Tag: Tarmizi

  • Hasil Cek Kesehatan Gratis di Sekolah Tangerang: Ini Penyakit yang Banyak Diderita Anak-Anak – Page 3

    Hasil Cek Kesehatan Gratis di Sekolah Tangerang: Ini Penyakit yang Banyak Diderita Anak-Anak – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang mencatat, bila penyakit anemia dan gigi berlubang menjadi yang paling dominan diderita usia anak di wilayah tersebut.

    Data tersebut terungkap dari hasil cek kesehatan gratis (CKG) di sejumlah sekolah yang dilakukan sejak hari Senin, 4 Agustus 2024. 

    “Didata sampai hari Rabu kemarin itu, mayoritas pada anak giginya yang bermasalah. Berlubang, patah dan lainnya. Tekanan darah rendah, anemia pada remaja putri,” ujar Kadinkes Kabupaten Tangerang, dr Hendra Tarmizi, Kamis (7/8/2025).

    Bila ditemukan penderita anemia, oleh tenaga medis yang memeriksanya, akan langsung dilakukan intervensi dengan pemberian tablet tambah darah. Lalu, bila giginya yang bermasalah, akan langsung dirujuk ke Puskesmas terdekat untuk pemeriksaan lanjutan.

    “Untuk tahap awal rujukan ke Puskesmas terdekat dari tempat tinggal anak tersebut, bila ditemukan bentuk komplikasi atau penyakit serius lainnya, langsung dirujuk ke rumah sakit,” katanya.

    Sementara, dalam pemeriksaan kesehatan gratis di sekolah-sekolah tersebut, Dinkes Kota Tangerang mencatat, sudah ada 50 ribu lebih anak yang diperiksa kesehatannya. Dan terus akan berlanjut tiap hari hingga akhir Desember mendatang.

    “Perhari kita usahakan ada 10 ribuan anak ikuti cek kesehatan gratis. Lalu, kita usahakan hingga Desember 2025 itu 100 persen anak di Kabupaten Tangerang sudah diperiksa, kurang lebih jumlahnya hingga 200 ribuan anak,” katanya.

     

  • Gaduh Makanan-Camilan Asin Ikut Kena Cukai, Kemenkes Bilang Gini

    Gaduh Makanan-Camilan Asin Ikut Kena Cukai, Kemenkes Bilang Gini

    Jakarta

    Belum lama ini ramai camilan dan makanan asin akan ikut dikenakan cukai. Hal ini salah satunya dikaitkan dengan risiko peningkatan penyakit tidak menular (PTM).

    Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan RI dr Siti Nadia Tarmizi menyebut hingga kini wacana yang berjalan baru menyasar minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK). Targetnya diterapkan tahun ini, meski rencananya sudah dibahas sejak 2007.

    “Kalau di makanan siap saji belum ada rencana penerapan cukai, lebih pada minuman manis dalam kemasan,” tandas dr Nadia saat dihubungi detikcom Rabu (6/8/2025).

    Perlu diingat, masyarakat memang perlu mewaspadai risiko dari konsumsi tinggi garam atau berlebih. Pasalnya, kebiasaan tersebut rentan memicu tekanan darah tinggi.

    “Kalau konsumsi garam berlebihan, akan mempengaruhi kadar natrium dalam darah kita sehingga bisa memicu peningkatan tekanan darah,” jelas dia.

    Tekanan darah tinggi akibat konsumsi garam berlebih, terlebih setiap hari, bisa membuat ginjal otomatis bekerja lebih keras untuk membuang zat-zat yang tidak diperlukan.

    Strategi penerapan cukai pada makanan maupun minuman ditegaskan dr Nadia menjadi salah satu upaya pemerintah untuk menekan pola konsumsi tidak sehat di masyarakat. Pemerintah ingin mendorong lebih banyak pilihan makanan sehat yang bisa diakses lebih murah ketimbang pangan tinggi gula, garam, dan lemak (GGL).

