Tag: Syamsu Rizal

  • Anggota DPR minta pemerintah percepat evakuasi 360 WNI dari Iran

    Anggota DPR minta pemerintah percepat evakuasi 360 WNI dari Iran

    Pemerintah melalui KBRI Teheran harus segera mengambil langkah cepat dan terukur. Setiap detik sangat berharga dalam situasi genting seperti ini

    Jakarta (ANTARA) – Anggota Komisi I DPR RI Syamsu Rizal meminta pemerintah segera mempercepat evakuasi terhadap 360 WNI dari Iran, di tengah situasi memanasnya konflik antara Israel dan Iran.

    Dia mengatakan situasi tersebut pun mendorong negara-negara lain untuk memulangkan warganya dari daerah rawan. Menurut dia, mayoritas WNI di Iran berada di Teheran, sekitar 360 orang.

    “Pemerintah melalui KBRI Teheran harus segera mengambil langkah cepat dan terukur. Setiap detik sangat berharga dalam situasi genting seperti ini,” kata Rizal di Jakarta, Kamis.

    Selain berkoordinasi dengan KBRI Iran, dia pun meminta pemerintah berkoordinasi dengan negara-negara di sekitar Iran untuk memperlancar proses evakuasi.

    “Keselamatan dan keamanan WNI harus menjadi prioritas utama. Kami berharap evakuasi berjalan lancar dan seluruh WNI dapat kembali dengan selamat,” kata dia.

    Menurut dia, rencana evakuasi disebut akan dilakukan via jalur darat lantaran wilayah udara Iran tidak kondusif untuk penerbangan sipil. Dia meminta agar jalur evakuasi darat benar-benar dipastikan keamanannya, termasuk pengawalan di titik perlintasan dan penyediaan logistik seperti makanan dan akomodasi.

    “Setiap titik perlintasan harus dipastikan aman. Negara-negara tetangga juga perlu dilibatkan agar akses lintas batas bisa dibuka dengan cepat dan aman,” katanya.

    Dia juga meminta TNI mengambil peran aktif, terutama melalui atase pertahanan dan unsur terkait lainnya, dalam membantu proses evakuasi.

    “Ini sesuai amanat Undang-Undang TNI Nomor 3 Tahun 2025, bahwa TNI wajib memberikan perlindungan kepada WNI di luar negeri,” kata dia.

    Untuk itu, dia mengimbau seluruh WNI di Iran untuk mematuhi instruksi dari KBRI Teheran demi kelancaran proses evakuasi.

    “Siapkan dokumen penting, bawa barang seperlunya, dan tetap terhubung dengan KBRI agar informasi bisa diterima dengan cepat,” katanya.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Edy M Yakub
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Jelang Musda Golkar Sulsel, IAS-Taufan Pawe Bicara Empat Mata, Genting?

    Jelang Musda Golkar Sulsel, IAS-Taufan Pawe Bicara Empat Mata, Genting?

    FAJAR.CO.ID, MAKASSAR — Ketua DPD I Golkar Sulsel, Taufan Pawe (TP) dan kandidat calon ketua, Dr Ilham Arief Sirajuddin (IAS) ngopi bareng di Phoenam, Kamis, 19 Juni 2025, pagi.

    Keduanya berbincang santai sambil menikmati kopi dan makanan di kedai tersebut. Terlihat juga bergabung di meja mereka anggota DPR RI sekaligus mantan wakil wali kota Makassar, Syamsu Rizal alias Deng Ical.

    Taufan Pawe yang saat ini juga duduk di DPR RI terlihat beberapa kali tersenyum dan tertawa bersama IAS.

    Kedua tokoh Sulsel itu tampak sangat akrab, hangat satu sama lain.

    Setelah ngopi bareng, keduanya pindah tempat duduk dan mengobrol berdua di salah satu ruangan Phoenam. Keduanya terlihat berdiskusi beberapa menit di sudut ruangan.

    IAS menegaskan, ia dan TP membahas banyak hal terkait Golkar dan rencana Musda mendatang.

    “Kita ini sepakat mau lihat Golkar maju, makanya pertemuan ini semangatnya adalah semangat kebersamaan yang menguatkan satu sama lain,” kata IAS.

    Menurut IAS, dirinya dan TP sama-sama ingin melihat Golkar menjadi lebih baik. Karena itu, komunikasi seperti ini menurutnya sangat penting.

    “Tidak cocok rasanya kalau sama-sama mau berjuang untuk Golkar lalu diwarnai dengan pengkotak-kotakan,” ujarnya.

    TP pada kesempatan itu menegaskan dirinya sepakat saling support.

    Seperti halnya IAS, ia mengatakan berbeda pandangan dan pilihan boleh saja. Itu kata dia, lumrah dalam organisasi. Akan tetapi, perbedaan pilihan itu tidak boleh mengarah ke permusuhan. “Karena ujung-ujungnya ini semua untuk kepentingan partai. Jadi saling menegakkan etika dalam berorganisasi itu penting,” ujar TP.

