Tag: Tjandra Yoga Aditama

  • Trump Perintahkan AS Keluar dari Keanggotaan WHO, Bisa Seperti Ini Dampaknya

    Trump Perintahkan AS Keluar dari Keanggotaan WHO, Bisa Seperti Ini Dampaknya

    Jakarta

    Amerika Serikat menarik diri dari keanggotaan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Presiden AS Donald Trump menyebut kecewa pada WHO, dan telah menyampaikan kritik beberapa kali, terlebih di masa pandemi COVID-19. Trump menuding WHO lambat menangani pandemi atau wabah SARS-CoV-2 yang pertama kali merebak di China. Hingga kini belum diketahui asal muasalnya.

    “Selain itu, WHO terus menuntut pembayaran yang sangat memberatkan Amerika Serikat, jauh dari proporsi pembayaran yang ditetapkan oleh negara-negara lain. China, dengan populasi 1,4 miliar, memiliki 300 persen populasi Amerika Serikat, tetapi memberikan kontribusi hampir 90 persen lebih sedikit kepada WHO,” beber Trump dalam pernyataan resmi Gedung Putih, dikutip Selasa (21/1/2025).

    Mantan Direktur WHO Asia Tenggara Prof Tjandra Yoga Aditama menilai banyak dampak yang bisa terjadi di balik keputusan AS keluar dari keanggotaan WHO. Terlebih, tidak sedikit pakar AS terlibat dalam kerja sama langsung dengan WHO, termasuk pada sejumlah kajian internasional.

    Prof Tjandra khawatir hal ini otomatis berpengaruh pada sistem kesehatan internasional. “Amerika Serikat mempunyai berbagai pusat kajian kesehatan yang juga punya cakupan global, katakanlah misalnya Center of Diseases Control and Prevention (CDC), National Institute of Health (NIH) dan lain-lain,” bebernya dalam keterangan tertulis kepada detikcom, Selasa (21/1).

    “Perlu dikaji tentang bagaimana peran berbagai organisasi ini sesudah Amerika Serikat menarik diri dari WHO,” lanjutnya.

    Ia juga menyoroti aspek pendanaan yang otomatis terhenti dari AS. Mengingat, banyak bantuan ke wilayah atau negara berkembang dengan sejumlah wabah, dibantu melalui dana fund WHO dari banyak negara lain, termasuk AS.

    Dalam hal ini, Prof Tjandra menilai, WHO perlu melalukan upaya rekayasa finansial. Semata-mata demi menjaga kesehatan global tetap terlaksana dengan baik. “Anggaran WHO akan terkena dampak cukup bermakna kalau kontribusi dari Amerika Serikat dihentikan,” sorotnya.

    Meski begitu, menurutnya publik masih harus menunggu keputusan resmi dan eksekusi keputusan terkait. Mengacu beberapa informasi, Prof Tjandra menekankan prosesnya akan memakan waktu hingga satu tahun atau mungkin lebih cepat berdasarkan situasi.

    Situasi kesehatan dunia ke depan juga disebutnya akan menjadi perhatian penting, mengingat besarnya jumlah penduduk AS. Hal ini berdampak dalam pengawasan perjalanan kesehatan internasonal.

    “Selain organisasi resmi pemerintah maka juga cukup banyak pakar warga Amerika Serikat yang aktif dalam kesehatan global, termasuk bekerja di World Health Organization (WHO).”

    “Selain itu juga ada berbagai Universitas ternama di Amerika Serikat yang bergerak dalam kesehatan global pula. Tentu patut di telusuri bagaimana peran para pakar ini di kesehatan global kelak, sehubungan Executive Order Presiden Trump di hari pertama kerjanya ini,” pungkasnya.

    (naf/kna)

  • Mungkinkah Penyakit Mulut dan Kuku pada Sapi Bisa Menular pada Manusia? – Halaman all

    Mungkinkah Penyakit Mulut dan Kuku pada Sapi Bisa Menular pada Manusia? – Halaman all

    Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

    TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA – Kasus Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada hewan ternak sapi merebak di sejumlah provinsi di Indonesia.

    Penyakit dengan nama lain apthae epizootica (AE), aphthous fever, dan foot and mouth disease (FMD) ini disebabkan oleh virus RNA, genus Apthovirus yang termasuk dalam keluarga Picornaviridae.

    Virus ini memiliki beberapa serotipe, di Indonesia yang menyebar diyakini bertipe O.

