi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), pada Selasa, 23 September 2025

    Dalam pertemuan, menurut Menteri Luar Negeri Sugiono, Presiden Prabowo “meminta kepemimpinan dari Amerika Serikat dalam rangka menyelesaikan permasalahan di Gaza dan Palestina.”

    Tonton juga video “Ini Isi 20 Poin Proposal Trump terkait Penyelesaian Perang di Gaza” di sini:

    (ita/ita)

  • Trump Keluarkan 20 Poin Rencana Akhiri Perang di Gaza

    Trump Keluarkan 20 Poin Rencana Akhiri Perang di Gaza

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengeluarkan 20 poin rencana untuk mengakhiri perang di Gaza. Poin-poin tersebut menguraikan masa depan wilayah Palestina.

    Dilansir AFP, Selasa (30/9/2025), setelah berhari-hari berspekulasi, Gedung Putih akhirnya merilis 20 poin rencana untuk mengakhiri perang yang sudah terjadi hampir dua tahun di Gaza. Beberapa di antaranya yakni membebaskan sandera yang ditawan Hamas hingga nasib masa depan Gaza tersebut.

    Presiden Trump menyampaikan rencana tersebut di hadapan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. Netanyahu pun memberikan dukungan yang hati-hati terhadap rencana tersebut.

    Berikut 20 poin rencananya sebagaimana dirilis oleh Gedung Putih:

    1. Gaza akan menjadi zona bebas teror yang telah dideradikalisasi dan tidak menimbulkan ancaman bagi negara-negara tetangganya.

    2. Gaza akan dibangun kembali untuk kepentingan rakyat Gaza, yang telah menderita lebih dari cukup.

    3. Jika kedua belah pihak menyetujui proposal ini, perang akan segera berakhir. Pasukan Israel akan mundur ke garis yang disepakati untuk mempersiapkan pembebasan sandera. Selama waktu ini, semua operasi militer, termasuk pemboman udara dan artileri, akan ditangguhkan, dan garis pertempuran akan tetap dibekukan hingga persyaratan untuk penarikan bertahap sepenuhnya terpenuhi.

    4. Dalam waktu 72 jam setelah Israel secara terbuka menerima perjanjian ini, semua sandera, baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal, akan dipulangkan.

    5. Setelah semua sandera dibebaskan, Israel akan membebaskan 250 tahanan seumur hidup ditambah 1.700 warga Gaza yang ditahan setelah 7 Oktober 2023, termasuk semua perempuan dan anak-anak yang ditahan dalam konteks tersebut. Untuk setiap sandera Israel yang jenazahnya dibebaskan, Israel akan membebaskan jenazah 15 warga Gaza yang telah meninggal.

    6. Setelah semua sandera dikembalikan, anggota Hamas yang berkomitmen untuk hidup berdampingan secara damai dan menonaktifkan senjata mereka akan diberikan amnesti. Anggota Hamas yang ingin meninggalkan Gaza akan diberikan perjalanan yang aman ke negara-negara penerima.

    7. Setelah perjanjian ini diterima, bantuan penuh akan segera dikirim ke Jalur Gaza. Minimal, jumlah bantuan akan sesuai dengan yang tercantum dalam perjanjian 19 Januari 2025 mengenai bantuan kemanusiaan, termasuk rehabilitasi infrastruktur (air, listrik, pembuangan limbah), rehabilitasi rumah sakit dan toko roti, serta masuknya peralatan yang diperlukan untuk membersihkan puing-puing dan membuka jalan.

    8. Masuknya distribusi dan bantuan ke Jalur Gaza akan berjalan tanpa campur tangan dari kedua belah pihak melalui Perserikatan Bangsa-Bangsa dan badan-badannya, Bulan Sabit Merah, serta lembaga-lembaga internasional lain yang tidak berafiliasi dengan salah satu pihak. Pembukaan perlintasan Rafah di kedua arah akan tunduk pada mekanisme yang sama yang diterapkan dalam perjanjian 19 Januari 2025.

