Tag: Tjandra Yoga Aditama

  • Indonesia Jadi Uji Coba Vaksin TBC Milik Bill Gates, Ahli Paru Menduga Ini Alasannya  – Halaman all

    Indonesia Jadi Uji Coba Vaksin TBC Milik Bill Gates, Ahli Paru Menduga Ini Alasannya  – Halaman all

    Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Ketua Majelis Kehormatan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Prof Tjandra Yoga Aditama turut merespons pernyataan Presiden Prabowo Subianto mengenai vaksin TB (Tuberkulosis) milik Bill Gates yang diuji coba di Indonesia.

    Ia mengatakan, Indonesia beberapa tahun terakhir ini memang masuk daftar jejaring penelitian dalam proses membuat vaksin TB M72/AS01.

    Adapun vaksin itu dikembangkan oleh Yayasan Bill & Melinda Gates dan GlaxoSmithKline (GSK).

    Bukan hanya Indonesia, ada empat negara lain yang juga menjadi tempat uji klinis fase 3 vaksin tersebut yakni Afrika Selatan, Kenya, Malawi dan Zambia.

    Kelima negara tersebut dianggap sebagai negara dengan beban kasus TBC besar di dunia.

    “Sekarang proses penemuan vaksin baru ini masih dalam penelitian fase 3, yang dilakukan di lima negara, yaitu Afrika Selatan Kenya, Malawi, Zambia, dan Indonesia, yang memang negara-negara dengan beban kasus TB cukup besar,” tutur dia kepada wartawan, Kamis (8/5/2025).

    Diketahui, TB masih menjadi masalah kesehatan global termasuk di Indonesia.

     

    Menurut Global Tuberculosis Report 2024 yang diterbitkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pada tahun 2023 terdapat sekitar 10,8 juta kasus baru TB di dunia, dengan 1,25 juta kematian akibat penyakit ini.

    Meskipun terjadi sedikit penurunan dari tahun sebelumnya, TB tetap menjadi penyebab utama kematian akibat penyakit menular secara global. 

    Indonesia kini berada di peringkat kedua dengan jumlah kasus TB terbanyak di dunia, menyumbang sekitar 10 persen dari total kasus global.

    Pada tahun 2023, terdapat sekitar 1.090.000 kasus baru TB di Indonesia dengan angka kematian mencapai 130.000 jiwa, atau sekitar 17 kematian setiap jam.  

  • RI Jadi Lokasi Uji Coba Vaksin Baru TBC, Sudah Sampai Mana?

    RI Jadi Lokasi Uji Coba Vaksin Baru TBC, Sudah Sampai Mana?

    Jakarta

    Indonesia menjadi salah satu negara yang akan mengikuti uji coba vaksin baru tuberkulosis (TBC) besutan Bill & Melinda Gates Foundation. Selain Indonesia, lokasi uji coba lain dilakukan pada wilayah dengan beban kasus TBC yang relatif tinggi yakni India dan Afrika.

    Setiap tahun, hampir 100 ribu orang meninggal karena TBC di Indonesia. Sementara vaksin BCG untuk TBC yang saat ini tersedia sudah ditemukan sejak 1921, yang artinya berusia 104 tahun. Efektivitas vaksin hanya mampu mencegah risiko kasus berat dan kematian di kelompok anak-anak.

    Director for South and Southeast Asia Gates Foundation Hari Menon menyebut kandidat vaksin baru TBC yang disebut M72 sebenarnya masih dalam tahap uji coba awal.

    Pada tahap awal, uji coba dilakukan di Afrika Selatan dan Indonesia. Dibutuhkan beberapa tahun untuk mendapatkan merampungkan uji klinis hingga didapatkan hasil.

    “Jika berhasil, itu perlu ditingkatkan dan pada saat itu tentu saja mitra lokal seperti Bio Farma akan sangat penting. Indonesia adalah salah satu dari sedikit negara yang mampu memproduksi vaksin dalam jumlah besar dengan biaya rendah. India juga,” terang Hari dalam diskusi media Rabu (7/5/2025).

