Tag: Tjandra Yoga Aditama

  • CKG di sekolah sebaiknya dibarengi penyuluhan kesehatan

    CKG di sekolah sebaiknya dibarengi penyuluhan kesehatan

    Jakarta (ANTARA) – Direktur Penyakit Menular Badan Kesehatan Dunia (WHO) Kantor Regional Asia Tenggara 2018-2020, Prof Tjandra Yoga Aditama mengemukakan Program Cek Kesehatan Gratis (CKG) di sekolah sebaiknya dibarengi penyuluhan untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap kesehatan.

    “Selain pemeriksaan maka perlu dilakukan juga penyuluhan kesehatan, baik kepada murid, guru dan juga petugas sekolah lainnya,” kata dia melalui keterangan yang disampaikan di Jakarta, Ahad.

    Hal ini menjadi salah satu usulannya pada pemerintah terkait Program CKG di sekolah, yang akan dimulai pada Senin, 4 Agustus 2025.

    Menurut dia, usulan tersebut dapat membantu mencapai tujuan CKG, yakni untuk mendeteksi dini gangguan kesehatan pada anak sekolah sekaligus meningkatkan pemahaman kesehatan mereka.

    Usulan lainnya, yakni perlunya pihak sekolah atau guru ikut terlibat langsung dalam kegiatan cek kesehatan di sekolah ini.

    Selain itu, hasil CKG sebaiknya ditindaklanjuti, khususnya peserta didik dengan masalah kesehatan. Mereka harus segera mendapatkan penanganan kesehatan.

    “Tindak lanjut untuk merujuk anak yang memerlukan pemeriksaan lanjutan, baik ke Puskesmas ataupun ke rumah sakit setempat,” katanya.

    Tjandra juga mengatakan, Puskesmas di lokasi sekolah memiliki tanggung jawab besar sebagai perwujudan dari implementasi pelayanan kesehatan primer.

    Fasilitas pelayanan tingkat pertama ini bertanggung jawab menentukan penjadwalan kegiatan CKG yang harus dikoordinasikan dengan pihak sekolah agar tidak mengganggu proses belajar mengajar.

    Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta sudah memulai kegiatan CKG di sekolah pada tahun ajaran baru ini, diawali di Sekolah Rakyat Sentra Handayani, Cipayung, Jakarta Timur pada 9 Juli 2025.

    Kemudian di Sekolah Rakyat Sentra Mulya Jaya, Cipayung di Jakarta Timur serta Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Pengembangan Profesi (Pusdiklatbangprof) Margaguna, Cilandak, Jakarta Selatan, pada 14 Juli 2025.

    Selanjutnya, pemerintah pusat menjadwalkan pelaksanaan CKG untuk pelajar di sekolah dan madrasah di berbagai daerah pada Senin, 4 Agustus 2025.

    Adapun cakupan pemeriksaan hampir sama seperti pada CKG umum meliputi skrining organ mata, telinga, anemia, penyakit tidak menular (PTM) dan penyakit menular.

    Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
    Editor: Sri Muryono
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Eks Pejabat WHO Beberkan Ciri-ciri Suara Parau karena COVID-19 Stratus

    Eks Pejabat WHO Beberkan Ciri-ciri Suara Parau karena COVID-19 Stratus

    Jakarta

    Kementerian Kesehatan RI menyebut varian XFG atau yang belakangan dikenal Stratus sudah mendominasi setidaknya 75 persen dari total kasus COVID-19 di Indonesia pada Mei 2025. Bahkan meningkat menjadi 100 persen di Juni 2025.

    Meski sudah dominan, sejauh ini kasus yang bergejala berat atau membutuhkan perawatan intensif di rumah sakit dan ICU relatif tetap rendah. Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara Prof Tjandra Yoga Aditama mengingatkan laporan tersebut menandakan COVID-19 memang belum sepenuhnya lenyap.

    “Dengan itu, maka kita harus terima kenyataan bahwa dari waktu ke waktu akan ada saja laporan varian atau sub varian baru dari SARS-COV-2, baru2 ini ada Nimbus dan sekarang ada Stratus,” beber Prof Tjandra, yang juga seorang profesor pulmonologi, saat dihubungi detikcom Senin (28/7/2025).

    Sebagai catatan, stratus sebenarnya masuk ke dalam varian yang dipantau WHO atau variant under monitoring (VUM) sejak 25 Juni 2025. Sama seperti COVID-19 varian Nimbus yang ditetapkan masuk kategori tersebut di 23 Mei.

