Tag: Thomas Trikasih Lembong

  • Hakim Kasus Tom Lembong Diganti Usai Terjerat Dugaan Suap – Page 3

    Hakim Kasus Tom Lembong Diganti Usai Terjerat Dugaan Suap – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Hakim anggota Ali Muhtarom yang memimpin persidangan kasus impor gula yang menyeret mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong) diganti.

    Pergantian Ali Muhtarom setelah dirinya ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap dan/atau gratifikasi terkait dengan putusan lepas (ontslag) perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) atau minyak kelapa sawit mentah di Jakarta, Senin (14/4) dini hari.

    Penggantian hakim itu diumumkan langsung oleh Hakim Ketua Dennie Arsan Fatrika dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.

    “Karena hakim anggota atas nama Ali Muhtarom sedang berhalangan tetap dan tidak dapat bersidang lagi, untuk mengadili perkara ini perlu ditunjuk hakim anggota untuk menggantikan,” ujar Dennie seperti dikutip dari Antara.

    Ketua PN Jakarta Pusat pun menunjuk Alfis Setiawan sebagai hakim anggota pengganti Ali, mendampingi Purwanto Abdullah.

    Pergantian hakim ini tidak menghentikan jalannya persidangan. Usai penetapan penggantian hakim, sidang kasus Tom Lembong pun dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan saksi.

    Tom Lembong didakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp578,1 miliar dalam kasus dugaan korupsi importasi gula di Kementerian Perdagangan pada tahun 2015-2016.

    Dakwaan tersebut didasari penerbitan surat pengakuan impor atau persetujuan impor gula kristal mentah periode 2015-2016 kepada 10 perusahaan tanpa didasarkan rapat koordinasi antarkementerian serta tanpa disertai rekomendasi dari Kementerian Perindustrian.

    Surat pengakuan impor itu diduga diberikan agar perusahaan-perusahaan tersebut dapat mengimpor gula kristal mentah untuk diolah menjadi gula kristal putih. Namun, Tom Lembong diketahui bahwa perusahaan-perusahaan tersebut tidak berhak mengolah gula kristal mentah menjadi gula kristal putih karena mereka adalah perusahaan gula rafinasi.

    Tom Lembong juga dituduh tidak menunjuk perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk pengendalian ketersediaan dan stabilisasi harga gula, tetapi menunjuk Induk Koperasi Kartika (Inkopkar), Induk Koperasi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Inkoppol), Pusat Koperasi Kepolisian Republik Indonesia (Puskopol), serta Satuan Koperasi Kesejahteraan Pegawai (SKKP) TNI/Polri.

    Atas perbuatannya, Tom Lembong terancam pidana yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    Pergantian hakim dalam kasus ini menimbulkan pertanyaan tentang independensi dan integritas proses hukum. Pengamat hukum menilai bahwa kasus ini harus terus dipantau dan dikawal untuk memastikan keadilan dan transparansi.

     

  • Profil dan Harta Hakim Ali Muhtarom Tersangka Kasus Suap, Sidang Tom Lembong Kena Dampaknya

    Profil dan Harta Hakim Ali Muhtarom Tersangka Kasus Suap, Sidang Tom Lembong Kena Dampaknya

    TRIBUNJAKARTA.COM – Simak profil dan harta hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Ali Muhtarom yang menjadi tersangka suap vonis lepas kasus ekspor crude palm oil (CPO).

    Kini, Ali Muhtarom ditahan bersama hakim lainnya di  Rumah Tahanan (Rutan) Salemba Cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari ke depan.

    Kejaksaan Agung telah menyita uang 360.000 dollar AS atau setara dengan Rp 5,9 miliar dari Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Ali Muhtarom, tersangka suap vonis lepas kasus ekspor crude palm oil (CPO). 

    “Uang tersebut disita dari rumah AM,” ujar Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Abdul Qohar, dalam konferensi pers di Lobi Kartika, Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (14/4/2025).

    Status Ali Muhtarom yang menjadi tersangka berdampak pada sidang yang dijalani Mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong.

    Ali Muhtarom, satu dari tiga hakim yang memeriksa dan mengadili kasus dugaan korupsi impor gula dengan terdakwa Tom Lembong.

    Adapun dalam kasus Tom Lembong, hakim Ali Muhtarom bertugas sebagai hakim anggota.

    Susunan majelis hakim pada perkara Tom, yakni ketua majelis hakim hakim Dennie Arsan Fatrika dengan anggota Ali Muhtarom dan Purwanto S Abdullah. 

    Namun, imbas kasus yang menjeratnya, posisi hakim anggota Ali Muhtarom kini digantikan oleh hakim Alfis Setyawan.

    “Menimbang bahwa oleh karena hakim anggota atas nama Ali Muhtarom SH MH sedang berhalangan tetap dan tidak dapat bersidang lagi, maka untuk mengadili perkara tersebut perlu ditunjuk hakim anggota untuk menggantikan yang susunannya akan ditetapkan di bawah ini,” kata ketua majelis hakim Dennie Arsan Fatrika, sesaat setelah membuka sidang lanjutan kasus Tom Lembong, di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (14/4/2024).

