Tag: Sugiat Santoso

  • Baleg DPR RI jaring masukan revisi UUPA dari akademisi dan tokoh Aceh

    Baleg DPR RI jaring masukan revisi UUPA dari akademisi dan tokoh Aceh

    Banda Aceh (ANTARA) – Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menjaring masukan dan pendapat dari akademisi dan tokoh masyarakat Aceh terkait revisi UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh (UUPA) yang kini masuk dalam Prolegnas Prioritas Kumulatif Terbuka 2025.

    “Forum pertemuan pada hari ini (dengan tokoh masyarakat dan akademisi) merupakan bagian dari proses penyusunan revisi UUPA,” kata Ketua Baleg DPR RI, Bob Hasan, di Banda Aceh, Selasa.

    Pertemuan Baleg bersama dengan tokoh masyarakat Aceh dan akademisi dari berbagai perguruan tinggi di tanah rencong tersebut turut dihadiri Bupati/Wali Kota se Aceh, dan DPR Aceh, berlangsung di Anjong Mon Mata Meuligoe Gubernur Aceh, Banda Aceh.

    Bob Hasan menyampaikan, pertemuan ini dilakukan agar aspirasi masyarakat Aceh dapat ditampung dalam proses perubahan hingga penetapan hasil revisi UUPA nantinya.

    Karena itu, dirinya mengharapkan adanya masukan-masukan serta pandangan yang baik dari kalangan masyarakat Aceh, sehingga perubahan ini sesuai harapan bersama.

    “Kami sangat menghormati dan mengharapkan masukan-masukan baik dari kalangan tokoh masyarakat Aceh dan akademisi di Aceh terhadap revisi UUPA agar sesuai harapan masyarakat yang kita cintai,” ujar Bob Hasan.

    Seperti diketahui, revisi UUPA telah ditetapkan masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) Prioritas Kumulatif Terbuka 2025. Baleg sendiri juga telah meminta pandangan terhadap revisi UUPA kepada tokoh perdamaian Aceh yaitu Wakil Presiden RI ke 10-12 Jusuf Kalla dan mantan Menkopolhukam Hamid Awaluddin.

    Disisi lain, Pemerintah Aceh dan DPR Aceh juga telah mengusulkan beberapa poin perubahan ke Baleg, yakni sebanyak delapan pasal dan satu pasal tambahan. Khusus mengenai dana Otsus, diminta perpanjangan tanpa batas waktu dengan besaran 2,5 persen dari total DAU Nasional.

    Sebagai informasi, adapun rombongan Baleg DPR RI yang hadir dalam pertemuan ini yakni Bob Hasan, Mayjen Tni Mar (Purn) Sturman Panjaitan, Ahmad Doli Kurnia Tandjung, Martin Manurung, Hj Siti Aisyah, I Ketut Kariyasa Adnyana, Putra Nababan Cindy Monica Salsabila Setiawan, Longki Djanggola, Sigit Purnama Putra, La Tinro La Tunrung, Daniel Johan, Habib Syarief Muhammad, dan Eva Monalisa.

    Kemudian, Ahmad Irawan, Kartika Sandra Desi, Jazuli Juwaini, Yanuar Arif Wibowo, Sarifuddin Sudding, Edi Oloan Pasaribu, Wahyu Sanjaya, Benny Kabur Harman, Deddy Yevri Hanteru Sitorus, Rycko Menoza, I Nyoman Parta, Jamaludin Malik, Firman Soebagyo, TA Khalid, Muslim Ayub, Nasir Djamil, dan Sugiat Santoso.

    Pewarta: Rahmat Fajri
    Editor: Budi Suyanto
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Waka Komisi XIII DPR Usul Semua Bandar Narkoba Dipindah ke Nusakambangan

    Waka Komisi XIII DPR Usul Semua Bandar Narkoba Dipindah ke Nusakambangan

    Jakarta

    Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI, Sugiat Santoso, mengapresiasi pemindahan artis Ammar Zoni yang diduga terlibat peredaran narkoba dari dalam penjara ke Lapas Nusakambangan. Dia mengusulkan penahanan semua bandar narkoba dipindah ke Lapas Nusakambangan.

    “Saya berharap program pemindahan bandar-bandar narkoba ke Nusakambangan itu dapat dilanjutkan ke seluruh bandar-bandar narkoba yang ada di seluruh Indonesia, supaya mereka tidak bisa lagi menggerakkan bisnis narkobanya dari dalam lapas,” kata Sugiat kepada wartawan, Jumat (17/10/2025).

    Sugiat mengapresiasi langkah yang diambil oleh Menteri Imipas Agus Andrianto. Dia menilai Agus berkomitmen menertibkan lapas dari tindak kejahatan.

    “Saya sebagai Wakil Ketua Komisi XIII mengapresiasi langkah cepat dan tegas Kemenimipas Pak Agus yang memindahkan Ammar Zoni langsung ke Nusakambangan,” ujar Sugiat.

    “Seharusnya memang kan sejak awal dilantiknya Pak Agus dia punya komitmen untuk menertibkan lapas dan rutan dari tindak kejahatan yang selama ini ditudingkan lah, seperti peredaran narkoba, penipuan online,” tambahnya.

    “Kenapa Ammar Zoni bisa jual narkoba di Lapas Salemba? Kan nggak mungkin itu hanya disebut kelalaian dari petugas lapas, pasti ada indikasi keterlibatan petugas lapas mem-backup itu,” ucapnya.

