Tag: Supratman Andi Agtas

  • Menkum Supratman: Buron Kasus E-KTP Paulus Tannos Masih Berstatus WNI

    Menkum Supratman: Buron Kasus E-KTP Paulus Tannos Masih Berstatus WNI

    Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas menegaskan buron kasus korupsi pengadaan e-KTP Tjin Tian Po alias Paulus Tannos yang ditangkap di Singapura masih berstatus sebagai WNI. Bos PT Shandipala Arthaputra itu segera diekstradisi ke Indonesia.

    “Status kewarganegaraan atas nama Paulus Tannos atau Tjin Tian Po alias Paulus Tannos itu masih berstatus sebagai warga negara Indonesia,” kata Supratman saat jumpa pers di kantornya, Jakarta, Rabu (29/1/2025).

    Paulus Tannos diklaim sudah berganti kewarganegaraan dan memegang paspor Guinea Bissau, negara kecil di Afrika Barat. 

    Pada 2024, KPK sempat gagal menangkap Tannos di Bangkok, Thailand karena dia disebut sudah berganti warga negara.

    KPK bekerja sama dengan Kementerian Hukum Polri, dan Kejaksaan Agung (Kejagung) sedang melengkapi sejumlah persyaratan untuk  mengekstradisi Paulus Tannos dari Singapura ke Indonesia. 

  • Menteri Hukum: Paulus Tannos Masih Berstatus Warga Negara Indonesia – Page 3

    Menteri Hukum: Paulus Tannos Masih Berstatus Warga Negara Indonesia – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Menteri Hukum RI Supratman Andi Agtas menegaskan Paulus Tannos alias Tjhin Thian Po masih berstatus sebagai warga negara Indonesia (WNI). Saat ini tersangka kasus korupsi e-KTP itu memang memegang paspor negara lain.

    “Bahwa yang bersangkutan (Paulus Tannos) memang menurut laporan yang kami terima, bahwa yang bersangkutan memang saat ini memiliki paspor negara sahabat,” kata Supratman dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Hukum RI Jakarta Selatan, Rabu (30/1/2025).

    Supratman menyebut, Paulus Tannos sempat mengajukan permohonan untuk melepas kewarganegaraan Indonesia. Namun, Paulus hingga kini belum melengkapi dokumen yang dibutuhkan.

    “Karena itu, status kewarganegaraan atas nama Tjhin Thian Po alias Paulus Tannos itu masih berstatus sebagai warga negara Indonesia,” ujarnya.

    “Karena itu, saya ingin sampaikan bahwa memang yang bersangkutan sampai dengan 2018 yang bersangkutan itu paspornya masih atas nama Tjhin Thian Po dan dua kali melakukan perubahan,” sambung Supratman.

    Dia menjelaskan bahwa Indonesia menganut sistem kewarganegaraan tunggal atau hanya dapat memiliki satu kewarganegaraan saja. Supratman menuturkan seorang warga negara tak bisa serta merta melepaskan kewarganegaraan Indonesia.

    “Berdasarkan peraturan Menteri Hukum dan HAM bahwa untuk melepaskan kewarganegaraan Indonesia itu tidak berlaku otomatis,” jelas Supratman.

    Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan telah merampungkan sejumlah dokumen untuk kepentingan ekstradisi tersangka kasus korupsi e-KTP, Paulus Tannos yang ditangkap di Singapura.

    “Sudah dikirim syarat administrasi,” kata Ketua KPK, Setyo Budiyanto saat dikonfirmasi, Selasa (28/1/2025).

    KPK, lanjut dia, memiliki waktu selama 45 hari terhitung sejak Paulus Tannos ditahan sementara di Singapura. “45 hari provosional arrest satu tahapan dalam ekstradisi, mudah-mudahan lancar semua,” ucap Setyo.

     

  • Paulus Tannos Masih WNI, Pernah 2 Kali Ajukan Ubah Kewarganegaraan

    Paulus Tannos Masih WNI, Pernah 2 Kali Ajukan Ubah Kewarganegaraan

    Jakarta

    Menteri Hukum Supratman Andi Agtas mengungkapkan buron kasus korupsi e-KTP Paulus Tannos, masih berstatus sebagai Warga Negara Indonesia (WNI). Andi mengatakan Paulus pernah dua kali mengajukan perubahan status warga negara.

    “Ada dua kali yang bersangkutan ingin mengajukan melepaskan kewarganegaraan, tetapi, sampai hari ini, yang bersangkutan belum melengkapi dokumen yang dibutuhkan,” kata Agus di Kementerian Hukum, Jakarta Selatan, Rabu (29/1/2025).

    “Karena itu, status kewarganegaraan atas nama Tjhin Thian Po alias Paulus Tannos itu masih berstatus sebagai warga negara Indonesia,” sambungnya.

    Andi mengatakan Paulus masih berstatus WNI lantaran Indonesia tak bisa secara otomatis melepaskan status kewarganegaraan. Andi mengatakan Indonesia menganut sistem kewarganegaraan tunggal.

    “Yang bersangkutan memang menurut laporan yang kami terima bahwa yang bersangkutan juga saat ini memiliki paspor negara sahabat. Namun demikian, bahwa berdasarkan peraturan Menteri Hukum dan HAM, bahwa untuk melepaskan kewarganegaraan Indonesia itu tidak berlaku otomatis,” ujarnya.

    Andi mengatakan sampai 2018, paspor Paulus Tanoos masih atas nama Tjhin Thian Po. Dia menegaskan Paulus pernah melakukan perubahan tersebut dua kali.

    “Batas waktu untuk kita mengajukan permohonan dan seluruh kelengkapan berkas itu, itu 45 hari, lama waktu yang dibutuhkan 45 hari. Dan itu nanti akan berakhir di 3 Maret 2025,” ucapnya.

    Paulus Tannos Ditahan Sementara di Singapura

    KBRI di Singapura memfasilitasi proses penahanan sementara (provisional arrest) terhadap buron kasus korupsi pengadaan KTP elektronik, Paulus Tannos alias Thian Po Tjhin (PT). KBRI Singapura memfasilitasi penahanan di Changi Prison selama 45 hari ke depan.

    “Provisional arrest dikabulkan untuk jangka waktu 45 hari. Dalam periode ini, pemerintah Indonesia melalui lembaga terkait akan melengkapi formal request dan dokumen yang dibutuhkan untuk proses ekstradisi,” ujar Suryo, seperti dilansir Antara, Jumat (24/1).

    Penahanan tersebut dilakukan setelah pengadilan Singapura mengabulkan permintaan provisional arrest request (PAR) dari pemerintah Indonesia pada 17 Januari 2025.

