Alasan Inkoppol Ikut Operasi Gula Tom Lembong: Pasar Dikuasai Preman
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Induk Koperasi Polri (
Inkoppol
) disebut terlibat dalam
operasi pasar
pengendalian harga gula pada 2016 karena terdapat pedagang-pedagang dengan beking
preman
.
Informasi ini terungkap ketika kuasa hukum Menteri Perdagangan (Mendag) 2015-2016 Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong mencecar Irjen Pol (Purn) Muji Waluyo.
Ia merupakan mantan Kepala Divisi Perdagangan Inkoppol yang dihadirkan sebagai saksi dalam sidang dugaan korupsi importasi gula yang menjerat Tom Lembong.
“Coba saudara saksi jelaskan, dalam BAP nomor 10 saksi menerangkan bahwa pertimbangan Inkoppol mengajukan operasi pasar dikarenakan di lapangan terdapat penolakan keras operasi pasar penjual gula yang mendapat beking preman. Mohon saksi jelaskan,” kata pengacara di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (6/5/2025).
Waluyo mengatakan, harga gula yang melambung tinggi pada 2016 meresahkan masyarakat. Fenomena itu dinilai menjadi salah satu indikator terjadinya gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas).
Ia lantas menceritakan pengalamannya sendiri ketika melakukan operasi pasar di Cipinang. Saat itu, ia dan petugas Inkoppol membawa dua truk berisi tulisan “operasi pasar gula”.
“Ditolak oleh kelompok
kartel
di situ. Akhirnya kita panggil Kapolsek, kita dudukkan bersama, ini perintah negara. Baru kita bisa masuk. Itu salah satu bukti,” ujar Waluyo.
Selain di Cipinang, hal serupa juga terjadi ketika Inkoppol melakukan operasi pasar di Pasar Beringharjo, Yogyakarta.
Saat itu, pihaknya memanggil Kapolrestabes setempat untuk mengawal operasi pasar.
“Karena Inkoppol memiliki jaringan kesamaan dari Mabes, Polda, dan Polres itulah salah satu indikator bahwa pimpinan memerintahkan Inkoppol, bukan Polri-nya untuk bekerja karena ini di bidang usaha pastinya koperasi,” tutur Waluyo.
Dalam perkara ini, Tom didakwa melanggar Pasal 2 atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Perbuatannya dinilai melanggar hukum, memperkaya orang lain maupun korporasi yang menimbulkan kerugian negara Rp 578 miliar.
Jaksa dalam surat dakwaannya mempersoalkan tindakan Tom Lembong menunjuk sejumlah koperasi TNI-Polri untuk mengendalikan harga gula, alih-alih perusahaan BUMN.
“Terdakwa Thomas Trikasih Lembong tidak menunjuk Perusahaan BUMN untuk pengendalian ketersediaan dan stabilisasi harga gula, melainkan Inkopkar, Inkoppol, Puskopol, SKKP TNI-Polri,” kata jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (6/3/2025).
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Tag: Thomas Trikasih Lembong
-
/data/photo/2025/05/06/6819eaebc79b1.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Alasan Inkoppol Ikut Operasi Gula Tom Lembong: Pasar Dikuasai Preman
-
/data/photo/2025/05/06/6819ccc55c128.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Koperasi TNI Ikut Kendalikan Gula: Barang dari Pabrik Tommy Winata, Distributornya Swasta
Koperasi TNI Ikut Kendalikan Gula: Barang dari Pabrik Tommy Winata, Distributornya Swasta
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Induk Koperasi TNI Angkatan Darat (
Inkopad
) ikut serta dalam mengendalikan
harga gula
pasir pada masa Menteri Perdagangan (Mendag) 2015-2016, Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong, meski tidak memiliki pabrik.
Keterlibatan Inkopad yang saat itu bernama Induk Koperasi Kartika (Inkopar) ini terungkap saat jaksa memeriksa Kepala Bagian Hukum dan Pengamanan (Kabag Kumpam), Letkol CHK Sipayung.
