Tag: Theodore Roosevelt

  • Orang-orang Abad ke-20 Santap Daging Gajah Mamut Jadi Steak

    Orang-orang Abad ke-20 Santap Daging Gajah Mamut Jadi Steak

    Jakarta

    Daging mamut ternyata umum dikonsumsi di zaman prasejarah. Sebagian besar adalah para pemburu-pengumpul yang kelaparan dan berjuang untuk bertahan hidup selama Zaman Es. Sejak mamut terakhir punah 4.000 tahun lalu, sangat sedikit orang di zaman modern yang tahu keberadaannya, apalagi mencicipi dagingnya.

    Salah satu kisah dari pergantian abad ke-20 melibatkan Otto Ferdinandovich Herz, seorang ilmuwan Rusia, yang kembali ke St. Petersburg setelah menemukan bangkai mamut dari es dekat Sungai Berezovka di Siberia.

    Saat gajah purba itu diawetkan dan dipajang di Imperial Museum, Herz menyadari bahwa dagingnya tidak akan dibutuhkan dan pada dasarnya akan terbuang sia-sia, jadi ia memutuskan untuk menyajikannya dalam jamuan makan yang mewah. Ia menganjurkan para tamu untuk membawa makanan kuno mereka sendiri, termasuk sejenis biji-bijian yang ditemukan di reruntuhan Mesir kuno.

    Sebuah catatan tentang hidangan tersebut mengatakan bahwa hidangan tersebut merupakan kesuksesan yang luar biasa, terutama hidangan steak mamut, yang menurut semua tamu terpelajar rasanya lezat, dan tidak jauh lebih alot daripada beberapa sirloin steak yang disediakan oleh tukang daging masa kini.

    Ada anekdot serupa dari James Oliver Curwood, seorang penjelajah dan penulis Amerika, yang menjelajahi wilayah utara Amerika pada 1913 bersama sekelompok penduduk asli. Setelah menemukan seekor mamut beku yang baru saja tersingkap oleh tebing yang runtuh, mereka memutuskan untuk menyantap temuan itu.

    “Dagingnya berwarna merah tua atau mahoni, dan saya menyantap steak setebal satu setengah inci. Rasa dagingnya memang tua, bukan tidak enak, melainkan hanya tua dan kering. Daging itu tidak kehilangan unsur-unsur penopang hidupnya, terbukti dari fakta bahwa anjing-anjing itu tumbuh subur di atasnya,” ulasnya, seperti dikutip dari IFL Science.

    Kisah paling terkenal tentang pemakanan mamut di era modern mungkin berasal dari The Explorers Club, sebuah perkumpulan ilmuwan eksentrik di AS yang meliputi tokoh-tokoh seperti Edmund Hillary dan Tenzing Norgay, orang pertama yang mencapai puncak Gunung Everest, Presiden Theodore Roosevelt yang suka berpetualang, serta astronaut Apollo, Neil Armstrong dan Buzz Aldrin.

    Pada jamuan makan malam tahunan mereka pada 13 Januari 1951, mamut konon menjadi hidangan utama malam itu. Daging prasejarah tersebut konon berasal dari Pulau Akutan di Alaska, dan sebagian dibawa kembali ke New York untuk melestarikan tradisi klub dalam menyajikan hidangan langka dan eksotis, mulai dari tarantula goreng hingga mata kambing, dan sup kura-kura.

    Namun, banyak yang menduga ini hanyalah kisah legenda urban. Sebuah sampel jaringan dari Explorers Club Annual Dinner (ECAD) ke-47 masih tersimpan dalam sebuah toples di Yale Peabody Museum of Natural History. Meskipun diasumsikan sebagai daging mamut, ternyata toples itu sebenarnya bertuliskan kukang tanah raksasa Amerika Selatan.

    Pada 2016, para ilmuwan di Yale memutuskan untuk menyelidiki dan menyelesaikan teka-teki ini. Melalui analisis genetik, mereka menemukan bahwa itu bukanlah mamut atau kungkang, melainkan penyu laut modern.

    Sup penyu laut secara resmi masuk dalam menu ECAD ke-47, jadi mungkin saja sampelnya entah bagaimana tercampur, meskipun para peneliti yakin itu tidak mungkin.

    “Penelitian arsip kami menunjukkan bahwa daging prasejarah yang disajikan di ECAD 1951 adalah aksi publisitas yang lucu namun keliru menjadi kenyataan,” tulis mereka dalam kesimpulannya.

    “Meskipun ada satu insiden sebelumnya, ketika seorang ahli paleontologi salah mengira kukang tanah sebagai penyu laut, tetap saja terasa aneh bahwa seorang naturalis terampil seperti Howes, beserta anggota dan jurnalis Explorers Club lainnya, tetap percaya pada keaslian daging kukang bahkan setelah Dodge mengakui bahwa itu hanya lelucon belaka,” tambah mereka.

    Sebagaimana yang tersirat dalam kisah ini, mamut bukanlah satu-satunya binatang prasejarah yang secara teoritis dapat dikonsumsi. Jaringan lunak beberapa spesies lain, beberapa di antaranya kini telah punah, telah digali dari lapisan es abadi di Belahan Bumi Utara, termasuk badak berbulu, serigala, singa gua, dan burung.

    (rns/afr)

  • Trump Sebut Rencana America Party Milik Elon Musk Konyol

    Trump Sebut Rencana America Party Milik Elon Musk Konyol

    Jakarta

    Presiden AS Donald Trump kritik peluncuran partai politik baru oleh CEO multitriliuner Elon Musk yang diberi nama America Party pada Minggu (06/07).

    CEO Tesla dan SpaceX itu, yang tadinya merupakan penasihat Trump, mengumumkan pembentukan America Party melalui serangkaian unggahan di media sosial X pada Sabtu (05/07) malam.

    “Negara terus dibebani pemborosan dan korupsi, seolah kita hidup dalam satu partai, bukan demokrasi. Hari ini, America Party dibentuk untuk mengembalikan kebebasan Anda,” tulis Musk di X, platform media sosial yang ia miliki.

    Pada Minggu (06/07), Trump menyebut pembentukan partai ketiga sebagai sesuatu yang “konyol”.

    “Partai Demokrat memang telah kehilangan arah, tetapi sejak dulu sistem (di AS) selalu dua partai,” ujar Trump, seraya menambahkan, “dan saya pikir adanya partai ketiga hanya menambah kebingungan. Konsep ini mungkin memang sengaja dikembangkan, tapi konsep tiga partai tidak pernah berhasil.”