    “Jika vaksin tersebut berhasil, kita tentu perlu mempertimbangkan kemitraan manufaktur di India, Indonesia, dan negara-negara lain. Saat ini masih sangat awal.”

    Terpisah, Ketua Majelis Kehormatan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Prof Tjandra Yoga Aditama menyebut vaksin TBC baru sangat dibutuhkan di tengah beban kasus kematian yang terus meningkat.

    Diharapkan lebih efektif untuk mencegah risiko gejala berat pada semua kelompok.

    “Vaksin BCG efektivitasnya utamanya hanya untuk masa anak-anak saja mencegah TBC berat dan kematian akibat TBC pada anak. Jadi sudah amat patut dibuat vaksin baru yang jauh lebih efektif,” kata Pro Tjandra dalam keterangan tertulis yang diterima detikcom Rabu (7/5).

    (naf/kna)

  • Bukan Lagi Silent Pandemic, Pakar Sebut Resistensi Antibiotik Sudah ‘Grand Pandemic’

    Bukan Lagi Silent Pandemic, Pakar Sebut Resistensi Antibiotik Sudah ‘Grand Pandemic’

    Jakarta

    Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara Prof Tjandra Yoga Aditama menyebut resisten antibiotik sudah tidak lagi ‘silent pandemic’ atau pandemi yang tersembunyi. Tren yang terus mengkhawatirkan membuat resistensi antimikroba (AMR) kini masuk ka fase ‘Grand Pandemic’.

    “Sudah jadi besar, tidak senyap lagi,” tegas Prof Tjandra, kepada detikcom Sabtu (3/5/2025).

    Ada beberapa alasan di balik kasus AMR kini sudah masuk Grand Pandemic. Pertama, kematian akibat AMR kini sudah mencapai lima juta orang setiap tahun. Angka tersebut menurut Prof Tjandra sudah melampaui catatan kematian akibat HIV-AIDS hingga malaria.

    “Angka lima juta itu juga membuat AMR menjadi penyebab kematian ketiga di dunia,” tandasnya.

    Kedua, AMR kini tidak hanya berdampak pada satu atau dua patogen penyebab penyakit, tetapi mulai ‘merambah’ sejumlah penyakit infeksi.

    “AMR ternyata punya dampak luas pada aspek sosial dan ekonomi pula. Karena berbagai hal itu, maka Bank Dunia pada 2024 yang lalu meluncurkan berbagai program dan kegiatan, yang semuanya terangkum dalam dokumen “Stopping the Grand Pandemic: A Framework for Action Addressing Antimicrobial Resistance through World Bank Operations,” katanya.

    Prof Tjandra menilai Indonesia perlu memiliki upaya dan skema yang kurang lebih sejalan dengan kegiatan Bank Dunia untuk menanggulangi AMR. Hal ini menjadi salah satu strategi penting untuk juga mencapai kesehatan generasi di era Indonesia Emas.

    (naf/kna)

  • Mbok Yem Meninggal karena Pneumonia, Benarkah Tinggal di Puncak Gunung Berisiko Idap Penyakit Paru? – Halaman all

    Mbok Yem Meninggal karena Pneumonia, Benarkah Tinggal di Puncak Gunung Berisiko Idap Penyakit Paru? – Halaman all

    Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pemilik warung di puncak gunung Lawu, Wakiyem atau biasa disapa Mbok Yem meninggal dunia pada Rabu siang (25/4/2025).

    Sebelum menghembuskan nafas terakhir, berdasarkan pemeriksaan medis Mbok Yem menderita pneumonia.

    Mbok Yem memiliki keseharian di puncak gunung.

    Ia melayani pembeli yang ingin menyantap nasi pecel dan kopi panas sebagai pelepas dahaga pendaki yang naik ke puncak Gunung Lawu.

    Merujuk dari kesehariannya, apakah benar orang yang tinggal di ketinggian berisiko terkena masalah paru seperti pneumonia?

    Berikut penjelasan Ketua Majelis Kehormatan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Prof Tjandra Yoga Aditama.

    Ia mengatakan, tidak ada kaitan langsung antara ketinggian dengan risiko terkena pneumonia.

    Pada dasarnya, pneumonia merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri, virus atau jamur (parasit).