    “XFG atau Stratus dan juga nimbus adalah subvarian dari Omicron. Saat ini di dunia memang Nimbus yang dominan di dunia, tetapi Stratus juga makin banyak dan bukan tidak mungkin akan jadi paling banyak di dunia juga. Karena itu tidaklah heran kalau sekarang ada laporan bahwa Stratus jadi yang dominan di Indonesia,” lanjutnya.

    Meski gejala khas varian Stratus sulit dikenali, Prof Tjandra mewanti-wanti beberapa gejala yang perlu diwaspadai.

    “Gejala Stratus adalah suara parau, atau bahasa Inggrisnya hoarseness, scratchy, raspy voice,” tutur dia.

    Sejumlah pasien di Inggris bahkan mengaitkan keluhan tersebut dengan nyeri tak tertahankan seperti terkena benda tajam di bagian leher. Meski begitu, tidak semua gejala tersebut selalu berkaitan dengan infeksi COVID-19 varian Stratus.

    Untuk benar-benar memastikannya, tetap diperlukan tes atau pemeriksaan COVID-19 melalui rapid test maupun PCR.

    “Stratus atau XFG merupakan rekombinasi dari LF.7 dan LP.8.1.2. XFG juga punya empat mutasi. Secara keseluruhan hal ini dapat berdampak pada kemungkinan peningkatan kasus serta kemungkinan melemahnya proteksi,” sorot dia.

    “Walau sejauh ini vaksin COVID-19 yang sekarang masih dapat digunakan, khususnya untuk yang simtomatik dan kasus yang berat,” pungkasnya.

    Halaman 2 dari 2

    (naf/kna)

  • COVID-19 Stratus Dominan di RI, Masih Mempan Dilawan Vaksin? Ini Kata Kemenkes

    COVID-19 Stratus Dominan di RI, Masih Mempan Dilawan Vaksin? Ini Kata Kemenkes

    Jakarta

    Kementerian Kesehatan RI melaporkan varian baru COVID-19 bernama XFG atau dikenal Stratus, kini menjadi varian dominan di Indonesia. Pada Mei 2025, varian Stratus tercatat menyumbang 75 persen kasus COVID-19 di Tanah Air. Angka ini meningkat drastis hingga mencapai 100 persen pada Juni. Varian XEN juga sempat terdeteksi dengan kontribusi sebesar 25 persen pada Mei.

    Meski begitu, Kemenkes menegaskan varian yang saat ini beredar di Indonesia masih termasuk dalam kategori risiko rendah. Masyarakat diminta tetap tenang dan tidak panik, tetapi tetap disiplin menjalankan protokol kesehatan, terutama bagi kelompok yang rentan seperti lansia dan pengidap penyakit penyerta.

    “Varian dominan COVID-19 yang ada di Indonesia saat ini termasuk dalam kategori varian dengan risiko rendah, sehingga tidak perlu panik, namun tetap penting menjaga protokol kesehatan,” demikian laporan Kemenkes RI, dikutip Senin (28/7/2025).

    “XFG menjadi variant nomor 1 dalam hal Spread di mana per 13 Juni sudah terdeteksi di 130 negara (paling banyak dari Eropa dan Asia) per Juni 2025,” lanjut laporan tersebut.

    Adapun varian Stratus diketahui masuk ke dalam varian yang dipantau WHO atau variant under monitoring (VUM) sejak 25 Juni 2025. Sama seperti COVID-19 varian Nimbus yang ditetapkan masuk kategori tersebut di 23 Mei.

    Di sisi lain, Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara Prof Tjandra Yoga Aditama juga mengatakan laporan terbaru Kemenkes menandakan COVID-19 memang belum sepenuhnya lenyap.

    “Dengan itu, maka kita harus terima kenyataan bahwa dari waktu ke waktu akan ada saja laporan varian atau sub varian baru dari SARS-COV-2, baru2 ini ada Nimbus dan sekarang ada Stratus,” beber Prof Tjandra, yang juga seorang profesor pulmonologi, saat dihubungi detikcom Senin (28/7/2025).

    Apakah Vaksin Saat Ini Efektif Lawan Varian Stratus?

    Terkait efektivitas vaksin, Prof Tjandra menegaskan vaksin COVID-19 yang tersedia saat ini masih dapat digunakan, terutama dalam mencegah gejala berat dan kasus yang bersifat simtomatik.

    Hal serupa juga diungkapkan oleh Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kementerian kesehatan RI (Kemenkes), Aji Muhawarman. Menurutnya, XFG atau Stratus masih merupakan turunan dari varian Omicron, dengan demikian vaksin yang ada masih efektif digunakan.

    “Dengan demikian vaksin yang ada masih bisa digunakan dan ampuh untuk membangun imunitas tubuh terhadap COVID,” tuturnya saat dihubungi detikcom, Senin (28/7).

