Tag: Tarmizi

  • Hipertensi dan Diabetes Picu Lonjakan Kasus Gagal Ginjal di Indonesia – Halaman all

    Hipertensi dan Diabetes Picu Lonjakan Kasus Gagal Ginjal di Indonesia – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, M Alivio Mubarak Junior

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Penyakit Ginjal Kronik (PGK) semakin meningkat di Indonesia, dengan hipertensi dan diabetes sebagai penyebab utamanya. 

    Ketua Umum Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI), Dr. dr. Pringgodigdo Nugroho, SpPD-KGH, mengungkapkan jika tidak ditangani sejak dini, kondisi ini dapat berujung pada gagal ginjal yang membutuhkan terapi pengganti seperti dialisis atau transplantasi.

    Menurut data registri PERNEFRI 2022, terdapat 63.498 pasien baru yang menjalani cuci darah, sementara prevalensi kumulatif pasien dialisis mencapai 158.929 orang. 

    “PGK sering kali tidak terdeteksi hingga 90 persen fungsi ginjal hilang, sehingga penting untuk melakukan skrining kesehatan ginjal secara rutin, terutama bagi penderita hipertensi dan diabetes,” kata Dr. Pringgodigdo di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (12/3/2025).

    Selain penderita hipertensi dan diabetes, faktor risiko lainnya yang sebabkan penyakit ginjal karena obesitas serta riwayat keluarga dengan penyakit ginjal. 

    Selain itu, kondisi seperti gangguan ginjal akut, penyakit autoimun, serta infeksi seperti hepatitis B dan C juga dapat meningkatkan risiko seseorang terkena PGK.

    Untuk mencegah berkembangnya penyakit ginjal, skrining dan deteksi dini sangat disarankan, terutama bagi populasi berisiko tinggi. 

    Adapun Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes RI, Siti Nadia Tarmizi menekankan pentingnya pola hidup sehat untuk mencegah gangguan ginjal. 

    “Konsumsi air yang cukup, menjaga pola makan seimbang, serta mengontrol tekanan darah dan kadar gula adalah langkah utama dalam mencegah PGK,” sarannya.

     

  • Kebiasaan Konsumsi Makanan Manis Saat Berbuka Ancam Kesehatan

    Kebiasaan Konsumsi Makanan Manis Saat Berbuka Ancam Kesehatan

    Jakarta, Beritasatu.com – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengungkapkan, kebiasaan masyarakat yang sering mengonsumsi makanan manis saat berbuka puasa mengancam kesehatan, seperti berpotensi obesitas.

    Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi mengatakan kebiasaan makan manis apabila tidak diwaspadai dapat menimbullkan risiko berbagai penyakit.

    “Kebiasaan makan makanan manis sering terlihat saat masyarakat memesan minuman, seperti teh di kafe atau restoran,” ujarnya dikutip dari Antara, Kamis (6/3/2025)

    Menurutnya, banyak orang tidak menyadari bahwa teh yang mereka pilih sering kali mengandung gula dalam jumlah yang cukup tinggi sehingga dapat membahayakan kesehatan.

    Kebiasaan lainnya yang umum adalah mengonsumsi makanan manis secara berlebihan untuk mengatasi rasa lapar setelah berpuasa. Hidangan takjil, seperti es buah atau kolak yang sangat manis sering dipilih sebagai hidangan berbuka.

    “Anjuran dari Nabi Muhammad SAW, kurma adalah contoh makanan manis yang dianjurkan. Kurma memang manis, tetapi tetap aman bagi kesehatan, jadi ini yang sebaiknya kita perhatikan,” ujarnya.

    Nadia menjelaskan, masyarakat tetap bisa menikmati takjil manis asalkan dikonsumsi dengan bijak dan tidak berlebihan. Hal yang sama juga berlaku pada konsumsi makanan asin.

    Ia juga mengingatkan makanan yang dimasak di rumah sering kali terasa lebih asin karena dimasak dalam porsi besar.