    Virus ini menular sangat cepat pada hewan ternak, baik secara langsung, tidak langsung, maupun melalui udara.

    Namun apakah virus ini bisa menular kepada manusia?.

    Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara Prof Tjandra Yoga Aditama menuturkan, penyakitv tersebut jarang sekali menyerang manusia.

    Salah satu jurnal yang memuat adalah jurnal ilmiah BMJ tahun 2001 dengan judul “Foot and mouth disease: the human consequences”.

    Disebutkan bahwa kasus terakhir PMK pada manusia terjadi di Inggris pada tahun 1966.

    Contoh lain adalah artikel di jurnal  yang sama, BMJ tahun 2001 yang  berjudul “UK investigates possible human cases of foot and mouth disease”.

    “Artikel ini menyebutkan bahwa sekitar 30 sampai 40 orang pernah terkena PMK di dunia, jadi memang amat jarang sekali, walaupun ada,” kata dia kepada wartawan, Rabu (14/1/2025).

    Kemudian diperkuta juga dengan kepustakaan tahun 2012 dari European CDC yang menyebutkan risiko tertular PMK pada manusia yang mengunjungi daerah yang terdampak adalah amat rendah (extremely low), atau sangat kecil sekali risikonya.

    Adapun tipe virus PMK yang pernah ditemukan pada manusia adalah tipe O, diikuti C dan lalu tipe A.

     Mereka terkena PMK pasca kontak amat erat dengan hewan yang sakit.

     Masa inkubasi pada manusia adalah antara 2-6 hari. Gejala amat ringan  dan dapat sembuh dengan sendirinya (self limiting).

    “PMK adalah masalah kesehatan hewan, dan tentu program pengendaliannya di negara kita dan juga di dunia dilakukan oleh otoritas kesehatan hewan,” ungkap Direktur Pascasarjana Universitas YARSI ini.

    Dari data Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional (ISIKHNAS) 28 Desember 2024 – 9 Januari 2025 tercatat 14.630 kasus PMK di Indonesia yang tersebar di 11 provinsi, dengan jumlah kematian sapi mencapai 338 ekor.
     

  • HMPV Bisa Bebani Fasilitas Kesehatan

    HMPV Bisa Bebani Fasilitas Kesehatan

    Jakarta, FORTUNE – Eks Direktur Penyakit Menular Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO), Tjandra Yoga Aditama mengatakan WHO menyebut sirkulasi bersama beberapa patogen termasuk virus Human Metapneumovirus (Hmpv) dapat membebani fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) bagi negara yang tertular. Hal itu disampaikan WHO lewat pernyataan resminya baru-baru ini.

    “Hanya memang disebutkan bahwa sirkulasi bersama beberapa patogen tentu termasuk HMPV memang mungkin saja dapat membebani fasilitas pelayanan kesehatan di negara yang terkena,” ujar Tjandra melalui keterangan tertulis yang diterima Fortune Indonesia pada Kamis (9/1).

    Ketua Majelis Kehormatan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) tersebut menjelaskan bahwa WHO juga menganjurkan negara-negara terus menjaga kegiatan surveilansnya agar terintegrasi dengan baik. Tjandra berharap hal ini bisa berjalan di Indonesia.

    “Akan baik kalau masyarakat mendapat informasi berkala tentang patogen (virus atau bakteri atau yang lain) yang sedang bersirkulasi di negara kita dan datanya selalu di update dari waktu ke waktu. Informasi terbuka ini tentu akan meningkatkan peran serta masyarakat dalam menjaga kesehatan dirinya, termasuk antisipasi berbagai jenis infeksi saluran pernapasan,” kata dia.

    Termasuk penyakit musiman

    Lanjut Tjandra, WHO menyebut bahwa telah terjadi peningkatan kasus infeksi pernapasan akut di banyak negara belahan bumi utara. Penyebabnya adalah influenza musiman, penyakit akibat respiratory syncytial virus/RSV dan virus lain seperti HMPV, serta pneumonia mikoplasma.

    Menurut WHO, peningkatan kali ini memang di atas batas dasar dan cenderung terjadi secara berkala yang berulang di awal atau akhir tahun di negara empat musim.

    Sementara itu, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengumumkan HMPV yang baru-baru ini merebak di Cina, telah ditemukan di Indonesia. Kemenkes menyebut semua kasus terjadi pada anak-anak.

    Bukan virus baru

    Namun, Menteri Kesehatan (Menkes) Republik Indonesia Budi Gunadi Sadikin meminta masyarakat untuk tidak panik karena HMPV bukanlah virus baru dan sudah dikenal dalam dunia medis.

