Tag: Tb Haeru Rahayu

  • KKP Fokus Tingkatkan Produksi Budidaya Ikan, Revitalisasi Ribuan Hektare Tambak

    KKP Fokus Tingkatkan Produksi Budidaya Ikan, Revitalisasi Ribuan Hektare Tambak

    Liputan6.com, Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memaparkan capaian kinerjanya sepanjang tahun 2025, dengan fokus utama pada pengembangan perikanan budidaya sebagai kunci pemenuhan kebutuhan protein nasional.

    Direktur Jenderal Perikanan Budidaya KKP, TB Haeru Rahayu, menjelaskan bahwa Indonesia perlu beralih dari ketergantungan pada penangkapan ikan. Hal ini penting untuk menjaga ekosistem laut sekaligus memenuhi kebutuhan pangan di tengah populasi yang terus bertambah

    Capaian Produksi dan Penerimaan Negara Positif

    KKP mencatat hasil yang menggembirakan di sektor perikanan budidaya. Hingga kuartal IV 2025:

    Produksi Budidaya sudah mencapai 5,02 juta ton (96,95% dari target tahunan).

    Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari subsektor budidaya bahkan melampaui target hingga 391,55%. Peningkatan ini didorong oleh optimalisasi Unit Pelaksana Teknis (UPT) KKP.

    Program Strategis: Revitalisasi Tambak & Kawasan Budidaya Modern

    Untuk meningkatkan produktivitas, KKP menjalankan dua program strategis:

    Revitalisasi Tambak Pantura Jawa: KKP menargetkan revitalisasi awal seluas 20.000 hektare dari total potensi lahan menganggur di empat kabupaten (Bekasi, Karawang, Subang, dan Indramayu). Program ini bertujuan menaikkan produktivitas tambak yang saat ini rata-rata masih sangat rendah.

    Kawasan Budidaya Terintegrasi: KKP juga sedang membangun kawasan budidaya berskala besar yang terintegrasi dari hulu ke hilir, mencakup tempat pembenihan (hatchery), pabrik pakan, hingga industri pengolahan. Ini diharapkan menjadi pusat industri budidaya modern di Indonesia.

     

  • Budidaya Jadi Tulang Punggung Pemenuhan Protein Nasional

    Budidaya Jadi Tulang Punggung Pemenuhan Protein Nasional

    Liputan6.com, Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memaparkan capaian kinerja sektor kelautan dan perikanan sepanjang 2025. Di tahun ini, KKP fokus pada pengendalian perikanan tangkap serta percepatan pengembangan perikanan budidaya yang berkelanjutan.

    Direktur Jenderal Perikanan Budidaya KKP TB Haeru Rahayu menjelaskan, tantangan utama sektor perikanan adalah pemenuhan kebutuhan protein nasional di tengah pertumbuhan populasi yang pesat.

    Indonesia diproyeksikan memiliki jumlah penduduk lebih dari 300 juta jiwa dalam lima tahun mendatang, sehingga kebutuhan pangan berbasis ikan akan meningkat signifikan.

    “Kita tidak bisa lagi hanya mengandalkan perikanan tangkap. Penangkapan harus dikendalikan agar ekosistem laut tetap terjaga. Karena itu, perikanan budidaya menjadi tulang punggung pemenuhan kebutuhan protein nasional,” ujar Haeru dikutip Selasa (16/12/2025).

    Untuk menjawab tantangan tersebut, KKP menjalankan lima kebijakan utama berbasis blue economy.

    Pertama, memperkuat kawasan konservasi laut guna menjaga kesehatan ekosistem dan biodiversitas.
    Kedua, penangkapan ikan terukur berbasis kuota agar pemanfaatan sumber daya ikan tetap berkelanjutan.
    Ketiga, pengembangan perikanan budidaya di laut, pesisir, dan darat secara berkelanjutan.
    Keempat, pengawasan dan pengendalian wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
    Kelima, penguatan gerakan partisipasi nelayan dalam menjaga kebersihan laut, termasuk pengendalian sampah plastik.

     

    Menurut Haeru, filosofi blue economy menempatkan ekonomi sebagai panduan, namun tetap menjadikan kelestarian lingkungan sebagai fondasi utama.

    “Kalau laut sehat, biodiversitas akan terjaga. Dari situ kita bisa memanen secara bijak tanpa merusak,” katanya.

    Dalam pengembangan perikanan budidaya, KKP memfokuskan kebijakan pada lima komoditas prioritas, yakni udang, rumput laut, ikan nila (tilapia), kepiting, dan lobster.

    Kelima komoditas tersebut dipilih karena memiliki pasar yang tersedia, teknologi budidaya yang semakin dikuasai, serta harga yang kompetitif di pasar global.

