Tag: Suryo Utomo

  • Bea Cukai dan DJP Sang ‘Enak Emas’ Kemenkeu Kini jadi Sorotan

    Bea Cukai dan DJP Sang ‘Enak Emas’ Kemenkeu Kini jadi Sorotan

    Bisnis.com, JAKARTA — Direktorat Jenderal Bea dan Cukai serta Direktorat Jenderal Pajak kerap dianggap sebagai ‘anak emas’ Kementerian Keuangan, di antaranya terkait fungsi mereka dalam mengumpulkan penerimaan negara. Namun, kedua instansi itu kini menjadi sorotan, bahkan ada ancaman pembekuan langsung dari presiden.

    Presiden Prabowo Subianto memberikan ultimatum keras kepada Bea Cukai melalui pesannya ke Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa. Ada waktu satu tahun bagi lembaga itu untuk berbenah dan memperbaiki kinerja.

    Menurut Purbaya, Prabowo akan membekukan Bea Cukai dan mengembalikan fungsi pemeriksaan kepabeanan kepada surveyor swasta internasional, Société Générale de Surveillance (SGS), layaknya era Orde Baru apabila kinerja dan citra publik mereka tak kunjung membaik.

    “Kalau kita gagal memperbaiki, nanti 16.000 orang pegawai Bea Cukai dirumahkan,” ujar Purbaya di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (27/11/2025).

    Purbaya mengakui bahwa saat ini persepsi publik terhadap instansi kepabeanan tersebut berada di titik kritis. Dalam rapat internal, dia secara terbuka menyampaikan kepada jajarannya bahwa citra Bea Cukai kurang bagus di mata media, masyarakat, hingga Prabowo.

    Hanya saja, di tengah ancaman pembubaran tersebut, Purbaya mengaku telah memasang badan. Dia telah meminta tenggat waktu satu tahun kepada Prabowo untuk melakukan bersih-bersih internal secara mandiri tanpa intervensi pihak luar.

    Purbaya mengatakan opsi pembekuan Bea Cukai bukanlah bentuk hukuman, melainkan langkah korektif agar kinerja lembaga itu bisa meningkat.

    “Waktu zaman Orde Baru, SDS yang menjalankan pengecekan di custom kita. Jadi, saya pikir dengan adanya seperti itu orang-orang Bea Cukai, tim saya di Bea Cukai semakin semangat. Pengembangan software-nya juga cepat sekali,” katanya.

    Kendati demikian, Purbaya tidak serta-merta ingin menyerahkan operasional Bea Cukai kepada pihak luar. Oleh sebab itu, dia tetap berharap fungsi Bea Cukai dapat dijalankan internal pemerintah, dengan syarat adanya perbaikan signifikan.

    “Saya pikir kita akan bisa menjalankan program-program yang di Bea Cukai dengan lebih bersih tanpa harus menyerahkan ini ke tangan orang lain. Jadi, teman-teman saya di Bea Cukai, staf saya, saya peringatkan itu dan mereka amat semangat untuk memperbaiki bersama-sama,” tuturnya.

    Purbaya turut merinci sejumlah persoalan yang sedang membelit Bea Cukai, mulai dari dugaan praktik under-invoicing hingga masuknya barang ilegal.

    “Ada under-invoicing ekspor yang nilainya lebih rendah. Ada juga barang-barang yang ilegal masuk yang enggak ketahuan segala macam. Orang kan nuduh, katanya Bea Cukai main segala macam,” katanya.

    Lebih jauh, dia memaparkan adanya temuan dari investigasi internal yang menyangkut ketidaksesuaian data perdagangan antara Indonesia, China, dan Singapura.

    “Ada jalan yang sebagian dari China tuh ke Singapura, baru Singapura ke Indonesia. Kalau orang pakai UN.com trade database, kalau cuma lihat satu sisi aja, itu enggak pas. Namun, kalau kita gabung yang sini sama yang sini ke sini itu akan sama. Jadi bedanya enggak banyak. Hanya beda CIF, FOB aja. Jadi antara ekspor sampai impor aja pengitungannya,” tuturnya.

    Oleh sebab itu, Purbaya pun memastikan investigasi lanjutan akan terus dilakukan, dan prosesnya akan makin cepat dengan pemanfaatan teknologi baru.

    “Untuk semua jenis ekspor, apakah seperti itu? Atau apakah ada penggelapan? Ini masih kita kerjakan manual. Nggak lama lagi kita akan kerjakan pakai AI [artificial intelligence]. Jadi, akan lebih cepat,” ujarnya.

    Sebagai langkah perbaikan, bendahara negara itu mulai mengadopsi teknologi kecerdasan imitasi alias AI di pos-pos pelayanan Bea Cukai. Teknologi ini difokuskan untuk mendeteksi praktik under-invoicing atau manipulasi faktur harga barang impor yang selama ini menjadi celah kebocoran penerimaan negara.

    Purbaya menilai, respons internal Bea Cukai terhadap ultimatum ini cukup positif. Dia meyakini sumber daya manusia (SDM) di instansi tersebut memiliki kapasitas intelektual yang mumpuni untuk berubah.

    “Saya pikir tahun depan sudah aman. Artinya, Bea Cukai akan bisa bekerja dengan baik dan profesional. Orang Bea Cukai pintar-pintar dan siap untuk merubah keadaan,” ujar Purbaya.

    Pelantikan Letjen TNI (Purn.) Djaka Budi Utama (kiri) sebagai ⁠Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, menggantikan Askolani (kanan) yang kini menjabat sebagai ⁠⁠Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan. Pelantikan berlangsung di Kementerian Keuangan, Jakarta pada Jumat (23/5/2025). / dok. KLI Kementerian Keuangan

    Pembekuan Bea Cukai Bukan Hal Baru

    Secara historis, pembekuan Bea Cukai bukan hal yang baru. Era Orde Baru, tepatnya periode pertengahan 1980-an hingga awal 1990-an mencatat babak penting tarik-ulur kewenangan di pelabuhan.