    9. Gaza akan diperintah di bawah pemerintahan transisi sementara dari sebuah komite Palestina yang teknokratis dan apolitis, yang bertanggung jawab untuk menjalankan operasional sehari-hari layanan publik dan kotamadya bagi masyarakat di Gaza. Komite ini akan terdiri dari warga Palestina yang berkualifikasi dan pakar internasional, dengan pengawasan dan supervisi oleh badan transisi internasional baru, “Dewan Perdamaian”, yang akan dipimpin dan diketuai oleh Presiden Donald J. Trump, dengan anggota dan kepala negara lain yang akan diumumkan, termasuk Mantan Perdana Menteri Tony Blair. Badan ini akan menetapkan kerangka kerja dan mengelola pendanaan untuk pembangunan kembali Gaza hingga Otoritas Palestina menyelesaikan program reformasinya, sebagaimana diuraikan dalam berbagai proposal, termasuk rencana perdamaian Presiden Trump pada tahun 2020 dan proposal Saudi-Prancis, dan dapat mengambil kembali kendali atas Gaza secara aman dan efektif. Badan ini akan menerapkan standar internasional terbaik untuk menciptakan pemerintahan modern dan efisien yang melayani rakyat Gaza dan kondusif untuk menarik investasi.

    10. Rencana pembangunan ekonomi Trump untuk membangun kembali dan memberi energi pada Gaza akan disusun dengan membentuk panel pakar yang telah membantu melahirkan beberapa kota modern yang berkembang pesat di Timur Tengah. Banyak proposal investasi yang bijaksana dan ide-ide pembangunan yang menarik telah disusun oleh kelompok-kelompok internasional yang berniat baik, dan akan dipertimbangkan untuk menyatukan kerangka kerja keamanan dan tata kelola guna menarik dan memfasilitasi investasi-investasi ini yang akan menciptakan lapangan kerja, peluang, dan harapan bagi Gaza di masa depan.

    11. Sebuah zona ekonomi khusus akan dibentuk dengan tarif dan tingkat akses yang diutamakan yang akan dinegosiasikan dengan negara-negara peserta.

    12. Tidak seorang pun akan dipaksa meninggalkan Gaza, dan mereka yang ingin pergi akan bebas melakukannya dan bebas untuk kembali. Kami akan mendorong orang-orang untuk tetap tinggal dan menawarkan mereka kesempatan untuk membangun Gaza yang lebih baik.

    13. Hamas dan faksi-faksi lainnya sepakat untuk tidak memiliki peran apa pun dalam tata kelola Gaza, baik secara langsung maupun tidak langsung, atau dalam bentuk apa pun. Semua infrastruktur militer, teror, dan ofensif, termasuk terowongan dan fasilitas produksi senjata, akan dihancurkan dan tidak akan dibangun kembali. Akan ada proses demiliterisasi Gaza di bawah pengawasan pemantau independen, yang mencakup penempatan senjata secara permanen hingga tidak dapat digunakan lagi melalui proses dekomisioning yang disepakati, dan didukung oleh program pembelian kembali dan reintegrasi yang didanai internasional, yang semuanya telah diverifikasi oleh pemantau independen. Gaza Baru akan sepenuhnya dikomersialkan.

    14. Jaminan akan diberikan oleh mitra regional untuk memastikan bahwa Hamas, dan faksi-faksinya, mematuhi kewajiban mereka dan bahwa Gaza Baru tidak menimbulkan ancaman bagi negara-negara tetangganya maupun rakyatnya.

    15. Amerika Serikat akan bekerja sama dengan mitra-mitra Arab dan internasional untuk mengembangkan Pasukan Stabilisasi Internasional (ISF) sementara yang akan segera dikerahkan di Gaza. ISF akan melatih dan memberikan dukungan kepada pasukan polisi Palestina yang telah terverifikasi di Gaza, dan akan berkonsultasi dengan Yordania dan Mesir yang memiliki pengalaman luas di bidang ini. Pasukan ini akan menjadi solusi keamanan internal jangka panjang. ISF akan bekerja sama dengan Israel dan Mesir untuk membantu mengamankan wilayah perbatasan, bersama dengan pasukan polisi Palestina yang baru dilatih. Sangat penting untuk mencegah amunisi memasuki Gaza dan memfasilitasi arus barang yang cepat dan aman untuk membangun kembali dan merevitalisasi Gaza. Mekanisme dekonfliksi akan disepakati oleh para pihak.

    16. Israel tidak akan menduduki atau mencaplok Gaza. Seiring ISF membangun kendali dan stabilitas, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) akan menarik diri berdasarkan standar, tonggak sejarah, dan kerangka waktu terkait demiliterisasi yang akan disepakati antara IDF, ISF, para penjamin, dan Amerika Serikat, dengan tujuan menciptakan Gaza yang aman dan tidak lagi menjadi ancaman bagi Israel, Mesir, atau warga negaranya. Praktisnya, IDF akan secara bertahap menyerahkan wilayah Gaza yang didudukinya kepada ISF sesuai dengan kesepakatan yang mereka buat dengan otoritas transisi hingga mereka ditarik sepenuhnya dari Gaza, kecuali kehadiran perimeter keamanan yang akan tetap ada hingga Gaza benar-benar aman dari ancaman teror yang muncul kembali.