    Musk menentang UU ‘Big Beautiful Bill’ kebanggaan Trump

    Wacana partai politik baru dari Musk muncul setelah hubungan dengan Trump memburuk di hadapan publik.

    Musk pernah menyumbangkan ratusan juta dolar untuk kampanye periode kedua Trump, serta memimpin lembaga bernama Departemen Efisiensi Pemerintahan DOGE yang dibentuk untuk mengurangi pengeluaran negara. Hubungan keduanya kemudian memburuk dan pertikaian mereka mencuat ke publik.

    Musk menjadi salah satu pengkritik paling vokal terhadap kebijakan tersebut. Ia bertekad mendirikan partai baru untuk menentang Partai Republik yang mendukung RUU tersebut.

    Lewat jajak pendapat yang ia unggah di X pada Jumat (04/07), Musk mempertanyakan apakah publik ingin “merdeka dari sistem dua partai, atau seperti yang diyakini sebagian orang, sistem satu partai yang disamarkan.” Survei itu direspons oleh lebih dari 1,2 juta pengguna X, dan lebih dari 60 persen menyatakan mendukung hadirnya partai baru.

    Upaya Musk membentuk partai ketiga dibayangi kegagalan di masa lalu

    Ide untuk membentuk partai ketiga yang benar-benar kompetitif dan berpotensi menggoyahkan dominasi Partai Demokrat dan Republik telah berlangsung lebih dari satu abad di seluruh tingkat pemerintahan AS.

    Namun, Musk bukan orang pertama yang mencoba mendirikan partai untuk menantang dominasi tersebut.

    Mantan Presiden Theodore Roosevelt menjadi sosok yang paling mendekati keberhasilan dalam pembentukan partai ketiga pada tahun 1912, setelah berpisah dari Partai Republik. Ia maju sebagai kandidat dari Partai Progresif dan berhasil meraih 27 persen suara populer serta 88 suara elektoral.

    Pada 1992, miliarder Ross Perot mencatatkan perolehan 19 persen suara populer sebagai kandidat independen dalam pemilu presiden. Ia tidak berhasil meraih suara elektoral, tetapi akhirnya ia membentuk Partai Reformasi.

    Kekayaan Musk diuji oleh realitas politik

    Musk telah memberi sinyal bahwa ia tidak menargetkan kemenangan mutlak. Sebaliknya, America Party akan fokus pada upaya merebut beberapa kursi di DPR dan Senat melalui pendekatan, “kekuatan yang sangat terfokus di titik tertentu di medan tempur.”

    Musk meyakini bahwa dengan menyasar pemilihan di daerah-daerah kunci, America Party dapat meraih suara penentu dalam proses legislasi yang diperdebatkan dengan sengit.

    Dana kampanye yang sangat besar bisa menjadi keunggulan Musk.

    Partai politik biasanya menghabiskan miliaran dolar untuk memenangkan kandidat mereka. Menurut pemantau sumbangan politik, OpenSecrets, hampir USD16 miliar (sekitar Rp260,8 triliun) dihabiskan untuk pemilu presiden dan kongres AS tahun 2024.

    Musk sendiri tercatat sebagai penyumbang terbesar dalam periode pemilu 2023-2024. Ia menyumbangkan lebih dari USD291 juta kepada kandidat Partai Republik di berbagai tingkatan pemilu.

    Namun, uang bukanlah satu-satunya faktor yang menentukan dalam politik.

    Pada April lalu, Musk memberikan cek jutaan dolar kepada sejumlah pemilih di Wisconsin menjelang pemilihan hakim Mahkamah Agung negara bagian tersebut.

    Namun, pemilih justru memilih kandidat yang didukung Partai Demokrat, Susan Crawford. Ia mengalahkan kandidat konservatif Brad Schimel, meskipun Schimel memiliki anggaran belanja kampanye sebesar USD25 juta dari Elon Musk.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris
    Diadaptasi oleh Pratama Indra
    Editor: Tezar Aditya/Hendra Pasuhuk

    Lihat juga Video Trump Skeptis dengan Rencana Elon: Partai Ketiga Tak Pernah Berhasil

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Korsel Tangkap 2 Pria China yang Rekam Kapal Induk AS Pakai Drone

    Korsel Tangkap 2 Pria China yang Rekam Kapal Induk AS Pakai Drone

    Busan

    Dua warga negara China ditangkap oleh otoritas Korea Selatan (Korsel) setelah kedapatan menerbangkan drone secara ilegal untuk merekam pangkalan Angkatan Laut Korsel. Drone itu juga digunakan untuk merekam sebuah kapal induk Amerika Serikat (AS) yang sedang berlabuh di kota pelabuhan Busan.

    Korsel berada di tengah-tengah pertikaian negara-negara adikuasa yang semakin memanas antara AS, penjamin keamanan tradisionalnya, dan China, mitra dagang terbesarnya tetapi juga sekutu utama Korea Utara (Korut).

    Kedua warga China yang berjenis kelamin laki-laki itu, seperti dilansir AFP, Kamis (26/6/2025), diidentifikasi sebagai mahasiswa internasional di Busan, namun identitas mereka tidak diungkap ke publik. Keduanya ditangkap oleh Kepolisian Metropolitan Busan pada Rabu (25/6) waktu setempat.

    Disebutkan oleh Kepolisian Metropolitan Busan bahwa kedua pria China itu didakwa atas tuduhan merugikan kepentingan militer Korsel dan melanggar Undang-undang Perlindungan Pangkalan dan Instalasi Militer.

    Menurut Kepolisian Metropolitan Busan, ini menjadi momen pertama kalinya warga negara asing (WNA) ditangkap atas tuduhan tersebut.

    “Dua individu asal China ditangkap kemarin (25/6) karena merekam pangkalan Angkatan Laut dan kapal induk AS secara ilegal,” kata seorang pejabat Kepolisian Busan, yang tidak disebut namanya, saat berbicara kepada AFP.

    “Satu individu asal China lainnya juga saat ini sedang diselidiki tanpa penahanan,” imbuhnya.

    Tonton juga “Kapal Induk AS Bergerak ke Timur Tengah di Tengah Konflik Israel-Iran” di sini:

    Para tersangka itu juga dituduh merekam secara ilegal USS Theodore Roosevelt, kapal induk AS yang sedang berlabuh di Busan untuk mengikuti operasi gabungan. Aktivitas perekaman itu dilakukan tanpa izin sebanyak sembilan kali, antara Maret 2023 hingga Juni 2024.

    Aktivitas mereka paling baru, menurut Kepolisian Busan, terjadi pada 25 Juni 2024, ketika mantan Presiden Yoon Suk Yeol mengunjungi kapal induk AS tersebut dan bertemu dengan pasukan Korsel juga pasukan AS.

