Tag: Sundar Pichai

  • Trump Kumpulkan Zuckerberg Sampai Bill Gates, Minus Elon Musk

    Trump Kumpulkan Zuckerberg Sampai Bill Gates, Minus Elon Musk

    Washington

    Presiden Donald Trump mengundang sejumlah tokoh penting dari kalangan elit dunia teknologi untuk makan malam di Gedung Putih. Namun Elon Musk, orang terkaya dunia pemilik Tesla dan SpaceX, tidak kelihatan batang hidungnya.

    Di antara mereka yang hadir dalam makan malam pada 4 September itu adalah pendiri Meta Mark Zuckerberg, pendiri Microsoft Bill Gates, CEO Apple Tim Cook, Sergey Brin dan Sundar Pichai dari Google, dan pendiri OpenAI Sam Altman.

    Dikutip detikINET dari USA Today, Elon Musk yang pernah menjadi sekutu terdekat Trump sebelum berselisih tidak datang. Di X, dia mengaku diundang, tetapi sayangnya tidak dapat hadir.

    Setelah hubungan yang dulunya dingin dengan Silicon Valley, Trump diterima oleh banyak pemimpin teknologi di masa jabatan keduanya. Dia mempromosikan mata uang kripto, memperingatkan negara-negara asing agar tidak meregulasi teknologi, dan mendorong dominasi Amerika dalam AI.

    Para tamu makan malam itu pun bergantian memuji Trump selama acara tersebut. Para pemimpin teknologi yang diundang ke Gedung Putih mewakili beberapa perusahaan AI terbesar di dunia. Zuckerberg duduk di sebelah presiden, sementara Gates duduk di sebelah ibu negara Melania Trump.

    Trump duduk bersama Mark Zuckerberg. Foto: REUTERS/Brian Snyder

    “Merupakan suatu kehormatan berada di sini bersama sekelompok orang ini, mereka memimpin revolusi dalam bisnis, kejeniusan, dan dalam setiap kata yang saya pikir dapat Anda bayangkan,” kata Trump saat membuka acara.

    Melania Trump menyelenggarakan acara Gedung Putih yang berfokus pada AI pada hari sebelumnya yang dihadiri Altman dan Pichai. “Robot sudah ada di sini. Masa depan kita bukan lagi fiksi ilmiah,” kata Melania Trump di acara tersebut.

    Perusahaan-perusahaan AS berlomba membangun dominasi AI atas China, dan Trump menjadi pendorong utama. Ia menunjuk kapitalis ventura David Sacks sebagai kepala AI dan kripto Gedung Putih. Sacks menguraikan upaya pemerintahan Trump untuk memastikan AS mendominasi AI dan berterima kasih ke para pemimpin teknologi yang hadir karena mengutamakan Amerika.

    Trump telah menerapkan program tarif agresif dan mendorong perusahaan untuk mengalihkan manufaktur ke Amerika Serikat, membuat banyak perusahaan untuk mengumumkan investasi baru di AS.

    Pemerintahan Trump merilis cetak biru kecerdasan buatan pada bulan Juni, bertujuan untuk melonggarkan aturan lingkungan dan memperluas ekspor AI ke negara-negara sekutu. Itu sebagai upaya mempertahankan keunggulan Amerika atas China dalam teknologi penting tersebut.

    Daftar undangan makan malam tersebut juga termasuk dua lusin tokoh teknologi terkemuka. Mereka antara lain CEO Figma, Dylan Field, Presiden Groq, Sunny Madra, pendiri Social Capital, Chamath Palihapitiya, pendiri Zynga, Mark Pincus, pendiri Ring, Jamie Siminoff, dan CEO Oracle, Safra Catz.

    Juga ada CEO Blue Origin, David Limp, CEO Micron Technology, Sanjay Mehrotra, Presiden OpenAI, Greg Brockman, CEO Microsoft, Satya Nadella, pendiri Tibco, Vivek Ranadive, dan Chief Technology Officer Palantir, Shyam Sankar.

    (fyk/fyk)

  • Perusahaan AI Saingan Google Dapat Berkah dari Perintah Berbagi Data, Namun Google Belum Tersingkir

    Perusahaan AI Saingan Google Dapat Berkah dari Perintah Berbagi Data, Namun Google Belum Tersingkir

    JAKARTA – Sekelompok perusahaan kecerdasan buatan (AI) yang sedang naik daun mendapat manfaat dari putusan antitrust pengadilan di AS pada Selasa 2 September yang memerintahkan Alphabet, induk perusahaan Google, untuk berbagi data pencarian berharganya dengan para pesaing. Namun, menandingi dominasi Google akan membutuhkan waktu dan sumber daya besar, tanpa jaminan bahwa produk saingan akan memenangkan hati pengguna, menurut para ahli.

    Meskipun Google terhindar dari hukuman berat seperti penjualan browser Chrome dan sistem operasi Android, putusan Hakim Distrik AS, Amit Mehta, ini menjadi pengakuan terhadap upaya regulator untuk menciptakan persaingan yang lebih adil bagi perusahaan-perusahaan yang telah menginvestasikan miliaran dolar untuk mengembangkan bisnis AI mereka.

