Tag: Titi Anggraini

  • AHY perintahkan kader Demokrat dorong pembahasan revisi UU Pemilu

    AHY perintahkan kader Demokrat dorong pembahasan revisi UU Pemilu

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Jansen Sitindaon mengatakan bahwa Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono alias AHY memerintahkan para kadernya mendorong agar revisi Undang-Undang atau RUU tentang Pemilihan Umum (Pemilu) segera dibahas.

    Untuk itu, dia mengatakan bahwa Partai Demokrat menggelar forum diskusi mengenai RUU Pemilu bertajuk “Diskusi Publik tentang Revisi Paket RUU Pemilu”. Adapun forum itu mengundang berbagai narasumber mulai dari peneliti, penyelenggara pemilu, hingga pemerintah.

    “Kalau bisa bolak-balik ini RUU Pemilu ini dibahas mulai sekarang, memang itulah perintah Ketua Umum kami mas AHY,” kata Jansen dalam diskusi tersebut yang digelar di Kantor DPP Partai Demokrat, Jakarta, Senin.

    Ke depannya, dia mengatakan bahwa Partai Demokrat akan menggelar diskusi-diskusi serupa mengenai RUU Pemilu.

    Dalam diskusi tersebut, dia ingin menggali terkait beragam usulan untuk pelaksanaan sistem pemilu ke depan, di antaranya mengenai ide pemilu legislatif tertutup atau terbuka, dan sistem politik setelah putusan ambang batas pencalonan.

    Di sisi lain, dia mengatakan bahwa usulan Presiden Prabowo Subianto mengenai Pilkada yang dipilih oleh DPRD juga perlu dibahas. Pasalnya, hal itu mempertimbangkan biaya politik yang mahal.

    Sementara itu, Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan bahwa revisi UU Pemilu nantinya perlu ditindaklanjuti dengan simulasi. Maka, kata dia, revisi tersebut tidak boleh ditunda-tunda untuk dibahas.

    “Makanya harus dibahas sekarang RUU Pemilu-nya, supaya kita sempat simulasi gitu. Jangan sampai nanti di ujung, simulasi terburu-buru, sistemnya tidak mapan,” kata Titi.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Rangga Pandu Asmara Jingga
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Skandal Jet Pribadi KPU di Pemilu 2024: Kejanggalan Pengadaan hingga Dugaan Mark Up Rp19,2 M – Halaman all

    Skandal Jet Pribadi KPU di Pemilu 2024: Kejanggalan Pengadaan hingga Dugaan Mark Up Rp19,2 M – Halaman all

    Laporan khusus Tribunnews.com

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Komisi Pemilihan Umum (KPU) kembali menjadi sorotan publik setelah Transparency International Indonesia (TII) mengungkap dugaan mark-up anggaran dalam pengadaan sewa private jet atau jet pribadi untuk Pemilu 2024. 

    Temuan ini memunculkan pertanyaan serius mengenai transparansi dan akuntabilitas lembaga penyelenggara pemilu di Indonesia.​

    Adanya pengadaan sewa jet pribadi oleh KPU pada masa Pemilu 2024 terungkap saat dari anggota DPR RI, Riswan Tony dari Fraksi Golkar menyindir gaya hidup anggota KPU yang dianggap terlalu mewah. Bahkan, ia menyebut seperti tokoh fiksi Don Juan, karena kedapatan menyewa private jet dengan anggaran besar.

    “Punya uang Rp 56 triliun itu kaget. Akibatnya, ada yang sudah kayak Don Juan, sewa private jet, belum lagi dugem-nya,” kata Riswan di ruang rapat Komisi II DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (15/5/2024).

    Pernyataan ini langsung memantik perhatian publik dan menimbulkan pertanyaan, untuk apa private jet digunakan selama proses pemilu?

    Respons dari Ketua KPU, Hasyim Asy’ari, pun tak kalah menarik. Ia membantah jet pribadi itu untuk kepentingan pribadi.

    Ia mengakui bahwa selama Pemilu 2024, KPU menyewa private jet untuk memastikan distribusi logistik berjalan tepat waktu. Namun, ia mengaku tidak mengetahui berapa unit pesawat yang digunakan dan membantah adanya penyimpangan.

    “Kalau pesawat kan pesawat sewaan untuk monitoring logistik. Pengadaan logistik kita cuma 75 hari lho dan yang bertanggung jawab KPU. Kalau logistik gagal 14 Februari gagal, siapa yang dimintai tanggung jawab?” kata Hasyim.

    Dugaan Mark Up Rp19,2 Miliar dan Sederet Kejanggalan Pengadaan

    Rupanya, TII sudah lama melakukan investigasi terkait pengadaan sewa private jet oleh pihak KPU ini.

    Berdasarkan penelusuran TII melalui Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SIRUP) dan Aplikasi Monitoring dan Evaluasi Lokal (AMEL) LKPP, ditemukan dua kontrak dengan penyedia layanan penyewaaan private jet, PT Alfalima Cakrawala Indonesia. 

    Kontrak pertama tertanggal 6 Januari 2024 senilai Rp40.195.588.620 dan kontrak kedua tertanggal 8 Februari 2024 senilai Rp25.299.744.375, sehingga totalnya mencapai Rp65.495.332.995.

    Padahal, pagu anggaran yang tercantum dalam Rencana Umum Pengadaan (RUP) hanya sebesar Rp46.195.659.000, menyisakan selisih sebesar Rp19.299.673.995 yang diduga merupakan mark-up anggaran.