    Meski begitu, jumlah vaksin gratis yang disediakan saat ini sudah sangat terbatas. Di luar program pemerintah, vaksin COVID-19 masih bisa didapatkan secara mandiri.

    Dikutip dari laman Kemenkes RI, penerima vaksin gratis program pemerintah terbagi ke beberapa kelompok per 1 Januari 2024, yakni masyarakat lanjut usia, lanjut usia dengan komorbid, dewasa dengan komorbid, tenaga kesehatan yang bertugas di garda terdepan, ibu hamil, serta remaja usia 12 tahun ke atas dan kelompok usia lainnya dengan kondisi immunocompromised (orang yang mengalami gangguan sistem imun) sedang-berat.

    Sementara itu, sesuai Surat Edaran Dirjen Farmalkes HK.02.02/E/2571/2023 tentang Penyediaan Vaksin untuk Pelaksanaan Vaksin COVID-19 Pilihan, bagi masyarakat yang tidak masuk dalam kriteria di atas, imunisasi COVID-19 menjadi imunisasi pilihan secara mandiri, dan bisa didapatkan di seluruh fasilitas pelayanan kesehatan yang menyediakan layanan vaksinasi COVID-19.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video: Kasus Covid-19 di Singapura Melonjak, Bagaimana dengan Indonesia?”
    [Gambas:Video 20detik]
    (suc/naf)

    Varian Stratus Intai RI

    12 Konten

    COVID-19 di Indonesia kini didominasi varian XFG, atau dijuluki ‘varian stratus’. Varian ini mendominasi 75 persen kasus di bulan Mei 2025, dan 100 persen kasus di Juni.

    Konten Selanjutnya

    Lihat Koleksi Pilihan Selengkapnya

  • RI Dihantui COVID-19 ‘Stratus’, Ini Bedanya dengan Varian Lain

    RI Dihantui COVID-19 ‘Stratus’, Ini Bedanya dengan Varian Lain

    Jakarta

    Kementerian Kesehatan (Kemenkes) belum lama ini mengungkapkan COVID-19 varian XFG atau Stratus sudah terdeteksi di Indonesia. Bahkan, disebutkan Stratus saat ini menjadi varian yang paling dominan di Indonesia.

    Temuan ini diungkapkan berdasarkan pemantauan rutin yang dilakukan Kemenkes terkait penyakit pernapasan di 39 puskesmas, 25 rumah sakit, dan 14 balai karantina kesehatan.

    “Pada bulan Juni varian dominan di Indonesia adalah XFG dengan 75 persen pada Mei dan 100 Mei pada Juni. Lalu ada XEN sebesar 25 persen pada Mei,” ujar pihak Kemenkes belum lama ini.

    Sebenarnya apa yang berbeda dari Stratus dibanding varian yang sudah ada sebelumnya?

    Menurut dokter umum di Harvey Street dan Hannah Clinic London, Dr Kaywaan Khan varian Stratus memiliki karakteristik khusus yang membuatnya lebih rentan menginfeksi.

    Meski begitu, ia mengingatkan dampak infeksi dari varian Stratus tidak lebih fatal bila dibandingkan dengan varian Omicron yang juga sempat bikin heboh sebelumnya. Vaksin yang sudah disetujui juga tetap disarankan untuk mencegah keparahan gejala.

    “Berbeda dengan varian lain, Stratus memiliki mutasi tertentu pada protein spike yang membantunya menghindari antibodi yang terbentuk dari infeksi sebelumnya atau vaksinasi,” ujar Khan dikutip dari Cosmopolitan, Senin (28/7/2025).

    “Meski demikian, penting diingat Stratus tampaknya tidak lebih parah dibandingkan varian Omicron sebelumnya dalam hal tingkat keparahan penyakit, rawat inap, atau kematian,” sambungnya.

    Gejala Varian Stratus

    Secara umum COVID-19 Stratus menimbulkan gejala yang mirip dengan varian-varian sebelumnya. Misalnya, hilangnya indera penciuman dan pengecap.

    Namun, varian ini juga memiliki gejala khas, yaitu suara serak atau parau. Dr Khan menuturkan pemeriksaan COVID-19 perlu dilakukan bila mengalami gejala-gejala tersebut.

    “Salah satu gejala yang paling terlihat dari varian Stratus adalah suara serak, termasuk suara yang kasar atau parau,” ujar Dr Khan.

    Senada, Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara Prof Tjandra Yoga Aditama mengatakan gejala Stratus dapat berupa suara parau atau bahasa Inggrisnya hoarseness, scratchy, raspy voice.

    Sejumlah pasien di Inggris bahkan mengaitkan keluhan tersebut dengan nyeri tak tertahankan seperti terkena benda tajam di bagian leher. Meski begitu, tidak semua gejala tersebut selalu berkaitan dengan infeksi COVID-19 varian Stratus.