    Berdasarkan laporan Media Keuangan terbitan Kementerian Keuangan bertajuk Mengurai Sejarah Lembaga Bea Cukai, saat itu pelabuhan di Indonesia terkenal sangat korup: penyeludupan dan penyelewengan oleh petugas Bea Cukai sudah menjadi rahasia umum.

    Keluhan juga datang dari pengusaha, termasuk pengusaha Jepang. Aparat Bea Cukai disebut ribet, berbelit-belit, sehingga pada akhirnya melakukan pungutan liar.

    Masalah tersebut sampai ke Presiden Soeharto. Kepala negara dan pemerintah itu pun menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 1985 (Inpres 4/1985) setelah berdiskusi dengan para menteri dan mendapat penilaian dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

    “Bahwa kelancaran arus lalu lintas barang antar pulau, ekspor dan impor merupakan unsur penting dalam peningkatan kegiatan ekonomi pada umumnya dan peningkatan ekspor komoditi non migas pada khususnya,” jelas pertimbangan Inpres 4/1985.

    Soeharto mengerahkan belasan menteri hingga Panglima ABRI untuk memastikan instruksi ini berjalan, sebuah sinyal bahwa kemacetan di pelabuhan telah menjadi masalah keamanan dan stabilitas ekonomi nasional.

    Enam tahun berselang, kebijakan tersebut dievaluasi: pemerintah menilai Inpres 4/1985 telah sukses memperlancar arus barang. Hanya saja, dinamika perdagangan ekspor-impor menuntut penyesuaian baru.

    Pada 25 Juli 1991, Presiden Soeharto menandatangani Inpres No. 3/1991. Poin paling krusial dari aturan ini adalah pernyataan tegas bahwa Inpres 4/1985 dinyatakan tidak berlaku lagi.

    Dalam Lampiran Inpres 3/1991, ditegaskan kembali bahwa kewenangan pemeriksaan barang impor berada pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

    Kendati demikian, kewenangan ini tidak serta-merta kembali seperti era pra-1985. Pemerintah menerapkan sistem pengawasan berlapis menggunakan jasa Surveyor.

    “Berdasarkan pemeriksaan tersebut surveyor menerbitkan Laporan Pemeriksaan Surveyor-Ekspor (LPS-E) yang dipergunakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam rangka pemeriksaan yang bersifat final,” tertulis dalam Lampiran Inpres 3/1991.

    Dijelaskan, barang impor hanya diizinkan masuk ke wilayah pabean Indonesia apabila dilengkapi Laporan Pemeriksaan Surveyor Impor (LPS-I) yang diterbitkan oleh surveyor di negara asal barang (tempat ekspor dilakukan).

    Dalam hal ini, pemerintah melibatkan PT Surveyor Indonesia (PT SI) untuk bekerja sama dengan SGS. Laporan surveyor ini menjadi ‘dokumen sakti’.

    Bea Cukai menggunakan LPS-I sebagai dasar pemeriksaan yang bersifat final. Artinya, petugas Bea Cukai di pelabuhan Indonesia tidak lagi memeriksa fisik barang secara acak, melainkan hanya melakukan pencocokan dokumen alias hanya ‘memberi stempel’.

    Kewenangan kemudian dikembalikan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai setelah Undang-Undang No. 10/1995 tentang Kepabeanan (UU Kepabeanan) diberlakukan secara efektif pada 1 April 1997.

    UU Kepabenan kembali memberikan wewenang pemeriksaan barang kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dan kontrak dengan SGS berakhir.

    Sorotan ke Mantan Bos Pajak dan Coretax

    Kejaksaan Agung (Kejagung) telah memeriksa mantan anak buah Menkeu Sri Mulyani dalam kasus dugaan korupsi terkait pembayaran pajak periode 2016—2020. Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung RI, Anang Supriatna mengatakan pihaknya telah memeriksa saksi berinisial SU.

    SU merupakan eks Staf Ahli Menkeu sekaligus eks Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Berdasarkan penelusuran Bisnis, SU ini mengacu pada nama Suryo Utomo.

    “SU selaku Mantan Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak dan Mantan Direktur Jenderal [Dirjen] Pajak Kementerian Keuangan RI diperiksa,” ujar Anang dalam keterangan tertulis, Selasa (25/11/2025) malam.

    Selain Suryo, Anang mengemukakan bahwa pihaknya juga telah memeriksa BNDP selaku Kepala KPP Madya Dua Semarang. Namun, dia tidak menjelaskan materi pemeriksaan keduanya secara detail, Anang hanya mengemukakan bahwa pemeriksaan ini dilakukan untuk melengkapi berkas perkara kasus pembayaran pajak periode 2016—2022.

    “Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud,” pungkas Anang.

    Purbaya masih memantau apakah kasus yang sedang ditangani oleh Kejagung terkait pelaksanaan pengampunan pajak alias tax amnesty atau tidak. Dia ingin tahu apakah ada penyelewengan dalam kebijakan pengampunan pajak alias tax amnesty pada 2016.

    “Kita lihat apakah ada penyelenggaraan di waktu tax amnesty keluar,” katanya di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Rabu (26/11/2025).

    Kendati demikian, mantan ketua dewan komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) itu menilai seharusnya tidak sewajarnya tax amnesty berujung ke kasus pidana. Menurutnya, jika memang ditemukan pelanggaran maka yang bersangkutan hanya perlu membayar denda.

    “Kalau ada pelanggaran, ya harusnya ada klausul di mana kalau misalnya aset yang dilaporkan ternyata lebih kecil daripada yang seharusnya ada dendanya. Saya pikir itu saja yang dikejar,” jelas Purbaya.