    “Memang benar bahwa di ketinggian 3.000 meter maka kadar oksigen lebih rendah dari di permukaan laut, tapi kan benar juga bahwa banyak orang yang tinggal di ketinggian dan hidup sehat dengan baik. Perlu diketahui pasti yang jadi penyebab Pneumonia pada Mbok Iyem ini, apakah karena virus, bakteri atau jamur,” tutur dia kepada Tribunnews.com, Jumat (25/4/2025).

    Prof Tjandra mengatakan, pneumonia bisa dicegah dengan berbagai cara, seperti vaksinasi, menjaga kebersihan dan menerapkan pola hidup sehat.

    Pneumonia bisa berujung komplikasi ketika seseorang memiliki penyakit penyerta atau komorbid maupun masalah pernafasan lainnya.

    “Apalagi sebelum terkena pneumonia, seseorang itu memiliki komorbid seperti diabetes atau ada masalah pernafasan yang dialami sebelumnya maka bisa memperparah keadaan,” jelas Prof Tjandra.

    Dikutip dari Surya.co.id (Tribunnews.com network), sang cucu Saiful Bachri menceritakan, kondisi kesehatan neneknya mulai memburuk dalam tiga hari terakhir.

    “Nafsu makan hilang, dan hanya bertahan dengan beberapa teguk susu. Seharusnya hari Jumat (25/4/2025) beliau kontrol ke rumah sakit untuk pemeriksaan lanjutan,” ujar Saiful.

    Di hari kepergiannya, nenek tercinta sempat meminta untuk mandi, lalu beristirahat.

    Setelah mandi, almarhumah tidur, dan sejak itu tidak bangun lagi.

    Masih mengutip Surya.co.id, Kepala Dusun Dagung, Slamet mengatakan Mbok Yem menghembuskan nafas terakhir sekitar pukul 14.00 siang.

    Menurutnya, Mbok Yem memang mengalami komplikasi yang cukup parah.

    “Beliau sempat dirawat selama hampir tiga pekan di RS Siti Aisyiyah Ponorogo. 

    Setelah itu, pulang untuk dirawat di rumah oleh keluarga. Meski sempat membaik, kesehatannya kembali menurun dalam beberapa hari terakhir,” terang Slamet.

     

     

  • Sebagian besar pasien Tuberkulosis usia produktif

    Sebagian besar pasien Tuberkulosis usia produktif

    Jakarta (ANTARA) – Ketua Majelis Kehormatan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Profesor Tjandra Yoga Aditama mengungkapkan bahwa sebagian besar pasien Tuberkulosis merupakan usia produktif, yakni usia 45-54 tahun yang merupakan pekerja di berbagai tempat.

    Karena itu, menurut Tjandra, pencegahan dan penanganan Tuberkulosis (TB) di tempat kerja merupakan hal penting. Upaya ini bisa dimulai dari komitmen pimpinan perusahaan yang kemudian diimplementasikan dalam bentuk kegiatan nyata terprogram.

    “Kegiatan yang dilakukan di tempat kerja dapat berupa edukasi dan penyuluhan kesehatan, skrining, pendampingan pengobatan, dan lainnya,” ujar dia saat menjadi pembicara pada peringatan Hari Tuberkulosis sedunia di Jakarta Selatan, Rabu.

    Tjandra mengatakan, ada dua pendekatan kerja sama yang dapat dilakukan, yaitu antara perusahaan tempat kerja dengan fasilitas pelayanan kesehatan di lingkungan kerja.

    Selain itu kerja sama perusahaan tempat kerja, pemerintah dan organisasi masyarakat, seperti organisasi profesi kesehatan dan juga organisasi lainnya, seperti Pramuka.

    Dia kemudian menyoroti anggapan adanya pasien TB di tempat kerja akan merugikan perusahaan. Dia mengatakan anggapan ini salah.

    “TB merupakan penyakit yang dapat disembuhkan dengan tuntas dan obatnya telah tersedia tanpa dipungut biaya,” katanya.

