Tag: Syafruddin

  • Catatan Ekonom Tentang Kinerja 1 Tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran

    Catatan Ekonom Tentang Kinerja 1 Tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran

    Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka akan memasuki masa satu tahun pada Senin (20/10/2025) esok.

    Meski menawarkan keberlanjutan kebijakan pemerintahan terdahulu, Prabowo-Gibran telah mengambil sejumlah pendekatan ekonomi yang berbeda. 

    Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Andalas (FEB Unand) Syafruddin Karimi melihat bahwa Prabowo dan pendahulunya Joko Widodo (Jokowi) memiliki prioritas dan instrumen ekonomi yang berbeda.

    Syafruddin mencontohkan, Jokowi menaruh bobot besar pada infrastruktur fisik dan hilirisasi mineral seperti pembangunan jalan tol, pelabuhan, irigasi, serta larangan ekspor bijih nikel untuk menarik smelter.

    Kebijakan itu, sambungnya, ditopang penerbitan Omnibus Law untuk menyederhanakan regulasi tenaga kerja dan investasi.

    Sementara itu, dia melihat pemerintahan Prabowo memutar fokus ke program kesejahteraan skala nasional seperti makan bergizi gratis hingga sekolah rakyat.

    Selain itu, pemerintahan Prabowo membentuk Danantara untuk konsolidasi aset dan investasi strategis, membuka kembali pasar karbon bagi pembeli asing, menambah opsi pembiayaan termasuk dim sum bond, dan insentif diskon 100%pajak pertambahan nilai (PPN) properti sampai 2027.

    “Pendekatan baru ini lebih menekankan permintaan domestik dan mobilisasi aset negara, dibanding dorongan fisik infrastruktur yang mendominasi dekade sebelumnya,” jelas Syafruddin kepada Bisnis, Minggu (19/10/2025).

    Sementara itu, Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk. (BNLI) Josua Pardede mencatat setidaknya ada lima perbedaan pendekatan ekonomi antara pemerintahan Prabowo dengan Jokowi. Pertama, Prabowo lebih jor-joran mengeluarkan instrumen pendorong pertumbuhan ekonomi jangka pendek.

    Dia mencontohkan paket stimulus ekonomi terbaru yang diumumkan pemerintahan Prabowo untuk pemulihan daya beli dan menyerap tenaga kerja: mulai program magang bagi lulusan baru perguruan tinggi, insentif pajak untuk pekerja pariwisata, bantuan pangan, diskon iuran JKK/JKM, perumahan pekerja, percepatan OSS/RDTR, hingga program perkotaan untuk pelaku ekonomi digital.

    “Ini menambah bantalan sosial ekonomi di luar skema rutin bansos,” ujar Josua kepada Bisnis, Minggu (19/10/2025).

    Kedua, penguatan likuiditas domestik. Di satu sisi, bank sentral mulai mengarahkan kebijakan ke pro-pertumbuhan: suku bunga acuan sudah turun 150 basis poin dari 6,25% menjadi 4,75% sejak Prabowo-Gibran menjabat.

    Di sisi lain, sambung Josua, ada manajemen kas negara yang proaktif untuk menurunkan biaya dana dan mempercepat kredit. Pada medio September 2025, pemerintah menempatkan Rp200 triliun dana lima bank Himbara.

    “Corak kebijakan yang lebih langsung ke transmisi perbankan,” ujar Josua.

    Ketiga, reformasi arus barang dan devisa melalui PP No. 8/2025. Lewat aturan itu, pemerintah mengatur penempatan dana hasil ekspor sumber daya alam (DHE SDA) 100% selama 12 bulan.

    Menurut Josua, kebijakan itu bertujuan untuk memperkuat cadangan devisa dan menata ulang tata niaga impor agar bahan baku dan barang strategis lebih lancar sekaligus pelengkap kebijakan hilirisasi yang sudah berjalan sejak periode pemerintahan sebelumnya. 

    Keempat, diplomasi ekonomi lebih agresif. Josua mencontohkan pemerintah mencapai kesepakatan tarif dengan Amerika Serikat hingga mendorong penyelesaian perjanjian dagang komprehensif dengan Uni Eropa (IEU-CEPA).

    Kelima, Proyek Strategis Nasional masih menjadi tulang punggung konektivitas dan daya saing (228 proyek/16 program, nilai konstruksi Rp6.480 triliun) dan fokus hilirisasi mineral/industri tetap berlanjut.

    Hanya saja, Josua melihat pemerintahan Prabowo lebih fokus ke injeksi likuiditas, percepatan perizinan berbasis risiko, dan program sosial berskala besar seperti Makan Bergizi Gratis dan Sekolah Rakyat. 

  • Ironi Warga RI: Lapangan Kerja Terbatas, PHK Datang Silih Berganti

    Ironi Warga RI: Lapangan Kerja Terbatas, PHK Datang Silih Berganti

    Bisnis.com, JAKARTA – Survei Bank Indonesia (BI) mencatat indeks keyakinan konsumen terendah sejak 3 tahun terakhir. Rendahnya keyakinan konsumen itu terjadi karena masyakarat mulai pesimistis terhadap ketersediaan lapangan pekerjaan.

    Indeks ketersediaan lapangan kerja menjadi satu-satunya indikator yang berada di zona pesimis atau di bawah nilai acuan di level 92.