  • Kampus UIN Alauddin Makassar membahas revisi RUU KUHAP

    Kampus UIN Alauddin Makassar membahas revisi RUU KUHAP

    “Saatnya RUU KUHAP direvisi. Bisa di bayangkan itu sejak 1981 sampai 2025, sudah waktunya memang untuk diperbaiki. Karena kalau menurut teori hukum yang baik, adalah hukum yang mampu mengikuti perkembangan,”

    Makassar (ANTARA) – Civitas Akademika Kampus Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar turut membahas revisi Rencana Undang-undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang kini sedang diproses pemerintah dan DPR RI.

    “Saatnya RUU KUHAP direvisi. Bisa di bayangkan itu sejak 1981 sampai 2025, sudah waktunya memang untuk diperbaiki. Karena kalau menurut teori hukum yang baik, adalah hukum yang mampu mengikuti perkembangan,” kata Akademisi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Muh Amiruddin di Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu.

    Ia berharap dalam revisi RUU KUHAP tersebut yang membahas adanya kebebasan bagi masyarakat ketika diperhadapkan dengan hukum, bebas memberikan keterangan tanpa intimidasi dari penegak hukum, adalah hal tepat serta memenuhi hak asasi manusia.

    Anggota Komisi I DPR RI Dr Syamsu Rizal MI menyampaikan pada Seminar Legislatif Nasional bertema Revisi RUU KUHAP Sebuah Urgensi Nasional dalam Mewujudkan Keadilan, di kampus setempat, bahwa revisi RUU KUHP merupakan urgensi strategis mewujudkan sistem peradilan yang adil dan modern.

    Isu strategis yang dibahas pada RUU tersebut yakni adanya ketimpangan kekuasaan, lemahnya perlindungan tersangka dan korban, dimana hak-hak dasar tidak diatur secara operasional dan tegas.

    “Termasuk menjadi tantangan di era digital yang belum ada mekanisme jelas untuk bukti elektronik, penyadapan digital dan penggeledahan cloud serta keadilan restoratif yang tidak komprehensif,” paparnya.

    Hal senada disampaikan Kepala Seksi Penerangan dan Hukum (Kasi Penkum) Kejaksaan Tinggi Sulsel Soetarmi mengemukakan, ada hal yang menarik yang perlu yang perlu dimasukkan dalam RUU KUHAP yaitu peran jaksa dalam penyelesaian perkara melalui pendekatan restoratif.

    “Restorative Justice atau RJ, bukan hanya soal penyelesaian perkara. Ini cara baru negara menghadirkan keadilan lebih manusiawi, adil, dan bermartabat. Untuk itu, peran jaksa sebagai pengendali perkara, harus menjadi pilar utama RJ dalam sistem hukum pidana Indonesia,” tuturnya.

    Sementara Ketua Dewan Kehormatan Peradi Sulsel Tadjuddin Rachman memaparkan hasil penelitian mengenai penegak hukum. Ia menyebut bahwa setiap ada Undang undang yang baru harus selalu diikuti dengan infrastruktur yang mengikuti perubahan dalam sebuah peraturan.

    Kasubbid Sunluhkum Bidkum Polda Sulsel Heriyanto menambahkan, terkait RJ dimana ada perbedaan antara Kriminal Justice dengan Restorative Justice. Kriminal Justice memandang bahwa kejahatan adalah suatu pelanggaran terhadap hukum dan negara. Sedangkan RJ memandang kejahatan adalah suatu pelanggaran terhadap rakyat.

    “Sekarang waktunya mahasiswa untuk memahami lebih dalam terhadap teori-teori hukum yang telah di pelajari di kelas, dipadukan dengan pengalaman praktik lapangan serta ilmu hukum dari narasumber,” kata Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Dr Abd Rauf Muhammad Amin menekankan.

    Pewarta: M Darwin Fatir
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Politik kemarin, isu “reshuffle” kabinet hingga Indo Defence digelar

    Politik kemarin, isu “reshuffle” kabinet hingga Indo Defence digelar

    Jakarta (ANTARA) – Berbagai peristiwa politik pada pekan ini menjadi sorotan, mulai dari Prabowo tegaskan tak ada reshuffle kabinet karena kerja menteri baik hingga legislator dukung 27 MoU senilai Rp33 triliun diteken di Indo Defence.

    Berikut rangkuman ANTARA untuk berita politik kemarin yang menarik untuk kembali dibaca:

    1. Prabowo tegaskan tak ada “reshuffle” kabinet karena kerja menteri baik

    Presiden RI Prabowo Subianto menegaskan bahwa tidak ada rencana untuk melakukan perombakan atau reshuffle Kabinet Merah Putih, karena para menterinya bekerja dengan baik.

    “Saya tidak ada rencana mau reshuffle, sementara saya menilai tim saya bekerja dengan baik,” ujar Prabowo saat memberikan keterangan setelah menutup International Conference on Infrastructure (ICI) 2025 di JCC Senayan, Jakarta, Kamis.