    Untuk itu ia mengimbau masyarakat diminta untuk menjaga konsumsi gula, garam, dan lemak dalam batas yang wajar, yaitu empat sendok makan gula per hari, satu sendok teh garam per hari, dan lima sendok makan minyak untuk lemak per hari.

    “Walaupun berpuasa, kita tetap perlu mengatur kalori yang masuk karena puasa bukan alasan untuk mengonsuminya secara berlebihan, seperti makanan manis atau mengonsumsi gizi melebihi kebutuhan,” pungkasnya.

  • Bagaimana Cara Bijak Membaca Label Nutrisi? Simak detikcom Leaders Forum di Sini

    Bagaimana Cara Bijak Membaca Label Nutrisi? Simak detikcom Leaders Forum di Sini

    Jakarta – Permasalahan penyakit tidak menular (PTM) di Indonesia masih menjadi persoalan tersendiri lantaran konsumsi gula garam lemak (GGL) masih sangat tinggi.

    Menurut data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, 47 persen warga Indonesia mengonsumsi gula melampaui batas harian. Begitu juga dengan asupan garam. Sebanyak 45 persen masyarakat mengonsumsi garam berlebih dan 30 persen warga lainnya memiliki asupan lemak tinggi.

    Temuan tersebut sejalan dengan data kasus penyakit tidak menular yang juga ikut meningkat. Misalnya, angka diabetes pada anak. Kasusnya melonjak nyaris 70 kali lipat dalam kurun 10 tahun terakhir. Tren yang sama tidak jauh berbeda dengan hipertensi, juga penyakit jantung yang menjadi salah satu beban pembiayaan kesehatan tertinggi.

    “Kalau kita lihat dari peta penyakit dari tahun 2019 sampai sekarang, itu penyakit tidak menular baik hipertensi, diabetes, jantung, kanker, itu tren terus meningkat. Karena pola makan tadi,” ujar Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, dr Siti Nadia Tarmizi, M Epid, dalam sesi bincang bersama detikcom Leaders Forum, Jumat (28/2/2025).

    Risiko penyakit tidak menular seperti diabetes dan penyakit kardiovaskular banyak dipengaruhi oleh pola makan. Karenanya, membaca label nutrisi bisa menjadi langkah awal bagi masyarakat untuk memilih produk pangan yang lebih sehat dan berkualitas.

    Di sisi lain, kesadaran masyarakat terkait membaca label pangan relatif rendah, terbukti dari data Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) pada 2013. Hanya 7,9 persen masyarakat Indonesia yang membaca label nutrisi sebelum membeli produk.

    Karenanya, butuh sistem pelabelan yang mudah untuk dipahami. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI saat ini juga tengah mematangkan aturan yang mengadaptasi ‘Nutri Grade’ di Singapura, dengan memberi penandaan tertentu berdasarkan kandungan GGL dalam kemasan pangan.

    “Jadi mudah-mudahan di lain sisi industri kita lindungi dalam konteks industri akan mendapatkan manfaat menghasilkan produk-produk yang sehat. Masyarakat kita ayomi bahwa dia mengonsumsi makanan-makanan yang sehat,” kata Kepala BPOM RI, Taruna Ikrar.

    Sudah sampai manakah pembahasannya? Selengkapnya, saksikan re-run program detikcom Leaders Forum ‘Bijak Membaca Label Nutrisi’ di channel TikTok dan Instagram @detikcom pada Kamis, 6 Maret 2025, pukul 13.00 WIB. Jangan lewatkan!

    (suc/up)

  • Cegah Obesitas, Mulai Cermat Baca Label Gizi pada Kemasan Makanan – Halaman all

    Cegah Obesitas, Mulai Cermat Baca Label Gizi pada Kemasan Makanan – Halaman all

    Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

    TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA — Direktur Standarisasi Pangan Olahan, Badan POM RI Dra. Dwiana Andayani, Apt menyebut,  mayoritas masyarakat belum memahami pentingnya membaca label kemasan dengan cermat, terutama terkait kandungan gula, garam, dan lemak dalam pangan olahan.