Kepada majelis hakim, prajurit TNI itu mengungkapkan bahwa pada saat itu pihaknya mendapat tugas dari Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) untuk membantu pengendalian harga gula.
“Dalam pelaksanaannya Pak, apakah penugasan ini dilakukan sendiri oleh Inkopar atau bekerja sama dengan perusahaan lain?” tanya jaksa, di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (6/5/2025).
“Dengan PT Angels,” jawab Sipayung.
Perusahaan yang dimaksud adalah PT Angels Products yang, menurut Sipayung, dimiliki pengusaha ternama Tomy Winata.
Jaksa lantas meminta Sipayung menjelaskan bagaimana Inkopad mendapatkan stok gula.
Menurut Sipayung, Inkopad (saat itu Inkopar) mengajukan permohonan kuota impor gula ke Kementerian Perdagangan (Kemendag).
“Karena gulanya enggak ada untuk menurunkan harga itu. Jadi, kita mengajukan permohonan untuk impor gula,” ujar Sipayung.
Salah satu syarat untuk mendapatkan kuota impor adalah badan hukum terkait harus memiliki pabrik.
Sementara, Inkopad tidak memiliki pabrik pengolahan gula.
Inkopad kemudian menjalin kerja sama dengan PT Angels Products.
Biaya impor gula kristal mentah (GKM) yang diimpor berasal dari PT Angels Products.
Kemudian, perusahaan itu mengolah GKM tersebut menjadi gula kristal putih (GKP).
Hasilnya kemudian didistribusikan melalui sejumlah perusahaan swasta yang sudah meneken kontrak dengan Inkopad.
“Nanti (distributor) bayarnya ke Angels, setelah itu ambil gulanya di pabrik Angels, kemudian baru kita distribusikan,” kata Sipayung.
Dalam perkara ini, Tom didakwa melanggar Pasal 2 atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi
jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Perbuatannya dinilai melanggar hukum, memperkaya orang lain maupun korporasi yang menimbulkan kerugian negara Rp 578 miliar.
Jaksa dalam surat dakwaannya mempersoalkan tindakan Tom Lembong yang menunjuk sejumlah koperasi TNI-Polri untuk mengendalikan harga gula, alih-alih perusahaan BUMN.
“Terdakwa Thomas Trikasih Lembong tidak menunjuk perusahaan BUMN untuk pengendalian ketersediaan dan stabilisasi harga gula, melainkan Inkopar, Inkoppol, Puskopol, SKKP TNI-Polri,” kata jaksa, di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (6/3/2025).
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/05/06/681998a8eaf68.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
7 Hakim Sidang Tom Lembong Sentil Prajurit TNI: Kalau Dana Kurang, Ngapain Ajukan Permohonan ke Kemendag? Nasional
Hakim Sidang Tom Lembong Sentil Prajurit TNI: Kalau Dana Kurang, Ngapain Ajukan Permohonan ke Kemendag?
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat Alfis Setiawan menyebutkan, Induk Koperasi Angkatan Darat (
Inkopad
) seharusnya tidak mengajukan permohonan ke Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk melakukan operasi pasar pengendalian gula jika memang tidak ada dana.
Pernyataan ini disampaikan Alfis saat mencecar Kepala Bagian Hukum dan Pengamanan (Kabag Kumpam), Letkol CHK Sipayung, di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (6/5/2025).
Ia dihadirkan sebagai saksi dugaan
korupsi
importasi gula yang menjerat Menteri Perdagangan (Mendag) 2015-2016, Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong.
Alfis mempertanyakan mengapa Inkopad menjalin kerja sama dengan 10 distributor swasta, padahal Inkopad memiliki cabang di seluruh Indonesia.
“Kenapa harus dikerjasamakan dengan distributor?” tanya Alfis.
“Ya supaya bisa dijual langsung, Pak,” jawab Sipayung.