    “Dengan selisih ini ada dugaan mark-up dalam penyewaan private jet,” peneliti TII, Agus Sarwono.

    Agus mengungkapkan, TII menemukan kejanggalan lain dari perusahaan PT Alfalima Cakrawala Indonesia yang mendapatkan pekerjaan penyediaan private jet yang disewa KPU.

    Rupanya, perusahaan tersebut baru didirikan pada tahun 2022 alias baru beroperasi dua tahun.

    Keterangan pekerjaan dari paket pengadaan tersebut bertuliskan “Sewa Dukungan Kendaraan Distribusi Logistik untuk Monitoring dan Evaluasi Logistik Pemilu 2024”. 

    TII menilai ada kejanggalan dalam Rencana Umum Pengadaan (RUP) ini. Sebab, paket pengadaan ini tidak secara spesifik menyebutkan jenis kendaraan apa yang akan disewa oleh KPU.

    Kemudian, paket pengadaan sewa kendaraan ini menggunakan metode e-purchasing, yang cenderung tertutup, sehingga publik tidak dapat mengetahui bagaimana proses penawaran terjadi, termasuk alasan mengapa penyedia tertentu yang dipilih.

    TII juga menemukan ketidaksesuaian antara waktu penggunaan private jet dengan kebutuhan distribusi logistik Pemilu 2024. 

    Menurut rilis KPU, distribusi logistik hingga ibu kota kabupaten/kota dijadwalkan selesai pada 16 Januari 2024, sementara penggunaan private jet tercatat hingga Juni 2024, jauh setelah tahapan distribusi logistik selesai.

    Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai urgensi dan tujuan penggunaan private jet tersebut.

    “Selain soal urgensi penggunaan private jet dalam logistik pemilu, ada dugaan penggunaan private jet justru tidak digunakan untuk hal tersebut. Ini semakin memunculkan kuatnya indikasi kerugian negara dalam pengadaan sewa private jet,” ujar peneliti TII, Agus Sarwono.

    Saat ini, TII belum melaporkan temuan ini ke aparat hukum, tapi hasilnya bisa digunakan sebagai bahan kajian lebih lanjut.

    Siapa Saja Penumpang Private Jet?

    Ia juga meminta KPU membuka data penggunaan private jet, termasuk daftar penumpang, karena penggunaannya yang tidak jelas menimbulkan keanehan.

    Alih-alih mengupayakan efisiensi anggaran, ia menilai, keanehan terjadi ketika KPU memilih menggunakan private jet untuk menjangkau daerah-daerah terpencil, baik untuk mendistribusikan logistik ataupun memonitoring distribusi logistik pemilu.

    “Pesawat komersil itu bisa menjangkau daerah terluar, kok. Pertanyaannya, kenapa tidak menggunakan pesawat komersil?” ucapnya.

    Alasan Temuan Baru Dipublikasi

    Agus menjelaskan, pihaknya baru mempublikasikan temuan ini setelah Pemilu 2024 karena proses penelusuran yang lama.

    Awalnya, isu pengadaan private jet muncul dari rapat Komisi II DPR pada September 2024, namun tidak didalami lebih jauh.

    TII kemudian melakukan penyelidikan mendalam, termasuk analisis anggaran dan dokumen pengadaan, meski terkendala akses informasi.

    “Karena lagi-lagi kan informasinya itu umum banget ya, ‘sewa kendaraan untuk monitoring distribusi logistik’, ini kan maknanya apa. Ini apa mereka itu sewa pesawat untuk distribusi atau distribusi monitoring?” ujar Agus.

    Agus menegaskan bahwa proses pengadaan ini perlu transparansi, apalagi klaim pemerintah tentang pengadaan digital yang minim praktik korupsi tidak sepenuhnya terbukti.

    Eks Ketua KPU Curiga Sewa Jet untuk Kepentingan Tertentu: Pasti Sekjen Tahu

    Pegiat pemilu sekaligus dosen Universitas Indonesia (UI), Titi Anggraini dan Direktur Eksekutif Network for Democracy and Electoral Integrity (NETGRIT), Hadar Nafis Gumay di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Rabu (7/8/2024).  (Tribunnews.com/Mario Christian Sumampaow)

    Mantan Ketua KPU RI, Hadar Nafis Gumay, menyatakan temuan investigasi TII menjadid sinyal buruk bagi kondisi lembaga penyelenggara pemilu di Tanah Air.

    “Kalau sudah membaca laporan investigasi dari TII, itu indikasinya (korupsi) menurut saya cukup kuat,” tegas Hadar, Rabu (30/4).

    Menurutnya, pengadaan sewa private jet dengan anggaran besar dan waktu yang dianggap tidak relevan tidak masuk akal, mengingat tahapan logistik pemilu telah terjadwal jauh hari.

    “Jadi itu sudah bisa direncanakan. Jadi tidak perlu dilakukan mepet dengan kemudian menggunakan private jet yang bisa terbang seenak jadwalnya. Karena itu kan biayanya lebih tinggi,” ujarnya.

    Hadar juga menilai alasan penggunaan jet untuk menjangkau daerah terpencil tidak berdasar. Ia menyebut jalur transportasi umum sudah memadai dan KPU pusat bisa menugaskan KPU daerah untuk memastikan kesiapan pemilu.