    Dalam putusannya, Mehta menulis, “Kemunculan AI generatif mengubah arah kasus ini.” Ia menjelaskan bahwa puluhan juta orang kini menggunakan chatbot AI generatif seperti ChatGPT, Perplexity, dan Claude untuk mencari informasi yang sebelumnya mereka dapatkan melalui pencarian internet. Meski chatbot ini belum bisa sepenuhnya menggantikan pencarian tradisional, industri memperkirakan bahwa pengembang akan terus menambahkan fitur pada produk AI generatif agar lebih menyerupai fungsi Google Search.

    Kewajiban berbagi data tidak mengubah cara distribusi Google saat ini, yang memungkinkan perusahaan tersebut terus membayar perusahaan seperti Apple untuk menjadikan mesin pencarinya sebagai opsi default. Namun, ini menurunkan hambatan bagi pesaing untuk mengembangkan dan mendistribusikan alternatif pencarian mereka sendiri, kata para ahli.

    Ancaman AI dan Kebutuhan Modal Besar

    Beberapa pihak mengatakan bahwa produk AI ini merupakan ancaman yang lebih besar bagi Google dibandingkan kasus antitrust itu sendiri. Namun, pengembangan produk tersebut membutuhkan waktu dan sumber daya yang sangat besar, memberikan kepercayaan kepada investor Alphabet dalam jangka pendek.

    Mesin pencarian AI dan browser saat ini belum mampu menggerus pangsa pasar Google secara signifikan. Meskipun ChatGPT dari OpenAI telah melampaui Gemini milik Google dalam hal jumlah pengguna, Google telah melawan dengan fitur seperti AI Overviews dan AI Mode untuk mempertahankan pengguna di mesin pencarinya.

    “Membangun pengalaman pengguna yang kompetitif berdasarkan data dan indeks yang disediakan Google memerlukan upaya besar,” kata Deepak Mathivanan, analis dari Cantor Fitzgerald. “Dan butuh waktu lebih lama bagi konsumen untuk menerima pengalaman baru ini.”

    Pengindeksan adalah cara Google menemukan, menganalisis, dan menyimpan halaman situs web dalam basis datanya untuk memberikan hasil pencarian yang relevan, sekaligus memperluas jangkauan situs web melalui publikasi ulang konten. Bahkan dengan akses ke data Google, membangun produk yang mampu menarik pengguna dari Google akan “sangat mahal,” kata Ben Bajarin, CEO firma konsultan teknologi Creative Strategies.

    Namun, sejumlah startup AI yang didukung dana besar telah menggelontorkan investasi ventura yang signifikan untuk tujuan ini. OpenAI menawarkan produk pencarian dalam ChatGPT dan, menurut laporan Reuters pada Juli, hampir merilis browser web untuk menantang Chrome. Startup Perplexity, yang didukung oleh Nvidia, telah meluncurkan pencarian dan browser bertenaga AI, dan kini sedang bernegosiasi untuk memasang browsernya di perangkat beberapa produsen ponsel.

    Kekhawatiran Google dan Peluang Pesaing

    CEO Alphabet, Sundar Pichai, menyatakan kekhawatiran selama persidangan pada April bahwa langkah berbagi data yang diminta Departemen Kehakiman AS dapat memungkinkan pesaing untuk merekayasa balik teknologi Google. Dengan wawasan tentang kekayaan intelektual Google yang mendominasi pasar, raksasa teknologi dengan dana besar dapat kembali mencoba merebut pasar pencarian.

    Microsoft mungkin akan mendorong peningkatan pangsa pasar Bing, dan Apple, yang dianggap tertinggal dalam AI setelah gagal memenuhi janji peningkatan AI untuk produk seperti Siri, bisa mencoba memasuki pasar pencarian, kata Mathivanan.

    Hakim Mehta menyatakan dalam putusannya bahwa mengizinkan Google untuk terus membayar perusahaan lain untuk mempromosikan mesin pencarinya “lebih dapat diterima sekarang” karena “perusahaan teknologi besar sedang mengembangkan, dan startup menerima, ratusan miliar dolar dalam modal untuk mengembangkan produk AI generatif yang mengancam dominasi pencarian internet tradisional.”

  • Takluk pada Trump, Apple Umumkan Tambah Investasi Rp1.600 Triliun di AS

    Takluk pada Trump, Apple Umumkan Tambah Investasi Rp1.600 Triliun di AS

    Bisnis.com, JAKARTA —  Apple Inc. mengumumkan rencana investasi tambahan senilai US$100 miliar atau sekitar Rp1.600 triliun untuk memperluas produksi di Amerika Serikat (AS). 

    Melansir laman Bloomberg pada Kamis (7/8/2025) langkah ini disebut merupakan bagian dari upaya Apple untuk memperkuat produksi dalam negeri sekaligus menghindari ancaman tarif tinggi atas produk utamanya seperti iPhone.

    Dalam program bertajuk American Manufacturing Program (AMP), Apple berkomitmen membawa lebih banyak rantai pasok dan teknologi manufaktur canggih ke dalam negeri. Beberapa mitra AMP Apple antara lain Corning Inc., Applied Materials Inc., dan Texas Instruments Inc.