    Ketika membeli dan sebelum mengonsumsi ada baiknya memperhatikan Informasi Nilai Gizi (ING) yang mencantumkan jumlah sajian per kemasan, energi total per sajian, zat gizi utama seperti lemak, lemak jenuh, protein, dan karbohidrat (termasuk gula), serta persentase Angka Kecukupan Gizi (AKG) per sajian.

    Selain itu, label Front-of-Pack Nutrition Labelling dan pesan kesehatan pada kemasan dapat membantu konsumen dalam memilih produk yang lebih sehat.

    “Kami telah menetapkan regulasi yang mewajibkan pencantuman informasi nilai gizi pada kemasan produk,” tutur dia dalam media briefing di Jakarta, Selasa (4/2/2025).
     
    Diketahui, Kementerian Kesehatan RI telah menetapkan aturan dalam sehari masyarakat dapat mengonsumsi gula tidak lebih dari 50 gram (setara 4 sendok makan), garam tidak lebih dari 5 gram (setara 1 sendok teh), dan lemak tidak lebih dari 67 gram (setara 5 sendok makan).

    Dwiana mengatakan, dengan membaca informasi nilai gizi ini menjadi upaya promotif dan preventif dalam penanggulangan Penyakit Tidak Menular (PTM).

    “Agar produk makanan atau minuman yang dibeli sesuai dengan kebutuhan gizi kita. Cermati dan batasi konsumsi gula, garam dan lemak sehari sesuai dengan anjuran dalam pesan kesehatan,” jelas Dwiana.

    Ditambahkan Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM), Kementerian Kesehatan RI Dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid bahwa obesitas tidak hanya berdampak pada kesehatan secara fisik tapi juga pada masalah sosial dan ekonomi.

    Pemerintah sangat mendukung kolaborasi berbagai pihak dalam menanggulangi kasus obesitas di Indonesia, termasuk sektor swasta yang secara konsisten mengedukasi masyarakat.

    “Pengendalian obesitas dapat berjalan efektif jika kebijakan pemerintah didukung oleh partisipasi dan pemberdayaan masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat dapat memanfaatkan berbagai fasilitas yang telah disediakan pemerintah untuk mendukung gaya hidup sehat,” kata Siti Nadia.

    Obesitas merupakan masalah global yang mengancam kesehatan masyarakat termasuk di Indonesia.

    Di Indonesia dalam kurun waktu 10 tahun terjadi peningkatan obesitas yang cukup signifikan, dari 8 persen di tahun 2007 menjadi 21,8 persen di tahun 2018.

    Obesitas dapat dicegah dengan menjalani pola hidup sehat sejak dini, dengan mencermati pola konsumsi Gula Garam dan Lemak (GGL), baca label kemasan pada kemasan pangan olahan dan latihan fisik secara rutin.

    Bertepatan dengan Hari Obesitas Sedunia pada hari ini, Nutrifood bersama dengan Kementerian Kesehatan RI dan Badan POM mengajak masyarakat meningkatkan literasi nilai gizi pada makanan kemasan dan memahami bahan tambahan pangan pada makanan untuk cegah obesitas.

    Sebagai salah satu industri makanan dan minuman, Head of Strategic Marketing Nutrifood Susana, mengatakan, pihaknya mendukung kampanye #BatasiGGL dan mendapatkan dukungan dari Kementerian Kesehatan RI dan Badan POM RI sejak 2013.

    “Kami berupaya memberikan edukasi mengenai pentingnya membatasi konsumsi gula, garam, lemak dan membaca label kemasan agar orang semakin banyak orang terhindar dari risiko obesitas yang bisa menyebabkan prediabetes, diabetes dan penyakit tidak menular lainnya,” ujar Susana.

  • Mulai 1 Maret, Cek Kesehatan Gratis Tak Harus Saat Ulang Tahun

    Mulai 1 Maret, Cek Kesehatan Gratis Tak Harus Saat Ulang Tahun

    Jakarta – Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi menjelaskan bahwa mulai 1 Maret 2025, pemeriksaan kesehatan gratis bisa dilakukan tanpa harus menunggu hari ulang tahun. Selengkapnya berikut ini.

