Tag: Sundar Pichai

  • Bos Google Kasih Peringatan Buat Pengguna HP Android, Simak!

    Bos Google Kasih Peringatan Buat Pengguna HP Android, Simak!

    Jakarta, CNBC Indonesia – Aplikasi di HP bisa menjadi ‘gerbang masuk’ insiden penyerangan siber. Ada banyak kasus yang menunjukkan pencurian data sensitif terjadi lewat aplikasi berbahaya yang disisipi malware. 

    Umumnya, aplikasi-aplikasi ini menyamar sebagai tool yang fungsional bagi pengguna. Misalnya aplikasi produktivitas, hiburan, atau game. Namun, risiko serangan siber bisa direduksi dengan menginstal aplikasi lewat toko aplikasi resmi. 

    Misalnya melalui Google Play Store untuk pengguna HP Android atau Apple App Store untuk pengguna iPhone. Bagi pengguna HP Android, dari dulu memang ada kebebasan untuk melakukan ‘sideloading’, alias menginstal aplikasi melalui website pihak ketiga atau sumber lain. 

    Kendati diperbolehkan, namun beberapa saat lalu CEO Google Sundar Pichai memperingatkan para pengguna HP Android untuk tidak melakukan sideloading.

    Pembahasan soal sideloading sudah lama menjadi kontroversi. Kubu terpecah menjadi dua, di satu sisi banyak yang menyatakan sideloading memberikan kebebasan dan fleksibilitas bagi pengguna untuk bebas mengakses aplikasi buatan pengembang yang tak tersedia secara resmi.

    Namun, di sisi lain banyak yang menilai sideloading berisiko mendatangkan bahaya. Sebab, aplikasi yang tersedia di toko aplikasi resmi sudah melalui proses penyaringan, sehingga lebih aman.

    Dalam pemaparannya, Pichai memberikan peringatan ke semua pengguna HP Android bahwa aplikasi sideloading memiliki risiko yang tinggi karena rentan terinfeksi malware.

    Peringatan tersebut sejalan dengan alasan Apple yang sebelumnya ‘anti’ memberikan izin sideloading. Apple juga menjadikan pernyataan Google sebagai ‘senjata’, dan menyatakan Google saja tahu seberapa besar potensi bahaya yang ditimbulkan oleh aplikasi sideloading.

    Debat soal sideloading bertumpu pada satu hal, yakni bagaimana menciptakan keseimbangan antara kebebasan pengguna dan keamanan pengguna.

    Meski sideloading berisiko mendatangkan virus bahaya, tetapi mekanisme itu turut mendukung para developer aplikasi independen yang tak mau terikat pada sistem aplikasi resmi di Google Play Store atau Apple App Store.

    Apple Akhirnya Menyerah

    Sebagai informasi, sideloading dulunya tidak bisa dilakukan di iPhone. Apple sejak awal melarang keras mekanisme tersebut.

    Hal ini juga menjadi salah satu perbedaan kunci antara sistem operasi iOS milik Apple dan Android milik Google.

    iOS benar-benar eksklusif. Semua aplikasi yang diinstal ke iPhone dan iPad harus melalui toko aplikasi Apple App Store.

    Kendati demikian, Undang-Undang Pasar Digital (DMA) yang ditetapkan oleh Uni Eropa akan memaksa Apple mengakomodir mekanisme sideloading pada perangkatnya.

    DMA menilai sideloading penting agar tak terjadi praktik monopoli. Apple akhirnya menyerah setelah ditekan aturan Uni Eropa. Pengguna iPhone di kawasan tersebut diperbolehkan melakukan sideloading.

    “Hanya pengguna yang berbasis di Uni Eropa yang dapat memasang aplikasi melalui distribusi aplikasi alternatif. Negara atau wilayah Akun Apple Anda harus diatur ke salah satu negara atau wilayah Uni Eropa, dan Anda harus berada di wilayah Uni Eropa,” tulis laman Apple Support pada artikel yang diunggah 30 Juli 2025.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Bos Google Kasih Peringatan Buat Pengguna HP Android, Simak!

    Komen Tak Terduga Bos Besar Google Saat Ditendang ChatGPT

    Jakarta, CNBC Indonesia – Industri teknologi berubah total sejak kemunculan ChatGPT, layanan chatbot AI besutan OpenAI yang meluncur pada November 2022. Sejak saat itu, para raksasa teknologi berlomba-lomba meluncurkan layanan AI dengan inovasi lebih jauh dari sekadar chatbot berbasis teks.