    Sorotan itu juga terjadi di tengah jalannya proyek prestisius dan ambisius Dirjen Pajak, yakni Sistem Inti Perpajakan alias Coretax System. Penerapan Coretax tidak sebanding dengan niat awalnya karena sering terkendala masalah teknis hingga persoalan teknisi yang dianggap tidak memenuhi kualifikasi.

    Purbaya pada akhir Oktober 2025 menyebut upaya pembenahan Coretax belum sepenuhnya tuntas. Salah satu aspek yang belum selesai dibenahi adalah perangkat lunak atau software yang digarap LG CNS-Qualysoft Consortium.

    Purbaya menjelaskan bahwa pihaknya sudah sebulan terakhir membenahi Coretax jelang penggunaannya untuk pelaporan SPT tahun depan.

    “Untuk software-software yang bisa dikendalikan langsung oleh tenaga dari Indonesia, kami sudah perbaiki. Cuma ternyata masih ada bagian-bagian yang terikat kontrak dengan pihak LG, di mana kami belum dikasih akses ke sana,” ujarnya kepada wartawan di kantor Kemenkeu, Jakarta, Jumat (24/10/2025) lalu.

    Dia mengatakan bahwa kontrak antara pemerintah Indonesia dengan LG untuk Coretax akan berakhir pada Desember 2025 mendatang. Mantan Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) itu blak-blakan menyampaikan bahwa sebelumnya Kemenkeu telah membentuk tim satgas untuk menindaklanjuti gangguan sistem Coretax yang dikerjakan oleh perusahaan asal Korea Selatan itu.

    “Sebelum kami jalankan tim special task force ini, mereka itu kalau ditanya, enggak peduli. Ditanya di sana, cuek dan, responnya lama,” paparnya.

    Kendati demikian, Purbaya menyebut saat ini pihak LG sudah mengirimkan tim untuk mengurus pembenahan sistem Coretax.

    “Jadi, orang sana enggak pintar-pintar amat. Jadi, kami optimalkan perbaikan dengan kendala yang ada dalam hal ini, sebagian masih dipegang LG,” tuturnya. (Anshary Madya Sukma, Dany Saputra)

    Mantan Dirjen Pajak Suryo Utomo, kini menjabat sebagai Kepala Badan Teknologi, Informasi, dan Intelijen Keuangan Kemenkeu. / Bisnis

  • Purbaya Kembali Singgung Tax Amnesty usai Suryo Utomo Diperiksa Kejagung

    Purbaya Kembali Singgung Tax Amnesty usai Suryo Utomo Diperiksa Kejagung

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa masih memantau apakah kasus yang sedang ditangani oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait pelaksanaan pengampunan pajak alias tax amnesty atau tidak.

    Pernyataan itu dia sampaikan usai penyidik Kejagung memeriksa mantan Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo terkait pembayaran pajak periode 2016—2020.

    Purbaya mengaku akan mengikuti perkembangan hukum yang berjalan. Dia ingin tahu apakah ada penyelewengan dalam kebijakan pengampunan pajak alias tax amnesty pada 2016.

    “Kita lihat apakah ada penyelenggaraan di waktu tax amnesty keluar,” katanya di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Rabu (26/11/2025).

    Kendati demikian, mantan ketua dewan komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) itu menilai seharusnya tidak sewajarnya tax amnesty berujung ke kasus pidana. Menurutnya, jika memang ditemukan pelanggaran maka yang bersangkutan hanya perlu membayar denda.

    “Kalau ada pelanggaran, ya harusnya ada klausul di mana kalau misalnya aset yang dilaporkan ternyata lebih kecil daripada yang seharusnya ada dendanya. Saya pikir itu saja yang dikejar,” jelas Purbaya.

    Suryo Utomo Diperiksa 

    Pemeriksaan Kasus Pajak di Kejagung
    Sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung RI Anang Supriatna mengatakan pihaknya telah memeriksa saksi berinisial SU terkait kasus pembayaran pajak periode 2016-2020. Kejagung tidak menjelaskan kasus itu terkait tax amnesty.

    SU merupakan eks Staf Ahli Menkeu sekaligus eks Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Berdasarkan penelusuran Bisnis, SU ini mengacu pada nama Suryo Utomo.

    “SU selaku Mantan Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak dan Mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kementerian Keuangan RI diperiksa,” ujar Anang dalam keterangan tertulis, Selasa (25/11/2025) malam.

    Selain Suryo, Anang mengemukakan bahwa pihaknya juga telah memeriksa BNDP selaku Kepala KPP Madya Dua Semarang. Namun, dia tidak menjelaskan materi pemeriksaan keduanya secara detail.

    Anang hanya mengemukakan bahwa pemeriksaan ini dilakukan untuk melengkapi berkas perkara kasus pembayaran pajak periode 2016-2022.

    “Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud,” pungkas Anang.

    Sekadar informasi, dalam perkara ini Kejagung telah mengajukan pencekalan terhadap lima orang. Perinciannya, mantan Dirjen Pajak Kemenkeu Ken Dwijugiasteadi (KD).

    Selain Ken, empat orang lain yang telah diajukan pencekalan itu, yakni Victor Rachmat Hartono (bos Grup Djarum), Bernadette Ning Dijah Prananingrum, Heru Budijanto Prabowo, dan Karl Layman.

    Adapun, penyidik juga telah melakukan penggeledahan di delapan titik wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) pada Minggu (23/11/2025). Dari penggeledahan itu, penyidik telah menyita satu Toyota Alphard, dua motor gede (moge), dan dokumen terkait dengan perkara pajak ini.