    17. Jika Hamas menunda atau menolak proposal ini, hal-hal di atas, termasuk peningkatan operasi bantuan, akan dilanjutkan di wilayah bebas teror yang diserahkan dari IDF kepada ISF.

    18. Sebuah proses dialog antaragama akan dibangun berdasarkan nilai-nilai toleransi dan koeksistensi damai untuk mencoba mengubah pola pikir dan narasi warga Palestina dan Israel dengan menekankan manfaat yang dapat diperoleh dari perdamaian.

    19. Seiring dengan kemajuan pembangunan kembali Gaza dan ketika program reformasi Otoritas Palestina dijalankan dengan sungguh-sungguh, kondisi-kondisi mungkin akhirnya akan tercipta untuk jalur yang kredibel menuju penentuan nasib sendiri dan kenegaraan Palestina, yang kami akui sebagai aspirasi rakyat Palestina.

    20. Amerika Serikat akan membangun dialog antara Israel dan Palestina untuk menyepakati cakrawala politik bagi koeksistensi yang damai dan sejahtera.

    Halaman 2 dari 3

    (maa/maa)

  • Hamas Tolak Rencana AS Siapkan Tony Blair Pimpin Pemerintahan Sementara Gaza

    Hamas Tolak Rencana AS Siapkan Tony Blair Pimpin Pemerintahan Sementara Gaza

    JAKARTA – Hamas menyebut mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair sebagai “sosok yang tidak diinginkan” dalam penyelesaian konflik Israel-Palestina.

    Hal itu disampaikan anggota Biro Politik Hamas, Husam Badran, lewat aplikasi pesan Telegram, menanggapi laporan media Israel, Haaretz, yang menyebutkan Amerika Serikat tengah menyiapkan Blair untuk memimpin pemerintah sementara di Gaza.

    Badran menyebut keterkaitan Blair dengan rencana itu sebagai “pertanda buruk bagi rakyat Palestina.”

    Badran juga menggambarkan Blair sebagai sosok negatif yang layak diadili atas kejahatannya, khususnya dalam perang Irak (2003–2011), dan menyebut Blair sebagai “saudara iblis” yang selama ini tidak membawa kebaikan bagi Palestina dan dunia Arab.

    Menurut Badran, urusan Palestina, baik di Gaza maupun Tepi Barat, adalah “masalah internal yang harus diputuskan melalui konsensus nasional, bukan dipaksakan pihak asing.”

    “Rakyat Palestina mampu mengatur diri mereka sendiri; kami memiliki sumber daya dan keahlian untuk mengelola urusan kami sendiri serta hubungan kami dengan kawasan dan dunia,” kata dia dilansir ANTARA dari Anadolu, Senin, 29 September.

    Dia juga mengungkapkan sejak Desember 2023, Hamas sudah memutuskan secara internal untuk tidak terus memerintah Gaza sendirian, bahkan sebelum eskalasi konflik saat ini.

    Soal gencatan senjata, Badran menegaskan pihaknya belum menerima usulan resmi melalui mediator, melainkan hanya mendengar isu dari media, termasuk yang dikaitkan dengan Presiden AS Donald Trump.

    Dia menambahkan, sering kali ide-ide dari AS dan Israel baru dikirimkan resmi setelah lama beredar.

    Hamas sebelumnya menyebut perundingan gencatan senjata terhenti sejak upaya pembunuhan oleh Israel terhadap para pemimpin Hamas di Doha, Qatar, pada 9 September, dan belum ada usulan baru sejak itu.

    Di sela-sela Sidang Majelis Umum PBB ke-80 pekan lalu, Trump mempresentasikan rencana 21 poin kepada pemimpin Arab dan Muslim untuk mengakhiri perang Israel di Gaza yang telah berlangsung dua tahun.

    Pada 18 Agustus, Hamas menyetujui usulan mediator soal gencatan senjata parsial dan pertukaran tawanan, tetapi Israel tidak memberikan respons. Padahal, rencana itu sesuai dengan inisiatif yang diajukan sebelumnya oleh utusan AS untuk Timur Tengah, Steve Witkoff, dan disetujui oleh Tel Aviv.