    (/)

  • RI Bakal Punya ‘Nutri-Grade’ Ala Singapura, Sudah Sampai Mana Persiapannya?

    RI Bakal Punya ‘Nutri-Grade’ Ala Singapura, Sudah Sampai Mana Persiapannya?

    Jakarta

    Pemerintah berencana menerapkan pelabelan pangan semacam Nutri-Grade di Singapura. Regulasi pengelompokan makanan sehat dan tidak sehat berdasarkan label tersebut sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2024 terkait pelaksanaan Undang Undang Kesehatan No. 17 Tahun 2023.

    Sebagai gambaran, pelabelan makanan dan minuman sehat semacam ini sudah lebih dulu diterapkan di Singapura dan sempat viral di media sosial. Penerapan ‘Nutri-Grade’ dinilai dapat mengubah perilaku dalam memilih makanan dan minuman.

    Lantas Sudah Sejauh Mana Persiapannya?

    Kepala BPOM RI, Taruna Ikrar, mengatakan draft ranangan aturan terkait pelabelan ala Nutri-Grade, yang di Indonesia nantinya akan dinamakan Nutri-Level, sudah selesai disusun sebagai bagian dari turunan PP 28 Tahun 2024. Saat ini, BPOM sedang dalam tahap konsultasi dengan para pemangku kepentingan, termasuk pengusaha makanan, untuk memastikan sinkronisasi dengan industri makanan siap saji.

    BPOM disebutnya masih terbuka soal teknis pelabelan, baik menggunakan kode warna maupun kode huruf. Harapannya, konsumen dapat dengan lebih mudah memahami informasi yang sebenarnya sudah ada di label nutrisi yang tercantum saat ini.

    “Jadi itu lebih ilustratif sebetulnya. Sebetulnya nanti tidak mengubah, kandungan yang sekarang, cuma memberikan supaya masyarakat lebih bijak dan mudah memahami dalam bentuk ilustrasi semacam itu,” kata Ikrar dalam diskusi detikcom Leaders Forum ‘Bijak Membaca Label Nutrisi’, Jumat (28/2/2025).

    detikcom Leaders Forum ‘Bijak Membaca Label Nutrisi’ Foto: Grandyos Zafna/detikHealth

    Senada, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, dr Siti Nadia Tarmizi, M Epid, juga mengatakan bahwa sistem pelabelan bertujuan untuk memudahkan masyarakat dalam memahami kandungan gizi dalam makanan dan minuman yang mereka konsumsi. Salah satu gagasan yang muncul adalah dengan menerapkan warna tertentu.

    “Kita tuh pasti kenal ya, kalau merah apa, kuning apa, hijau apa, semua hampir dianalogikan. Makanya kemudian salah satunya Nutri-Gride itu adalah pilihan kita untuk sebenarnya yang di tahap awal ini supaya memudahkan masyarakat,” kata dr Siti Nadia dalam detikcom Leaders Forum ‘Bijak Membaca Label Nutrisi’, Jumat (28/2/2025).

    Berbeda dengan BPOM yang mengawasi pangan siap saji, Kemenkes dalam hal pelabelan ala Nutri-Grade ini bertanggung jawab terhadap pangan siap saji. Pihaknya, menurut dr Nadia, juga masih dalam tahap sosialisasi dan menerima masukan dari industri, dimulai dari industri kelas menengah ke atas dan nantinya juga menyasar UMKM.

    “Nah jadi saat ini kita sudah mulai untuk melakukan edukasi, jadi kami mengajak industri siap saji khususnya dan Badan POM juga bersama dengan industri pengemasan. Jadi untuk sudah mulai, ayo sama-sama nih edukasi, menaruh Nutri-Grade di dalam kemasannya,” kata dr Siti Nadia.

    Selain menyiapkan label ala Nutri-Grade, BPOM saat ini juga memiliki label ‘Pilihan Lebih Sehat’. Label yang mencantumkan tanda centang hijau ini ditempatkan pada bagian utama label produk pangan olahan yang memenuhi kriteria tertentu terkait kandungan gula, garam, dan lemak (GGL).