    “Karena kadang kadang pola konsumsi kita berubah karena apa yang tersedia di sekitar kita itu bukan yang sehat, jadi mendorong akhirnya mengonsumsi makanan terlalu manis maupun asin,” sebut dia.

    dr Nadia memberikan contoh tren fried chicken yang booming di Amerika Serikat misalnya, jelas menyumbang kasus obesitas yang meningkat signifikan.

    “Jadi tersedia makanan yang kadar gula garam dan lemak rendah, akan mendorong industri melakukan reformulasi dan mendorong perilaku masyarakat memilih makanan lebih sehat, sehingga otomatis faktor risiko penyakit tidak menular bisa dicegah,” pungkasnya.

    (naf/kna)

  • Bukan Penyakit Guna-guna, Begini Fakta Epilepsi yang Sering Disalahartikan

    Bukan Penyakit Guna-guna, Begini Fakta Epilepsi yang Sering Disalahartikan

    Jakarta

    Epilepsi atau ayan adalah gangguan saraf kronis yang ditandai dengan kejang berulang akibat aktivitas listrik abnormal di otak. Banyaknya stigma tentang penyakit ini membuat pasien kerap enggan memeriksakan diri ke dokter.

    “Epilepsi bukan kutukan, bukan gangguan jiwa, dan banyak pasien bisa menjalani hidup normal dengan

    diagnosis dan pengobatan yang tepat,” ujar Kelompok Kerja Epilepsi dan EEG, Perdosni Pusat, dr Aris Catur Buntoro, SpN, Subsp.NNET (K), Jumat (18/72025).

    dr Aris menjelaskan epilepsi adalah gangguan pada sistem saraf pusat yang menyebabkan aktivitas otak menjadi tidak normal, mengalami kejang, sensasi tidak biasa, atau kehilangan kesadaran. Penyakit ini bisa muncul dengan gejala yang tak selalu dramatis, seperti melamun mendadak, gerakan aneh yang berulang, atau kehilangan kesadaran sesaat.

    Hanya saja minimnya pemahaman masyarakat membuat pasien epilepsi kerap dikucilkan, bahkan di lingkungan keluarga sendiri. Banyak dari mereka yang merasa cemas menjalani aktivitas normal seperti naik kendaraan umum, bekerja, bahkan sekadar bersekolah, karena risiko kejang yang bisa datang tiba-tiba.

    “Takut jatuh, cedera, atau menjadi perhatian orang sekitar membuat sebagian besar pasien menarik diri

    dari lingkungan sosialnya. Tak sedikit pasien yang terganggu pekerjaannya karena stigma atau dianggap tidak mampu,” ucap dia.

    Diagnosis epilepsi membutuhkan ketelitian, dan ditunjang oleh mesin elektroensefalografi (EEG) sebagai alat pemeriksaan utama untuk mendiagnosa epilepsi secara akurat, untuk merekam aktivitas listrik otak. Melalui pola-pola ini, epilepsi dapat teridentifikasi.

    Pada kesempatan yang sama, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan RI, Siti Nadia Tarmizi, mengatakan, bahwa, setidaknya lebih dari satu juta orang di Indonesia diperkirakan hidup dengan epilepsi.

    Sebagian besar belum mendapatkan diagnosis yang tepat, bahkan banyak yang belum menyadari bahwa mereka mengalami gangguan pada sistem syaraf yang sebenarnya dapat ditangani secara medis.

    “Akibatnya, banyak pasien epilepsi yang tidak tertangani secara optimal dan justru mengalami stigma atau mendapat pengobatan tradisional yang tidak tepat. Hal ini dikhawatirkan dapat memperburuk kualitas hidup mereka dan meningkatkan risiko komplikasi,” kata Nadia.

    Di sisi lain, menurut dokter Siti terdapat keterbatasan akses terhadap layanan kesehatan neurologis, terutama di daerah-daerah terpencil. Fasilitas seperti elektroensefalografi (EEG) sebagai alat utama dalam mendiagnosis epilepsi masih sangat terbatas dan umumnya hanya tersedia di rumah sakit tipe A atau B, dan sebagian tipe C.