    Material yang diperoleh secara ilegal itu dilaporkan mencakup 172 foto dan 22 berkas video, dengan beberapa di antaranya dibagikan tanpa izin via sejumlah platform media sosial, termasuk TikTok.

    Kepolisian Busan juga menyebutkan bahwa para tersangka menggunakan drone buatan perusahaan China dalam aktivitas ilegalnya tersebut.

    Model drone yang dimaksud dilaporkan mengharuskan penggunanya untuk mendaftar melalui aplikasi perusahaan sebelum digunakan, yang mana semua data pada drone itu diyakini dikirimkan ke server yang berlokasi di China.

    Tonton juga “Kapal Induk AS Bergerak ke Timur Tengah di Tengah Konflik Israel-Iran” di sini:

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Uang Koin Kuno TERUNIK di Dunia, Tembus Harga Rp103 Miliar, Ini Penampakannya

    Uang Koin Kuno TERUNIK di Dunia, Tembus Harga Rp103 Miliar, Ini Penampakannya

    JABAR EKSPRES – Salah satu yang membuat uang koin kuno berharga mahal adalah dari segi desainnya yang unik.

    Dan salah satu uang koin kuno yang dinobatkan sebagai uang koin dengan desain terunik adalah Sains-Gauden Double Eagle 1933.

    Saking uniknya, koin ini pernah terjual dengan harga sangat fantastis untuk sebuah koin kuno yakni mencapai $7,6 juta atau setara Rp103 miliar.

    Bukan hanya itu koin emas yang satu ini terbilang sangat langka dan memiliki nilai sejarah karena pernah ditarik pemerintah AS karena kesulitan mencetak.

    Baca juga : Di Sini Bisa Jual Uang Koin Kuno 1000 Kelapa Sawit Dengan Harga Tinggi, Cek Caranya

    Seperti apa kisah dibalik keunikan uang koin terunik didunia ini, kita akan kupas tuntas dalam artikel ini yang datanya didapat dari berbagai sumber yang mendukung.

    Koin ini memiliki desain yang rumit yang dibuat oleh Agustus Sains-Gaudens. Koin emas dua puluh dolar atau biasa disebut elang ganda, yang diproduksi oleh United States Mint dari tahun 1907 hingga 1933.

    Koin ini diberi nama sesuai nama perancangnya yaitu seorang pemahat patung Amerika, Augustus Saint-Gaudens, yang merancang bagian depan dan belakang koin itu. oleh banyak orang koin ini dianggap koin paling indah di Amerika Serikat.

    Ketika pertama kali dirilis koin ini mengalami sedikit kontroversi karena tidak ada tulisan semboyan negara Amerika “In God We Trust” di koin itu.

    Tidak adanya tulisan semboyan negara Amerika Serikat itu atas permintaan presiden Theodore Roosevelt yang juga merupakan teman akrab Augustus Saint-Gaudens.

    Baca juga : 3 Tips Menjual Uang Koin Kuno Agar Dapat Harga Tinggi Lengkap dengan Lokasi Jualnya

    Presiden Roosevelt berpendapat bahwa kehadiran moto pada koin adalah suatu penghinaan terhadap nama Tuhan, karena koin itu mungkin digunakan untuk kegiatan kriminal.

    Kongres Amerika akhirnya turun tangan meminta untuk menuliskan semboyan di koin itu. Koin elang ganda merupakan koin emas utama yang digunakan dalam perdagangan internasional hingga tahun 1933 dan koin elang ganda emisi tahun 1933 adalah koin elang ganda paling berharga di Amerika Serikat.

  • Ancaman ‘Perang Tak Disengaja’ dari Korut

    Ancaman ‘Perang Tak Disengaja’ dari Korut

    Pyongyang

    Latihan militer gabungan yang digelar Amerika Serikat (AS) dan Korea Selatan (Korsel) menarik perhatian Korea Utara (Korut). Korut mengutuk aksi ini dan memperingatkan soal ‘perang tak disengaja’.

    Peringatan ini disampaikan beberapa hari setelah jet tempur Angkatan Udara Korsel secara tidak sengaja menjatuhkan bom di area sipil hingga memicu puluhan korban luka dan menyebabkan kerusakan para rumah warga.

    “Ini adalah aksi provokatif berbahaya yang memicu situasi akut di Semenanjung Korea, yang dapat memicu konflik fisik antara kedua belah pihak melalui satu tembakan tidak disengaja,” kata Kementerian Luar Negeri Korut seperti dikutip media pemerintah Pyongyang dan dilansir AFP, Senin (10/3/2025).

    Latihan militer gabungan AS-Korsel yang diberi nama “Freedom Shield 2025” dimulai sejak Senin (10/3) waktu setempat. Latihan gabungan ini melibatkan “pelatihan langsung, virtual, dan berbasis lapangan”.

    Latihan militer gabungan ini akan berlangsung hingga 21 Maret mendatang.

    Bagaimana tanggapan Korut? Baca halaman selanjutnya.

    Pernyataan Keras Korut

    Foto: Rudal mengudara saat Korut menggelar uji coba peluncuran rudal jelajah strategis (KCNA via REUTERS Purchase Licensing Rights)

    Kementerian Luar Negeri Korut dalam pernyataannya menyebut latihan gabungan itu sebagai “latihan perang yang agresif dan konfrontatif”.

    Kerja sama militer antara Seoul dan Washington kerap mengundang kecaman dari Pyongyang, di mana pemerintah Korut menganggapnya sebagai persiapan untuk invasi terhadap wilayah mereka dan sering melakukan uji coba rudal sebagai respons.

    Latihan gabungan terbaru ini digelar beberapa hari setelah dua jet tempur Angkatan Udara Korsel secara tidak sengaja menjatuhkan delapan bom di sebuah desa setempat selama latihan gabungan secara terpisah dengan AS pada 6 Maret lalu.

    Badan Pemadam Kebakaran Nasional Korsel dalam laporannya menyebut 15 orang, termasuk warga sipil dan personel militer, mengalami luka-luka.

    Hubungan antara Pyongyang dan Seoul berada di titik terendah dalam beberapa tahun terakhir, dengan Korut meluncurkan serangkaian rudal balistik tahun lalu yang melanggar sanksi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

    Kedua Korea secara teknis masih berperang sejak konflik mereka tahun 1950-1953 berakhir dengan gencatan senjata, bukan perjanjian damai. AS menempatkan puluhan ribu tentaranya di wilayah Korsel, sebagian untuk melindungi Seoul dari Pyongyang.