“Kenapa enggak koperasi saja yang melakukannya? Tadi Bapak sampaikan koperasi ini punya cabang di seluruh Indonesia?” tanya Alfis lagi.
“Punya, kita punya 1.000 lebih prim, punya 22 pos,” ujar Sipayung.
Alfis merasa pertanyaannya belum terjawab.
Sebab, meski cabang Inkopad begitu banyak dan ada di Batalion atau Kodim, distribusi gula dikerjasamakan dengan distributor.
Hakim
ad hoc
itu mempertanyakan mengapa Inkopad yang mengambil gula kristal putih (GKP) dari PT Angles Product mengirimkannya ke cabang koperasi di seluruh Indonesia dan melakukan operasi pasar.
“Kenapa enggak demikian yang dilakukan?” tanya Alfis.
“Izin, Pak, mungkin menurut saya (Inkopad) enggak mampu, koperasi itu enggak mampu beli gula sekian banyak,” ujar Sipayung.
“Ya kalau enggak mampu, enggak usah ditunjuk Pak koperasi itu oleh Kementerian Perdagangan,” kata Alfis.
Menurut Alfis, Inkopad bisa mengendalikan harga gula karena sebelumnya mengajukan permohonan untuk melakukan operasi pasar.
Setelah itu, mereka mendapat tugas dari Kementerian Perdagangan.
Persoalannya, menurut Alfis, anggaran koperasi tersebut tidak cukup untuk melakukan operasi pasar sehingga dalam proses distribusinya mengalami kendala.
“Bapak tadi jawab anggaran enggak ada, dana kami kurang koperasi. Kan begitu jawabannya. Kalau tahu dana kurang, anggaran minim, ngapain dahulu mengajukan permohonan kepada Kementerian Perdagangan untuk mendapatkan penugasan?” cecar Hakim.
Mendengar hal ini, Sipayung mengatakan, pihaknya mengetahui bahwa Inkopad melakukan operasi pasar atas perintah Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD).
“Kita kerja sama itu atas perintah, melakukan kerja sama. Tentara itu kalau KSAD memerintah A, pasti dikerjakan,” tutur Sipayung.
Namun, Hakim Alfis tetap berpandangan bahwa idealnya Inkopad, jika secara anggaran tidak sanggup melakukan operasi pasar, tidak mengajukan permohonan ke Kementerian Perdagangan.
Dalam perkara ini, Tom didakwa melanggar Pasal 2 atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi
jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Perbuatannya dinilai melanggar hukum, memperkaya orang lain ataupun korporasi yang menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 578 miliar.
Jaksa dalam surat dakwaannya mempersoalkan tindakan Tom Lembong yang menunjuk sejumlah koperasi TNI-Polri untuk mengendalikan harga gula, bukan perusahaan BUMN.
“Terdakwa Thomas Trikasih Lembong tidak menunjuk perusahaan BUMN untuk pengendalian ketersediaan dan stabilisasi harga gula, melainkan Inkopkar, Inkoppol, Puskopol, SKKP TNI-Polri,” kata jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (6/3/2025).
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Sekarang Tahu Saat Itu Tak Tahu?
PIKIRAN RAKYAT – Mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong mencecar eks Direktur Utama PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI), Dayu Padmara Rengganis, dalam sidang kasus dugaan korupsi impor gula di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin, 28 April 2025.
Dalam siding lanjutan kemarin, Dayu dihadirkan sebagai saksi. Kepada Dayu, Tom mempertanyakan pengetahuannya terkait keberadaan gula kristal putih (GKP) di pasar internasional.
Adapun GKP merupakan jenis gula yang umum dikonsumsi masyarakat Indonesia dan diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 117.
“Ibu Dayu tidak tahu bahwa GKP itu tidak lazim diperdagangkan di luar negeri? Tidak ada di luar negeri?” tanya Tom Lembong dengan nada tinggi.