    Sementara itu, investasi yang digembar-gemborkan naik ternyata cukup lamban dalam menyerap tenaga kerja. Padahal, kalau merujuk kepada pernyataan Menteri Ketenagakerjaan Yassierli belum lama ini, ada sekitar 7 juta warga negara Indonesia yang menganggur, belum lagi hingga Agustus 2025 lalu sekitar 44.333 pekerja terkena pemutusan hubungan kerja PHK.

    Di sisi lain, alih-alih menciptakan lapangan kerja baru, pemerintah justru hanya menyediakan program magang bukan kepada mahasiswa tetapi kepada lulusan fresh graduate. Berbagai program deregulasi yang dimulai dari pemberlakukan Online Single Submission (OSS), implementasi Undang-undang Cipta Kerja, hingga berbagai kemudahan dari aspek fiskal, tidak mampu sepenuhnya menyerap angkatan kerja yang tersedia.

    Ironisnya, dari sekitar 7 jutaan pengangguran, kalau merunut pernyataan Menaker Yassierli, 1 juta di antaranya berstatus sebagai sarjana.

    Persoalan semakin pelik kalau melihat struktur tenaga kerja setidaknya sampai Februari 2025 lalu. Pekerja informal tetap mendominasi angkatan kerja Indonesia. Masih merujuk data BPS, statistik juga menunjukkan bahwa sebanyak 86,58 juta orang bekerja di sektor informal dari total angkatan kerja sebanyak 153,05 juta orang. Itu artinya, hampir 60% orang bekerja di Indonesia berada di sektor informal.

    Sebaliknya, pada periode tersebut juga, hanya 59,19 juta orang yang bekerja di sektor formal atau sebesar 40,60% dari total angkatan kerja. 

    Besaran persentase pekerja sektor informal pun naik dari periode Februari 2024 atau setahun sebelumnya, yakni dari 59,17%. Bahkan, pada Februari 2023 sempat menyentuh 60,12%. 

    Adapun kalau melihat data secara lebih rinci, jika dibandingkan dengan Februari 2024, jumlah pekerja yang berstatus sebagai buruh, pegawai atau karyawan juga mengalami penurunan secara persentase. Sekadar contoh, pada Februari 2025 lalu jumlah penduduk yang berstatus sebagai buruh, pegawai dan karyawan hanya sebesar 37,08%, turun dibandingkan Febuari 2024 yang tercatat sebesar 37,31%.

    1 dari 7 Anak Muda Menganggur

    Sementara itu, laporan Bank Dunia (World Bank) menyebut generasi muda Asia kesulitan mendapatkan pekerjaan layak termasuk di Indonesia, dengan banyak yang terjebak di sektor informal berproduktivitas rendah. 

    Dalam laporan pembaruan ekonomi regional yang dirilis Selasa (7/10/2025), Bank Dunia mencatat adanya kesenjangan signifikan antara pekerja muda dan berpengalaman di sejumlah negara Asia. 

    Laporan tersebut memaparkan, di China dan Indonesia, satu dari tujuh anak muda masih menganggur. Lembaga tersebut juga memperingatkan bahwa jumlah penduduk yang rentan jatuh ke jurang kemiskinan kini lebih besar dibandingkan kelas menengah di sebagian besar negara.

    “Secara umum tingkat ketenagakerjaan tinggi, tetapi anak muda kesulitan menemukan pekerjaan. Sebagian besar masyarakat di Asia yang mencari kerja memang mendapatkannya, namun banyak yang terjebak di sektor informal atau berproduktivitas rendah,” tulis Bank Dunia.

    Partisipasi angkatan kerja juga masih rendah di negara-negara Pasifik dan di kalangan perempuan. 

    Data yang dipaparkan oleh Bank Dunia itu juga sejalan dengan data BPS, bahwa jumlah penduduk di usaia produktif misalnya 15 -59 tahun mewakili 19,2% dari total tingkat pengangguran terbuka.

    Apa Kata Pengamat?

    Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Andalas Syafruddin Karimi mengaku tidak heran dengan perkembangan turunnya keyakinan konsumen yang salah satunya dipicu oleh pesimisme terhadap ketersediaan lapangan kerja. 

    “IKK jatuh ke kisaran 115 karena mesin ekspektasi rumah tangga tertekan dari tiga sisi sekaligus: harga pangan merangkak, pasar kerja terasa sepi, dan porsi cicilan menyita pendapatan,” ujar Syafruddin kepada Bisnis, Rabu (8/10).

    Dia menjelaskan banyak laporan terdahulu yang sudah menunjukkan sinyal pelemahan ekonomi. Contohnya, IKK Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) merosot ke 90,5 pada September 2025 dengan alasan “harga sembako naik” dan “kondisi kerja sulit”.

    Selain itu, Bank Indonesia sudah memberi peringatan sejak Agustus: IKK turun ke 117,2, sedangkan Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja (IKLK) berada di zona pesimis di sekitar 93, yang menandai persepsi bahwa lowongan menyempit.

    Pada saat yang sama, sambungnya, porsi pendapatan yang tersedot cicilan meningkat, sehingga rumah tangga menahan belanja besar. “Kombinasi tekanan biaya hidup, akses kerja yang dirasa makin sulit, dan ruang belanja yang mengecil mendorong konsumen menilai masa kini berat dan masa depan belum meyakinkan—cukup untuk menyeret IKK ke titik terendah dalam sekitar 3,5 tahun,” jelas Syafruddin.