    Sidang perkara Tom Lembong kembali dilanjutkan, pada Senin ini. 

    Jaksa menghadirkan sejumlah saksi untuk diperiksa dalam persidangan tersebut.

    Profil Ali Muhtarom

    Ali Muhtarom lahir di Jepara, 25 Agustus 1972. 

    Dilansir dari situs resmi PN Jakarta Pusat, Ali Muhtarom merupakan Hakim Ad Hoc Tipikor di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat

    Harta Ali Muhtarom

    Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang terakhir kali dilaporkan, Ali Muhtarom memiliki total kekayaan Rp 1.303.550.000 yang terdiri dari:

    1. Tanah dan bangunan Rp. 1.250.000.000

    Tanah dan bangunan seluas 281 m2/250 m2 di Kab/Kota Jepara, hasil sendiri Rp 500.000.000
    Tanah seluas 3025 m2 di Kab/Kota Jepara, hasil sendiri Rp 225.000.000
    Tanah dan bangunan seluas 195 m2/195 m2 di Kab/Kota Jepara, hasil sendiri Rp 150.000.000
    Tanah seluas 407 m2 di Kab/Kota Jepara, warisan Rp 100.000.000
    Tanah seluas 185 m2 di Kab/Kota Jepara, hasil sendiri Rp. 100.000.000
    Tanah seluas 1705 m2 di Kab/Kota Jepara, hasil sendiri Rp 75.000.000
    Tanah seluas 3381 m2 di Kab/Kota Jepara, hasil sendiri Rp 100.000.000

    2. Alat transportasi dan mesin Rp 158.000.000

    Motor, Honda D1B02N12L2 a/t tahun 2017, hasil sendiri Rp 9.000.000
    Mobil, Honda CRV minibus tahun 2014, hasil sendiri Rp 135.000.000 Motor,
    Honda Vario motor tahun 2016, hasil sendiri Rp 14.000.000

    Selain itu, Ali juga memiliki harta bergerak lain senilai Rp 38.500.000 dan kas sebesar Rp 7.050.000. Ali juga memiliki utang sebesar Rp 150.000.000. (Bangkapos/Tribunnews.com/Kompas.com)

    Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

  • Hakim Sidang Tom Lembong Jadi Tersangka Suap Sawit, PN Jakarta Ganti Personel

    Hakim Sidang Tom Lembong Jadi Tersangka Suap Sawit, PN Jakarta Ganti Personel

    PIKIRAN RAKYAT – Salah satu hakim anggota sidang perkara Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong) jadi tersangka kasus lain. Diketahui persidangan dugaan korupsi importasi gula Kementerian Perdagangan (Kemendag) periode 2015—2016 ganti personel hakim.

    Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat mengonfirmasi hal tersebut. Hakim anggota yang diganti atas nama Ali Muhtarom, sebab ia ditetapkan sebagai salah satu tersangka pada dugaan suap dan/atau gratifikasi.

    Adapun suap yang dimaksud ialah terkait dengan putusan lepas (ontslag) perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) atau minyak kelapa sawit mentah di Jakarta, Senin, 14 April 2025 dini hari.

    “Karena hakim anggota atas nama Ali Muhtarom sedang berhalangan tetap dan tidak dapat bersidang lagi, untuk mengadili perkara ini perlu ditunjuk hakim anggota untuk menggantikan,” kata Hakim Ketua Dennie Arsan Fatrika, dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta pada PN Jakarta Pusat, Senin, 14 April 2025.

    Oleh karena itu, Hakim Ketua menyatakan bahwa Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah menunjuk Alfis Setiawan sebagai hakim anggota pengganti Ali, untuk mendampingi Purwanto Abdullah.

    Setelah penunjukan hakim pengganti dilakukan, sidang perkara yang melibatkan Tom Lembong pun dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan saksi.

    Sekilas Perkara Tom Lembong

    Dalam perkara dugaan korupsi terkait impor gula di Kementerian Perdagangan pada tahun 2015 hingga 2016, Tom Lembong didakwa telah menyebabkan kerugian negara sebesar Rp578,1 miliar.

    Dakwaan tersebut muncul karena ia menerbitkan surat persetujuan impor gula kristal mentah kepada 10 perusahaan tanpa melalui rapat koordinasi antarkementerian dan tanpa adanya rekomendasi dari Kementerian Perindustrian.

    Surat persetujuan impor tersebut diberikan untuk keperluan pengolahan gula kristal mentah menjadi gula kristal putih.

    Padahal, Tom Lembong diduga mengetahui bahwa perusahaan-perusahaan yang menerima izin itu merupakan produsen gula rafinasi yang seharusnya tidak memiliki kewenangan untuk mengolah gula kristal mentah menjadi gula konsumsi.

    Selain itu, Tom Lembong juga disebut tidak melibatkan perusahaan milik negara (BUMN) dalam upaya menjaga ketersediaan dan stabilitas harga gula.

    Sebagai gantinya, ia menunjuk beberapa koperasi, seperti Induk Koperasi Kartika (Inkopkar), Induk Koperasi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Inkoppol), Pusat Koperasi Kepolisian Republik Indonesia (Puskopol), dan Satuan Koperasi Kesejahteraan Pegawai (SKKP) TNI/Polri.