    “Selain itu, jumlah dokter spesialis saraf (neurolog) juga masih minim dan penyebarannya tidak merata di seluruh wilayah Indonesia,” tandas Nadia.

    (sao/kna)

  • Daftar Makanan Tinggi Lemak Trans yang Bahayakan Jantung, Ada Roti Maryam-Croissant

    Daftar Makanan Tinggi Lemak Trans yang Bahayakan Jantung, Ada Roti Maryam-Croissant

    Jakarta

    Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan RI dr Siti Nadia Tarmizi mengungkap pangan olahan dan siap saji di Indonesia rata-rata mengandung lemak trans lebih dari dua persen.

    “Lemak trans ini trennya kita konsumsi berlebihan melebihi daripada kadar yang seharusnya,” beber dr Nadia dalam webinar hasil diseminasi pemasaran makanan tidak sehat, Kamis (10/7/2025).

    Padahal, konsumsi lemak trans dalam jumlah besar bisa memicu serangan jantung dan kematian akibat penyakit jantung koroner. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan orang dewasa membatasi konsumsi lemak trans di bawah satu persen dari total asupan energinya, yaitu kurang dari 2,2 gram per hari untuk asupan 2.000 kalori.

    Bukan hanya pada pangan siap saji, kandungan lemak trans juga relatif tinggi ditemukan di pangan olahan biskuit, wafer, dan sejumlah kue.

    Hasil dari pemeriksaan dan analisis lebih lanjut Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM RI) menunjukkan original pie biscuit dengan kandungan margarin dan baking fat memiliki setidaknya 9,34 gram lemak trans.

    Begitu pula dengan wafer coklat dengan krim coklat. Kandungan lemak inti sawit terhidrogenasi pada produk tersebut, ‘setara’ dengan kandungan lemak trans 2,38 gram.

    Belum lagi, ditambah sumbangan lemak nabati dan margarin dalam wafer coklat yang mengandung 2,33 gram lemak trans.

    Secara lebih rinci, berikut temuan makanan lain dengan tinggi kandungan lemak trans:

    Roti maryam

    Mengandung margarinKandungan lemak trans: 4,50 g per 100 gram.

    Martabak coklat

    Mengandung margarinKandungan lemak trans: 6,48 gram per 100 gram.

    Croissant pastry, danish pastry

    Mengandung margarin, baking fat.Kandungan lemak trans: 4,19 gram per 100 gram.

    Croissant isi coklat

    Mengandung margarin.Kandungan lemak trans: 5,34 gram per 100 gram.

    (naf/kna)

  • Banyak Gen Z Overweight dan Obesitas gegara Doyan Paket Promo-yang Penting Kenyang

    Banyak Gen Z Overweight dan Obesitas gegara Doyan Paket Promo-yang Penting Kenyang

    Jakarta

    Jumlah anak yang masuk kategori overweight atau berat badan berlebih hingga obesitas, meningkat dalam dua dekade terakhir di Asia timur dan pasifik. Indonesia mencatat satu dari 5 anak rentang usia 5-12 tahun dan 1 dari 7 remaja dengan rentang 13 hingga 18 tahun mengalami dua kondisi tersebut.

    Banyak faktor yang melatarbelakanginya, tetapi lebih sering berkaitan dengan pola makan. Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes RI dr Siti Nadia Tarmizi menyebut warga dengan ekonomi menengah ke bawah mulai lebih banyak memilih makanan ultraproses dan pangan instan siap saji. Alasannya, lebih mudah diakses dan harga relatif jauh lebih murah.

    Makanan cepat saji dan minuman manis bahkan kini lebih mudah didapatkan dan lebih terjangkau ketimbang buah serta sayuran. Walhasil, meskipun pemerintah sudah memiliki pedoman sehat makanan, banyak anak tetap kesulitan mendapat pilihan makanan kaya gizi.

    Mirisnya, hal ini didorong dengan keterpaparan iklan makanan tidak sehat yang banyak ditemukan di media sosial. Terlihat dari hasil riset Inisiatif Fix My Food Indonesia (FIF) yang didukung Unicef.