    Untuk benar-benar memastikannya, tetap diperlukan tes atau pemeriksaan COVID-19 melalui rapid test maupun PCR.

    “Stratus atau XFG merupakan rekombinasi dari LF.7 dan LP.8.1.2. XFG juga punya empat mutasi. Secara keseluruhan hal ini dapat berdampak pada kemungkinan peningkatan kasus serta kemungkinan melemahnya proteksi,” sorot dia.

    “Walau sejauh ini vaksin COVID-19 yang sekarang masih dapat digunakan, khususnya untuk yang simtomatik dan kasus yang berat,” pungkasnya.

    Selain itu, gejala lain dari infeksi COVID-19 varian Stratus menurut Menurut National Health Service (NHS) Inggris meliputi:

    Suhu tubuh tinggiMenggigilKehilangan atau perubahan indera penciuman dan pengecapSesak napasKelelahanBadan pegal-pegalSakit kepalaSakit tenggorokanHidung tersumbat atau berairHilang nafsu makanDiareMual dan muntah

    Pencegahan Infeksi COVID-19 Stratus

    Berkaitan dengan dengan dominasi varian Stratus di Indonesia, Kemenkes mengimbau masyarakat untuk tetap menerapkan gaya hidup bersih dan sehat. Pastikan juga untuk menerapkan etika batuk atau bersin untuk menghindari risiko penularan pada orang lain.

    Selain itu, pastikan untuk selalu menjaga kebersihan tangan dengan cuci tangan pakai sabun atau menggunakan hand sanitizer.

    Jika sedang sakit dan mengalami gejala COVID-19, sebaiknya segera lakukan pemeriksaan ke dokter. Terlebih bila ada riwayat kontak dengan faktor risiko.

    Penggunaan masker juga sangat disarankan apabila mengalami masalah kesehatan seperti batuk, pilek, atau demam.

    Halaman 2 dari 3

    Simak Video “Video Pernyataan Kemenkes Singapura Terkait Lonjakan Kasus Covid-19”
    [Gambas:Video 20detik]
    (avk/suc)

    Varian Stratus Intai RI

    13 Konten

    COVID-19 di Indonesia kini didominasi varian XFG, atau dijuluki ‘varian stratus’. Varian ini mendominasi 75 persen kasus di bulan Mei 2025, dan 100 persen kasus di Juni.

    Konten Selanjutnya

    Lihat Koleksi Pilihan Selengkapnya

  • Infografis Gelombang Baru Covid-19 di Indonesia hingga Antisipasi Penanganannya – Page 3

    Infografis Gelombang Baru Covid-19 di Indonesia hingga Antisipasi Penanganannya – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Kasus Covid-19 rupanya masih belum selesai. Di Indonesia, belakangan ini terjadi lonjakan kasus Covid-19. Hal itu seperti disampaikan Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin.

    Meski mengalami lonjakan, kenaikan kasus Covid-19 di Indonesia masih relatif kecil. Menkes Budi Gunadi Sadikin meminta masyarakat tak khawatir dengan peningkatan kasus Covid-19 di Tanah Air.

    “Itu mengenai covid, datanya seperti apa. Saya sampaikan bahwa Covid itu memang terjadi kenaikan, tapi kenaikan ini adalah varian-varian yang relatif tidak mematikan,” ujar Budi usai bertemu Presiden Prabowo Subianto di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa 3 Juni 2025.

    Untuk diketahui, Menkes Budi menemui Prabowo untuk melaporkan kasus Covid-19 di Indonesia terbaru. Meski mengalami kenaikan, dia meminta agar masyarakat tidak panik.

    “Jadi enggak usah terlalu dikhawatirkan supaya masyarakat enggak panik,” ucap Budi Gunadi Sadikin.

    Lalu, seperti apa kenaikan kasus Covid-19 di Indonesia? Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menemukan sebanyak 72 kasus positif covid-19 di Indonesia sejak Januari-Mei 2025. Kasus ini dideteksi dari hasil pemeriksaan terhadap ribuan spesimen.

    Bagaimana mengantisipasi agar kasus Covid-19 di Indonesia tak terus merangkak naik? Direktur Pascasarjana Universitas YARSI dan Adjunct Professor Griffith University Australia, Prof. Tjandra Yoga Aditama memaparkan setidaknya ada 5 cara penting.

    Salah satunya Pemerintah harus terus meningkatkan surveilans epidemiologik guna mengetahui jumlah kasus, kematian, serta pasien yang dirawat di fasilitas kesehatan.