    KBRI Singapura bekerja sama dengan atase Kejaksaan dan atase Kepolisian Republik Indonesia (Polri) untuk memfasilitasi proses PAR sejak awal melalui koordinasi intensif dengan Kejaksaan Agung Singapura dan lembaga antikorupsi Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB).

    “Ini merupakan implementasi pertama Perjanjian Ekstradisi RI-Singapura, yang menunjukkan komitmen kedua negara dalam menegakkan hukum dan hasil kesepakatan bilateral,” tambahnya.

    (amw/taa)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Sebentar Lagi Kekayaan Raffi Ahmad Akan Dibuka ke Publik
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        29 Januari 2025

    Sebentar Lagi Kekayaan Raffi Ahmad Akan Dibuka ke Publik Nasional 29 Januari 2025

    Sebentar Lagi Kekayaan Raffi Ahmad Akan Dibuka ke Publik
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi Pemberantasan Korupsi (
    KPK
    ) memastikan akan segera mempublikasikan Laporan Hasil Kekayaan Penyelenggara Negara (
    LHKPN
    ) milik
    Raffi Ahmad
    selaku Utusan Khusus Presiden RI Prabowo Subianto.
    Juru Bicara KPK, Tessa Mahardika mengatakan, proses verifikasi
    LHKPN Raffi Ahmad
    telah selesai dilakukan. Data-data yang diserahkan pun dinyatakan lengkap.
    “Sudah selesai verifikasi. Sudah lengkap,” ujar Tessa, saat dihubungi Kompas.com, Selasa (28/1/2025).
    Menurut Tessa, LHKPN Raffi Ahmad selaku Utusan Khusus Presiden Bidang Pembinaan Generasi Muda dan Pekerja Seni itu akan dipublikasikan paling lambat Jumat (31/1/2025).
    “Kemungkinan sudah bisa diumumkan hari Kamis (30/1/2025) atau Jumat minggu ini,” pungkas dia.
    Adapun dalam beberapa waktu ini, KPK tengah melakukan verifikasi terhadap data LHKPN para pejabat Kabinet Merah Putih, termasuk milik Raffi Ahmad.
    Setelah proses verifikasi rampung, semua data LHKPN para pembantu Presiden RI akan diungkap ke publik melalui e-Announcement di situs elhkpn.
    kpk
    .go.id.
    LHKPN merupakan dokumen yang berisi rincian aset, kekayaan, penerimaan, dan pengeluaran pejabat negara. Dokumen ini dikelola oleh KPK dan wajib dilaporkan secara berkala.
    Ketentuan soal ini diatur dalam beberapa regulasi, termasuk UU Nomor 28 Tahun 1999, UU Nomor 30 Tahun 2002, dan Peraturan KPK Nomor 07 Tahun 2016. Publik dapat mengecek LHKPN pejabat negara melalui situs
    https://elhkpn.kpk.go.id
    .
     
    Mayoritas pembantu Presiden RI Prabowo Subianto dan Wakil Presiden (Wapres) RI Gibran Rakabuming Raka sudah lapor LHKPN.
    Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan mengungkapkan 123 dari 124 orang menteri, wakil menteri, dan kepala lembaga setingkat menteri Kabinet Merah Putih telah menyerahkan data LHKPN.
    Hanya satu Satu pejabat yang belum menyampaikan LHKPN, yakni Tina Talisa selaku Staf Khusus (Stafsus) Wapres.
    Pahala menjelaskan Tina baru dilantik pada 6 Desember 2024 sehingga memiliki waktu hingga 6 Maret 2025 untuk melaporkan LHKPN-nya.
    “Belum lapor 1 stafsus (Tina Talisa) karena baru diangkat pada 6 Desember, batas akhir 6 Maret 2025,” ujar Pahala di Gedung Merah Putih, Jakarta, 21 Januari 2025.
    Pahala pun menyebut angka kepatuhan LHKPN di Kabinet Merah Putih sudah hampir 100 persen.
    Dari data LHKPN yang dilaporkan ke KPK, tercatat ada pejabat baru di Kabinet Merah Putih yang memiliki harta kekayaan mencapai Rp 5,4 triliun.
    Dikutip dari laman resmi LHKPN, Menteri Pariwisata Widiyanti Putri Wardhana tercatat memiliki harta kekayaan terbanyak menurut LHKPN per 22 Januari 2025.
    Harta kekayaan Menteri Pariwisata itu mencapai Rp 5.435.833.014.169 atau Rp 5,4 triliun.
    “Tapi (pejabat) yang baru diangkat (pejabat baru) itu (harta kekayaan) Rp 5,4 triliun,” ungkap Pahala.
    Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menempati peringkat kedua dengan harta kekayaan Rp 2,6 triliun.
    Sementara itu, Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurrofiq menjadi menteri dengan harta terendah yakni sebesar Rp 4,19 miliar per 5 Desember 2024.
    Adapun Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra memiliki harta lebih rendah dibandingkan Hanif, yakni Rp 1.623.362.911. Namun, LHKPN Yusril belum diperbarui sejak 2007.
     