    Dalam IKK, salah satu komponen yang dinilai adalah ekspektasi ketersediaan lapangan kerja. Sejak Mei 2025, indeks ketersediaan lapangan kerja (IKLK) terus berada di zona pesimis atau di bawah nilai acuan.

    IKLK berada di level 92 pada September 2025. Angka itu turun dari bulan sebelumnya atau Agustus 2025, yang berada di level 93,2. Padahal, pemerintah telah meluncurkan berbagai program stimulus untuk menjaga daya beli dan menciptakan lapangan kerja, seperti program magang fresh graduate, pajak penghasilan karyawan ditanggung pemerintah (PPh 21 DTP) untuk sektor pariwisata dan padat karya, iuran JKK dan JKM untuk lepas, hingga Padat Karya Tunai.

    Syafruddin menilai program-program tersebut belum mengangkat ekspektasi ketersediaan kerja secara signifikan karena sebagian besar stimulus masih bersifat mereduksi biaya dan menyerap tenaga kerja sementara, bukan menambah pesanan produksi yang memicu perekrutan permanen.

    Dia mencontohkan, program Padat Karya Tunai memang membantu masyarakat berpendapatan rendah, tetapi bersifat harian dan jangka pendek sehingga tidak cukup kuat untuk mengubah persepsi peluang kerja di masyarakat. Begitu pula insentif PPh 21 DTP dan diskon iuran JKK/JKM yang menurunkan beban perusahaan dan pekerja, namun dinilai tidak otomatis mendorong peningkatan permintaan tenaga kerja.

    “Tanpa lonjakan order yang jelas—entah dari ekspor, pariwisata, pengadaan pemerintah yang membeli output UKM, atau proyek bernilai tambah—perusahaan cenderung menunda kontrak baru. Hasilnya, publik masih membaca sinyal pasar kerja sebagai ‘ketat,’ dan IKLK bertahan di bawah 100 walau stimulus diumumkan,” tutup Syafruddin.

  • Rakyat Makin Pesimistis soal Lapangan Kerja Meski Ada Stimulus Ekonomi, Kenapa?

    Rakyat Makin Pesimistis soal Lapangan Kerja Meski Ada Stimulus Ekonomi, Kenapa?

    Bisnis.com, JAKARTA — Laporan Bank Indonesia menunjukkan bahwa indeks ketersediaan lapangan kerja (IKLK) masih berada di zona pesimis, bahkan terus memburuk.

    Sejak Mei 2025, IKLK memang terus berada di zona pesimis atau di bawah nilai acuan 100. IKLK berada di level 92 pada September 2025 atau turun dari bulan sebelumnya di level 93,2.

    Padahal, pemerintah sudah mengumumkan sejumlah insentif ekonomi untuk mendukung industri hingga penciptaan lapangan kerja. Misalnya paket stimulus akhir 2025 seperti Program Magang Lulusan Perguruan Tinggi (maksimal fresh graduate satu tahun) untuk minimal 20.000 penerima manfaat.

    Kemudian perluasan Pajak Penghasilan (PPh) 21 Ditanggung Pemerintah (DTP) untuk pekerja di sektor terkait pariwisata sebanyak 552.000 pekerja. 

    Tak hanya itu, bantuan Iuran JKK dan JKM bagi pekerja bukan penerima upah (BPU) yang meliputi mitra pengemudi transportasi online/ojek daring, ojek pangkalan, sopir, kurir, logistik untuk 731.361 orang.

    Lalu program Padat Karya Tunai (cash for work) Kemenhub dan Kemen PU untuk 609.465 orang, hingga percepatan deregulasi lewat PP 28/2025 (Integrasi sistem kementerian/lembaga dan RDTR digital ke OSS) pada 50 daerah pada 2025 dan lanjut menjadi 300 daerah pada 2026.

    Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Andalas Syafruddin Karimi mengaku tidak heran berbagai program tersebut belum mengangkat ekspektasi ketersediaan kerja secara signifikan.

    Bagaimanapun, sambungnya, sebagian besar masih bersifat mereduksi biaya dan menyerap tenaga kerja sementara, bukan menambah pesanan produksi yang memicu perekrutan permanen.

    Dia mencontohkan, program Padat Karya Tunai memang membantu masyarakat berpendapatan rendah, tetapi bersifat harian dan jangka pendek sehingga tidak cukup kuat untuk mengubah persepsi peluang kerja di masyarakat.

    Begitu pula insentif PPh 21 DTP dan diskon iuran JKK/JKM yang menurunkan beban perusahaan dan pekerja, namun dinilai tidak otomatis mendorong peningkatan permintaan tenaga kerja.

    “Tanpa lonjakan order yang jelas—entah dari ekspor, pariwisata, pengadaan pemerintah yang membeli output UKM, atau proyek bernilai tambah—perusahaan cenderung menunda kontrak baru. Hasilnya, publik masih membaca sinyal pasar kerja sebagai ‘ketat,’ dan IKLK bertahan di bawah 100 walau stimulus diumumkan,” jelas Syafruddin kepada Bisnis, Rabu (8/10/2025).

    Senada, Peneliti Center of Reform on Economics (Core Indonesia) Yusuf Rendy Manilet menilai sejumlah stimulus ekonomi itu memang akan berpengaruh secara signifikan ke persepsi masyarakat.

    Dia menjelaskan, tantangan utama kebijakan stimulus kali ini terletak pada aspek cakupan. Skala program magang dan padat karya dinilai masih terlalu kecil bila dibandingkan dengan jumlah pengangguran dan setengah pengangguran nasional.