    Atas perbuatannya tersebut, Tom Lembong dijerat dengan ancaman hukuman sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 junto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). ***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Jadi Tersangka Kasus Ekspor CPO, Hakim Anggota Kasus Tom Lembong Diganti
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        14 April 2025

    Jadi Tersangka Kasus Ekspor CPO, Hakim Anggota Kasus Tom Lembong Diganti Nasional 14 April 2025

    Jadi Tersangka Kasus Ekspor CPO, Hakim Anggota Kasus Tom Lembong Diganti
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Hakim Anggota perkara dugaan korupsi impor gula di
    Kementerian Perdagangan
    (Kemendag) pada 2015-2016,
    Ali Muhtarom
    , diganti oleh hakim Alfis Setyawan.
    Pergantian ini disampaikan oleh ketua majelis hakim, Dennie Arsan Fatrika, lantaran Ali Muhtarom terjerat kasus dugaan suap penanganan perkara terkait putusan lepas pada kasus korupsi ekspor
    crude palm oil
    (CPO).
    “Menimbang bahwa oleh karena hakim anggota atas nama Ali Muhtarom sedang berhalangan tetap dan tidak dapat bersidang lagi, maka untuk mengadili perkara tersebut perlu ditunjuk hakim anggota untuk menggantikan yang susunannya akan ditetapkan di bawah ini,” ujar Dennie, dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (14/4/2024).
    Dalam perkara ini, sebelumnya majelis hakim terdiri dari Dennie Arsan, Purwanto S Abdullah, dan Ali Muhtarom.
    Namun, Ali diganti oleh Alfis Setyawan setelah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung.
    Perkara korupsi impor gula menjerat Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong.
    Tom diduga telah merugikan keuangan negara Rp 578 miliar dalam perkara dugaan korupsi impor gula di Kemendag pada 2015-2016.
    Jaksa mengatakan, tindakan ini dilakukan bersama Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero), Charles Sitorus, Direktur Utama PT Angels Products, Tony Wijaya NG, Direktur PT Makassar Tene, Then Surianto Eka Prasetyo dan Direktur Utama PT Sentra Usahatama Hansen Setiawan.
    Kemudian, Direktur Utama PT Medan Sugar Industry, Indra Suryaningrat, Direktur Utama PT Permata Dunia Sukses Utama, Eka Sapanca, Presiden Direktur PT Andalan Furnindo, Wisnu Hendraningrat, Direktur PT Duta Sugar International, Hendrogiarto A Tiwow, Direktur Utama PT Berkah Manis Makmur, Hans Falita Hutama dan Direktur Utama PT Kebun Tebu, Ali Sandjaja Boedidarmo.
    “Yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 515.408.740.970,36 yang merupakan bagian dari kerugian keuangan negara sebesar Rp 578.105.411.622,47,” kata jaksa dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis (6/3/2025).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Hakim Sidang Tom Lembong Jadi Tersangka Suap Sawit, PN Jakarta Ganti Personel

    Tom Lembong Lega Dengar Saksi Bantah Surplus Gula Tahun 2016, Titik Terang Menuju Bebas?

    PIKIRAN RAKYAT – Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong), terdakwa kasus dugaan korupsi impor gula mengaku lega lantaran keterangan saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) menguntungkan dirinya di persidangan.

    Dalam sidang terbaru, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat, Senin, 24 Maret 2025, enam saksi memberikan keterangan dalam kasus dugaan korupsi dengan Tom Lembong sebagai salah satu terdakwa.

    Mereka yang dihadirkan JPU ialah empat pejabat dari Kementerian Perdagangan, dan dua pejabat dari Kementerian Perindustrian.

    “Saya hari ini semakin lega, karena kebenaran semakin terungkap, semakin banyak kebenaran yang terungkap,” kata Tom Lembong, usai sidang, dikutip pada Selasa, 25 Maret 2025.

    Lembong lantas memberikan contoh kesaksian yang dimaksud, salah satunya dari Robert J Bintaryo yang pernah menjabat sebagai Direktur Bahan Pokok Strategis di Ditjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag.

    Ketika Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuduh bahwa kebijakan impor dilakukan saat Indonesia sedang surplus gula, para saksi dari Kemendag justru membantah tuduhan tersebut.

    “Dan tadi para saksi dari Kementerian Perdagangan yang dihadirkan oleh jaksa penuntut, mengkonfirmasi bahwa 2015–2016 tidak ada surplus gula, dan itu tercantum secara resmi dalam risalah rapat koordinasi Kemenko Perekonomian di akhir 2015, di rapat-rapat Menko Perekonomian setelah itu juga,” ujar Tom.

    Dia juga menjelaskan bahwa saksi membantah tuduhan jaksa yang menyatakan bahwa PT PPI sengaja mengupayakan impor gula pada saat gula di Indonesia sedang melimpah.

    Dengan kata lain, saksi-saksi sepakat bahwa kebijakan impor yang dilakukan tidak menyalahi kondisi gula di dalam negeri, sehingga mengisyaratkan kekeliruan dakwaan jaksa.