    Kalau ada pekerja yang mengidap TB, kalau disembuhkan maka bukan hanya bermanfaat bagi pekerjanya tetapi juga akan meningkatkan produktifitas kerjanya. “Pada gilirannya juga akan meningkatkan produktifitas perusahaan,” kata dia.

    Tjandra mengingatkan sumber daya manusia (SDM) adalah aset penting dalam suatu perusahaan. Karena itu tentu perlu mendapat pelayanan kesehatan yang baik pula, termasuk penemuan dan pengobatan tuberkulosis kalau sekiranya ada, seperti juga penyakit-penyakit lainnya.

    Dia lalu mengusulkan Puskesmas memiliki daftar perusahaan dan tempat kerja di wilayah masing-masing. Dinas Kesehatan DKI Jakarta, bisa membahas peran puskesmas untuk ikut menjaga kesehatan pekerja, termasuk dalam penyakit Tuberkulosis.

    Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
    Editor: Sri Muryono
    Copyright © ANTARA 2025

  • Dialami Paus Fransiskus Sebelum Wafat,  Ini Penjelasan Dokter Paru soal Pneumonia Ganda – Halaman all

    Dialami Paus Fransiskus Sebelum Wafat,  Ini Penjelasan Dokter Paru soal Pneumonia Ganda – Halaman all

    Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pimpinan umat Katolik dunia Paus Fransiskus wafat pada Senin (21 April 2025).

    Sebelum meninggal, ia sempat dirawat intensif karena penyakit pneumonia ganda atau double pneumonia.

    Ketua Majelis Kehormatan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Prof Tjandra Yoga Aditama menuturkan, dalam dunia medis istilah pneumonia ganda, atau “dobel pneumonia” bukanlah sesuatu yang lazim digunakan.

    Pneumonia adalah radang atau infeksi paru, secara umum utamanya disebabkan oleh bakteri atau virus, walau dapat juga disebabkan oleh jamur dan mungkin parasit.

    Manusia memiliki dua belah paru yakni, paru kiri dan paru kanan.

    Sekalipun kedua belah paru itu terkena pneumonia, maka istilah pneumonia ganda jarang digunakan.

    Adapun secara resmi, kedua belah paru diserang pneumonia disebut pneumonia bilateral.

    “Ini adalah salah satu analisa kenapa kemudian disebut sebagai pneumonia ganda, atau double pneumonia, atau secara resmi disebut juga sebagai pneumonia bilateral,” tutur dia kepada wartawan.

    Ia mengatakan, pneumonia bilateral merupakan kondisi yang bisa membahayakan penderitanya. Infeksi ini lebih parah jika dibandingkan dengan pneumonia yang menyerang satu sisi paru.

    Pneumonia ganda dapat mengganggu fungsi pernapasan, mengurangi kadar oksigen dalam darah, dan memicu komplikasi serius jika tidak ditangani segera.

    Mengutip dari Mayo Clinic, pneumonia ganda disebabkan oleh infeksi bakteri, virus jamur maupun faktor lain seperti aspirasi (masuknya cairan/lambung ke paru) maupun paparan polusi atau bahan kimia.

    Gejala pneumonia bilateral seringkali lebih berat dan patut diwaspadai. Seperti demam tinggi (≥38°C) disertai menggigil, batuk produktif dengan dahak kental (kuning, hijau, atau berdarah), sesak napas atau napas cepat (takipnea), nyeri dada tajam saat bernapas atau batuk, kelelahan ekstrim dan kehilangan nafsu makan, kebiruan pada bibir atau kuku (sianosis) akibat kekurangan oksigen.

    Khusus pada lansia, gejala mungkin tidak khas, seperti kebingungan atau penurunan kesadaran.

  • Marak Kasus Dokter Lecehkan Pasien, Pakar: Alarm Serius, Pendidikan Kedokteran Harus Dibenahi – Halaman all

    Marak Kasus Dokter Lecehkan Pasien, Pakar: Alarm Serius, Pendidikan Kedokteran Harus Dibenahi – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Maraknya kasus pelecehan seksual yang melibatkan peserta PPDS maupun dokter spesialis obgyn merupakan alarm serius. Dokter dan Pakar Keamanan Kesehatan Global dr Dicky Budiman, Phd mengatakan kasus tersebut menunjukkan bahwa selain kecakapan klinis, dimensi etik dan sistem pengawasan pendidikan kedokteran perlu diperkuat.