    “Ammar Zoni dipindahkan merupakan reaksi terhadap sistem pengamanan yang kecolongan sehingga bisa terjadi peredaran narkoba di rutan (Salemba). Tetapi apakah dengan dipindahkannya Ammar Zoni ke Nusakambangan lapas ‘super maximum security’ persoalan masuk dan beredarnya narkoba di rutan dan lapas akan teratasi?” kata Andreas Hugo.

    “Untuk memahami dan mengidentifikasi, untuk mencari solusi terhadap peristiwa-peristiwa masuknya narkoba, senjata, maupun pelanggaran lain di rutan dan lapas, Komisi XIII akan memebentuk Panja Lapas untuk mendalami dan mencarikan solusi permasalahan ini,” sambungnya.

    Sebelumnya, Ammar Zoni kepergok mengedarkan narkoba jenis sabu dan tembakau sintetis dari dalam Rutan Salemba, Jakarta Pusat. Aksinya itu ketahuan saat petugas Rutan mencurigai gerak-gerik Ammar Zoni.

    Dalam aksinya, mantan pesinetron itu tidak sendirian. Ammar Zoni diduga mengedarkan narkoba di dalam Rutan Salemba bersama lima orang lainnya yakni A, AP, AM Alias KA, ACM, dan MR.

    Dari hasil penyidikan terungkap bahwa Ammar Zoni dan rekan-rekannya menggunakan aplikasi Zangi untuk berkomunikasi dalam menjalankan peredaran narkoba di dalam rutan. Ammar Zoni diduga mendapat barang haram itu dari seseorang yang berada di luar Rutan Kelas I Jakarta Pusat Salemba.

    Ammar Zoni diduga terlibat kasus narkoba di tempat dia menjalani hukuman penjara terkait kasus serupa. Ammar Zoni diketahui saat ini tengah menjalani hukuman 4 tahun penjara terkait kasus narkoba setelah jaksa mengajukan permohonan banding.

    Saat ini, Ammar Zoni pun telah dipindahkan ke Lapas Nusakambangan. Ammar Zoni dipindah bersama lima narapidana lainnya dari Jakarta.

    (dwr/haf)

  • Tolak Relokasi Warga di TN Tesso Nilo, Pimpinan Komisi XIII: Kami Berpihak pada Rakyat
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        29 September 2025

    Tolak Relokasi Warga di TN Tesso Nilo, Pimpinan Komisi XIII: Kami Berpihak pada Rakyat Nasional 29 September 2025

    Tolak Relokasi Warga di TN Tesso Nilo, Pimpinan Komisi XIII: Kami Berpihak pada Rakyat
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI Sugiat Santoso menegaskan akan berpihak pada rakyat dalam menuntaskan polemik di Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau.
    Itu sebabnya, Komisi XIII menolak relokasi warga di TNTN karena dinilai telah melanggar hak asasi manusia (HAM) dan meminta ada Panitia Khusus (Pansus) Penyelesaian Konflik Agraria.
    “Pertama bahwa tadi sudah disepakati pada posisi ketika ada konflik agraria dengan Taman Nasional Tesso Nilo. Tapi sebenarnya persoalannya dengan Satgas PKH ya, Satgas penertiban Kawasan Hutan, kami berpihak pada rakyat,” kata Sugiat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (29/9/2025).
    Sugiat menuturkan, pihaknya tidak ingin rakyat yang sudah puluhan tahun tinggal di kawasan tersebut menjadi korban dari kebijakan ini.
    “Karena kan pasti ketika rakyat dipaksakan untuk melakukan relokasi, banyak sekali yang mereka korban, bukan hanya dalam konteks ekonomi ya, tapi dalam konteks sosial budaya, dalam konteks sejarah, dalam konteks kesejahteraan,” jelasnya.
    Dengan demikian, Sugiat menyebut bahwa relokasi warga di TNTN sudah mengarah pada pelanggaran HAM.
    “Dan itu perspektifnya sudah mengarah pada pelanggaran HAM,” tambah Sugiat.
    Menurutnya, masih ada cara lain untuk menertibkan puluhan hektar di sana, bukan justru dengan merelokasi warga.
    “Saya pikir masih banyak lagi yang bisa ditertibkan oleh Satgas PKH, misalnya dengan puluhan hektar yang selama ini dikelola oleh korporat dan itu ternyata ilegal, melanggar aturan. Saya pikir prioritasnya ke situ saja dulu. Jangan langsung prioritasnya ke rakyat kan,” jelasnya.
    Sugiat mengatakan, masyarakat di sana sudah lebih dahulu tinggal sebelum ditetapkannya Taman Nasional Tesso Nilo.
    Sebagai informasi, ada masalah agraria berupa konflik tenurial atau penguasaan lahan di kawasan Taman Nasional Tesso Nilo di Riau.
    Kejaksaan Agung melalui Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) menemukan luas TN Tesso Nilo tergerus.
    Tahun 2014, seluas 81.739 hektar kemudian menyusut berganti kebun-kebun kelapa sawit.
    Kementerian Kehutanan (Kemenhut) mencatat, 40.000 hektar kawasan hutan TNTN telah dibuka lalu ditanami sawit secara ilegal.
    “TNTN menjadi target strategis Presiden dalam program pemulihan kawasan hutan, yang hasil awalnya akan diumumkan pada 17 Agustus 2025. Kami didukung oleh seluruh elemen, termasuk eselon I Kemenhut, untuk merehabilitasi kawasan hutan dengan pendekatan komprehensif dan humanis,” ucap Dirjen Penegakan Hukum Kementerian Kehutanan, Dwi Januanto Nugroho, dalam keterangannya, Jumat (20/6/2025).
    Di sisi lain, banyak warga yang telah menempati kawasan TN Tesso Nilo selama lebih dari dua dekade secara legal dan memiliki bukti kepemilikan lahan yang sah.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kasus Dugaan Eksploitasi OCI, Polri Telusuri Kembali Data yang Pernah Dilaporkan Tahun 1997 – Halaman all