    “HMPV sudah lama ditemukan di Indonesia, kalau dicek apakah ada, itu ada. Saya sendiri kemarin melihat data di beberapa lab, ternyata beberapa anak ada yang terkena HMPV,” kata Budi, dilansir siaran pers Kemenkes, Senin (6/1).

    Dia menjelaskan, virus HMPV berbeda dengan virus COVID-19. Menurut Budi, COVID-19 merupakan virus baru, sedangkan HMPV adalah virus lama yang sifatnya mirip dengan flu. Selain itu, dia mengeklaim bahwa sistem imunitas manusia juga telah mengenal HMPV sejak lama dan mampu meresponsnya dengan baik.

    “Berbeda dengan COVID-19 yang baru muncul beberapa tahun lalu, HMPV adalah virus lama yang sudah ada sejak 2001 dan telah beredar ke seluruh dunia sejak 2001. Selama ini juga tidak terjadi apa-apa juga,” tutur Budi.

  • Informasi HMPV kepada masyarakat perlu terus diperbarui

    Informasi HMPV kepada masyarakat perlu terus diperbarui

    Jakarta (ANTARA) – Ketua Majelis Kehormatan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Prof Tjandra Yoga Aditama mengingatkan bahwa informasi berkala tentang virus penyakit termasuk “Human Metapneumovirus” (HMPV) perlu terus diperbarui guna meningkatkan kewaspadaan masyarakat.

    “Informasi yang terbuka ini tentu akan meningkatkan peran serta masyarakat dalam menjaga kesehatan dirinya, termasuk untuk antisipasi berbagai jenis infeksi saluran pernapasan,” kata dia di Jakarta, Kamis.

    Informasi data virus penyakit, kata dia, lebih baik dapat disajikan tidak hanya secara nasional tetapi juga pada tingkat provinsi.

    Ini sekaligus menjadi masukan kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta di era kepemimpinan gubernur dan wakil gubernur baru hasil Pilkada 2024 serta jajaran pemerintah khususnya Dinas Kesehatan DKI.

    Merujuk data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), dia mengingatkan pemerintah agar terus menjaga kegiatan pengamatan dan pengumpulan data secara sistematis dan terus- menerus untuk mendapatkan informasi terkait masalah kesehatan atau penyakit (surveilans) terhadap HMPV.

    HMPV merupakan salah satu dari banyak mikroorganisme atau agen penyebab penyakit Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), baik pada saluran napas atas maupun bawah yang ditemukan hampir sepanjang tahun.

    Pemerintah Provinsi DKI menyatakan kondisi saat ini relatif masih aman. Adapun kasus ISPA yang disebabkan oleh HMPV sudah ada sejak 2022 di Jakarta.

    Data dari Dinas Kesehatan DKI Jakarta menunjukkan jumlah penderita ISPA akibat HMPV sebanyak 19 kasus (2022), 78 kasus (sampai Oktober 2023) dan 100 kasus (2024).

    “Data ini akan kami terus lengkapi melalui koordinasi dengan berbagai Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan Laboratorium yang ada di Jakarta,” ujar Kepala Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Ani Ruspitawati.

    Ani menjelaskan, gejala umum penderita ISPA akibat berbagai virus atau mikroorganisme lain juga sama, antara lain batuk, demam, hidung tersumbat dan sesak napas.

    Walaupun mayoritas penderita ISPA akibat HMPV tidak mengalami sakit berat, tetapi pada kelompok rentan, yaitu pada kalangan anak, lansia dan orang dengan gangguan sistem kekebalan tubuh, infeksi ini dapat menjadi lebih berat dan membutuhkan perawatan untuk penderitanya.

    Dia meminta masyarakat tetap tenang sembari menerapkan langkah preventif seperti menjalankan pola hidup sehat untuk mencegah sakit, menghindari penularan dengan etika batuk, rajin mencuci tangan dan menggunakan masker ketika sakit.

    Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
    Editor: Sri Muryono
    Copyright © ANTARA 2025

  • Mantan Direktur WHO Asia Tenggara: Ditemukan Sejak 2001, Virus HMPV Sudah Nyebar ke Berbagai Negara – Halaman all

    Mantan Direktur WHO Asia Tenggara: Ditemukan Sejak 2001, Virus HMPV Sudah Nyebar ke Berbagai Negara – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA – Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara Prof Tjandra Yoga Aditama menuturkan bahwa virus HMPV yang tengah naik di Tiongkok China pertama kali dilaporkan di jurnal ilmiah sejak tahun 2001.