    Prabowo menilai bahwa hingga saat ini para menterinya bekerja dengan baik dan solid sebagai sebuah tim. Menurut Presiden, adanya kritik terhadap kinerja pemerintah merupakan hal yang wajar dalam sistem demokrasi.

    Baca selengkapnya di sini

    2. Menko Yusril: Hubungan RI-AS miliki sejarah panjang dan berkembang

    Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan RI Yusril Ihza Mahendra mengatakan bahwa hubungan antara Indonesia dan Amerika Serikat memiliki sejarah panjang dan terus mengalami perkembangan.

    Dalam perayaan Hari Kemerdekaan Ke-249 Amerika Serikat yang diselenggarakan Kedutaan Besar AS di Jakarta, Selasa (10/6), Yusril mengatakan kerja sama kedua negara mencakup berbagai bidang, mulai dari diplomasi, ekonomi, hingga keamanan dan pertahanan.

    “Amerika Serikat merupakan salah satu mitra penting Indonesia di kawasan. Hubungan bilateral kita berkembang pesat dan dilandasi oleh komitmen bersama untuk menjaga stabilitas dan keamanan regional,” ujar Yusril, dalam keterangannya seperti dikonfirmasi di Jakarta, Kamis.

    Baca selengkapnya di sini

    3. Prabowo minta Pramono agar DKI mau patungan bangun “giant sea wall”

    Presiden RI Prabowo Subianto sempat mencari kehadiran Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung dalam penutupan konferensi infrastruktur ICI 2025, guna meminta Pemprov DKI agar mau patungan melalui APBD dalam pembangunan mega proyek tanggul laut raksasa (giant sea wall).

    Presiden menjelaskan bahwa proyek tanggul laut raksasa yang membentang sepanjang 500 kilometer di pantai utara Jawa, dari Banten hingga Gresik, Jawa Timur, membutuhkan biaya pembangunan sebesar 80 miliar dolar AS, termasuk di Teluk Jakarta secara khusus sebesar 8 miliar dolar AS sampai 10 miliar dolar AS.

    “Khusus untuk Teluk Jakarta, kemungkinan 8 (miliar) sampai 10 miliar dolar (AS), kalau 8 sampai 10 miliar dolar, saya kira kita sendiri mampu. Di sini ada hadir Gubernur DKI? Tidak? Enggak hadir? Waduh. Coba diselidiki kenapa tidak hadir,” kata Presiden Prabowo seraya berkelakar, dalam sambutannya saat menutup International Conference on Infrastructure (ICI) 2025 di JCC Senayan, Jakarta, Kamis.

    Baca selengkapnya di sini

    4. MPR: Pencabutan IUP di Raja Ampat komitmen pembangunan berkelanjutan

    Wakil Ketua MPR RI Eddy Soeparno mengapresiasi pencabutan empat izin usaha pertambangan (IUP) nikel di wilayah Raja Ampat, Papua Barat Daya, sebagai bentuk konkret komitmen kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dalam menunjukkan keberpihakan terhadap pembangunan berkelanjutan.

    Menurut dia, hal itu menjadi bentuk nyata keberlanjutan visi Presiden dalam menjaga kelestarian lingkungan dan keanekaragaman hayati yang menjadi kebanggaan Indonesia.

    “Ini merupakan bentuk konkret dari keberanian pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo untuk menunjukkan komitmen terhadap pembangunan berkelanjutan,” kata Eddy dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis.

    Baca selengkapnya di sini

    5. Legislator dukung 27 MoU senilai Rp33 triliun diteken di Indo Defence

    Anggota Komisi I DPR RI Syamsu Rizal Marzuki Ibrahim mendukung penandatanganan 27 dokumen nota kesepahaman (MoU) dengan industri pertahanan nasional serta program peningkatan fasilitas 20 Rumah Sakit TNI senilai total Rp33 triliun dalam Indo Defence 2025 Expo & Forum di Jakarta, Rabu (11/6).

    Dia menilai langkah strategis itu merupakan bentuk nyata komitmen pemerintah dalam memperkuat kemandirian sektor pertahanan nasional serta meningkatkan pelayanan kesehatan bagi prajurit TNI.

    “Kami menyambut baik langkah Kementerian Pertahanan dalam mempercepat modernisasi alutsista melalui kolaborasi dengan industri pertahanan dalam negeri,” kata pria yang akrab disapa Daeng Ical itu dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis.

    Baca selengkapnya di sini

    Pewarta: Agatha Olivia Victoria
    Editor: Riza Mulyadi
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Panglima TNI Terbitkan Telegram Pengamanan Kejaksaan: Apa Kata DPR RI?

    Panglima TNI Terbitkan Telegram Pengamanan Kejaksaan: Apa Kata DPR RI?

    Jakarta (beritajatim.com) – Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto mengeluarkan telegram No TR/442/2025 pada tanggal 5 Mei yang berisikan perintah untuk melakukan pengamanan dan pengawalan kejaksaan.