    Apple menyebut Corning yang merupakan produsen kaca yang sejak awal sudah menjadi pemasok iPhone akan mengalokasikan satu pabrik penuh di Kentucky khusus untuk produksi kaca Apple. 

    Pembangunan pabrik ini akan menambah jumlah tenaga kerja Corning di negara bagian tersebut hingga 50%. Menurut seorang pejabat Gedung Putih, langkah ini merupakan bagian dari dorongan untuk memproduksi lebih banyak komponen penting di AS. 

    “Agenda ekonomi America First Presiden Trump telah menarik investasi triliunan dolar untuk mendukung lapangan kerja dan bisnis AS. Pengumuman Apple hari ini menjadi kemenangan lain bagi industri manufaktur kita sekaligus memperkuat keamanan ekonomi dan nasional negara,” kata juru bicara Gedung Putih, Taylor Rogers.

    Sebelumnya, Apple sudah mengumumkan rencana investasi US$500 miliar (sekitar Rp8.000 triliun) di AS dalam empat tahun ke depan. Rencana ini mencakup pembangunan fasilitas server di Houston, akademi pemasok di Michigan, dan peningkatan belanja dengan mitra lokal.

    Dengan pengumuman baru ini, total komitmen Apple di AS menjadi US$600 miliar atau sekitar Rp9.600 triliun.

    Analis Bloomberg Intelligence, Anurag Rana dan Andrew Girard, menyebut langkah ini bisa meredakan tekanan dari Gedung Putih atas ketergantungan Apple pada India untuk merakit iPhone. 

    Mereka memprediksi Apple akan lebih fokus mengembangkan produk premium, laboratorium kecerdasan buatan (AI), dan rekayasa semikonduktor di AS, bukan produksi massal perangkat murah.

    Langkah ini muncul setelah Presiden Trump menandatangani kebijakan kenaikan tarif sebesar 25% terhadap barang dari India, menyusul pembelian minyak Rusia oleh India. Kenaikan ini berlaku di atas tarif negara khusus yang juga akan mulai berlaku Kamis ini.

    Meski nilai investasi Apple besar, tapi langkah tersebut masih belum sepenuhnya memenuhi harapan Trump yang menginginkan produksi iPhone dipindah ke AS. Awal tahun ini, Trump bahkan mengancam akan mengenakan tarif 25% pada Apple jika tidak memindahkan produksinya.

    Pekan lalu, CEO Apple Tim Cook menyebut sebagian besar iPhone yang dijual di AS saat ini dirakit di India, sedangkan produk lain seperti MacBook, iPad, dan Apple Watch banyak diproduksi di Vietnam.

    “Kami berusaha mengoptimalkan rantai pasok. Dan ke depan, kami memang akan meningkatkan kegiatan di Amerika Serikat,” kata Cook. 

    Namun, memindahkan manufaktur iPhone ke AS bukan hal mudah, mengingat fasilitas produksi Apple di Cina dan India melibatkan ratusan ribu pekerja dan sistem produksi yang sangat kompleks. Karena itu, Apple lebih memilih untuk melobi agar produk-produknya dikecualikan dari tarif impor.

    Trump diketahui tengah menyusun kebijakan tarif baru terhadap semua produk yang mengandung chip semikonduktor, dan akan mengumumkannya pekan depan. Sementara itu, kebijakan tarif terhadap puluhan negara mitra dagang akan berlaku mulai Kamis 7 Agustus 2025.

    Sebelumnya, Apple pernah berhasil membujuk Trump agar mengecualikan produknya dari pajak impor selama masa jabatan pertama. Jika berhasil lagi, hal ini bisa melindungi margin keuntungan Apple dan menekan kenaikan harga produk di AS bahkan bisa menjadi keuntungan kompetitif dibanding pesaing seperti Samsung Electronics.

    Cook juga diketahui memiliki hubungan baik dengan Trump, termasuk menghadiri pelantikan presiden periode kedua bersama sejumlah petinggi teknologi seperti Elon Musk, Sundar Pichai (Alphabet), Mark Zuckerberg (Meta), dan Jeff Bezos (Amazon).

    Meski begitu, janji awal Apple pada Februari lalu untuk menciptakan 20.000 pekerjaan dan investasi US$500 miliar dinilai hanya sedikit lebih tinggi dibanding rencana sebelumnya, dengan tambahan sekitar 1.000 pekerjaan per tahun dan belanja tambahan senilai US$39 miliar.

    Pengumuman Apple ini melengkapi serangkaian kabar investasi yang disampaikan Trump bersama pemimpin perusahaan besar. 

    Pada awal tahun ini, Trump mengumumkan investasi US$100 miliar dari Oracle, SoftBank, dan OpenAI untuk membangun pusat data kecerdasan buatan (AI) di AS, dengan target jangka panjang hingga US$500 miliar.

    Trump juga menggandeng Nvidia Corp., produsen chip AI terbesar, untuk membangun infrastruktur AI senilai setengah triliun dolar (sekitar Rp8.000 triliun) dalam empat tahun ke depan di AS.