    Secara posisi global, Indonesia saat ini berada di peringkat lima besar produsen dunia untuk beberapa komoditas tersebut. Rumput laut dan tilapia bahkan telah menempati posisi kedua dunia. KKP menargetkan peningkatan produktivitas agar setidaknya satu hingga dua komoditas bisa menjadi “champion” global.

     

     

     

  • KKP Beberkan Produksi Perikanan RI, Segini Angkanya!

    KKP Beberkan Produksi Perikanan RI, Segini Angkanya!

    Jakarta

    Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mencatat produksi ikan budi daya mencapai 5,02 juta ton hingga triwulan III-2025. Produksi ikan ini sudah mencapai 96,95% dari total target 2025 sebesar 5,17 juta ton.

    Direktur Jenderal Perikanan Budidaya KKP, Tb. Haeru Rahayu tetap optimistis produksi perikanan nasional bisa mencapai target 5,17 juta ton, mengingat masih ada triwulan IV yang belum terdata.

    “Yang pertama hingga triwulan III di tahun ini ya produksi ikan kita mencapai 5,02 juta ton. Sudah 96,95% ini ya. Triwulan IV itu kan dimulai bulan dari apa itu? Oktober, November, dan Desember. Kita tinggal menghitung mudah-mudahan 5,17 juta ton ini bisa tercapai,” ujar Haeru saat konferensi pers di kantornya, Jakarta Pusat, Senin (15/12/2025).

    Selain ikan, produksi rumput laut mencapai 8,2 juta ton, setara 94,97% dari target 8,63 juta ton. Komoditas ikan yang paling banyak produksi pada 2025 cukup bervariasi, di antaranya udang, ikan kakap, dan ikan bandeng.

    Wilayah yang paling besar berkontribusi dalam produksi ikan nasional tersebar di berbagai daerah dan komoditas, seperti Pulau Jawa, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Sulawesi yang banyak produksi ikan tilapia.

    “Sebenarnya kalau udang itu, Aceh saja. Kalau nggak salah, posisinya yang ke-6. Aceh dan Sumut yang ke-9. NTB nomor-1. Ini contoh udang. Tilapia yang paling banyak itu ada di Jawa. Disusul NTB, kemudian Sulawesi. Ini contoh,” jelas Haeru.

    Kontribusi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sektor perikanan telah melampaui dari target, yakni mencapai Rp 198 miliar.

    “Kemudian PNBP kita juga luar biasa ini. Walaupun kita PNBP-nya itu tidak seperti eselon I yang lain, tetapi kita berdasarkan apa istilahnya hasil samping dari UPT yang kita miliki. Sudah bisa mencapai atau melebihi target 391,55%,” terangnya.

    Produksi Perikanan Tangkap

    Sementara itu, Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP Lotharia Latif menyampaikan produksi perikanan tangkap mencapai 6,5 juta ton hingga triwulan III-2025. Pihaknya menargetkan produksi perikanan tangkap mencapai 7,8 juta ton.

    “Khusus produksi perikanan tangkap nasional di mana kita lihat tahun 2024 kurang lebih produksi tangkapan kita 7,8 juta ton dan di saat sekarang sampai per hari ini masih 6,562 juta ton, tapi prognosa kita nanti di angka 7,85 juta sampai akhir Desember 2025,” ujar Latif.

    Latif mengatakan, di sejumlah negara, produksi perikanan budi daya lebih tinggi dibandingkan dengan produksi perikanan tangkap, misalnya di Vietnam produksi perikanan tangkap 3 juta ton, sementara produksi perikanan budi daya 20 juta ton dalam setahun.

    “Di China, lebih ekstrem lagi, penangkapannya diturunkan betul hanya sampai 2 juta, tapi budi daya hampir 60 juta. Indonesia masih perikanan tangkap lebih tinggi daripada budi daya. Kenapa harus dilakukan? untuk menjaga sustainability daripada perikanan itu sendiri dikelola dengan baik,” terang Latif.

    PNBP di sektor perikanan tangkap mencapai Rp 1,02 triliun. Ia menargetkan capaian PNBP pada 2025 sebesar Rp 1,19 triliun.

    “Tahun 2023 capaian PNBP ini Rp 731 miliar, kemudian kemarin 2024 itu Rp 1,05 triliun. Tahun 2025 Rp 1,027 triliun, tapi estimasi kita sampai Rp 1,19 triliun sekian di akhir tahun,” imbuhnya.