Dayu mengakui bahwa pada saat itu dirinya belum memahami industri gula secara mendalam.
“Saya waktu itu belum sepaham itu, Pak, mengenai industri gula,” ujarnya menjawab.
Tom Lembong lalu menanggapi dengan respons tajam, mempertanyakan bagaimana Dayu bisa mengetahuinya saat ini sedangkan dulu tidak, padahal saat itu ia tengah menjabat sebagai pimpinan PPI.
“Oh, sekarang tahu, pada saat itu tidak tahu?” cecarnya lagi.
Dayu kembali menjawab, “Belum, belum. Kompetensi saya belum sampai ke sana pada saat itu.”
Tom lantas menjelaskan bahwa di pasar internasional, hanya dikenal dua jenis gula, yakni, gula mentah dan gula rafinasi.
Sementara itu, GKP yang digunakan di Indonesia, atau disebut juga plantation white sugar, tidak diproduksi secara umum di luar negeri karena memiliki standar ICUMSA 75–200 yang tidak lazim.
“Sehingga kalau kita mau beli harus special order. Harus dibikin khusus untuk Indonesia yang akan makan waktu lama dan biaya lebih tinggi. Ibu tidak tahu?” tanya Tom lagi.
“Tidak tahu,” jawab Dayu.
Dalam perkara ini, Tom Lembong didakwa melanggar Pasal 2 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Jaksa menilai kebijakan impor gula yang dia buat telah merugikan negara sebesar Rp578 miliar, serta memperkaya pihak lain.
Jaksa juga mempersoalkan langkah Tom yang menunjuk koperasi milik TNI dan Polri sebagai pengendali harga gula, alih-alih melibatkan perusahaan BUMN, serta membuat kebijakan impor tanpa koordinasi antarkementerian. ***
Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News
-
/data/photo/2025/04/21/68063dd77c568.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Marah Importir-Distributor Gula Ditunjuk Kemendag, Hakim Perkara Tom Lembong: Luar Biasa Ini Nasional 29 April 2025
Marah Importir-Distributor Gula Ditunjuk Kemendag, Hakim Perkara Tom Lembong: Luar Biasa Ini
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Hakim
Pengadilan Tipikor
Jakarta Pusat Alfis Setiawan marah saat mendengar perusahaan dan distributor gula ditunjuk Kementerian Perdagangan (
Kemendag
).
Peristiwa ini terjadi ketika Hakim Alfis mencecar eks Direktur Utama PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) Dayu Dayu Padmara Rengganis sebagai saksi dugaan korupsi importasi gula.
Perkara ini menjerat Menteri Perdagangan (Mendag) 2015-2016, Thomas Trikasih Lembong alias
Tom Lembong
.
Mulanya, saat dicecar Hakim Alfis, Dayu menyebut staf khusus Tom Lembong, Gunaryo memerintahkan PT PPI harus bekerja sama dengan 8 perusahaan yang telah ditunjuk Tom Lembong untuk mengimpor gula.
“Beliau dipanggil oleh Pak Mendag Thomas Lembong dan diminta untuk menyelenggarakan rapat antara PPI dengan 8 perusahaan tersebut dan nama namanya diberikan oleh Thomas Lembong kepada Pak Gunaryo,” kata Dayu, di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (28/4/2025).
Setelah itu, Hakim Alfis menggalir soal sumber dana yang digunakan PT PPI untuk bekerja sama dengan 8 perusahaan swasta itu.
Sebab, kondisi keuangan PT PPI saat itu sangat buruk.
Dayu mengungkapkan, Tim Gula yang dipimpin Direktur Pengembangan PT PPI Charles Sitorus, melapor bahwa sudah ada kesepakatan antara perusahaan negara tersebut dengan 8 perusahaan importir bahwa dananya berasal dari distributor.
“Jadi skema bisnisnya adalah dari uang PPI dan uang PPI itu berasal dari DP distributor yang akan menjual gula kristal putih itu,” ujar Dayu.