    “Terakhir dari saya, mungkin tadi juga sudah mulai kita tegaskan, bahwa tidak ada larangan untuk BUMN bekerjasama dengan industri gula swasta bekerjasama untuk mengolah gula mentah yang diimpor menjadi gula putih, untuk melakukan upaya pemerintah dalam stabilisasi harga dan stok gula nasional,” ujarnya.

    Sekilas Peran Tom Lembong dalam Dugaan Korupsi Impor Gula

    Dalam perkara ini, Jaksa mengungkapkan bahwa Tom mengeluarkan surat persetujuan impor gula kristal mentah (GKM) tanpa adanya dasar rapat koordinasi antar kementerian.

    Selain itu, Jaksa menyatakan bahwa Tom Lembong memberikan surat Pengakuan Impor/Persetujuan Impor GKM tanpa rekomendasi dari Kementerian Perindustrian.

    Kebijakan impor ini dilakukan pada saat Indonesia mengalami surplus gula, yang dianggap merugikan para petani.

    Tom Lembong kemudian didakwa melanggar Pasal 2 atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    Tindakannya dinilai melanggar hukum dengan menguntungkan pihak lain atau korporasi yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp578 miliar akibat kebijakan impor gula tersebut untuk kebutuhan pangan nasional. ***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Tom Lembong Klaim Kebijakan Impor Gula Menguntungkan Para Petani

    Tom Lembong Klaim Kebijakan Impor Gula Menguntungkan Para Petani

    Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Perdagangan (Mendag) periode 2015–2016 Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong mengatakan bahwa kebijakan impor gula yang dikeluarkan selama menjabat sebagai mendag menguntungkan para petani.

    Hal tersebut menanggapi tuduhan yang menyebutkan bahwa dirinya telah melanggar Undang-Undang (UU) Perlindungan Petani.

    “Petani dengan mudah bisa menjual gula atau tebunya di atas Harga Pembelian Pemerintah (HPP), sampai PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) itu nggak kebagian. Berarti petani happy saja, ya tidak ada masalah,” ujar Tom Lembong dikutip dari Antara pada Selasa (25/3/2025).

    Pada mulanya, Tom Lembong bertanya kepada mantan Sekretaris Inspektorat Jenderal Kementerian Perdagangan (Kemendag) Robert Indartyo yang menjadi saksi dalam persidangan itu, mengenai pernyataan Robert terkait PPI yang kesulitan memenuhi target pengadaan 200 ribu ton gula dengan HPP sebesar Rp8.900 per kilogram.Pertanyaan tersebut pun dibenarkan oleh Robert.

    Robert juga menjelaskan bahwa PPI tidak dapat memenuhi target karena petani lebih memilih mengikuti pelelangan gula di pasar dengan harga yang lebih tinggi dibandingkan harga pemerintah.

    Dengan demikian, menurut Tom Lembong, PPI tidak perlu menjalankan fungsi sebagai penjamin harga gula agar tidak jatuh di bawah HPP Rp8.900.

    “Berati petani sudah puas dengan asas willing buyer willing seller. Mereka dengan sukarela, tidak dipaksa melepas gula dan tebu mereka di harga di atas yang dipatok,” ucap Tom Lembong.

    Karena itu, sambungnya, tuduhan bahwa dia melanggar UU Perlindungan Petani dapat disangkal. Pasalnya, petani justru merasa senang dengan situasi pasar di masa kepemimpinannya sebagai mendag.

    Tom Lembong juga menanggapi tuduhan lain yang menyebutkan bahwa ia mengeluarkan kebijakan impor gula saat pasar sedang surplus.

    Dia menjelaskan pada 2015-2016, kondisi di dalam negeri tidak mengalami surplus gula. Hal tersebut berdasarkan risalah rapat koordinasi Kementerian Koordinator (Kemenko) Perekonomian pada akhir 2015.

    Hal lain yang mendasari dikeluarkannya izin impor gula saat itu, lanjut dia, karena PPI gagal mencapai target 200 ribu ton dan tak mendapatkan gula dari petani karena harganya lebih murah.

    Di samping itu, dirinya juga menegaskan bahwa tidak ada aturan yang melarang PPI atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk bekerja sama dengan industri gula swasta dalam mengelola gula mentah impor guna mendukung stabilisasi harga dan pemenuhan stok gula nasional.

    “Tadi kami pastikan saksi-saksi dari Kemendag bahwa tidak ada aturan mana pun yang melarang PT PPI atau BUMN lainnya melaksanakan stabilisasi harga gula untuk bekerja sama dengan distributor, guna mengoptimalkan pendistribusian gula dalam negeri,” tuturnya.

    Dalam kasus dugaan korupsi importasi gula di Kementerian Perdagangan pada tahun 2015–2016, Tom Lembong didakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp578,1 miliar, antara lain karena menerbitkan surat pengakuan impor atau persetujuan impor gula kristal mentah periode 2015–2016 kepada 10 perusahaan tanpa didasarkan rapat koordinasi antarkementerian serta tanpa disertai rekomendasi dari Kementerian Perindustrian.