    (suc/up)

  • Hipertensi hingga Penyakit Jantung Meningkat karena Pola Makan

    Hipertensi hingga Penyakit Jantung Meningkat karena Pola Makan

    Jakarta

    Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, dr Siti Nadia Tarmizi, M Epid, mengatakan, penyakit tidak menular (PTM), seperti penyakit jantung, hipertensi, diabetes, hingga kanker, masih menjadi masalah kesehatan utama di Indonesia. Salah faktor risikonya disebabkan oleh perilaku masyarakat mengonsumsi gula garam lemak (GGL) yang tinggi.

    Menurut data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, 47 persen warga Indonesia mengonsumsi gula melampaui batas harian. Begitu juga dengan asupan garam. Sebanyak 45 persen masyarakat mengonsumsi garam berlebih, dan 30 persen warga lainnya memiliki asupan lemak tinggi.

    dr Nadia mengatakan konsumsi gula, garam, dan lemak yang tidak terkendali berkontribusi besar terhadap peningkatan angka PTM dalam beberapa tahun terakhir.

    “Kalau kita lihat dari peta penyakit dari tahun 2019 sampai sekarang, itu penyakit tidak menular baik hipertensi, diabetes, jantung, kanker, itu tren terus meningkat. Karena pola makan tadi,” ujar dr Siti Nadia dalam detikcom Leaders Forum ‘Bijak Membaca Label Nutrisi’, Jumat (28/2/2025).

    detikcom Leaders Forum Foto: Grandyos Zafna/detikHealth

    Gula yang dikonsumsi secara berlebihan dapat menyebabkan diabetes melitus atau dikenal sebagai penyakit gula. Sementara itu, garam yang dikonsumsi dalam jumlah berlebih berisiko memicu hipertensi. Konsumsi lemak yang tinggi juga dapat meningkatkan kadar kolesterol dalam darah, yang pada akhirnya berujung pada penyakit jantung dan stroke.

    Pemerintah saat ini sedang menyelesaikan regulasi baru terkait pemberian label, tidak hanya untuk pangan olahan tetapi juga pada pangan siap saji. Nantinya, setiap produk makanan dan minuman siap saji akan dilengkapi dengan informasi terbaru mengenai kandungan gula, garam, lemak, serta jumlah kalorinya.

    dr Nadia mengatakan kesadaran akan pentingnya membaca label pada kemasan makanan menjadi salah satu cara untuk mengontrol konsumsi GGL. Ia juga menegaskan bahwa label pada makanan seharusnya dapat membantu masyarakat memahami kandungan nutrisi dalam produk yang mereka konsumsi.

    (suc/up)

  • Sepenting Apa Sih Baca Label Nutrisi di Kemasan Pangan?

    Sepenting Apa Sih Baca Label Nutrisi di Kemasan Pangan?

    Jakarta

    Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI, Taruna Ikrar, mengingatkan pentingnya membaca label nutrisi di kemasan produk pangan. Meskipun terlihat sederhana, kebiasaan ini bisa menjadi langkah awal untuk menjaga tubuh lebih sehat.

    Informasi nilai gizi, termasuk komposisi dan takaran, wajib tercantum dalam kemasan pangan olahan. Dengan memperhatikan dan memahami informasi tersebut, konsumen dapat menyesuaikan pilihannya dengan kebutuhan masing-masing.

    “Ketiga hal itu sangat penting untuk dipahami sehingga saat dikonsumsi kita bisa mengatur sesuai kebutuhan. Tidak lebih atau kurang. jadi label nutrisi ini penting, dan dalam konteks makanan yang bersifat diproduksi dengan kemasan ini menjadi tugas dan wewenang Badan POM,” kata Taruna dalam acara detikcom Leaders Forum ‘Bijak Membaca Label Nutrisi’, Jumat (28/2/2025).

    Selain mencantumkan nilai gizi, kemasan pangan juga perlu mencantumkan nomor izin edar dan tanggal kedaluwarsa dari sebuah produk.