    Google yang dulunya merupakan ‘raja’ mesin pencari, kini harus berhadapan dengan banyak pesaing baru yang mematrikan AI dalam layanannya. Google juga tak tinggal diam dengan merilis aplikasi AI Gemini yang sudah tersedia di seluruh ekosistem produknya.

    Sebelum kemunculan ChatGPT, Google sejatinya sudah mengembangkan produk AI selama bertahun-tahun. Namun, ChatGPT membuat raksasa teknologi harus bertarung lebih cepat dan intens.

    Baru-baru ini, CEO Alphabet yang merupakan induk Google, Sundar Pichai, mengungkap reaksinya di era-era awal perilisan ChatGPT. Ia menceritakan pengalamannya dalam gelaran teknologi tahunan ‘Dreamforce’ dari Salesforce.

    CEO Salesforce Marc Benioff menanyakan Pichai tentang posisi Google yang saat itu menjadi ‘pemimpin absolut AI’ ketika harus berhadapan dengan peluncuran ChatGPT dari perusahaan kecil (kala itu) asal San Francisco.

    Pichai mengatakan Google sebenarnya saat itu sudah membuat perkembangan signifikan untuk produk-produk AI, termasuk membuat versi chatbot internal.

    “Tapi Anda benar, kredit untuk OpenAI yang meluncurkannya pertama kali,” kata Pichai, dikutip dari Business Insider, Jumat (17/10/2025).

    Ketika OpenAI meluncurkan ChatGPT, perusahaan itu dibekingi oleh Microsoft yang merupakan pesaing Google. Kemuncurlan ChatGPT dinilai sebagai tantangan besar bagi dominasi Google di sektor AI.

    The New York Times kala itu melaporkan bahwa manajemen Google mengeluarkan ‘kode merah’, dan Pichai menginstruksikan beberapa tim untuk fokus ke upaya pengembangan AI.

    Dalam perbincangan dengan Benioff, Pichai membandingkan momen tersebut dengan momen-momen lain yang telah ia saksikan di sektor internet konsumen. Misalnya ketika Google mengembangkan pencarian video, kemudian YouTube muncul. Google kemudian mencaplok YouTube pada 2026.

    Contoh lainnya ketika Facebook melihat popularitas konten foto di feed, kemudian Instagram muncul. Akhirnya, Facebook mengakuisisi Instagram.

    “Kami tahu di dunia yang berbeda, kami mungkin akan meluncurkan chatbot kami beberapa bulan di depan,” kata Pichai.

    “Kami saat itu belum mencapai tingkat di mana kami bisa merilisnya. Masih banyak masalah yang kami hadapi kala itu,” ia menambahkan.

    Pichai menekankan bahwa Google sudah menggelontorkan investasi besar-besaran di sektor AI sebelum ChatGPT rilis. Misalnya dari tim riset untuk memproduksi chip sendiri dalam infrastruktur penopangnya.

    Ia mengklaim Google kala itu sudah berada di posisi yang baik dalam pengembangan AI, ketika ChatGPT meluncur. Ia juga memberikan komen tak terduga terkait perasaannya saat diselip oleh OpenAI. Bukannya geram, Pichai mengaku antusias.

    “Buat saya, ketika ChatGPT meluncur, sebenarnya kontras dari apa yang orang-orang luar rasakan. Saya justru antusias karena saya tahu jendelanya sudah bergeser,” ia menuturkan.

    Beberapa saat setelah ChatGPT rilis, Pichai mengatakan Google tak segera merilis chatbot saingannya karena sang raksasa mesin pencari memiliki risiko reputasi yang lebih besar ketimbang OpenAI.

    Pada Maret 2024, Google akhirnya merilis chatbot AI miliknya. Tadinya dinamai ‘Bard’, lalu belakangan berubah menjadi Gemini. Saat ini, Gemini juga menyediakan fitur penciptaan visual Nano Banana yang populer. Gemini juga sudah tersedia di semua lini produk Google.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Tekanan Politik, YouTube Buka Akses Pelaku ‘Penyebar Misinformasi’ yang Diblokir – Page 3

    Tekanan Politik, YouTube Buka Akses Pelaku ‘Penyebar Misinformasi’ yang Diblokir – Page 3

    Masih beririsan dengan kasus pembatasan suara yang dilakukan oleh YouTube atas desakan dari kubu Demokrat, kini mereka harus menerima imbas dari buntut perkara tersebut.