    Akibatnya, stimulus hanya memberikan efek jangka pendek pada sebagian masyarakat penerima, tanpa mampu mengubah secara signifikan ekspektasi pasar kerja secara luas.

    “Program-program itu bisa memberi dorongan sementara terhadap konsumsi, terutama bagi penerima langsung, tetapi dampaknya terhadap penyerapan tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan kemungkinan tetap terbatas,” ujar Yusuf kepada Bisnis, Rabu (8/10/2025).

    Dengan tekanan pendapatan yang berlanjut dan cakupan stimulus yang belum memadai, dia meyakini pemulihan optimisme konsumen, khususnya di kelas menengah, masih memerlukan waktu dan dukungan kebijakan yang lebih terarah.

  • Panas! Komisi XII PKB Depan Menteri LH Sebut Perusahaan Tambang Terus Menerus Gunduli Hutan

    Panas! Komisi XII PKB Depan Menteri LH Sebut Perusahaan Tambang Terus Menerus Gunduli Hutan

    L

    OlehLiputanenamDiperbaharui 03 Des 2025, 18:46 WIB

    Diterbitkan 03 Des 2025, 17:43 WIB

    Anggota Komisi XII DPR Fraksi PKB, Syafruddin meminta, pemerintah memperhatikan aksi perusahaan tambang khususnya di Kalimantan Timur. Menurutnya, perusahaan tambang ini ialah pelaku penggundulan hutan hingga pencemaran sungai.

    Syafruddin menegaskan, kejadian bencana yang terjadi di Sumatera, agar tidak terjadi di daerah lain khususnya Kalimantan. Hal ini diungkapkannya saat rapat bersama Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (3/12).

  • Mengenal Petilasan Joyoboyo, Tempat Bertapa dan Moksa Raja Legendaris Kediri

    Mengenal Petilasan Joyoboyo, Tempat Bertapa dan Moksa Raja Legendaris Kediri

    Liputan6.com, Jakarta Menapaki jalan desa menuju Petilasan Sri Aji Joyoboyo di Desa Menang, Kecamatan Pagu, Kabupaten Kediri, pengunjung akan merasakan atmosfer yang berbeda. Udara terasa lebih sejuk, pepohonan rindang menaungi jalan setapak, dan sesekali aroma dupa terbawa angin.

    Tempat ini bukan sekadar situs sejarah, melainkan ruang spiritual yang sejak lama menjadi jujugan peziarah dari berbagai penjuru Nusantara.

    Petilasan tersebut diyakini sebagai tempat bertapa sekaligus moksa Sri Aji Prabu Joyoboyo, raja legendaris Kediri yang terkenal dengan Ramalan Jangka Jayabaya, ramalan tentang perjalanan panjang bangsa Jawa dan Nusantara. Hingga kini, bayang-bayang kebesaran dan spiritualitasnya tetap hidup dalam ingatan masyarakat.

    Di dalam kompleks petilasan terdapat tiga prasasti yang dipercaya sebagai titik perjalanan terakhir sang raja menuju moksa, yakni Prasasti Mahkota (tempat melepas mahkota), Prasasti Busana (tempat melepas pakaian kebesaran), dan Prasasti Moksa (titik akhir menuju keabadian).

    Ketiganya menjadi saksi bisu proses spiritual yang diyakini telah membawa Joyoboyo meninggalkan dunia fana.

    Ritual ziarah di lokasi ini biasanya dilakukan dengan berjalan perlahan menuju pamoksan, kemudian para peziarah bersimpuh satu per satu di hadapan prasasti. Suasana hening membuat setiap langkah terasa penuh makna, seolah mengulang perjalanan batin sang raja.

    “Itu adalah adab yang selalu dijaga di sini. Kita datang dengan rendah hati, berdoa, dan mengenang perjuangan Sri Aji Joyoboyo,” tutur Mbah Mukri, juru kunci Petilasan Joyoboyo, Selasa (23/09/2025).

    Menurutnya, ziarah bukanlah praktik mistis semata, melainkan simbol penghormatan kepada leluhur.

    “Ziarah ini pengingat untuk membersihkan diri, lahir maupun batin. Siapa pun boleh datang, tanpa memandang latar belakang. Yang utama itu niat. Datang dengan sungguh-sungguh memohon, hasilnya tetap tergantung Yang Maha Kuasa,” imbuhnya.

    Perbesar

    Petilasan Joyoboyo di Kediri… Selengkapnya

    Bagi sebagian orang luar, ziarah ke Petilasan Joyoboyo kerap dikaitkan dengan hal-hal mistis. Namun, bagi masyarakat Kediri dan para peziarah, aktivitas itu lebih bermakna sebagai upaya menjaga tradisi sekaligus perjalanan spiritual pribadi.

    “Tidak ada yang mistis kalau kita datang dengan hati bersih. Yang ada hanyalah rasa syukur dan penghormatan,” kata Mbah Mukri menutup perbincangan.

    Meski setiap hari ada pengunjung yang datang, puncak keramaian terjadi pada malam 1 Suro, momentum sakral dalam kalender Jawa.

    Pada malam itu, ratusan peziarah dari berbagai daerah tumpah ruah di kompleks petilasan. Ada yang datang hanya untuk berdoa, ada pula yang sengaja bermalam dan menginap di rumah-rumah warga sekitar.