    Lihat juga Video: Misi Mengembalikan Kejayaan Perikanan Indonesia

    Halaman 2 dari 2

    (rea/ara)

  • KKP Sulap 2.000 Ha Lahan Nganggur di NTT Jadi Industri Udang Terintegrasi

    KKP Sulap 2.000 Ha Lahan Nganggur di NTT Jadi Industri Udang Terintegrasi

    Jakarta

    Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tengah mengembangkan kawasan budi daya udang terintegrasi di Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT). Pengembangan kawasan ini berdiri di lahan 2.000 hektare (ha) yang tidak produktif.

    Direktur Jenderal Perikanan Budidaya KKP, Tb. Haeru Rahayu mengatakan, budi daya udang ini akan terintegrasi mulai dari hulu hingga hilir.

    “Kita punya program yang luar biasa, boleh kita katakan megaproject lah. Kami saat ini sedang melaksanakan program budi daya udang, tetapi secara terintegrasi. Kalau yang di Kebumen, itu hanya end to end saja, tetapi ini mulai dari hulu hingga ke hilirnya kita coba dekatkan dengan satu kegiatan usaha industri,” kata Haeru dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta Pusat, Senin (15/12/2025).

    Proyek yang berlokasi di Desa Palakahembi, Waingapu, Kabupaten Sumba Timur, NTT membutuhkan investasi Rp 7,2 triliun. Pemerintah akan membangun tambak serta infrastruktur pendukung lainnya, seperti kantor, fasilitas umum, jalan produksi, sementara swasta berinvestasi di sisi hulu dan hilir.

    “Kami lakukan di 2.000 hektare tepatnya di Desa Palakahembi Waingapu, Sumba Timur Provinsi NTT, dengan jumlah nilai yang cukup fantastis mencapai Rp 7 triliun. Ini menjadi ikon perikanan budi daya, ikonnya KKP,” tambah Haeru.

    Haeru membandingkan pengembangan kawasan budi daya di Sumba Timur ini dengan kawasan lainnya, seperti di Karawang dan Kebumen. Kawasan budi daya ikan nila salin di Karawang luasnya sekitar 200 ha, dan budi daya udang di Kebumen sekitar 100 ha. Maka, kawasan di Sumba Timur luasnya jauh lebih besar.

    Oleh karena itu, ia menilai kawasan ini dapat meningkatkan produksi dan produktivitas perikanan budi daya nasional, khususnya udang. Saat ini pembangunan proyeknya telah dimulai.

    “Semua isu, semua item sudah kita lalui. Mohon doanya, sudah kita mulai,” ucap dia.

    Pada saat yang sama, Haeru membantah proyek ini disebut merusak ekosistem mangrove. Ia menegaskan, kawasan yang dimanfaatkan merupakan lahan savana yang sudah lama tidak produktif dan akan disulap menjadi kawasan industri budi daya udang.

    “Di awal-awal kami itu banyak sekali ditengarai merusak lingkungan, mangrove dibabat, dan seterusnya. Silakan datang ke sana, di sana itu semacam, mohon maaf kalau saya katakan, lahan seluas lebih dari 3.000 hektare itu tidak produktif. Jadi, tidak ada lagi mangrove dan seterusnya,” jelas ia.

    Selain itu, proyek ini juga diperkirakan menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar, khususnya dari masyarakat lokal. Ia menyebut totalnya bisa mencapai 10.000 pekerja.

    Lihat juga Video: Bantu Ekonomi Warga, Aiptu Karyanto Sulap Lahan Kosong Jadi Tambak Ikan

    (rea/ara)

  • KKP Perbaiki Tambak Udang-Nila Terdampak Bencana Sumatera Tahun Depan

    KKP Perbaiki Tambak Udang-Nila Terdampak Bencana Sumatera Tahun Depan

    Jakarta

    Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memastikan pembudidaya yang terdampak bencana di Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat akan mendapatkan rehabilitasi mulai tahun depan. Direktur Jenderal Perikanan Budidaya KKP, Tb. Haeru Rahayu memastikan proses perbaikan ini tidak akan membebankan pembudidaya.

    Haeru mengatakan pihaknya masih mendata jumlah pembudidaya yang terdampak. Data ini dikumpulkan melalui Unit Pelaksana Teknis (UPT) di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat, serta kerja sama dengan dinas setempat.

    “Contoh, dengan Kepala Dinas Aceh, saya sudah komunikasi. Kemudian dengan Kepala Dinas Sumbar, saya juga sudah komunikasi. Bahkan dia sudah bersurat juga kepada kami, memetakan, mengusulkan ini yang perlu didukung oleh pemerintah pusat,” kata Haeru di kantornya, Jakarta Pusat, Senin (15/12/2025).

    Haeru menerangkan saat ini total kerugian dan anggaran rehabilitasi masih dihitung. Pihaknya sudah memiliki standar untuk perbaikan, misalnya perbaikan tambak di Aceh membutuhkan dana sekitar Rp 50 juta per hektare (ha).