    Yang paling tajam, Hadar menduga kuat bahwa pengadaan sewa jet ini tak mungkin terjadi tanpa sepengetahuan Sekretaris Jenderal (Sekjen) KPU, Bernad Dermawan Sutrisno.

    “(Sekjen KPU) sudah pasti tahu (soal pengadaan sewa private jet). Sudah pasti. Tidak mungkin tidak tahu,” tegas Hadar.

    Ia menambahkan, “Sekjen itu dibuat untuk men-support kerja komisioner dalam menyelenggarakan pemilu. Memang tugas mereka, Kesekjenan. Ya harus dikerja mereka, ditanya itu.”

    Sebagai Direktur Eksekutif Network for Democracy and Electoral Integrity (NETGRIT), Hadar mendorong agar aparat hukum segera menyelidiki dugaan penyimpangan tersebut. Ia mengingatkan, seluruh penggunaan uang negara wajib dipertanggungjawabkan secara transparan dan sesuai aturan.

    “Penegakan hukum penting dilakukan agar citra penyelenggara pemilu tidak bertambah hancur,” pungkasnya.

    Tribunnews.com telah berupaya menghubungi Ketua KPU Mochammad Afifuddin, serta beberapa anggota KPU, di antaranya Betty Epsilon Idroos, Idham Holik, dan Yulianto Sudrajat.

    Namun, hingga berita ini ditulis, belum ada respons dari semua anggota KPU RI tersebut mengenai isu pengadaan sewa private jet ini.

    Bagaimana pendapat Anda tentang dugaan mark-up dalam pengadaan sewa private jet oleh KPU? Bagikan opini Anda di kolom komentar dan sebarkan artikel ini di media sosial untuk meningkatkan kesadaran publik.​

     

     

     

  • UU TNI Bisa Ciptakan Ancaman Digital, Ini Pasalnya

    UU TNI Bisa Ciptakan Ancaman Digital, Ini Pasalnya

    Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah kembali menghidupkan dwifungsi TNI dan memberikan tugas tambahan kepada TNI untuk menanggulangi ancaman pertahanan siber.

    UU TNI dalam pasal 7 menjelaskan tugas-tugas pokok TNI yang ditambahkan yakni membantu dalam upaya menanggulangi ancaman pertahanan siber, dengan penjelasan bahwa TNI berperan serta dalam upaya menanggulangi ancaman siber pada sektor pertahanan (cyber defense).

    Dosen Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera Bivitri Susanti menyebutkan bahwa UU TNI bisa berdampak pada demokrasi Indonesia. Saat ini, ada 3 alat negara untuk mempertahankan keamanan negara yakni TNI, polisi, dan juga BIN.

    “Alat negara harusnya tidak mengambil keputusan politik, sebab mereka hanya pelaksana. Sebagai alat negara, TNI dan polisi diberikan akses pada senjata dan bisa melakukan kekerasan,” ungkapnya dalam Workshop Kebijakan Publik dan Demokrasi di AJI Jakarta, Sabtu (22/3/2025).

    Bivitri mengatakan bahwa TNI tidak seharusnya ada dalam jajaran masyarakat sipil. Sebab, TNI dididik secara militer, sehingga dari cara berpikir dan bertindak saja sudah berbeda dengan orang-orang sipil.

    “Sebagai alat negara, TNI tidak boleh ada di jajaran pemerintahan yang demokrasi, karena mereka dididik secara militer. Dalam ilmu perundang-undangan, ada analisis dampak, maka dampaknya adalah akan muncul antikritik an tidak transparan. Apalagi TNI juga menangani wilayah cyber,” ungkapnya.

    Dia mengatakan bahwa UU TNI yang baru saja disahkan akan sangat mungkin membuat kebebasan dan demokrasi berkurang, dan ini juga membuat korporasi di bidang IT menjadi khawatir.

    “Dengan karakter militer yang memegang jabatan sipil, maka akan muncul karakter tidak transparan dan kalau memberikan kritik, bisa dibungkam. Ingat, UU TNI juga masuk ranah cyber,” katanya.

    Dalam kesempatan yang sama, Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengungkapkan pada 2024, indeks demokrasi Indonesia turun 3 peringkat dari tahun sebelumnya, yakni menjadi 6.44. Aspek ‘kultur politik’ dan ‘kebebasan civil’ mendapat skor terendah.  Skor kultur politik di Indonesia hanya 5.00 dan kebebasan sipil hanya 5.29. 

    Titi menyebut ada anomali yang terjadi di 2024. Biasanya, tahun-tahun Pemilu indeks demokrasi biasanya naik. Sebab, pemilu merupakan salah satu indikator demokrasi berjalan secara prosedural.

    Namun, pada 2024, hal itu tak berlaku. Padahal, di tahun tersebut Indonesia tetap menyelenggarakan Pemilu. Dia menilai ini dipengaruhi oleh implementasi Pemilu yang suram. Menurut Titi, ketidaktransparansi bisa menyebabkan aksi korupsi hingga penurunan demokrasi.

  • Desentralisasi Politik Daerah Bakal Kokoh Jika MK Kabulkan Syarat Caleg Harus Berasal dari Dapilnya – Halaman all

    Desentralisasi Politik Daerah Bakal Kokoh Jika MK Kabulkan Syarat Caleg Harus Berasal dari Dapilnya – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pakar Hukum Kepemiluan Universitas Indonesia (UI), Titi Anggraini menilai uji materi Undang-Undang Pemilu yang diajukan sejumlah mahasiswa ke Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai syarat domisili Calon Legislatif (Caleg) di Daerah Pemilihan (Dapil) dapat menguntungkan kader-kader partai politik di daerah.