    Mereka menganalisis keterkaitan paparan iklan dengan persepsi memilih makanan khususnya di kelompok muda, dengan partisipan berusia 14 hingga 29 tahun dan lebih banyak di perkotaan. Hasilnya, terbagi menjadi tiga aspek.

    Pertama, pemilihan konsumsi pangan tidak sehat pertama lebih banyak berkaitan dengan penyajian makanan. Ada 43 persen partisipan usia muda yang memilih makanan dengan melihat penampilan, aroma, dan penyajiannya.

    Pilihan kedua adalah terkait harga. Sebanyak 27 persen dari partisipan mengutamakan pilihan makanan yang murah dan menyenangkan ketimbang melihat kandungan gizi. Sementara 13 persen lainnya memilih makanan karena dipengaruhi oleh apa yang tersedia di dekat lingkungan mereka atau rutinitas dan kesehariannya.

    Adapula 11 persen partisipan yang makan lebih banyak dari perencanaan sebelumnya, imbas terpengaruh promo hemat atau buy one get one yang kerap dipasarkan industri. Kandungan gizi nyaris tidak pernah menjadi prioritas dalam memilih makanan.

    NEXT: Pengaruh di Medsos dan Influencer

    Pakar gizi UNICEF Indonesia David Colozza juga mengungkap hasil survey yang sejalan dengan temuan FIF. Survei dilakukan Juli hingga Agustus 2024 dengan total lebih dari 7 ribu responden, 69 persen di antaranya perempuan dan kelompok umur mulai dari 10 hingga lebih dari 24 tahun.

    Temuan menarik yang juga disoroti adalah pengaruh influencer dan selebritas dalam pemilihan makanan usia anak muda.

    “60 persen telah melihat iklan makanan tidak sehat yang menampilkan atlet, selebritas, influencer,” tutur David dalam webinar hasil diseminasi pemasaran makanan tidak sehat, Kamis (10/7/2025).

    Bila dirinci, angkanya lebih banyak pada influencer yakni 67 persen, diikuti 66 persen selebriti, dan 24 persen atlet.

    Karenanya, Unicef mendorong perbaikan regulasi yang saat ini dinilai belum memadai, utamanya dalam pemasaran pangan tidak sehat secara digital.

    David menyebut penting untuk membatasi pemasaran makanan tidak sehat di semua media dan mulai mengevaluasi model profil gizi untuk menentukan kategori yang seragam pada produk mana yang bisa dipasarkan pada kelompok anak, sesuai standar WHO.

    “Memperkuat pemantauan dan penegakan hukum dengan mengacu pada praktik terbaik global, misalnya pelarangan terbau pemasaran makanan tidak sehat pada anak-anak, seperti yang berlaku di Inggris dan Norwegia,” sambung David.

    Halaman 2 dari 2

    (naf/kna)

  • Jadi ‘Biang Kerok’ Obesitas-Diabetes, Makanan Ini Paling Banyak Dikonsumsi Warga +62

    Jadi ‘Biang Kerok’ Obesitas-Diabetes, Makanan Ini Paling Banyak Dikonsumsi Warga +62

    Jakarta

    Kasus penyakit tidak menular (PTM) obesitas hingga diabetes terus meningkat signifikan. Bahkan, keduanya menjadi faktor risiko utama pemicu penyakit jantung, stroke, hingga masalah ginjal.

    Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes RI dr Siti Nadia Tarmizi merinci insiden kasus obesitas sentral misalnya, meningkat pesat dari semula 18,8 persen menjadi 36,8 persen pada 2023. Obesitas sentral didefinisikan pada wanita yang memiliki lingkar perut lebih dari 80 sentimeter, dan pria lebih dari 90 sentimeter.

    Sejalan dengan hasil cek kesehatan gratis (CKG) yang menunjukkan obesitas sentral menempati posisi kedua teratas yang diidap masyarakat sebagai pemicu penyakit jantung hingga stroke. Walhasil, beban pembiayaan BPJS Kesehatan terus meningkat dengan jantung menyumbang 70 persen dari utilisasi atau penggunaan dari total Rp 174,90 triliun.