    Diwartakan CNBC, Presiden AS saat ini Donald Trump, menggugat YouTube, Facebook, dan X (sebelumnya Twitter) pada pertengahan 2021 setelah akun-akunnya di tiga laman besar itu ditangguhkan karena dianggap berisiko memicu kekerasan.

    Buntut dari gugatan Presiden Trump membuat YouTube sepakat membayar USD 24,5 juta atau sekitar Rp 408 miliar untuk menyelesaikan tuntutan tersebut.

    Selain YouTube, Meta juga ikut!

    Pada Januari, Meta, selaku perusahaan induk Facebook sepakat membayar USD 25 juta atau sekitar Rp 415 miliar. Sebulan kemudian, platform X milik Elon Musk, sebelumnya dikenal sebagai Twitter, juga sepakat menyelesaikan kasus serupa dengan nilai sekitar USD 10 juta atau sekitar Rp 166 miliar.

    Namun langkah tersebut menuai sorotan politik, sebab pada Agustus 2025, sejumlah senator Partai Demokrat, termasuk Elizabeth Warren dari Massachusetts, mengirim surat kepada CEO Google Sundar Pichai dan CEO YouTube Neal Mohan.

  • Selesaikan Sengketa, YouTube Sepakat Bayar Trump Rp 408 Miliar – Page 3

    Selesaikan Sengketa, YouTube Sepakat Bayar Trump Rp 408 Miliar – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – YouTube sepakat membayar USD 24,5 juta atau sekitar Rp 408 miliar (estimasi kurs Rp 16.670 per USD) untuk menyelesaikan gugatan terkait penangguhan akun Presiden AS, Donald Trump, usai kerusuhan di Gedung Capitol pada 6 Januari 2021.

    Berdasarkan berkas di Pengadilan Distrik AS untuk California Utara pada Senin (29/9/2025), kesepakatan tersebut tidak akan dianggap sebagai pengakuan kesalahan atau tanggung jawab dari pihak terdakwa maupun pihak terkait.

    Trump menggugat YouTube, Facebook, dan X (sebelumnya Twitter) pada pertengahan 2021 setelah akun-akunnya di tiga laman besar itu ditangguhkan karena dianggap berisiko memicu kekerasan.

    Dikutip dari CNBC, Selasa (30/9/2025), sejak Trump memenangkan masa jabatan keduanya pada November lalu dan kembali ke Gedung Putih pada Januari, sejumlah perusahaan teknologi mulai menyelesaikan perselisihan mereka dengan sang presiden.

    Pada Januari, Meta, selaku perusahaan induk Facebook sepakat membayar USD 25 juta. Sebulan kemudian, platform X milik Elon Musk, sebelumnya dikenal sebagai Twitter, juga sepakat menyelesaikan kasus serupa dengan nilai sekitar USD 10 juta.

    Namun langkah tersebut menuai sorotan politik. Pada Agustus, sejumlah senator Partai Demokrat, termasuk Elizabeth Warren dari Massachusetts, mengirim surat kepada CEO Google, Sundar Pichai, dan CEO YouTube, Neal Mohan.

    Dalam surat itu, para senator menyatakan kekhawatiran bahwa penyelesaian dengan Trump bisa menjadi bagian dari “kesepakatan quid-pro-quo” (Pertukaran barang atau jasa secara timbal balik) untuk menghindari akuntabilitas penuh atas dugaan pelanggaran hukum persaingan, perlindungan konsumen, dan ketenagakerjaan. Mereka juga memperingatkan kondisi tersebut berpotensi membuat perusahaan melanggar undang-undang suap federal.

  • Trump Serang Microsoft, Desak Petinggi Eks Biden Lisa Monaco Dipecat

    Trump Serang Microsoft, Desak Petinggi Eks Biden Lisa Monaco Dipecat

    Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali memantik polemik setelah secara terbuka menuntut Microsoft memecat Lisa Monaco.

    Trump menuding Monaco—mantan pejabat tinggi di pemerintahan Barack Obama dan Joe Biden—sebagai ancaman bagi keamanan nasional Amerika dengan dalih dia kini memiliki akses ke data sensitif melalui posisinya di raksasa teknologi itu.