  • Eks PM Inggris Tony Blair Disiapkan Pimpin Pemerintahan Transisi di Gaza

    Eks PM Inggris Tony Blair Disiapkan Pimpin Pemerintahan Transisi di Gaza

    London

    Mantan Perdana Menteri Inggris, Tony Blair, terlibat dalam diskusi tentang kepemimpinan otoritas transisi pascaperang di Gaza, Palestina. Proposal yang berisi tentang pemerintahan sementara di Gaza itu disebut mendapat dukungan Amerika Serikat (AS).

    Dilansir BBC, Minggu (28/9/2025), proposal yang kabarnya mendapat dukungan dari Gedung Putih itu disebut akan menempatkan Blair sebagai pemimpin otoritas pemerintahan yang didukung oleh PBB dan negara-negara Teluk sebelum menyerahkan kendali Gaza kembali kepada Palestina.

    Kantor Blair menyatakan tidak akan mendukung proposal apa pun yang menggusur penduduk Gaza dari Gaza. Blair, yang membawa Inggris ke dalam Perang Irak pada tahun 2003, telah menjadi bagian dari pembicaraan perencanaan tingkat tinggi dengan AS dan pihak-pihak lain tentang masa depan Gaza.

    Pada bulan Agustus 2025, dia juga bergabung dalam pertemuan di Gedung Putih dengan Trump untuk membahas rencana yang digambarkan oleh utusan AS untuk Timur Tengah, Steve Witkoff, sebagai ‘sangat komprehensif’. Namun, hanya sedikit informasi lain yang diungkapkan tentang pertemuan tersebut.

    Rencana tersebut dapat menempatkan Blair sebagai kepala badan bernama Otoritas Transisi Internasional Gaza (Gita). Media Economist dan media Israel melaporkan rencana ini akan mengupayakan mandat PBB untuk menjadi ‘otoritas politik dan hukum tertinggi’ Gaza selama 5 tahun.

    Rencana ini akan dimodelkan berdasarkan pemerintahan internasional yang mengawasi transisi Timor Timur dan Kosovo menuju status negara. Awalnya, rencana ini akan berpusat di Mesir, dekat perbatasan selatan Gaza, sebelum memasuki Gaza setelah Jalur Gaza stabil bersama pasukan multinasional.

    Sebagai PM, Blair telah mengambil keputusan mengerahkan pasukan Inggris dalam Perang Irak 2003 yang dikritik keras dalam penyelidikan resmi atas konflik tersebut. Dia disebut telah bertindak berdasarkan intelijen yang cacat tanpa kepastian tentang produksi senjata pemusnah massal yang disebut-sebut ada di Irak.

    Setelah meninggalkan jabatannya pada tahun 2007, Blair menjabat sebagai utusan Timur Tengah untuk Kuartet kekuatan internasional (AS, Uni Eropa, Rusia, dan PBB). Dia berfokus pada upaya membawa pembangunan ekonomi ke Palestina dan menciptakan kondisi untuk solusi dua negara.

    Laporan mengenai diskusi tentang keterlibatannya dalam otoritas transisi untuk Gaza muncul setelah Presiden Palestina Mahmoud Abbas mengatakan dia siap bekerja sama dengan Trump dan para pemimpin dunia lainnya untuk mengimplementasikan rencana perdamaian dua negara. Abbas menekankan penolakannya terhadap peran pemerintahan Hamas di Gaza dan menuntut pelucutan senjatanya.

    Sepanjang konflik, berbagai proposal untuk masa depan Gaza telah diajukan oleh berbagai pihak. Misalnya, Donald Trump melontarkan rencana AS mengambil ‘posisi kepemilikan jangka panjang’ atas Gaza dengan mengatakan bahwa wilayah tersebut dapat menjadi ‘Riviera Timur Tengah’.

    Ide tersebut termasuk pemindahan paksa warga Palestina dari Gaza yang melanggar hukum internasional. AS dan Israel mengatakan hal itu akan melibatkan emigrasi ‘sukarela’.

    Pada bulan Maret, AS dan Israel menolak rencana Arab untuk rekonstruksi pascaperang Jalur Gaza yang akan memungkinkan 2,1 juta warga Palestina yang tinggal di sana untuk tetap tinggal. Otoritas Palestina dan Hamas menyambut baik rencana Arab tersebut, yang menyerukan agar Gaza diperintah sementara oleh komite ahli independen dan pasukan penjaga perdamaian internasional dikerahkan di sana.