    Bukan tanpa sebab, hal ini dilandasi pergeseran tren pola hidup dan kebiasaan makan yang terjadi nyaris di banyak negara. Menyusul AS dan Eropa, Indonesia juga kini terbiasa mengonsumsi makanan ultraproses dan makanan cepat saji.

    “Tren ini terjadi di banyak negara, AS, Eropa itu sudah mengalami transisi pola konsumsi yang kita tahu banyak sekali mengkonsumsi makanan siap saji yang kemudian kalau dilihat dari sisi kalori garam, gula, lemak, (GGL) sebagian besar melebihi daripada yang seharusnya,” sorot dr Nadia dalam webinar hasil diseminasi pemasaran makanan tidak sehat, Kamis (10/7/2025).

    “Ini yang kemudian kita lihat di negara kita, kita juga melihat salah satu dari studi keluarga dengan pendapatan sosial ekonomi menengah ke bawah mendapatkan pangan yang siap saji jauh lebih tinggi dibandingkan pada keluarga kelompok pendapatan lebih tinggi,” bebernya.

    Artinya, menurut dr Nadia, lebih banyak masyarakat dengan ekonomi menengah ke bawah yang tidak lagi mengolah pangan di rumah, tetapi lebih sering mengonsumsi makanan siap saji maupun kemasan, dengan alasan aksesnya lebih mudah, juga murah.

    Kemudahan akses membeli pangan secara online juga menjadi penyebab pergeseran kebiasaan makan. “Sehingga ini mendorong konsumsi pangan siap saji dan pangan olahan itu lebih banyak lagi,” tandas dia.

    Berikut data tren konsumsi pangan berisiko atau tinggi GGL:

    1. Makanan manis

    Tren konsumsi makanan manis meningkat 6,5 persen dari semula di 2018 sebanyak 59,8 persen menjadi 66,3 persen di 2023 menurut data survei kesehatan indonesia (SKI) 2023.

    2. Minuman manis

    Pola peningkatan juga terjadi pada minuman manis, meski tidak terlalu signifikan yakni bertambah 3,8 persen dibandingkan 2018, saat ini ada 52,5 persen.

    3. Makanan berlemak tinggi kolesterol jahat (gorengan)

    Semakin banyak warga Indonesia yang mengonsumsi makanan tersebut dengan peningkatan dilaporkan mencapai 4,5 persen, menjadi 62,7 persen di 2023.

    4. Makanan dengan bumbu penyedap

    Makanan dengan penyedap tinggi juga kerap dipilih masyarakat sebagai konsumsi sehari-hari. Tren kenaikannya tidak kalah tinggi mencapai 3,8 persen, dari 22,4 menjadi 26,2 persen.

    5. Mi instan, makanan instan

    Bila dibandingkan dengan seluruh aspek makanan tinggi GGL, mi instan dan makanan instan menjadi pilihan terbanyak masyarakat sebagai pilihan konsumsi dengan konsisten berada di atas 90 persen. Ada sekitar 94 persen masyarakat yang terbiasa mengonsumsi mi instan dan makanan instan di 2023.

    (naf/kna)

  • Vaksin HPV Bikin Mandul-Menopause Dini? Obgyn Bilang Gini

    Vaksin HPV Bikin Mandul-Menopause Dini? Obgyn Bilang Gini

    Jakarta

    Masih banyak anggapan keliru yang beredar di masyarakat mengenai vaksin Human Papillomavirus (HPV). Salah satu yang paling sering muncul adalah kekhawatiran vaksin HPV dapat menyebabkan kemandulan generasi muda hingga menopause dini. Namun, Ketua Umum Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI), Prof Dr dr Yudi Mulyana Hidayat, SpOG(K), menegaskan hal ini adalah mitos alias hoaks.