    Menurut Anggota Komisi I DPR RI Fraksi PKB Syamsu Rizal MI, tidak ada aturan yang melarang TNI dalam membantu melakukan pengamanan. Selama ini, TNI sudah diperbantukan untuk melakukan pengamanan.

    “Jadi, tidak ada Undang-Undang atau peraturan pemerintah yang dilanggar TNI terkait pengamanan kejaksaan,” ujar Syamsu Rizal.

    Dia memaparkan, jika dilihat dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, yang direvisi menjadi UU 3 tahun 2025 tidak ada pasal yang melarang TNI melakukan pengamanan di kantor kejaksaan atau kantor pemerintahan. Sebaliknya, dalam Pasal 7 disebutkan bahwa salah satu tugas TNI adalah membantu tugas pemerintahan di daerah, dan membantu kepolisian dalam tugas keamanan dan ketertiban masyarakat.

    “Jadi, cukup jelas bahwa TNI bisa membantu tugas pemerintahan dan melakukan pengamanan untuk menjaga ketertiban masyarakat,” katanya.

    Namun, dia mengingatkan, TNI juga harus mempertimbangkan secara komprehensif. Sebab, personil yang dibutuhkan sangat banyak. Yaitu, 514 Kajari dikali 20 prajurit, dan 37 Kajati dikali 40 prajurit adalah jumlah fantastis. Prajurit tersebut harus mendapatkan jaminan tetap memiliki kesempatan jenjang karir dan pelatihan militer profesional.

    “Jangan sampai kemampuan tempur melemah karena tugas luar,” tegasnya.

    Rizal pun menilai, TNI perlu meninjau telegram tersebut untuk membuat klasifikasi Kejari prioritas. Pengamanan tidak perlu dilakukan di semua Kejari. Cukup Kejari yang rawan saja.

    “Nggak perlu semua Kejari. Pamdal dan Kepolisian cukuplah di daerah tertentu.
    Mungkin Kejari yang berada di 3T atau yang rawan baru perlu pengamann TNI,” katanya.

    Dia pun meminta agar TNI melakukan pengamanan dan pengawalan kejaksaan secara profesional. Tentara tidak boleh melakukan intervensi penanganan kasus, karena hal itu akan merusak penegakan hukum di Indonesia.

    “Kami di Komisi I DPR tentu akan terus melakukan pengawasan terhadap kerja-kerja yang dilakukan TNI. Jika ada masalah dengan TNI, kami bisa memanggil Panglima TNI atau kepala staf angkatan untuk meminta penjelasan,” ujar Rizal. [hen/aje]

  • Hasan Nasbi Batal Mundur, Komisi I Minta Istana Evaluasi Pola Komunikasi Publik – Page 3

    Hasan Nasbi Batal Mundur, Komisi I Minta Istana Evaluasi Pola Komunikasi Publik – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Anggota Komisi I DPR RI Fraksi PKB Syamsu Rizal meminta Istana untuk segera mengevaluasi pola komunikasi publiknya setelah batalnya pengunduran diri Hasan Nasbi dari jabatan Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan atau Presidential Communication Office (PCO).

    Syamsu Rizal mengatakan, keputusan seorang pejabat strategis seperti Kepala PCO yang sempat mengundurkan diri, tidak bisa dianggap enteng. Menurutnya, ada masalah serius dengan tim komunikasi Istana.

    “Khususnya, terkait pernyataan Hasan Nasbi yang merespon pengiriman kepala babi ke kantor Tempo yang menimbulkan kontroversi. Komentar Hasan Nasbi dinilai tidak memiliki empati, karena meminta Tempo memasak kepala babi yang dikirim oleh orang yang tidak dikenal,” kata Syamsu Rizal dalam keterangannya, Rabu (7/5/2025).

    Padahal, lanjutnya, pengiriman kepala babi merupakan bentuk teror kepada media. Tindakan itu masalah serius yang perlu disikapi secara bijak. Juru bicara Istana yang mewakili institusi resmi negara seharusnya menyampaikan statemen secara bijak.

    “Bukan malah meminta kepala babi untuk dimasak. Komentar itu bukan mencerminkan juru bicara kepresidenan yang profesional,” ujarnya.

    Syamsu Rizal menyatakan, seorang juru bicara harus paham bahwa dirinya mewakili institusi negara, bukan mewakili diri sendiri. Jadi, ketika menyampaikan pernyataan kepada media harus betul-betul diatur dan dipertimbangkan secara matang.

    “Jangan ada sentimen pribadi ketika menyampaikan keterangan resmi, karena dia bukan juru bicara tim sukses pasangan calon,” ungkapnya.

    Dalam masalah kepala babi yang dikirim ke Tempo, lanjutnya, seharusnya jubir istana menyampaikan pernyataan sesuai konteks masalah yang terjadi. Yaitu, terkait pengiriman kepala babi yang menjadi ancaman bagi media.