    Bagi masyarakat Kediri, malam tersebut bukan hanya ritual tahunan, melainkan perayaan spiritual yang menghubungkan mereka dengan sejarah panjang tanah Jawa.

    “Suasana 1 Suro di sini selalu berbeda. Seperti ada getaran yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata,” ujar Sulastri, seorang peziarah asal Madiun yang sudah tiga kali datang ke Petilasan Joyoboyo.

    Yang menarik, pesona spiritual Petilasan Joyoboyo bukan hanya dirasakan masyarakat Jawa. Banyak peziarah dari luar Jawa yang datang, bahkan menempuh perjalanan jauh hanya untuk merasakan energi dan doa di tempat ini.

    Salah satunya adalah Haji Syafruddin, seorang peziarah asal Palembang, Sumatera Selatan. Ia mengaku sudah dua kali datang ke Kediri untuk berziarah ke Petilasan Joyoboyo.

    “Saya merasa ada panggilan batin. Ramalan Jayabaya itu dikenal luas, bukan hanya di Jawa. Datang ke sini membuat saya merasa lebih dekat dengan akar budaya nusantara,” ucapnya.

    Hal serupa disampaikan Ni Luh Ayu, peziarah asal Bali yang datang bersama keluarganya. Baginya, kedatangan ke Petilasan Joyoboyo bukan hanya wisata religi, tetapi juga bentuk penghormatan antarbudaya.

    “Bali juga punya tradisi leluhur yang kuat. Saat saya datang ke sini, saya merasakan energi yang sama suasana khusyuk dan penghormatan pada sejarah,” tuturnya.

    Kehadiran peziarah dari luar Jawa ini semakin menegaskan bahwa Petilasan Joyoboyo telah menjadi magnet spiritual lintas etnis dan daerah, bahkan simbol persaudaraan dalam keberagaman.

    Perbesar

    Petilasan Joyoboyo di Kediri… Selengkapnya

    Pemerintah daerah pun menyadari pentingnya situs ini, bukan hanya sebagai destinasi wisata religi, tetapi juga sebagai warisan budaya. Mustika Prayitno Adi, Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Kediri, menegaskan bahwa Petilasan Joyoboyo adalah identitas sejarah yang harus dilestarikan.

    “Petilasan tersebut adalah salah satu peninggalan budaya di Kediri yang harus dilestarikan. Ritual sesaji Sri Aji Joyoboyo juga sudah terdaftar sebagai kekayaan intelektual komunal di Kementerian Hukum pada tahun 2021,” ujarnya.

    Dengan status tersebut, Petilasan Joyoboyo diharapkan dapat terus menjadi pusat spiritual dan kebudayaan, sekaligus destinasi wisata yang memberi manfaat bagi masyarakat sekitar.

    Di tengah modernitas yang terus melaju, Petilasan Sri Aji Joyoboyo tetap menjadi oase spiritual. Tempat di mana sejarah, tradisi, dan doa berpadu, meninggalkan jejak tak kasatmata yang dirasakan setiap peziarah yang datang baik dari Kediri, Madiun, Palembang, hingga Bali.

  • Top 3: Subsidi Motor Listrik Lanjut, Ini Bocoran Terbarunya – Page 3

    Top 3: Subsidi Motor Listrik Lanjut, Ini Bocoran Terbarunya – Page 3

    Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa diminta serius dalam optimalisasi penerimaan negara. Peningkatan kepatuhan wajib pajak disebut bisa jadi prioritas daripada meningkatkan tarif pajak.

    Ekonom dari Universitas Andalas, Syafruddin Karimi mengatakan, penerimaan negara perlu jadi perhatian oleh Menkeu Purbaya. “Prioritas penerimaan terletak pada kepatuhan dan basis pajak, bukan menaikkan tarif secara luas,” kata Syafruddin saat dihubungi Liputan6.com, Rabu (10/9/2025).

    Hal ini menurutnya bisa dilakukan dengan integrasi data antara Nomor Induk Kependudukan (NIK), Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), hingga perizinan. Lalu, memperluas e-invoicing dan analitik risiko untuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) Badan, serta lakukan audit berbasis data lintas-instansi.

    “Lakukan spending review atas belanja pajak (tax expenditures) agar insentif benar-benar produktif,” ucapny.

    Purbaya juga diminta untuk memperkuat pendapatan negara bukan pajak (PNBP) lewat tata kelola sumber daya alam (SDA) dan dividen BUMN berbasis kinerja.

    Berita selengkapnya baca di sini 

  • Sentralisasi Fiskal, Guru Besar Unand Kritisi Pengambilalihan Tugas Pemda oleh Pusat

    Sentralisasi Fiskal, Guru Besar Unand Kritisi Pengambilalihan Tugas Pemda oleh Pusat

    Bisnis.com, JAKARTA — Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Andalas (FEB Unand) Syafruddin Karimi mengkritisi upaya pemerintah pusat mengambil alih sebagian besar tugas pemerintah daerah atau Pemda, yang pada tahun depan anggarannya berkurang akibat pemangkasan transfer ke daerah.

    Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Andalas (FEB Unand) Syafruddin Karimi mengakui bahwa sebagian daerah memang belum maksimal menyerap anggaran. Hanya saja, fakta tersebut tak bisa dijadikan alasan pengambilalihan tugas Pemda oleh pemerintah pusat.

