Tag: Supratman Andi Agtas

  • KPK Sebut Permintaan Singapura soal Affidavit untuk Ekstradisi Buron Paulus Tannos Hal Baru

    KPK Sebut Permintaan Singapura soal Affidavit untuk Ekstradisi Buron Paulus Tannos Hal Baru

    JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berupaya membereskan dokumen tambahan yang diminta otoritas Singapura untuk mengekstradisi buronan kasus korupsi proyek pengadaan KTP Elektronik (e-KTP), Paulus Tannos. Harapannya, berkas itu bisa selesai sebelum 30 April mendatang.

    “Penyidik akan mengupayakan memenuhi permintaan tambahan yang dalam hal ini merupakan affidavit pada pihak Singapura dalam rentang waktu yang diberikan. Jadi akan mengupayakan untuk dipenuhi,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika kepada wartawan yang dikutip pada Kamis, 17 April.

    Tessa menjelaskan affidavit tersebut berisi pernyataan tertulis tersumpah. Tapi, dia tidak bisa membeberkan isi lebih lengkapnya.

    Hanya saja, permintaan affidavit menjadi barang baru. Sebab, Tessa bilang, hukum di Indonesia tidak pernah memberlakukan dokumen ini.

    “Indonesia tidak mengenal affidavit, kalau di Singapura mengenal affidavit dan mereka butuh itu,” tegasnya.

    Diberitakan sebelumnya, Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas mengatakan otoritas Singapura butuh dokumen tambahan untuk memulangkan Paulus Tannos. Permintaan ini sedang dilakukan Tim Otoritas Pusat dan Hukum Internasional (OPHI) Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) yang terus berkoordinasi dengan KPK.

    “Insyaallah dalam sebelum 30 April ini, dokumen tersebut akan segera dikirim. OPHI dalam hal ini setiap saat berkomunikasi dengan KPK,” kata Supratman kepada wartawan di kantornya, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa, 15 April.

    “Dokumennya seperti apa, tanyakan ke KPK,” sambung Supratman.

    Adapun Paulus Tannos yang merupakan Direktur Utama PT Sandipala Arthapura akhirnya ditangkap otoritas Singapura setelah masuk daftar pencarian orang sejak 2021. Dia ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 2019.

    Ketika itu dia ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK bersama tiga orang lainnya, yakni Isnu Edhi Wijaya selaku mantan Direktur Utama Perum Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI); anggota DPR RI 2014-2019 Miryam S Haryani; dan mantan Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan e-KTP Husni Fahmi.

     

    Dalam pemulangan lewat proses ekstradisi sejumlah berkas yang dibutuhkan di antaranya surat permintaan dari Menteri Hukum; sertifikat legalisasi; identitas; resume hingga surat dari Jaksa Agung. Seluruhnya sudah dipenuhi baik oleh Kementerian Hukum, KPK maupun Kejaksaan Agung.

  • Prabowo Sudah Tanda Tangani UU TNI Sebelum Lebaran 2025

    Prabowo Sudah Tanda Tangani UU TNI Sebelum Lebaran 2025

    loading…

    Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi menyatakan Presiden Prabowo Subianto telah menandatangani UU TNI sebelum Lebaran Idulfitri 2025. Foto/Dok.SindoNews

    JAKARTA – Presiden Prabowo Subianto telah menandatangani Undang-Undang (UU) TNI sebelum Lebaran Idulfitri 2025. UU TNI itu ditandatangani Presiden setelah sebelumnya disahkan di Rapat Paripurna DPR RI pada 20 Maret 2025.

    “Sudah sudah, sebelum Lebaran, tanggal berapa ya itu 27 atau 28 (Maret) nanti aku cek lagi ya,” kata Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), Prasetyo Hadi kepada awak media, Kamis (17/4/2025).

    Sebelumnya, Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas mengatakan bahwa setelah disahkan DPR RI, maka UU TNI bukan lagi menjadi ranah Kementerian Hukum (Kemenkum), melainkan Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg).

    “Sejak Revisi UU tentang peraturan perundang-undangan yang terakhir untuk undang-undang itu sudah bukan di kemenkum. Perundang-undangan ada di Kementerian Sekretariat Negara,” katanya.

    “Nanti kalau perundangannya nanti silakan tanyakan ke Kemensesneg. Karena bukan di kami lagi,” tandasnya.