    “Karena bisa memperkuat kelembagaan partai politik di daerah dan memperkokoh desentralisasi politik. Selain itu, ini juga akan memperbesar peluang keterpilihan putra-putri daerah dalam kontestasi politik nasional,” ujar Titi saat dikonfirmasi, Sabtu (8/3/2025).

    Menurutnya, jika gugatan ini dikabulkan MK, para caleg harus memastikan diri memenuhi syarat domisili sesuai dengan dapil tempat mereka mencalonkan diri.

    Titi menilai permohonan ini layak diapresiasi karena menekankan pentingnya keterhubungan antara caleg dan daerah yang mereka wakili.

    “Didasari oleh besarnya jumlah caleg yang tidak berdomisili di daerah pemilihannya, tidak lahir dan juga tidak pernah bersekolah di dapil tempat mereka dicalonkan,” jelasnya.

    Adapun para mahasiswa yang mengajukan gugatan ini ingin agar syarat domisili bagi caleg DPR dan DPRD disamakan dengan caleg DPD.

    Hal ini merujuk pada putusan MK No.10/PUU-VI/2008 yang mewajibkan caleg DPD berdomisili di dapil atau provinsi tempat mereka mencalonkan diri.

    Lebih 50 Persen Calon Pileg Tidak Berdomisili di Dapilnya, Mahasiswa Gugat ke MK

    Aliansi Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Stikubank Semarang mengajukan gugatan terhadap Pasal 240 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK).

    Para mahasiswa menyoroti tingginya jumlah calon anggota legislatif (caleg) yang tidak berdomisili di daerah pemilihannya (dapil).

    Gugatan ini diajukan setelah data dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) menunjukkan 3.387 atau 59,53 persen caleg dalam Pemilu Legislatif 2019-2024 berasal dari luar dapilnya.

    Sidang pendahuluan perkara dengan Nomor 7/PUU-XXIII/2025 ini dipimpin oleh Wakil Ketua MK Saldi Isra, bersama Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur dan Arsul Sani pada Rabu (5/3/2025).
     
    Perwakilan Pemohon, Ahmad Syarif Hidayatullah, mengungkapkan sebanyak 1.294 caleg pada Pemilu 2024 tidak memiliki keterkaitan dengan dapilnya, baik dari segi domisili, tempat lahir, maupun riwayat pendidikan.

    Sementara 3.605 caleg atau 36,4 persen dari total Daftar Calon Tetap (DCT) tinggal di luar dapil dan tidak lahir di kabupaten/kota di dapilnya. Serta tidak pernah bersekolah di wilayah tersebut.

    Mereka inilah yang dianggap tidak memiliki keterkaitan sama sekali dengan dapilnya.

    “Sebagai pembanding, dalam konteks pencalonan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), terdapat ketentuan calon anggota DPD harus merupakan penduduk yang berdomisili di wilayah daerah pemilihan yang bersangkutan. Ketentuan ini menunjukkan keterwakilan daerah dalam lembaga perwakilan negara diatur dengan mengutamakan keterkaitan calon dengan daerah yang diwakili,” sebut Syarif yang menghadiri persidangan secara daring.

    Para Pemohon meminta MK menyatakan Pasal 240 ayat (1) huruf c UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Mereka mengusulkan agar aturan tersebut diubah sehingga mengharuskan caleg bertempat tinggal di dapil yang mereka wakili minimal lima tahun sebelum pencalonan, dibuktikan dengan KTP.

  • Ketua dan 3 Anggota KPU Banjarbaru Dipecat, Pengamat: Kegagalan Pengawasan Penyelenggara Pusat – Halaman all

    Ketua dan 3 Anggota KPU Banjarbaru Dipecat, Pengamat: Kegagalan Pengawasan Penyelenggara Pusat – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap terhadap empat komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Banjarbaru. 

    Ini dilakukan setelah mereka terbukti melanggar kode etik penyelenggara pemilu (KEPP).

    Pengamat kepemiluan sekaligus dosen Universitas Indonesia (UI), Titi Anggraini menyoroti kasus itu menunjukkan kegagalan KPU pusat dalam menjalankan pencegahan serta pengawasan.

    Dalam UU 8/2015 Pilkada, diatur ihwal KPU pun Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) memegang tanggung jawab akhir atas penyelenggara pemilihan di semua tingkatan. 

    “KPU dan Bawaslu ini kelembagaannya bersifat hierarkis sehingga mestinya KPU dan Bawaslu yang secara vertikal berada di atas KPU dan Bawaslu Banjarbaru bisa melakukan supervisi kepada jajarannya,” ujar Titi saat dihubungi, Sabtu (1/3/2025). 

    “Agar bekerja benar dalam penyelenggaraan tahapan pilkada,” sambungnya. 

    Titi menilai, kesalahan yang terjadi di KPU Banjarbaru tidak bisa dilepaskan dari peran jajaran penyelenggara pemilu di tingkat atas yang gagal mencegah terjadinya penyimpangan. 

    Menurutnya, pengawasan yang lebih ketat seharusnya dapat dilakukan untuk menghindari pelanggaran. 