    Menurutnya, permasalahan utama ada di perencanaan, administrasi, atau pelelangan proyek yang lambat. Syafruddin menilai tak adil apabila pemerintah pusat menyamaratakan seluruh Pemda.

    “Banyak daerah mampu melaksanakan program prioritas dengan baik meski dihadapkan pada keterbatasan kapasitas. Persoalan utama justru terletak pada kesenjangan kualitas tata kelola antar daerah,” jelasnya kepada Bisnis, Minggu (24/8/2025).

    Dia meyakini sebagian besar hambatan bukan karena ketiadaan niat, melainkan lemahnya sistem manajemen dan terbatasnya sumber daya manusia. Oleh sebab itu, sambungnya, masalah serapan anggaran seharusnya dijawab dengan peningkatan kapasitas, asistensi teknis, serta reformasi birokrasi, bukan dengan mengurangi hak fiskal daerah.

    Syafruddin menekankan bahwa pengambilalihan tugas daerah oleh pemerintah pusat hanya akan memperbesar ketergantungan daerah pada pusat dan melemahkan semangat desentralisasi yang telah dibangun sejak Reformasi.

    “Cara terbaik adalah memperkuat akuntabilitas daerah melalui sistem insentif dan disinsentif berbasis kinerja. Pemerintah pusat bisa memberikan penghargaan fiskal kepada daerah yang disiplin dan produktif, sementara daerah yang tidak mampu menjalankan program dengan baik mendapat koreksi proporsional,” ujarnya.

    Selain itu, pendampingan teknis dan penyederhanaan regulasi diyakini akan meningkatkan kapasitas daerah dalam menyerap anggaran. Dengan demikian, perbaikan tata kelola tetap berjalan, kemandirian fiskal daerah terjaga, dan prinsip demokrasi anggaran tidak terpinggirkan.

    Jika pemerintah bersikukuh mengambil sebagian besar tugas Pemda demi efisiensi anggaran maka Syafruddin khawatir daerah akan kehilangan kendali untuk menyesuaikan kebijakan dengan kebutuhan lokal.

    “Konsekuensinya, program pembangunan yang seharusnya berjalan melalui APBD terhambat oleh keterbatasan ruang fiskal. Efek pengganda dari belanja infrastruktur yang biasanya mendorong tenaga kerja lokal dan UMKM pun melemah,” ungkap Syafruddin.

    Dia juga menilai sentralisasi anggaran akan mengurangi transparansi karena DPR tidak lagi memiliki ruang penuh untuk mengawasi penggunaan dana yang semakin terkonsentrasi di pusat.

    “Kondisi ini menimbulkan risiko ketimpangan antarwilayah dan menciptakan preseden bahwa efisiensi fiskal bisa dijalankan dengan mengorbankan prinsip demokrasi anggaran,” tutupnya.

    Pusat Ambil Alih Pembangunan Infrastruktur hingga Sampah Daerah

    Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan pemerintah pusat akan banyak mengambil alih kebijakan yang sebelumnya diolah oleh pemerintah daerah, imbas anggaran transfer ke daerah yang banyak dipangkas dalam RAPBN 2026.

    Sri Mulyani tidak menampik bahwa anggaran TKD turun 24,8% dari Rp864,1 triliun (outlook APBN 2025) menjadi Rp650 triliun (RAPBN 2026). Sebagai kompensasinya, pembangunan infrastruktur hingga pengelolaan sampah di daerah akan diambil alih oleh pemerintah pusat.

    Pengambilalihan itu, sambungnya, akan melalui mekanisme Instruksi Presiden (Inpres). Pembiayaannya akan berasal dari Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara (BA BUN) Pengelolaan Belanja Lainnya, yang mana alokasi anggarannya naik dari Rp358 triliun (APBN 2025) menjadi Rp525 triliun (RAPBN 2026).

    “Inpres jalan daerah dan Inpres infrastruktur daerah, bahkan sekarang masalah sampah daerah pun juga akan diambil alih,” ujar Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR, Kamis (21/8/2025).

    Bendahara negara itu blak-blakan bahwa selama ini banyak program pemerintah daerah yang berjalan tidak maksimal. Oleh sebab itu, pemerintah pusat berinisiatif ambil alih demi efisien anggaran.

    “Jadi memang banyak yang kita mengambil alih karena kita melihat tidak ter-deliver [terealisasi] atau tidak terjadi progres. Padahal ini masalahnya terus berlangsung, makanya kemudian muncul dalam Inpres,” katanya.

    Lebih lanjut, Sri Mulyani mengklaim kebijakan-kebijakan itu akan tetap mengedepankan akuntabilitas dan transparansi, meski Inpres tidak perlu melalui pembahasan dengan DPR.

    Sebelumnya, besarnya pemangkasan anggaran TKD menjadi sorotan oleh Anggota Banggar DPR Dolfie OFP. Dalam catatannya, penurunan anggaran TKD sebesar 24,8% menjadi yang terbesar dalam sejarah—sejak TKD masuk dalam APBN.

    Dolfie melihat sebagian besar hasil pemangkasan TKD itu masuk ke BA BUN Pengelolaan Belanja Lainnya. Masalahnya, BA BUN Pengelolaan Belanja Lainnya—yang pada tahun depan anggarannya mencapai Rp525 triliun—bisa dibelanjakan oleh pemerintah sesuka hati.