    “Di Aceh itu kalau memperbaiki tambak per hektarnya katanya sekitar Rp 50 juta. Di Padang, di Sumbar itu sekitar Rp 70 juta. Di Medan lebih mahal, sekitar Rp 100 juta. Kemudian tambaknya kalau nanti rehabilitasi, ya kita pasti perbaiki menjadi lebih baik lagi. Maka kita punya standar nilai-nilai untuk perbaikan,” tambah Haeru.

    Haeru membeberkan kerusakan yang dialami pembudidaya, mulai dari petakan tambak rusak, saluran, hingga jaringan listrik. Bahkan kolam budi daya juga tak luput tersapu banjir. Pembudidaya yang paling terdampak, mulai dari petambak udang, pembudidaya bandeng, pembudidaya nila, hingga pembudidaya kakap.

    Saat ini, pemerintah masih dalam masa tanggap darurat bencana dengan fokus memberikan bantuan yang dibutuhkan korban. Usai masa tanggap darurat, Haeru menyebut baru berfokus pada upaya perbaikan, termasuk tambak. Mengenai waktu pelaksanaan, ia berjanji akan bergerak cepat.

    “Tidak boleh lama. Pemerintah ini harus cepat ya. Tahun depan kita sudah harus mulai. Tahun depan? Tahun depan itu tinggal dua minggu lagi. Sekarang sudah tanggal 15 (Desember) kan? Kita harus cepat. Di angka kami, DIPA kami, tahun depan sudah ada,” jelas Haeru.

    Lihat juga Video: Budidaya Udang Vaname, Ladang Cuan Para Petambak

    (rea/ara)

  • KKP bangun industri budi daya kepiting yang berkelanjutan

    KKP bangun industri budi daya kepiting yang berkelanjutan

    Jakarta (ANTARA) – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menegaskan komitmennya untuk membangun industri budi daya kepiting yang berkelanjutan dan berorientasi ekspor.

    Direktur Jenderal Perikanan Budidaya KKP Tb Haeru Rahayu, dalam pernyataannya di Jakarta, Senin, mengatakan pembangunan industri komoditas kepiting tidak hanya bertujuan meningkatkan volume produksi, tetapi juga memastikan keberlanjutan sumber daya dan kelestarian lingkungan pesisir.

    Ia menuturkan seiring meningkatnya permintaan global terhadap rajungan dan kepiting, Indonesia menghadapi tantangan berupa potensi penangkapan berlebihan di alam.

    Untuk menjaga keberlanjutan, KKP mendorong pengembangan budi daya kepiting berkelanjutan serta edukasi kepada masyarakat pesisir.

    Data ekspor menunjukkan pada 2024, rajungan dan kepiting merupakan komoditas ekspor perikanan terbesar keempat Indonesia setelah udang; golongan tuna, cakalang, dan tongkol; serta kelompok cumi, sotong, dan gurita, dengan nilai mencapai 513,35 juta dolar AS atau 8,6 persen dari total ekspor perikanan.

    Negara tujuan utama ekspor meliputi China, Amerika Serikat, dan Korea Selatan.

    “Peningkatan kebutuhan pasar ini membuka peluang besar bagi Indonesia untuk memperkuat industri budidaya kepiting yang stabil dan berkelanjutan,” kata Haeru.

    Indonesia memiliki sejumlah sentra produksi kepiting, di antaranya Kalimantan Timur, yang tercatat sebagai wilayah dengan produksi tertinggi secara nasional, mencapai 9.801 ton, disusul Jawa Barat dengan 3.007 ton, serta Sulawesi Selatan dengan 2.866 ton per tahun.

    Untuk memperkuat pengembangan sektor tersebut, KKP telah membangun modeling budi daya kepiting di Pasuruan, Jawa Timur, seluas 30 hektare yang dikelola oleh Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Situbondo, Jatim.

    Kawasan ini dirancang sebagai model teknologi budi daya kepiting berorientasi pada peningkatan produktivitas dan efisiensi.

    Prof Yushinta Fujaya, akademisi dari Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin Makassar, menambahkan teknologi pembenihan dan pembesaran kepiting sudah dikuasai Indonesia, namun tantangan terletak pada hilirisasi teknologi dan diseminasi kepada masyarakat.

    Ia menekankan konsep crab silvofishery, yakni budi daya kepiting di kawasan mangrove, sebagai pendekatan efektif yang mampu menyatukan aspek ekonomi dan konservasi.

    Ketua Asosiasi Pengelolaan Rajungan Indonesia (APRI) Kuncoro C Nugroho menambahkan bahwa keberlanjutan sumber daya rajungan dapat dicapai apabila pelaku usaha, pembeli, dan pemerintah menjaga keseimbangan antara permintaan pasar dan ketersediaan stok di alam.