    Hal inilah yang membuat virus tersebut diyakini bukan virus baru dan sudah menyebar ke berbagai negara termasuk Indonesia.

    “Karena sudah beredar hampir seperempat abad ada di dunia maka tentu mungkin saja virusnya sudah ada di berbagai negara di dunia ini, masuk juga di Indonesia. Bahkan sebelum 2000an sudah pernah ditemukan antibodi pada virus ini, sehingga mungkin saja sudah ada pada dekade sebelum 2000an,” ujar dia dalam keterangan pers yang diterima Rabu (8/1/2025).

    Merujuk data dari Australia virus HMPV bahkan di era sebelum Covid-19 pernah menjadi penyebab ketiga infeksi saluran napas, sesudah virus influenza dan RSV (respiratory syncitial virus) pada dewasa serta RSV dan  influenza pada anak-anak.

    Kemudian, di Inggris juga pernah dilaporkan bahwa hampir semua anak berusia lima tahun di negara itu sudah pernah setidaknya satu kali oleh terinfeksi virus HMPV.

    “Amerika Serikat dan Inggris juga mengalami peningkatan kasus HMPV sejak Oktober 2024 yang lalu, walau tentu kenaikannya tidaklah setinggi yang di China,” kata Prof Tjandra.

    Namun meski sudah ditemukan hampir 25 tahun lalu, vaksin HPMV belum banyak dikembangkan.

    Jika pun ada, virus HMPV dikaitkan dengan virus RSV.

    Imunisasi RSV ini memberi harapan akan vaksin untuk HMPV, dan bahkan perusahaan vaksin Moderna sudah mulai melakukan penelitian untuk vaksin mRNA HMPV.

    Dikesempatan yang berbeda, Menkes Budi menegaskan HMPV bukanlah virus yang mematikan.

    Virus ini memiliki karakteristik mirip dengan flu biasa, dengan gejala seperti batuk, demam, pilek, dan sesak napas. Sebagian besar orang yang terinfeksi akan pulih dengan sendirinya tanpa memerlukan perawatan khusus.

    Penularan virus HMPV serupa dengan virus flu lainnya, yaitu melalui percikan air liur atau droplet dari individu yang terinfeksi. Meskipun umumnya tidak berbahaya, kelompok rentan seperti anak-anak, orang lanjut usia, dan individu dengan kondisi kesehatan tertentu tetap perlu waspada.

    Masyarakat diimbau untuk menjaga pola hidup sehat, seperti cukup istirahat, mencuci tangan secara rutin, memakai masker saat merasa tidak enak badan, dan segera berkonsultasi dengan tenaga medis jika muncul gejala yang mencurigakan.

     

     

     

  • DKI perlu sosialisasikan HMPV pada masyarakat

    DKI perlu sosialisasikan HMPV pada masyarakat

    Jakarta (ANTARA) – Dinas Kesehatan DKI Jakarta perlu menyosialisasikan tentang “Virus Human Metapneumovirus” (HMPV) termasuk pencegahannya kepada masyarakat sebagai upaya meningkatkan kewaspadaan.

    “Untuk pemerintah, memberikan sosialisasi kesehatan yang luas, khususnya karena HMPV sudah jadi berita utama di berbagai media,” kata pakar kesehatan Prof. Tjandra Yoga Aditama saat dihubungi di Jakarta, Rabu.

    Hal itu perlu dilakukan mengingat informasi HPMV telah mencuat di berbagai media dalam beberapa waktu terakhir seiring merebaknya kasus penyakit tersebut di China dan dilaporkan telah ditemukan di Indonesia.

    Selain sosialisasi, Tjandra juga meminta Pemprov DKI mengamati dengan cermat perkembangan kasus di China.

    “Ini mengingat HMPV baru-baru ini merebak di China,” kata Direktur Penyakit Menular WHO Kantor Regional Asia Tenggara 2018-2020 itu.

    Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga perlu melakukan pengamatan dan pengumpulan data secara sistematis dan terus-menerus untuk mendapatkan informasi terkait masalah kesehatan atau penyakit (surveilans) terhadap HMPV dari kasus penyakit mirip influenza (Influenza Like Illness/ILI di Jakarta.

    HMPV adalah virus yang dapat menyebabkan infeksi saluran pernapasan dengan gejala mirip flu biasa seperti batuk, pilek, demam dan sesak napas. Dalam kasus berat, virus ini dapat menyebabkan komplikasi seperti bronkitis atau pneumonia.