    Berikut daftar LHKPN menteri Kabinet Merah Putih dari paling kaya hingga “termiskin”:
    1. Menteri Pariwisata Widiyanti Putri Wardhana Rp 5.435.833.014.169 (per 31 Desember 2024)
    2. Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono Rp 2.665.900.513.951 (26 Maret 2024)
    3. Menteri BUMN Erick Thohir Rp 2.313.421.974.354 (per 27 Maret 2024)
    4. Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman Rp 1.248.582.111.274 (per 17 Desember 2024)
    5. Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Rosan Roeslani Rp 860.715.364.555 (per 10 Juni 2024)
    6. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto Rp 411.677.681.844 (per 26 Maret 2024)
    7. Menteri ESDM Bahlil Lahadalia Rp 310.420.076.693 (per 1 April 2024)
    8. Menteri Pemuda dan Olahraga Ario Bimo Nandito Ariotedjo Rp 292.203.851.429 (per 31 Desember 2024)
    9. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin Rp 208.243.803.179 (per 31 Desember 2024)
    10. Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita Rp 198.363.375.254 (per 31 Desember 2024)
    11. Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono Rp 116.530.289.450 (per 21 Februari 2024)
    12. Menteri Transmigrasi M. Iftitah Sulaiman Suryanegara Rp 112.179.522.201 (per 21 Oktober 2024)
    13. Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi Rp 102.117.900.000 (per 27 Maret 2024, belum ada pembaruan)
    14. Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin Rp 99.121.482.232 (per 31 Desember 2024)
    15. Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman Maruarar Sirait Rp 85.803.512.722 (per 31 Desember 2019, belum ada pembaruan)
    16. Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi Rp 82.764.544.014 (per 9 November 2024)
    17. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati Rp 79.841.692.348 (per 15 Maret 2024)
    18. Menteri Pekerjaan Umum Dody Hanggodo Rp 75.220.471.593 (per 18 November 2024)
    19. Menteri Agama Nasaruddin Umar Rp 67.662.287.043 (per 28 Maret 2024, belum ada pembaruan)
    20. Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan Rp 49.653.596.662 per 6 Desember 2024)
    21. Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Satryo Soemantri Brodjonegoro Rp 46.050.000.000 (per 5 Desember 2024)
    22. Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat Muhaimin Iskandar Rp 37.482.769.615 (per 31 Desember 2024)
    23. Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Budi Gunawan Rp 36.234.868.425 (per 31 Desember 2024)
    24. Menteri Kebudayaan Fadli Zon Rp 34.933.909.613 (per 10 September 2024, belum ada pembaruan)
    25. Menteri Hukum Supratman Andi Agtas Rp 32.788.909.006 (per 31 Desember 2024)
    26. Menteri Sosial Saifullah Yusuf Rp 26.206.135.783 (per 31 Desember 2024)
    27. Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian Rp 25.898.566.375 (per 16 Maret 2024)
    28. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Rini Widyantini Rp 25.781.746.519 (per 31 Desember 2024)
    29. Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nusron Wahid Rp 21.875.025.024 (per 31 Desember 2024)
    30. Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal Yandri Susanto Rp 20.760.411.788 (per 1 November 2024)
    31. Menteri Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Ekonomi Kreatif Teuku Riefky Harsya Rp 20.223.420.823 (per 31 Oktober 2024)
    32. Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti Rp 20.100.443.679 (per 25 November 2024)
    33. Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan Agus Andrianto Rp 19.850.919.025 (per 8 Juni 2023, belum ada pembaruan)
    34. Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Viada Hafid Rp 18.728.216.636 (per 22 Juli 2024, belum ada pembaruan)
    35. Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia/Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia Abdul Kadir Karding Rp 16.355.469.823 (per 31 Desember 2023)
    36. Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Maman Abdurrahman Rp 15.789.116.232 (per 3 April 2024, belum ada pembaruan)
    37. Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Pratikno Rp 15.055.974.417 (per 28 Maret 2024)
    38. Menteri Luar Negeri Sugiono Rp 12.730.976.184 (per 11 November 2024)
    39. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Rachmat Pambudy Rp 12.025.292.540 (per 22 Juli 2003, belum ada pembaruan)
    40. Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi Rp 11.605.075.158 (per 21 Oktober 2024)
    41. Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Kepala BKKBN Wihaji Rp 11.370.118.577 (per 21 November 2024)
    42. Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni Rp 11.259.473.820 (per 31 Desember 2024)
    43. Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Arifatul Choiri Fauzi Rp 11.175.390.317 (per 30 Oktober 2024)
    44. Menteri Perdagangan Budi Santoso Rp 9.485.314.626 (per 31 Desember 2024)
    45. Menteri Ketenagakerjaan Yassierli Rp 8.599.000.000 (per 31 Desember 2024)
    46. Menteri HAM Natalius Pigai Rp 4.370.000.000 (per 28 Juni 2019, belum ada pembaruan)
    47. Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurrofiq Rp 4.192.000.000 (per 5 Desember 2024)
    48. Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra Rp 1.623.362.911 (per 31 Mei 2007, belum ada pembaruan).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Paulus Tannos Sudah Ditangkap, KPK Belum Dapat Info Kapan Dibawa ke Jakarta

    Paulus Tannos Sudah Ditangkap, KPK Belum Dapat Info Kapan Dibawa ke Jakarta

    loading…

    Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum mengetahui kapan pemulangan Paulus Tannos akan dilakukan. Foto/SINDOnews

    JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) menyatakan belum mengetahui kapan pemulangan Paulus Tannos akan dilakukan. Diketahui, Paulus Tannos merupakan buronan Lembaga Antirasuah terkait kasus dugaan korupsi proyek e-KTP yang ditangkap Otoritas Singapura.

    Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto mengatakan, proses ekstradisi masih terus berlangsung. “Belum ada info kapan diterbangkan ke Jakartanya, karena masih berproses (ekstradisi),” kata Tessa yang dikutip Senin (27/1/2025).

    Pemerintah Indonesia berupaya memulangkan Paulus Tannos agar bisa disidangkan terkait kasus yang dimaksud. Tessa melanjutkan, Indonesia memiliki waktu 45 hari guna melengkapi dokumen-dokumen terkait ekstradisi Paulus Tannos.

    “Sesuai perjanjian ekstradisi antara Pemerintah RI dengan Pemerintah Singapura Pasal 7 huruf (5), Indonesia memiliki waktu 45 hari sejak dilakukannya penahanan sementara (sejak 17 Januari 2025), untuk melengkapi persyaratan administrasi yang diperlukan,” ujarnya.

    Sebelumnya, Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas mengatakan proses ekstradisi Paulus Tannos bisa selesai dalam waktu satu sampai dua hari. “Semua bisa sehari, bisa dua hari. Tergantung kelengkapan dokumennya,” kata Supratman di kantornya, Jakarta, Jumat (24/1/2025).

    (rca)

  • Pemerintah Sudah Ajukan Ekstradisi Paulus Tannos, Begini Prosesnya

    Pemerintah Sudah Ajukan Ekstradisi Paulus Tannos, Begini Prosesnya

    Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah Indonesia telah mengajukan proses ekstradisi buron tersangka kasus korupsi proyek KTP elektronik (e-KTP), Paulus Tannos, dari Singapura. 

    Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut proses administrasi pemulangan Paulus Tannos memakan waktu 45 hari terhitung sejak waktu penangkapan Paulus di Singapura, 17 Januari 2025. Saat ini belum ada perkiraan kapan proses ekstradisi tersebut bisa diselesaikan. 

    “Karena masih berproses. Sesuai perjanjian ekstradisi antara Pemerintah RI dengan Pemerintah Singapura Pasal 7 huruf (5), Indonesia memiliki waktu 45 hari sejak dilakukannya penahanan sementara (sejak 17 Januari 2025), untuk melengkapi persyaratan administrasi yang diperlukan,” ujar Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto saat dimintai konfirmasi oleh Bisnis, Minggu (26/1/2025). 

    Menteri Hukum Supratman Andi Agtas sebelumnya menjelaskan bahwa kementeriannya sudah menerima permohonan dari Kejaksaan Agung (Kejagung). Proses yang berlangsung di kementeriannya ditangani oleh Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU).

    Supratman mengungkap masih ada sejumlah dokumen yang dibutuhkan baik dari Kejagung maupun Polri, terutama Divisi Hubungan Internasional. Dia memastikan telah meminta percepatan penyelesaian dokumen-dokumen dimaksud. 