    Kasus Dugaan Eksploitasi OCI, Polri Telusuri Kembali Data yang Pernah Dilaporkan Tahun 1997 – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Polisi kembali menelusuri kasus dugaan eksploitasi yang dialami para korban Oriental Circus Indonesia (OCI).

    Direktur Tindak Pidana Perdagangan Perempuan dan Anak (PPA)-Tindak Pidana Perdagangan Orang (PPO) Bareskrim Polri Brigjen Pol Nurul Azizah mengatakan kasus tersebut pernah dilaporkan 28 tahun silam.

    “Terkait dengan laporan di tahun 1997 tentu kami masih proses mencari datanya mengingat kejadian sudah sangat lama,” ungkapnya kepada wartawan, Kamis (24/4/2025).

    Polisi juga sudah berkoordinasi dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) yang turut mendampingi para korban.

    Beberapa pertemuan sudah dilakukan untuk memperbarui informasi dan mendalami penanganan kasus ini.

    “Dan kami sudah bersurat ke fungsi yang membidangi (Kemen PPPA),” tandasnya.

    Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI Sugiat Santoso mengungkapkan bahwa kasus dugaan pelanggaran HAM oleh Oriental Circus Indonesia (OCI) mengandung unsur-unsur tindak pidana.

    Termasuk dugaan perdagangan anak, eksploitasi, dan penyiksaan. 

    Komisi XIII pun mendesak agar Polri membuka kembali kasus ini yang sebelumnya telah diberi status SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan).

    Hal itu disampaikannya usai audiensi Komisi XIII DPR bersama eks pegawai OCI, Komnas HAM, Komnas Perempuan, dan Kementerian HAM.

    “Ada banyak tindakan kejahatan yang terjadi terkait kasus ini. Misalnya, ditemukan bahwa sejak umur bayi, ada yang usia 2 tahun, 5 tahun, mereka diperdagangkan, katakanlah oleh oknum orang tuanya ke OCI dan dieksploitasi untuk bekerja sebagai pemain sirkus,” kata Sugiat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (23/4/2025).

    Sugiat mengungkapkan, dari berbagai keterangan para korban, ditemukan indikasi kuat adanya penyiksaan dan berbagai bentuk kekerasan lainnya yang dialami mereka selama bertahun-tahun.

    Bahkan, para korban telah memperjuangkan keadilan sejak tahun 1997, namun belum mendapatkan kejelasan hukum hingga kini.

    “Dan dari beberapa penjelasan mereka, ternyata banyak sekali tindak kejahatan, penyiksaan, dan sebagainya. Mereka sudah melakukan pencarian keadilan sejak tahun 1997,” ujarnya.

    Komisi XIII telah menyepakati untuk mendorong Polri membuka kembali penyelidikan kasus tersebut, dengan pintu masuk pada indikasi perdagangan manusia. 

    Sugiat mengakui bahwa untuk pembuktian kekerasan fisik mungkin sudah sulit, mengingat kasus ini terjadi puluhan tahun lalu.

    “Kalau pintu masuknya adalah tadi saya katakan, bisa saja terkait dengan kejahatan perdagangan manusia. Kalau penyiksaan fisik karena sudah 28 tahun, mungkin agak sulit menemukan bukti-bukti atau visum. Tapi OCI dan eks-karyawan ini sudah sepakat bahwa sejak umur bayi mereka sudah diperdagangkan di OCI. Saya pikir itu bisa jadi pintu masuk,” kata Sugiat.

    Ia juga menekankan pentingnya kehadiran negara dalam proses pemulihan para korban yang selama ini merasa ditelantarkan dan dieksploitasi sejak anak-anak.

    “Kehadiran negara dalam proses pemulihan itu penting. Mereka rakyat Indonesia, mereka sejak dari umur bayi sudah ditelantarkan dan dieksploitasi oleh oknum OCI. Saya pikir harus ada kehadiran negara untuk proses pemulihan itu,” ujar Sugiat.

    Menurutnya, berdasarkan keterangan korban, kuasa hukum, serta hasil investigasi dari Komnas HAM dan Komnas Perempuan, kasus ini sudah layak dikategorikan sebagai pelanggaran HAM berat.

    “Kalau dilihat dari temuan, saya pikir sudah dijelaskan kuasa hukum, para korban, dan dikuatkan oleh temuan investigasi Komnas HAM dan Komnas Perempuan, ini pelanggaran HAM berat,” ucapnya.

    Sebagai tindak lanjut, Komisi XIII sepakat untuk berkolaborasi antara Kementerian HAM sebagai leading sector bersama Komnas HAM dan Komnas Perempuan guna mendorong Polri membuka kembali kasus ini.