    Walaupun sejauh ini HMPV bukan kasus berat tapi pemerintah tetap perlu mengamati dengan cermat perkembangan kasus di China. “Lalu, melakukan surveilan (epidemiologik dan genomik) dari kasus di Jakarta,” ujar Tjandra.

    Dia menuturkan, penularan HMPV serupa dengan virus flu lainnya, yaitu melalui percikan air liur atau droplet dari individu yang terinfeksi.

    Karena itu, demi mengurangi risiko tertular virus ini, masyarakat dapat menerapkan langkah-langkah preventif seperti mencuci tangan teratur. Selain itu juga menjaga pola hidup sehat dan menggunakan masker di tempat umum.

    “Mereka yang sakit jangan menulari orang lain misalnya dengan menggunakan masker dan menghindari kerumunan,” kata Tjandra.

    Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
    Editor: Sri Muryono
    Copyright © ANTARA 2025

  • Merebak di China, Ini 5 Fakta Terbaru Wabah HMPV

    Merebak di China, Ini 5 Fakta Terbaru Wabah HMPV

    Jakarta, Beritasatu.com – Dalam beberapa waktu terakhir, China menjadi sorotan internasional akibat wabah virus Human Metapneumovirus (HMPV) yang menyebar dengan cepat, terutama di wilayah utara negara tersebut. Lalu, bagaimana fakta terbaru mengenai HMPV?

    Meski demikian, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Indonesia mengimbau agar masyarakat tidak panik, tetapi tetap waspada dan menjaga kesehatan guna mencegah penyebaran virus ini.

    Berikut ini lima fakta terbaru HMPV yang perlu diketahui, dikutip dari berbagai sumber, Selasa (7/1/2025).

    1. Gejala HMPV mirip dengan flu
    HMPV merupakan virus yang sering menyebabkan gejala mirip flu biasa, seperti batuk, pilek, demam, dan sakit tenggorokan. Sebagian besar kasus HMPV tergolong ringan, tetapi anak-anak, lansia di atas 65 tahun, serta orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami komplikasi serius akibat infeksi ini.

    2. Tidak dapat diobati dengan antibiotik
    Menurut Cleveland Clinic, antibiotik tidak efektif untuk mengobati HMPV karena virus ini bukan bakteri. Namun, pada beberapa kasus, infeksi bakteri sekunder bisa terjadi bersamaan dengan infeksi HMPV, seperti pneumonia. Jika antibiotik diresepkan, itu bertujuan untuk mengatasi infeksi bakteri yang terjadi bersamaan, bukan untuk menyembuhkan HMPV itu sendiri.

    3. HMPV bukan virus baru
    Fakta terbaru dan penting lainnya adalah HMPV sebenarnya bukanlah virus baru. Virus ini pertama kali ditemukan pada 2001 dalam jurnal ilmiah Belanda dengan judul “A newly discovered human pneumovirus isolated from young children with respiratory tract disease”.

    Menurut Direktur Pascasarjana Universitas YARSI Tjandra Yoga Aditama, HMPV sudah ada sejak puluhan tahun lalu dan tidak terkait langsung dengan Covid-19.

    Ia juga mengingatkan agar tidak terburu-buru mengaitkan lonjakan kasus HMPV dengan pandemi Covid-19, meskipun tetap penting untuk waspada.

    “Tidak tepat kalau kita terlalu cepat mengkorelasikan kenaikan kasus HMPV ini dengan Covid-19, walaupun tentu kita perlu tetap waspada,” ungkap Tjandra kepada wartawan, Sabtu (4/1/2025).

    4. Infeksi HMPV lebih sering terjadi di musim dingin atau awal musim semi
    HMPV sering muncul pada musim dingin dan awal musim semi, dengan gejala yang mirip flu biasa. Virus ini dapat menyebabkan infeksi saluran pernapasan atas, tetapi terkadang juga dapat menyebabkan infeksi saluran pernapasan bawah, seperti pneumonia, kambuhnya asma, atau memperburuk penyakit paru obstruktif kronik (PPOK).

    5. Data kasus HMPV di China
    Meskipun terjadi lonjakan kasus HMPV di China, para ahli mengungkapkan wabah ini bukanlah hal yang perlu dikhawatirkan secara berlebihan, karena virus ini sudah ada sejak lama. Data terbaru dari CDC menunjukkan HMPV hanya menyumbang kurang dari 2% dari total tes positif virus pernapasan mingguan, sementara flu menyumbang hampir 19% dan Covid-19 lebih dari 7% pada minggu yang sama.