    “Terkait dengan apakah vaksin HPV itu dihubungkan dengan kemandulan dan lain sebagainya atau menopause dini dan sebagainya, itu belum lagi terkatakan, hanya mitos, tidak fakta,” tegas Prof Yudi saat ditemui di acara konferensi pers terkait Rekeomendasi POGI untuk Vaksin HPV Bagi Perempuan Pranikah dan Pasca Melahirkan, Jakarta Pusat, Selasa (24/6/2026).

    Ia mengatakan, sampai saat ini tidak ada bukti ilmiah yang mendukung anggapan tersebut.

    Sebaliknya, Menurut Prof Yudi, secara ilmiah, vaksin HPV aman dan tidak berdampak buruk terhadap sistem reproduksi perempuan. “Yang jelas, menurut ilmiah saja tidak ada masalah, tidak akan menyebabkan kemandulan,” katanya.

    Vaksinasi HPV justru menjadi salah satu langkah penting dalam mencegah kanker serviks yang disebabkan oleh infeksi human papillomavirus.

    Di antara berbagai jenis kanker, dua yang paling banyak menyerang perempuan adalah kanker payudara dan kanker serviks. Keduanya tidak hanya memiliki angka kejadian yang tinggi, tetapi juga tingkat kematian yang mengkhawatirkan.

    Sebelumnya, Direktur Penanggulangan Penyakit Tidak Menular, Kementerian Kesehatan RI, dr Siti Nadia Tarmizi, M Epid mengatakan angka kematian akibat kanker leher rahim di Indonesia masih cukup tinggi, yakni sekitar 13,2 per 100.000 penduduk menurut data Globocan 2022.

    “Ini kita bisa lihat pada angkanya. Jadi angka kejadiannya cukup tinggi, dan angka kematiannya juga hampir separuhnya,” ucapnya dalam konferensi pers, Jumat (13/6).

    Bahkan, lanjut dr Nadia, diperkirakan ada sekitar 56 perempuan yang meninggal setiap harinya akibat kanker leher rahim. Sementara jumlah kasus baru kanker leher rahim di Indonesia yang dilaporkan atau diperkirakan mencapai 36.964 dari total kasus keseluruhan jenis kanker 408.661 menurut data Globocan 2022.

    (suc/up)

  • Bukan Penyakit Guna-guna, Begini Fakta Epilepsi yang Sering Disalahartikan

    Hipertensi Intai Anak Muda RI, Penyebab Usia 20-an Kena Stroke-Serangan Jantung

    Jakarta

    Hipertensi tidak hanya menyerang usia lanjut, survei kesehatan indonesia (SKI) 2023 menunjukkan prevalensi kasus hipertensi pada usia rentang 18 hingga 24 tahun berdasarkan hasil pengukuran tensimeter mencapai 10,7 persen. Sementara pada kelompok usia 25 hingga 34 tahun relatif lebih tinggi yakni 17,4 persen.

    Prevalensi hipertensi tinggi di generasi muda Indonesia menjadi kekhawatiran baru lantaran kondisi ini kerap tidak menunjukkan gejala awal yang jelas. Hal ini didukung dengan data temuan ‘gap’ atau perbedaan jauh hipertensi pada diagnosis dokter.

    Berdasarkan diagnosis dokter, kelompok umur 18 hingga 24 mencatat prevalensi hipertensi sebesar 0,4 persen dan kelompok umur 25 sampai 34 sebesar 1,8 persen.

    Sebagai catatan, menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan, generasi muda sebagai individu dikelompokkan berusia 16 hingga 30 tahun. Kementerian Kesehatan RI mengelompokkan anak muda mencakup kelompok usia remaja hingga dewasa muda, dalam rentang usia 15 hingga 24 tahun.

    Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan suatu peningkatan tekanan darah di dalam arteri. Secara umum, hipertensi menjadi faktor utama penyebab stroke, aneurisma, gagal jantung, serangan jantung, sampai kerusakan ginjal.

    Pada SKI 2023, penentuan status hipertensi berdasarkan pengakuan responden pernah didiagnosis hipertensi oleh dokter, serta berdasarkan hasil pengukuran rata-rata tekanan darah dengan hasil tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dan/atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg.