    Korut Kirim Rudal

    Foto: Kapal induk AS USS Theodore Roosevelt berlabuh di Busan, Korsel (Song Kyung-Seok/Pool via REUTERS Purchase Licensing Rights)

    Usai aksi ‘provokatif’ tersebut, Korut meluncurkan sejumlah rudal balistik pada Senin (10/3) waktu setempat.

    Militer Korsel, seperti dilansir Reuters dan AFP, Senin (10/3/2025), mendeteksi rudal-rudal ditembakkan dari wilayah barat Korut menuju ke arah Laut Kuning.

    “Militer kami mendeteksi sekitar pukul 13.50 waktu setempat, beberapa rudal balistik tidak teridentifikasi yang ditembakkan dari Provinsi Hwanghae ke area Laut Barat,” sebut Kepala Staf Gabungan Militer Korsel (JCS) dalam laporannya, merujuk pada perairan yang juga disebut sebagai Laut Kuning.

    “Militer kami akan meningkatkan pengawasan dan mempertahankan postur kesiapan penuh di bawah kerja sama yang erat dengan Amerika Serikat,” imbuh JCS.

    Peluncuran rudal ini menjadi uji coba rudal balistik pertama yang dilaporkan sejak Presiden AS Donald Trump menjabat pada pertengahan Januari lalu.

    Halaman 2 dari 3

    (rdp/rdp)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Refleksi Moral Kritis atas Kisruh Disertasi Bahlil Lahadalia