    “Jadi ada masih dua atau tiga dokumen yang dibutuhkan. Nah karena itu Direktur AHU. Saya sudah tugaskan untuk secepatnya berkoordinasi dan saya pikir sudah berjalan,” ungkapnya ke wartawan, Jumat (24/1/2025).

    Pada saat itu, politisi Partai Gerindra itu mengatakan proses ekstradisi itu bisa memakan waktu satu hari hingga dua hari. Semua bergantung terhadap kelengkapan dokumen-dokumen tersebut. Pasalnya, proses permohonan ekstradisi nantinya diajukan ke Pengadilan Singapura. 

    “Kalau mereka anggap dokumen kita sudah lengkap, ya pasti akan diproses,” ujar Supratman.

    Koordinasi Sejak Akhir 2024

    Adapun Ketua KPK Setyo Budiyanto mengaku lembaganya sudah berkoordinasi dengan pihak Singapura sejak akhir 2024 terkait dengan penangkapan Paulus Tannos.

    “KPK sudah berkoordinasi jalur Interpol dengan Div Hubinter Mabes Polri sejak November [hingga, red] Desember,” ungkapnya melalui pesan singkat kepada Bisnis, Minggu (26/1/2025).

    Berdasarkan keterangan sebelumnya, KPK menjelaskan bahwa pengajuan penahanan sementara Paulus Tannos ditempuh oleh KPK dengan mengirimkan permohonan via jalur police to police (provisional arrest). Hal itu didasari juga dengan perjanjian ekstradisi yaitu ke Divisi Hubungan Internasional (Hubinter) Mabes Polri. 

    KPK mengirimkan permohonan dengan melampirkan kelengkapan persyaratan penahanan tersebut. Kemudian, Divisi Hubinter Polri bersurat ke Interpol Singapura dan Atase Kepolisian Indonesia di sana dan permintaan itu diteruskan ke CPIB. 

    Untuk diketahui, penahanan di Singapura harus melalui proses di Kejaksaan dan Pengadilan setempat. Sehingga Atase Jaksa melakukan koordinasi dengan CPIB serta Kejaksaan dan Pengadilan setempat.

    Selanjutnya, pemenuhan syarat penahanan dilakukan melalui komunikasi email antara Atase Kepolisian dan Atase Jaksa dan penyidik terkait pemenuhan kelengkapan persyaratan yang diminta pengadilan Singapura sampai adanya putusan pengadilan tanggal 17 Januari 2025 untuk penahanan sementara Paulus. 

    Berdasarkan pemberitaan Bisnis sebelumnya, Paulus Tannos alias Thian Po Tjhin ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi pengadaan paket KTP Elektronik 2011-2013 Kementerian Dalam Negeri. Dia lalu dimasukkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak 19 Oktober 2021. 

    Adapun Paulus diduga mengganti identitasnya dan diduga memegang dua kewarganaegaraan dari satu negara di Afrika Selatan. KPK pun tak menutup kemungkinan ada pihak yang membantunya untuk mengganti identitas di luar negeri.

  • Setelah Paulus Tannos Ditangkap, Siapa Bakal Dijerat Kasus Korupsi e-KTP?

    Setelah Paulus Tannos Ditangkap, Siapa Bakal Dijerat Kasus Korupsi e-KTP?

    Bisnis.com, JAKARTA — Penangkapan buronan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Paulus Tannos, bakal membuka tabir kasus korupsi KTP elektronik atau e-KTP yang masih belum tuntas. 

    Paulus telaah ditangkap oleh penegak hukum di Singapura. Pemerintah bahkan mulai mengupayakan ekstradisi terhadap buronan kasus korupsi yang telah diburu sejak 2021 lalu. 

    Adapun penangkapan Paulus dilakukan oleh Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) atau KPK-nya Singapura. Dia sudah mulai ditahan sejak 17 Januari 2025. Paulus menurut informasi ditangkap otoritas antikorupsi Singapura di Bandara Internasional Changi saat pulang dari luar negeri. 

    Proses ekstradisi Paulus Tannos telah dilakukan melalui banyak saluran. Polri dan Kejaksaan Agung (Kejagung) kompak untuk membantuku KPK memulangkan buronan paling dicari tersebut. Apalagi, Paulus memiliki banyak informasi penting. Hanya saja, belum ada kepastian kapan Paulus bisa diterbangkan ke Jakarta. 

    Sesuai perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Singapura, pasal 7 huruf (5), menjelaskan bahwa pemerintah Indonesia memiliki waktu 45 hari sejak dilakukannya penahanan sementara (sejak 17 Januari 2025), untuk melengkapi persyaratan administrasi yang diperlukan.

    Sementara itu, Ketua KPK Setyo Budiyanto meyakini proses pemulangan Paulus akan berjalan lancar kendati dia sudah berganti kewarganegaraan. Berdasarkan catatan Bisnis, KPK sebelumnya pernah mengungkap bahwa pengusaha itu beberapa tahun yang lalu sudah berganti identitas dan memiliki dua kewarganegaraan. 

    “Ya enggak [terdampak] saya kira. Mudah-mudahan semuanya lancar,” ujarnya kepada wartawan saat ditemui di Kantor Kementerian Hukum, Jakarta, Jumat (24/1/2025).

    Proses Ekstradisi

    Sebelumnya, Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto menjelaskan bahwa pengajuan penahanan sementara Paulus Tannos ditempuh oleh KPK dengan mengirimkan permohonan via jalur police to police (provisional arrest). Hal itu didasari juga dengan perjanjian ekstradisi yaitu ke Divisi Hubungan Internasional (Hubinter) Mabes Polri. 

    KPK mengirimkan permohonan dengan melampirkan kelengkapan persyaratan penahanan tersebut. Kemudian, Divisi Hubinter Polri bersurat ke Interpol Singapura dan Atase Kepolisian Indonesia di sana dan permintaan itu diteruskan ke CPIB. 

    Untuk diketahui, penahanan di Singapura harus melalui proses di Kejaksaan dan Pengadilan setempat. Sehingga Atase Jaksa melakukan koordinasi dengan CPIB serta Kejaksaan dan Pengadilan setempat.

    “Selanjutnya pemenuhan syarat penahanan dilakukan melalui komunikasi email antara Atase Kepolisian dan Atase Jaksa dan penyidik terkait pemenuhan kelengkapan persyaratan yang diminta pengadilan Singapura sampai adanya putusan pengadilan tanggal 17 Januari 2025 untuk penahanan sementara PT,” ungkap Tessa kepada wartawan.

    Sementara itu, untuk proses ekstradisi, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas sebelumnya menjelaskan bahwa kementeriannya sudah menerima permohonan dari Kejaksaan Agung (Kejagung). Proses yang berlangsung di kementeriannya ditangani oleh Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU).