    Bila ditarik ke usia lebih muda, prevalensi hipertensi pada penduduk umur lebih dari 15 tahun berdasarkan diagnosis dokter 8 persen dan berdasarkan pengukuran tekanan darah 29,2 persen. Sementara prevalensi hipertensi pada penduduk umur lebih dari 18 tahun berdasarkan diagnosis dokter 8,6 persen dan berdasarkan pengukuran tekanan darah 30,8 persen.

    “Terdapat celah pengetahuan status hipertensi di masyarakat, terjadi perbedaan lebih dari 20 persen antara prevalensi berdasarkan diagnosis dokter dan hasil pengukuran tekanan darah baik pada penduduk umur lebih dari 15 tahun maupun lebih dari 18 tahun,” tutur Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular dr Siti Nadia Tarmizi, saat dihubungi Senin (16/6/2025).

    SKI 2023 juga menunjukkan tiga provinsi di Indonesia dengan prevalensi hipertensi penduduk umur lebih dari 15 tahun. Tertinggi di wilayah berikut:

    Kalimantan Tengah (38,7 persen)Kalimantan Selatan (34,1 persen)Jawa Timur (32,8 persen).

    Sedangkan urutan tiga provinsi di Indonesia dengan prevalensi hipertensi penduduk umur di atas 18 tahun. Terbanyak di wilayah berikut:

    Kalimantan Tengah (40,7 persen)Kalimantan Selatan (35,8 persen)Jawa Barat (34,4 persen).

    (naf/kna)

  • Kemenkes Minta Suami Dukung Istri Ikut Periksa Risiko Kanker Serviks

    Kemenkes Minta Suami Dukung Istri Ikut Periksa Risiko Kanker Serviks

    Jakarta

    Kasus kanker serviks atau kanker leher rahim di Indonesia masih cukup tinggi. Diperkirakan ada 36 ribu perempuan Indonesia yang terkena kanker serviks dengan 20 ribu kematian.

    “Kanker leher rahim adalah kanker kedua terbanyak dan kurang lebih 56 kematian akibat kanker leher rahim setiap harinya,” kata Direktur Penanggulangan Penyakit Tidak Menular, Kementerian Kesehatan RI, dr Siti Nadia Tarmizi, M Epid dalam konferensi pers, Jumat (13/6/2025).

    Kanker serviks adalah penyakit yang terjadi ketika sel-sel abnormal tumbuh di leher rahim dan membentuk tumor ganas. Infeksi virus HPV merupakan penyebab utama terjadinya kanker serviks.

    Kemenkes RI telah memasukkan vaksin HPV ke dalam program imunisasi nasional yang ditujukan untuk anak usia sekolah kelas 5-6 SD. Pada dewasa, wanita usia 30 sampai 69 tahun direkomendasikan mendapatkan skrining kanker serviks metode HPV DNA yang bisa dilakukan di Puskesmas bersamaan dengan program Cek Kesehatan Gratis (CKG).

    “Kita berharap para perempuan Indonesia tidak malu melakukan ini dan mendapatkan dukungan suami agar perempuan mau tes DNA HPV supayabisa terlindungi dari kanker leher rahim,” beber Nadia.

    Kanker serviks adalah kondisi serius yang memerlukan perhatian medis segera. Mendapatkan penanganan sedini mungkin bisa meningkatkan kualitas hidup dan menurunkan risiko kematian karena kanker serviks.

    “Paling sering terjadi, kita merasa takut akan hasil atau prosedur serta pemeriksaannya. ‘Daripada saya ketahuan kanker, mendingan saya nggak pernah tahu kanker’, padahal ini hal yang tidak baik,” tandas Nadia.

    (kna/kna)

  • Tiap Hari Ada 56 Wanita RI Meninggal karena Kanker Serviks, Kenali Gejalanya

    Tiap Hari Ada 56 Wanita RI Meninggal karena Kanker Serviks, Kenali Gejalanya

    Jakarta

    Kanker masih menjadi salah satu penyebab kematian terbanyak di Indonesia. Di antara berbagai jenis kanker, dua yang paling banyak menyerang perempuan adalah kanker payudara dan kanker leher rahim (serviks). Keduanya tidak hanya memiliki angka kejadian yang tinggi, tetapi juga tingkat kematian yang mengkhawatirkan.