    Refleksi Moral Kritis atas Kisruh Disertasi Bahlil Lahadalia

    Refleksi Moral Kritis atas Kisruh Disertasi Bahlil Lahadalia
    Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran. Pengamat sosial dan kebijakan publik. Peneliti di Indonesian Initiative for Sustainable Mining (IISM). Pernah berprofesi sebagai Wartawan dan bekerja di industri pertambangan.
    SEBAGAI
    mantan mahasiswa strata tiga, terkadang saya geli sendiri melihat apa yang sedang terjadi dengan perguruan tinggi kita, terutama terkait kontroversi yang sedang terjadi antara
    Universitas Indonesia
    (UI) dan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia.
    Di satu sisi, muncul pertanyaan, bagaimana mungkin perguruan tinggi sekelas Universitas Indonesia bisa masuk ke dalam pusaran masalah yang cukup memalukan seperti itu?
    Dan mengapa berani-beraninya tokoh sekelas Bahlil berlaku demikian setelah menjadi mahasiswa strata tiga Universitas Indonesia, seolah-olah beliau menjadi satu-satunya orang di Indonesia yang mampu bertindak di luar etika akademis superketat yang selama ini diterapkan di UI?
    Sehingga yang terlihat akhirnya seolah-olah UI adalah mahasiswa dari Bahlil Lahadalia, bukan sebaliknya.
    Pertanyaan semacam itu lahir karena status dan
    prestise The Yellow Jacket
    yang selama ini memang sangat dihormati.
    Tak diragukan lagi, Universitas Indonesia adalah salah satu perguruan tinggi yang selama ini menjadi etalase pendidikan tinggi Indonesia sekaligus menjadi kebanggaan tidak saja oleh alumninya, tapi juga masyarakat Indonesia.
    Tentu kasus ini bukan yang pertama, karena beberapa waktu sebelumnya juga pernah terjadi kontroversi di mana rangkap jabatan yang diemban Rektor UI menyuluk kemarahan publik.
    Namun, harus diakui bahwa kasus kali ini cukup menyakitkan bagi kita semua sebagai orang Indonesia.
    Selain proses ilmiah (
    scientific process
    ) untuk disertasi di UI yang selama ini sangat “dikagumi” sekaligus “ditakuti”, kasus kali ini juga terasa seolah-olah telah mencoreng harkat dan martabat perguruan tinggi di seluruh Indonesia, mengingat UI adalah kiblat dari hampir semua universitas negeri yang ada di bumi ibu pertiwi.
    Pada ranah inilah kasus ini menjadi kasus yang sangat menyakitkan bagi kita semua.
    Mengomentari masalah Bahlil dan UI ini, pada awalnya, saya sempat berpikir dan berkeinginan untuk mengusulkan agar program studi kajian strategis di mana Bahlil sedang berupaya untuk mendapatkan gelar doktoralnya agar dibekukan saja terlebih dahulu oleh pihak rektorat, tanpa harus membatalkan gelar yang sudah didapat alumni-alumni program studi ini.
    Namun, tampaknya langkah tersebut agak kurang tepat, boleh jadi juga kurang bijak, karena akan berpengaruh terhadap “existing students” di program studi tersebut yang telah berjuang secara jujur dan ekstra keras untuk menyelesaikan perkuliahan di satu sisi dan tak “tahu menahu” dengan urusan Bahlil ini di sisi lain.
    Namun demikian, evaluasi kritis, keras, dan tegas atas program studi tersebut harus dilakukan.
    Karena kasus ini diduga tidak saja melibatkan oknum-oknum di UI yang bisa jadi telah menawarkan peluang “khusus” kepada Bahlil, tentu diduga bersama dengan Bahlil sendiri, yang telah menyetujui “paket deal” yang ditawarkan, tapi juga sebenarnya secara tak langsung juga melibatkan program studi yang telah membiarkan proses “unconditional” untuk Bahlil dalam maraih gelar doktoral di sana.
    Sehingga, bagaimanapun, evaluasi secara sistematis harus dilakukan alias tidak sekadar forum rapat majelis guru besar beserta dengan penyampaian sikapnya.
    Pertama, untuk memastikan apakah hanya Bahlil dan “promotornya” yang melakukan kecurangan tersebut, atau justru sudah menjadi praktik yang lazim di program studi kajian strategis UI?
    Tanpa evaluasi menyeluruh dan transparansi atas hasil evaluasi tersebut kepada publik, tentu tak ada yang benar-benar mengetahui seperti apa praktik pendidikan dalam upaya mengejar gelar doktoral di program studi kajian strategis tersebut berlangsung dan tak ada jaminan ke depan hal serupa tidak akan terjadi lagi.
    Ada sangat banyak manusia di Indonesia, mulai dari yang kaya sampai berkuasa, sangat ingin menyandang gelar dari universitas sekaliber Universitas Indonesia.
    Kedua, jika memang kasus ini kasuistis, asumsikan saja demikian, di mana cuma terjadi pada kali ini, maka sanksi harus diberikan secara tegas dan keras kepada para pihak yang terlibat di dalamnya.
    Sanksi tidak saja kepada promotor dan guru-guru besar yang terlibat, tapi juga kepada mahasiswa yang sedang tersangkut kasus ini dan para “middle man” di lingkungan kampus UI yang boleh jadi ada juga yang telah menyukseskan kesepakatan paket
    deal
    antara kedua belah pihak.
    Dan ketiga, sanksi kepada promotor pun co-promotor semestinya tidak sekadar sanksi “basa-basi” dengan memberhentikan mereka sebagai “promotor” dan “co-promotor”.
    Sanksi semacam itu sangat tidak etis secara akademik, apalagi bagi UI yang memiliki standar dan etika akademik berkelas “tauladan” selama ini di Indonesia.
    Jabatan publik lain yang diemban oleh promotor dan co-promotor di lingkungan kampus UI sejatinya harus dilepaskan di satu sisi dan
    track record
    -nya di dunia akademik perlu dievaluasi, karena berpotensi mengandung “cacat” yang sama di waktu-waktu terdahulu.
    Bahkan jika perlu, promotor dan co-promotor dilepaskan dulu dari kewajiban mengajar, agar hal yang sama dengan motif dan modus operandi yang lebih “canggih” tidak terjadi lagi di program studi terkait.
    Keempat, hal serupa semestinya diberlakukan juga kepada mahasiswanya. Pertama, sanksi berupa keharusan untuk mengulang kembali perkuliahan dari awal tidaklah cukup, dan sangat tidak sesuai dengan reputasi dan kredibilitas UI yang telah terlanjur tercoreng.
    Kedua, bahkan jika program studi kajian strategis ingin tetap diakui bonafiditas dan kredibilitasnya, mahasiswa tersebut sejatinya tidak boleh lagi melakukan perkuliahan di program studi tersebut karena telah dengan sengaja melakukan kecurangan yang berujung mencoreng nama baik dan reputasi program studi dan UI sebagai lembaga pendidikan tinggi terpandang.
    Saya cukup yakin, jika UI bersedia melakukan ini, maka UI tidak saja akan dianggap telah berhasil membuktikan standar tinggi dalam etika akademis-scientifiknya, tapi juga telah membuktikan bahwa UI tidak takut alias bernyali menegakkan hal yang “benar” kepada seorang mahasiswa berlatar penguasa, yakni ketua partai politik besar sekaligus menteri di dalam pemerintahan yang sedang berkuasa.
    Dengan kata lain, UI akan membuktikan lebih dari yang dibutuhkan karena keberaniannya untuk menunjukkan kebijakan dan sikap tegas kepada Bahlil sebagai mahasiswa.
    Namun, jika sampai UI dan program studi terkait tidak bersedia melakukan itu, justru reputasi UI dan program studi terkait akan semakin dipertanyakan publik, karena akan dianggap ada “potensi”
    deal-deal
    terselubung di antara UI dan majelis guru besarnya dengan Bahlil yang notabene adalah bagian dari penguasa saat ini.
    Bukan saja reputasi dan kredibilitas program studi doktoral kajian strategis yang akan semakin tersudutkan, bahkan akan semakin terpuruk, tapi juga UI dan dunia pendidikan tinggi kita secara keseluruhan, mengingat betapa krusial dan strategisnya posisi UI selama ini di negeri ini.
    Pun bagi mahasiswanya, tepatnya bagi Bahlil sendiri, dalam hemat saya, sebaiknya disudahi saja ambisi untuk tetap mendapatkan gelar doktoral dari program studi yang sama di UI.
    Memulai kembali dari awal di program studi lain, atau bahkan di perguruan tinggi lain, bisa menjadi pilihan yang lebih masuk akal dan realistis, dengan proses yang benar dan baik tentunya sedari awal.
    Bahkan jika saya berandai-andai bahwa saya adalah seorang Bahlil, yang sedang menjabat sebagai menteri sekaligus sebagai ketua umum partai politik besar nan teknokratis, selain minta maaf kepada publik dan kepada UI sebagai tanda pengakuan bersalah, saya tentu akan mundur secara teratur setelah itu dari UI.
    Toh sudah punya jabatan mentereng, banyak harta, pengaruh politik yang tak diragukan lagi, terjaminnya masa depan dan seterusnya, di mana semua capaian tersebut belum tentu bisa dicapai oleh lulusan doktoral dari jurusan yang sama.
    Artinya, saya akan tetap merasa hebat, meskipun sudah bukan lagi menjadi bagian dari program studi terkait.
    Dengan kata lain, di sini saya ingin mengatakan bahwa sebenarnya Bahlil tidak terlalu membutuhkan legitimasi berupa gelar doktoral itu, karena sudah mencapai banyak hal yang belum tentu diraih oleh alumni-alumni program studi tersebut.
    Jika Bahlil mau, bahkan bisa menjejerkan para guru besar di UI untuk menjadi staf ahli dan staf khususnya di Kementerian ESDM, tanpa harus menyandang gelar doktor sekalipun.
    Tapi entahlah. Tentu itu semua adalah perspektif yang saya asumsikan saat berada di posisi Bahlil saat ini. Jelas pandangan tersebut berbeda dengan sikap Bahlil saat ini terkait dengan kasus yang sedang melandanya sebagai mahasiswa doktoral UI.
    Dan sikap Bahlil beserta dengan sikap sivitas akademika UI yang telah mengevaluasi kasus ini akhirnya telah kita saksikan.
    Kebijakan dan sikap kedua belah pihak semakin meyakinkan kita sebagai masyarakat Indonesia yang pernah sangat bangga dengan UI, mulai belajar mengendorkan ekspektasi dan melandaikan “sikap respect” terhadap UI, dengan sangat berat hati tentunya.
    Pendeknya, sebelum saya mengakhiri tulisan ini, saya ingin mengatakan bahwa kasus “disertasi” Bahlil yang telah menimbulkan respons pesimistis publik kepada UI tidak saja membuat kita sadar bahwa dunia pendidikan tinggi kita bukan hanya masih menyimpan begitu banyak masalah teknis, tapi juga “menyembunyikan” banyak masalah moral yang membuat kita semakin sadar bahwa kita belum terlalu bisa berharap banyak kepada perguruan tinggi untuk menyelesaikan berbagai persoalan moral di negeri ini.
    Padahal moral adalah masalah fundamental yang harus di-
    address
    oleh perguruan tinggi pada khususnya dan dunia pendidikan pada umumnya.
    “To educate a man in mind and not in morals is to educate a menace to society,” kata Theodore Roosevelt.
    Pendidikan yang tidak didasarkan kepada moralitas biasanya memang akan melahirkan lulusan-lulusan yang akan menjadi perusak masyarakat, mulai dari koruptor, manipulator, penginjak-injak hak asasi rakyat, pembohong berkedok politik, kontraktor berkelakuan “tuan tanah”, nasionalis bermotif penjajah, profesor penjual ijazah, dan banyak lagi penista moralitas lainnya.
    Karena itulah mengapa Theodore atau Teddy Roosevelt meletakkan moralitas pada posisi yang sangat fundamental di dalam pendidikan.
    Lantas, begaimana jika institusi pendidikan seperti perguruan tinggi justru sudah tidak lagi menjadikan moralitas sebagai fundamental dari tujuan pendidikan yang ingin mereka capai?
    Bagaimana jika perguruan tinggi sudah terbiasa memandang pendidikan sebagai sesuatu proses transaksional atau jual beli, di mana mahasiswa yang memiliki sumber daya lebih bisa membeli apapun dan siapapun di dalam perguruan tinggi untuk mendapatkan gelar dari perguruan tinggi tersebut? Jawabanya adalah bahwa itulah Indonesia hari ini. Cukup miris, bukan!
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kapal Induk AS Merapat ke Korsel Bikin Adik Kim Jong Un Kesal