    Supratman mengungkap masih ada sejumlah dokumen yang dibutuhkan baik dari Kejagung maupun Polri, terutama Divisi Hubungan Internasional. Dia memastikan telah meminta percepatan penyelesaian dokumen-dokumen dimaksud. 

    “Jadi ada masih dua atau tiga dokumen yang dibutuhkan. Nah karena itu Direktur AHU. Saya sudah tugaskan untuk secepatnya berkoordinasi dan saya pikir sudah berjalan,” ungkapnya ke wartawan, Jumat (24/1/2025).

    Pada saat itu, politisi Partai Gerindra itu mengatakan proses ekstradisi itu bisa memakan waktu satu hari hingga dua hari. Semua bergantung terhadap kelengkapan dokumen-dokumen tersebut. Pasalnya, proses permohonan ekstradisi nantinya diajukan ke Pengadilan Singapura. 

    “Kalau mereka anggap dokumen kita sudah lengkap, ya pasti akan diproses,” ujar Supratman.

    Sejak Akhir 2024

    Adapun berdasarkan catatan Polri, Divisi Hubungan Internasional Polri telah mengirimkan surat provisional arrest ke otoritas di Singapura pada akhir 2024. Surat itu berisi permohonan bantuan penangkapan Paulus Tannos, lantaran terdapat informasi keberadaannya di sana. 

    Kepala Divisi Hubungan Internasional (Hubinter) Polri Irjen Pol. Krishna Murti lalu mengungkap, pihaknya mendapatkan informasi bahwa Paulus Tannos telah ditangkap oleh CPIB, atau lembaga antirasuah Singapura pada 17 Januari lalu. 

    “Kami sudah melaksanakan rapat gabungan kementerian dan lembaga di Hubinter hari selasa tanggal 21 Januari 2025 untuk menindaklanjuti proses berikutnya. Selanjutnya pihak Indonesia saat ini sedang memproses extradisi yang bersangkutan, dengan penjuru adalah Kemenkum didukung KPK, Polri, Kejagung, dan Kemenlu,” kata Krishna. 

    Berdasarkan pemberitaan Bisnis sebelumnya, Paulus Tannos alias Thian Po Tjhin ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi pengadaan paket KTP Elektronik 2011-2013 Kementerian Dalam Negeri. Dia lalu dimasukkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak 19 Oktober 2021. 

    Adapun Paulus diduga mengganti identitasnya dan diduga memegang dua kewarganaegaraan dari satu negara di Afrika Selatan. KPK pun tak menutup kemungkinan ada pihak yang membantunya untuk mengganti identitas di luar negeri.

    Direktur Penyidikan KPK Brigjen Pol. Asep Guntur Rahayu, yang pada 2023 lalu merangkap Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, mengaku sempat berhadap-hadapan dengan Paulus di luar negeri, namun gagal menangkapnya lantaran sudah berubah identitas. 

    “Sudah ketemu orangnya, tetapi ketika mau ditangkap tidak bisa, kenapa? Karena namanya lain, paspornya juga bukan paspor Indonesia, dia menggunakan paspor dari salah satu negara di Afrika,” ujarnya kepada wartawan, dikutip Minggu (13/8/2023).  

  • Kejaksaan Sebut Penanganan Perkara Paulus Tannos Adalah Ranah KPK, Tapi Siap Bantu Proses Ekstradisi – Halaman all

    Kejaksaan Sebut Penanganan Perkara Paulus Tannos Adalah Ranah KPK, Tapi Siap Bantu Proses Ekstradisi – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) menyebut bahwa penanganan perkara buronan kasus KTP Elektronik (e-KTP) Paulus Tannos merupakan ranah dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

    Hanya saja dijelaskan Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, pihaknya siap membantu KPK dalam proses ekstradisi Paulus Tannos yang saat ini masih berada di Singapura.

    Sejauh ini kata Harli, pihaknya juga telah memfasilitasi soal rencana ekstradisi buronan KPK itu yang hingga kini masih ditahan oleh otoritas Negeri Singa tersebut.

    “Perkara ini ditangani teman-teman KPK, mereka yang tahu apa kebutuhannya untuk pemulangan yang bersangkutan. Kami selama ini melalui atase sudah memfasilitasi dan kedepan siap memberikan bantuan,” kata Harli saat dikonfirmasi, Minggu (26/1/2025).

    Sebelumnya diberitakan, Buronan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di kasus korupsi megaproyek e-KTP, Paulus Tannos, telah berhasil diamankan.

    Paulus Tannos yang terjerat perkara korupsi dengan kerugian negara Rp2,3 triliun ini ditangkap oleh otoritas Singapura di Bandar Udara Internasional Changi Singapura.

    “(Ditangkap) di Changi,” kata seorang sumber, Jumat (24/1/2025).

    Menurut sumber, Paulus Tannos baru saja mendarat di Changi sehabis bepergian dari luar Singapura.

    Ihwal penangkapan Paulus Tannos di Singapura awalnya dibenarkan oleh Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto.

    Otoritas Singapura menangkap Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra itu berdasarkan permintaan KPK.

    “Benar bahwa Paulus Tannos tertangkap di Singapura dan saat ini sedang ditahan, KPK saat ini telah berkoordinasi Polri, Kejagung dan Kementerian Hukum sekaligus melengkapi persyaratan yang diperlukan guna dapat mengekstradisi yang bersangkutan ke Indonesia untuk secepatnya dibawa ke persidangan,” kata Fitroh kepada wartawan, Jumat (24/1/2025).

    Pemerintah melalui Kementerian Hukum (Kemenkum) kemudian menyatakan tengah berupaya mempercepat proses ekstradisi Paulus Tannos. 

    Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menyebut, masih ada dokumen-dokumen yang dibutuhkan dari Kejaksaan Agung (Kejagung) maupun Mabes Polri, terutama Interpol.

    Kementerian Hukum sedang berkoordinasi guna menuntaskan urusan administrasi itu. 

    “Jadi ada masih dua atau tiga dokumen yang dibutuhkan. Nah karena itu Direktur AHU (Administrasi Hukum Umum) saya sudah tugaskan untuk secepatnya berkoordinasi dan saya pikir sudah berjalan,” kata Menteri Hukum Supratman Andi Agtas kepada wartawan di Jakarta, Jumat (24/1/2025).

    Menurut politikus Partai Gerindra itu, proses ekstradisi memang membutuhkan waktu. 

    Apalagi proses itu juga bergantung pada penyelesaian administrasi oleh pemerintahan Singapura. 

    “Semua bisa sehari, bisa dua hari, tergantung kelengkapan dokumennya. Karena itu permohonan harus diajukan ke pihak pengadilan di Singapura. Kalau mereka anggap dokumen kita sudah lengkap, ya pasti akan diproses,” ujar Supratman.