  • Kala Dua Eks Dirjen Pajak Dibidik Kejagung

    Kala Dua Eks Dirjen Pajak Dibidik Kejagung

    Bisnis.com, JAKARTA – Mantan Dirjen Pajak yang juga anak buah Sri Mulyani kini tersangkut dugaan korupsi terkait pembayaran pajak periode 2016-2020..

    Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung RI, Anang Supriatna buka suara dan telah memeriksa saksi berinisial Suryo Utomo (SU). Selain itu, Kejagung juga mencekal eks Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi (KD).

    “SU selaku Mantan Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak dan Mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kementerian Keuangan RI diperiksa,” ujar Anang dalam keterangan tertulis, Selasa (25/11/2025) malam.

    Selain Suryo, Anang mengemukakan bahwa pihaknya juga telah memeriksa BNDP selaku Kepala KPP Madya Dua Semarang. Namun, dia tidak menjelaskan materi pemeriksaan keduanya secara detail.

    Anang hanya mengemukakan bahwa pemeriksaan ini dilakukan untuk melengkapi berkas perkara kasus pembayaran pajak periode 2016-2022.

    “Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud,” pungkas Anang.

    Pencekalan 5 Orang, Termasuk Bos Djarum

    Setelah kasus dugaan korupsi terkait pembayaran pajak periode 2016-2022 muncul, maka Kejagung telah mengajukan pencekalan terhadap lima orang. Perinciannya, mantan Dirjen Pajak Kemenkeu Ken Dwijugiasteadi (KD).

    Selain Ken, empat orang lain yang telah diajukan pencekalan itu, yakni Victor Rachmat Hartono (bos Grup Djarum), Bernadette Ning Dijah Prananingrum, Heru Budijanto Prabowo, dan Karl Layman.

    Penggeledahan di Delapan Titik

    Setelah melakukan pencekalan, maka Kejaksaan Agung (Kejagung) juga telah menggeledah delapan titik di kasus dugaan korupsi pembayaran pajak periode 2016-2020. Titik penggeledahan itu tersebar di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek).

    “Ya lebih dari lima, mungkin delapan titik ada. Keseluruhan ya,” ujar Anang di Kejagung, Selasa (15/11/2025).

    Namun, Anang tidak menjelaskan secara detail delapan titik yang digeledah oleh penyidik pada Direktorat Jampidsus Kejagung RI. Dia hanya mengatakan bahwa penggeledahan dilakukan pada Minggu (23/11/2025).

    Di samping itu, Anang mengemukakan bahwa pihaknya telah menyita sejumlah dokumen terkait perkara pajak hingga satu Toyota Alphard dan dua motor gede alias Moge.

    “Dari beberapa tempat di sekitar Jabodetabek. Di mana penggeledahan lebih daripada lima titik. Dan diperoleh di antaranya ada kendaraan dan roda dua yang disita, selain dokumen,” pungkasnya.

  • Kejagung Beberkan Alasan Suryo Utomo Diperiksa di Kasus Pajak

    Kejagung Beberkan Alasan Suryo Utomo Diperiksa di Kasus Pajak

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) menjelaskan alasan mantan Dirjen Pajak Suryo Utomo diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi manipulasi pajak periode 2016-2020.

    Kapuspenkum Kejagung RI, Anang Supriatna mengatakan Suryo diperiksa dalam kapasitasnya saat menjabat di lingkungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI.

    Pasalnya, Suryo sempat menjabat sebagai Staf Ahli Menteri Keuangan di Bidang Kepatuhan Pajak pada 2015 dan Dirjen Pajak di Kemenkeu RI periode 2019-2025.

    “Kapasitas pengetahuannya yang bersangkutan terkait dengan jabatan apa yang diketahui saat itu atau apa yang dilakukan,” ujar Anang di Kejagung, Rabu (26/11/2025).

    Selain Suryo, Anang mengemukakan bahwa pihaknya juga telah memeriksa BNDP selaku Kepala KPP Madya Dua Semarang. 

    Anang mengemukakan bahwa pemeriksaan ini dilakukan untuk melengkapi berkas perkara kasus pembayaran pajak periode 2016-2022.

    “Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud,” pungkas Anang.

    Sekadar informasi, dalam perkara ini Kejagung telah mengajukan pencekalan terhadap lima orang. Perinciannya, mantan Dirjen Pajak Kemenkeu Ken Dwijugiasteadi (KD).

    Selain Ken, empat orang lain yang telah diajukan pencekalan itu, yakni Victor Rachmat Hartono (bos Grup Djarum), Bernadette Ning Dijah Prananingrum, Heru Budijanto Prabowo, dan Karl Layman.

    Adapun, penyidik juga telah melakukan penggeledahan di delapan titik wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) pada Minggu (23/11/2025).

    Dari penggeledahan itu, penyidik telah menyita satu Toyota Alphard, dua motor gede (Moge) dan dokumen terkait dengan perkara pajak ini.

  • Eks Dirjen Pajak Suryo Utomo Diperiksa, Kejagung Dalami Dugaan Manipulasi Pajak

    Eks Dirjen Pajak Suryo Utomo Diperiksa, Kejagung Dalami Dugaan Manipulasi Pajak

    Sebelumnya, Kejagung menyita kendaraan dalam penggeledahan kasus dugaan korupsi pengurangan kewajiban pajak perusahaan tahun 2016-2020. Selain itu, Kejagung turut mengamankan sejumlah dokumen terkait.

    “Selain dokumen, ada kendaraan roda empat dan roda dua yang disita,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Anang Supriatna di Jakarta, Selasa (25/11/2025).

    Kendaraan yang disita terdiri dari satu mobil bermerek Toyota Alphard dan dua motor gede (moge). Anang menyebut, tiga kendaraan itu disita dalam penggeledahan pada hari Minggu, 23 November 2025.

    “Dari beberapa tempat di sekitar Jabodetabek di mana penggeledahan lebih daripada lima titik,” ujarnya.