    Kapal Induk AS Merapat ke Korsel Bikin Adik Kim Jong Un Kesal

    Seoul

    Kapal induk Amerika Serikat (AS), USS Carl Vinson merapat di kota pelabuhan Busan, Korea Selatan (Korsel). Manuver AS ini membikin kesal Kim Yo Jong, adik perempuan pemimpin Korut Kim Jong Un.

    Kunjungan kapal induk AS ini dimaksudkan sebagai aksi pamer kekuatan di kawasan Semenanjung Korea yang diwarnai ketegangan antara Korsel dan Korea Utara (Korut).

    Angkatan Laut Korsel dalam pernyataannya, seperti dilansir Reuters, Senin (3/3/2025), menyebut kunjungan USS Carl Vinson ke pelabuhan Korsel itu merupakan bagian dari komitmen “kuat” AS dalam memperluas pencegahan dan menunjukkan kesiapan aliansi militer antara Washington-Seoul dalam melawan Pyongyang.

    ADVERTISEMENT

    `;
    var mgScript = document.createElement(“script”);
    mgScript.innerHTML = `(function(w,q){w[q]=w[q]||[];w[q].push([“_mgc.load”])})(window,”_mgq”);`;
    adSlot.appendChild(mgScript);
    },
    function loadCreativeA() {
    var adSlot = document.getElementById(“ad-slot”);
    adSlot.innerHTML = “;

    console.log(“🔍 Checking googletag:”, typeof googletag !== “undefined” ? “✅ Defined” : “❌ Undefined”);

    if (typeof googletag !== “undefined” && googletag.apiReady) {
    console.log(“✅ Googletag ready. Displaying ad…”);
    googletag.cmd.push(function () {
    googletag.display(‘div-gpt-ad-1708418866690-0’);
    googletag.pubads().refresh();
    });
    } else {
    console.log(“⚠️ Googletag not loaded. Loading GPT script…”);
    var gptScript = document.createElement(“script”);
    gptScript.src = “https://securepubads.g.doubleclick.net/tag/js/gpt.js”;
    gptScript.async = true;
    gptScript.onload = function () {
    console.log(“✅ GPT script loaded!”);
    window.googletag = window.googletag || { cmd: [] };
    googletag.cmd.push(function () {
    googletag.defineSlot(‘/4905536/detik_desktop/news/static_detail’, [[400, 250], [1, 1], [300, 250]], ‘div-gpt-ad-1708418866690-0’).addService(googletag.pubads());
    googletag.enableServices();
    googletag.display(‘div-gpt-ad-1708418866690-0’);
    googletag.pubads().refresh();
    });
    };
    document.body.appendChild(gptScript);
    }
    }
    ];

    var currentAdIndex = 0;
    var refreshInterval = null;
    var visibilityStartTime = null;
    var viewTimeThreshold = 30000;

    function refreshAd() {
    var adSlot = document.getElementById(“ad-slot”);
    if (!adSlot) return;

    currentAdIndex = (currentAdIndex + 1) % ads.length;
    adSlot.innerHTML = “”; // Clear previous ad content
    ads[currentAdIndex](); // Load the appropriate ad

    console.log(“🔄 Ad refreshed:”, currentAdIndex === 0 ? “Creative B” : “Creative A”);
    }

    var observer = new IntersectionObserver(function(entries) {
    entries.forEach(function(entry) {
    if (entry.isIntersecting) {
    if (!visibilityStartTime) {
    visibilityStartTime = new Date().getTime();
    console.log(“👀 Iklan mulai terlihat, menunggu 30 detik…”);

    setTimeout(function () {
    if (visibilityStartTime && (new Date().getTime() – visibilityStartTime >= viewTimeThreshold)) {
    console.log(“✅ Iklan terlihat 30 detik! Memulai refresh…”);
    refreshAd();
    if (!refreshInterval) {
    refreshInterval = setInterval(refreshAd, 30000);
    }
    }
    }, viewTimeThreshold);
    }
    } else {
    console.log(“❌ Iklan keluar dari layar, reset timer.”);
    visibilityStartTime = null;
    if (refreshInterval) {
    clearInterval(refreshInterval);
    refreshInterval = null;
    }
    }
    });
    }, { threshold: 0.5 });

    document.addEventListener(“DOMContentLoaded”, function() {
    var adSlot = document.getElementById(“ad-slot”);
    if (adSlot) {
    ads[currentAdIndex](); // Load the first ad
    observer.observe(adSlot);
    }
    });

    USS Carl Vinson yang bertenaga nuklir itu dilaporkan tiba di Busan pada Minggu (2/3) waktu setempat.

    Dalam kunjungan itu, sebut Angkatan Laut Korsel, USS Carl Vinson yang merupakan bagian dari Carrier Strike Group 1 didampingi oleh kapal-kapal jelajah yang dilengkapi rudal, USS Princeton, dan kapal penghancur USS Sterett, yang juga dilengkapi rudal.

    Bagaimana tanggapan Korut? Baca halaman selanjutnya.

    Penanda Kunjungan AS ke Korsel

    Foto: Penampakan Kapal Induk AS Bersandar di Pelabuhan Busan Korsel (Song Kyung-Seok/Pool via REUTERS)

    Kunjungan USS Carl Vinson ke Busan ini menandai pertama kalinya kapal induk AS mengunjungi Korsel sejak Juni tahun lalu ketika kapal induk AS lainnya, USS Theodore Roosevelt, yang bertenaga nuklir juga berkunjung ke kota pelabuhan tersebut untuk berpartisipasi dalam latihan militer gabungan kedua negara.