    Sosok Paulus Tannos di Kasus Korupsi e-KTP

    Paulus Tannos ditangkap setelah tingal di Singapura sejak 2012 lalu dan sudah berstatus sebagai permanent residence atau penduduk tetap.

    Paulus tinggal di Singapura bersama dengan keluarganya, termasuk anaknya Catherine Tannos yang terjerat kasus pengadaan e-KTP.

    Ia memilih tinggal di Singapura setelah dilaporkan ke Mabes Polri atas tuduhan menggelapkan dana chip surat izin mengemudi (SIM).

    Peran Paulus Tannos dalam kasus korupsi pengadaan e-KTP diketahui cukup banyak, salah satunya melakukan beberapa pertemuan dengan pihak-pihak vendor, termasuk dengan tersangka Husmi Fahmi (HSF) dan Isnu Edhi Wijaya (ISE).

    Wakil Ketua KPK pada 2019, Saut Situmorang, mengatakan Paulus bersama Husmi dan Isnu bertemu di sebuah ruko di kawasan Fatmawati, Jakarta Selatan

    “Padahal HSF dalam hal ini adalah Ketua Tim Teknis dan juga panitia lelang,” kata Saut.

    Paulus, Husmi, dan Isnu kemudian melakukan pertemuan lanjutan dalam waktu 10 bulan dan menghasilkan beberapa output.

    Di antaranya, standard operasional prosedur (SOP) pelaksanaan kerja, struktur organisasi pelaksana kerja, dan spesifikasi teknis.

    Hasil-hasil tersebut kemudian dijadikan dasar untuk penyusunan harga perkiraan sendiri (HPS) pada 11 Februari 2011.

    Pihak yang menetapkan HPS adalah Sugiharto selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

    “Tersangka PLS (Paulus) juga diduga melakukan pertemuan dengan Andi Agustinus, Johannes Marliem dan tersangka ISE untuk membahas pemenangan konsorsium PNRI dan menyepakati fee sebesar lima persen, sekaligus skema pembagian beban fee yang akan diberikan kepada beberapa anggota DPR RI dan pejabat pada Kemendagri,” kata Saut.

    Pembagian fee korupsi e-KTP

    Lewat skema pembagian fee, PT Sandipala Artha Putra bertanggung jawab memberikan fee kepada Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi melalui adiknya Asmin Aulia sebesar lima persen dari nilai pekerjaan yang diperoleh.

    Kemudian, PT Quadra Solution bertugas memberikan fee kepada eks Ketua DPR Setya Novanto sebesar lima persen dari jumlah pekerjaan yang diperoleh.

    Di sisi lain, Perum PNRI memiliki tugas untuk memberikan fee kepada Irman dan stafnya sebesar lima persen dari jumlah pekerjaan yang diperoleh.

    Saut menjelaskan, keuntungan bersih masing-masing anggota konsorsium setelah dipotong pemberian fee tersebut adalah sebesar 10 persen.

    Setya Novanto dan politikus Golkar, Chairuman Harahap, kemudian menagih komitmen fee yang sudah dijanjikan sebesar lima persen dari nilai proyek.

    Atas penagihan tersebut, Andi Agustinus dan Paulus berjanji untuk segera memberikan fee setelah mendapatkan uang muka dari Kemendagri.

    Namun, Kemendagri tidak memberikan modal kerja.

    Hal ini mendorong Paulus, Andi Agustinus, dan Johannes Marliem selaku penyedia sistem AFIS L-1 bertemu dengan Setya Novanto.

    Setya Novanto kemudian memperkenalkan orang dekatnya, yaitu Made Oka Masagung yang akan membantu permodalannya.

    Sebagai kompensasinya dalam kesempatan itu, juga disepakati fee yang akan diberikan kepada Setya Novanto melalui Made Oka.

    “Sebagaimana telah muncul di fakta persidangan dan pertimbangan hakim dalam perkara dengan terdakwa Setya Novanto, PT Sandipala Arthaputra diduga diperkaya Rp145,85 miliar terkait proyek KTP elektronik ini,” ujar Saut.

  • Kejaksaan Sebut Penanganan Perkara Paulus Tannos Adalah Ranah KPK, Tapi Siap Bantu Proses Ekstradisi – Halaman all

    Kapan Paulus Tannos Diekstradisi ke Indonesia? Ini Kata KPK Hingga Pemerintah – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Fitroh Rohcahyanto menyebut Paulus Tannos berhasil ditangkap di Singapura.

    Otoritas Singapura menangkap Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra itu berdasarkan permintaan KPK.

    “Benar bahwa Paulus Tannos tertangkap di Singapura dan saat ini sedang ditahan, KPK saat ini telah berkoordinasi Polri, Kejagung dan Kementerian Hukum sekaligus melengkapi persyaratan yang diperlukan guna dapat mengekstradisi yang bersangkutan ke Indonesia untuk secepatnya dibawa ke persidangan,” kata Fitroh kepada wartawan, Jumat (24/1/2025).

    Lalu kapan Paulus Tannos diekstradisi?

    Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setyo Budiyanto berharap proses ekstradisi Paulus Tannos berjalan lancar.

    Sehingga buronan kasus korupsi e-KTP yang baru-baru ini tertangkap di Singapura itu bisa segera dibawa ke Indonesia untuk menjalani proses hukum.

    “Ya minta doanya mudah-mudahan semua prosesnya lancar,” kata Setyo di Gedung Kementerian Hukum, Jakarta Selatan, Jumat (24/1/2025).

    Sayangnya Setyo tidak bisa mengungkap proses penangkapan Paulus Tannos. 

    Sebab yang menangkap Paulus Tannos adalah aparat penegak hukum di Singapura, atas permintaan KPK.

    “Kalau itu kan dari sana nanti yang akan menindaklanjuti. Kami hanya banyak melakukan koordinasi, ya kemudian nanti menunggu proses berikutnya. Mudah-mudahan semuanya lancar,” kata Setyo.

    Komisaris jenderal polisi itu juga bilang bahwa perubahan kewarganegaraan Paulus Tannos yang semula Indonesia jadi Afrika Selatan tidak mengganggu proses ekstradisi dan penangkapan.

    “Enggak saya kira. Mudah-mudahan semuanya lancar,” ujar Setyo.

    Pemerintah Berupaya Mempercepat

    Pemerintah melalui Kementerian Hukum (Kemenkum) menyatakan tengah berupaya mempercepat proses ekstradisi buronan kasus e-KTP Paulus Tannos. 

    Otoritas Singapura diketahui telah menangkap Paulus Tannos atas asus koruspsi e-KTP yang merugikan negara Rp 2,3 triliun.

    Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menyebut masih ada dokumen-dokumen yang dibutuhkan dari Kejaksaan Agung (Kejagung) maupun Mabes Polri, terutama Interpol.