    “Sebenarnya itu masalah komunikasi yang sangat dasar. Jubir istana seharusnya sudah mengatahui bagaimana menghadapi media,” jelasnya.

  • Keluar Barak Bukan Akar Masalah, Pengamat: Evaluasi SOP TNI Harus Adil

    Keluar Barak Bukan Akar Masalah, Pengamat: Evaluasi SOP TNI Harus Adil

    Keluar Barak Bukan Akar Masalah, Pengamat: Evaluasi SOP TNI Harus Adil
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Pengamat militer Khairul Fahmi menilai usulan Komisi I DPR agar TNI mengevaluasi prosedur operasi standar (SOP) terkait izin keluar barak bukanlah solusi utama dalam mengatasi kasus kekerasan yang melibatkan oknum prajurit.
    Menurut dia, keberadaan prajurit di luar kesatrian (barak) bukanlah akar masalah.
    “Tidak ada yang salah dengan
    prajurit TNI
    berada di luar kesatrian. Mereka bukan manusia ruang hampa. Mereka bagian dari masyarakat, punya keluarga, kehidupan sosial, dan kebutuhan rekreasi yang sah secara psikologis maupun sosial,” kata Khairul kepada
    Kompas.com
    , Selasa (1/4/2025) malam.
    Ia mengatakan, tidak semua prajurit TNI tinggal di dalam kompleks militer.
    Banyak dari mereka, terutama yang bertugas di satuan teritorial TNI AD maupun di pangkalan TNI AL dan TNI AU, berdomisili di luar kesatrian bersama masyarakat sipil.
    Dalam konteks ini, menurut dia, membatasi atau memperketat izin keluar barak bisa menjadi kebijakan yang kurang relevan.
    Ia menegaskan bahwa regulasi terkait izin keluar-masuk barak sebenarnya telah diatur secara perinci dalam Peraturan Urusan Dinas Dalam (PUDD) masing-masing matra TNI.
    Peraturan tersebut mencakup tata cara perizinan, pengawasan, tanggung jawab perwira jaga, dan sanksi bagi pelanggar.
    Namun, lanjut dia, permasalahan utama justru terletak pada implementasi aturan tersebut.
    “Apakah aturan dalam PUDD itu dijalankan secara konsisten? Apakah pengawasan dari atasan efektif? Dan yang terpenting, apakah pembinaan karakter prajurit benar-benar menyentuh aspek mental, etika, dan tanggung jawab sosial mereka?” tanya Khairul.
    Dia menilai, evaluasi SOP seharusnya tidak diarahkan pada pembatasan mobilitas prajurit secara represif.
    Sebaliknya, ia mendorong penguatan fungsi pengawasan, pembinaan, serta tanggung jawab dalam rantai komando.
    “Mayoritas prajurit TNI tidak melanggar hukum, apalagi melakukan kekerasan terhadap warga. Generalisasi justru berbahaya dan kontraproduktif terhadap moral pasukan. Evaluasi harus dilakukan secara adil, berbasis data, dan tidak menimbulkan stigma,” kata Khairul.
    Lebih lanjut, ia menilai bahwa yang dibutuhkan bukanlah larangan keluar barak, melainkan penegakan disiplin dan etika prajurit di mana pun mereka berada.
    Menurut dia, evaluasi SOP harus ditempatkan dalam kerangka memperkuat profesionalisme, bukan sekadar pembatasan yang berisiko melemahkan kohesi dan semangat korps.
    Diberitakan sebelumnya, anggota Komisi I DPR Syamsu Rizal mengusulkan agar aturan-aturan soal keberadaan prajurit TNI di luar barak disusun ulang.
    Hal ini untuk memastikan pengawasan terhadap prajurit ketika beraktivitas di luar barak bisa ditingkatkan demi mencegah pelanggaran.
    Usulan Syamsu Rizal ini muncul setelah adanya kasus kematian Juwita, jurnalis perempuan di Banjarbaru, Kalimantan Selatan (Kalsel), yang diduga dibunuh oleh prajurit TNI AL berinisial J.
    “Bagaimana caranya mereka keluar barak, bagaimana SOP mereka keluar dari markas. Kemudian, penugasan seperti apa dan bagaimana mereka bersikap saat mereka berada di posisi sipil,” kata Rizal, Jumat (28/3/2025).
    “Kemampuan adaptasi dengan sipil yang mesti ditingkatkan. Kapan mereka bertindak profesional sebagai seorang prajurit, kapan sebagai bagian dari komunitas sipil, bagian dari masyarakat. Jadi, itu tidak boleh dicampur,” tambah Rizal.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Keluar Barak Bukan Akar Masalah, Pengamat: Evaluasi SOP TNI Harus Adil

    Apakah Evaluasi SOP Prajurit Keluar Barak Meminimalisasi Pelanggaran oleh Oknum TNI?