    Ia menekankan pentingnya penelitian dan pengembangan budi daya rajungan agar menghasilkan produk berkualitas setara dengan hasil tangkapan alam.

    Pewarta: Shofi Ayudiana
    Editor: Kelik Dewanto
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Dorong Minat Budidaya Ikan, Menteri Trenggono Ajak Raffi Cs ke BINS

    Dorong Minat Budidaya Ikan, Menteri Trenggono Ajak Raffi Cs ke BINS

    Jakarta, CNBC Indonesia – Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono bersama Utusan Khusus Presiden Bidang Pembinaan Generasi Muda dan Pekerja Seni, Raffi Ahmad meninjau lokasi modeling budidaya nila salin (BINS) di Karawang, Jawa Barat.

    Menteri Trenggono memperkenalkan langsung inovasi budidaya ikan nila salin, yang menjadi langkah konkret Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam merevitalisasi tambak tradisional menjadi modern dengan hasil panen berorientasi ekspor.

    Dalam kunjungan tersebut, Raffi Ahmad Raffi hadir bersama rekannya dalam kelompok The Dudas-1, yakni Ariel Noah, Gading Marten, dan Desta.

    Lewat program percontohan BINS, Menteri Trenggono berharap budidaya perikanan modern dapat terus tumbuh, dan menjadi lapangan kerja baru khususnya bagi para generasi muda.

    “Melalui pembangunan modeling nila salin di Karawang, KKP ingin menjadikan daerah ini sebagai contoh nyata penerapan ekonomi biru, yakni pembangunan sektor kelautan dan perikanan yang ramah lingkungan, inklusif, dan berkelanjutan,” ujar Menteri Trenggono dalam siaran resmi di Jakarta, Minggu (2/11/2025).

    Pengembangan BINS Karawang menjadi bagian penting dari visi besar Indonesia Emas 2045 dan Asta Cita Presiden dan Wakil Presiden, terutama dalam upaya mewujudkan swasembada pangan berbasis protein ikan dan pemerataan ekonomi pesisir.

    Dipilihnya Karawang karena memiliki lahan tambak yang potensial namun belum dioptimalkan. Melalui program ini, lahan-lahan idle tersebut diubah menjadi tambak nila salin modern yang efisien dan ramah lingkungan, sekaligus memperkuat ketahanan pangan nasional.

    Selain melihat proses budidaya, Menteri Trenggono juga memperkenalkan sistem pengelolaan tambak modern yang menerapkan seperti Intake Air Laut dan Tawar dan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Ia menegaskan bahwa sektor perikanan budidaya memiliki peran strategis dalam mendukung kemandirian pangan dan pertumbuhan ekonomi daerah.

    “Budidaya ikan bukan hanya tentang produksi, tetapi juga masa depan pangan nasional, kesejahteraan masyarakat, dan kelestarian lingkungan. Dengan teknologi yang tepat, tambak dapat menjadi sumber ekonomi yang berkelanjutan,” tegas Menteri Trenggono.

    Kehadiran Raffi bersama Ariel, Gading, dan Desta disambut antusias oleh masyarakat dan para pekerja di BINS Karawang.

    Menteri Trenggono berharap keterlibatan para figur publik ini dapat menjadi jembatan untuk mengenalkan konsep ekonomi biru dan budidaya ikan modern kepada generasi muda. Menurutnya, cara-cara kreatif seperti ini sangat efektif untuk menggugah minat masyarakat terhadap sektor perikanan yang kini semakin modern dan menjanjikan.

    Dalam kesempatan tersebut, Raffi Ahmad menyampaikan kekagumannya terhadap inovasi yang dikembangkan KKP. Menurutnya, modeling BINS di Karawang merupakan terobosan besar yang dapat membuka lapangan kerja baru sekaligus menyediakan sumber protein hewani yang sehat bagi masyarakat.

    “KKP luar biasa. Punya modeling seperti budidaya ikan nila salin yang punya peran penting dalam menyediakan sumber protein hewani yang sehat dan bergizi. Terima kasih sudah memperkenalkan kami pada inovasi yang bukan hanya meningkatkan produksi ikan, tapi juga membuka lapangan kerja dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” ujar Raffi Ahmad.

    Direktur Jenderal Perikanan Budi Daya, Tb Haeru Rahayu, menjelaskan BINS Karawang dirancang untuk meningkatkan produktivitas secara signifikan melalui penerapan teknologi modern dan sistem manajemen yang efisien. Dengan pendekatan baru ini, produktivitas tambak yang sebelumnya hanya sekitar 0,6 ton per hektare per siklus kini mampu meningkat hingga 80 ton per hektare per siklus.