    Trump kini menjadikan investasi sebagai alat diplomasi perdagangan, termasuk dalam kesepakatan dengan Uni Eropa dan Jepang. 

    Kesepakatan dengan UE mencakup pembelian energi AS senilai US$750 miliar dan investasi US$600 miliar. Sementara Jepang sepakat membentuk dana US$550 miliar untuk berinvestasi di AS.

  • OpenAI Masih Tertinggal Jauh dari Google Perihal Pengguna Aktif AI

    OpenAI Masih Tertinggal Jauh dari Google Perihal Pengguna Aktif AI

    Bisnis.com, JAKARTA — OpenAI melaporkan pertumbuhan mengesankan aplikasi ChatGPT, yang berada di jalur yang tepat untuk mencapai 700 juta pengguna aktif pekan ini. Sementara itu pengguna aktif Gemini AI Overviews besutan Google berkisar 2 miliar pengguna. 

    Wakil Presiden OpenAI, Nick Turley melaporkan jumlah pengguna aktif ChatGPT yang mencapai 500 juta pengguna. 

    Dia juga mengatakan, aplikasi chat AI itu telah mengalami pertumbuhan 4 kali lipat sejak tahun lalu.

    “Setiap harinya, orang-orang dan tim belajar, menciptakan, dan memecahkan masalah yang lebih sulit. Terima kasih kepada mereka yang telah membuat ChatGPT lebih bermanfaat,” ucap Nick, mengapresiasi kerja tim OpenAI dilansir TechCrunch, Rabu (6/08/25).

    Pada April, COO perusahaan, Brad Lightcap mengatakan, lebih dari 130 juta pengguna telah membuat lebih dari 700 juta gambar hanya dalam beberapa hari setelah peluncuran.

    Lightcap juga melaporkan, ChatGPT kini memiliki 5 juta pengguna bisnis berbayar, yang jumlahnya naik 3 juta dibanding Juni lalu, disebabkan oleh semakin banyaknya perusahaan dan pendidik yang mengintegrasikan alat AI.

    Firma intelijen pasa, Sensor Tower, pada laporan terbarunya mencatat, pengguna ChatGPT menggunakan aplikasi rata-rata lebih dari 12 hari per bulan. Itu menjadi angka yang tinggi, hanya kalah dibanding Google dan X.

    Laporan tersebut juga menyatakan, pada paruh pertama 2025, pengguna menghabiskan rata-rata 16 menit per hari untuk aplikasi tersebut.

    Namun, ChatGPT masih harus menempuh jalan panjang untuk mencapai jumlah pengguna yang dilaporkan untuk produk pencarian AI milik Google, AI Overviews.

    AI Overviews yang bekerja dengan cara merangkum hasil pencarian tersebut kini memiliki sekitar 2 miliar pengguna bulanan di lebih dari 200 negara, menurut laporan CEO Alphabet yang menaungi Google, Sundar Pichai mengenai pendapatan triwulanan perusahaan.

    “Chatbot AI milik kami, Google Gemini, kini memiliki lebih dari 450 juta pengguna aktif bulanan,” kata Pichai. (Muhamad Rafi Firmansyah Harun)

  • Makin Banyak Orang Pakai ChatGPT, Google Sudah Ditinggalkan

    Makin Banyak Orang Pakai ChatGPT, Google Sudah Ditinggalkan

    Jakarta, CNBC Indonesia – Teknologi kecerdasan buatan (AI) makin masif digunakan untuk membantu kehidupan manusia sehari-hari. ChatGPT yang memulai tren tersebut makin ramai digunakan.

    OpenAI mengatakan pengguna aktif mingguan ChatGPT akan menembus angka 700 juta pada pekan ini. Angka tersebut naik signifikan dari capaian 500 juta pengguna aktif mingguan pada Maret 2025 lalu.

    Dilihat dari tahun-ke-tahun, pertumbuhannya naik lebih dari 4 kali lipat, menurut klaim OpenAI. Adapun jumlah pengguna aktif tersebut merupakan gabungan dari rangkaian produk ChatGPT.

    Mulai dari paket gratis, Plus Pro, Enterprise, Team, hingga Edu. Secara harian, OpenAI mengatakan pertukaran pesan pengguna sudah menembus 3 miliar.

    “Setiap hari, banyak orang dan tim yang belajar, berkarya, dan menyelesaikan masalah kompleks [menggunakan ChatGPT],” kata VP Product untuk ChatGPT, Nick Turley, dikutip dari CNBC International, Selasa (5/8/2025).

    Saat ini, OpenAI memiliki 5 juta pelanggan bisnis berbayar untuk ChatGPT. Angka itu naik tajam dari 3 juta pelanggan berbayar pada Juni 2025.

    Pencapaian ini membuat ChatGPT sudah melampaui layanan chatbot Gemini milik Google yang saat ini mengantongi 450 juta pengguna aktif bulanan.

    Kendati demikian, produk pencarian AI Overviews yang tertanam langsung di mesin pencari Google masih jauh lebih unggul. Saat ini, AI Overviews sudah tersedia di lebih dari 200 negara dan mengantongi 2 miliar pengguna aktif bulanan, menurut penuturan CEO Alphabet Sundar Pichai dalam laporan kinerja kuartalan perusahaan.