    Akan tetapi, dia tidak mengungkapkan lokasi mana saja yang digeledah dan dari mana kendaraan tersebut disita. Untuk saat ini, kendaraan yang disita telah diamankan di suatu tempat.

    “Sementara diamankan oleh tim penyidik pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) di tempat yang sebagaimana mestinya,” ucapnya.

    Mantan Kajari Jakarta Selatan itu juga meminta awak media untuk menunggu informasi yang lebih detail.

    “Apakah ada penyitaan lain? Saya yakin mesti ada nantinya. Kita tunggu nanti. Biarkan dulu tim penyidik bergerak untuk mendapatkan bukti-bukti yang membuat kuat. Nantinya kami akan rilis ke depan seperti apa,” ujarnya.

  • Kejagung Periksa Eks Dirjen Kemenkeu Suryo Utomo di Kasus Pajak

    Kejagung Periksa Eks Dirjen Kemenkeu Suryo Utomo di Kasus Pajak

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) telah memeriksa mantan anak buah Menkeu Sri Mulyani dalam kasus dugaan korupsi terkait pembayaran pajak periode 2016-2020.

    Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung RI, Anang Supriatna mengatakan pihaknya telah memeriksa saksi berinisial SU.

    SU merupakan eks Staf Ahli Menkeu sekaligus eks Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Berdasarkan penelusuran Bisnis, SU ini mengacu pada nama Suryo Utomo.

    “SU selaku Mantan Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak dan Mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kementerian Keuangan RI diperiksa,” ujar Anang dalam keterangan tertulis, Selasa (25/11/2025) malam.

    Selain Suryo, Anang mengemukakan bahwa pihaknya juga telah memeriksa BNDP selaku Kepala KPP Madya Dua Semarang. Namun, dia tidak menjelaskan materi pemeriksaan keduanya secara detail.

    Anang hanya mengemukakan bahwa pemeriksaan ini dilakukan untuk melengkapi berkas perkara kasus pembayaran pajak periode 2016-2022.

    “Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud,” pungkas Anang.

    Sekadar informasi, dalam perkara ini Kejagung telah mengajukan pencekalan terhadap lima orang. Perinciannya, mantan Dirjen Pajak Kemenkeu Ken Dwijugiasteadi (KD).

    Selain Ken, empat orang lain yang telah diajukan pencekalan itu, yakni Victor Rachmat Hartono (bos Grup Djarum), Bernadette Ning Dijah Prananingrum, Heru Budijanto Prabowo, dan Karl Layman.

    Adapun, penyidik juga telah melakukan penggeledahan di delapan titik wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) pada Minggu (23/11/2025).

    Dari penggeledahan itu, penyidik telah menyita satu Toyota Alphard, dua motor gede (Moge) dan dokumen terkait dengan perkara pajak ini.

  • Riuh Rendah Wacana Single Profile, Bakal Efektif Tutup Celah Kepatuhan Pajak?

    Riuh Rendah Wacana Single Profile, Bakal Efektif Tutup Celah Kepatuhan Pajak?

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah berencana untuk mengintegrasikan data wajib pajak, wajib bayar serta pengguna jasa kepabeanan dan cukai dengan format single profile. Langkah ini dinilai cukup efektif untuk menutup gap compliance atau celah kepatuhan yang pada akhirnya akan berdampak positif ke penerimaan negara. 

    Sekadar catatan, kepatuhan formal wajib pajak masih sangat rendah. Pemerintah mencatat sebanyak 15,08 juta wajib pajak telah menyampaikan surat pemberitahunan alias SPT untuk tahun pajak 2024 per 24 Agustus 2025. Realisasi itu setara 76,54% dari total WP yang wajib melaporkan SPT Tahunan.

    Dari total jumlah WP yang telah melapor, 13,83 juta SPT berasal dari wajib pajak orang pribadi (WP OP) yang terdiri dari 12,6 juta WP karyawan dan 1,22 juta WP non karyawan. Sementara itu 1,25 juta SPT berasal dari WP badan. 

    Adapun single profile menjadi salah satu arah kebijakan intensifikasi maupun ekstensifikasi penerimaan negara pada Rencana Strategis (Renstra) Kemenkeu 2025—2029 yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70/2025.

    Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Rosmauli menyatakan pihaknya berkomitmen mendukung salah satu rencana strategis kementerian. “Untuk keperluan pembuatan single profile, data yang diperlukan dari DJP tentunya sesuai dengan profile apa yang akan dibangun. DJP berkomitmen untuk mendukung pembangunan single profile,” ujarnya kepada Bisnis, Selasa (11/11/2025).

    Terminal peti kemas

    Namun demikian, Rosmauli enggan memerinci lebih lanjut terkait dengan progres pembangunan single profile itu. Dia mengatakan, integrasi basis data pajak, bea cukai maupun kementerian/lembaga lain akan dikoordinasikan oleh Badan Teknologi, Informasi dan Intelijen Keuangan (BATII) Kemenkeu. 

    Bisnis sudah mencoba menghubungi Kepala BATII Suryo Utomo untuk meminta konfirmasi dan penjelasan lebih lanjut. Namun, belum ada respons sampai berita ini dimuat.

    Sekadar informasi, pemerintah berencana untuk menggali potensi penerimaan negara dengan intensifikasi dan ekstensifikasi melalui empat strategi. Pertama, optimalisasi pemanfaatan data dalam rangka penggalian potensi perpajakan dan PNBP.

    Kedua, integrasi basis data penerimaan negara antarunit di Kemenkeu dan antarkementerian melalui single profile wajib bayar/wajib pajak/pengguna jasa kepabeanan dan cukai. Ketiga, penggalian potensi sumber-sumber penerimaan baru antara lain pajak karbon, pajak ekonomi digital, objek cukai baru, dan PNBP.