    Lantas, berapa angka kasus Covid-19 di Indonesia sampai saat ini? Bagaimana antisipasi penanganan kasus Covid-19 di Indonesia? Simak selengkapnya dalam rangkaian Infografis berikut ini:

  • Covid-19 Kembali Meneror, Seberapa Mengerikan? – Page 3

    Covid-19 Kembali Meneror, Seberapa Mengerikan? – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Setelah lima tahun lalu memorak-porandakan dunia, Covid-19 kembali meneror. Sejumlah negara-negara Asia Tenggara seperti Thailand, Malaysia, Singapura, dan Hong Kong, kembali diserang virus mematikan itu. Tidak terkecuali di Indonesia.

    Ketua Majelis Kehormatan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, Profesor Tjandra Yoga Aditama, menyampaikan bahwa peningkatan kasus Covid-19 di negara tetangga, seperti Thailand yang kembali mencatat ribuan kasus dan kematian dalam waktu singkat, harus menjadi alarm bagi Indonesia.

    “Sudah ada sekolah di Samut Prakan, Thailand, yang kembali menerapkan pembelajaran daring karena peningkatan kasus. Ini menjadi alarm bahwa Covid-19 belum sepenuhnya hilang,” ujar Tjandra dilansir Antara, Rabu, 4 Juni 2025.

    Pemerintah Thailand mengumumkan penutupan sementara sekolah dan kembali menerapkan pembelajaran online setelah lonjakan kasus Covid-19 terjadi di penghujung Mei 2025. Dalam kurun waktu 25–31 Mei 2025, tercatat sebanyak 65.880 kasus baru dan 3 kematian akibat infeksi SARS-CoV-2.

    Menteri Kesehatan Masyarakat Thailand, Somsak Thepsuthin, menyatakan bahwa angka tersebut menandai titik puncak kasus Covid di Thailand tahun ini, namun masyarakat tetap diminta untuk waspada karena penularan masih cukup tinggi.

    “Meski penyebaran virus SARS-CoV-2 telah melewati puncaknya, warga, terutama kelompok berisiko tinggi, tetap harus mengenakan masker dan rajin mencuci tangan karena tingkat infeksi mingguan masih tinggi,” ujar Somsak dalam konferensi pers pada Senin, 2 Juni 2025.

    Sementara itu, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia melalui Plt Direktur Jenderal Penanggulangan Penyakit, Murti Utami, sudah mengeluarkan Surat Edaran (SE) tentang Kewaspadaan terhadap Peningkatan Kasus Covid-19 pada 23 Mei 2025.

    Isi SE bernomor SR.03.01/C/1422/2025 tersebut mengenai peningkatan kewaspadaan akan Covid mengingat kasus di beberapa negara Asia seperti Thailand, Hong Kong, Malaysia dan Singapura sudah naik.

    “Memasuki minggu ke-12 tahun 2025 sampai dengan saat ini, Covid-19 menunjukkan peningkatan di beberapa negara di kawasan Asia, yaitu Thailand, Hong Kong, Malaysia maupun Singapura,” tulis Murti Utami.

    Lewat surat edaran tersebut, Kemenkes meminta agar Dinas Kesehatan serta beberapa UPT lebih waspada menghadapi Covid.

    “Surat edaran ini bertujuan dalam rangka meningkatkan kewaspadaan Covid-19 maupun penyakit potensial KLB/wabah lainnya bagi Dinas Kesehatan, UPT Bidang Kekarantinaan Kesehatan, UPT Bidang Laboratorium Kesehatan Masyarakat, Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan para pemangku kepentingan,” tulis Murti Utami.

    Saat ini, Kemenkes mencatat ada tujuh kasus Covid-19 di tanah air. Kasus tersebut tercatat pada minggu ke-22 tahun 2025, tepatnya 25 Mei-31 Mei 2025.

    Data ini dilihat berdasarkan laman resmi Infeksi Emerging Kemenkes RI yang Health Liputan6.com pantau pada Selasa sore, 3 Juni 2025. Dari data tersebut juga terlihat ada satu kasus sembuh dari infeksi virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19.

    Sebuah perusahaan perhiasan Israel membuat masker wajah Covid-19 termahal di dunia. Masker itu dipatok dengan harga 1,5 juta Dolar Amerika dengan lapisan emas putih 18 karat bertabur 3600 berlian putih dan hitam.

  • Vaksinasi ulangan COVID-19 jadi rekomendasi untuk kelompok berisiko

    Vaksinasi ulangan COVID-19 jadi rekomendasi untuk kelompok berisiko

    Jakarta (ANTARA) – Ketua Majelis Kehormatan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Prof Tjandra Yoga Aditama mengatakan vaksinasi ulangan COVID-19 menjadi rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk kelompok risiko tinggi.