    Peningkatan tidak hanya berpengaruh pada volume produksi dan ekspor, tetapi juga membuka lebih banyak peluang kerja bagi masyarakat sekitar serta memperkuat ekonomi daerah melalui aktivitas pendukung seperti pakan, logistik, dan pengolahan hasil perikanan.

    Lebih lanjut, Tb Haeru menjelaskan bahwa ikan nila salin dipilih karena keunggulannya yang mampu hidup di air payau dengan kadar garam hingga 20 ppt. Jenis ini sangat cocok untuk lahan tambak di pesisir. Selain pertumbuhannya cepat dan tahan terhadap penyakit, nila salin juga memiliki pasar yang luas baik di dalam negeri maupun luar negeri.

    Berdasarkan data, permintaan global ikan tilapia mencapai 7,84 juta ton pada tahun 2024 dan diproyeksikan meningkat menjadi 8,9 juta ton pada tahun 2030. Di dalam negeri, permintaan juga terus meningkat dan diperkirakan menembus 2,36 juta ton pada tahun yang sama.

    Dari sisi produksi, Indonesia kini menjadi produsen tilapia terbesar kedua di dunia dengan produksi sekitar 1,4 juta ton atau 20,5 persen dari total produksi dunia, setelah Tiongkok. Indonesia juga tercatat sebagai eksportir nila terbesar ketiga di dunia setelah Tiongkok dan Kolombia.

    Dalam kunjungan tersebut, Menteri Trenggono juga menunjukkan area pembangunan BINS Karawang seluas 230 hektare yang dilengkapi dengan infrastruktur pendukung lengkap, seperti intake air laut dan tawar, area pembesaran, IPAL serta fasilitas kawasan terpadu.

    Dengan penerapan sistem modern dan pengelolaan terintegrasi, BINS Karawang ditargetkan mampu meningkatkan produktivitas hingga 84 ton per hektare per tahun dengan volume produksi mencapai 11.150 ton per tahun. Proyek ini juga diproyeksikan membuka lapangan kerja baru bagi sekitar 500 orang.

    (dpu/dpu)

    [Gambas:Video CNBC]

  • KKP perkuat sektor industri budidaya udang nasional dari hulu

    KKP perkuat sektor industri budidaya udang nasional dari hulu

    Jakarta (ANTARA) – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menegaskan penguatan industri budidaya udang nasional dimulai dari sektor hulu, dengan fokus meningkatkan produktivitas sehingga mendorong pertumbuhan ekspor berdaya saing tinggi.

    Direktur Jenderal Perikanan Budi Daya KKP Tb Haeru Rahayu (Tebe) menyebutkan beberapa strategi di hulu untuk memperkuat sektor industri budidaya udang, pertama, melalui perbaikan atau penyusunan regulasi dengan menyederhanakan aturan perizinan agar lebih efisien.

    “Melakukan harmonisasi regulasi antara pusat dan daerah guna menghindari tumpang tindih, serta memastikan kebijakan yang diterapkan mendukung investasi sekaligus keberlanjutan lingkungan,” kata Tebe dalam keterangan pers di Jakarta, Minggu.

    Upaya kedua, lanjut Tebe, yakni penerapan protokol budidaya atau good aquaculture practice dengan langkah-langkah seperti peningkatan kapasitas pembudidaya melalui pelatihan dan pendampingan, mendorong penggunaan teknologi ramah lingkungan dan biosecurity, serta menjamin kualitas udang sejak awal siklus produksi agar sesuai dengan standar internasional.

    Selanjutnya, strategi lain dilakukan melalui dukungan pendanaan, antara lain penyediaan akses kredit lunak atau skema pembiayaan khusus bagi petambak, pemberian insentif bagi pembudidaya yang menerapkan praktek terbaik (best practices), serta menjalin kolaborasi dengan lembaga keuangan untuk memperluas akses modal.

    KKP juga berupaya menghasilkan induk udang unggul sehingga tak perlu lagi impor.

    “Di momen Bulan Bhakti Kelautan dan Perikanan dalam rangka peringatan HUT ke-26 tahun KKP yang jatuh tiap 26 Oktober, program induk udang unggul kian diperkuat,” ucap Tebe.

    Dia menuturkan pihaknya telah mengembangkan induk udang lokal bernama Nusa Dewa melalui Balai di Karangasem, Bali.

    “Ini menjadi bukti nyata bahwa kita mampu menghasilkan produk unggul buatan Indonesia. Sudah saatnya kita bangga dengan karya anak bangsa,” tegas Tebe.