    Kementerian Hukum sedang berkoordinasi guna menuntaskan urusan administrasi itu. 

    “Jadi ada masih dua atau tiga dokumen yang dibutuhkan. Nah karena itu Direktur AHU (Administrasi Hukum Umum) saya sudah tugaskan untuk secepatnya berkoordinasi dan saya pikir sudah berjalan,” kata Menteri Hukum Supratman Andi Agtas kepada wartawan di Jakarta, Jumat (24/1/2025).

    Menurut politikus Partai Gerindra itu, proses ekstradisi memang membutuhkan waktu. 

    Apalagi proses itu juga bergantung pada penyelesaian administrasi oleh pemerintahan Singapura. 

    “Semua bisa sehari, bisa dua hari, tergantung kelengkapan dokumennya. Karena itu permohonan harus diajukan ke pihak pengadilan di Singapura. Kalau mereka anggap dokumen kita sudah lengkap, ya pasti akan diproses,” ujar Supratman.

    Buron KPK sejak 2021

    Paulus Tannos alias Thian Po Tjhin adalah Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra.

    Ia lahir di Jakarta pada 8 Juli 1954.

    Namanya kembali menjadi sorotan setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan penerbitan lima foto daftar pencarian orang (DPO) yang terlibat dalam kasus korupsi, Selasa (17/12/2024). 

     “Saat ini KPK masih terus melakukan pencarian untuk satu orang DPO pada 2017 dan empat orang pada DPO 2020-2024,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam Konferensi Pers Kinerja KPK 2019-2024 di Gedung Merah Putih, Jakarta, Selasa.

    Paulus Tannos menjadi buron KPK sejak 19 Oktober 2021.

    Ia ditetapkan sebagai tersangka atas pengadaan paket penerapan kartu tanda penduduk berbasis nombro induk kependudukan secara nasional (e-KTP) tahun 2011 hingga 2013 pada Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia.

    Perusahaan milik Paulus Tannos, yaitu PT Sandipala Artha Putra, terbukti mendapatkan keuntungan fantastis yakni Rp 140 miliar dari hasil proyek pengadaan KTP elektronik tahun anggaran 2011-2012.

    “Dari 2011-2013 sekitar Rp 140 miliar sekian, atau 27 persen,” ujar mantan Asisten Manager Keuangan PT Sandipala Fajri Agus Setiawan saat bersaksi di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (15/5/2017).

    Dalam skandal korupsi e-KTP, PT Sandipala Artha Putra, yang tergabung dalam konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI), bertugas mencetak 51 juta blanko e-KTP.

    Fajri mengungkap bahwa harga produksi satu keping e-KTP adalah Rp 7.500. Namun, dari konsorsium, harga yang ditetapkan mencapai Rp 14.000 lebih per keping.

    “Menurut hitungan kami Rp 7.500 rupiah per keping. Belakangan saya tahu sekitar Rp 16 ribu,” ungkap Fajri.

    Pada 13 Agustus 2019, Paulus Tannos bersama tiga orang lainnya, di antaranya adalah mantan Direktur Utama Perum Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) Isnu Edhi Wijaya, Anggota DPR RI 2014-019 Miryam S. Haryani, dan mantan Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan e-KTP Husni Fahmi, ditetapkan sebagai tersangka baru atas kasus korupsi e-KTP.

    Terakhir, Paulus Tannos dipanggil oleh KPK pada 24 September 2021 dalam kapasitasnya sebagai tersangka.

    Namun, sejak ia ditetapkan sebagai tersangka, Paulus kabur ke luar negeri.

    Keberadaan Paulus Tannos terdeteksi oleh KPK di Thailand.

    Pada awal tahun 2023, KPK menyebut bahwa Paulus Tannos sudah berganti kewarganegaraan.

    “Iya betul (ubah kewarganegaraan, red). Informasi yang kami peroleh demikian,” ucap Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri, Selasa (8/8/2023).

    Ali hanya mengatakan Paulus Tannos mengubah kewarganegaraannya di Indonesia.

    Namun, saat itu KPK enggan mengungkap negara yang dimaksud. 

    Terungkap fakta baru, red notice terhadap Paulus terlambat diterbitkan karena ia diketahui telah berganti nama dan mungkin juga mengubah kewarganegaraannya.

    KPK menduga ada pihak yang berupaya menghalangi proses penyidikan Paulus Tannos.

    Diduga salah satu indikasinya terkait perubahan identitas dan kewarganegaraan Paulus Tannos.

    “Kalau dari sisi apakah itu menghalangi proses penyidikan, kan nyatanya tim penyidik tidak bisa membawa yang bersangkutan sekalipun sudah di tangan,” ujar Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Kamis (10/8/2023).

    KPK mengaku heran dengan perubahan identitas dan kewarganegaraan Paulus Tannos.

    “Ini yang kami tidak habis pikir, kenapa buronan bisa ganti nama di Indonesia dan punya paspor negara lain, sehingga pada kami saat menemukan dan menangkapnya tidak bisa memulangkan yang bersangkutan ke Indonesia,” kata Ali.

    Pergantian identitas ini memunculkan kecurigaan adanya pihak tertentu yang membantu proses tersebut. Anehnya, pergantian identitas ini dilakukan saat Tannos berada di luar negeri, yang seharusnya tidak memungkinkan.

    KPK mengungkap Paulus Tannos kini tak lagi memegang paspor Indonesia. 

    Ia telah mengganti kewarganegaraannya menjadi warga negara di salah satu negara Afrika Selatan dengan nama baru.

    Akibat perubahan ini, KPK terhalang untuk membawa Paulus kembali ke tanah air guna menghadapi hukum atas keterlibatannya dalam kasus megakorupsi e-KTP.

    “Karena memang namanya berbeda, kewarganegaraannya berbeda, tentu otoritas negara yang kami datangi dan ketika melakukan penangkapan itu tidak membolehkan untuk membawanya,” ujar Ali.

     

     

  • Kejaksaan Sebut Penanganan Perkara Paulus Tannos Adalah Ranah KPK, Tapi Siap Bantu Proses Ekstradisi – Halaman all

    Hubinter Polri: Paulus Tannos Terdeteksi di Singapura Sejak Akhir 2024, 17 Januari 2025 Ditangkap – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Divisi Hubungan Internasional (Hubinter) Polri membeberkan proses penangkapan buronan kasus korupsi e-KTP, Paulus Tannos, di Singapura.

    Kadiv Hubinter Polri Irjen Krishna Murti awalnya, pihaknya mendapat informasi jika Paulus berada di Singapura sejak akhir tahun 2024.

    Selanjutnya, Divhubinter Polri mengirimkan surat permohonan penangkapan kepada otoritas Singapura.