    Direktur Penanggulangan Penyakit Tidak Menular, Kementerian Kesehatan RI, dr Siti Nadia Tarmizi, M Epid mengatakan angka kematian akibat kanker leher rahim di Indonesia masih cukup tinggi, yakni sekitar 13,2 per 100.000 penduduk menurut data Globocan 2022.

    “Ini kita bisa lihat pada angkanya. Jadi angka kejadiannya cukup tinggi, dan angka kematiannya juga hampir separuhnya,” ucapnya dalam konferensi pers, Jumat (13/6/2025).

    Bahkan, lanjut dr Nadia, diperkirakan ada sekitar 56 perempuan yang meninggal setiap harinya akibat kanker leher rahim. Sementara jumlah kasus baru kanker leher rahim di Indonesia yang dilaporkan atau diperkirakan mencapai 36.964 dari total kasus keseluruhan jenis kanker 408.661 menurut data Globocan 2022.

    “Kurang lebih ini kasusnya lebih dari 50 persen, itu berakhir dengan kematian,” ucapnya lagi.

    Adapun salah satu penyebab tingginya angka kematian, lanjut dr Nadia, karena sebagian besar kasus ditemukan pada stadium lanjut.

    Gejala Kanker Serviks

    Kanker serviks atau leher rahim bisa disembuhkan jika terdeteksi sejak tahap awal. Sayangnya, banyak wanita tidak paham atau takut melakukan pemeriksaan dan skrining kanker serviks.

    Padahal, penting bagi wanita untuk mengenali gejala kanker serviks pada stadium awal, agar dapat melakukan deteksi kanker serviks sejak dini. Kenali gejala-gejala awal kanker serviks berikut ini, dikutip dari Kemenkes RI.

    1. Pendarahan pada Vagina

    Jangan abaikan pendarahan yang terjadi pada vagina saat sedang tidak menstruasi, berhubungan intim, atau sudah menopause. Walau demikian, pendarahan bisa juga terjadi saat menstruasi, yang menyebabkan darah keluar lebih banyak dari biasanya.

    2. Keputihan yang Berbeda dari Biasanya

    Keputihan yang biasa terjadi berupa cairan berwarna bening atau putih, tidak berbau, dan tidak menyebabkan gatal atau nyeri pada vagina. Waspadalah jika keputihan yang keluar berwarna atau bercampur darah, berbau tidak sedap, dan menyebabkan gatal.

    3. Nyeri yang Tidak Mereda

    Nyeri pada panggul saat berhubungan intim bisa jadi merupakan gejala awal kanker serviks. Periksakan diri segera untuk memastikannya.

    4. Tubuh Mudah Lelah

    Pendarahan yang tidak normal pada vagina menyebabkan tubuh kekurangan sel darah merah, sehingga mudah lelah meskipun sudah cukup beristirahat.

    5. Sering Buang Air Kecil

    Sel-sel kanker yang tumbuh di leher rahim bisa menyebar ke kandung kemih, sehingga menyebabkan pengidap sering buang air kecil.

    NEXT: Gejala Kanker Serviks Stadium Lanjut

    Gejala Kanker Serviks Stadium Lanjut

    Kanker yang sudah memasuki stadium lanjut dan menyebar ke organ tubuh lainnya bisa menimbulkan berbagai keluhan berikut ini.

    1. Nafsu Makan Hilang

    Hilangnya nafsu makan lambat laun akan menyebabkan berat badan menurun.

    2. Darah pada Urine dan BAB

    Darah ditemukan pada urine atau keluar saat buang air besar.

    3. Perut Membesar

    Sel kanker yang membesar dan berkembang bisa memicu benjolan pada perut, yang membuat perut terlihat membesar.

    4. Gangguan Fisik

    Keluhan lainnya berupa mual dan muntah, kejang atau diare.