    Dalam unggahan di platform Truth Social, Minggu (28/9/2025) Trump secara eksplisit menyampaikan bahwa dengan latarbelakangnya sebagai Deputi Jaksa Agung para era pemerintahan Biden serta penasihat keamanan dalam negeri Presiden Obama, Monaco ancaman bagi negara.

    Trump bahkan mengungkit telah resmi mencabut seluruh izin keamanan Monaco awal tahun ini, bersamaan dengan pencabutan akses bagi figur-figur Demokrat lain seperti Joe Biden dan Hillary Clinton.

    “Menurut saya, Microsoft harus segera memberhentikan Lisa Monaco,” kata Trump.

    Microsoft menolak berkomentar, sementara Monaco sendiri belum memberikan tanggapan atas serangan Trump.

    Sejak bergabung pada Mei 2025, Monaco memimpin urusan kebijakan keamanan siber Microsoft dan hubungan dengan pemerintah dunia—sebuah posisi strategis yang beririsan dengan banyak kontrak jasa digital penting antara Microsoft dan pemerintah federal AS menurut laporan Axios.

    Trump juga didukung kelompok sayap kanan, seperti aktivis Laura Loomer, yang sejak awal menuding Microsoft keliru menunjuk Monaco.

    Konflik Trump dan industri teknologi sudah berlangsung lama, bahkan sejak periode kepresidenan sebelumnya. Trump pernah menuntut Intel agar melepas CEO Lip-Bu Tan dengan tuduhan konflik kepentingan.

    Namun, setelah Intel memberikan 10% saham ke pemerintah AS sebagai bagian dari perjanjian dana, Trump melunak dan menyebut Tan sebagai CEO yang “sangat dihormati”.

    Tak hanya itu, Trump berkali-kali mengkritik perusahaan media sosial seperti Twitter, Facebook, dan Google, menuding bias politik dan penyensoran terhadap dirinya dan pendukungnya.

    Selama masa pemerintahannya, beberapa eksekutif teknologi besar seperti Jeff Bezos (Amazon), Tim Cook (Apple), dan Sundar Pichai (Google) juga sempat mendapat tekanan politik ekstensif dari Gedung Putih.

    Aksi terbuka Trump terhadap Monaco dan Microsoft menguatkan kecemasan banyak pihak soal politisasi jabatan krusial di perusahaan teknologi besar, terutama yang berkaitan dengan keamanan digital nasional.

    Banyak pihak menilai langkah Trump tersebut adalah upaya menjadikan perusahaan teknologi sebagai alat politik, sejalan dengan strategi balas dendam terhadap musuh politik lama dan tekanan pada eksekutif yang berafiliasi dengan administrasi lawan.

  • Trump Turun Gunung Usai Google dan Apple Dipalak Habis-habisan

    Trump Turun Gunung Usai Google dan Apple Dipalak Habis-habisan

    Jakarta, CNBC Indonesia – Perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan berbagai negara di dunia masih terus berlangsung, bahkan memanas. Salah satunya antara AS dengan Eropa.

    Eropa diketahui sedang memperketat aturan terhadap raksasa teknologi asal AS seperti Apple dan Google. Aturan tersebut terkait praktik monopoli raksasa teknologi, yang berujung pada hukuman denda.

    Presiden AS Donald Trump turun gunung untuk membela Apple dan Google. Pada akhir pekan lalu, Trump mengancam akan meluncurkan investigasi perdagangan untuk membatalkan denda yang disebut ‘diskriminatif’ dari Eropa terhadap Google dan Apple.

    “Kita tidak bisa membiarkan hal ini terjadi pada perusahaan AS yang menakjubkan. Ini belum pernah terjadi sebelumnya. Jika hal ini terjadi, saya akan terpaksa memulai proses hukum Pasal 301 untuk membatalkan denda tidak adil yang dikenakan kepada Perusahaan-Perusahaan AS Pembayar Pajak ini,” tulis Trump di Truth Social, dikutip dari CNBC International, Senin (8/9/2025).

    Ancaman tersebut ia sampaikan beberapa jam setelah Google menerima denda senilai hampir US$3,5 miliar dari Uni Eropa dalam kasus antimonopoli besar yang berpusat pada bisnis teknologi periklanan raksasa mesin pencari tersebut.

    Unggahan tersebut juga muncul sehari setelah Trump mengadakan jamuan makan malam di Gedung Putih bersama sekelompok eksekutif teknologi papan atas, yang bergantian memujinya.