    Apakah Evaluasi SOP Prajurit Keluar Barak Meminimalisasi Pelanggaran oleh Oknum TNI?
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Kasus kejahatan yang belakangan melibatkan oknum prajurit TNI menjadi sorotan.
    Terkini, kasus yang sedang hangat adalah pembunuhan seorang wartawati media
    online
    di Banjarbaru, Kalimantan Selatan, bernama Juwita.
    Juwita diduga dibunuh oleh kekasihnya yang merupakan oknum prajurit TNI Angkatan Laut (AL), berpangkat Kelasi dengan inisial J.
    Berangkat dari kasus ini, anggota Komisi I DPR Syamsu Rizal mengusulkan agar aturan-aturan soal keberadaan prajurit TNI di luar barak disusun ulang.
    Hal ini untuk memastikan pengawasan terhadap prajurit ketika beraktivitas di luar barak bisa ditingkatkan demi mencegah pelanggaran.
    “Bagaimana caranya mereka keluar barak, bagaimana SOP mereka keluar dari markas. Kemudian, penugasan seperti apa dan bagaimana mereka bersikap saat mereka berada di posisi sipil,” kata Rizal, Jumat (28/3/2025).
    “Kemampuan adaptasi dengan sipil yang mesti ditingkatkan. Kapan mereka bertindak profesional sebagai seorang prajurit, kapan sebagai bagian dari komunitas sipil, bagian dari masyarakat. Jadi, itu tidak boleh dicampur,” tambah dia.
    Merespons usulan Komisi I, Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Brigjen Kristomei Sianturi menegaskan bahwa pengawasan setiap prajurit di satuan adalah tugas dari Komandan Satuan (Dansat).
    Sehingga, menurut dia, apabila ada prajurit yang melakukan kesalahan atau bahkan melanggar hukum, Dansat juga ikut bertanggung jawab.
    “Jadi, kalau anak buahnya berbuat salah, itu tuh komandannya juga bertanggung jawab soal itu. Itu sudah jelas tuh kalau di tentara begitu,” kata Kristomei saat ditemui di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Selasa (1/4/2025).
    Ia mengungkapkan, sudah ada SOP prajurit keluar dari barak.
     
    Jika ada usulan mengenai evaluasi, menurut dia, hal itu semestinya membuat Dansat semakin memperketat imbauan kepada prajurit yang hendak keluar.
    “Sebenarnya SOP standar untuk keluar dari kesatrian itu sudah ada. Tinggal dari unsur pengawasan dari unsur komandan kesatuan yang ada, untuk lebih menekankan lagi kepada prajuritnya untuk benar-benar mematuhi itu dan fungsi pengawasan dari komandan satuan masing-masing,” ujar jenderal TNI bintang satu itu.
    Ia kemudian mengingatkan setiap prajurit TNI wajib mematuhi ragam aturan, mulai dari Sapta Marga, Sumpah Prajurit, dan 8 Wajib TNI.
    “Itu suatu keputusan mutlak. Jika ada yang melanggar dari aturan itu tadi, dihukum seberat-beratnya,” ungkap dia.
    Pengamat militer Khairul Fahmi menilai, usulan Komisi I agar TNI mengevaluasi prosedur operasi standar (SOP) terkait izin keluar barak bukanlah solusi utama dalam mengatasi kasus kekerasan yang melibatkan oknum prajurit.
    Menurut dia, keberadaan prajurit di luar kesatrian (barak) bukanlah akar masalah.
    “Tidak ada yang salah dengan prajurit TNI berada di luar kesatrian. Mereka bukan manusia ruang hampa. Mereka bagian dari masyarakat, punya keluarga, kehidupan sosial, dan kebutuhan rekreasi yang sah secara psikologis maupun sosial,” kata Khairul kepada
    Kompas.com
    , Selasa malam.
    Ia mengatakan, tidak semua prajurit TNI tinggal di dalam kompleks militer.
    Banyak dari mereka, terutama yang bertugas di satuan teritorial TNI AD maupun di pangkalan TNI AL dan TNI AU, berdomisili di luar kesatrian bersama masyarakat sipil.
    Dalam konteks ini, membatasi atau memperketat izin keluar barak dinilai bisa menjadi kebijakan yang kurang relevan.
    Ia menegaskan bahwa regulasi terkait izin keluar-masuk barak sebenarnya telah diatur secara perinci dalam Peraturan Urusan Dinas Dalam (PUDD) masing-masing matra TNI.
    Peraturan tersebut mencakup tata cara perizinan, pengawasan, tanggung jawab perwira jaga, hingga sanksi bagi pelanggar.
     