    Lebih lanjut, ia mengungkapkan, jika ditelusuri lebih dalam, terdapat indikasi adanya dukungan dari struktur kelembagaan yang lebih tinggi terhadap keputusan yang dibuat oleh KPU Banjarbaru. 
     
    “Jadi kesalahan KPU Banjarbaru sejatinya tidak terlepas dari adanya juga kontribusi jajaran penyelenggara di atasnya yang gagal menghentikan anomali dan penyimpangan yang dilakukan oleh KPU Banjararu,” pungkasnya. 

    Sebagai informasi, empat komisioner itu adalah Dahtiar selaku Ketua KPUD Banjarbaru, serta tiga anggotanya, yaitu Resty Fatma Sari; Normadina; dan Hereyanto. Sedangkan satu anggota lainnya hanya disanksi peringatan keras.

    Dalam pertimbangannya, DKPP menyebut tidak melaksanakan pemungutan suara, penghitungan, dan rekapitulasi sesuai dengan tata cara, prosedur, dan mekanisme yang berlaku.

  • Politik, Prabowo resmikan bank emas hingga Gibran janji perluas CKG

    Politik, Prabowo resmikan bank emas hingga Gibran janji perluas CKG

    Jakarta (ANTARA) – Berbagai peristiwa politik pada Rabu (26/2) menjadi sorotan, mulai dari Presiden RI Prabowo Subianto meresmikan layanan bank emas pertama di Indonesia hingga Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka berjanji memperluas jangkauan program cek kesehatan gratis (CKG) hingga ke daerah-daerah 3T yaitu daerah terluar, terdepan, dan tertinggal.

    Berikut rangkuman berita politik yang masih layak dibaca pagi ini.

    1. Presiden resmikan Bank Emas pertama di Indonesia

    Presiden RI Prabowo Subianto meresmikan Layanan Bank Emas Pegadaian dan Bank Syariah Indonesia yang pertama di Indonesia, sebagai langkah mendukung hilirisasi dalam Astacita yang dicanangkan pemerintah.

    “Dengan mengucap bismillahirrahmanirrahim, pada siang ini hari Rabu 26 Februari 2025, saya Prabowo Subianto Presiden Republik Indonesia dengan ini meresmikan Layanan Bank Emas Pegadaian dan Bank Syariah Indonesia,” ujar Presiden dalam acara peresmian di Gade Tower, Jakarta, Rabu.

    Peresmian Bank Emas tersebut ditandai dengan prosesi Presiden memasukkan dummy emas batangan ke dalam treasure box.

    Selengkapnya klik di sini.

    2. Pakar paparkan sejumlah masalah pada Pilkada 2024 yang sering berulang

    Pakar kepemiluan dari Universitas Indonesia Titi Anggraini memaparkan tujuh masalah pada Pemilihan Kepala Daerah 2024 yang masih sering berulang pada setiap pelaksanaan pemilu.

    “Dari Pilkada 2024 masih ditemukan tujuh masalah klasik dan berulang,” kata Titi saat rapat dengar pendapat dengan Komisi II DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu.

    Dia menjelaskan permasalahan pertama ialah keluhan tentang politik biaya tinggi. Hal itu terjadi di ruang-ruang “gelap” yang tidak kompatibel dengan akuntabilitas lap

    Selengkapnya klik di sini.

    3. Laksda Edwin: Swasembada pangan bisa terwujud dengan ekonomi biru

    Asisten Kebijakan Strategis dan Perencanaan Umum (Asrenum) Panglima TNI Laksda TNI Edwin menilai Indonesia berpotensi mencapai penguatan swasembada pangan dengan memanfaatkan ekonomi biru.

    Hal tersebut dikatakan Edwin lantaran masyarakat Indonesia sejak dahulu telah mengadopsi budaya maritim dalam kehidupan sehari-hari. Kondisi tersebut yang membuat masyarakat, terutama yang tinggal di wilayah pesisir, dapat bertahan hidup dengan memanfaatkan kekayaan laut.

    “Budaya maritim sebenarnya sudah menjadi bagian dari bangsa Nusantara sejak beberapa abad yang lalu, banyak kerajaan nusantara yang sangat melekat dengan karakter maritim, baik dalam hal pelayaran maupun pengelolaan sumberdaya maritim,” kata Edwin kala membahas buku yang dia terbitkan berjudul ‘Potensi Maritim untuk Swasembada Pangan’ seperti dikutip siaran pers, Selasa.

    Selengkapnya klik di sini.

    4. Gibran janji pemerintah terus perluas jangkauan CKG hingga daerah 3T

    Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka berjanji pemerintah terus berupaya memperluas jangkauan program cek kesehatan gratis (CKG) hingga ke daerah-daerah 3T yaitu daerah terluar, terdepan, dan tertinggal.

    Dalam sela-sela kegiatannya meninjau pelaksanaan cek kesehatan gratis di Puskesmas Magelang Selatan, Jawa Tengah, Rabu, Gibran menyebut pemerintah menargetkan layanan cek kesehatan gratis dapat dimanfaatkan oleh seluruh warga negara Indonesia di berbagai daerah.

    “Pemerintah akan terus mengevaluasi dan menyempurnakan layanan CKG, memastikan efektivitasnya, serta memperluas jangkauannya agar lebih banyak masyarakat, termasuk di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar yang dapat merasakan manfaatnya,” kata Wapres Gibran sebagaimana dinarasikan dalam siaran resmi Biro Pers, Media, dan Informasi (BPMI) Sekretariat Wakil Presiden yang diterima di Jakarta, Rabu.