    CEO Google Sundar Pichai berterima kasih kepada Trump setelah hakim AS mengeluarkan putusan yang menguntungkan dalam kasus antimonopoli penting terhadap Alphabet. Pichai mengatakan ia menghargai dialog konstruktif yang dilakukan pemerintah.

    Dalam unggahannya, Trump mengeluh dan menuduh Eropa “secara efektif mengambil uang yang seharusnya digunakan untuk Investasi dan Lapangan Kerja AS.”

    Trump menekankan bawa denda dan pajak lain yang dikeluarkan terhadap Google dan perusahaan AS lainnya tidak adil.

    “Wajib pajak AS tidak akan menoleransi ini!,” ujarnya.

    Dalam unggahan lanjutan pada Jumat (5/9) sore, Trump mengklaim bahwa Google sebelumnya telah membayar US$13 miliar dalam klaim dan tuduhan palsu.

    Tidak jelas dari mana angka tersebut berasal, meskipun perusahaan tersebut baru-baru ini menghadapi serangkaian denda regulasi yang besar.

    Ia juga mengecam Uni Eropa karena memeras miliaran dolar dari Apple dalam bentuk pajak tertunggak dan denda atas dugaan praktik antikompetisi.

    Unggahan tersebut mengklaim bahwa Apple telah didenda US$17 miliar, tetapi angka tersebut tampaknya mencakup putusan pengadilan tahun 2024 di Irlandia yang memerintahkan perusahaan untuk membayar lebih dari US$14 miliar dalam bentuk pajak tertunggak.

    “Apple harus mendapatkan kembali uang mereka!,” tulis Trump.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Trump Ancam Tarif Dagang Baru ke Uni Eropa Usai Google Didenda Rp57 Triliun

    Trump Ancam Tarif Dagang Baru ke Uni Eropa Usai Google Didenda Rp57 Triliun

    Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali mengibarkan bendera perang dagang. Kali ini, Uni Eropa jadi sasaran setelah Brussels menjatuhkan denda hampir 3 miliar euro atau sekitar Rp57 triliun (asumsi kurs Rp19.200 per euro) kepada anak usaha Google yaitu Alphabet Inc. atas praktik penyalahgunaan dominasi pasar iklan digital.

    Trump menegaskan tidak akan tinggal diam menghadapi sanksi Uni Eropa. Menurutnya, sanksi itu merupakan diskriminatif terhadap perusahaan teknologi AS. 

    “Sangat tidak adil, dan pembayar pajak Amerika tidak akan diam saja! Pemerintahan saya tidak akan membiarkan tindakan diskriminatif ini terus berlangsung,” tulis Trump di media sosial Truth Social seperti dikutip dari Bloomberg, Sabtu (6/9/2025).

    Trump mengisyaratkan akan membuka investigasi Section 301—instrumen hukum yang kerap dipakai Washington untuk menekan mitra dagang. Jika diterapkan maka langkah itu berpotensi berujung pada pemberlakuan tarif baru atas produk Eropa.

    Sebelumnya, dia telah menggunakan mekanisme yang sama untuk menarget impor Brasil. Kini, Trump kembali memperingatkan negara mana pun yang mengenakan pajak digital terhadap perusahaan Amerika akan dikenai tarif ‘substansial’.

    “Ini bukan soal China atau negara lain. Masalahnya Uni Eropa,” tegas Trump setelah menggelar pertemuan dengan para petinggi teknologi, termasuk CEO Google Sundar Pichai, CEO Meta Mark Zuckerberg, dan CEO Apple Tim Cook.

    Eropa Lawan Dominasi Google

    Adapun Komisi Eropa menyatakan Google melanggar aturan persaingan dengan memberi keunggulan bagi layanan iklannya sendiri.

    “Kebebasan sejati berarti level playing field—semua pemain bersaing setara dan warga punya hak untuk memilih,” ujar Komisioner Antitrust UE Teresa Ribera.

    Google menyatakan akan mengajukan banding atas denda tersebut. Langkah itu menambah panjang daftar penalti dari Brussels terhadap perusahaan teknologi AS, setelah sebelumnya Google diganjar denda Android 4,125 miliar euro dan kasus belanja online 2,42 miliar euro.