    Kekerasan dan Pelecehan

    Sejumlah mantan pemain sirkus Oriental Circus Indonesia (OCI) mengungkapkan pengalaman pahit mereka menjadi korban kekerasan fisik, eksploitasi, hingga pelecehan seksual selama bertahun-tahun terlibat dalam pertunjukan.

    Pengakuan ini mereka sampaikan di hadapan Komisi XIII DPR RI pada Rabu (23/4/2025).

    Rapat Dengar Pendapat (RDP) ini menghadirkan perwakilan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan).

    Fifi Nurhidayah, korban yang hadir dalam audiensi, menuturkan bahwa ia dibawa ke OCI oleh Frans Manansang sejak usia belia, ia bahkan tidak mengetahui pasti umurnya saat itu.

    Kekerasan fisik seperti pukulan, tendangan, dan cambukan rotan, menjadi bagian tak terpisahkan dari kesehariannya jika ia gagal menampilkan pertunjukan dengan baik.

    Akibat penyiksaan yang terus-menerus selama bertahun-tahun, membuat Fifi akhirnya melarikan diri dari Taman Safari.

    Namun, pelariannya hanya berlangsung tiga hari sebelum ia ditangkap kembali oleh pihak keamanan dan dibawa pulang.

    Akibat pelarian itu, ia mengaku mendapatkan hukuman berupa setruman di badan hingga alat kelamin, yang kemudian membuatnya mengompol.

    “Setelah saya melarikan diri, 3 hari saya menghirup udara luar, saya ditangkap lagi dengan security. Di tengah jalan saya dipukulin, dikata-katain kasar seperti binatang. Sampai rumah saya dimasukkan ke kantor dan saya disetrum pakai setruman gajah. Sampai saya lemas. Sampai alat kelamin saya disetrum. Akhirnya saya jatuh, saya lemas, saya minta ampun, saya sakit. Tapi dia tidak mendengarkan omongan saya, malah dia menambahkan pukulan itu,” ungkap Fifi dengan suara bergetar.

    “Setelah itu, saya jatuh lemas, ditarik lagi rambut saya, dijedotin ke dinding, dan saya ditampar. Akhirnya saya ngompol di situ. Setelah itu, saya dirantai selama 2 minggu, dipasung. Setelah 2 minggu dipasung, saya dibebaskan. Dan seperti biasa, saya latihan seperti biasa,” lanjutnya.

    Bertahun-tahun kemudian, Fifi akhirnya menemukan celah untuk kabur dan meninggalkan Taman Safari dengan bantuan sang mantan kekasih.

    Hingga sekarang, menurut Fifi, rangkaian peristiwa di Taman Safari masih membekas dan meninggalkan trauma mendalam.

    Dalam kesempatan yang sama, Ida mengatakan bahwa ia pernah terjatuh dari ketinggian 13-14 meter saat melakukan atraksi di Bandar Lampung pada tahun 1989.

    Ironisnya, setelah jatuh, pihak sirkus tidak langsung membawanya ke rumah sakit.

    Ia mengaku hanya dipijat di belakang panggung.

    “Setelah kira-kira beberapa jam (setelah jatuh) baru saya dibawa ke rumah sakit. Kejadiannya di Bandar Lampung. Satu malaman saya menunggu rasa sakit, belum ditangani sama dokter. Pagi baru mendapat penanganan, di-gips. Di-gips itu saya sudah tidak merasa sakit, karena mungkin dibius ya,” katanya.

    Setelah di gips, Ida dibawa ke Jakarta oleh pihak OCI untuk menjalani operasi dan terapi.

    Ia kemudian tak lagi menjadi pemain sirkus.

    Dalam keterbatasan fisik, Ida kemudian bekerja dalam naungan manajemen Taman Safari dengan kondisi menggunakan kursi roda.

    Pada tahun 1997 ia akhirnya mengajukan diri untuk keluar dari Taman Safari.

    “Sekitar tahun 1997 saya lalu izin keluar. Saya sudah tidak mau ikut lagi di situ. Setelah saya keluar, saya diminta buat surat pengunduran diri. Padahal saya pikir untuk apa saya bikin, karena saya sebetulnya kan bagian dari keluarga katanya. Tapi saya dipaksa membuat surat sebelum saya meninggalkan Taman Safari. Jadi setelah saya tanda tangan, saya diizinkan keluar, tapi saya tidak menerima apa-apa. Jadi saya keluar, tidak dapat satu rupiah pun, saya keluar meninggalkan Taman Safari pada saat itu seperti itu gitu,” katanya.

    Lisa, mantan pemain sirkus OCI lainnya, mengungkapkan bagaimana pihak OCI tidak mengizinkannya untuk bertemu keluarga kandungnya.

    Menurut pengakuannya, istri dari Yansen, seorang pengelola sirkus, mengatakan bahwa Lisa adalah anak yang dijual oleh orang tuanya.

    “Setelah usia saya 12 tahun, saya minta sama Pak Tony untuk dipertemukan dengan keluarga saya. Tapi Tony bilang, nanti suatu saat kalau kamu ada waktunya, kamu akan saya pertemukan. Setelah 15 tahun, saya juga minta lagi dengan Ibu Yansen. Kita panggil dia Sausau. Sau, saya ingin ketemu orang tua saya. Sausau terus bilang, kamu itu dijual. Kamu itu anak yang dijual. Saya sedih dari saat itu,” ungkapnya.