    Dia juga mengajak para pembudidaya untuk meninggalkan praktik lama yang tidak sesuai standar, termasuk penggunaan antibiotik. Sebagai alternatif, pemerintah mendorong penggunaan probiotik.

    “Inovasi ini harus terus dikaitkan dengan aspek keekonomian agar bisa diadopsi dengan baik oleh pembudidaya di lapangan,” tambah Tebe.

    Ia juga menekankan pentingnya kolaborasi erat antara asosiasi, pelaku usaha swasta, akademisi, serta kementerian dan lembaga terkait menjadi kunci untuk mendorong pertumbuhan industri udang Indonesia yang berdaya saing global dan berkelanjutan.

    Tebe menekan Indonesia memiliki potensi besar untuk mengembangkan udang sebagai komoditas unggulan.

    “Dengan kondisi eksisting seperti ketersediaan lahan, produksi nasional, dan posisi udang Indonesia di pasar global, kita memiliki peluang besar untuk menjadikan industri udang lebih maju, berdaya saing, dan berkelanjutan,” kata Tebe.

    Sebelumnya Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menekankan pentingnya pengembangan perikanan budidaya berkelanjutan untuk menopang produksi perikanan nasional. Praktik budidaya berkelanjutan tidak hanya mendukung ketahanan pangan, tapi ikut menjaga populasi perikanan di alam.

    Pewarta: Muhammad Harianto
    Editor: Siti Zulaikha
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • KKP dukung “hatchery” udang swasta tingkatkan mutu benih dan ekspor

    KKP dukung “hatchery” udang swasta tingkatkan mutu benih dan ekspor

    Jakarta (ANTARA) – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menegaskan dukungan penuh terhadap hatchery pengembangan pembenihan udang oleh swasta sebagai langkah strategis meningkatkan mutu benih, daya saing, serta memperkuat ekspor udang Indonesia di pasar global.

    Direktur Jenderal Perikanan Budi Daya KKP TB Haeru Rahayu (Tebe) mengatakan pihaknya mendukung penuh pengembangan hatchery pembenihan udang oleh swasta, seperti di Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung.

    “Pembenihan berkualitas berperan besar mendukung produktivitas udang nasional dari sisi hasil panen maupun daya saing,” kata Tebe dalam keterangan di Jakarta, Kamis.

    Hatchery udang adalah tempat penetasan telur udang yang bertujuan menghasilkan benur udang berkualitas tinggi, sehat, dan konsisten sebagai dasar budidaya.

    Tebe mengatakan telah meninjau pembenihan udang milik swasta yakni Post Larva Haji Agus (PLHA) yang berlokasi di Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung.

    “Kehadiran Post Larva Haji Agus (PLHA) tidak hanya menjawab kebutuhan benih bermutu, tetapi juga membuka lapangan kerja dan memberi manfaat bagi masyarakat lokal. Ini baik sekali untuk mendukung industri udang kita,” ujarnya.

    Menurut dia, peningkatan investasi hatchery, dukungan teknologi ramah lingkungan, serta solidnya kolaborasi pemerintah, asosiasi, dan pelaku usaha dapat memperkuat posisi Indonesia di pasar udang global yang nilainya mencapai 64,9 miliar dolar Amerika Serikat (AS) pada tahun 2024. Angka itu setara sekitar Rp1.077,9 triliun.

    Tebe menyebutkan saat ini Indonesia berada di peringkat kelima produsen udang dunia setelah China, Vietnam, Ekuador, dan India. Pasar utama ekspor Indonesia adalah Amerika Serikat, Uni Eropa, Jepang, dan China.

    “Negara-negara pembeli kini sangat ketat dalam menilai mutu dan ketertelusuran produk. Oleh karena itu, benih yang bermutu menjadi kunci menghasilkan udang berkualitas dan kompetitif di pasar global,” ujar Tebe.

    Pemilik PLHA Agus mengungkapkan pembangunan hatchery didorong banyaknya permintaan benih udang.

    Menurut dia, hatchery itu bukan sekadar tempat produksi, tetapi simbol meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui penyerapan tenaga kerja, penyediaan benur andal dan berkualitas secara konsisten.

    PLHA telah merekrut lebih dari 60 persen tenaga kerja yang berasal dari masyarakat lokal. Selain fokus pada peningkatan produksi benih udang berkualitas, PLHA berkomitmen memperhatikan aspek lingkungan melalui instalasi pengolahan air limbah (IPAL).

    Selain PLHA, di Lampung juga terdapat hatchery swasta lain seperti milik Uus yang berlokasi di Kalianda, Lampung Selatan.

    Uus mengungkapkan keberhasilan usaha pembenihan berkat induk Udang Nusa Dewa hasil inovasi Unit Pelaksana Teknis Direktorat Jenderal Perikanan Budi Daya, Balai Produksi Induk Udang Unggul dan Kekerangan (BPIUUK) Karangasem.