    Masalahnya, ancaman tarif baru terhadap UE berpotensi memperlebar ketegangan dagang lintas Atlantik di tengah ekonomi global yang masih rapuh. Total denda yang kini mendekati 10 miliar euro membuat hubungan Washington–Brussels semakin panas, dengan risiko merembet pada stabilitas pasar digital dan perdagangan barang.

  • Trump Bertemu Bos-bos Perusahaan Teknologi, Elon Musk Tak Tampak

    Trump Bertemu Bos-bos Perusahaan Teknologi, Elon Musk Tak Tampak

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menggelar jamuan makan malam di Gedung Putih pada Kamis malam bersama pengusaha, bos-bos perusahaan teknologi hingga politisi. Namun, CEO Tesla Elon Musk tak tampak dalam pertemuan tersebut.

    Menurut keterangan Gedung Putih, lebih dari belasan tokoh besar teknologi masuk daftar undangan, termasuk pendiri Meta Mark Zuckerberg, CEO Apple Tim Cook, pendiri Microsoft Bill Gates, pendiri OpenAI Sam Altman, CEO Google Sundar Pichai, dan CEO Microsoft Satya Nadella.

    Dikutip dari CBS News, Sabtu (6/9/2025), dalam acara itu, Trump duduk bersebelahan dengan Zuckerberg, sementara Gates berada di samping Ibu Negara Melania Trump.

    Trump yang belakangan dekat dengan pimpinan Apple dan Nvidia serta berupaya menarik komitmen investasi mereka melontarkan pujian dengan sebutan ‘pemimpin revolusi dalam bisnis dan kecerdasan’.

    “Ini jelas kelompok dengan IQ tinggi, dan saya sangat bangga pada mereka,” kata Trump.

    Beberapa tokoh diminta Trump untuk berbicara, termasuk Zuckerberg, Nadella, dan Pichai. Gates menggunakan kesempatan tersebut untuk menyoroti kemajuan teknologi vaksin. Gates memuji inisiatif vaksin COVID-19 Operation Warp Speed yang diluncurkan Trump, seraya menekankan kebutuhan riset baru untuk penyakit seperti HIV dan anemia sel sabit.

    U.S. President Donald Trump, first lady Melania Trump and Microsoft cofounder Bill Gates attend a private dinner for technology and business leaders in the State Dining Room at the White House in Washington, D.C., U.S., September 4, 2025. REUTERS/Brian Snyder Foto: REUTERS/Brian Snyder

    Elon Musk Tak Bisa Hadir

    Sementara itu, Elon Musk menulis di X bahwa ia sebenarnya diundang tetapi tidak bisa hadir dan mengutus perwakilannya. Pejabat Gedung Putih mengonfirmasi bahwa orang terkaya di dunia itu memang masuk daftar undangan.

    Hubungan Musk dan Trump sendiri sempat retak awal tahun ini. Elon Musk keluar dari lingkaran pemerintahan sambil mengkritik keras Trump terkait belanja negara dan kasus Epstein, bahkan berjanji membentuk partai politik baru bernama America Party meski hingga kini belum terwujud.

    Meski begitu, awal pekan ini Trump kembali meramalkan bahwa Elon Musk akan balik ke Partai Republik. “Saya rasa dia tidak punya pilihan,” ujar Trump dalam wawancara radio.

    “Masa iya dia mau gabung dengan kaum radikal kiri yang gila? Mereka gila. Dia orang dengan akal sehat, dia orang baik,” tambah Trump.

    Trump menyebut Elon Musk sebagai sosok yang 80% super jenius, tapi 20% bermasalah. Menurutnya, jika bagian yang 20% itu bisa diselesaikan maka Elon Musk akan jadi luar biasa.

    “Dia memang sempat salah langkah, tapi itu wajar, kadang hal-hal begitu terjadi,” ujar Trump.

    Halaman 2 dari 2

    (ily/ara)

  • Trump Kumpulkan Zuckerberg Sampai Bill Gates, Minus Elon Musk

    Trump Kumpulkan Zuckerberg Sampai Bill Gates, Minus Elon Musk

    Washington

    Presiden Donald Trump mengundang sejumlah tokoh penting dari kalangan elit dunia teknologi untuk makan malam di Gedung Putih. Namun Elon Musk, orang terkaya dunia pemilik Tesla dan SpaceX, tidak kelihatan batang hidungnya.