    Dengan memahami fakta terbaru HMPV ini, Anda dapat menjaga kewaspadaan tanpa perlu merasa panik. Selalu penting untuk menerapkan praktik kebersihan yang baik dan menjaga kesehatan tubuh agar tetap terlindungi dari berbagai virus pernapasan.

  • Menu Makan Bergizi Gratis Berubah dalam 20 Hari – Page 3

    Menu Makan Bergizi Gratis Berubah dalam 20 Hari – Page 3

    Pemerintah Indonesia memulai langkah guna meningkatkan kualitas hidup generasi mendatang dengan meluncurkan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) pada 6 Januari 2025. Program ini ditargetkan khususnya untuk anak-anak sekolah dan diharapkan membawa dampak positif yang luas.

    Seperti dijelaskan Guru Besar FKUI dan Direktur Pascasarjana Universitas YARSI, Prof. Tjandra Yoga Aditama, program semacam ini bukan hanya tentang menyediakan makanan, tetapi juga menjadi solusi multidimensi yang membawa manfaat besar dalam berbagai aspek kehidupan.

    “The World Food Programme (WFP) bahkan menyebut program makan di sekolah sebagai ‘a multisectoral game changer’,” ungkap Prof. Tjandra melalui pesan tertulis kepada Health-Liputan6.com, Senin, 6 Januari 2025.

    Menurutnya, ada sedikitnya sepuluh manfaat utama dari program MBG di sekolah yang telah terbukti secara global. Berikut penjelasan detailnya:

    1. Meningkatkan Gizi Anak

    Program ini memastikan anak-anak menerima asupan gizi yang cukup untuk mendukung pertumbuhan fisik dan mental mereka. Gizi yang baik menjadi fondasi utama bagi perkembangan anak.

    2. Mendukung Kesehatan

    Dengan asupan makanan sehat, risiko kekurangan gizi dan penyakit terkait makanan berkurang secara signifikan. Hal ini membantu anak-anak tetap sehat dan produktif.

    3. Meningkatkan Pendidikan

    Anak-anak yang kenyang dan mendapat asupan makanan bergizi memiliki kemampuan konsentrasi yang lebih baik dan performa akademik yang meningkat.

  • Pastikan siswa cuci tangan sebelum makan bergizi gratis

    Pastikan siswa cuci tangan sebelum makan bergizi gratis

    Jakarta (ANTARA) – Pakar kesehatan Prof. Tjandra Yoga Aditama mengingatkan pihak sekolah memastikan siswa mencuci tangan sebelum makan demi cegah penyebaran kuman dari tangan ke makanan yang akan dikonsumsi dalam Program Makan Bergizi Gratis (MBG).

    “Untuk pelaksanaan MBG hari ini, anak-anak cuci tangan sebelum makan dan juga jaga agar limbah makanan jangan berserakan di sekolah,” kata Direktur Penyakit Menular WHO Kantor Regional Asia Tenggara 2018-2020 itu saat dihubungi di Jakarta, Senin.

    Tjandra juga mengingatkan terkait pentingnya penyedia program menjaga kebersihan mulai dari bahan makanan, proses memasak, pengiriman, dan proses menyimpan makan matang.

    “Sekolah kan belum ada pengalaman di mana seluruh muridnya makan sama-sama di sekolah pada saat yang sama, jadi ini perlu pengaturan yang baik pula,” ujar dia.

    Lalu terkait menu makanan, Tjandra mengatakan, harus bergizi dan sesuai prinsip “Isi Piringku”. “Isi Piringku” merupakan pedoman yang disusun Kementerian Kesehatan dalam mengkampanyekan konsumsi makanan sesuai dengan pedoman gizi seimbang.

    Dalam satu piring setiap kali makan, setengah piring diisi dengan sayur dan buah. Sedangkan setengah lainnya diisi dengan makanan pokok dan lauk pauk.

    Pemerintah resmi memulai program MBG hari ini di sejumlah daerah, salah satunya DKI Jakarta. Tjandra mengatakan secara umum program makan di sekolah punya dampak berganda.

    Sedikitnya ada sepuluh manfaat dan dampak positif dari makan di sekolah, yaitu untuk gizi, kesehatan, pendidikan anak, berdampak positif masyarakat secara luas dalam hal jaringan pengaman sosial, memperkuat sistem pangan dan berdampak ekonomi.