    Pada Juli, sebuah konferensi internasional yang dipimpin Prancis dan Arab Saudi di New York mengusulkan ‘komite administratif transisi’ untuk Gaza yang akan beroperasi ‘di bawah payung Otoritas Palestina’. AS maupun Israel tidak hadir dalam konferensi itu.

    Deklarasi New York yang dihasilkan oleh konferensi tersebut kemudian didukung oleh mayoritas anggota Majelis Umum PBB dalam sebuah resolusi awal bulan ini. Awal pekan ini, Inggris secara resmi mengakui Negara Palestina, bersama Prancis, Kanada, Australia, dan beberapa negara lainnya.

    Sebagai informasi, situasi kemanusiaan di Gaza semakin parah sejak militer Israel melancarkan perang di Gaza dengan dalih tanggapan atas serangan Hamas ke Israel pada 7 Oktober 2023. Serangan Hamas itu sekitar 1.200 orang dan menyandera 251 lainnya.

    Sementara, serangan Israel telah menewaskan sedikitnya 65.502 orang Gaza sejak Oktober 2023. Sebuah komisi penyelidikan PBB juga menyatakan Israel telah melakukan genosida terhadap warga Palestina di Gaza, yang dibantah Israel.

    Halaman 2 dari 3

    (haf/imk)

  • Paradoks Jokowi di Panggung Global: Antara Citra dan Realitas
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        27 September 2025

    Paradoks Jokowi di Panggung Global: Antara Citra dan Realitas Nasional 27 September 2025