    Selain itu kata Dicky adanya tes kesehatan mental juga dinilai penting, tapi sebagai permukaan lebih penting adalah perubahan budaya, sistem seleksi ketat, dan pengawasan etik berkelanjutan di rumah sakit pendidikan.

    “Semoga ini bisa menjadi kontribusi konstruktif dalam pembenahan sistem pendidikan kedokteran dan perlindungan pasien di Indonesia,” tutur Anggota Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tersebut kepada wartawan Selasa (15/4/2025).

    Dihubungi terpisah Direktur Pascasarjana Universitas YARSI Prof Tjandra Yoga Aditama menegaskan, kasus dokter yang menjadi pelaku pelecehan seksual harus diusut serius dan tuntas. Ia menyebut, kasus tersebut mencoreng nama baik profesi dokter di mata masyarakat.

    Saat terjadi pelecehan seksual oleh jenis pekerjaan tertentu atau apapun jenis profesi atau pekerjaan maka tentu tidak dapat digeneralisir bahwa yang ada dalam jenis pekerjaan dan profesi itu punya kecenderungan sexual yang buruk pula.

    “Kasus yang ada jelas harus ditangani amat serius, tapi upaya generalisasi juga jelas tidak tepat jadinya,” tutur dia.

    Bahkan menurut dia, secara umum pelecehan seksual dalam bentuk apapun merupakan perbuatan tercela, dan perlu mendapat ganjaran yang setimpal.

    “Dokter yang diduga melakukan perbuatan asusila maka jelas harus dihukum berat, secara hukum maupun secara profesi,” kata mantan direktur WHO Asia Tenggra ini.

    Pencabutan izin melakukan kegiatan profesi sebagai dokter merupakan salah satu bentuk hukuman profesi yang dilakukan, selain hukuman badan sesuai putusan pengadilan yang akan dijalaninya.

    Menyinggung dampak pada persepsi masyarakat, dia berharap masyarakat tidak memandang semua dokter di Indonesia melakukan hal serupa.

    “Kejadian pelecehan seksuall selama ini sudah terjadi di berbagai jenis dan kelompok masyarakat, baik di negara kita maupun juga di berbagai negara lain. Pengendaliannya  harus dilakukan dengan upaya pembinaan mental anak bangsa di semua lini,” kata Prof Tjandra.

    Kasus pelecehan seksual yang dilakukan dokter belakangan marak terjadi. Awalnya ada kasus rudapaksa yang dilakukan oleh dokter residen peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesiologi Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Padjadjaran (Unpad), Priguna Anugerah Pratama (31), hingga kini masih ramai diperbincangkan publik.

    Kasus rudapaksa oleh Dokter Residen Priguna ini pun masih diproses oleh pihak kepolisian dan masih dalam tahap penyidikan.

    Namun, kala kasus rudapaksa dokter Priguna ini belum usai, sudah muncul lagi kasus dugaan pelecehan seksual yang juga dilakukan oleh seorang dokter.

    Kali ini pelakunya adalah seorang dokter spesialis obgyn di sebuah klinik di Garut, Jawa Barat.

    Kasus pelecehan yang dilakukan dokter kandungan ini muncul ke publik imbas viralnya sebuah video yang memperlihatkan seorang dokter yang diduga tengah melakukan pelecehan kepada pasiennya yang sedang menjalani Ultrasonografi (USG). Peristiwa pelecehan ini terjadi pada 20 Juni 2024 lalu.

  • Januari – Maret 2025 Ada 13.453 Kasus Rabies, Kemenkes Terbitkan Surat Edaran Kewaspadaan – Halaman all

    Januari – Maret 2025 Ada 13.453 Kasus Rabies, Kemenkes Terbitkan Surat Edaran Kewaspadaan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA – Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes) telah mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor HK.02.02/C/508/2025 tentang Kewaspadaan terhadap Kasus Rabies.

    Edaran ini bertujuan meningkatkan kesadaran serta memperkuat upaya pencegahan rabies yang masih menjadi ancaman kesehatan masyarakat di Indonesia.