    Dia mengatakan hatchery yang dikelolanya mampu memproduksi hingga 90 juta ekor nauplii udang Nusa Dewa per bulan. Hasil itu untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik hingga Aceh, bahkan sampai Singapura. Benih udang Nusa Dewa memiliki daya tahan tinggi dan pertumbuhan cepat, sehingga diminati pasar.

    “Tingkat keaktifannya mencapai 90 persen. Bahkan ketika dibandingkan dengan benur dari Vietnam dan India, hasilnya tetap lebih unggul karena pertumbuhannya lebih rata dan stabil,” kata Uus.

    Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menekankan pentingnya peningkatan produksi dan kualitas hasil perikanan melalui penerapan program ekonomi biru. Strategi ini dinilai mampu memperkuat daya saing produk kelautan dan perikanan Indonesia di tingkat global.

    Pewarta: Muhammad Harianto
    Editor: Bambang Sutopo Hadi
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • KKP untuk revitalisasi tambak Pantura ajukan Rp26 triliun ke Danantara

    KKP untuk revitalisasi tambak Pantura ajukan Rp26 triliun ke Danantara

    Jadi kami tentunya tidak ingin main-main siapa pun apakah BUMN ataupun yang lain tentunya harus betul-betul pas dan siap untuk melancarkan proyek besar ini.

    Jakarta (ANTARA) – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengajukan anggaran sekitar Rp26 triliun kepada Danantara untuk mendukung fase pertama program revitalisasi tambak di Pantura Jawa seluas 20 ribu hektare (ha) sebagai pengembangan kawasan budi daya perikanan nila salin.

    Direktur Jenderal Perikanan Budi Daya KKP Tb Haeru Rahayu (Tebe) mengatakan pengajuan anggaran itu telah dilayangkan secara resmi oleh KKP melalui surat kepada Danantara, dengan tembusan kepada Presiden, Kementerian Keuangan, Bappenas, serta kementerian teknis terkait, sambil menunggu undangan paparan lebih detail.

    “Pak Menteri (Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono) sudah bersurat ke Danantara. Pak Menteri selalu menyampaikan di sesi-sesi sebelumnya total yang kami usulkan kurang lebih sekitar Rp26 triliun, untuk fase satu,” kata Tebe dalam Outlook Tilapia 2025, di Jakarta, Kamis.

    Menurut KKP, pengajuan anggaran ke Danantara merupakan langkah konkret pemerintah dalam menyiapkan pendanaan memadai agar kawasan budi daya tidak berhenti pada tataran konsep, tetapi benar-benar terealisasi dan bermanfaat bagi pembudidaya.

    “Kami sudah sampaikan (surat pengajuan anggaran ke Danantara), kami tinggal menunggu waktu kapan dipanggil untuk menyampaikan paparan lebih detailnya,” ujar Tebe.

    Selain kepada Danantara, KKP juga tengah mengevaluasi kemungkinan dukungan BUMN dalam proyek ini, meskipun keputusan akhir menunggu arahan lebih lanjut, mengingat program budi daya skala besar ini menuntut kesiapan penuh dari semua pihak.

    Menurut KKP, fase pertama pembangunan kawasan budi daya di Pantai Utara (Pantura) Jawa seluas 20.413,25 hektare dari target revitalisasi secara keseluruhan mencapai 78.550 hektare.

    Lebih lanjut Tebe menuturkan dengan adanya revitalisasi tambak di Pantura Jawa untuk tahap pertama diproyeksikan mampu menyerap sekitar 40 ribu tenaga kerja langsung, belum termasuk potensi lapangan kerja dari rantai pasok hulu hingga hilir.

    “Coba bayangkan kalau 20 ribu hektare, kalau satu hektare dua orang saja (yang kelola) maka 20 kali dua sudah 40 ribu tenaga kerja di sana. Belum lagi yang end-to-endnya yang dari hulu hingga ke hilirnya, baik yang pembenihan, pakannya, prosesingnya, dan seterusnya,” kata Tebe.

    Pemerintah menegaskan proyek ini akan dikelola serius agar menghasilkan manfaat luas, mulai dari pemberdayaan pembudidaya, penyediaan pakan, hingga proses hilirisasi, sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi perikanan secara berkelanjutan di berbagai daerah.

    “Jadi kami tentunya tidak ingin main-main siapa pun apakah BUMN ataupun yang lain tentunya harus betul-betul pas dan siap untuk melancarkan proyek besar ini,” kata Tebe lagi.

    Pewarta: Muhammad Harianto
    Editor: Budisantoso Budiman
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.