    Yang sekarang ada dalam rekomendasi WHO adalah vaksin ulangan satu tahun sesudah vaksinasi yang lalu.

    “Tapi utamanya untuk kelompok risiko tinggi, seperti lansia dan mereka dengan komorbid berat,” kata dia saat dihubungi di Jakarta, Kamis.

    Pada akhir Mei lalu, kasus COVID-19 dilaporkan meningkat di sejumlah negara seperti Singapura, Thailand, Hong Kong dan Malaysia.

    Hal ini menyebabkan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menerbitkan surat edaran tentang kewaspadaan terhadap peningkatan kasus COVID-19, yang ditujukan pada berbagai jajaran kesehatan di daerah termasuk Dinas Kesehatan.

    Tjandra mengatakan, pemerintah harus terus meningkatkan pengamatan yang sistematis dan berkelanjutan (surveilans) epidemiologik untuk mengetahui jumlah kasus dan kematian serta pasien di pelayanan kesehatan.

    Selain itu juga melakukan surveilans genomik untuk mengetahui varian atau subvarian yang masih dan sedang beredar dan menginformasikannya kepada masyarakat.

    Dia juga mengingatkan masyarakat untuk terus menerapkan perilaku hidup bersih sehat (PHBS) untuk meningkatkan daya tahan tubuh sehingga menurunkan risiko terkena COVID-19 ataupun penyakit dan masalah kesehatan lainnya.

    “(PHBS) Ini adalah modalitas utama kita, yang selalu harus kita lakukan, ada atau tidaknya peningkatan kasus COVID-19,” ujar Tjandra yang menjabat sebagai Direktur Pascasarjana Universitas YARSI itu.

    Dia mengatakan, peningkatan kasus COVID-19 di beberapa negara tak perlu disikapi dengan panik tetapi masyarakat tetap harus waspada.

    Sementara itu di Jakarta, Gubernur Jakarta Pramono Anung menunggu arahan Kemenkes terkait kasus COVID-19 di wilayah Jakarta. Dia menyerahkan sepenuhnya keputusan termasuk imbauan penggunaan masker bagi penumpang transportasi umum kepada Kemenkes.

    Adapun di DKI Jakarta, tercatat 17 orang positif COVID-19. Dua orang warga Jakarta Timur dan sudah dinyatakan sembuh pada akhir Mei lalu. Sementara itu, 15 orang lainnya warga Jakarta Selatan dilaporkan positif COVID-19.

    Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
    Editor: Sri Muryono
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Travelling Saat Asia Dihantui COVID-19, Butuh Vaksin Apa Saja? Ini Saran Dokter

    Travelling Saat Asia Dihantui COVID-19, Butuh Vaksin Apa Saja? Ini Saran Dokter

    Jakarta

    Kasus COVID-19 tengah meningkat lagi di Asia, namun sejauh ini tidak ada pengetatan terkait perjalanan lintas negara. Bertepatan dengan long weekend, kira-kira butuh vaksin apa saja ya jika mau travelling ke luar negeri?

    Sejak status kedaruratan pandemi COVID-19 dilonggarkan, vaksin COVID-19 memang sudah tidak lagi menjadi syarat untuk bepergian ke luar negeri. Begitupun, peningkatan kasus yang terjadi belakangan ini, oleh para pakar dinilai normal atau tidak mengkhawatirkan meski tetap perlu diwaspadai.

    Konsultan alergi dan imunologi klinik, dr Muthmainnah, SpPD-KAI mengatakan persyaratan vaksin terkadang memang diberlakukan untuk memasuki negara tertentu. Bukan untuk COVID-19, melainkan untuk beberapa penyakit lain sebagaimana diatur oleh regulasi negara tersebut.

    “Kalau ke India kita haris tifoid. Kalau ke negara meningitis belt itu kita disarankan vaksinasi meningitis,” kata dr Muthmainnah saat berbincang dengan detikcom, di Depok Rabu (28/5/2025).

    “Tapi secara umum influenza itu kita harusnya sudah terproteksi ya, karena kan sifatnya umum. Risikonya seluruh dunia, vaksin dasar,” lanjutnya.

    Beberapa vaksin juga direkomendasikan jika ingin bepergian ke luar negeri. Di antaranya, menurut dr Muthainnah, adalah tifoid (tipes) dan hepatitis.

    NEXT: Situasi COVID-19 saat ini

    Beberapa negara di Asia melaporkan peningkatan kasus COVID-19 belakangan ini, di antaranya Thailand dan Singapura. Ada banyak faktor yang memicu peningkatan, salah satunya surveilans dan pencatatan yang baik.