    Di antara mereka yang hadir dalam makan malam pada 4 September itu adalah pendiri Meta Mark Zuckerberg, pendiri Microsoft Bill Gates, CEO Apple Tim Cook, Sergey Brin dan Sundar Pichai dari Google, dan pendiri OpenAI Sam Altman.

    Dikutip detikINET dari USA Today, Elon Musk yang pernah menjadi sekutu terdekat Trump sebelum berselisih tidak datang. Di X, dia mengaku diundang, tetapi sayangnya tidak dapat hadir.

    Setelah hubungan yang dulunya dingin dengan Silicon Valley, Trump diterima oleh banyak pemimpin teknologi di masa jabatan keduanya. Dia mempromosikan mata uang kripto, memperingatkan negara-negara asing agar tidak meregulasi teknologi, dan mendorong dominasi Amerika dalam AI.

    Para tamu makan malam itu pun bergantian memuji Trump selama acara tersebut. Para pemimpin teknologi yang diundang ke Gedung Putih mewakili beberapa perusahaan AI terbesar di dunia. Zuckerberg duduk di sebelah presiden, sementara Gates duduk di sebelah ibu negara Melania Trump.

    Trump duduk bersama Mark Zuckerberg. Foto: REUTERS/Brian Snyder

    “Merupakan suatu kehormatan berada di sini bersama sekelompok orang ini, mereka memimpin revolusi dalam bisnis, kejeniusan, dan dalam setiap kata yang saya pikir dapat Anda bayangkan,” kata Trump saat membuka acara.

    Melania Trump menyelenggarakan acara Gedung Putih yang berfokus pada AI pada hari sebelumnya yang dihadiri Altman dan Pichai. “Robot sudah ada di sini. Masa depan kita bukan lagi fiksi ilmiah,” kata Melania Trump di acara tersebut.

    Perusahaan-perusahaan AS berlomba membangun dominasi AI atas China, dan Trump menjadi pendorong utama. Ia menunjuk kapitalis ventura David Sacks sebagai kepala AI dan kripto Gedung Putih. Sacks menguraikan upaya pemerintahan Trump untuk memastikan AS mendominasi AI dan berterima kasih ke para pemimpin teknologi yang hadir karena mengutamakan Amerika.

    Trump telah menerapkan program tarif agresif dan mendorong perusahaan untuk mengalihkan manufaktur ke Amerika Serikat, membuat banyak perusahaan untuk mengumumkan investasi baru di AS.

    Pemerintahan Trump merilis cetak biru kecerdasan buatan pada bulan Juni, bertujuan untuk melonggarkan aturan lingkungan dan memperluas ekspor AI ke negara-negara sekutu. Itu sebagai upaya mempertahankan keunggulan Amerika atas China dalam teknologi penting tersebut.

    Daftar undangan makan malam tersebut juga termasuk dua lusin tokoh teknologi terkemuka. Mereka antara lain CEO Figma, Dylan Field, Presiden Groq, Sunny Madra, pendiri Social Capital, Chamath Palihapitiya, pendiri Zynga, Mark Pincus, pendiri Ring, Jamie Siminoff, dan CEO Oracle, Safra Catz.

    Juga ada CEO Blue Origin, David Limp, CEO Micron Technology, Sanjay Mehrotra, Presiden OpenAI, Greg Brockman, CEO Microsoft, Satya Nadella, pendiri Tibco, Vivek Ranadive, dan Chief Technology Officer Palantir, Shyam Sankar.

    (fyk/fyk)

  • Perusahaan AI Saingan Google Dapat Berkah dari Perintah Berbagi Data, Namun Google Belum Tersingkir

    Perusahaan AI Saingan Google Dapat Berkah dari Perintah Berbagi Data, Namun Google Belum Tersingkir

    JAKARTA – Sekelompok perusahaan kecerdasan buatan (AI) yang sedang naik daun mendapat manfaat dari putusan antitrust pengadilan di AS pada Selasa 2 September yang memerintahkan Alphabet, induk perusahaan Google, untuk berbagi data pencarian berharganya dengan para pesaing. Namun, menandingi dominasi Google akan membutuhkan waktu dan sumber daya besar, tanpa jaminan bahwa produk saingan akan memenangkan hati pengguna, menurut para ahli.

    Meskipun Google terhindar dari hukuman berat seperti penjualan browser Chrome dan sistem operasi Android, putusan Hakim Distrik AS, Amit Mehta, ini menjadi pengakuan terhadap upaya regulator untuk menciptakan persaingan yang lebih adil bagi perusahaan-perusahaan yang telah menginvestasikan miliaran dolar untuk mengembangkan bisnis AI mereka.