    Selengkapnya klik di sini.

    5. Kapolri: Stabilitas keamanan-sikap antikorupsi modal majukan bangsa

    Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo menuturkan stabilitas keamanan dan sikap antikorupsi menjadi modal besar majukan bangsa.

    “Oleh karena itu, aparat penegak hukum dan penanganan terhadap hal-hal yang meresahkan masyarakat tentunya menjadi perhatian kami, karena ini berdampak kepada investasi, baik dalam negeri maupun luar negeri,” ujar Kapolri Sigit, saat menjadi narasumber pada pembekalan kepala daerah di Akademi Militer, Magelang, Jawa Tengah, Selasa (25/2), sebagaimana dikutip Rabu.

    Kapolri mengatakan kemajuan bangsa Indonesia ditentukan oleh beragam aspek, salah satunya melalui stabilitas keamanan di suatu daerah.

    Selengkapnya klik di sini.

    Pewarta: Narda Margaretha Sinambela
    Editor: Imam Budilaksono
    Copyright © ANTARA 2025

  • Saran Ahli untuk Pemilu & Pilkada Mendatang: Politik Uang Ditangani Polisi hingga Pelibatan PPATK – Halaman all

    Saran Ahli untuk Pemilu & Pilkada Mendatang: Politik Uang Ditangani Polisi hingga Pelibatan PPATK – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Tercetus usul agar politik uang dalam pemilihan umum (pemilu) dan pemilihan kepala daerah (pilkada) ditangani langsung oleh pihak kepolisian. 

    Ide itu disampaikan oleh ahli hukum kepemiluan dari Universitas Indonesia (UI), Titi Anggraini. Ia menilai langkah itu untuk memungkinkan dilakukannya operasi tangkap tangan (OTT).

    Politik uang dalam pemilu dan pilkada hingga saat ini ditangani oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

    “Penanganan politik uang langsung oleh pihak kepolisian untuk memungkinkan OTT dan debirokratisasi penindakan,” kata Titi dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) bersama Komisi II DPR RI, di Gedung MPR/DPR/DPD, Jakarta Pusat, Rabu (26/2/2025).

    Dalam kesempatan itu Titi juga mengusulkan beberapa poin seperti pendistribusian bantuan sosial (bansos) selama pemilu dan pilkada dapat dihentikan. 

    Titi mengapresiasi sudah tidak diterapkannya bansos saat Pilkada 2024. Hal itu ia sebut sebagai sebuah kemajuan.

     

    Usul lainnya adalah ihwal melibatkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam pengawasan dana kampanye serta diharapkan adanya pengesahan undang-undang terkait pembatasan transaksi uang tunai.

    “Pengesahan UU Pembatasan Transaksi Uang Kartal/Tunai untuk memotong mata rantai jual beli suara di pemilu dan pilkada,” tuturnya.

    Titi juga memberi saran terkait penggunaan e-voting. Menurutnya, hal itu dapat membantu pemilih di luar negeri menggunakan hak pilihnya.

    Lebih lanjut, Titi menyoroti pula terkait penanganan pelanggaran saat pilkada. Menurutnya, waktu penanganan pelanggaran yang sempit membuat penegakan hukum tidak efektif. 

    “Sempitnya kerangka waktu penanganan pelanggaran membuat penegakan hukum pilkada menjadi tidak optimal dan efektif memberikan keadilan pemilu dan efek jera,” pungkasnya.

    Sebagai informasi, Komisi II DPR RI menggelar rapat dengar pendapat umum dengan sejumlah pakar dalam rangka meminta masukan terkait evaluasi Pilkada 

    Sejumlah pakar pemilu di antaranya Peneliti Bidang Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Moch Nurhasim dan Dosen Hukum Pemilu Fakultas Hukum Universitas Indonesia Titi Anggraini.

    Kemudian, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustiyanti, serta Dosen Fakultas Hukum Universitas Andalas Khairul Fahmi yang hadir secara daring.

  • Pakar beri masukan agar Indonesia terapkan sistem pemilu campuran

    Pakar beri masukan agar Indonesia terapkan sistem pemilu campuran

    Jakarta (ANTARA) – Pakar kepemiluan dari Universitas Indonesia Titi Anggraini memberikan masukan agar penyelenggaraan pemilihan umum di tanah air menganut sistem pemilu campuran (mixed system).

    “Sistem pemilu yang bisa jadi opsi adalah sejatinya sistem pemilu campuran supaya kita tidak lagi berdebat soal proporsional terbuka (atau) proporsional tertutup, padahal variasi sistem pemilu dunia itu ada 400 lebih,” kata Titi.

    Hal itu disampaikan Titi saat rapat dengar pendapat umum Komisi II DPR RI bersama sejumlah pakar dengan agenda mendengarkan masukan terkait evaluasi Pilkada Serentak 2024 hingga penataan sistem pemilu di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu.

    Ia menjelaskan sistem pemilu campuran memberikan porsi pada kedaulatan rakyat untuk memilih langsung calonnya, sekaligus menjaga peran partai politik sebagai peserta pemilu untuk mempromosikan kader-kadernya.