    “Bahkan saat situasi normal, mereka tetap rajin mencatat dan melaporkan,” kata Prof Tjandra Yoga Aditama, dokter paru senior yang juga pernah menjabat direktur penyakit menular WHO Asia Tenggara, baru-baru ini.

    Kalaupun terjadi fluktiasi kasus seperti saat ini, menurut Prof Tjandra sangat dimungkinkan. Yang terpenting adalah bagaimana otoritas kesehatan memantau perkembangan kasus, kematian, hingga pola genomik virus.

    “Varian yang mendominasi masih JN.1 dan turunannya seperti LF.7 dan NB 1.8,” jelasnya.

    Bagaimana situasi di Indonesia? Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) Dante Saksono Harbuwono mengatakan, ada beberapa kasus yang teridentifikasi namin jumlahnya tidak banyak.

    “Yang penting masyarakat tetap jaga 3M, mencuci tangan, menjaga jarak, memakai masker. Itu tetap kita harus waspadai,” pesan Wamenkes.

    Simak Video “Video: Kasus Covid-19 di Singapura Melonjak, Bagaimana dengan Indonesia?”
    [Gambas:Video 20detik]

  • Fakta-fakta Kenaikan COVID-19 di Asia, RI Juga Perlu Waspada

    Fakta-fakta Kenaikan COVID-19 di Asia, RI Juga Perlu Waspada

    Jakarta

    Kasus COVID-19 di beberapa negara Asia dilaporkan mengalami kenaikan. Di antaranya Singapura, Thailand, Hong Kong, dan China.

    Prof Tjandra Yoga Aditama, Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara periode 2018-2020, mengingatkan virus Corona belum benar-benar hilang. Meski kasusnya tidak seganas di masa puncak pandemi, virus ini masih perlu dipantau dengan ketat oleh para ahli di berbagai negara, termasuk Indonesia.

    “Beberapa negara tetangga mengalami peningkatan kasus. Itu terjadi karena mereka punya sistem surveilans yang rapi dan konsisten. Bahkan saat situasi normal, mereka tetap rajin mencatat dan melaporkan,” kata Prof Tjandra baru-baru ini.

    Menurut Prof Tjandra, kenaikan kasus COVID-19 yang terjadi ini menandakan kemungkinan adanya fluktuasi kasus. Untuk dapat mengetahuinya, otoritas kesehatan perlu terus memantau jumlah kasus, angka kematian, hingga pola genomik virus.

    “Sampai sekarang, belum ada varian baru yang jadi penyebab lonjakan kasus. Varian yang mendominasi masih JN.1 dan turunannya seperti LF.7 dan NB.1.8,” sambungnya.

    Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes RI) Aji Muhawarman memastikan belum ada varian XEC sublineage atau turunan dari Omicron masuk ke Indonesia. Salah satu varian terbaru SARS-CoV2 tersebut belakangan tengah menyebar antara lain di Thailand.

    “Yang XEC itu masih di Jepang, Singapura, sama Thailand. Jadi masih belum masuk ke sini. Kami dapat laporan XEC itu ringan gejalanya,” kata Aji saat ditemui di Jakarta Pusat, Selasa (27/5/2025).

    Dokter Paru Minta RI Tak Lengah

    Pengurus Perhimpunan Dokter Spesialis Paru Indonesia (PDPI) Dr dr Erlina Burhan, SpP(K), MSc, menegaskan bahwa COVID-19 masih ada, tapi jumlahnya sangat sedikit. Jadi, ia menyarankan untuk tetap waspada dan tidak lengah terhadap virus tersebut.

    “Intinya yang saya sampaikan adalah kita jangan lengah, karena buktinya negara tetangga naik kasusnya,” terang Prof Erlina saat dihubungi detikcom, Selasa (27/5).

    “Tapi, jangan panik juga. Karena tren yang sekarang menyerang itu adalah tren dari anak cucunya Omicron yaitu JN.1. Dan JN.1 ini gejalanya ringan-ringan saja, persis seperti flu. Jadi gejalanya ringan,” sambungnya.

    Namun, orang-orang dengan imunitas yang kurang bagus, orang tua atau lansia, dan orang dengan komorbid harus perlu hati-hati terhadap COVID-19. Prof Erlina menyebut, orang-orang yang harus dirawat di rumah sakit akibat COVID-19 umumnya orang-orang tua di atas 64 tahun, dengan komorbid, dan belum divaksin.

    NEXT: Wanti-wanti jelang long weekend

    Wanti-wanti Dokter Paru Jelang Long Weekend

    Spesialis paru dr Erlang Samoedro, SpP(K) menjelaskan infeksi COVID-19 saat ini sudah mirip dengan flu musiman. Gejala yang cenderung ringan karena daya tahan tubuh masyarakat yang jauh lebih baik pasca pandemi.