    Surat pengakuan impor atau persetujuan impor gula kristal mentah periode 2015–2016 kepada para pihak itu diduga diberikan untuk mengimpor gula kristal mentah guna diolah menjadi gula kristal putih, padahal Tom Lembong mengetahui perusahaan tersebut tidak berhak mengolah gula kristal mentah menjadi gula kristal putih karena perusahaan tersebut merupakan perusahaan gula rafinasi.

    Tom Lembong juga disebutkan tidak menunjuk perusahaan badan usaha milik negara (BUMN) untuk pengendalian ketersediaan dan stabilisasi harga gula, tetapi menunjuk Induk Koperasi Kartika (Inkopkar), Induk Koperasi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Inkoppol), Pusat Koperasi Kepolisian Republik Indonesia (Puskopol), serta Satuan Koperasi Kesejahteraan Pegawai (SKKP) TNI/Polri.

    Atas perbuatannya, Tom Lembong terancam pidana yang diatur dalam Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

  • 8
                    
                        Leganya Tom Lembong Usai Dengar Kesaksian Saksi Kasus Impor Gula yang Dihadirkan Jaksa
                        Nasional

    8 Leganya Tom Lembong Usai Dengar Kesaksian Saksi Kasus Impor Gula yang Dihadirkan Jaksa Nasional

    Leganya Tom Lembong Usai Dengar Kesaksian Saksi Kasus Impor Gula yang Dihadirkan Jaksa
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Persidangan kasus dugaan korupsi importasi gula oleh Kementerian Perdagangan pada periode Menteri Thomas Trikasih Lembong (
    Tom Lembong
    ) bergulir pada tahap mendengarkan keterangan saksi.
    Lumrahnya, saksi yang dipanggil pada saat pembuktian dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) adalah saksi yang akan memberatkan terdakwa eks Menteri Perdagangan Tom Lembong.
    Namun sebaliknya, enam saksi yang diperdengarkan kesaksiannya pada Kamis (20/3/2025) dan Senin (24/3/2025) itu justru membuat Tom Lembong lega.
    “Saya hari ini semakin lega, karena kebenaran semakin terungkap, semakin banyak kebenaran yang terungkap,” kata Tom, Senin sore selepas sidang.
    Enam saksi yang dihadirkan JPU berasal dari para pejabat di dua kementerian, yakni Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian.
    Dari Kementerian Perindustrian ada Perencana Ahli Muda Direktorat Industri Makanan, Hasil Laut, dan Perikanan Cecep Saepulah Rahman, dan Kasi Standarisasi di Direktorat Industri Makanan, Hasil Laut, dan Perikanan Edy Endar Sirono.
    Sedangkan dari Kemendag, terdapat Direktur Impor Kemendag; mantan Kasubdit 2 Importasi Produk Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Kemendag (2014-2016) Muhammad Yany, Atase Perdagangan RI di Seoul, Eko Aprilianto Sudrajat, Direktur Bahan Pokok Strategis Ditjen Perdagangan Dalam Negeri Robert J. Bintaryo, dan Kepala Subdirektorat Barang Pertanian, Kehutanan, Kelautan, dan Perikanan (September 2016-Januari 2018) Susy Herawati.
    Tom Lembong menilai, keterangan para saksi itu memperkuat argumen bahwa kebijakan importasi gula ini diperlukan dan tidak melanggar aturan apapun.
    Salah satu dinamika sidang yang terekam adalah ketika saksi Robert J Bintaryo yang membenarkan kebijakan importasi gula oleh Tom Lembong tidak merugikan para petani tebu.
    Tom awalnya menanyakan, apakah benar ada kesulitan pemenuhan stok gula sebesar 200.000 ton oleh PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) untuk pasokan dalam negeri.
    Dia menanyakan, target pengadaan gula untuk kebutuhan dalam negeri sulit didapat karena barangnya telah habis dijual petani secara langsung di pasaran dengan harga di atas Harga Pembelian Petani (HPP) yang ditetapkan pemerintah Rp 8.900 per kilogram.
    Petani, kata Tom, lebih banyak memilih menjual langsung ke pasaran karena saat itu harga gula jauh lebih tinggi dibandingkan dengan HPP yang ditetapkan pemerintah untuk menyerap hasil panen petani.