    “Katanya kita mau transparan, akuntabel, tertib? Yang Rp525 triliun ini keterlibatan DPR di dalam mencermati ini dihapus. Artinya apa? Rp525 triliun ini pemerintah sendiri menggunakan untuk apa aja, silahkan. Nah ini yang menurut saya tidak memenuhi rasa keadilan dan kepatutan,” kata Dolfie pada kesempatan yang sama.

    Oleh sebab itu, legislator dari Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) meminta agar, dalam pembahasan panitia kerja, dibahas rambu-rambu dalam penggunaan anggaran BA BUN Pengelolaan Belanja Lainnya sebesar Rp525 triliun itu.

  • Pemangkasan Trotoar TB Simatupang Dianggap Hanya Untungkan Kendaraan Pribadi
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        24 Agustus 2025

    Pemangkasan Trotoar TB Simatupang Dianggap Hanya Untungkan Kendaraan Pribadi Megapolitan 24 Agustus 2025

    Pemangkasan Trotoar TB Simatupang Dianggap Hanya Untungkan Kendaraan Pribadi
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com 
    – Pendiri Koalisi Pejalan Kaki, Ahmad Syafruddin, menilai rencana Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta memangkas sebagian trotoar di Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan, untuk mengurai kemacetan, adalah langkah keliru.
    Kebijakan tersebut kontraproduktif terhadap pembangunan transportasi berkelanjutan (
    urban sustainable transport
    ) yang telah dirintis sejak awal 2000-an oleh para gubernur DKI Jakarta sebelumnya.
    “Itu sesat, jadi merugikan atas proses pembangunan
    urban sustainable transport
    yang sudah dirintis berbagai Gubernur DKI Jakarta sejak 2000,” ujar Ahmad saat dikonfirmasi, Minggu (24/8/2025).
    Kata Ahmad, pelebaran jalan dengan mengorbankan trotoar dan jalur sepeda hanya akan menguntungkan pengguna kendaraan pribadi.
    Padahal, arah pembangunan kota semestinya mendorong masyarakat beralih ke transportasi umum, bukan sebaliknya.
    “Seharusnya kemacetan itu jadi hukuman bagi pengguna mobil dan motor pribadi, bukan malah jalan yang diperlebar,” kata dia.
    Ahmad menilai kebijakan memperluas ruas jalan dengan mengorbankan fasilitas non-motorized transport (NMT), seperti jalur sepeda dan trotoar, bukan hanya sesat, tapi juga kontraproduktif terhadap pertumbuhan ekonomi kota.
    Jika Pemprov benar-benar serius mengatasi macet, solusinya adalah menerapkan jalan berbayar elektronik (ERP) serta tarif parkir progresif di kawasan padat kendaraan, termasuk di TB Simatupang.
    “Alih-alih menggusur trotoar, justru harusnya Gubernur tak mengambil langkah anarkis dan setback terhadap urban sustainable mobility strategy yang sudah dibangun susah payah dan mahal selama ini,” kata dia.
    Ahmad mengingatkan, Jakarta saat ini sudah memiliki layanan angkutan umum massal yang cukup memadai.
    Oleh karena itu, masyarakat seharusnya diarahkan untuk beralih ke transportasi umum, bukan didorong tetap memakai kendaraan pribadi.
    Sebelumnya, Gubernur Jakarta Pramono Anung menyatakan sebagian trotoar di Jalan TB Simatupang akan dipangkas sementara hingga November 2025.
    Langkah ini diambil untuk mengurai kemacetan yang kerap terjadi di kawasan tersebut.
    “Untuk sampai dengan bulan November (trotoar) digunakan untuk menangani lalu lintas terlebih dahulu nanti akan kami kembalikan,” kata Pramono saat ditemui di kawasan Senayan, Jakarta Pusat, (24/8/2025).
    Menurut Pramono, kondisi trotoar di TB Simatupang saat ini memang tidak bisa dimanfaatkan dengan baik oleh pejalan kaki.
    Selain terpotong-potong, jalur tersebut juga terdampak oleh berbagai proyek rekonstruksi yang sedang berlangsung.
    Meski begitu, ia menekankan jalur pedestrian tetap akan menjadi prioritas dalam perbaikan begitu pekerjaan utama selesai.
    “Trotoarnya yang sekarang ini memang gak bisa digunakan secara baik bagi pejalan kaki karena memang beberapa juga terpotong-potong,” kata dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Top 3: Pelabuhan Ketapang Macet, Begini Kondisi Layanan Penyeberangan – Page 3

    Top 3: Pelabuhan Ketapang Macet, Begini Kondisi Layanan Penyeberangan – Page 3

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah menetapkan tarif resiprokal untuk barang-barang impor dari negara ASEAN. Mayoritas dikenakan 19 persen, termasuk Indonesia. 

    Tak hanya Indonesia, beberapa negara anggota ASEAN seperti Malaysia, Filipina, Thailand, dan Kamboja pun dikenakan tarif setara 19 persen. Namun, keputusan ini dinilai menimbulkan sisi dilematis bagi negara-negara di kawasan Asia Tenggara.

    Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menceritakan ulang, Trump awalnya berencana untuk mengenakan tarif impor sebesar 32 persen terhadap Indonesia. Sebelum pada akhirnya tarif tersebut diturunkan menjadi 19 persen setelah negosiasi pihak kedua.