    USS Carl Vinson, yang merupakan kapal induk kelas Nimitz milik Angkatan Laut AS, terakhir kali berkunjung ke Busan pada November 2023 lalu.

    Kunjungan kapal induk AS ini dilakukan setelah pemimpin Korut Kim Jong Un, pekan lalu, mengawasi uji coba peluncuran rudal jelajah strategis Korut dan memerintahkan kesiapan penuh untuk menggunakan kemampuan serangan nuklir negara tersebut.

    Laporan kantor berita Korut, Korean Central News Agency (KCNA) pada saat itu menyebut uji coba rudal itu dimaksudkan untuk memperingatkan “musuh-musuh, yang secara serius melanggar lingkungan keamanan (negara) dan mendorong serta meningkatkan lingkungan konfrontasi”.

    Menurut KCNA, uji coba itu juga dirancang untuk menunjukkan “kesiapan berbagai cara operasi nuklir”.

    Adik Kim Jong Un Geram

    Foto: Adik Kim Jong Un tiba di Korea Selatan (Yonhap via REUTERS)

    Korea Utara (Korut) mengecam keras kunjungan kapal induk Amerika Serikat (AS) ke pelabuhan Busan di Korea Selatan (Korsel). Pyongyang menyebutnya sebagai “provokasi politik dan militer”.

    Kecaman itu, seperti dilansir AFP, Selasa (4/3/2025), disampaikan oleh Kim Yo Jong, adik perempuan pemimpin Korut Kim Jong Un, dalam pernyataan yang dilaporkan kantor berita Korean Central News Agency (KCNA) pada Selasa (4/3) waktu setempat.

    “Segera setelah pemerintahan barunya muncul tahun ini, AS telah meningkatkan provokasi politik dan militer terhadap DPRK, ‘melanjutkan’ kebijakan permusuhan dari pemerintahan sebelumnya,” sebut Kim Yo Jong dalam pernyataannya.

    DPRK merupakan singkatan dari nama resmi Korut, Republik Demokratik Rakyat Korea.

    Kerja sama militer antara Seoul dan Washington sering mengundang kecaman dari Pyongyang, karena rezim terisolasi itu menganggap tindakan tersebut sebagai persiapan invasi, dan seringkali melakukan uji coba rudal sebagai responsnya.

    “Langkah keji AS untuk melakukan konfrontasi dengan DPRK semakin intensif pada Maret ini, dengan kemunculan Carl Vinson di Semenanjung Korea,” kata Kim Yo Jong.

    Kementerian Pertahanan Korsel, dalam tanggapannya, menyebut pernyataan Kim Yo Jong “tidak lebih dari sebuah alasan yang dimaksudkan untuk membenarkan pengembangan rudal nuklirnya dan menciptakan dalih untuk melakukan provokasi”.

    “Ambisi nuklir Korea Utara tidak akan pernah bisa ditoleransi, dan satu-satunya jalan untuk kelangsungan hidup mereka adalah dengan meninggalkan obsesi dan khayalan mereka mengenai senjata nuklir,” sebut Kementerian Pertahanan Korsel.

    Kim Yo Jong mengakhiri pernyataannya dengan ancaman untuk “memperbarui rekor” dalam uji coba rudal berkemampuan nuklir dan teknologi serupa lainnya.

    “Jika AS terus memperbarui rekornya dalam unjuk kekuatan militer anti-DPRK, DPRK tentu saja akan terdorong untuk memperbarui rekornya dalam melakukan pencegahan strategis,” cetus Kim Yo Jong.

    Dia menyebut AS dan sekutu-sekutunya sebagai “akar penyebab meningkatnya ketegangan” di kawasan, dan menegaskan Korut “mengutuk keras tindakan sembrono dan tindakan pamer kekuatan” dari Washington.

    Halaman 2 dari 3

    (rdp/rdp)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • AS Tiba-tiba Tarik Kapal Induknya dari Timur Tengah, Kenapa?

    AS Tiba-tiba Tarik Kapal Induknya dari Timur Tengah, Kenapa?

    Washington DC

    Amerika Serikat (AS) mengumumkan penarikan satu-satunya kapal induk mereka, yang beberapa waktu terakhir disiagakan di perairan Timur Tengah. Namun, Washington menekankan bahwa militernya masih memiliki kemampuan yang cukup untuk menghadapi berbagai ancaman dan segala kemungkinan di kawasan itu.

    Penarikan kapal induk AS yang bernama USS Abraham Lincoln itu, seperti dilansir Al Arabiya, Rabu (20/11/2024), diumumkan oleh Pentagon atau Departemen Pertahanan AS pada Selasa (19/11) waktu setempat.

    Pentagon menyatakan bahwa USS Abraham Lincoln telah meninggalkan area tanggung jawab Komando Pusat AS atau CENTCOM pada akhir pekan dan memasuki area Armada ke-7 di kawasan Indo-Pasifik.

    Awal bulan ini, AS mengumumkan pengerahan kapal penghancur rudal balistik tambahan, skuadron jet tempur dan pesawat tanker, serta beberapa pesawat pengebom jarak jauh B-52, ke kawasan tersebut sebagai persiapan dimulainya keberangkatan USS Abraham Lincoln.

    USS Abraham Lincoln tiba di Timur Tengah pada Agustus lalu, setelah Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin memerintahkan kapal induk itu untuk mempercepat transitnya guna menggantikan kapal induk AS lainnya, USS Theodore Roosevelt dan kelompok tempurnya, dalam mempertahankan kehadiran di kawasan.

    Langkah itu dilakukan saat AS meningkatkan pengerahan aset dan pasukan ke kawasan itu, menyusul ancaman dari Iran dan proksinya untuk membalas Israel yang menewaskan pemimpin Hamas dan Hizbullah dalam serangan di Teheran dan Beirut.

    Iran akhirnya menyerang Israel dengan ratusan rudal balistik dan drone pada 13 April dan 1 Oktober lalu, yang dibalas oleh Tel Aviv dengan serangan udara terhadap Teheran. Rentetan aksi saling serang itu tampaknya belum akan berakhir, dengan Iran telah mengancam akan kembali membalas serangan Israel.