    Meski Google masih memimpin, tetapi pertumbuhan pengguna OpenAI yang cepat kian dekat menyalip dominasi sang raksasa mesin pencari. Jika terus-terusan memperlihatkan kinerja moncer, bukan tak mungkin dominasi Google akan tergeser.

    Pada pekan lalu, OpenAI juga mengumumkan telah mengamankan pendanaan senilai US$8,3 miliar dari beberapa investor, termasuk Dragoneer Investment Group, Andreessen Horowitz, Sequoia Capital, Coatue Management, dan Altimeter Capital.

    Investasi tersebut merupakan bagian dari pendanaan yang dipimpin SoftBank senilai US$40 miliar, menurut pihak-pihak yang familiar dengan kesepakatan tersebut.

    Pendapatan tahunan OpenAI kini mencapai US$13 miliar, naik dari US$10 miliar pada bulan Juni lalu. Perusahaan diperkirakan akan melampaui US$20 miliar pada akhir tahun ini.

    Dengan valuasi US$300 miliar dan tingkat pendapatan US$20 miliar, OpenAI masih tetap membutuhkan modal besar untuk mendukung ekspansi global yang lebih masif.

    Google Ditinggal

    Terpisah, sebuah laporan gabungan dari The Verge, Vox Media Research, dan Two Cents Insights menunjukkan tren pergeseran preferensi pengguna dari Google ke chatbot AI dan komunitas digital.

    Dalam survei terhadap 2.000 pengguna internet di AS, sebanyak 42% responden menganggap Google makin tidak berguna, dan 52% menyatakan telah beralih ke AI atau platform seperti TikTok untuk mencari informasi. Mayoritas juga menilai hasil pencarian Google terlalu banyak diisi konten bersponsor yang tidak relevan.

    Fenomena ini paling terasa di kalangan Gen Z dan milenial, dengan 61% dan 53% dari masing-masing kelompok mengaku lebih mengandalkan AI untuk mencari topik tertentu dibandingkan Google.

    Selain itu, laporan SearchEngineLand menyebutkan pangsa Google turun di bawah 90%. Fenomena itu terjadi selama tiga bulan terakhir, yang dilaporkan pada Januari 2025.

    Baru kali ini pangsa pasarnya anjlok drastis, setelah awal tahun 2015 lalu, dikutip dari 9to5Google.

    Namun, mesin pencarian seangkatan Google masih bertumbuh meski cukup sedikit. Ini terjadi pada Bing, Yahoo, dan Yandex.

    Bukan hanya AI generatif yang mendisrupsi dominasi Google, kehadiran TikTok juga membuat banyak orang beralih dari Google Search. Aplikasi berbagi video itu menyasar pengguna dengan usia yang lebih muda.

    Pasar kini dipenuhi dengan berbagai pilihan alat pencarian berbasis AI. Selain Perplexity dan ChatGPT, muncul pula nama-nama seperti iAsk.Ai, Komo AI, Brave Search, Andi Search, hingga You.com.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Bos Google Kasih Peringatan ke Pengguna HP Android, Jangan Diabaikan!

    Bos Google Kasih Peringatan ke Pengguna HP Android, Jangan Diabaikan!

    Jakarta, CNBC Indonesia – Perdebatan soal mekanisme sideloading menjadi perdebatan, terutama dari segi keamanan. Di satu sisi, sideloading memberikan kebebasan dan fleksibilitas bagi pengguna untuk mangakses aplikasi buatan pengembang di luar toko aplikasi resmi. 

    Di sisi lain, tanpa kurasi dan perlindungan dari toko aplikasi resmi, ada risiko keamanan yang mengintai. Beberapa saat lalu, CEO Google Sundar Pichai memperingatkan para pengguna HP Android untuk tidak melakukan sideloading di perangkat mereka.

    Padahal, pengguna HP Android selama ini sudah ‘dimanjakan’ dengan mekanisme sideloading. Hal ini berbeda dengan iPhone yang selama ini dikenal ketat tak bisa melakukan sideloading.

    Kendati demikian, khusus di pasar Eropa, Apple mulai menguji coba kemampuan sideloading di iPhone melalui pembaruan iOS 17.5.

    Kembali ke pernyataan bos Google soal sideloading, Pichai memberikan peringatan ke semua pengguna HP Android bahwa aplikasi sideloading memiliki risiko yang tinggi karena rentan terinfeksi malware.

    Peringatan tersebut sejalan dengan alasan Apple tak mau memberikan izin sideloading, meski akhirnya menyerah setelah didesak regulasi Eropa.

    Undang-Undang Pasar Digital (DMA) yang ditetapkan oleh Uni Eropa akan memaksa Apple mengakomodir mekanisme sideloading pada perangkatnya. DMA menilai sideloading penting agar tak terjadi praktik monopoli.

    Debat soal sideloading bertumpu pada satu hal, yakni bagaimana menciptakan keseimbangan antara kebebasan pengguna dan keamanan pengguna.