    Lisa juga mengaku bahwa ia tidak diizinkan untuk memiliki KTP pada usia 17 tahun.

    Ia akhirnya berhasil keluar dari sirkus pada usia 19 tahun setelah memiliki seorang pacar, namun hingga kini ia tak tahu asal usul keluarganya dan tidak menerima upah sepeserpun selama menjadi pemain sirkus.

    “Sampai sekarang saya pun belum bisa ketemu orang tua saya. Identitas saya juga tidak tahu. Dari mana saya, nama orang tua saya itu siapa,” imbuh Lisa.

  • Bareskrim Cari Laporan Penyiksaan Pemain Sirkus OCI pada 1997

    Bareskrim Cari Laporan Penyiksaan Pemain Sirkus OCI pada 1997

    Jakarta, Beritasatu.com – Bareskrim Polri sedang mencari kembali laporan dugaan eksploitasi dan penyiksaan terhadap mantan pemain sirkus Oriental Circus Indonesia (OCI) yang pernah diajukan oleh korban pada 1997.

    “Terkait dengan laporan di tahun 1997, tentu kami masih mencari datanya, mengingat kejadian sudah 28 tahun,” kata Direktur Tindak Pidana Pelindungan Perempuan dan Anak dan Pemberantasan Perdagangan Orang Bareskrim Brigjen Pol Nurul Azizah di Jakarta, Kamis (24/4/2025).

    Dirtipid PPA-PPO Bareskrim, lanjut Nurul, telah menyurati fungsi di Polri yang membidangi berkas laporan guna mendapatkan data laporan penyiksaan pemain sirkus OCI.

    Selain mencari data, Nurul juga memastikan Dirtipid PPA-PPO Bareskrim terus berkoordinasi dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) terkait penanganan kasus eksploitasi pemain sirkus OCI.

    “Kami selalu mengikuti kegiatan beberapa kali pertemuan dengan Kementerian PPPA,” katanya dikutip dari Antara.

    Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi XIII DPR Sugiat Santoso meminta Bareskrim Polri membuka kembali kasus dugaan eksploitasi pemain sirkus OCI.

    Berdasarkan catatan Komisi Nasional (Komnas) HAM, penyelidikan kasus dugaan eksploitasi sirkus OCI sudah dihentikan oleh Polri pada 1999.

    “Kami mendorong bahwa kasus ini dibuka kembali oleh Mabes Polri, nanti silakan bagaimana teknisnya,” kata Sugiat setelah audiensi dengan para korban sirkus OCI, Rabu (23/4/2025).

    Dalam audiensi dengan DPR, seorang korban sirkus OCI Lisa mengaku dirinya diambil oleh pemilik OCI Jansen Manansang sekitar tahun 1976 ketika masih berusia balita.

    Dia saat itu dipisahkan dari kedua orang tuanya untuk menjadi pemain sirkus. “Saya takut, saya nangis, saya minta pulang saat itu, tetapi enggak dikasih. Saya dibawa ke dalam seperti karavan gelap. Saya menangis, saya cari mama saya,” kata Lisa.

    Dia mengaku tidak sendirian pada saat itu karena banyak anak-anak lainnya yang juga ikut menjadi pemain sirkus. Selama latihan, menurut dia, kekerasan kerap terjadi jika pemain melakukan kesalahan.

    “Kita tidak dapat gaji, tidak pernah disekolahkan, hanya belajar itu menulis dan menghitung aja. Itu bukan homeschooling yang mengajari, itu karyawati,” kata Lisa dalam audiensi dengan DPR.

    Dia mengaku berada di lingkungan sirkus OCI itu sampai berusia 19 tahun. Hingga 2025, Lisa mengaku belum mengetahui identitas aslinya dan identitas kedua orang tuanya.

  • DPR Desak Polisi Buka Lagi Kasus Eks Pemain Sirkus OCI

    DPR Desak Polisi Buka Lagi Kasus Eks Pemain Sirkus OCI

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi XIII DPR mendesak Bareskrim Polri untuk membuka kembali kasus dugaan kekerasan dan eksploitasi terhadap eks pemain sirkus Oriental Circus Indonesia (OCI) yang sempat dihentikan atau Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).

    Wakil Ketua Komisi XIII Sugiat Santoso menegaskan, kasus ini bisa dibuka kembali dengan pintu masuk tindak pidana perdagangan orang.

    Hal ini disampaikan Sugiat seusai rapat dengar pendapat umum (RDPU) bersama para eks pemain sirkus di kompleks parlemen, Senayan, Rabu (23/4/2025). Menurutnya, banyak korban yang sejak kecil sudah diperjualbelikan lalu dieksploitasi untuk menjadi pemain sirkus.

    Diduga Diperdagangkan Sejak Usia Balita

    “Berdasarkan keterangan para korban, mereka sudah diperjualbelikan sejak usia 2-8 tahun. Setelah itu, mereka mengalami eksploitasi berkepanjangan dan kekerasan selama menjadi pemain sirkus,” ujarnya.

    Sugiat menyebut, kendala terbesar dalam mengungkap kasus dugaan kekerasan dan eksploitasi terhadap eks pemain sirkus OCI adalah lamanya waktu yang telah berlalu sehingga banyak bukti hilang.

    Namun, menurutnya, pasal perdagangan orang dapat menjadi dasar hukum yang lebih kuat untuk membuka kembali penyidikan kasus tersebut sehingga dapat menjadi terang.