Menurut Dayu, saat penandatanganan kontrak harga sudah terdapat 7 perusahaan yang akan menjadi distributor.
Mereka akan berperan mendistribusikan gula kristal putih (GKP) dari 8 perusahaan swasta. Adapun GKP itu berasal dari gula kristal mentah (GKM) yang diimpor 8 perusahaan tersebut.
“Kalau saya nangkap keterangan Ibu ini, gula diimpor, GKM diimpor oleh 8 perusahaan itu kemudian diolah menjadi GKP, kemudian dibeli oleh PPI. Kemudian PPI menjualnya kepada distributor, begitu? Alurnya begitu?” tanya Hakim Alfis.
Dayu pun membenarkan kesimpulan Hakim Alfis tersebut.
Hakim ad hoc Tipikor itu kemudian menanyakan siapa yang menunjuk 7 perusahaan distributor tersebut.
Menurut Dayu, pihak Kemendag telah menunjuk 7 perusahaan distributor saat rapat teknis dengan 8 perusahaan yang mengimpor gula.
Mendengar ini, Hakim Alfis marah. Ia mempertanyakan peran PT PPI yang diketahui sebagai perusahaan BUMN.
“Luar biasa ini ya? 8 perusahaan ditentukan oleh Kemendag, kemudian 7 distributor juga ditentukan Kemendag. Apa tugas PPI di sini? Numpang lewat saja? PPI punya cabang tidak? Seluruh Indonesia?” tanya Hakim Alfis dengan nada tinggi.
Dayu menjelaskan, PT PPI memiliki 33 cabang yang di Tanah Air yang bertugas menjual produk-produk PT PPI, termasuk gula kristal putih atau gula pasir.
Hal ini pun membuat Hakim Alfis semakin heran karena PT PPI bekerja sama dengan distributor swasta.
Padahal, mereka bisa menggunakan 33 cabang yang dimiliki atau bekerja sama dengan Bulog.
“Menggunakan distributor yang swasta, pasti ada beban biaya tambahannya. Kenapa sedemikian rupa ini? Luar biasa ini? Kenapa Bu? Ibu kan dirut? Apa yang dilaporkan? Kenapa alurnya seperti ini?” tanya Hakim Alfis heran.
“Kami hanya melaksanakan penugasan,” jawab Dayu.
Dalam perkara ini, Tom Lembong didakwa melanggar Pasal 2 atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Perbuatannya dinilai melanggar hukum, memperkaya orang lain maupun korporasi yang menimbulkan kerugian negara Rp 578 miliar.
Jaksa menuding Tom melakukan perbuatan melawan hukum karena menerbitkan kebijakan impor tanpa berkoordinasi dengan kementerian lain.
Jaksa juga mempersoalkan Tom yang menunjuk sejumlah koperasi, termasuk milik TNI dan Polri untuk mengendalikan harga gula, alih-alih perusahaan BUMN.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/04/28/680f76c5aef68.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Sidang Tom Lembong, Staf Kementan Akui Sampai Hari Ini Indonesia Masih Impor Gula Nasional 28 April 2025
Sidang Tom Lembong, Staf Kementan Akui Sampai Hari Ini Indonesia Masih Impor Gula
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Staf Direktorat Jenderal (Ditjen) Perkebunan
Kementerian Pertanian
(Kementan) Yudi Wahyudi menyebut, sejak 2014 hingga hari ini, Indonesia masih terus mengimpor gula.
Pernyataan ini disampaikan Yudi saat dihadirkan sebagai saksi dalam sidang dugaan
korupsiimpor gula
yang menjerat Menteri Perdagangan (Mendag) tahun 2015-2016, Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong.
Pada persidangan tersebut, pengacara Tom Lembong menanyakan apakah sejak 2014 hingga 2025, Indonesia masih mengimpor gula.