    Keempat, penguatan program intensifikasi bea masuk untuk melindungi industri dalam negeri dan bea keluar untuk mendukung hilirisasi berbasis SDA.

    Praktik Under Invoicing 

    Dalam catatan Bisnis, rencana pemerintah untuk menerapkan single profile itu sejalan dengan langkah Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa yang akan menindak pelaku penyelundupan dan under invoicing. 

    Purbaya sebelumnya pernah mensinyalkan akan melakukan penangkapan besar-besaran terhadap pelaku penyelundupan. Dia bahkan menyebut sedang berburu pemain besar yang berada di belakang pelaku penyelundupan dimaksud. 

    Sebagai informasi, under invoicing merujuk pada praktik pembuatan faktur lebih rendah atas suatu harga barang atau jasa, dari harga yang seharusnya dibayarkan. 

    “Yang under invoicing, yang selama ini nyelundupin, yang banyak tekstil, baja segala macam itu kan sudah ada nama-nama pemainnya. Tinggal kami pilih saja siapa yang mau diproses,” terangnya kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (20/10/2025). 

    Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa

    Purbaya menyebut pengusutan tidak hanya dilakukan di sektor penerimaan negara dari kepabenan dan cukai. Dia juga menyebut tengah menangani kebocoran-kebocoran pada penerimaan pajak dengan memastikan kepatuhan para pegawai Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu. 

    Mantan Deputi di Kemenko Kemaritiman dan Investasi itu tidak menampik ada beberapa modus pelanggaran di bidang pajak, di mana fiskus bernegosiasi dengan wajib pajak untuk mengakali kewajiban pembayaran pajak. 

    Namun demikian, Purbaya masih enggan memerinci lebih lanjut berapa potensi pengembalian keuangan negara yang bisa didapatkan dari upaya-upaya penindakan tersebut. “Belum tahu, masih kita hitung,” ujarnya singkat. 

    Adapun pada acara 1 Tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran pekan lalu, Purbaya menceritakan bakal memberikan penghargaan kepada pegawai pajak dan bea cukai apabila bisa merealisasikan target penerimaan negara. Sebaliknya, apabila tidak tercapai maka akan diberikan hukuman. 

    Menkeu lulusan ITB dan Purdue University, Amerika Serikat (AS) itu menegaskan bakal menindak praktik penyelundupan dengan melakukan penangkapan terhadap pelaku yang ditemukan. “Yang suka main selundup, saya tangkap. Sebentar lagi ada penangkapan besar-besaran. Saya memburu di belakangnya siapa? Di belakang saya Presiden kan? Paling tinggi kan? Paling tinggi di sini. Pasti beres,” terangnya di Hotel JS Luwansa, Jakarta.

    Belum Jelas Arah Kebijakan

    Sementara itu, Kepala Riset Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menduga ide pembangunan single profile ini berbeda dengan single identity yang pernah diusung Kemenkeu beberapa tahun lalu. 

    Adapun, single identity number (SIN) membantu otoritas pajak memetakan sektor mana yang belum tersentuh pajak atau celah dalam perpajakan. Caranya dengan menggunakan konsep link and match SIN pajak, yang dinilai akan mampu menyediakan data wajib pajak (WP) yang belum membayar kewajiban perpajakannya.

    “Dahulu itu single identity, ada kemungkinan berbeda dengan konsep single profile,” terang Fajry kepada Bisnis, Selasa (11/11/2025).

    Fajry menyayangkan bahwa integrasi basis data single profile ini belum menjadi kebijakan konkret seperti integrasi nomor induk kependudukan dengan nomor pokok wajib pajak (NPWP). Dia menilai harusnya integrasi basis data antarunit di Kemenkeu sudah lebih cepat dibandingkan dengan NIK dan NPWP, lantaran NIK berada di bawah koordinasi Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan NPWP di bawah Kemenkeu.

    “Agak ironis memang, ketika NIK dengan NPWP sudah diintegrasikan, tetapi ‘single profile’ antar dua otoritas di bawah Kemenkeu masih dalam bentuk arah kebijakan,” terang Fajry.

  • Menkeu Purbaya Bantah Isu Copot Semua Dirjen Kemenkeu: Kamu Tahu Dari Mana? – Page 3

    Menkeu Purbaya Bantah Isu Copot Semua Dirjen Kemenkeu: Kamu Tahu Dari Mana? – Page 3

    11. Dirjen Stabilitas & Pengembangan Sektor Keuangan, Masyita Crystallin

    12. Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan, Andin Hadiyanto

    13. Kepala Badan Teknologi Informasi dan Intelijen Keuangan, Suryo Utomo

    14. Staf Ahli Bidang Peraturan dan Penegakan Hukum Pajak, Iwan Djuniardi15. Staf Ahli Bidang Kepatuhan Pajak, Nufransa Wira Sakti

    16. Staf Ahli Bidang Pengawasan Pajak, Yon Arsal

    17. Staf Ahli Bidang Penerimaan Negara, Dwi Teguh Wibowo

    18. Staf Ahli Bidang Pengeluaran Negara, Sudarto

    19. Staf Ahli Bidang Jasa Keuangan dan Pasar Modal, Arief Wibisono

    20. Staf Ahli Bidang Hukum dan Hubungan Kelembagaan, Rina Widyani Wahyuningsih

    21. Staf Ahli Bidang Penerimaan Negara Bukan Pajak, Mochamad Agus Rofiudin

    22. Staf Ahli Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan Internasional, Parjiono.

  • Layanan Pajak Coretax Cs Tidak Berfungsi Besok, Ada Apa?

    Layanan Pajak Coretax Cs Tidak Berfungsi Besok, Ada Apa?