    “Berarti bahwa petani puas dengan harga yang mereka peroleh di pasaran ya, sehingga mereka tidak lagi perlu menjual kepada PPI ya? Jadi, berarti PPI tidak perlu menjalankan fungsi sebagai penjamin, menjamin bahwa harga tebu, harga gula tidak jatuh di bawah harga yang dipatok dalam hal ini Rp 8.900 ya?” tanya Tom.
    “Iya, benar,” jawab Robert.
    “Berarti petani sudah puas dengan asas
    willing buyer willing seller
    , mereka dengan sukarela, tidak dipaksa melepas gula, tebu mereka di harga yang di atas harga yang dipatok, betul?” tanya Tom lagi.
    “Iya,” jawab Robert lagi.
    Setelah mendapat jawaban Robert, Tom mengatakan hal ini harus ditegaskan karena salah satu dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) adalah kebijakan impor gula di era Tom Lembong merugikan petani karena gula diimpor saat petani sedang panen.
    “Kenapa ini relevan? Karena saya dituduh melanggar UU Perlindungan Petani. Berarti kalau petani dengan sukarela, tanpa keluhan, melepas tebu mereka ke pasar dengan harga di atas, berarti kan tidak merugikan petani?” tanya Tom lagi.
    “Iya,” ujar Robert.
    Dalam sidang tersebut juga dijelaskan, impor gula Kementerian Perdagangan juga tak hanya dilakukan di era Tom Lembong.
    Dalam sidang bahkan dijelaskan, menteri perdagangan setelah Tom, Engartiasto Lukita, melakukan impor tanpa adanya rapat koordinasi terbatas (Rakortas) antar kementerian.
    Hal ini diungkap saksi Susy yang menyebut adanya “perintah pimpinan” agar impor gula dilakukan tanpa harus melalui prosedur rakortas.
    “Berjenjang, saya perintah dari direktur, tapi saya sudah sampaikan dari kondisi ketidakadaan rakortas tadi,” kata Susy.
    “Karena di sini saudara menjawab, namun pada saat itu direktur impor menyampaikan kepada saya, agar permohonan persetujuan tersebut tetap mesti diproses karena hal tersebut menurut direktur impor merupakan instruksi dari menteri bapak Engartiasto Lukita, dengan alasan kewenangan tersebut adalah diskresi dan kewenangan menteri,” kata kuasa hukum Tom Lembong.
    “Pada saat itu, seperti itu,” jawab Susy.
    “Apa yang saksi maksudkan diskresi dan kewenangan menteri?” tanya kuasa hukum Tom.
    “Saya sampaikan kepada pimpinan saya bahwa ini tidak memenuhi, kemudian bapak direktur mengatakan ini perintah bapak menteri,” imbuh Susy.
    Selain itu, saksi Eko membenarkan adanya dokumen surat-menyurat terkait kebijakan impor gula dari Tom sebagai Mendag 2015-2016 kepada Presiden Joko Widodo saat itu.
    Tembusan untuk kebijakan importasi gula ini telah diketahui, dan diberikan tembusan kepada kementerian terkait seperti Kementerian Koordinator Perekonomian hingga presiden.
    Awalnya, Tom Lembong menanyakan surat-surat terkait persetujuan impor apakah telah diketahui oleh para menteri kabinet dan atasan menteri, dalam hal ini presiden.
    “Ya,” jawab Eko.
    Eko kemudian ditanya kembali oleh Tom Lembong apakah termasuk ke eselon 1 kementerian lain, seperti Kementerian Koordinator Perekonomian.
    “Ada (juga) tembusan ke Presiden, Kapolri, KSAD?” tanya Tom.
    “Iya,” jawab Eko lagi.
    Tom Lembong kembali menanyakan, apakah Kementan saat dia menjabat telah melakukan importasi gula dengan transparan.
    Eko menjawab bahwa setiap ada rapat koordinasi terkait importasi selalu ada media massa dan pemberitaan, termasuk siaran pers yang akan dibagikan kepada media massa untuk ditayangkan sebagai pemberitaan.
    Dalam perkara ini, Tom Lembong didakwa melanggar Pasal 2 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
    Perbuatannya dinilai melanggar hukum, memperkaya orang lain maupun korporasi yang menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 578 miliar saat melaksanakan kebijakan importasi gula untuk pemenuhan kebutuhan pangan nasional.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 5
                    