    DPR Janji Kawal Proses Hukum

    Komisi XIII DPR berjanji akan terus mengawal proses hukum terhadap kasus ini dan memastikan negara hadir dalam pemulihan korban.

    “Negara harus hadir dalam pemulihan mereka. Mereka adalah warga negara yang sejak kecil sudah ditelantarkan dan dieksploitasi. Ini tanggung jawab negara,” tegas Sugiat.

    Sebagai informasi, Mabes Polri sempat menangani kasus ini pada 1997. Namun penyidikan dihentikan alias SP3 pada 1999 karena dianggap kurang bukti.

    Kini, dengan desakan DPR dan munculnya bukti serta pengakuan baru dari para korban, tekanan publik untuk membuka kembali kasus dugaan kekerasan dan eksploitasi terhadap eks pemain sirkus OCI semakin kuat.

  • Anggota DPR Anggap Kasus Eksploitasi Mantan Pemain Sirkus OCI Pelanggaran HAM Berat
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        23 April 2025

    Anggota DPR Anggap Kasus Eksploitasi Mantan Pemain Sirkus OCI Pelanggaran HAM Berat Nasional 23 April 2025

    Anggota DPR Anggap Kasus Eksploitasi Mantan Pemain Sirkus OCI Pelanggaran HAM Berat
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Wakil Ketua Komisi XIII DPR
    Sugiat Santoso
    mengatakan, kasus eksploitasi mantan pemain sirkus Oriental Circus Indonesia (OCI) termasuk ke dalam pelanggaran HAM berat.
    Menurut dia, pengakuan para korban sudah dikuatkan oleh investigasi dari
    Komnas HAM
    .
    Hal tersebut disampaikan Sugiat usai menggelar rapat dengan
    pemain sirkus OCI
    dan Komisi XIII DPR, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (23/4/2025).
    “Kalau dari temuan, saya pikir tadi sudah dijelaskan oleh kuasa hukum dan para korban dan dikuatkan oleh temuan investigasi Komnas HAM dan Komnas Perempuan, ini pelanggaran berat,” ujar Sugiat.
    “Ada beberapa pasal bahkan UUD 1945 dan beberapa pasal di ketentuan hukum kita bahkan hukum internasional, ini pelanggaran berat,” sambung dia.
    Sugiat menyesalkan tindakan eksploitasi yang bahkan dilakukan sejak korban masih berusia 2 tahun.
    Dia menyebut, penjualan yang dilakukan orangtua korban bisa menjadi pintu masuk menuju ranah pidana.
    “Bahwa mereka ternyata dari umur 5 tahun, 2 tahun, 3 tahun, bahkan ada yang 8 tahun itu sudah diperjualbelikan. Si OCI yang membeli, Oriental Circus Indonesia yang membeli. Penjualnya adalah orangtuanya. Saya pikir itu bisa pintu masuk ke tindak pidananya,” ujar Sugiat.
    Untuk itu, Sugiat mendorong agar kasus tersebut diusut kembali oleh Mabes Polri.
    Sugiat mengeklaim, akan mengawal ketat kasus
    eksploitasi pemain sirkus

    Taman Safari Indonesia
    ini.
    “Komisi XIII ingin mengawal kasus ini terkait dengan tindak kejahatannya. Bahwa Mabes Polri membuka kembali kasus ini dan menghukum pelaku kejahatan ini,” imbuh dia.
    Sebelumnya, sejumlah perempuan mantan pemain sirkus OCI menguak kisah kelam selama puluhan tahun menjadi pemain sirkus yang beratraksi di berbagai tempat, termasuk di Taman Safari Indonesia.
    Cerita memilukan ini diungkap para perempuan tersebut di hadapan Wakil Menteri HAM Mugiyanto, Selasa (15/4/2025), saat mengadukan pengalaman pahit yang mereka alami selama bertahun-tahun, mulai dari kekerasan fisik, eksploitasi, hingga perlakuan tidak manusiawi.
    Butet, salah satu pemain sirkus, bercerita bahwa ia sering mendapatkan perlakuan kasar selama berlatih dan menjadi pemain sirkus.
    “Kalau main saat
    show
    tidak bagus, saya dipukuli. Pernah dirantai pakai rantai gajah di kaki, bahkan untuk buang air saja saya kesulitan,” kata Butet, di Kantor Kementerian HAM, Jakarta, Selasa.
    Bahkan, ketika sedang mengandung, Butet juga tetap dipaksa tampil dan dipisahkan dari anaknya.
    “Saat hamil pun saya dipaksa tetap tampil. Setelah melahirkan, saya dipisahkan dari anak saya, saya tidak bisa menyusui. Saya juga pernah dijejali kotoran gajah hanya karena ketahuan mengambil daging empal,” ungkap Butet, sambil menahan tangis.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • BNPT-DPR kolaborasi bangun kerangka persatuan lewat Dialog Kebangsaan

    BNPT-DPR kolaborasi bangun kerangka persatuan lewat Dialog Kebangsaan

    Jakarta (ANTARA) – Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) berkolaborasi dengan Komisi XIII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI membangun kerangka persatuan melalui Dialog Kebangsaan di Digital Learning Center Building, Universitas Sumatera Utara, Medan, Senin (24/3).

    Deputi I Bidang Pencegahan, Perlindungan, dan Deradikalisasi BNPT Mayor Jenderal TNI Sudaryanto mengatakan kegiatan tersebut sangat penting untuk menguatkan wawasan kebangsaan masyarakat menuju Indonesia Emas 2045.