    Selain memberikan kebebasan akses bagi pengguna,, sideloading juga turut mendukung para developer aplikasi independen yang tak mau terikat pada sistem aplikasi resmi di Google Play Store atau Apple App Store.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Dari Apartemen Sempit ke Meja Miliarder Dunia: Kisah Inspiratif CEO Google, Sundar Pichai – Page 3

    Dari Apartemen Sempit ke Meja Miliarder Dunia: Kisah Inspiratif CEO Google, Sundar Pichai – Page 3

    Pichai bergabung dengan Google pada 2004, dan selama lebih dari satu dekade, ia mendaki tangga karier melalui proyek-proyek kunci seperti pengembangan peramban Chrome dan sistem operasi Android.

    Pada 2015, ia diangkat sebagai CEO Google, dan empat tahun kemudian memimpin seluruh induk usaha Alphabet. Agustus 2025 ini menandai 10 tahun masa kepemimpinan Pichai—terlama sepanjang sejarah Alphabet.

    “Salah satu hal pertama saya lakukan sebagai CEO adalah mengarahkan perusahaan untuk fokus ke AI,” katanya dalam wawancara bersama Bloomberg pada Oktober lalu.

    Visi jangka panjang itu membuahkan hasil. Alphabet mulai menggelontorkan investasi besar-besaran untuk kecerdasan buatan sejak mengakuisisi DeepMind pada 2014. Dalam setahun terakhir saja, perusahaan mengalokasikan lebih dari 50 miliar dolar AS untuk pengembangan teknologi AI—mulai dari pusat data, semikonduktor, hingga kapasitas energi.

    Ekspansi terus berlanjut. Awal Juli ini, Alphabet mengumumkan akuisisi tenaga kerja dan lisensi dari startup pemrograman Windsurf senilai 2,4 miliar dolar AS. Tak heran, laporan keuangan kuartal terbaru langsung direspons positif: saham perusahaan naik 4,1% pada Kamis (24/7/2025).

    Meski sempat turun setelah jam perdagangan karena kekhawatiran belanja modal yang membengkak, Pichai menjelaskan bahwa lonjakan investasi—yang diprediksi tembus 85 miliar dolar AS pada 2025—merupakan langkah strategis untuk memenuhi permintaan pelanggan cloud.

    “Investasi kami dalam infrastruktur AI sangat penting untuk memenuhi pertumbuhan permintaan dari pelanggan cloud,” ujarnya dalam diskusi bersama analis.

     

  • YouTube Raih Pendapatan Iklan Rp159,6 Triliun, 143 Juta Pengguna RI jadi Target

    YouTube Raih Pendapatan Iklan Rp159,6 Triliun, 143 Juta Pengguna RI jadi Target

    Bisnis.com, JAKARTA — YouTube meraih pendapatan iklan sebesar US$9,8 miliar atau sekitar Rp159,6 triliun (Kurs: Rp16.000) pada kuartal II/2025.

    Iklan disebarluaskan kepada para penggunanya, termasuk ke 143 juta pengguna di Indonesia pada awal 2025 menurut data Global Data Insight. 

    Jumlah yang dilaporkan perusahaan induk Google, Alphabet pada Rabu (23/07/25) tersebut merupakan peningkatan dari periode yang sama tahun lalu sejumlah US$8,7 miliar atau Rp141,7 triliun (Kurs: Rp16.000).

    “Kami memiliki kuartal yang luar biasa dengan pertumbuhan yang kuat di seluruh perusahaan,” ucap CEO Alphabet dan Google, Sundar Pichai, terkait pendapatan YouTube, dilansir Variety (24/07/25).

    Pichai juga mengatakan, dia akan terus memantau kinerja kuat di YouTube serta meningkatkan penawaran langganan. 

    Selama bertahun-tahun, YouTube telah berusaha keras untuk meraih pangsa pasar iklan televisi yang lebih besar, terutama dengan popularitasnya di dunia pertelevisian yang meningkat dan menyumbang porsi signifikan dari total penontonnya.

    Dikutip Techcrunch, laporan terbaru Nielsen menunjukkan platform streaming video tersebut telah memegang pangsa pasar terbesar dalam hal penonton TV selama tiga bulan berturut-turut, mewakili 12,4% dari total waktu yang dihabiskan penonton untuk menonton Televisi.

    Pada April lalu, YouTube telah menampilkan lebih dari 20 miliar video, dan Televisi pintar telah melampaui perangkat seluler dalam hal perangkat utama yang digunakan pengguna untuk menonton.

    Untuk kelanjutan investasinya dengan AI, Alphabet akan meningkatkan belanja modalnya menjadi sekitar US$85 miliar atau sekitar Rp1,38 triliun (Kurs: Rp16.000). Jumlah tersebut naik US$10 miliar dari tahun sebelumnya.

    Secara keseluruhan, Alphabet melaporkan hasil yang kuat, dengan total pendapatan sebesar US$96,4 miliar atau Rp1,57 triliun (Kurs: Rp16.000) pada kuartal kedua, yang menunjukkan peningkatan 13% dari tahun ke tahun

    Melihat kesuksesan YouTube, layanan streaming pesaing seperti HBO Max dan Amazon Prime Video tengah meningkatkan strategi periklanan mereka.