“Apakah saat ini, saat ini saudara masih di Kementerian Pertanian?” tanya pengacara Tom Lembong, di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (28/4/2025).
“Masih,” jawab Yudi.
“Indonesia masih impor gula?” tanya pengacara lagi.
“Sampai saat ini masih,” jawab Yudi lagi.
Pengacara Tom Lembong lantas menanyakan apakah luas kebun tebu di Indonesia tidak bisa memenuhi kebutuhan gula nasional.
Yudi kemudian menyebut bahwa terdapat banyak faktor yang menyebabkan
produksi gula
dalam negeri tidak bisa memenuhi kebutuhan konsumsi.
Menurut dia, luas total lahan tebu sekitar 530.000 hektar dengan rata-rata tingkat produktivitas 70 ton per hektar dan rendemen 7.
“Otomatis gula kita hanya sebanyak 2,2 sampai 2,4 juta ton, produksi riil kita per tahun,” kata Yudi.
“Sedangkan kebutuhan mencapai 2,9 juta ton. Jadi ada sebetulnya kekurangan yang harus dipenuhi, itu kurang lebih antara 400 (ribu) sampai 600.000 ton,” tambah dia.
Dalam perkara ini, Tom Lembong didakwa melanggar Pasal 2 atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi
jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Perbuatannya dinilai melanggar hukum, memperkaya orang lain maupun korporasi yang menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 578 miliar.
Jaksa menuding Tom melakukan perbuatan melawan hukum karena menerbitkan kebijakan impor tanpa berkoordinasi dengan kementerian lain.
Jaksa juga mempersoalkan Tom yang menunjuk sejumlah koperasi, termasuk milik TNI dan Polri, untuk mengendalikan harga gula, alih-alih perusahaan BUMN.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Tom Lembong Klaim Masyarakat Lebih Suka Gula Lokal karena Lebih Kuning, Ini Kata Eks Pejabat BUMN – Halaman all
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Eks Menteri Perdagangan Tom Lembong mengklaim bahwa masyarakat Indonesia lebih suka gula lokal karena lebih kuning dan butirannya besar.
Adapun hal tersebut diungkapkan Tom Lembong dalam sidang lanjutan kasus dirinya dalam dugaan korupsi impor gula Kementerian Perdagangan periode 2015-2016 di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (21/4/2025).
“Jadi, apakah benar bahwa yang namanya gula putih atau gula konsumsi Indonesia itu cukup unik, karena lebih kuning dan butirnya lebih besar daripada standar gula pasir di luar?” tanya Tom Lembong kepada saksi Deputi Bidang Usaha Industri Argo dan Farmasi Kementerian BUMN periode 2015-2016, Wahyu Kuncoro di persidangan.
Wahyu menerangkan memang karakteristik gula yang dihasilkan dari pabrik-pabriknya BUMN itu lebih kuning warnanya dibandingkan gula rafinasi.
Ia melanjutkan mengapa gula lokal lebih kuning karena teknologi yang digunakan pabrik gula BUMN, masih menggunakan sulfur untuk memutihkan gula tersebut.
“Sementara kalau di luar pabrik-pabrik yang teknologinya maju itu menggunakan karbonasi,” jawab Wahyu.
Kemudian Tom Lembong mengatakan hal itu menjadi preferensi konsumen Indonesia.
“Dimana konsumen Indonesia sukanya gula pasir yang butirnya emang besar, kasar, dan lebih kuning?” tanya Tom.
Wahyu menerangkan belum ada penjelasan ilmiah terkait hal itu.
“Tapi paling tidak masyarakat itu memahami yang kuning itu lebih manis,” jawab Wahyu.
“Betul, kami juga dengar begitu,” respon Tom Lembog.
“Berarti gula putih, gula kristal putih yang dikonsumsi di Indonesia boleh dibilang cukup unik. Hanya Indonesia yang produksi dan hanya pabrik gula BUMN yang memproduksi,” tanya Tom Lembong.