    (shf)

  • Top 3 News: Hotma Sitompul Sempat Cuci Darah Sebelum Meninggal Dunia – Page 3

    Top 3 News: Hotma Sitompul Sempat Cuci Darah Sebelum Meninggal Dunia – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Kabar duka menyelimuti dunia hukum Indonesia. Advokat senior, Hotma Sitompul meninggal dunia di ICU RSCM Kencana, Jakarta, pada Rabu 16 April 2025 pukul 11.15 WIB. Itulah top 3 news hari ini.

    Ruhut Sitompul, rekannya sesama advokat membenarkan kabar duka tersebut. Ia mengaku mendapat kabar meninggalnya Hotma sekitar satu jam sebelum kabar ini diumumkan.

    Ruhut mengungkapkan bahwa Hotma Sitompul telah menderita sakit dalam beberapa waktu terakhir. Pria kelahiran 1954 itu diketahui menjalani cuci darah akibat penyakit yang dideritanya.

    Sementara itu, buronan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus mega korupsi Kartu Tanda Penduduk elektronik atau e-KTP, Paulus Tannos masih tertahan di Singapura usai ditangkap otoritas setempat.

    Menurut Menteri Hukum atau Menkum Supratman Andi Agtas, Paulus Tannos belum bisa diekstradisi karena masih ada proses administrasi yang belum selesai.

    Supratman memastikan, OPHI terus memfasilitasi pihak Singapura dalam hal ini sebagai jembatan komunikasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk sesegera mungkin bisa melakukan ekstradasi terhadap buronan Paulus Tannos.

    Berita terpopuler lainnya di kanal News Liputan6.com adalah terkait pemandangan di Jalan Ikhwan Ridwan Rais, Jakarta Pusat, bikin geleng-geleng. Banyak kabel semwarut, menggelantung di atas kepala pejalan kaki maupun pengguna kendaraan.

    Kabel hitam berseliweran tak terarah. Ada yang tersangkut di pohon, atau dililitkan dengan kabel-kabel lain. Masyarakat pun dibuat risih dan terganggu.

    Rini, misalnya. Saban hari berjalan kaki menggunakan trotoar di jalan tersebut. Kantornya tidak jauh dari situ. Rini mengatakan, keberadaan kabel semrawut sangat membahayakan, selain tentunya merusak pemadangan.

    Berikut deretan berita terpopuler di kanal News Liputan6.com sepanjang Rabu 16 April 2025:

    Pengacara Hotma Sitompul akhirnya mengembalikan honor sebesar US$ 400.000 pada KPK.

  • Pembahasan RUU Perampasan Aset Tunggu Komunikasi Politik, DPR: Masuk ke Agenda Prioritas

    Pembahasan RUU Perampasan Aset Tunggu Komunikasi Politik, DPR: Masuk ke Agenda Prioritas

    loading…

    Komisi III DPR menyambut baik rencana Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menjalin komunikasi dengan seluruh fraksi di parlemen untuk membahas RUU Perampasan Aset. Foto/Dok.SindoNews

    JAKARTA – Komisi III DPR menyambut baik rencana Menteri Hukum (Menhum) Supratman Andi Agtas yang ingin komunikasi dengan seluruh fraksi di parlemen untuk membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset.

    Keberadaan RUU Perampasan Aset merupakan salah satu instrumen penting dalam memberantas korupsi. Untuk itu, Anggota Komisi III DPR Soedeson Tandra menyatakan bahwa RUU yang digagas sejak lama ini bisa segera dimasukan ke dalam agenda prioritas agar bisa lekas dibahas.

    “Saya berpendapat bahwa (RUU Perampasan Aset) ini penting, sehingga kalau bisa, segera saja dimasukkan ke dalam agenda prioritas. Gitu kira-kira, menurut saya,” terang Soedeson kepada wartawan, Rabu (16/4/2025).

    Namun, legislator Partai Golkar ini menilai, pembahasan RUU Perampasan Aset tstap bergantung dari kesepakatan fraksi di parlemen.

    “Kalau itu bicara masuk ke dalam prioritas pembahasan itu, itu kan tergantung dari kesepakatan partai politik di parlemen,” katanya.

    Sedianya, RUU Perampasan Aset telah tercantum dalam daftar program legislasi nasional (prolegnas) jangka menengah 2025–2029. Namun, belum masuk dalam daftar prioritas tahun ini.

    Kendati demikian, Soedeson menilai, pembahasan RUU tersebut tetap berpeluang dilakukan pada masa sidang kali ini, selama seluruh fraksi di parlemen sepakat.