    Dalam putusannya, Mehta menulis, “Kemunculan AI generatif mengubah arah kasus ini.” Ia menjelaskan bahwa puluhan juta orang kini menggunakan chatbot AI generatif seperti ChatGPT, Perplexity, dan Claude untuk mencari informasi yang sebelumnya mereka dapatkan melalui pencarian internet. Meski chatbot ini belum bisa sepenuhnya menggantikan pencarian tradisional, industri memperkirakan bahwa pengembang akan terus menambahkan fitur pada produk AI generatif agar lebih menyerupai fungsi Google Search.

    Kewajiban berbagi data tidak mengubah cara distribusi Google saat ini, yang memungkinkan perusahaan tersebut terus membayar perusahaan seperti Apple untuk menjadikan mesin pencarinya sebagai opsi default. Namun, ini menurunkan hambatan bagi pesaing untuk mengembangkan dan mendistribusikan alternatif pencarian mereka sendiri, kata para ahli.

    Ancaman AI dan Kebutuhan Modal Besar

    Beberapa pihak mengatakan bahwa produk AI ini merupakan ancaman yang lebih besar bagi Google dibandingkan kasus antitrust itu sendiri. Namun, pengembangan produk tersebut membutuhkan waktu dan sumber daya yang sangat besar, memberikan kepercayaan kepada investor Alphabet dalam jangka pendek.

    Mesin pencarian AI dan browser saat ini belum mampu menggerus pangsa pasar Google secara signifikan. Meskipun ChatGPT dari OpenAI telah melampaui Gemini milik Google dalam hal jumlah pengguna, Google telah melawan dengan fitur seperti AI Overviews dan AI Mode untuk mempertahankan pengguna di mesin pencarinya.

    “Membangun pengalaman pengguna yang kompetitif berdasarkan data dan indeks yang disediakan Google memerlukan upaya besar,” kata Deepak Mathivanan, analis dari Cantor Fitzgerald. “Dan butuh waktu lebih lama bagi konsumen untuk menerima pengalaman baru ini.”

    Pengindeksan adalah cara Google menemukan, menganalisis, dan menyimpan halaman situs web dalam basis datanya untuk memberikan hasil pencarian yang relevan, sekaligus memperluas jangkauan situs web melalui publikasi ulang konten. Bahkan dengan akses ke data Google, membangun produk yang mampu menarik pengguna dari Google akan “sangat mahal,” kata Ben Bajarin, CEO firma konsultan teknologi Creative Strategies.

    Namun, sejumlah startup AI yang didukung dana besar telah menggelontorkan investasi ventura yang signifikan untuk tujuan ini. OpenAI menawarkan produk pencarian dalam ChatGPT dan, menurut laporan Reuters pada Juli, hampir merilis browser web untuk menantang Chrome. Startup Perplexity, yang didukung oleh Nvidia, telah meluncurkan pencarian dan browser bertenaga AI, dan kini sedang bernegosiasi untuk memasang browsernya di perangkat beberapa produsen ponsel.

    Kekhawatiran Google dan Peluang Pesaing

    CEO Alphabet, Sundar Pichai, menyatakan kekhawatiran selama persidangan pada April bahwa langkah berbagi data yang diminta Departemen Kehakiman AS dapat memungkinkan pesaing untuk merekayasa balik teknologi Google. Dengan wawasan tentang kekayaan intelektual Google yang mendominasi pasar, raksasa teknologi dengan dana besar dapat kembali mencoba merebut pasar pencarian.

    Microsoft mungkin akan mendorong peningkatan pangsa pasar Bing, dan Apple, yang dianggap tertinggal dalam AI setelah gagal memenuhi janji peningkatan AI untuk produk seperti Siri, bisa mencoba memasuki pasar pencarian, kata Mathivanan.

    Hakim Mehta menyatakan dalam putusannya bahwa mengizinkan Google untuk terus membayar perusahaan lain untuk mempromosikan mesin pencarinya “lebih dapat diterima sekarang” karena “perusahaan teknologi besar sedang mengembangkan, dan startup menerima, ratusan miliar dolar dalam modal untuk mengembangkan produk AI generatif yang mengancam dominasi pencarian internet tradisional.”