    “Saya ucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah menyukseskan kegiatan ini. Dialog atau diskusi kebangsaan seperti ini sangat bagus untuk menyatukan persepsi bagaimana kita ke depan akan menjadi bangsa yang hebat dan maju,” ujar Sudaryanto dalam kesempatan itu, seperti dikutip dari keterangan yang dikonfirmasi di Jakarta, Selasa.

    Ia berharap ke depannya Indonesia bisa menjadi bangsa yang hebat, maju, dan disegani bangsa-bangsa di dunia.

    Sudaryano menegaskan bahwa kegiatan Dialog Kebangsaan akan terus berlanjut. Adapun hasil kegiatan Dialog Kebangsaan itu akan menjadi penyambung lidah kepada masyarakat tentang kerukunan hidup dalam berbangsa dan bernegara sehingga menjadi hal baik serta memberikan ketahanan kepada masyarakat dari paham radikal terorisme.

    Kegiatan bertema “Dialog Kebangsaan Dalam Rangka Memperkuat Persaudaraan Untuk Menjaga Keutuhan Bangsa” tersebut menghadirkan pembicara kunci Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI Sugiat Santoso.

    Saat menjadi pembicara, Sugiat menjelaskan kegiatan Dialog Kebangsaan merupakan bagian dalam membangun kerangka persatuan dan kesatuan di Sumut.

    Ia menguraikan bahwa target kegiatan dialog kebangsaan itu, yakni untuk mengapresiasi kinerja BNPT di bawah komando Kepala BNPT Komisaris Jenderal Polisi Eddy Hartono. Selama kepimpinan Eddy, BNPT dinilai mampu mempertahankan nol penyerangan teroris atau zero terrorist attack.

    “Kita sudah lama tidak mendengar ada teror di bawah kepemimpinan Kepala BNPT Komjen Eddy Hartono. Alhamdulillah kami Komisi XIII akan selalu mendukung seluruh program BNPT, baik anggaran maupun regulasi,” kata Sugiat.

    Komisi XIII DPR RI juga mengapresiasi laporan Kepala BNPT beberapa waktu lalu terkait kelompok teroris Jemaah Islamiyah (JI) yang sudah menyatakan bubar dan berikrar setia kembali ke Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

    JI merupakan kelompok teroris yang berada di level puncak dalam tingkatan radikalisasinya di Indonesia.

    Menurut Sugiat, selama ini JI dikenal aktif dan masif melakukan radikalisasi dengan menolak ideologi Pancasila dan menilai demokrasi sebagai thaghut atau berhala.

    Dia berpendapat capaian itu sangat baik, apalagi dalam beberapa periode terakhir, setiap momentum politik selalu dimanfaatkan berbagai kelompok teroris untuk melakukan propagandanya.

    Hal tersebut seperti saat Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta, ketika sentimen politik identitas begitu kuat dan sangat mengganggu ketenteraman masyarakat karena perbedaan agama, suku, golongan, dan perbedaan pilihan politik.

    Sugiat juga bercerita saat Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 lalu. Saat itu, pemimpin bangsa Joko Widodo dan Prabowo Subianto sepakat menghentikan perseteruan politik karena tidak mau rakyat terpecah.

    “Mereka (Jokowi dan Prabowo) rekonsiliasi dan hasilnya Pilpres 2024 lalu suasananya lebih damai dan tidak ada lagi saling caci atau baku hantam, terutama di media sosial,” tuturnya.

    Kendati demikian, meski persaingan tingkat elit sudah selesai, kata dia, semua pihak tidak boleh berleha-leha karena kegiatan sosialisasi persatuan ke masyarakat, kampus, dan ke bawah harus terus diperkuat. Dengan begitu, penting agar tidak ada lagi peluang perpecahan di masyarakat.

    Selain kolaborasi dengan kementerian dan lembaga, DPR RI juga gencar melakukan program sosialisasi empat pilar, yaitu Pancasila, Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI. Disebutkan bahwa apabila empat pilar ditegakkan, cara bernegara bangsa Indonesia akan kuat.

    “Jangan kira Indonesia sampai kiamat akan tetap ada kalau tidak dijaga. Lihat saja Rusia, Yugoslavia, dan negara-negara Timur Tengah pecah karena tidak memiliki empat pilar tersebut,” ucap Sugiat menambahkan.

    Dialog Kebangsaan juga berkolaborasi dengan USU, Medan. Dalam kesempatan itu, Rektor USU Prof. Muryanto Amin berterima kasih atas kepercayaan BNPT dan Komisi XIII DPR RI menjadikan USU sebagai tempat kegiatan.

    Hal tersebut membuktikan bahwa Sumut sebagai miniatur Indonesia bisa menjadi tempat kehidupan yang damai, aman, dan tenteram di tengah perbedaan yang ada.

    “Kebangsaan itu harus dipupuk, dirawat, dibesarkan, dan kalau berbuah dibagikan tentu akan dinikmati seluruh masyarakat. Maka dialog kebangsaan perlu dilakukan terus-menerus dan tidak boleh berhenti di satu titik,” ujar Muryanto.

    Dialog Kebangsaan kali ini dihadiri hampir 300 peserta yang terdiri dari tokoh agama, tokoh masyarakat, organisasi masyarakat, partai politik, mahasiswa.