                        Sidang Tom Lembong, Eks Mendag Enggartiasto Lukita Disebut Izinkan Impor Gula Tanpa Rakortas
                        Nasional

    5 Sidang Tom Lembong, Eks Mendag Enggartiasto Lukita Disebut Izinkan Impor Gula Tanpa Rakortas Nasional

    Sidang Tom Lembong, Eks Mendag Enggartiasto Lukita Disebut Izinkan Impor Gula Tanpa Rakortas
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
     Eks Menteri Perdagangan
    Engartiasto Lukita
    disebut dalam sidang dugaan korupsi importasi gula dengan terdakwa Thomas Trikasih Lembong atau
    Tom Lembong
    di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (24/3/2025).
    Hal itu diungkap saat kuasa hukum Tom Lembong mencecar saksi dari Kepala Subdirektorat Barang Pertanian, Kelautan, dan Perikanan Kemendag, Susy Herawati, soal izin impor yang dilakukan di era Engartiasto.
    Dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP), Susy disebut menyatakan adanya izin impor yang dibuat tanpa rapat koordinasi terbatas (Rakortas) antar kementerian.
    “Kenapa persetujuan impor tidak memenuhi persyaratan, salah satunya dalam hal ini karena tidak ada rakortas, namun tetap diterbitkan dalam hal ini saudara Engartiasto Lukita dalam hal ini sebagai berikut. Apakah hal ini, saudara saksi menerangkan dengan sebenar-benarnya?” ujar kuasa hukum Tom Lembong.
    “Iya,” jawab Susy singkat.
    Susy kemudian menjelaskan, kebijakan itu dibuat di tahun 2017 dan merupakan perintah pimpinan, dalam hal ini Direktur Perdagangan Luar Negeri, Kemendag.
    “Berjenjang, saya perintah dari direktur, tapi saya sudah sampaikan dari kondisi ketidakadaan rakortas tadi,” kata Susy lagi.
    “Karena di sini saudara menjawab, namun pada saat itu direktur impor menyampaikan kepada saya, agar permohonan persetujuan tersebut tetap mesti diproses karena hal tersebut menurut direktur impor merupakan instruksi dari menag bapak Engartiasto Lukita, dengan alasan kewenangan tersebut adalah diskresi dan kewenangan menteri,” kata kuasa hukum Tom Lembong.
    “Pada saat itu, seperti itu,” jawab Susy.
    “Apa yang saksi maksudkan diskresi dan kewenangan menteri?” tanya PH Tom.
    “Saya sampaikan kepada pimpinan saya bahwa ini tidak memenuhi, kemudian bapak direktur mengatakan ini perintah bapak menteri,” imbuh Susy.
    Dalam dakwaan kasus ini, Tom Lembong disebut tidak melakukan pengendalian atas distribusi gula dalam rangka pembentukan stok gula dan stabilisasi harga gula yang seharusnya dilakukan oleh BUMN melalui operasi pasar dan/atau pasar murah.
    Tom disebut tidak menunjuk perusahaan BUMN untuk pengendalian ketersediaan dan stabilisasi harga gula, tetapi menunjuk Induk Koperasi Kartika (Inkopkar), Induk Koperasi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Inkoppol), Pusat Koperasi Kepolisian Republik Indonesia (Puskopol), dan Satuan Koperasi Kesejahteraan Pegawai (SKKP) TNI-Polri.
    Jaksa juga menyebutkan, Tom menerbitkan surat persetujuan impor gula kristal mentah (GKM) tanpa dasar rapat koordinasi antarkementerian.
    Kemudian, menurut Jaksa, tanpa disertai rekomendasi dari Kementerian Perindustrian, Tom Lembong memberikan surat Pengakuan Impor/Persetujuan Impor GKM.
    Tom Lembong didakwa melanggar Pasal 2 atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
    Perbuatannya dinilai melanggar hukum, memperkaya orang lain ataupun korporasi yang menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 578 miliar saat melaksanakan kebijakan importasi gula untuk kebutuhan pangan nasional.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Siaran Live Dilarang, 4 Pengacara Diusir?

    Siaran Live Dilarang, 4 Pengacara Diusir?

    PIKIRAN RAKYAT – Sidang kasus dugaan korupsi importasi gula untuk terdakwa Menteri Perdagangan periode 2015–2016 Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong lagi-lagi menjadi sorotan.

    Pasalnya, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi melarang siaran langsung (live) dan dikabarkan ada sejumlah pengacara pihak Lembong yang diusir dari ruangan. Benarkah demikian?

    Sidang teranyar kasus dugaan korupsi importasi gula atas terdakwa Tom Lembong digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, kemarin, Kamis, 20 Maret 2025.

    Adalah benar, hakim memerintahkan agar media massa yang hadir tidak melakukan penyiaran live. Hal ini lantaran, dikhawatirkan siaran akan berdampak pada keterangan saksi-saksi.

    “Kalau disiarkan secara live, dikhawatirkan saksi-saksi lainnya bisa menyaksikan langsung dan akhirnya mempengaruhi keterangan mereka nanti di persidangan. Ini yang kami hindari,” ujar Hakim Ketua Dennie Arsan Fatrika, dalam sidang pemeriksaan saksi, dikutip Jumat, 21 Maret 2025.

    Karena itu, Dennie memberikan izin kepada wartawan dari media massa untuk meliput jalannya persidangan kasus Tom Lembong dengan berbagai cara, kecuali menyiarkan langsung sidang pemeriksaan saksi.

    Adapun, pada Kamis, sidang mengagendakan pemeriksaan saksi-saksi dari Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian yang diajukan jaksa penuntut umum (JPU).

    Beberapa saksi yang hadir antara lain Kapusdiklat Aparatur Perdagangan Kemendag Susy Herawaty, mantan Atase Perdagangan RI di Seoul Eko Aprilianto Sudrajat, dan Direktur Bahan Pokok Kemendag 2014-2016 Robert Bintaryo.

    Saksi lainnya adalah Kasubdit 2 Importasi Kemendag Muhammad Yany, mantan Perencana Ahli Muda Kemenperin Cecep Saepulah Rahman, serta mantan Kepala Seksi Standarisasi Kemenperin Edy Endar Sirono.

    4 Pengacara Tom Lembong Diusir?

    Selain melaran wartawan siaran live, Ketua Majelis Hakim, Dannie Arsan juga mengeluarkan empat kuasa hukum Tom Lembong dari ruang sidang. Alasannya karena keempat orang itu tidak mengenakan toga.

    “Di belakang tim penasihat hukum ada beberapa orang, namun tidak memakai toga,” kata hakim dalam ruang siding saat agenda pemeriksaan saksi, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis, 20 Maret 2025.

    Kendati salah satu kuasa hukum Tom sudah mengungkap bahwa keempat orang itu adalah staf kantor firma hukum yang bantu mempersiapkan dokumen sidang, Hakim Dannie tak beri keringanan.