    Maka dari itu, pencegahan COVID-19 jelang long weekend atau libur panjang ini cukup dilakukan dengan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat secara umum saja.

    “Karena ini sudah dianggap ringan, jadi kita ya untuk kewaspadaan sendiri aja. Terutama untuk orang-orang yang punya komorbid, kemudian orang-orang yang punya orang tua, kemudian anak-anak itu yang rentan terhadap infeksi seperti itu,” kata dr Erlang ketika berbincang dengan detikcom, Selasa (27/5).

    “Iya betul, perilaku hidup bersih sehat sama seperti COVID yang dulu, pakai masker, cuci tangan, hindari kerumunan itu aja sih,” sambungnya.

    Meski gejala yang timbul akibat COVID-19 saat ini cenderung ringan, dr Erlang menekankan untuk jangan sampai terlena hingga tidak menerapkan perlindungan sama sekali.

    Khususnya bagi kelompok lansia dan orang dengan komorbid, seperti diabetes, penyakit paru kronik, penyakit jantung, stroke, dan sebagainya.

    “Yang jadi masalah sebenarnya, kalau pada orang-orang yang rentan. Seperti anak-anak atau bayi, balita, kemudian orang tua dan yang punya komorbid, itu kadang-kadang infeksi yang sedikit saja, yang ringan saja, itu membuat komorbidnya jadi tambah berat,” pungkasnya.

    Simak Video “Video: Kasus Covid-19 di Singapura Melonjak, Bagaimana dengan Indonesia?”
    [Gambas:Video 20detik]

  • Ingat COVID-19 Masih Ada! Tak Perlu Panik, Tapi Sebaiknya Waspada

    Ingat COVID-19 Masih Ada! Tak Perlu Panik, Tapi Sebaiknya Waspada

    Jakarta

    Di tengah euforia long weekend dan aktivitas masyarakat yang mulai kembali normal, pakar mengingatkan COVID-19 belum benar-benar hilang. Meski kasus tak lagi seganas di masa puncak pandemi, virus ini masih ada dan terus dipantau ketat para ahli di berbagai negara, termasuk Indonesia.

    Thailand misalnya, belakangan mencatat 50 ribu kasus COVID-19 dalam sepekan, dengan 5 kasus di antaranya meninggal dunia. Peningkatan dilaporkan selama musim hujan dan mobilitas tinggi. Singapura juga sempat mencatat lebih dari 15 ribu kasus dalam satu minggu terakhir.

    “Beberapa negara tetangga mengalami peningkatan kasus. Itu terjadi karena mereka punya sistem surveilans yang rapi dan konsisten. Bahkan saat situasi normal, mereka tetap rajin mencatat dan melaporkan,” kata Prof Tjandra Yoga Aditama Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara periode 2018-2020 baru-baru ini.

    Ia menekankan COVID-19 masih eksis di banyak negara yang artinya fluktuasi kasus sangat mungkin terjadi. Hal yahg menjadi kunci, menurutnya, adalah bagaimana otoritas kesehatan terus memantau jumlah kasus, angka kematian, hingga pola genomik virus.

    “Sampai sekarang, belum ada varian baru yang jadi penyebab lonjakan kasus. Varian yang mendominasi masih JN.1 dan turunannya seperti LF.7 dan NB.1.8,” jelasnya.

    Vaksinasi Tambahan

    Meski tidak terjadi lonjakan signifikan, penting untuk tetap melalukan vaksinasi COVID-19 tambahan, terutama bagi kelompok rentan, seperti lansia dan mereka dengan imunitas tubuh lemah.

    “Anjuran umum adalah vaksinasi ulang setahun setelah vaksin sebelumnya. Di Amerika, seperti di New York, toko-toko farmasi seperti CVS masih menyediakan pojok vaksinasi COVID-19, walau kasusnya rendah,” ujar Prof Tjandra.

    NEXT: Langkah penting

    Tiga Langkah Penting

    Menurutnya, ada tiga hal penting yang perlu terus dilakukan pemerintah Indonesia:

    Perkuat surveilans epidemiologik dan genomik di dalam negeri.Pantau ketat dinamika kasus di negara lain, khususnya negara tetangga, lewat kerja sama regional dan global seperti ASEAN dan WHO.Meski belum perlu ada pembatasan perjalanan, kewaspadaan tetap harus dijaga.

    “Jadi, walau belum ada sinyal bahaya besar, kita nggak boleh lengah. COVID-19 masih ada, dan kita harus tetap waspada,” tegas Prof Tjandra.

    Simak Video “Video: Kasus Covid-19 di Singapura Melonjak, Bagaimana dengan Indonesia?”
    [Gambas:Video 20detik]