    Plt. Direktur Jenderal Penanggulangan Penyakit, drg. Murti Utami, menegaskan pentingnya peningkatan kewaspadaan di seluruh lapisan masyarakat serta fasilitas kesehatan.

    “Rabies masih menjadi ancaman serius di Indonesia, terutama di wilayah endemis. Oleh karena itu, langkah pencegahan dan pengendalian harus diperkuat. Kami mengimbau masyarakat segera mencuci luka gigitan dengan sabun dan air mengalir selama 15 menit, kemudian mengunjungi fasilitas kesehatan terdekat untuk mendapatkan Vaksin Anti Rabies (VAR) sesegera mungkin,” ujar drg. Murti Utami ditulis di Jakarta, Sabtu (22/3/2025).

    Rabies adalah penyakit menular akut yang menyerang sistem saraf pusat, disebabkan oleh virus rabies dan ditularkan melalui gigitan atau saliva Hewan Penular Rabies (HPR).

    Berdasarkan data laporan bulanan zoonosis tahun 2024, terdapat 185.359 kasus gigitan HPR dan 122 kematian akibat rabies pada manusia.

    Sementara itu, sejak Januari hingga 7 Maret 2025, sudah dilaporkan 13.453 kasus gigitan HPR dan 25 kematian akibat rabies.

    “Kami juga meminta fasilitas kesehatan untuk memastikan ketersediaan stok vaksin dan serum anti-rabies, agar masyarakat yang membutuhkan dapat segera menerima pengobatan tanpa kendala. Selain itu, pemilik hewan peliharaan wajib memberikan vaksinasi rabies secara rutin untuk mencegah penyebaran penyakit ini,” tambahnya.

    Kemenkes meminta Dinas Kesehatan di seluruh Indonesia untuk meningkatkan promosi kesehatan dan edukasi terkait rabies, memperkuat surveilans rabies dan pengendalian faktor risiko, memastikan kesiapan fasilitas kesehatan dalam menangani kasus gigitan HPR, melakukan pencatatan dan pelaporan kasus rabies secara berkala.

    Melihat kondisi ini, Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara 2018-2020 Prof Tjandra Yoga Aditama mengatakan, data di dunia menunjukkan bahwa rabies memang jadi masalah kesehatan di lebih dari 150 negara dengan ribuan kematian tiap tahunnya, dimana 49 persen di antaranya terjadi pada anak di bawah 15 tahun.

    Karena itu diperlukan pendekatan Satu Kesehatan (“One Health”) untuk menanganinya. Penyakit ini juga digolongkan dalam “neglected tropical disease”, penyakit menular di daerah tropik yang masih banyak diabaikan dan tidak mendapat perhatian yang diperlukan.

    “Vaksinasi pada anjing merupakan upaya pencegahan yang sangat penting dan harus dilakukan secara intensif dan luas pada daerah-daerah yang memerlukannya, yang disebut “mass dog vaccination programs”,”ungkap Prof Tjandra.

    Saat seseorang tergigit atau tercakar anjing maka perlu dilakukan tiga hal.

    Cuci luka yang benar, lalu beri  vaksin manusia (“human rabies vaccine”) dalam bentuk post exposure prophylaxis (PEP) dan jika diperlukan diberikan rabies immunoglobulins (RIG) / antibodi monoklonal.

    Namun jika virus sudah mencapai susunan saraf manusia dan menimbulkan gejala berat maka angka kematian tinggi sekali, bahkan hingga mencapai 100 persen.

    RABIES – Vaksinasi rabies untuk anjing di Denpasar Barat. (WHO/Budi Chandra)

    Upaya pencucian luka, pemberian vaksin dan imunoglobulin di atas akan mencegah penyebaran virus di tubuh manusia sehingga tidak sampai ke susunan saraf dan tidak menimbulkan penyakit berat dan kematian.