    Sementara itu, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, dr Siti Nadia Tarmizi, MEpid, menjelaskan bahwa kebiasaan membaca kemasan produk pangan dapat memberikan dampak yang besar bagi kesehatan.

    Ia mencontohkan, orang yang tidak membaca kemasan produk pangan, punya risiko mengonsumsi makanan kedaluwarsa. Padahal ini dapat membahayakan seperti menimbulkan mual, muntah, diare, hingga meningkatkan risiko kanker karena bersifat karsinogenik.

    Selain itu, membaca label nutrisi dalam kemasan bermanfaat untuk menjaga asupan gula, garam, dan lemak (GGL) agar tidak berlebihan. Konsumsi makanan dengan kandungan tinggi GGL secara berlebihan dikaitkan dengan berbagai masalah kesehatan, seperti diabetes hingga hipertensi.

    “Kita punya batasan untuk konsumsi gula, karena kita tahu kalau gula kan akan membuat kita tentunya bisa menjadi sakit diabetes melitus, atau penyakit gula,” ucap dr Nadia.

    “Kalau garam bisa berakhir menjadi hipertensi, kalau kita kebanyakan konsumsi lemak, bisa mengalami gangguan, yang akhirnya ke serangan jantung, stroke ya kan,” sambungnya.

    R&D Director Tempo Scan Group, Linda Lukitasari di acara detikcom Leaders Forum ‘Bijak Membaca Label Nutrisi’. Foto: Grandyos Zafna/detikHealth

    Berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023, jumlah kasus obesitas pada penduduk usia 18 tahun meningkat dari 35,4 persen pada tahun 2018 menjadi 37,8 persen pada tahun 2023.

    Sementara itu, prevalensi diabetes pada penduduk di atas usia 15 tahun mengalami peningkatan dari 10,9 persen di tahun 2018 menjadi 11,7 persen pada tahun 2023. Demikian dengan hipertensi juga cukup tinggi berada di angka 30,8 persen.

    Pesan senada juga disampaikan R&D Director Tempo Scan Group, Linda Lukitasari, yang mengatakan bahwa membaca label nutrisi sebaiknya dijadikan sebuah kebiasaan. Pada konteks produk susu pertumbuhan anak, orang tua harus bisa mengenali nutrisi apa saja yang diperlukan oleh anak mereka.

    Terlebih, ada banyak jenis susu yang beredar di masyarakat, sehingga orang tua bisa memilih produk yang tepat sesuai kebutuhan.

    Ia menuturkan susu pertumbuhan anak dibuat secara khusus untuk anak berusia 1-3 tahun. BPOM RI sudah menetapkan standar terkait komposisi susu pertumbuhan anak meliputi makronutrien seperti protein, karbohidrat, lemak, dan gula, mikronutrien seperti vitamin dan mineral, hingga DHA.

    “Jadi label nutrisi ini memang perlu dibaca dan perlu dipahami, sehingga orang tua dapat mengerti susu yang mana yang mereka butuhkan, terutama untuk masa pertumbuhan 1-3 tahun,” kata Linda.

    “Jadi memang sudah diatur sedemikian rupa sehingga komposisi susu pertumbuhan ini memang menjadi komposisi yang tepat untuk tumbuh kembang anak,” tandasnya.

    (avk/up)

  • Siasat Industri Agar Label Nutrisi Lebih Mudah Dipahami

    Siasat Industri Agar Label Nutrisi Lebih Mudah Dipahami

    Jakarta

    Permasalahan penyakit tidak menular di Indonesia masih menjadi persoalan tersendiri, mengingat konsumsi gula garam lemak (GGL) masih sangat tinggi di Indonesia. Di sisi lain, belum semua orang punya kesadaran untuk membaca dan memahami label nutrisi pada kemasan pangan.

    R&D Director Tempo Scan Group, Linda Lukitasari, mengatakan bahwa pihaknya selaku industri terus melakukan terobosan agar label nutrisi produk pangan yang mereka produksi bisa dipahami secara luas oleh masyarakat. Tidak sekedar label nutrisi, infografis yang menggambarkan manfaat dan kandungan dalam setiap produk pangan yang diproduksi juga turut disertakan.