  • Ekstradisi Paulus Tannos, KPK Upayakan Penuhi Dokumen Tambahan – Page 3

    Ekstradisi Paulus Tannos, KPK Upayakan Penuhi Dokumen Tambahan – Page 3

    Buronan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus mega korupsi Kartu Tanda Penduduk elektronik atau e-KTP, Paulus Tannos masih tertahan di Singapura usai ditangkap otoritas setempat. Menurut Menteri Hukum Supratman Andi Agtas, Paulus Tannos belum bisa diekstradisi karena masih ada proses administrasi yang belum selesai.

    “Menyangkut soal ekstradisi, saat ini Direktur Direktur Otoritas Pusat dan Hukum Internasional (OPHI) di Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) itu ada dokumen yang lagi diminta oleh otoritas Singapura dan Insya Allah sebelum 30 April, dokumen tersebut akan segera dikirim,” kata Supratman di Kantor Kementerian Hukum Jakarta, Selasa (15/4/2025).

    Supratman memastikan, OPHI terus memfasilitasi pihak Singapura dalam hal ini sebagai jembatan komunikasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk sesegera mungkin bisa melakukan ekstradasi terhadap buronan Paulus Tannos.

    Senada dengan itu, Dirjen AHU Widodo memastikan Singapura selalu kooperatif dan optimisti kepada Indonesia untuk membantu proses ekstradisi terhadap yang bersangkutan.

    “Diperkirakan sekitar akhir April, dokumen itu sudah submit ke sana. Nanti setelah itu ada jadwal persidangannya,” jelas Widodo.

    Widodo memastikan, sejatinya semua dokumen dibutuhkan otoritas Singapura sudah masuk dan dilengkapi. Namun memang ada beberapa dokumen tambahan yang diperlukan.

    “Mungkin pihak pihak Singapura butuh penekanan dari beberapa alat bukti, ya terkait dengan Affidavit (surat pernyataan tertulis yang dibuat di bawah sumpah) dan lain sebagainya,” jelas Widodo.

     

  • DPR Akan Bahas RUU Perampasan Aset Jika Seluruh Fraksi Sepakat – Halaman all

    DPR Akan Bahas RUU Perampasan Aset Jika Seluruh Fraksi Sepakat – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Partai Golkar, Soedeson Tandra, menyambut positif rencana Menteri Hukum Supratman Andi Agtas, terkait komunikasi dengan seluruh partai politik di parlemen untuk membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset. 

    Menurut Soedeson, RUU ini merupakan salah satu instrumen penting dalam upaya pemberantasan dan pencegahan korupsi.

    “Ya, tentu kita menyambut baik apa yang disampaikan oleh Menkum dalam hal ini mewakili pemerintah. Jadi, kalau itu (RUU Perampasan Aset) kemudian dibahas, dimasukkan ke dalam atau dibawa ke dalam DPR, tentu akan segera kita bahas,” kata Soedeson saat dihubungi, Rabu (16/4/2025).

    RUU Perampasan Aset sejatinya telah tercantum dalam daftar program legislasi nasional (prolegnas) jangka menengah 2025–2029, meskipun belum masuk dalam daftar prioritas tahun ini. 

    Namun, menurut Soedeson, peluang pembahasan RUU tersebut tetap terbuka pada masa sidang kali ini, selama seluruh fraksi di parlemen sepakat.

    “Kalau itu, enggak bisa saya pastikan, tetapi kemungkinan itu terbuka saja. Kalau semua partai politik yang ada di parlemen itu sepakat, ya tentu kita akan segera membahasnya,” ujarnya.

    Dia menambahkan, RUU tersebut sejalan dengan arah politik hukum nasional yang menempatkan pemberantasan korupsi sebagai prioritas utama.

    “Jadi, saya tegaskan lagi bahwa Undang-undang mengenai Perampasan Aset ini salah satu cara, tentu ada banyak cara yang lain untuk memberantas korupsi,” tegas Soedeson.

    Meski Indonesia telah memiliki kerangka hukum seperti Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Undang-undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), dan Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), Soedeson menilai regulasi yang ada belum mengatur secara rinci tentang perampasan aset.

    “Nah, dengan adanya Undang-undang Perampasan Aset ini, tentu diatur mengenai masalah ini. Di satu sisi, aset-aset yang dirampas itu yang mana saja. Itu kan harus diatur, tidak main hajar sembarangan, lalu dirampas. Tetapi juga harus ada aturan-aturan yang jelas, sehingga memenuhi unsur kepastian sekaligus memenuhi unsur keadilan,” ucapnya.