    “Akhir tahun lalu Divisi Hubinter mengirimkan surat Provisional Arrest ke otoritas Singapura untuk membantu menangkap yang bersangkutan karena kami ada info yang bersangkutan ada disana,” kata Krishna dalam keterangan tertulis, Jumat (24/1/2025).

    Setelah itu, Krishna mengatakan pihaknya dihubungi otoritas Singapura jika Paulus berhasil ditangkap oleh Lembaga Antikorupsi Singapura. 

    “Tanggal 17 Januari kami dikabari oleh attorney general Singapura, yang bersangkutan berhasil diamankan oleh Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) Singapura,” jelasnya.

    Khrisna mengatakan pasca penangkapan itu juga telah dilakukan rapat gabungan lintas Kementerian dan Lembaga di Hubinter Polri, pada Selasa (21/1/2025) kemarin untuk menindaklanjuti proses ekstradisi. 

    “Indonesia saat ini sedang memproses ekstradisi yang bersangkutan dengan penjuru adalah Kemenkum didukung KPK, Polri, Kejagung, dan Kemenlu,” pungkasnya. 

    Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berhasil menangkap buronan kasus korupsi e-KTP, Paulus Tannos, di Singapura.

    Saat ini KPK sedang melengkapi syarat ekstradisi agar Paulus Tannos dapat dibawa ke Indonesia.

    “Masih di Singapura, KPK sedang berkoordinasi dengan melengkapi syarat-syarat dapat mengekstradisi yang bersangkutan,” kata Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto kepada wartawan, Jumat (24/1/2025).

    KPK sebelumnya mengungkapkan kendala memulangkan dan memproses hukum Paulus Tannos.

    Padahal tim KPK sudah menemukan keberadaan Direktur PT Sandipala Arthaputra itu

    “Dia bukan warga negara Indonesia, dia punya dua kewarganegaraan karena ada negara-negara yang bisa punya dua kewarganegaraan salah satunya di negara Afria Selatan tersebut,” kata Direktur Penyidikan KPK Brigadir Jenderal Polisi Asep Guntur Rahayu.

    Asep mengatakan tim KPK sempat menemukan Paulus di negara tetangga. 

    Berdasarkan catatan, lembaga antirasuah sempat menyebut negara dimaksud yaitu Thailand. 

    Akan tetapi, ketika hendak memulangkan Paulus Tannos, KPK mendapat kendala lantaran Paulus sudah mengubah identitasnya. 

    “Untuk Paulus Tannos memang berubah nama karena kami, saya sendiri yang diminta oleh pimpinan datang ke negara tetangga dengan informasi yang kami terima, kami juga sudah berhadap-hadapan dengan yang bersangkutan tapi tidak bisa dilakukan eksekusi karena kenyataannya paspornya sudah baru di salah satu negara di Afrika (Selatan, red) dan namanya sudah lain bukan nama Paulus Tannos,” kata Asep. 

    “Walaupun kita menunjukkan pada kepolisian di negara tersebut karena kita kerja sama police to police dan didampingi Hubinter kita tunjukkan fotonya sama, ‘Mister, ini fotonya sama’. Tapi, pada kenyataannya saat dilihat di dokumennya itu beda namanya,” imbuhnya. 

    Dalam proses pelariannya, Asep menjelaskan, Paulus sempat berupaya mencabut kewarganegaraan Indonesia. 

    “Rencananya dia mau mencabut yang di sini (Indonesia, red). Sudah ada upaya untuk mencabut tapi paspornya sudah mati. Rencananya yang Indonesia, tapi yang dia gunakan untuk melintas paspor dari negara yang Afrika (Selatan, red),” jelas Asep menegaskan status kewarganegaraan Paulus.

    Paulus Tannos, yang menjabat sebagai Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra, ditetapkan sebagai tersangka pada 13 Agustus 2019.

    Sejak saat itu, keberadaannya mulai sulit dilacak.

    Hingga akhirnya, nama Paulus Tannos resmi masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) pada 19 Oktober 2021.

    Ia diduga kabur ke luar negeri dengan identitas barunya, Tahian Po Tjhin (TPT).

    Upaya pengejaran terhadap Tannos terus dilakukan oleh KPK yang bekerjasama dengan negara tetangga.

    Pada 2023, keberadaannya sempat terdeteksi di Thailand.

    Namun, Paulus Tannos berhasil lolos dari penangkapan karena red notice dari Interpol tidak terbit tepat waktu.

    “Kalau pada saat itu red notice sudah ada, dia sudah bisa tertangkap di Thailand,” kata Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Karyoto, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Rabu (25/1/2023). 

    KPK menyebut kendala terbesarnya yakni Paulus Tannos merubah kewarganegaraannya.

    Dengan paspor barunya, Paulus Tannos tak dapat segera dibawa pulang ke Indonesia meskipun sempat tertangkap. 

    Red notice yang memuat identitas barunya belum diterbitkan, sehingga masalah yurisdiksi negara lain menjadi penghambat. 

    Diketahui, dalam kasus korupsi e-KTP, perusahaan milik Paulus Tannos, PT Sandipala Arthaputra, meraup keuntungan hingga Rp 140 miliar dari proyek pengadaan KTP elektronik tahun anggaran 2011-2012. 

    Adapun jumlah total korupsi kasus E-KTP ini merugikan negara Rp 2,3 triliun.

    Kini, setelah lama menjadi buron, Paulus Tannos berhasil ditangkap di Singapura.

    KPK kini tengah mengoordinasikan proses ekstradisi Tannos ke Indonesia. 

    Penangkapan ini menjadi langkah penting bagi KPK untuk membawa Paulus Tannos ke meja hijau.

    Melansir Kompas.com, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menyebut, masih ada dokumen-dokumen yang dibutuhkan dari Kejaksaan Agung (Kejagung) maupun Mabes Polri dalam hal ini pihak Interpol.

    Kementerian Hukum sedang berkoordinasi guna menuntaskan urusan administrasi itu. 

    “Jadi ada masih dua atau tiga dokumen yang dibutuhkan. Nah karena itu Direktur AHU (Administrasi Hukum Umum) saya sudah tugaskan untuk secepatnya berkoordinasi dan saya pikir sudah berjalan,” kata Menteri Hukum Supratman Andi Agtas kepada wartawan di Jakarta, Jumat (24/1/2025).

    Supratman mengatakan, proses ekstradisi memang membutuhkan waktu. 

    Apalagi proses itu juga bergantung pada penyelesaian administrasi oleh pemerintahan Singapura. 

    “Semua bisa sehari, bisa dua hari, tergantung kelengkapan dokumennya, karena itu permohonan harus diajukan ke pihak pengadilan di Singapura.”

    “Kalau mereka anggap dokumen kita sudah lengkap, ya pasti akan diproses,” ujar Supratman.