    Manfaat lainnya, yakni menjadi semacam insentif untuk orang tua memasukkan anaknya ke sekolah, memungkinkan orang tua dapat menggunakan dana (makan siang) untuk keperluan penting lainnya di rumah tangga.

    “Dengan adanya makan di sekolah maka pada keadaan tertentu akan mencegah perkawinan di bawah umur, karena dengan adanya makan di sekolah maka anak-anak perempuan jadi lebih cenderung masuk sekolah,” ujar dia.

    Selain itu, dampak lainnya, yakni menghidupkan sistem ekonomi lokal apabila sumber makan bergizi gratis berasal dari lingkungan sekitar.

    Di Jakarta, sebanyak empat Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) siap mendistribusikan makanan bergizi dalam program MBG hari ini.

    Keempat SPPG ini, yakni SPPG Halim, SPPG Susukan Ciracas, SPPG Palmerah dan SPPG Pulogebang Cakung.

    Adapun selain empat SPPG tersebut, akan ada 13 SPPG lainnya yang juga siap beroperasi pada Januari ini, yakni SPPG 1Warakas (mulai 20 Januari) dan SPPG Kemang 1 (mulai 9 Januari). Kemudian SPPG Buaran (mulai 13 Januari), SPPG Jakut (mulai 13 Januari) dan SPPG Yayasan Assalam Ciracas (mulai 13Januari).

    Lalu, SPPG Yayasan Hasanah Rohman Rohim, Cipayung (mulai 13 Januari), SPPG Koja, Yayasan Wadah Titian Harapan (mulai 30 Januari), SPPG Yayasan Mora Perkasa, Pulo Gadung (mulai 9 Januari) dan SPPG Yayasan Hasanah Rohman Rohim, Pulo Gadung (mulai 13 Januari).

    Kemudian, SPPG Yayasan Tunas Cendekia Sejahtera, Tebet (mulai 20 Januari) dan SPPG Yayasan Masjid Miftahussalam RIFTAH Kebon Jeruk (mulai 13 Januari). Lalu SPPG Sagolicious, Gading Kirana, Kelapa Gading (mulai 13 Januari) dan SPPG Kepulauan Seribu Utara (mulai 30 Januari).

    Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
    Editor: Sri Muryono
    Copyright © ANTARA 2025

  • Virus HMPV di China Makin Meluas, Kemenkes: Belum Masuk Indonesia – Halaman all

    Virus HMPV di China Makin Meluas, Kemenkes: Belum Masuk Indonesia – Halaman all

     

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Nihayatul Wafiroh meminta pemerintah mencegah masuknya virus Human Metapneumovirus (HMPV) ke Indonesia.

    Virus ini tengah mewabah secara cepat di China.

    Kata Nihayatul, pemerintah harus bisa mengantisipasi terjadinya penyebaran wabah tersebut di Indonesia. Salah satunya dengan memperketat pemantauan di pintu-pintu masuk negara.

    “Pemerintah perlu meningkatkan sistem pemantauan di pintu-pintu masuk negara, seperti bandara dan pelabuhan, untuk memeriksa gejala-gejala yang mirip dengan infeksi saluran pernapasan akut.”

    “Ini termasuk penggunaan tes diagnostik yang tepat untuk mendeteksi virus HMPV lebih awal,” ujar Nihayatul dalam keterangannya, Minggu (5/1/2025).

    Pemerintah kata dia juga perlu berkoordinasi dengan World Health Organization (WHO) dan negara lain untuk mendapatkan informasi mengenai penyebaran virus HMPV dan vaksinasi yang diperlukan.

    Menurut dia, upaya itu menjadi salah satu deteksi dini bagi pemerintah untuk bisa mengantisipasi terjadinya penyebaran virus secara masif.

    “Pemerintah perlu terus berkoordinasi dengan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan negara-negara yang terdampak untuk mendapatkan informasi terkini mengenai virus ini, termasuk pola penyebaran, tingkat virulensi, dan vaksinasi yang diperlukan,” jelas Nihayatul.

    Pemerintah juga perlu mengedukasi kepada masyarakat tanpa memberi rasa khawatir.

    “Edukasi Masyarakat tanpa memberikan rasa khawatir: Menyampaikan informasi yang jelas dan tepat kepada masyarakat mengenai cara-cara pencegahan infeksi, seperti mencuci tangan, menggunakan masker jika sakit, dan menjaga kebersihan lingkungan, tetap penting untuk mencegah penyebaran virus,” kata dia.