    Bisnis.com, JAKARTA — Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengumumkan bahwa semua layanan elektronik perpajakan seperti Coretax tidak akan bisa diakses pada Sabtu (21/9/2025) esok.

    Pengumuman tersebut disampaikan lewat fitur story media sosial Instagram Direktorat Jenderal Pajak @ditjenpajakri pada Jumat (20/6/2025).

    Downtime atau waktu henti sistem layanan perpajakan elektronik Direktorat Jenderal Pajak itu akan berlangsung pada pukul 09.00 WIB sampai dengan 23.59 WIB.

    “Downtime ini berdampak tidak dapat diaksesnya aplikasi oleh wajib pajak, pihak ketiga, baik Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan [PJAP], Bank/Pos Persepsi, dan aplikasi instansi lainnya,” jelas pengumuman tersebut.

    Direktorat Jenderal Pajak pun meminta maaf atas ketidaknyamanan yang terjadi akibat waktu henti sistem layanan perpajakan elektronik itu.

    Belakangan, layanan perpajakan elektronik Direktorat Jenderal Pajak memang kerap menjadi sorotan terutama usai peralihan ke aplikasi Coretax pada awal tahun ini. Masalahnya, implementasi Coretax terus bermasalah.

    Bahkan pada bulan lalu, terjadi perombakan di pucuk pimpinan Direktorat Jenderal Pajak. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melantik Bimo Wijayanto sebagai Direktur Jenderal Pajak yang baru, menggantikan Suryo Utomo yang digeser menjadi Kepala Badan Teknologi, Informasi, dan Intelijen Keuangan Kementerian Keuangan.

    Bimo Wijayanto pun meminta waktu untuk melihat permasalahan implementasi Coretax. Dia menyebut tengah melakukan pembahasan dengan anak buahnya tentang Coretax.

    “Saya one-on-one [dengan pemangku kepentingan di DJP], belum selesai. Itu butuh seminggu lah one-on-one untuk Coretax,” ujarnya di kompleks Parlemen, Selasa (27/6/2025). 

    Bimo mengungkapkan agenda yang akan dilakukan dalam waktu satu bulan ke depan adalah memetakan pekerjaan yang tertunda (pending matters) dan sejumlah isu strategis untuk membenahi Coretax. 

    “Jadi sementara itu nanti tunggu, mudah-mudahan kurang dari satu bulan saya akan update ke teman-teman sekalian. Mohon dukungan ya,” tuturnya.

    Sederet Permasalahan Coretax

    Sebelumnya, Suryo Utomo, saat masih menjabat sebagai Dirjen Pajak, melaporkan ada sembilan permasalahan dalam implementasi sistem inti administrasi perpajakan alias Coretax.

    Suryo memaparkan sembilan permasalahan Coretax, yaitu pertama kendala login dan akses. Menurutnya, pada awal implementasinya diperlukan waktu rata sekitar 4,1 detik untuk login di Coretax namun kini hanya perlu sekitar 0,001 detik. 

    Kedua, kendala perubahan data profil wajib pajak. Suryo mengungkapkan, dari 1 Januari hingga 10 Februari 2025 terlapor ada sekitar 397 kasus terkait dengan perubahan data; sementara dari 1—6 Mei terlapor ada 18 kasus. 

    Ketiga, kendala pembuatan tanda tangan elektronik/kode otorisasi. Suryo menerima laporan hingga seribu kasus dari 1 Januari—10 Februari 2025, namun dari 1—6 Mei hanya ada tiga kasus.

    Keempat, kendala pengiriman One Time Password (OTP). Menurutnya, pengiriman OTP kerap di atas 5 menit dari 1 Januari—10 Februari 2025 namun kini sudah di bawah lima menit.

    Kelima, kendala penunjukkan penanggung jawab (PIC) impersonate dan role access bagi pegawai. Dari 1 Januari—10 Februari 2025 terlapor sekitar 3.281 kasus, kini terlapor 41 kasus pada 1—6 Mei.

    Keenam, kendala penerbitan faktur pajak. Dari 1 Januari sampai 10 Februari 2025, rata-rata diperlukan waktu sekitar 8—10 detik per faktur pajak; kini reratanya 0,3 detik untuk pembuatan faktur pajak pada 1—6 Mei 2025.

    Ketujuh, kendala interoperabilitas Coretax dengan sistem lain (seperti Bea Cukai, LNSW, Dukcapil). Dari 1 Januari—10 Februari 2025 ada sekitar 1.200 kasus, kini terlapor 61 kasus dari 1—6 Mei 2025.

    Kedelapan, kendala akses wajib pajak dan pegawai ke Coretax karena infrastruktur. Dari 1 Januari—10 Februari 2025, bandwidth Coretax sebesar 9 gigabyte per second, kini telah ditambah menjadi 18 gigabyte per second sehingga kini pembuatan dokumen menjadi 0,19 detik.

    Kesembilan, kendala pembuatan e-Bupot atau penerbitan elektronik bukti potong. Sebelum diperlukan sekitar 16 detik penerbitan elektronik bukti potong, tetapi kini kurang dari setengah detik.

    “Akhir bulan keempat dan bulan kelima awal ini menunjukkan progres yang luar biasa sehingga performance sistem menjadi sangat berbeda dibandingkan dengan awal periode kemarin,” tutup Suryo dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (7/5/2025).

  • Sri Mulyani Rombak Pejabat Pajak dan Bea Cukai, Ini Daftarnya

    Sri Mulyani Rombak Pejabat Pajak dan Bea Cukai, Ini Daftarnya

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melantik sejumlah pejabat pimpinan tinggi pratama di Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea Cukai pada Jumat (13/6/2025). Tak sedikit nama-nama baru yang muncul.