    Ia tetap bersikeras kuasa hukum dan jaksa penuntut umum (JPU) wajib memakai toga saat sidang dimulai. Bahkan, ia menekankan kalau kuasa hukum harus terdaftar dalam surat kuasa.

    “Silakan ya, kecuali mereka pakai toga dan memang sudah terdaftar di surat kuasa, silakan. Kami rasa sudah cukup banyak untuk membantu tim penasihat hukum terdakwa,” ujar hakim.

    Masih membela diri, kuasa hukum Tom Lembong mengatakan bahwa keempat orang tersebut sejatinya masuk dalam surat kuasa. Namun, hakim tetap pada keputusannya

    “Iya, tetapi toganya, untuk tertibnya persidangan, silakan (keluar),” ucap hakim.

    Sekilas Kasus Tom Lembong

    Tom Lembong didakwa dalam kasus dugaan korupsi impor gula di Kementerian Perdagangan pada 2015–2016, yang merugikan negara sebesar Rp578,1 miliar.

    Ia menerbitkan surat persetujuan impor gula kristal mentah kepada 10 perusahaan tanpa rapat koordinasi antarkementerian dan rekomendasi dari Kementerian Perindustrian.

    Surat tersebut diduga diberikan untuk impor gula kristal mentah yang seharusnya diolah menjadi gula kristal putih, meskipun perusahaan tersebut tidak berhak mengolah gula mentah.

    Selain itu, Lembong juga menunjuk koperasi non-BUMN untuk mengendalikan ketersediaan gula, bukan perusahaan BUMN.

    Ia terancam pidana berdasarkan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Korupsi. ***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Pengamat Sebut Impor Gula di Masa Tom Lembong Karena Kebutuhan Mendesak

    Pengamat Sebut Impor Gula di Masa Tom Lembong Karena Kebutuhan Mendesak

    loading…

    Terdakwa kasus impor gula Tom Lembong mengikuti sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (20/3/2025). FOTO/NUR KHABIBI

    JAKARTA – Jaksa Penuntut Umum (JPU) mempertanyakan kebijakan impor gula mentah (raw sugar) yang dilakukan oleh mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong pada 2015. Dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi impor gula di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (20/3/2025), JPU menilai impor gula seharusnya dilakukan dalam bentuk gula kristal putih (GKP).

    Penasihat hukum Tom Lembong, Zaid Mushafi menegaskan, kebijakan impor gula mentah justru bertujuan menjaga stabilitas harga gula di dalam negeri. Zaid menjelaskan, impor gula mentah memiliki beberapa keunggulan strategis. Pertama, Indonesia dapat mengolah gula mentah menjadi gula kristal putih (GKP), sehingga menghemat devisa negara.

    Kedua, proses pengolahan gula mentah membuka lapangan pekerjaan baru. “Ketiga, harga jual ke masyarakat akan lebih terjangkau daripada jika kita mengimpor gula kristal putih yang sudah jadi. Ini penting karena harga yang lebih murah bisa langsung dirasakan oleh masyarakat,” kata Zaid dalam keterangannya.

    Zaid juga mengutip keterangan ahli di persidangan yang menyatakan bahwa kebijakan impor gula mentah pada 2015 telah memberikan manfaat bagi masyarakat dengan menstabilkan harga gula. “Dengan impor gula mentah, harga jual kepada konsumen bisa ditekan lebih rendah, sehingga stabilitas harga gula di pasar dalam negeri tetap terjaga,” ujarnya.

    GKP Tidak Tersedia di Pasar Internasional
    Saksi dari Kementerian Perdagangan Muhammad Yanny, mantan Kasubdit 2 Importasi Produk Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan (2014-2020), memperkuat argumen Zaid. Yanny menjelaskan, di pasar internasional, istilah Gula Kristal Putih (GKP) tidak dikenal.

    “Di pasar internasional hanya ada raw sugar (gula mentah) dan refined sugar (gula rafinasi). Oleh karena itu, PPI (Perusahaan Perdagangan Indonesia) tidak bisa mengimpor GKP karena hanya memiliki API-U (Angka Pengenal Importir Umum), sehingga harus bekerja sama dengan swasta yang memiliki API-P (Angka Pengenal Importir Produsen),” kata Yanny di persidangan.

    Yanny menegaskan, pilihan impor gula mentah (raw sugar) pada saat itu adalah keputusan yang logis mengingat ketiadaan GKP di pasar global. “Istilah GKP tidak ada di luar negeri, jadi pilihannya hanya refined sugar dan raw sugar, yang keduanya tidak bisa langsung disalurkan ke masyarakat,” tambahnya.

    Terpisah, Pengamat Pertanian Khudori menjelaskan, gula di Indonesia memiliki karakteristik unik. Di pasar internasional, gula yang dikenal adalah plantation white sugar, raw sugar, dan refined sugar. “Gula kristal putih (GKP) yang kita kenal di Indonesia, di pasar internasional tidak selalu tersedia. Kalaupun ada, pasarnya kecil dan harus dipesan terlebih dahulu,” ujarnya, Jumat (21/3/2025).