    Meski wabah HMPV ini belum menunjukkan ancaman sebesar Covid-19 namun kata dia, pemerintah perlu menerapkan langkah-langkah pencegahan yang proaktif dan berbasis data. 

    Kepastian rumah sakit dan tenaga kesehatan untuk siap menangani virus HMPV juga harus menjadi salah satu fokus.

    HMPV merupakan jenis virus yang dapat menyebabkan infeksi saluran pernapasan, dengan gejala yang mirip flu biasa seperti batuk, pilek, demam, dan sesak napas.  

    Dalam kasus berat, virus ini dapat menyebabkan komplikasi seperti bronkitis atau pneumonia.

    Virus ini biasanya tidak berbahaya bagi orang dewasa yang sehat, tetapi berisiko lebih tinggi bagi anak-anak, lansia, dan individu dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah.

    Virus Human Metapneumovirus (HMPV) merebak di China (Kolase Tribunnews/net)

    Termasuk mereka yang memiliki penyakit kronis seperti diabetes, gangguan pernapasan, atau penyakit jantung.

    Hingga saat ini, belum ada vaksin atau pengobatan khusus untuk HMPV.  

    Meski demikian, perawatan suportif seperti rehidrasi, pengendalian demam, dan istirahat cukup efektif dalam membantu meringankan gejala.

    Terkait hal tersebut Juru Bicara Kementerian Kesehatan RI, drg. Widyawati, MKM  menyebut jika saat ini belum ada laporan kasus virus HMPV di Indonesia.  

    “Saat ini belum ada laporan kasus HMPV di Indonesia,” ungkap Widyawati.

    Walau begitu, pihaknya mengimbau pada masyarakat tetap menjaga kesehatan dengan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat sebagai langkah pencegahan.  

    “Hal ini penting untuk memperkuat daya tahan tubuh dan mencegah penularan berbagai virus yang berpotensi mengancam kesehatan,” jelas Widyawati.

    Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara sekaligus ahli paru Prof Tjandra Yoga Aditama menegaskan, wabah Human Metapneumovirus (HMPV) yang sedang merebak di China  tidak sama dengan Covid-19.

    “Banyak yang ‘mensejajarkan’ infeksi HMPV ini mirip dengan Covid-19. Itu pernyataan yang tidak tepat,” kata dia.

    Prof Tjandra menyebut, HMPV bukanlah virus atau varian baru. HMPV sudah ada sejak puluhan tahun yang lalu. Sementara, Covid-19 adalah varian baru dari virus korona.

    “Jika gejalanya adalah serupa, seperti batuk, demam, mungkin sesak dan nyeri dada dan kalau memberat dapat masuk rumah sakit.”

    “Perlu diketahui bahwa semua infeksi paru dan saluran napas memang gejalanya seperti itu,” tutur Direktur Pascasarjana Universitas YARSI ini.

    Dia menuturkan, peningkatan kasus HMPV di China yang dikhawatirkan sama seperti Covid-19 juga tidak tepat. Hal ini karena dari waktu ke waktu, selalu saja ada peningkatan kasus infeksi saluran napas, apalagi di musim dingin di negara empat musim seperti China. 

    “Sehingga tidak tepatlah kalau kita terlalu cepat mengkorelasikan kenaikan kasus HMPV ini dengan Covid-19, walaupun tentu kita perlu tetap waspada,” jelas dia.

    HMPV pertama kali dilaporkan di jurnal ilmiah di Belanda pada Juni 2001 yang berjudul “A newly discovered human pneumovirus isolated from young children with respiratory tract disease”.

    Pasca temuan di berbagai negara seperti Norwegia, Rumania, Jepang dan juga tentu China, para peneliti bahkan memperkirakan HMPV sudah puluhan tahun bersirkulasi.

    Virus ini tidak hanya ada pada manusia melainkan juga pada hewan atau Animal Metapneumovirus. AMPV bahkan sudah lebih awal ditemukan, yaitu di tahun 1978 di Afrika Selatan, yang awalnya diberi nama “Turkey Rhinotracheitis Virus” (TRTV)  lalu menjadi AMPV Animal Metapneumovirus.

    Ini adalah penyakit pada unggas, yang punya 4 sub tipe, dari A sampai D. Para pakar berpendapat bahwa penyakit pada manusia akibat HMPV nampaknya akibat evolusi dari AMPV sub tipe C. (Tribun Network/ais/rin/riz/wly)