    Dua pesaing YouTube itu berencana meningkatkan penempatan iklan demi mendorong pertumbuhan mereka.

    Di sisi lain, Netflix juga mengumumkan niatnya untuk menggandakan pendapatan iklan dalam setahun terakhir lewat laporan keuangan perusahaan pekan lalu. Namun, Netflix belum mengungkapkan angka pasti pendapatan iklannya kepada khalayak.

    Diperkirakan, pendapatan iklan Netflix ada di sekitar US$3 miliar, atau Rp48,86 triliun (kurs: Rp16.000). (Muhamad Rafi Firmansyah Harun)

  • Google Dirombak Total, Makan Biaya Sampai Rp 8 Triliun

    Google Dirombak Total, Makan Biaya Sampai Rp 8 Triliun

    Jakarta, CNBC Indonesia – Google setuju untuk menggelontorkan uang senilai US$500 juta (Rp 8 triliunan) selama 10 tahun untuk merombak struktur kepatuhannya, sebagai bagian dari penyelesaian gugatan hukum terkait pelanggaran antimonopoli.

    Penyelesaian awalnya diistilahkan sebagai ‘litigasi turunan’ terhadap pejabat di induk Google, Alphabet. Antara lain adalah CEO Sundar Pichai, serta pendiri Google Sergey Brin dan Larry Page, menurut dokumen pengajuan penyelesaian yang dirilis pada Jumat (30/5) pekan lalu.

    Pengajuan litigasi pemegang saham itu membutuhkan persetujuan dari Hakim Distrik AS Rita Lin di San Francisco.

    Perubahan yang diajukan termasuk menciptakan dewan komite terpisah yang mengawasi risiko dan kepatuhan. Sebelumnya, tugas tersebut merupakan tanggung jawab komite kepatuhan dan audit di jejeran direksi Alphabet.

    Selain itu, Alphabet juga akan menciptakan komite khusus di level Senior Vice President untuk menangani masalah regulasi dan kepatuhan. Komite ini akan melapor langsung ke Sundar Pichai dan komite kepatuhan yang berisi para manajer tim produk Google dan pakar kepatuhan internal.

    Google membantah melakukan pelanggaran, meski tetap berkomitmen untuk melakukan penyelesaian gugatan hukum antimonopoli.

    “Selama bertahun-tahun, kami mendedikasikan tenaga-tenaga substantif untuk membangun proses kepatuhan yang mumpuni,” menurut pernyataan raksasa berbasis Mountain View tersebut.

    Pemegang saham yang dipimpin oleh dua lembaga pendanaan pensiun Michigan menuduh para eksekutif dan direktur Google melanggar tugas fidusia mereka dengan mengekspos perusahaan terhadap tanggung jawab antimonopoli yang terkait dengan bisnis pencarian, Ad Tech, Android, dan distribusi aplikasinya.

    “Reformasi ini, yang jarang dicapai dalam tindakan derivatif pemegang saham, merupakan perombakan menyeluruh terhadap fungsi kepatuhan Alphabet yang menghasilkan perubahan budaya yang mengakar,” kata pengacara pemegang saham, dikutip dari Reuters, Selasa (3/6/2025).

    Perubahan besar-besaran ini diharuskan rampung dan efektif berjalan dalam 4 tahun ke depan.

    Patrick Coughlin yang merupakan pengacara para pemegang saham menyebut penyelesaian ini sebagai salah satu yang terbesar oleh perusahaan untuk mendanai komite kepatuhan regulasi.

    “Kami tidak melihat dewan direksi mendapatkan laporan lengkap yang seharusnya mereka dapatkan terkait risiko antimonopoli,” katanya. “Ada hal-hal yang seharusnya dapat mereka lakukan lebih awal,” ia menuturkan.

    Penyelesaian ini diumumkan pada hari yang sama saat Hakim Distrik AS Amit Mehta di Washington menyelesaikan pemeriksaan terhadap kasus antimonopoli Google. Pada Agustus lalu, Mehta menemukan pelanggaran Google terhadap aturan antimonopoli untuk mempertahankan dominasinya di mesin pencari.

    Mehta berencana mengeluarkan putusan pada Agustus 2025 mendatang. Departemen Kehakiman AS (DOJ) mengajukan agar Google melepaskan unit bisnis browser Chrome. Selain itu, Google juga diminta untuk membagikan data pencarian ke para pesaingnya.

    Dalam gugatan turunan, pemegang saham menggugat pejabat Alphabet atas nama perusahaan.

    Pengacara pemegang saham berencana untuk menuntut hingga US$80 juta untuk biaya dan pengeluaran hukum, di samping US$500 juta.

    (fab/fab)

  • Umur Google Tinggal 5 Tahun Lagi, Begini Ramalan Pakar

    Umur Google Tinggal 5 Tahun Lagi, Begini Ramalan Pakar

    Jakarta, CNBC Indonesia – Google sudah bertahun-tahun mendominasi pencarian informasi di internet. Namun, kejayaan Google saat ini mulai tergerus dengan kehadiran layanan berbasis AI, serta media sosial populer seperti TikTok.