    Sebelumnya, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menyatakan bahwa pembahasan RUU Perampasan Aset perlu berkomunikasi dengan partai politik.

    “Komunikasi dengan seluruh partai politik sangat diperlukan untuk menentukan nasib pembahasan RUU Perampasan Aset. Pemerintah akan melakukan komunikasi itu,” kata Supratman di Gedung Kementerian Hukum, Jakarta, Selasa (15/4/2025).

    Supratman berharap, RUU itu bisa segera dibahas secara menyeluruh bersama DPR dalam waktu dekat. Pemerintah, kata dia, akan kembali mengajukan RUU tersebut dalam revisi prolegnas yang akan datang.

    “Pada waktunya, seperti harapan seluruh masyarakat Indonesia, saya yakin ini akan sesegera mungkin diajukan dalam revisi prolegnas yang akan datang,” ungkapnya.

  • DPR Siap Dalami RUU Perampasan Aset untuk Lawan Korupsi

    DPR Siap Dalami RUU Perampasan Aset untuk Lawan Korupsi

    Jakarta, Beritasatu.com – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melalui Komisi III mengakui bahwa RUU Perampasan Aset sangat penting dalam memperkuat upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Namun, hingga kini pembahasannya belum juga dimulai secara intens karena DPR masih membutuhkan waktu untuk mendalami sejumlah isu krusial.

    Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PKS Muhammad Nasir Djamil menyatakan, pembahasan RUU ini tidak bisa dilakukan secara tergesa-gesa. Diperlukan simulasi dan kajian mendalam dari berbagai aspek—baik filosofis, yuridis, maupun sosiologis.

    “Kita menyadari RUU Perampasan Aset ini penting. Tapi kita ingin pendalaman terlebih dahulu. Harus dilihat dari segala aspek agar hasilnya betul-betul mencerminkan aspirasi masyarakat dan harapan Presiden terpilih Pak Prabowo yang ingin Indonesia bebas korupsi,” kata Nasir saat dihubungi, Rabu (16/4/2025).

    Pernyataan Nasir ini menanggapi langkah Menteri Hukum Supratman Andi Agtas, yang berencana melakukan komunikasi politik intensif dengan fraksi-fraksi di DPR agar pembahasan RUU Perampasan Aset bisa segera diprioritaskan.

    Menurut Nasir, meskipun RUU ini belum dibahas secara resmi, aparat penegak hukum sebenarnya masih memiliki dasar hukum untuk merampas aset hasil tindak pidana melalui UU Tipikor, UU KPK, dan UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Namun, ia menilai bahwa keberadaan RUU ini akan mempercepat dan memperjelas proses hukum perampasan aset koruptor.

    “Soal waktu tentu bergantung pada komunikasi politik antarfraksi. Tapi saya berharap, dalam waktu dekat akan ada kesamaan pandangan terhadap isu-isu besar dalam RUU ini,” tambahnya.

    RUU Perampasan Aset diyakini dapat menjadi landasan hukum baru untuk mempercepat proses pemulihan kerugian negara akibat tindak pidana korupsi, terutama dalam hal penyitaan dan pengelolaan kembali aset yang telah dirampas negara.

  • Ekstradisi Paulus Tannos Terkendala Dokumen Tambahan, Apa yang Kurang?
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        16 April 2025

    Ekstradisi Paulus Tannos Terkendala Dokumen Tambahan, Apa yang Kurang? Nasional 16 April 2025