  • Pemimpin Hamas Dibunuh untuk Perpanjang Perang Gaza

    Pemimpin Hamas Dibunuh untuk Perpanjang Perang Gaza

    Jakarta

    Presiden Palestina Mahmoud Abbas mengatakan bahwa pembunuhan pemimpin Hamas Ismail Haniyeh dimaksudkan untuk memperpanjang konflik di Gaza, dan akan mempersulit pembicaraan untuk menyelesaikan krisis tersebut. Hal ini disampaikan Abbas kepada kantor berita Rusia, RIA dalam sebuah pernyataan yang dipublikasikan pada hari Selasa (6/8).

    “Tidak diragukan lagi bahwa tujuan pembunuhan Haniyeh adalah untuk memperpanjang perang dan memperluas cakupannya,” lapor RIA mengutip pernyataan Abbas, dilansir Reuters dan Al Arabiya, Selasa (6/8/2024).

    “Ini akan berdampak negatif pada negosiasi yang sedang berlangsung untuk mengakhiri agresi dan menarik pasukan Israel dari Gaza,” imbuh pemimpin Otoritas Palestina itu.

    Haniyeh tewas di ibu kota Iran, Teheran, minggu lalu, dalam sebuah serangan yang memicu ancaman balas dendam terhadap Israel. Pembunuhan ini pun memicu kekhawatiran bahwa konflik di Gaza akan berubah menjadi perang Timur Tengah yang lebih luas.

    “Kami menganggap ini sebagai tindakan pengecut dan perkembangan berbahaya dalam politik Israel,” kata Abbas dalam pernyataan yang dipublikasikan dalam bahasa Rusia oleh kantor berita RIA.

    “Otoritas pendudukan Israel harus meninggalkan ambisi mereka dan menghentikan tindakan agresif mereka terhadap rakyat kami dan tujuan kami, mematuhi hukum internasional dan melaksanakan Inisiatif Perdamaian Arab, serta gencatan senjata dan penarikan pasukan dari Jalur Gaza segera dan berkelanjutan,” tandas Abbas.

    Sementara itu, terkait memanasnya situasi di Timur Tengah, militer Amerika Serikat memindahkan sedikitnya dua kapal perangnya yang sudah berada di Timur Tengah, menjadi lebih dekat ke Israel. Ini dilakukan di tengah ancaman Iran akan aksi pembalasan atas pembunuhan Haniyeh.

    Dilansir Al Arabiya, Selasa (6/8/2024), Presiden AS Joe Biden juga memimpin rapat dengan tim keamanan nasionalnya di Gedung Putih pada hari Senin (5/8) waktu setempat untuk membahas perkembangan terbaru di Timur Tengah. Para pejabat AS tidak dapat memperkirakan kapan Iran dan proksi-proksinya di Lebanon, Irak, Yaman, atau Suriah akan melakukan serangan terhadap Israel untuk membalas pembunuhan Ismail Haniyeh dan seorang komandan tinggi kelompok Hizbullah beberapa hari lalu.

    Pemindahan kapal perusak USS Cole dan USS Laboon dari Teluk Oman ke Laut Merah dilakukan setelah Pentagon atau Departemen Pertahanan AS pada hari Jumat lalu, memerintahkan untuk mengerahkan jet tempur tambahan beserta kapal penjelajah dan kapal perusak berkemampuan pertahanan rudal balistik ke Eropa dan Timur Tengah sebagai tanggapan atas ancaman Iran dan sekutunya.

    Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin juga memerintahkan kapal induk USS Abraham Lincoln dan kelompok penyerangnya untuk menggantikan kapal induk USS Theodore Roosevelt guna mempertahankan keberadaan kapal perang di wilayah tersebut.

    Pentagon juga mengambil langkah-langkah untuk mengirimkan skuadron jet tempur lainnya.

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

  • Iran Mengancam, AS Pindahkan 2 Kapal Perang Lebih Dekat ke Israel

    Iran Mengancam, AS Pindahkan 2 Kapal Perang Lebih Dekat ke Israel

    Jakarta

    Militer Amerika Serikat memindahkan sedikitnya dua kapal perangnya yang sudah berada di Timur Tengah, menjadi lebih dekat ke Israel. Ini dilakukan di tengah ancaman Iran akan aksi pembalasan atas pembunuhan pemimpin Hamas Ismail Haniyeh di Teheran, Iran minggu lalu.

    Dilansir Al Arabiya, Selasa (6/8/2024), Presiden AS Joe Biden juga memimpin rapat dengan tim keamanan nasionalnya di Gedung Putih pada hari Senin (5/8) waktu setempat untuk membahas perkembangan terbaru di Timur Tengah. Para pejabat AS tidak dapat memperkirakan kapan Iran dan proksi-proksinya di Lebanon, Irak, Yaman, atau Suriah akan melakukan serangan terhadap Israel untuk membalas pembunuhan Ismail Haniyeh dan seorang komandan tinggi Hizbullah beberapa hari lalu.

    Pemindahan kapal perusak USS Cole dan USS Laboon dari Teluk Oman ke Laut Merah dilakukan setelah Pentagon atau Departemen Pertahanan Amerika Serikat pada hari Jumat lalu, memerintahkan untuk mengerahkan jet tempur tambahan beserta kapal penjelajah dan kapal perusak berkemampuan pertahanan rudal balistik ke Eropa dan Timur Tengah sebagai tanggapan atas ancaman Iran dan sekutunya.

    Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin juga memerintahkan kapal induk USS Abraham Lincoln dan kelompok penyerangnya untuk menggantikan kapal induk USS Theodore Roosevelt guna mempertahankan keberadaan kapal perang di wilayah tersebut.

    Pentagon juga mengambil langkah-langkah untuk mengirimkan skuadron jet tempur lainnya.

    Kepala Komando Pusat AS (CENTCOM) Jenderal Erik Kurilla berada di Israel pada hari Senin untuk bertemu dengan rekan-rekannya, untuk membahas apa yang disebut Israel sebagai “penilaian keamanan.”

    Sebelumnya, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan bahwa dunia memperhatikan dengan prihatin pada “momen kritis” saat ini.

    “Kami terlibat dalam diplomasi yang intens hampir sepanjang waktu dengan pesan yang sangat sederhana: Semua pihak harus menahan diri dari eskalasi, semua pihak harus mengambil langkah-langkah untuk meredakan ketegangan,” kata Blinken.

    “Eskalasi tidak menguntungkan siapa pun. Itu hanya akan menyebabkan lebih banyak konflik, lebih banyak kekerasan, lebih banyak ketidakamanan. Sangat penting bagi kita untuk memutus siklus ini dengan mencapai gencatan senjata di Gaza,” ujar Blinken, seraya menambahkan bahwa ini akan memungkinkan lebih banyak ketenangan di wilayah tersebut, tidak hanya di Gaza.

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)