    “Kita memberikan penjelasan tidak hanya kata-kata, tapi seringkali juga dengan gambar, dengan desain, supaya menarik ilustrasinya, sehingga masyarakat bisa memahami. Untuk kita di industri tentunya tidak hanya sekedar ingin menyampaikan apa yang normatif, tetapi juga apa keunggulan suatu produk,” kata Linda dalam acara detikcom Leaders Forum ‘Bijak Membaca Label Nutrisi’, Jumat (28/2/2025).

    Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI, Taruna Ikrar, dalam kesempatan yang sama menuturkan bahwa produsen memang harus mencantumkan informasi produk secara lengkap di kemasan. Tidak hanya mencantumkan label nutrisi, tanggal kedaluwarsa, izin edar, peruntukan, dan kegunaan, tetapi juga sekaligus label ‘warning’ apabila produk tersebut memang memiliki risiko tertentu.

    Oleh karena itu, produsen harus membuat kemasan sebuah produk pangan informatif dan mudah dipahami. Tujuannya agar masyarakat bisa menjadi konsumen yang lebih bijak dalam memilih produk untuk dikonsumsi.

    “Pada saat kita sahkan itu label, itu harus informatif, karena label itu bukan untuk disembunyikan, tapi untuk ditampilkan. Sehingga, ada tim dari Badan POM yang akan mengevaluasi sejauh mana aspek informatifnya,” jelasnya.

    R&D Director Tempo Scan Group, Linda Lukitasari dalam acara detikcom Leaders Forum ‘Bijak Membaca Label Nutrisi’. Foto: Grandyos Zafna/detikHealth

    Label nutrisi juga harus mempertimbangkan target penjualan produk tersebut. Misalnya untuk produk yang ditujukan bagi anak usia sekolah dasar, maka label nutrisi harus mudah dipahami anak-anak di usia tersebut.

    Apabila dalam proses evaluasi dianggap tidak sesuai, BPOM RI bisa menunda persetujuan produk tersebut untuk beredar.

    Berkaitan dengan rendahnya kesadaran masyarakat untuk membaca label nutrisi, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, dr Siti Nadia Tarmizi, MEpid, menuturkan pihaknya akan terus melakukan edukasi pada masyarakat.

    Langkah ini juga didorong dengan regulasi yang sudah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 28 Tahun 2024 yang mengatur bahwa industri harus mencantumkan label gizi yang memuat informasi kandungan GGL. Aturan tersebut merupakan turunan dari UU Kesehatan No 17 Tahun 2023.

    Nantinya, aturan tersebut juga diterapkan di restoran cepat saji. Diharapkan kesadaran masyarakat akan jenis dan jumlah nutrisi yang masuk ke dalam tubuh bisa meningkat dengan adanya aturan-aturan ini.

    “Untuk siap saji pun kita edukasi untuk juga memberikan informasi nutrisi. Kalau sekarang pergi ke negara-negara lain Singapura, kalau pergi ke resto siap saji sudah ada berapa kadar gula, bahkan menunya tertulis kalorinya. Kalau ada di situ, kita jadi mikir, kita mau makan burger 2000 kalori ini jadi mikir,” tandasnya.

    (avk/up)

  • Bijak Memilih Cemilan, Nggak Harus Gemuk Cuma karena Suka Es Krim

    Bijak Memilih Cemilan, Nggak Harus Gemuk Cuma karena Suka Es Krim

    Jakarta

    Di balik segarnya es krim, kandungan gula dan lemak kerap kali bikin overthinking. Bagaimana caranya biar tetap bisa menikmati es krim, tanpa khawatir jadi gemuk?

    Ice Cream Asia Regulatory Affairs Lead Unilever, Tutut Wijayanti, menjelaskan bahwa sebenarnya gula dan lemak dalam es krim memiliki fungsi khusus. Kedua bahan tersebut berperan penting dalam pembentukan struktur es krim.