    Dalam proses pelantikan, Sri Mulyani mengingatkan bahwa tugas pertama para pejabat baru itu adalah mendorong peningkatan penerimaan negara, seiring terus bertambahnya kebutuhan belanja dari tahun ke tahun.

    “Anda semuanya diharapkan, pertama dan utama, adalah mencapai penerimaan negara yang memadai, karena kebutuhan negara tidak pernah turun,” ujarnya.

    Pelantikan ini berlangsung saat belum genap satu bulan Sri Mulyani resmi menggeser sejumlah pejabat eselon I, termasuk mengganti Direktur Jenderal Pajak dari Suryo Utomo menjadi Bimo Wijayanto dan Direktur Jenderal Bea Cukai dari Askolani menjadi Djaka Budi Utama.

    Perbandingan Struktur Baru dan Lama

    1. Direktorat Jenderal Pajak

    Struktur Baru yang dilantik Jumat (13/6/2025):

    Sekretaris Direktorat Jenderal: Sigit Danang Joyo

    Direktur Peraturan Perpajakan II: Heri Kuswanto

    Direktur Pemeriksaan dan Penagihan: Arif Yanuar

    Direktur Keberatan dan Banding: Etty Rachmiyanthi

    Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat: Rosmauli

    Direktur Kepatuhan Internal dan Transformasi Sumber Daya Aparatur: Belis Siswanto

    Direktur Intelijen Perpajakan: Neilmaldrin Noor

    Kepala Kanwil DJP Bengkulu dan Lampung: Retno Sri Sulistyani

    Kepala Kanwil DJP Jakarta Selatan II: Dwi Astuti

    Kepala Kanwil DJP Banten: Aim Nursalim Saleh

    Kepala Kanwil DJP Jawa Tengah II: Teguh Budiharto

    Kepala Kanwil DJP Jawa Timur I: Samingun

    Kepala Kanwil DJP Jawa Timur III: Untung Supardi

    Kepala Kanwil DJP Sulawesi Selatan, Barat, dan Tenggara

    Kepala Kanwil DJP Nusa Tenggara: Samon Jaya

    Kepala Pusat Pengolahan Data dan Dokumentasi Perpajakan: Edward Hamonangan Sianipar

    Tenaga Pengkaji Bidang Ekstensifikasi dan Intensifikasi Pajak: Kindy Rinaldy Syahrir

    Tenaga Pengkaji Bidang Pembinaan dan Penertiban Sumber Daya Manusia: Mukhammad Faisal Artjan

    Tenaga Pengkaji Bidang Pengawasan an Penegakan Hukum Perpajakan: Poltak Maruli John Liberty Hutagaol

    Struktur lama:

    Direktur Jenderal Pajak – Bimo Wijayanto

    Sekretaris Direktorat Jenderal Pajak – Arif Yanuar

    Direktur Peraturan Perpajakan I – Hestu Yoga Saksama

    Direktur Peraturan Perpajakan II – Teguh Budiharto

    Direktur Ekstensifikasi dan Penilaian – Suparno

    Direktur Penegakan Hukum – Eka Sila Kusna Jaya

    Direktur Keberatan dan Banding – Aim Nursalim Saleh

    Direktur Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan Pajak – Ihsan Priyawibawa

    Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat – Dwi Astuti

    Direktur Data dan Informasi Perpajakan – Max Darmawan

    Direktur Teknologi Informasi dan Komunikasi – Hantriono Joko Susilo

    Direktur Transformasi Proses Bisnis – Imam Arifin

    Direktur Perpajakan Internasional – Mekar Satria Utama

    Ditjen Bea Cukai

    Struktur baru yang dilantik Jumat (13/6/2025):

    Direktur Audit Kepabeanan dan Cukai: Nugroho Wahyu Widodo

    Kepala Kanwil DJBC Aceh: Bier Budi Kismulyanto

    Kepala Kanwil DJBC Banten: Ambang Priyonggo

    Kepala Kanwil DJBC Jakarta: Akhmad Rofiq

    Kepala Kanwil DJBC Jawa Tengah dan DIY: Imik Eko Putro

    Kepala Kanwil DJBC Kalimantan Bagian Barat: Muhamad Lukman

    Kepala Kanwil DJBC Maluku: Estty Purwadiani Hidayatie

    Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe A Tanjung Priok: Sodikin

    Tenaga Pengkaji Bidang Pengawasan dan Penegakan Hukum Kepabeanan dan Cukai: Rusman Hadi

    Tenaga Pengkaji Bidang Pelayanan dan Penerimaan Kepabeanan dan Cukai: Rachmad Solik

    Tenaga Pengkaji Bidang Pengembangan Kapasitas dan Kinerja Organisasi: Hengky Tomuan Parlindungan Aritonang

    Struktur Lama:

    Dirjen Bea Cukai: Djaka Budhi Utama

    Sekretaris Ditjen Bea Cukai – Ayu Sukorini

    Direktur Fasilitas Kepabeanan – Padmoyo Tri Wikanto

    Direktur Teknis Kepabeanan  – Susila Brata

    Direktur Teknis dab Fasilitas Cukai – Iyan Rubiyanto

    Direktur Kerja Sama Internasional Kepabeanan dan Cukai – Anita Iskandar

    Direktur Keberatan Banding dan Peraturan  – Muhamad Purwantoro

    Direktur Informasi Kepabeanan dan Cukai Rudy Rahmaddi

    Direktur Kepatuhan Internal Agus Hermawan 

    Direktur Audit Kepabeanan dan Cukai – Yusmariza

    Direktur Penindakan dan Penyidikan – Badahuri Wijayanra Bekti Mukarta 

    Direktur Penerimaan dan Perencanaan Strategis – Muhammad Aflah Farobi

    Direktur Interdiksi Narkotika – R Syarif Hidayat

    Direktur Komunikasi dan Bimbingan Penggina Jasa – Nirwala Tri Wikanto