    Ekstradisi Paulus Tannos Terkendala Dokumen Tambahan, Apa yang Kurang?
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan, dokumen tambahan yang diminta Otoritas Singapura untuk proses ekstradisi buron dalam kasus E-KTP,
    Paulus Tannos
    , adalah dokumen affidavit.
    Dalam istilah hukum, affidavit adalah dokumen tertulis yang berisi fakta sumpah yang digunakan sebagai alat bukti dalam proses hukum.
    “Dokumennya affidavit tambahan,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto dalam keterangannya, Rabu (16/4/2025).
    Sebelumnya, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas mengungkapkan, Otoritas Singapura meminta dokumen tambahan terkait proses
    ekstradisi Paulus Tannos
    .
    “Sementara ada dokumen yang lagi diminta oleh Otoritas Singapura,” kata Supratman di kantor Kementerian Hukum, Kuningan, Jakarta, Selasa (15/4/2025).
    Supratman mengatakan, Kementerian Hukum melalui Tim Otoritas Pusat dan Hukum Internasional (OPHI) Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) berkoordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam memenuhi dokumen tersebut.
    Dia mengatakan, dokumen tersebut akan dikirim ke Otoritas Singapura sebelum 30 April 2025.
    “Insya Allah sebelum 30 April ini dokumen tersebut akan segera dikirim. OPHI dalam hal ini tetap setiap saat berkomunikasi dengan KPK,” ujarnya.
    “Dokumennya seperti apa? Tanyakan ke KPK,” sambungnya.
    Sementara itu, Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum, Widodo, mengatakan, sidang terkait ekstradisi buron kasus E-KTP, Paulus Tannos, akan digelar pada Juni 2025 mendatang di Singapura.
    “Diprediksi sidangnya itu bulan Juni,” kata Widodo, di kantor Kementerian Hukum, Kuningan, Jakarta, Selasa (15/4/2025).
    Widodo menuturkan, sidang pendahuluan atau committal hearing terkait keabsahan ekstradisi Paulus Tannos akan dilaksanakan pada 23-25 Juni 2025.
    Ia menyebut, pemerintah tidak bisa mengintervensi jalannya proses hukum Paulus Tannos di Singapura.
    Lebih lanjut, Widodo mengatakan pihaknya berkoordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melengkapi dokumen tambahan yang diminta Otoritas Singapura.
    Dokumen tersebut terkait dengan bukti-bukti dalam perkara Paulus Tannos.
    “Semua dokumen sudah masuk, sudah lengkap, tapi kan ada beberapa hal yang perlu mungkin penekanan dari beberapa alat bukti, ya, terkait dengan affidavit-nya dan lain sebagainya,” ucap dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Isu Politik-Hukum Terkini: Wacana Pangkalan Militer Rusia di Indonesia

    Isu Politik-Hukum Terkini: Wacana Pangkalan Militer Rusia di Indonesia

    Jakarta, Beritasatu.com – Sejumlah isu politik dan hukum pada Selasa (15/4/2025) menarik perhatian pembaca. Berita terkait wacana pendirian pangkalan militer Rusia di Indonesia menjadi perbincangan hangat pembaca.

    Berita politik dan hukum lainnya, yakni terkait UU TNI yang belum diteken Presiden Prabowo Subianto, Kejagung yang mendalami aliran dana dalam kasus suap vonis lepas korupsi CPO, RUU Perampasan Aset yang terhambat, hingga sidang hakim Ronald Tannur yang ditunda.

    Isu Politik dan Hukum Terkini Beritasatu.com

    1. DPR Tolak Wacana Pendirian Pangkalan Militer Rusia di Indonesia

    Anggota Komisi I DPR TB Hasanuddin menolak wacana pendirian pangkalan militer Rusia di Pulau Biak, Papua, seperti dilaporkan media asing. Hasanuddin menyebut wacana menjadikan Lanud Manuhua di Biak sebagai pangkalan bagi pesawat-pesawat militer Rusia merupakan pelanggaran terhadap konstitusi.

    Menurutnya, Indonesia menganut prinsip politik luar negeri bebas aktif. Artinya, bebas dari pengaruh blok mana pun dan aktif menjaga perdamaian dunia. Membuka peluang bagi kehadiran kekuatan militer asing di Indonesia, lanjut Hasanuddin, justru bertentangan dengan semangat tersebut.

    2. UU TNI Belum Diteken Prabowo, Menkum: Tak Ada Dwifungsi ABRI!

    Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas menegaskan, Presiden Prabowo Subianto belum menandatangani draf hasil revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) yang telah disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) beberapa waktu lalu. Meskipun demikian, Menkumham menjamin bahwa revisi UU TNI ini tidak akan memicu kembalinya praktik dwifungsi ABRI seperti pada era Orde Baru.

    Supratman Andi Agtas menjelaskan, draf UU TNI saat ini sedang berada di meja Presiden Prabowo Subianto untuk ditandatangani dan diundangkan ke dalam lembaran negara.

    Menkumham juga menjelaskan bahwa UU TNI dapat berlaku secara otomatis apabila presiden tidak menandatanganinya dalam waktu 30 hari dan wajib diundangkan dalam lembaran negara, sesuai dengan ketentuan Pasal 20 ayat (5) Undang-Undang Dasar 1945.