    “Kalau lihat es krim bentuknya itu creamy, dingin, terus manis, itu karena ada peran dari gula, lemak, protein kemudian kami tarus penstabil dan lain-lain, termasuk juga overrun untuk membuat bentuknya seperti itu,” kata Tutut pada acara detikcom Leaders Forum ‘Bijak Membaca Label Nutrisi’ di Jakarta Selatan, Jumat (28/2/2025).

    “Jadi kalau tidak ada gula, lemak mungkin tidak menjadi es krim yang bisa kita lihat sekarang,” sambungnya.

    Tutut menambahkan bahwa industri menyadari bahwa risiko gula dan lemak dalam produk pangan bisa menimbulkan masalah pada konsumen jika dikonsumsi berlebihan. Tentunya menjadi kekhawatiran tersendiri, karena es krim memiliki pangsa pasar utama yakni anak-anak.

    “Kami juga terus berinovasi bagaimana mengukur dan mengurangi (gula dan lemak). BPOM juga punya logo ‘pilihan lebih sehat’, kalau kami bisa punya logo itu maka akan menjadi tambahan value buat kami,” katanya.

    “Makannya kami akan terus berinovasi, meskipun secara teknis itu (gula dan lemak) harus tetap ada. Tapi kami akan berupaya memberikan opsi yang sehat ke masyarakat,” lanjut dia.

    Yang terpenting, menurut Tutut, para orang tua yang ingin memberikan es krim ke anak-anaknya wajib memerhatikan komposisi produk camilan tersebut. Di antaranya terkait jumlah kandungan kalori dan energi di dalam setiap takaran saji.

    “Terpenting juga takaran saji, ini yang biasanya konsumen agak miss yah,” kata Tutut.

    Angka-angka yang ada pada tabel nutrisi tersebut, lanjut Tutut merupakan hitungan per takaran saji. Hal ini membuat konsumen bisa menghitung, jika dirinya memakan satu es krim penuh, maka total gula, lemak, hingga kalori yang dikonsumsi bisa ditakar dengan cermat.

    Tabel nutrisi ini juga bisa membuat masyarakat lebih bijak dalam memilih makanan yang dikonsumsi. Menurut Tutut, jika dari pagi seseorang sudah banyak mengonsumsi makanan manis, mungkin dengan bantuan tabel nutrisi di produk bisa menyetop mereka untuk menambah asupan gula melalui es krim.

    Industri pangan membahas label nutrisi bersama BPOM RI dan Kemenkes RI di detikcom Leaders Forum ‘Bijak Membaca Label Nutrisi’ Foto: Grandyos Zafna/detikHealth

    Senada, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kementerian Kesehatan RI, dr Siti Nadia Tarmizi, M.Epid, mengatakan bahwa pihaknya akan terus mengedukasi masyarakat agar dengan bijak membaca tabel nutrisi di produk pangan.

    “Ini penting sekali tabel nutrisi. Misalnya soal kedaluwarsa, itu kan (kalau dikonsumsi) bisa memicu penyakit-penyakit seperti kanker, karena sifatnya karsinogen,” kata dr Nadia.

    “Terus penting untuk tahu apa-apa saja yang kita makan. Misalnya berapa kadar gula, karena kita tahu gula bisa bikin sakit diabetes, kebanyakan garam bisa hipertensi, kebanyakan lemak nantinya bisa kena serangan jantung, stroke,” lanjut dia.

    Itu sebabnya, label nutrisi jadi sangat penting untuk diperhatikan. Dicontohkan oleh dr Nadia, sejumlah negara bahkan sudah mencantumkan kandungan nutrisi pada manakan siap saji, termasuk jumlah kandungan kalorinya.

    “Kalau seperti itu kan kita jadi bisa mikir. Oh saya mau makan burger, misalnya 2.000 kalori, ini makanan saya seharian, berarti harus lari 5 km. Jadi mau makan 2.000 (kalori) atau lari 5 km nih? Pilihannya diserahkan (ke konsumen),” tutupnya.

    Kepala BPOM RI, Kemenkes RI, dan para industri membahas bersama pentingnya kebijakan label pangan. Foto: Grandyos Zafna/detikHealth

    (dpy/up)