“Saya tidak mengetahui persisnya. Intinya pabrik gula kami yang di BUMN itu memang outputnya, gulanya itu memang tidak sebagus gula yang diolah di pabrik rafinasi. Satu karena pabriknya tua, kemudian dua teknologinya sudah teknologi tingkatan zaman Belanda, cuman kami ini mengolah tebu rakyat, jadi tadi kristalnya lebih besar, warnanya lebih kuning,” jelas Wahyu.
“Tapi, gula itu selalu laris kan? Selalu terjual habis kan?” tanya Tom Lembong.
“Karena supply and demand memang tidak imbang kan Pak Tom. Jadi karena produksinya di BUMN itu hanya 1,6 juta, butuhnya 3 juta, apapun jenisnya ya diserap,” tegas Wahyu.
Seperti diketahui dalam perkara ini Tom Lembong didakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp 578 miliar dan memperkaya 10 orang akibat menerbitkan perizinan importasi gula periode 2015-2016.
Adapun hal itu diungkapkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (6/3/2025).
Dalam dakwaannya, Jaksa menyebut, kerugian negara itu diakibatkan adanya aktivitas impor gula yang dilakukan Tom Lembong dengan menerbitkan izin impor gula kristal mentah periode 2015-2016 kepada 10 perusahaan swasta tanpa adanya persetujuan dari Kementerian Perindustrian.
Jaksa menyebut Tom telah memberikan izin impor gula kristal mentah kepada:
Tony Wijaya NG melalui PT Angels Products (AP),
Then Surianto Eka Prasetyo melalui PT Makassar Tene (MT),
Hansen Setiawan melalui PT Sentra Usahatama Jaya (SUJ),
Indra Suryaningrat melalui PT Medan Sugar Industry (MSI),
Eka Sapanca melalui PT Permata Dunia Sukses Utama (PDSU),
Wisnu Hendra ningrat melalui PT Andalan Furnindo (AF),
Hendrogiarto A. TiwowMmelalui PT Duta Sugar International (DSI),
Hans Falita Hutama melalui PT Berkah Manis Makmur (BMM),
Ali Sandjaja Boedidarmo melalui PT Kebun Tebu Mas (KTM),
Ramakrishna Prasad Venkatesha Murthy melalui PT Dharmapala Usaha Sukses (DUS).“Terdakwa Thomas Trikasih Lembong tanpa disertai rekomendasi dari Kementerian Perindustrian memberikan surat Pengakuan Impor atau Persetujuan Impor Gula Kristal Mentah (GKM) periode tahun 2015 sampai dengan periode tahun 2016,” kata Jaksa saat bacakan berkas dakwaan.
Tom kata Jaksa juga memberikan surat pengakuan sebagai importir kepada sembilan pihak swasta tersebut untuk mengimpor GKM untuk diolah menjadi gula kristal putih (GKP).
Padahal menurut Jaksa, perusahaan swasta tersebut tidak berhak melakukan mengolah GKM menjadi GKP lantaran perusahaan tersebut merupakan perusahaan gula rafinasi.
“Padahal mengetahui perusahaan tersebut tidak berhak mengolah Gula Kristal Mentah (GKM) menjadi Gula Kristal Putih (GKP), karena perusahaan tersebut merupakan perusahan gula rafinasi,” kata Jaksa.
Selain itu, Tom Lembong juga didakwa melakukan izin impor GKM untuk diolah menjadi GKP kepada PT AP milik Tony Wijaya di tengah produksi gula kristal putih dalam negeri mencukupi.
Tak hanya itu, dijelaskan Jaksa, bahwa pemasukan atau realisasi impor Gula Kristal Mentah (GKM) tersebut juga dilakukan pada musim giling.
Dalam kasus ini, kata jaksa Tom juga melibatkan perusahaan swasta untuk melakukan pengadaan gula kristal putih yang dimana seharusnya hal itu melibatkan perusahaan BUMN.