    Namun, menurut Khairul, permasalahan utama justru terletak pada implementasi aturan tersebut.
    “Apakah aturan dalam PUDD itu dijalankan secara konsisten? Apakah pengawasan dari atasan efektif? Dan yang terpenting, apakah pembinaan karakter prajurit benar-benar menyentuh aspek mental, etika, dan tanggung jawab sosial mereka?” ujar dia.
    Ia menegaskan bahwa evaluasi SOP seharusnya tidak diarahkan pada pembatasan mobilitas prajurit secara represif.
    Sebaliknya, mendorong penguatan fungsi pengawasan, pembinaan, serta tanggung jawab dalam rantai komando.
    “Mayoritas prajurit TNI tidak melanggar hukum, apalagi melakukan kekerasan terhadap warga. Generalisasi justru berbahaya dan kontraproduktif terhadap moral pasukan. Evaluasi harus dilakukan secara adil, berbasis data, dan tidak menimbulkan stigma,” kata dia.
    Lebih lanjut, ia berpandangan bahwa yang dibutuhkan bukanlah larangan keluar barak, melainkan penegakan disiplin dan etika prajurit di mana pun mereka berada.
    “Evaluasi SOP harus ditempatkan dalam kerangka memperkuat profesionalisme, bukan sekadar pembatasan yang berisiko melemahkan kohesi dan semangat korps,” pungkas dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • TNI Diminta Evaluasi SOP Prajurit Keluar dari Barak, Kapuspen Minta Dansat Perketat Pengawasan
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        1 April 2025

    TNI Diminta Evaluasi SOP Prajurit Keluar dari Barak, Kapuspen Minta Dansat Perketat Pengawasan Nasional 1 April 2025

    TNI Diminta Evaluasi SOP Prajurit Keluar dari Barak, Kapuspen Minta Dansat Perketat Pengawasan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI,
    Brigjen Kristomei Sianturi
    , menegaskan bahwa aturan standar operasional prosedur (SOP) prajurit keluar dari barak memang sudah ada di setiap satuan.
    Akan tetapi, ia sepakat jika memang harus ada perketat pengawasan dari Komandan Satuan (Dansat) kepada setiap prajurit yang hendak keluar barak.
    Hal itu disampaikan merespons adanya usulan agar TNI mengevaluasi aturan SOP prajurit keluar dari barak karena belakangan kasus kekerasan oknum TNI semakin meningkat.
    “Sebenarnya SOP standar untuk keluar dari kesatrian itu sudah ada,” kata Kapuspen yang ditemui di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Selasa (1/4/2025).
    “Tinggal dari unsur pengawasan dari unsur komandan kesatuan yang ada, untuk lebih menekankan lagi kepada prajuritnya untuk benar-benar mematuhi itu,” sambung dia.
    Kapuspen menegaskan bahwa hal tersebut sejatinya adalah fungsi dari setiap Dansat untuk menekankan kepada prajurit untuk mematuhi aturan.
    Di lain sisi, menurut dia, setiap Dansat harus ikut bertanggung jawab apabila ada prajurit di satuannya yang berbuat salah.
    “Jadi, kalau anak buahnya berbuat salah, itu tuh komandannya juga bertanggung jawab soal itu. Itu sudah jelas tuh kalau di tentara begitu,” kata jenderal bintang satu ini.
    Ia mengungkapkan, setiap prajurit TNI memiliki ragam aturan yang harus ditaati.
    Pertama, aturan soal Sapta Marga. Kemudian, Sumpah Prajurit dan 8 Wajib TNI yang mesti dipatuhi seluruh prajurit.
    “Itu suatu keputusan mutlak. Jika ada yang melanggar dari aturan itu tadi, dihukum seberat-beratnya,” ungkap dia.
    “Toh, yang di tentara juga banyak TNI-nya. Kalau kita hukum satu dua orang yang nakal itu ya enggak ada masalah,” pungkas dia.
    Diberitakan sebelumnya, Komisi I DPR meminta Panglima TNI Agus Subiyanto memanggil Kepala Staf Angkatan Darat, Laut, dan Udara untuk membahas banyaknya kasus tindak pidana yang dilakukan prajurit selama beberapa waktu terakhir.
    Hal itu dianggap perlu setelah adanya kasus kematian Juwita, jurnalis perempuan di Banjarbaru, Kalimantan Selatan (Kalsel), yang dibunuh oleh prajurit TNI AL berinisial J.
    “Jadi memang sudah jadi atensi Komisi I dan kita memang sudah minta Panglima itu untuk mengusut tuntas kasus di Kalsel,” ujar Anggota Komisi I DPR Syamsu Rizal saat dihubungi, Jumat (28/3/2025).
    “Kemudian kami juga minta Panglima TNI itu memanggil KSAD, KSAL, dan KSAU untuk membicarakan bahwa di akhir-akhir ini memang kelihatan banyak sekali masalah-masalah yang berkaitan dengan moral prajurit,” sambungnya.
    Politikus PKB itu berpandangan, konflik antara TNI dan masyarakat sipil saat ini sudah mengalami pergeseran.
    Sebab, permasalahan yang terjadi bukan lagi institusional, melainkan juga perorangan masing-masing prajurit.
    “Kalau dulu kan masalah TNI itu kehadirannya misalnya masalah teritori, bentrok dengan masyarakat setempat karena ada batalion baru. Kemudian, masalah sosial karena ada lahan yang dipakai latihan. Itu kita dengar dulu-dulu kan. Kalau sekarang ini itu sudah pada perilaku personal,” kata Rizal.
    Oleh karena itu, penting bagi Panglima TNI membahas dan mengevaluasi secara komprehensif sistem pembinaan prajurit dengan semua kepala staf angkatan.
    Bahkan, Rizal mengusulkan agar aturan-aturan soal keberadaan prajurit TNI di luar barak disusun ulang.
    Hal ini untuk memastikan pengawasan terhadap prajurit ketika beraktivitas di luar barak bisa ditingkatkan demi mencegah pelanggaran. 
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kasus TNI Bunuh Sipil Berulang, Panglima Diminta Evaluasi SOP Prajurit Keluar Barak