    Bahkan, diramalkan usia Google mendominasi pasar mesin pencari sisa 5 tahun lagi. Beberapa analis memperkirakan pangsa pasar Google Search terancam anjlok dari 90% menjadi di bawah 50% dalam 5 tahun ke depan.

    Penyebabnya adalah pergeseran perilaku pengguna yang kini lebih memilih AI chatbot untuk mencari informasi ketimbang mesin pencari tradisional, demikian dikutip dari Reuters, Senin (2/6/2025).

    Google sendiri meluncurkan serangkaian inovasi berbasis kecerdasan buatan (AI) di ajang tahunan Google I/O 2025, sebagai upaya terbaru mereka dalam mempertahankan eksistensi di tengah tekanan dari pemain baru seperti OpenAI dan Anthropic.

    Perusahaan asal Mountain View, California, itu mencoba unggul di pasar AI dengan memperkenalkan berbagai fitur baru berbasis AI, termasuk mode pencarian AI yang menggantikan hasil pencarian standar dengan jawaban langsung dari sistem.

    Perusahaan juga merilis paket langganan AI Ultra seharga US$249,99 per bulan. Paket ini menawarkan akses lebih luas ke fitur eksperimental seperti Project Mariner, ekstensi browser otomatisasi, serta Gemini Deep Think, model AI unggulan Google.

    Langkah ini menyusul tren serupa dari OpenAI dan Anthropic yang juga mulai memonetisasi layanan AI mereka lewat paket langganan premium di kisaran harga US$200 per bulan.

    Namun, besarnya biaya langganan menimbulkan pertanyaan, apakah pengguna bersedia membayar mahal untuk layanan yang sebelumnya disediakan Google secara gratis?

    CEO Alphabet, Sundar Pichai, menegaskan bahwa mereka kini fokus pada AI yang “personal dan proaktif.” Gemini, asisten AI andalan Google, kini memiliki lebih dari 400 juta pengguna aktif bulanan.

    Fitur-fitur canggih mulai dari menelepon toko secara otomatis, membuat soal latihan bagi pelajar, hingga menjawab pertanyaan dari kamera ponsel pun diperkenalkan.

    Investasi dalam AI menyumbang sebagian besar dari US$75 miliar belanja modal Alphabet yang diperkirakan tahun ini, sebuah peningkatan drastis dari US$52,5 miliar pada 2024 yang dilaporkan perusahaan.

    Di tengah investasi besar-besaran Google, faktanya sudah lebih banyak startup AI yang bermunculan dan mulai mengubah kebiasaan masyarakat dalam mendapat informasi di internet. 

    Google Disebut Tak Berguna

    Laporan The Verge berkolaborasi dengan tim Research dan Insights dari Vox Media serta Two Cents Insights beberapa saat lalu mengungkap adanya perubahan tren dalam cara netizen mencari informasi di tengah pesatnya perkembangan teknologi.

    Laporan tersebut menyimpulkan, kekuatan kini mulai beralih kembali ke tangan pengguna. Masyarakat makin mengutamakan komunitas yang memiliki nilai dan kredibilitas tinggi dalam menyerap informasi yang dapat dipercaya.

    “Teknologi warisan seperti Google dan platform sosial lainnya mulai kehilangan kepercayaan masyarakat. Banyak orang yang beralih ke chatbot AI dan komunitas kecil, serta platform semacam TikTok,” kata laporan The Verge.

    Kesimpulan yang didapat The Verge dan mitranya dihasilkan dari survey 2.000 pengguna internet di Amerika Serikat. Secara angka, 42% mengatakan mesin pencari seperti Google makin tak berguna.

    Sebanyak 66% mengatakan kualitas informasi di internet kian buruk dan sulit mencari sumber informasi yang bisa diandalkan. Sebanyak 55% memilih bertumpu pada komunitas mereka untuk mencari informasi terbaru, lebih dari platform pencarian seperti Google.

    Sementara itu, 52% telah beralih ke chatbot AI dan platform alternatif seperti TikTok untuk mencari informasi, ketimbang mengandalkan Google.

    Menurunnya tingkat kepercayaan pengguna internet terhadap Google tidak datang dari ruang hampa. Sebanyak 76% responden mengatakan lebih dari seperempat hasil pencarian mereka di Google ketika hendak belanja online menunjukkan konten bersponsor atau sengaja dipromosikan secara berbayar.

    Hanya 14% dari konten bersponsor tersebut yang dinilai benar-benar membantu pengalaman pencarian pengguna.

    Sebanyak 61% Gen Z dan 53% milenial mengatakan mereka menggunakan tool AI untuk menggantikan Google dalam mencari informasi terkait topik yang spesifik.

    Saat ini, sudah banyak tool AI yang beredar di pasaran dan bisa dijadikan alternatif pengganti mesin pencari Google. Selain Perplexity dan OpenAI yang populer, ada juga mesin pencari AI yang relatif belum banyak terdengar. Misalnya iAsk.Ai, Komo AI, Brave Search, Andi Search, hingga You.com.

    Kita tunggu saja bagaimana Google berupaya untuk mempertahankan dominasinya dalam beberapa tahun ke depan!

    (fab/fab)