    Berdasarkan kesepakatan, Indonesia berkomitmen untuk membeli produk energi dari AS senilai USD 15 miliar (sekitar Rp 244,07 triliun), produk pertanian senilai USD 4,5 miliar (sekitar Rp 73,2 triliun), serta 50 pesawat Boeing, mayoritas tipe 777. Selain itu, Indonesia juga berkomitmen menerapkan tarif 0 persen untuk produk impor AS.

    “Tarif 19 persen untuk barang ekspor Indonesia ke AS, sementara AS bisa mendapat fasilitas 0 persen, sebenarnya punya risiko tinggi bagi neraca perdagangan Indonesia,” kata Bhima, Sabtu (2/8/2025).

    Senada, Ekonom Universitas Andalas (Unand) Syafruddin Karimi mengatakan, kesepakatan dagang AS-Indonesia menempatkan RI dalam posisi yang tidak seimbang. 

    Berita selengkapnya baca di sini

  • Trump & Prabowo Lagi Mesra, Untung atau Buntung buat RI?

    Trump & Prabowo Lagi Mesra, Untung atau Buntung buat RI?

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memangkas tarif impor untuk barang-barang asal Indonesia dari 32% menjadi 19%. Keputusan itu harus dibayar mahal pemerintah Presiden Prabowo Subianto melalui beberapa syarat.

    Ekonom Universitas Andalas Syafruddin Karimi mengatakan diskon tarif 19% yang diberikan Trump tidak layak disebut sebagai kabar bahagia. Pemangkasan tarif itu justru dinilai menjadi hambatan serius bagi daya saing produk Indonesia.

    “Diskon tarif sebesar 19% yang diberikan Presiden Trump terhadap barang ekspor Indonesia tidak layak dirayakan sebagai kabar bahagia. Di balik angka yang tampak lebih ringan dibandingkan ancaman tarif 32% sebelumnya, tersembunyi tekanan struktural yang membahayakan posisi Indonesia dalam perdagangan global,” kata Syafruddin kepada detikcom, Rabu (16/7/2025).

    Syafruddin menyebut kesepakatan ini menempatkan Indonesia dalam posisi timpang. Bagaimana tidak, saat Indonesia terkena tarif 19% untuk semua barang yang masuk ke AS, barang-barang AS tidak akan dikenakan tarif apapun saat masuk ke Indonesia.

    Ketimpangan ini membuka jalan bagi produk-produk asal AS menguasai pasar lokal Indonesia dan menekan daya saing produk dalam negeri. “Ketika barang impor menjadi lebih murah karena bebas tarif, maka pelaku usaha lokal akan menghadapi tekanan besar dan ruang bagi industrialisasi nasional pun semakin menyempit,” tutur Syafruddin.

    RI Lebih Banyak Dirugikan

    Indonesia juga dibebani komitmen pembelian dalam jumlah besar yakni senilai US$ 15 miliar untuk membeli produk energi AS, US$ 4,5 miliar untuk membeli produk pertanian AS dan pembelian 50 pesawat Boeing.

    “Ini bukan sekadar perjanjian dagang, melainkan paket pembelian sepihak yang melemahkan fondasi kemandirian ekonomi nasional. Dalam kerangka kesepakatan ini, Indonesia lebih terlihat sebagai pasar konsumtif yang pasif, bukan mitra dagang yang setara dan berdaulat,” kritik Syafruddin.

    Banjirnya barang-barang impor dinilai berpotensi melemahkan industri dalam negeri terutama sektor-sektor yang belum sepenuhnya kompetitif. Tekanan ini disebut bisa memicu penurunan produksi, pemutusan hubungan kerja (PHK), bahkan gejala deindustrialisasi dini.

    “UMKM di sektor pertanian dan pangan menjadi kelompok yang paling rentan karena harus bersaing langsung dengan produk asing yang masuk tanpa beban tarif,” beber Syafruddin.

    Dalam kondisi seperti ini, kebijakan fiskal dan moneter diperkirakan akan semakin tertekan. Pemerintah kemungkinan harus mengalokasikan subsidi tambahan untuk meredam dampak sosial ekonomi, sementara ketimpangan pasar bisa menimbulkan tekanan terhadap nilai tukar rupiah, memicu inflasi berbasis impor dan meningkatkan volatilitas harga pangan.

    “Semua ini menciptakan tantangan serius bagi stabilitas ekonomi makro yang justru tergerus akibat skema dagang yang tidak imbang,” imbuh Syafruddin.

    Senada, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan kabar itu lebih banyak risikonya bagi neraca dagang Indonesia ketimbang baiknya.

    “Tarif 19% untuk barang ekspor Indonesia ke AS, sementara AS bisa mendapat fasilitas 0% sebenarnya punya risiko tinggi bagi neraca dagang Indonesia. Jadi lebih banyak risikonya karena AS dapat 0% tarif impor ke Indonesia,” kata Bhima dihubungi terpisah.

    Bhima menilai hasil negosiasi tarif Trump ini tetap merugikan posisi Indonesia. Ia menyarankan agar pemerintah mendorong akses pasar ke Eropa sebagai bentuk diversifikasi pasar pasca perjanjian dagang Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA) disahkan.

    “Begitu juga dengan pasar intra-ASEAN bisa didorong. Jangan terlalu bergantung pada ekspor ke AS karena hasil negosiasi tarif tetap merugikan posisi Indonesia,” ucap Bhima.

    Tonton juga video “Kelakar Prabowo: Mau Ketemu Trump, Tapi Takut Diajak Main Golf” di sini:

    (acd/acd)