    3. Kejagung Telusuri Aliran Dana Rp 60 Miliar dalam Kasus Suap Ekspor CPO

    Selain berita terkait wacana pendirian pangkalan militer Rusia di Indonesia, berita lainnya, yakni Kejaksaan Agung (Kejagung) tengah menelusuri dugaan aliran dana sebesar Rp 60 miliar dari pengacara Ariyanto Bakri (AR) dalam kasus suap terkait putusan perkara ekspor crude palm oil (CPO). Kasus suap ekspor CPO ini melibatkan sejumlah pihak, termasuk aparat peradilan.

    Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, menyatakan bahwa pihaknya masih menyelidiki secara mendalam untuk memastikan asal dana tersebut.

    Menurut keterangan sementara, uang tersebut diduga berasal dari Ariyanto Bakri dan diserahkan oleh Wahyu Gunawan (WG) kepada pihak-pihak lain, termasuk Djumyanto, Agam Syarif Baharudin, dan Ali Muhtarom.

    4. RUU Perampasan Aset Mandek karena Politik, Pemerintah Lobi Parpol

    Menkum Supratman Andi Agtas mengatakan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset Tindak Pidana terhambat karena dinamika politik. Padahal RUU ini penting untuk memerangi koruptor.

    Menurutnya, pemerintah akan segera berkomunikasi dengan semua partai politik untuk menentukan nasib RUU Perampasan Aset yang sudah lama diwacanakan. Supratman berharap RUU Perampasan Aset bisa segera dibahas secara komprehensif dengan DPR dalam waktu dekat. Pemerintah akan mengajukan kembali RUU itu dalam program legislasi nasional (prolegnas) yang akan datang.

    5. Jaksa Belum Siap, Sidang Hakim Ronald Tannur Ditunda

    Sidang pembacaan tuntutan terhadap tiga hakim yang sebelumnya memvonis bebas Ronald Tannur terpaksa ditunda di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. Penundaan hingga Selasa 22 April 2025 ini disebabkan jaksa penuntut umum (JPU) masih memerlukan waktu untuk merapikan berkas materi tuntutan.

    Ketiga hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, yakni Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo, seharusnya menghadapi tuntutan pada hari ini terkait dakwaan suap yang diduga mereka terima untuk membebaskan Ronald Tannur dari dakwaan pembunuhan Dini Sera Afrianti.

    Demikian isu politik dan hukum Beritasatu.com, di antaranya wacana pendirian pangkalan militer Rusia di Indonesia.

  • Menteri Hukum Soal Kejelasan Nasib RUU Perampasan Aset: Ini Soal Politik Saja

    Menteri Hukum Soal Kejelasan Nasib RUU Perampasan Aset: Ini Soal Politik Saja

    Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Hukum Supratman Andi Agtas blak-blakan menyampaikan bahwa nasib Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perampasan Aset sangat tergantung dengan proses politik.

    Supratman menyebut pemerintahan Prabowo Subianto telah menjadikan RUU Perampasan Aset sebagai atensi. Politisi Gerindra ini menyebut pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU tengah dibahas oleh lintas kementerian/lembaga. 

    Namun demikian, dia mengingatkan bahwa pemerintah telah menyerahkan pembahasan RUU Perampasan Aset ke DPR. Menurutnya, pembahasan RUU tersebut tinggal tergantung dengan kesepakatan antara partai-partai politik di DPR. 

    “Seperti yang selalu saya sampaikan kemarin bahwa ini menyangkut soal politik. Ini perlu komunikasi yang sungguh-sungguh dengan seluruh kekuatan-kekuatan politik dalam hal ini partai-partai politik untuk dilakukan terutama dari pihak pemerintah akan melakukan itu,” ujarnya kepada wartawan di Kantor Kementerian Hukum, Jakarta, Selasa (15/4/2025). 

    Mantan Ketua Baleg DPR itu mengatakan, pemerintah akan mendorong RUU Perampasan Aset agar masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025-2029. Namun, dia menyebut harus ada kesepakatan politik yang kuat di awal agar pembahasannya lancar di parlemen. 

    “Jadi ini soal politik saja nih ya, soal politik. Di pemerintah standingnya sudah jelas nih, belum berubah seperti di pemerintahan sebelumnya juga sama dengan pemerintahan sekarang,” kata Supratman. 

    Supratman yang merupakan politisi Partai Gerindra itu juga menjabat sebagai Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) pada pemerintahan sebelumnya. Pada saat itu, Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) meminta DPR agar segera mengesahkan RUU Perampasan Aset. 

    Sebelumnya RUU Perampasan Aset tidak masuk ke prolegnas prioritas 2025. Namun, RUU tersebut masuk ke prolegnas jangka menengah 2025-2029.