    “Masa inkubasi rabies rata-rata berkisar antara 2–3 bulan, tetapi dapat bervariasi antara 1 minggu sampai satu tahun. Perbedaan lama waktu inkubasi ini akan tergantung antara lain dari lokasi bagian tubuh yang digigit anjing, jumlah virus (viral load). Ada dua jenis gambaran klinik rabies , yaitu “Furious rabies” (pada sekitar 80 dari total kasus yang ada) yang lebih berat dan “Paralytic rabies” (sekitar 20 persen kasus) yang relatif lebih ringan,” tutur dia.

  • Warga terdampak banjir diminta waspadai penyakit leptospirosis 

    Warga terdampak banjir diminta waspadai penyakit leptospirosis 

    Jakarta (ANTARA) – Pakar kesehatan Prof Tjandra Yoga Aditama mengingatkan kepada warga yang terdampak banjir di Jakarta untuk mewaspadai penyakit leptospirosis yang ditularkan melalui kotoran dan air kencing tikus.

    “Pada saat terjadi banjir, tikus-tikus yang tinggal di liang-liang tanah akan ikut keluar menyelamatkan diri. Tikus tersebut akan berkeliaran di sekitar manusia dimana kotoran dan air kencingnya akan bercampur dengan air banjir tersebut,” kata Tjandra melalui pesan teksnya yang diterima di Jakarta, Rabu.

    Direktur Penyakit Menular WHO Kantor Regional Asia Tenggara 2018-2020 itu berpendapat seseorang dengan luka, kemudian bermain atau terendam air banjir yang tercampur dengan kotoran atau urine tikus mengandung bakteri lepstopira, maka berpotensi dapat terinfeksi dan akan jatuh sakit.

    Gejala klinis leptospirosis antara lain demam di atas 38 derajat Celcius, sakit kepala, badan lemah, nyeri betis hingga kesulitan berjalan, kemerahan pada selaput putih mata), kekuningan (ikterik) pada mata dan kulit.

    Agar tak terkena penyakit tersebut, Tjandra menyarankan agar warga sebisa mungkin menekan dan menghindari adanya tikus yang berkeliaran di sekitar dengan selalu menjaga kebersihan.

    Lalu, sebaiknya hindari kontak dengan air banjir terutama jika mempunyai luka. Gunakan pelindung misalnya sepatu kalau terpaksa harus ke daerah banjir atau terkena air banjir.

    “Segera berobat ke sarana kesehatan bila sakit dengan gejala panas tiba-tiba, sakit kepala dan menggigil,” ujar Tjandra.

    Selain leptospirosis, sejumlah penyakit juga perlu diwaspadai saat banjir yakni diare, infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), penyakit kulit, baik berupa infeksi, alergi atau bentuk lain, demam tifoid, serta demam berdarah dengue (DBD).

    Menurut Tjandra, khusus di lokasi pengungsian, fasilitas dan sarana kemungkinan serba terbatas termasuk ketersediaan air bersih.

    Sementara saat banjir, sumber-sumber air minum masyarakat, terutama sumber air minum dari sumur dangkal banyak ikut tercemar.

    Hal tersebut potensial menimbulkan penyakit diare disertai penularan yang cepat.

    Oleh karena itu, dia mengingatkan warga yang mengungsi untuk merebus air minum hingga mendidih, menjaga kebersihan lingkungan, menghindari tumpukan sampah di sekitar, dan membiasakan cuci tangan dengan sabun setiap akan makan/minum serta sehabis buang air kecil (BAK) atau buang air besar (BAB).

    Kemudian, kondisi tempat pengungsian sementara yang cenderung padat memungkinkan penularan ISPA dan penyakit kulit lebih mudah terjadi.

    Banjir melanda Jakarta dalam tiga hari terakhir, akibat guyuran hujan dengan intensitas tinggi di wilayah itu sejak Minggu (2/3).

    Data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta pada Selasa (4/3) menunjukkan, banjir sudah berangsur surut, menyisakan 85 rukun tetangga (RT) yang terdampak dari sebelumnya mencapai 122 RT.

    Adapun ketinggian air banjir bervariasi. Di Jalan Kebon Pala II, Kampung Melayu, Jatinegara, Jakarta Timur misalnya, banjir mencapai satu sampai dua meter. Sementara di empat kelurahan Jakarta Selatan mencapai 230 sentimeter (cm).

    Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
    Editor: Syaiful Hakim
    Copyright © ANTARA 2025

  • 5 Tips Hidup Sehat untuk Mencegah Penyakit pada Musim Hujan – Halaman all

    5 Tips Hidup Sehat untuk Mencegah Penyakit pada Musim Hujan – Halaman all

    Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sehubungan banjir di sejumlah titik di Jabodetabek, masyarakat diharapkan tetap bisa menjaga kesehatan agar terhindar dari berbagai penyakit.

    Berikut lima tips yang bisa dilakukan untuk mencegah berbagai penyakit seperti yang disampaikan Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara Prof Tjandra Yoga Aditama.

    Pertama diare

    Masalah kesehatan ini sangat erat kaitannya dengan kebersihan individu (personal hygiene).

    Pada saat banjir, maka sumber-sumber air minum masyarakat, khususnya sumber air minum dari sumur dangkal akan banyak ikut tercemar. Di samping itu saat banjir ada kemungkinan akan terjadi pengungsian dimana fasilitas dan sarana serba terbatas termasuk ketersediaan air bersih.

    Hal tersebut potensial menimbulkan penyakit diare disertai penularan yang cepat.

    Tetap membiasakan cuci tangan dengan sabun setiap akan makan, minum serta sehabis buang hajat.

    Rebus air minum hingga mendidih setiap hari,  menjaga kebersihan lingkungan, hindari tumpukan sampah di sekitar tempat tinggal, serta tidak lupa menghubungi segera petugas kesehatan terdekat bila ada gejala-gejala diare.

    Kedua leptospirosis

    Penyakit ini disebabkan oleh bakteri yang disebut Leptospira dan ditularkan melalui  kotoran dan air kencing tikus.

    Pada  saat terjadi banjir, maka tikus-tikus yang tinggal di liang-liang tanah akan ikut keluar menyelamatkan diri. Tikus tersebut akan berkeliaran di sekitar manusia dimana kotoran dan air kencingnya akan bercampur dengan air banjir tersebut.

    “Seseorang yang mempunyai luka, kemudian bermain atau terendam air banjir yang sudah tercampur dengan kotoran, kencing tikus yang mengandung bakteri leptospira, maka orang tersebut berpotensi dapat terinfeksi dan akan menjadi jatuh sakit,” ujar dia dalam keteranganya ditulis Rabu (5/3/2025).

    Empat langkah antisipasi yang bisa dilakukan adalah menekan dan menghindari adanya tikus yang berkeliaran di sekitar dengan selalu menjaga kebersihan. Hindari juga bermain air saat terjadi banjir, terutama jika mempunyai luka.

    Gunakan pelindung misalnya sepatu, bila terpaksa harus ke daerah banjir serta segera berobat ke sarana kesehatan bila sakit dengan gejala panas tiba-tiba, sakit kepala dan menggigil.

    Ketiga, peningkatan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dan keempat adalah peningkatan penyakit kulit, baik berupa infeksi, alergi atau bentuk lain.

    Saat musim banjir maka masalah utama adalah kebersihan yang tidak terjaga baik, dan juga daya tahan tubuh jadi menurun. Belum lagi di tempat pengungsian sementara yang padat sehingga penularan ISPA dan penyakit kulit lebih mudah terjadi.

    Penyakit keempat yang perlu diantisipasi adalah penyakit pencernaan lain, misalnya demam tifoid.

    Penyakit ini juga harus diantisipasi adalah Demam Dengue (DBD) dengan meminimalisir genangan air yang menjadi tempat nyamuk berkembang.

    Kelima, perburukan penyakit kronik yang mungkin memang sudah diderita.

    Hal ini terjadi karena penurunan daya tahan tubuh akibat musim hujan berkepanjangan, apalagi bila banjir terjadi sampai berhari-hari.

    “Konsultasikan kepada petugas kesehatan tentang penyakit kronik yang memang sudah lama dialami, jangan lupa konsumsi obat rutin untuk mengendalikan penyakit kronik dan ketiga adalah selalu menjaga daya tahan tubuh,” tutur direktur Pasca Sarjana Universitas RS Yarsi ini.