    Paradoks Jokowi di Panggung Global: Antara Citra dan Realitas
    Direktur Indonesian Society Network (ISN), sebelumnya adalah Koordinator Moluccas Democratization Watch (MDW) yang didirikan tahun 2006, kemudian aktif di BPP HIPMI (2011-2014), Chairman Empower Youth Indonesia (sejak 2017), Direktur Maluku Crisis Center (sejak 2018), Founder IndoEast Network (2019), Anggota Dewan Pakar Gerakan Ekonomi Kreatif Nasional (sejak 2019) dan Executive Committee National Olympic Academy (NOA) of Indonesia (sejak 2023). Alumni FISIP Universitas Wijaya Kusuma Surabaya (2006), IVLP Amerika Serikat (2009) dan Political Communication Paramadina Graduate School (2016) berkat scholarship finalis ‘The Next Leaders’ di Metro TV (2009). Saat ini sedang menyelesaikan studi Kajian Ketahanan Nasional (Riset) Universitas Indonesia, juga aktif mengisi berbagai kegiatan seminar dan diskusi. Dapat dihubungi melalui email: ikhsan_tualeka@yahoo.com – Instagram: @ikhsan_tualeka
    KABAR
    bahwa Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo, resmi bergabung sebagai anggota “Global Advisory Board Bloomberg New Economy” sontak memancing atensi publik.
    Kedengarannya memang megah. 
    Kompas.com
    , 22 September 2025, bahkan menurunkan berita dengan judul “Jokowi Ditunjuk Jadi Dewan Penasehat Global Bloomberg New Economy”.
    Ulasannya menarik, dengan menempatkan Jokowi sejajar dengan tokoh-tokoh yang ikut menentukan arah percakapan dunia.
    Namun, apakah betul demikian?
    Jika mau ditelisik lebih jauh, penunjukan ini lebih banyak bicara atau didasarkan soal citra ketimbang substansi.
    Mari kita letakkan kursi ini pada konteks yang tepat. “Bloomberg New Economy” bukanlah satu forum strategis pengambilan keputusan global.
    Jangan sampai membayangkannya seperti PBB, bukan pula setingkat G20, bahkan tidak setara dengan World Economic Forum di Davos.
    Bloomberg New Economy
    lebih menyerupai satu klub eksklusif, diinisiasi oleh media keuangan raksasa, dengan agenda diskusi besar, tapi tanpa kewajiban nyata untuk melahirkan kesepakatan.
    Kehadirannya boleh di kata lebih banyak untuk pencitraan. Sebuah panggung yang mempertemukan elite bisnis, politik, dan akademisi dalam kemasan prestisius.
    Dengan kata lain, posisi ini tidak lebih dari kursi kehormatan, bukan ruang pengaruh strategis.
    Penunjukan Jokowi jelas membawa simbolisme, tapi tidak otomatis menambah bobot diplomasi Indonesia di pentas internasional.
    Lalu, apa yang sebenarnya membuat Jokowi menarik bagi forum seperti ini? Jawabannya terletak pada satu hal: stabilitas dalam paradoks.
    Sepuluh tahun ia memimpin, Indonesia mengalami ledakan pembangunan infrastruktur, sekaligus lonjakan utang negara yang luar biasa, hingga lebih dari tiga kali lipat.
    Uniknya, di tengah beban fiskal yang meningkat tajam, Indonesia tetap menjaga peringkat
    investment grade
    dan kepercayaan pasar.
    Dari perspektif pasar global, ini prestasi. Bisa menambah utang tanpa menimbulkan gejolak.
    Namun, jika kita menengok dari dalam negeri, narasi ini penuh kontradiksi atau paradoks. Utang yang melonjak itu tidak selalu berbanding lurus dengan peningkatan kualitas hidup masyarakat.
    Faktanya, banyak proyek infrastruktur justru menyisakan beban fiskal dan masalah sosial, mulai dari pembengkakan biaya, dampak lingkungan, hingga ketidakmerataan manfaat.
    Kereta cepat Whoosh adalah contoh nyata yang tak terbantahkan. Proyek ini menghadapi utang besar mencapai sekitar Rp 116 triliun (7,2 miliar dollar AS), yang sebagian besar berasal dari pinjaman China Development Bank (CDB).
    Beban bunga tahunan dari utang ini diperkirakan mencapai Rp 2 triliun. Hal ini menyebabkan kerugian yang terus berlanjut bagi konsorsium PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), yang pada semester I 2025 mencapai sekitar Rp 1,6 triliun.
    Itu baru satu proyek. Belum lagi kalau kita mau bahas soal Ibukota Nusantara (IKN), Bandara Kertajati, LRT Sumatera Selatan dan sejumlah Proyek Strategis Nasional (PSN) lainnya yang terkesan tanpa perencanaan yang jelas dan lebih mengakomodasi kepentingan elite atau oligarki.
    Lebih jauh dan dampak jangka pendeknya, Jokowi memang meninggalkan warisan stabilitas ekonomi, tetapi dengan harga mahal. Salah satunya adalah penyusutan kualitas demokrasi.
    Laporan berbagai lembaga internasional menunjukkan penurunan indeks demokrasi, pelemahan peran oposisi, dominasi oligarki, hingga berkurangnya ruang kebebasan sipil.
    Pemilu 2024 menjadi puncak dari paradoks itu. Stabilitas politik yang dipuji pasar global justru lahir dari praktik yang bagi banyak pihak dinilai sebagai manipulasi aturan dan rekayasa kekuasaan.
    Ironi kemudian muncul ketika figur dengan catatan telah berkontribusi bagi demokrasi yang kian suram di negaranya sendiri justru diangkat sebagai penasihat global.
    Pertanyaan mendasar pun patut diajukan: apakah dunia benar-benar membutuhkan model kepemimpinan yang menukar demokrasi dengan stabilitas fiskal?
    Jika ya, maka kita sedang berjalan ke arah yang keliru—menormalisasi otoritarianisme pragmatis sebagai jalan keluar bagi negara berkembang, yang kemudian meninggalkan cacat bawaan.
    Perbandingan dengan pemimpin lain bisa mempertegas ironi ini. Mantan Perdana Menteri Inggris, Tony Blair, misalnya, aktif dalam berbagai forum internasional pasca-jabatannya, tetapi kontribusinya jelas, berbagi pengalaman dalam kebijakan luar negeri dan reformasi institusional.
    Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), pendahulu Jokowi, juga kerap diundang ke forum global, terutama terkait isu demokrasi, perdamaian, dan perubahan iklim—tema yang memang ia dorong selama satu dekade pemerintahannya.
    Bahkan sosok seperti Mahathir Mohamad di Malaysia yang sudah sangat sepuh, masih terus mengisi forum global. Ia memang diakui di berbagai forum internasional karena gagasan politik luar negerinya yang kritis terhadap Barat.
    Dibandingkan itu semua, posisi Jokowi tampak berbeda. Ia tidak dikenal karena gagasan besar, visi global, atau terobosan diplomatik, melainkan karena kemampuannya menjaga keseimbangan politik domestik sambil mengelola fiskal yang berat.
    Artinya, dalam konteks ini yang dijual bukanlah visi dunia, melainkan trik teknokratis. Yaitu bagaimana menambah utang luar negeri tanpa kehilangan legitimasi politik di dalam negeri.
    Forum seperti
    Bloomberg New Economy
    tentu saja menyukai narasi semacam ini. Namun sekali lagi, itu tidak otomatis menjadikan Jokowi tokoh berpengaruh secara strategis. Karena yang dirayakan adalah citra, bukan substansi.
    Indonesia memang bisa berbangga bahwa nama presidennya diundang ke panggung global. Namun kebanggaan itu sebaiknya tidak menutup mata bahwa pencapaian yang dipuji dunia sering kali adalah sisi yang problematis di dalam negeri.
    Kursi di
    Bloomberg New Economy
    lebih tepat dibaca sebagai refleksi paradoks Jokowi sendiri. Ia barangkali stabil di mata pasar, tapi meninggalkan demokrasi yang rapuh di Tanah Air.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Saudi-Indonesia dkk Sambut Rencana Trump Akhiri Perang Gaza