    Sistem pemilu campuran mengombinasikan antara sistem distrik berwakil tunggal (first past the post/FPTP) atau “satu daerah pemilihan (dapil), satu calon legislatif (caleg)” dengan sistem proporsional daftar tertutup (closed-list proportional representation/CLPR).

    “Bagi masyarakat mereka bisa memilih langsung calegnya lewat sistem pemilu yang berwakil tunggal (first past the post) atau mayoritarian, tetapi juga partai bisa menempatkan kader-kadernya melalui sistem proporsional tertutup untuk mempromosikan kader struktural dan elite yang memang berkontribusi untuk penguatan partai,” tuturnya.

    Dia mengatakan bahwa sistem pemilu campuran dianut sejumlah negara yang memiliki indeks demokrasi sangat baik, seperti Jerman, Korea Selatan, dan Jepang.

    “Termasuk negara tetangga kita Thailand pun menerapkan sistem pemilu campuran,” ucapnya.

    Selain agar diterapkannya sistem pemilu campuran, Titi lantas menyampaikan sejumlah masukan lainnya guna perbaikan sistem pemilu di tanah air ke depannya, di antaranya pengaturan pilkada dan pemilu terkodifikasi dalam satu naskah undang-undang guna menjamin koherensi, konsistensi, dan sinkronisasi.

    “Yang materi muatannya mengatur pemilu legislatif, pemilu presiden, pilkada, dan penyelenggara pemilu dalam satu naskah undang-undang, yaitu Undang-Undang tentang Pemilihan Umum,” ujarnya.

    Titi juga memberikan masukan agar pemerintah membuat dua tipe keserentakan pemilu, yakni pemilu serentak nasional dan pemilu serentak lokal.

    Dia menilai dengan membuat dua tipe keserentakan pemilu maka dapat mengurai beban dari penyelenggara pemilu, membuat fokus kontestan, serta konsentrasi pemilih menjadi lebih terfokus.

    “Pemilu serentak nasional memilih DPR, DPD, dan presiden, dan ini diusulkan dimulai pada 2029. Lalu, kemudian pemilu serentak lokal untuk memilih DPR, DPD, dan kepala daerah secara bersamaan dimulai pada 2031. Baru kemudian pada 2032, serentak seleksi penyelenggara pemilu dilakukan,” katanya.

    Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
    Editor: Didik Kusbiantoro
    Copyright © ANTARA 2025

  • Komisi II rapat terkait evaluasi pilkada dan penataan sistem pemilu

    Komisi II rapat terkait evaluasi pilkada dan penataan sistem pemilu

    Jakarta (ANTARA) – Komisi II DPR RI menggelar rapat dengar pendapat umum dengan sejumlah pakar dalam rangka meminta masukan terkait evaluasi Pemilihan Kepala Daerah Serentak 2024 hingga penataan sistem pemilu pada masa mendatang.

    “Yang pertama, (agenda) kita masukan terkait evaluasi serentak nasional 2024,” kata Wakil Ketua Komisi II DPR RI Aria Bima saat membuka jalannya rapat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu.

    Dia mengatakan Komisi II DPR merasa perlu mendengarkan masukan dari pakar kepemiluan maupun hukum guna memperoleh perspektif akademis terkait pelaksanaan pemilu di Indonesia.

    “Kami percaya dari kalangan akademisi akan lebih adil dan lebih jujur karena sandarannya adalah kebenaran-kebenaran akademis dalam melihat realitas, dalam memotret, berbagai hal yang terkait dengan pemilu,” ujarnya.

    Aria Bima menjelaskan agenda rapat juga untuk mendapatkan masukan terhadap penataan sistem pemilu di Indonesia ke depan.

    Menurut dia, hampir setiap lima tahun Undang-Undang Pemilu dilakukan perubahan demi perbaikan pelaksanaan pemilu di tanah air.

    “Karena kami ingin selalu memperbaiki bangunan hukum, sandaran hukum di dalam kita berdemokrasi. Setelah juga melihat praktik-praktik per lima tahunan (pemilu) yang plus minusnya itu selalu ada,” tuturnya.

    Ia menambahkan, “Dari ruangan inilah kita berharap pemilu yang semakin demokratis, pemilu yang semakin menunjukkan kualitas kita di dalam melakukan fungsi pengawasan, pembuatan undang-undang, juga merumuskan berbagai hal, termasuk anggaran pemilu, dengan keinginan bahwa pilihan kita berdemokrasi adalah cara kita bisa membawa bangsa ini lebih maju, lebih bermartabat.”

    Sejumlah pakar pemilu yang hadir dalam RDPU Komisi II DPR pada hari ini, di antaranya Peneliti Bidang Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Moch. Nurhasim dan Dosen Hukum Pemilu Fakultas Hukum Universitas Indonesia Titi Anggraini.

    Kemudian, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustiyanti, serta Dosen Fakultas Hukum Universitas Andalas Khairul Fahmi yang hadir secara daring.

    Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
    Editor: Didik Kusbiantoro
    Copyright © ANTARA 2025

  • Rapat Bersama Komisi II DPR, Perludem Beri 10 Catatan soal Pilkada 2024

    Rapat Bersama Komisi II DPR, Perludem Beri 10 Catatan soal Pilkada 2024

    Rapat Bersama Komisi II DPR, Perludem Beri 10 Catatan soal Pilkada 2024
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (
    Perludem
    ) menyampaikan 10 catatan kritis terkait pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (
    Pilkada
    ) Serentak 2024, dalam rapat dengar pendapat bersama
    Komisi II DPR
    RI, Rabu (26/2/2025).
    Anggota Dewan Pembina Perludem sekaligus dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Titi Anggraini mengatakan, penyelenggaraan pemilihan presiden (pilpres), pemilihan legislatif (pileg) dan
    pilkada
    pada tahun yang sama sangat membebani penyelenggaraan pemilu.
    Kondisi tersebut pada akhirnya berdampak kepada keprofesionalan penyelenggaraan Pemilu dalam melaksanakan tahapan demi tahapan.
    “Kalau bicara Pilkada serentak nasional 2024, maka ini adalah Pilkada yang diselenggarakan di tahun yang sama dengan pileg dan pilpres. Hampir semua mengakui adanya beban berat akibat himpitan tahapan pemilu dan pilkada, yang kemudian mengganggu profesionalitas penyelenggara,” kata Titi di Gedung DPR RI, Rabu (26/2/2025).
    Di samping itu, Titi juga menyoroti dampaknya terhadap peserta pemilu dan masyarakat.
    Sebab, masyarakat pada akhirnya lebih banyak menaruh perhatian pada pilpres, sehingga kurang fokus dalam mengawal pileg dan pilkada.
    “Fokus peserta serta konsentrasi dan orientasi masyarakat atas proses pemilu dan pilkada,” ujar Titi.
    Dalam paparannya, Titi pun mengungkapkan 10 catatan yang menjadi perhatian Perludem terkait pelaksanaan
    Pilkada Serentak 2024
    :
    1. Beban Berat Penyelenggara dan Peserta Pemilu
    Perludem menilai pelaksanaan pilkada di tahun yang sama dengan pileg dan pilpres menimbulkan beban berat bagi penyelenggara dan peserta pemilu. Hal ini mengganggu profesionalitas penyelenggara serta fokus masyarakat dalam mengawal proses pemilu dan pilkada.
    2. Kampanye Tidak Optimal Mengangkat Isu atau Permasalahan Lokal
    Kampanye pilkada juga dinilai cenderung tidak optimal dalam mengangkat isu lokal karena terpengaruh residu pilpres.
    Banyak calon lebih menonjolkan branding koalisi politik nasional dibanding politik gagasan dan program daerah.
    3. Perbedaan Pengaturan UU Pemilu dan Pilkada Membuat Kerancuan
    Perludem berpandangan, adanya perbedaan aturan dalam Undang-Undang Pemilu dan Pilkada menyebabkan kebingungan serta inkonsistensi dalam pelaksanaannya.
    Beberapa penyelenggara bahkan menyamakan aturan Pilkada dengan Pemilu hanya berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.85/PUU-XX/2022.
    4. UU Pilkada Kerap Diuji di Pengadilan
    Sejak 2016, Undang-Undang Pilkada belum mengalami perubahan signifikan, sehingga banyak aturan yang dianggap tidak relevan.
    Akibatnya, aturan tersebut sering diuji di Mahkamah Konstitusi (MK) maupun Mahkamah Agung (MA), memicu ketidakpastian hukum dan polemik di masyarakat.
    5. Penyelenggara Tidak Utuh memahami Putusan MK dan Masih Ada Ketidakpatuhan
    Perludem melihat masih adanya beberapa penyelenggara yang belum sepenuhnya memahami dan mematuhi putusan MK, terutama dalam penyusunan aturan teknis Pilkada. Contohnya, masih terdapat ketidaksesuaian dalam pengaturan periodisasi masa jabatan dan syarat pencalonan mantan terpidana.
    6. Adanya Ketidaksepahaman atau Perbedaan Tafsir antara KPU dan Bawaslu
    Ketidaksepahaman antara Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dalam menafsirkan aturan Pilkada mengakibatkan kekacauan dalam tahapan penyelenggaraan. Contoh kasus terjadi dalam pencalonan terpidana di Pilkada Gorontalo Utara.
    7. Masih Terjadi Rekrutmen Calon Anggota KPU di Tengah Tahapan Krusial Pilkada
    Perekrutan anggota KPU di tengah tahapan Pilkada dinilai Perludem mengganggu jalannya proses pemilu.
    Contohnya, seleksi calon anggota KPU Provinsi Lampung dan beberapa kabupaten/kota di Lampung dilakukan pada Oktober-November 2024, yang bertepatan dengan tahapan krusial Pilkada.
    8. Penegakan Hukum Pilkada Tidak Optimal
    Menurut Perludem, kerangka waktu penanganan pelanggaran dalam Pilkada masih terlalu sempit, sehingga tidak efektif dalam memberikan keadilan pemilu maupun efek jera bagi pelanggar.
    9. Gangguan Cuaca karena Pemungutan Suara Jelang Akhir Tahun
    Pemungutan suara yang dijadwalkan pada bulan November berpotensi terganggu oleh faktor cuaca. Gangguan distribusi logistik dan kendala saat hari pemilihan dapat terjadi di berbagai daerah, seperti Sumatera Utara dan Pekalongan.
    10. Tingginya Suara Tidak Sah
    Di sejumlah daerah, angka suara tidak sah cukup tinggi, yang mengindikasikan adanya “protest voting” dari pemilih.
    Fenomena ini menunjukkan keterputusan hubungan antara aspirasi pemilih dengan pasangan calon yang bertarung dalam pilkada.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.