    Kasus TNI Bunuh Sipil Berulang, Panglima Diminta Evaluasi SOP Prajurit Keluar Barak

    Kasus TNI Bunuh Sipil Berulang, Panglima Diminta Evaluasi SOP Prajurit Keluar Barak
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi I DPR meminta Panglima TNI Agus Subiyanto memanggil Kepala Staf Angkatan Darat, Laut, dan Udara untuk membahas banyaknya kasus tindak pidana yang dilakukan prajurit selama beberapa waktu terakhir.
    Hal itu dianggap perlu setelah adanya kasus kematian Juwita, jurnalis perempuan di Banjarbaru, Kalimantan Selatan (Kalsel), yang dibunuh oleh prajurit TNI AL berinisial J.
    “Jadi memang sudah jadi atensi Komisi I dan kita memang sudah minta Panglima itu untuk mengusut tuntas kasus di Kalsel,” ujar Anggota Komisi I DPR Syamsu Rizal saat dihubungi, Jumat (28/3/2025).
    “Kemudian kami juga minta Panglima TNI itu memanggil KSAD, KSAL, dan KSAU untuk membicarakan bahwa di akhir-akhir ini memang kelihatan banyak sekali masalah-masalah yang berkaitan dengan moral prajurit,” sambungnya.
    Politikus PKB itu berpandangan, konflik antara TNI dan masyarakat sipil saat ini sudah mengalami pergeseran. Sebab, permasalahan yang terjadi bukan lagi institusional, melainkan juga perorangan masing-masing prajurit.
    “Kalau dulu kan masalah TNI itu kehadirannya misalnya masalah teritori, bentrok dengan masyarakat setempat karena ada batalyon baru. Kemudian, masalah sosial karena ada lahan yang dipakai latihan. Itu kita dengar dulu-dulu kan. Kalau sekarang ini itu sudah pada perilaku personal,” kata Rizal.
    Oleh karena itu, penting bagi Panglima TNI membahas dan mengevaluasi secara komprehensif sistem pembinaan prajurit dengan semua kepala staf angkatan.
    Bahkan, Rizal mengusulkan agar aturan-aturan soal keberadaan prajurit TNI di luar barak disusun ulang. Hal ini untuk memastikan pengawasan terhadap prajurit ketika beraktivitas di luar barak bisa ditingkatkan demi mencegah pelanggaran.
    “Bagaimana caranya mereka keluar barak, bagaimana SOP mereka keluar dari markas. Kemudian, penugasan seperti apa dan bagaimana mereka bersikap saat mereka berada di di posisi sipil,” kata Rizal.
    “Kemampuan adaptasi dengan sipil yang mesti ditingkatkan. Kapan mereka bertindak profesional sebagai seorang prajurit, kapan sebagai bagian dari komunitas sipil, bagian dari masyarakat. Jadi itu tidak boleh dicampur,” pungkasnya.
    Diberitakan sebelumnya, misteri kematian Juwita, seorang jurnalis media
    online
    di Banjarbaru, Kalimantan Selatan, mulai menemui titik terang setelah empat hari berlalu.
    Juwita ditemukan tewas bersama sepeda motornya di tepi Jalan Gunung Kupang pada Sabtu, 22 Maret 2025.
    Komandan Detasemen Polisi Militer (Dandenpom) Pangkalan Angkatan Laut (Lanal) Balikpapan, Mayor Laut (PM) Ronald Ganap mengungkapkan bahwa seorang prajurit TNI AL berpangkat Kelasi Satu berinisial J diduga terlibat dalam pembunuhan ini.
    “Kami mengonfirmasi bahwa benar telah terjadi kasus pembunuhan yang diduga dilakukan oleh oknum Lanal Balikpapan berinisial J, berusia 23 tahun, terhadap saudari Juwita yang berusia 25 tahun. Peristiwa ini terjadi pada Sabtu, 22 Maret 2025, di Banjarbaru, Kalimantan Selatan,” ujar Ronald dalam konferensi pers pada Rabu, 26 Maret 2025.
    Sebelum peristiwa tersebut, terdapat pula kasus pembunuhan bos rental mobil oleh prajurit TNI AL. Korban tewas usai ditembak oleh prajurit.
    Saat ini, kasus pembunuhan bos rental mobil tersebut sedang bergulir di pengadilan militer. Tiga prajurit TNI AL menjadi terdakwa dalam perkara ini.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.