    Trump Tawarkan 21 Poin Rencana Perdamaian ke Pemimpin Muslim, Apa Isinya?

    Washington DC

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menawarkan rencana baru untuk perdamaian di Jalur Gaza kepada para pemimpin negara-negara Arab dan Muslim dalam pertemuan di sela-sela Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Seperti apa rencana perdamaian yang ditawarkan Trump itu?

    Utusan khusus Trump untuk Timur Tengah Steve Witkoff, seperti dilansir AFP dan Al Arabiya, Jumat (26/9/2025), mengungkapkan bahwa Trump mempresentasikan rencana perdamaian berisi 21 poin dalam pertemuan dengan para pemimpin Arab dan Muslim di New York pada Selasa (23/9) waktu setempat.

    “Saya pikir rencana itu menjawab kekhawatiran Israel dan, juga, kekhawatiran semua negara tetangga di kawasan tersebut,” kata Witkoff dalam pernyataannya pada Rabu (24/9).

    “Dan kami berharap, dan bisa saya katakan, bahkan secara yakin, bahwa dalam beberapa hari ke depan, kami akan dapat mengumumkan semacam terobosan,” sebutnya, tanpa menjelaskan lebih lanjut.

    Rencana perdamaian yang ditawarkan Trump itu telah didengar oleh Uni Emirat Arab, Arab Saudi, Qatar, Mesir, Yordania, Turki, Pakistan, dan Indonesia, yang menghadiri pertemuan dengan Trump.

    Namun isi secara lengkap dari rencana perdamaian itu belum diungkap ke publik. Sejauh ini, apa yang diketahui mengenai inisiatif terbaru Trump tersebut?

    – Bagaimana Rencana Trump Akhiri Pertempuran?

    Salah satu sumber diplomatik mengatakan kepada AFP bahwa rencana perdamaian itu mencakup gencatan senjata permanen di Jalur Gaza, pembebasan para sandera yang masih ditahan Hamas, penarikan pasukan Israel, serta masuknya bantuan kemanusiaan ke daerah kantong Palestina tersebut.

    Menurut sumber tersebut, para pemimpin Arab dan Muslim menyambut baik usulan Trump tersebut, tetapi juga menyerukan diakhirinya operasi militer Israel di Jalur Gaza dan segala upaya pendudukan atas wilayah Palestina.

    Situs berita AS, Axios, menyebut Trump menekankan kepada para pemimpin Arab dan Muslim bahwa perang harus segera diakhiri, juga memperingatkan bahwa Israel berisiko semakin terisolasi secara internasional jika berlarut-larut.

    – Apa yang Terjadi pada Hamas?

    Menurut sumber diplomatik yang dikutip AFP, rencana Trump itu mengusulkan inisiatif tata kelola baru untuk Jalur Gaza tanpa melibatkan Hamas.

    Para pemimpin Arab dan Muslim, sebut sumber tersebut, menggarisbawahi dalam pertemuan dengan Trump itu bahwa mereka menentang langkah-langkah yang akan melemahkan reformasi Otoritas Palestina atau mencegahnya diberi wewenang untuk memerintah baik Gaza dan Tepi Barat yang diduduki Israel.

    Dilaporkan oleh Axios bahwa rencana Trump mencakup beberapa peran bagi Otoritas Palestina, keberadaan pasukan keamanan yang menggabungkan warga Palestina dengan pasukan dari negara-negara Arab dan Muslim, serta pendanaan dari negara-negara regional untuk mendukung rekonstruksi dan pemerintahan baru di Jalur Gaza.

    Proposal AS itu digambarkan sebagai variasi gagasan yang dibahas selama enam bulan terakhir, yang diperbarui dari rencana sebelumnya oleh menantu Trump, Jared Kushner, dan mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair.