“Terdakwa Thomas Trikasih Lembong tidak melakukan pengendalian atas distribusi gula dalam rangka pembentukan stok gula dan stabilisasi harga gula yang seharusnya dilakukan oleh BUMN melalui operasi pasar dan atau pasar murah,” jelasnya.
Dalam dakwaannya, Tom juga dianggap telah memperkaya diri sendiri dan 10 pihak swasta yang juga telah ditetapkan sebagai tersangka.
Akibat perbuatannya, Tom Lembong menurut Jaksa telah kerugian keuangan negara sebesar Rp578.105.411.622,47 atau Rp 578 Miliar.
Angka tersebut ditemukan berdasarkan hasil perhitungan dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Republik Indonesia (BPKP RI).
Tom Lembong diduga melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang Tentang Pencegahan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. (*)
-
/data/photo/2025/04/21/68063dd77c568.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Tom Lembong: Menteri Pertanian Sebut Industri Gula Nasional Lebih Untung jika Impor GKM Nasional 21 April 2025
Tom Lembong: Menteri Pertanian Sebut Industri Gula Nasional Lebih Untung jika Impor GKM
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong atau
Tom Lembong
menyebut, Menteri Pertanian pada 2015 pernah menyatakan bahwa
impor gula
kristal mentah (GKM) lebih menguntungkan
industri gula
nasional.
Informasi itu ia sampaikan saat mendapat giliran untuk bertanya kepada saksi dalam persidangan dugaan
korupsi
importasi gula pada 2015-2016.
Mulanya, Tom bertanya kepada aparatur sipil negara (ASN) Kementerian Investasi, Roro Reni Fitriani, yang dihadirkan sebagai saksi.
Tom mengonfirmasi, apakah untuk memberikan insentif kepada investor dan merangsang penanaman modal, Kementerian Investasi memberikan fasilitas bebas bea masuk (impor) bahan baku dan mesin.
“Berarti BKPM menganggap bahwa investasi untuk mengolah bahan baku menjadi barang jadi memberikan nilai tambah bagi ekonominya? Betul? Baik,” ujar Tom, di ruang sidang, Senin (21/4/2025).
Reni pun membenarkan pertanyaan Tom Lembong.
Mantan menteri era Presiden Joko Widodo itu kemudian menyebut, dalam risalah Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, Menteri Pertanian menyebut
industri gula nasional
lebih untung jika terdapat impor GKM.
Sebab, impor tersebut akan memberikan nilai tambah kepada industri gula nasional.
“Jadi betul ya BKPM (Kementerian Investasi) setuju dengan pernyataan itu?” tanya Tom.
“Ya, setuju Pak,” jawab Reni.
Ditemui usai sidang, Tom mengatakan, pernyataan Menteri Pertanian itu tercatat dalam risalah rapat tertanggal 28 Desember 2015.
Ia juga menyebut, kegiatan impor GKM menjadi pekerjaan di industri pengolahan gula.
GKM kemudian diolah menjadi gula kristal putih (GKP) atau gula pasir yang dikonsumsi masyarakat.
“Biar industri kita bekerja biar ada pekerjaan, dapat penegasan, dan dapat pekerjaan untuk mengolah serta memberikan nilai tambah pada produk tersebut,” tutur Tom.
Dalam perkara ini, Tom didakwa melanggar Pasal 2 atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi
jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Perbuatannya dinilai melanggar hukum, memperkaya orang lain maupun korporasi yang menimbulkan kerugian negara Rp 578 miliar.
Jaksa menuding Tom melakukan perbuatan melawan hukum karena menerbitkan kebijakan impor tanpa berkoordinasi dengan kementerian lain.
Jaksa juga mempersoalkan Tom yang menunjuk sejumlah koperasi, termasuk milik TNI dan Polri, untuk mengendalikan harga gula, alih-alih perusahaan BUMN.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