    – Jaminan Mencegah Aneksasi

    Para pemimpin Arab dan Muslim, menurut sumber diplomatik yang dikutip AFP, mendesak jaminan agar tidak ada aneksasi atas sebagian wilayah Tepi Barat atau tindakan apa pun yang akan mengubah status quo hukum dan sejarah di tempat-tempat suci Yerusalem.

    Sumber diplomatik itu mengungkapkan bahwa para pemimpin Arab dan Muslim juga mendesak jaminan agar tidak adanya pengusiran warga Gaza, agar tidak ada hambatan bagi kepulangan mereka, dan agar tidak ada upaya apa pun untuk menduduki Gaza.

    Menurut Axios, Trump mengatakan kepada para pemimpin Arab dan Muslim bahwa dirinya tidak akan mengizinkan Israel mencaplok sebagian wilayah Tepi Barat.

    – Apa Respons Pemimpin Negara Arab-Muslim?

    Pernyataan bersama dari negara-negara Arab dan Muslim yang hadir dalam pertemuan pada Selasa (23/9), menyebutkan bahwa para pemimpin telah “menegaskan kembali komitmen untuk bekerja sama dengan Presiden Trump, dan menekankan pentingnya kepemimpinannya untuk mengakhiri perang”.

    Sumber diplomatik itu mengatakan bahwa pertemuan tersebut berlangsung “positif”.

    Para pejabat Arab, menurut laporan Axios, mengatakan para peserta meninggalkan pertemuan itu dengan “sangat penuh harapan” dan bahwa “untuk pertama kalinya kami merasa ada rencana serius yang dibahas”.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idh)

  • Dirut PLN Ungkap RI Bakal Punya Pembangkit Nuklir 7 GW hingga 2040

    Dirut PLN Ungkap RI Bakal Punya Pembangkit Nuklir 7 GW hingga 2040

    Jakarta

    Pemerintah bakal mengembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) sesuai Rancangan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) periode 2025-2034. Dalam RUPTL itu ditetapkan dua wilayah yang akan menjadi lokasi pertama pengembangan PLTN, yaitu Sumatera dan Kalimantan.

    Total kapasitas pembangkit di dua wilayah itu sebesar 500 megawatt (MW) dengan rincian masing-masing 250 MW. Namun, Direktur Utama (Dirut) PT PLN (Persero) Darmawan Prasodjo menyebut ada banyak tantangan dalam menjalankan program tersebut, misalnya butuh dukungan politik, pembentukan institusi, hingga dukungan sosial dan masyarakat. Secara jangka panjang, total kapasitas PLTN yang akan dibangun 7.000 MW atau 7 gigawatt (GW) hingga 2040.

    “Tapi begitu 7 gigawatt itu akan dikeluarkan dalam RUPTL, ini tapaknya pun perlu ditentukan, kebijakannya pun harus jelas, kemudian institusinya pun harus dibangun. Dukungan politik pun, ini menjadi salah satu tantangan dari nuklir adalah dukungan politik, dan dukungan dari sosial dan masyarakat,” ujarnya dalam rapat dengan Komisi XII DPR RI di Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (26/8/2025).

    PLTN Butuh Dukungan Politik

    Dari semua itu, dukungan politik menjadi salah satu yang dibutuhkan. Darmawan menyinggung rencana pembangunan infrastruktur kelistrikan berupa jaringan transmisi sepanjang 48 .000 kilometer sirkuit (kms) yang melebihi keliling bumi yang sepanjang 42.000 kilometer (km). Jaringan transmisi dibangun untuk mendukung EBT di tanah air, nilai investasinya mencapai Rp 434 triliun.

    “Bahwa number one challenge of nuclear development adalah dukungan politik. Nah, tentu saja dengan adanya ini, untuk transmisi saja 48 ribu kilometer sedikit, keliling bumi 42 ribu. Jadi ini keliling bumi masih ada 7 ribu kilometer, on top dari keliling bumi. Dengan dana yang dibutuhkan sekitar Rp 434 triliun,” bebernya.

    Sebagai informasi, PLTN 500 MW ditargetkan beroperasi secara komersil antara 2032 atau 2033. Untuk mendukung proyek itu, Kementerian ESDM mengupayakan pembentukan Nuclear Energy Program Implementation Organization (NEPIO) atau Organisasi Pelaksana Program Energi Nuklir.

    Tonton juga video “Waka MPR-Hashim Djojohadikusumo Ketemu Tony Blair, Bahas Nuklir” di sini:

    (ily/ara)