    Hadir pula dalam kegiatan, yakni pemuka agama Tuan Guru Batak Ahmad Sabban Rajagukguk, Direktur Pencegahan BNPT Irfan Idris, dan Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Sumut Firsal Ferial Mutyara.

    Pewarta: Agatha Olivia Victoria
    Editor: Didik Kusbiantoro
    Copyright © ANTARA 2025

  • Komisi XIII DPR Setujui Naturalisasi Emil Audero Cs, Sugiat Santoso: Beri Dampak Positif Bagi Timnas – Halaman all

    Komisi XIII DPR Setujui Naturalisasi Emil Audero Cs, Sugiat Santoso: Beri Dampak Positif Bagi Timnas – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI Sugiat Santoso, memberikan dukungan penuh terhadap upaya Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) untuk menaturalisasi tiga pemain sepak bola, Emil Audero, Joey Pelupessy, dan Dean James. 

    Sugiat menekankan bahwa semua langkah yang diambil oleh PSSI untuk memajukan sepak bola Indonesia patut didukung.

    Ia juga memastikan bahwa proses naturalisasi tersebut telah sesuai dengan aturan yang berlaku.

    “Kami dari Komisi XIII mendukung setiap langkah yang diambil pemerintah untuk mempercepat kemajuan sepak bola Indonesia, baik melalui proses naturalisasi ataupun pembinaan pemain domestik,” kata Sugiat Santoso di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (5/3/2025).

    Legislator dari Partai Gerindra ini menambahkan, sepakbola merupakan bagian penting dari emosi masyarakat Indonesia yang sudah lama menantikan agar Timnas Indonesia dapat berprestasi di kancah internasional.

    Sebab itu, Komisi XIII akan terus memberikan dukungan terhadap kebijakan yang bertujuan mempercepat kemajuan Timnas Indonesia.

    “Sepak bola ini adalah milik rakyat Indonesia. Rakyat sudah sangat merindukan Timnas kita untuk tampil di ajang internasional. Kami di Komisi XIII akan mendukung langkah pemerintah dalam mempercepat proses ini,” ujarnya.

    Sugiat juga mengungkapkan keyakinannya bahwa ketiga pemain tersebut akan memberikan kontribusi besar bagi perkembangan sepak bola Indonesia.

    “Berdasarkan rekam jejak mereka, saya yakin dan optimis ketiga pemain ini akan memberi dampak positif yang besar bagi kemajuan sepak bola Indonesia dalam waktu yang cepat,” ucapnya.

    Mengenai proses naturalisasi, Sugiat memastikan bahwa Komisi XIII telah memperoleh informasi yang cukup dari pemerintah terkait kelancaran proses tersebut. 

    Menurutnya, seperti yang disampaikan oleh Ketua Umum PSSI, Erick Thohir, proses naturalisasi berjalan dengan lancar dan sesuai aturan yang ada.

    “Kami sudah memeriksa informasi dari Kementerian Hukum dan tidak ada hambatan apapun terkait proses naturalisasi ini. Kami pastikan bahwa proses ini telah sesuai dengan aturan yang berlaku,” pungkas Sugiat.

    Diketahui, Komisi X dan XIII DPR memberikan persetujuan untuk pemberian Kewarganegaraan kepada tiga pemain keturunan Emil Audero, Dean James dan Joey Pelupessy.

    Ketiga pemain tersebut dikebut proses naturalisasinya karena untuk bisa memperkuat skuad Garuda pada lanjutan Kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona Asia Grup C pada Maret ini.

    Pertama Indonesia melakoni laga away ke markas Australia pada 20 Maret dan 25 Maret giliran menjamu Bahrain di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta.

  • Anggota Komisi XIII DPR RI apresiasi garmen binaan Lapas Makassar

    Anggota Komisi XIII DPR RI apresiasi garmen binaan Lapas Makassar

    Kami apresiasi garmen di sini dan program ini dapat menjadi contoh bagi lapas lain dalam memberikan keterampilan bagi warga binaan

    Makassar (ANTARA) – Anggota Komisi XIII DPR RI, H Sugiat Santoso memberikan apresiasi terhadap program pembinaan kemandirian warga binaan di bidang garmen binaan Lapas Kelas I Makassar.

    “Kami apresiasi garmen di sini dan program ini dapat menjadi contoh bagi lapas lain dalam memberikan keterampilan bagi warga binaan,” kata Sugiat disela peninjauannya di Lapas Kelas I Makassar, Kamis.

    Dia mengatakan, keterampilan di bidang garmen ini sudah seperti pabrik garmen dan produksinya sangat bagus.

    “Kita berharap program seperti ini bisa diterapkan di Lapas lain agar warga binaan memiliki kegiatan positif dan menjadi bekal keterampilan saat kembali ke masyarakat,” ujar Sugiat dalam kunjungan kerjanya.

    Ketua Tim Kunker Spesifik Komisi XIII DPR RI itu juga menekankan pentingnya pembinaan berbasis keterampilan agar warga binaan memiliki bekal yang cukup ketika kembali ke tengah masyarakat.

    Berkaitan dengan hal tersebut, ia berharap program serupa bisa mendapatkan dukungan lebih luas, baik dari sisi regulasi maupun anggaran.

    “Kami di DPR RI memiliki tugas dalam pembuatan regulasi, dan kami mendukung kebijakan yang memperkuat pembinaan di Lapas,” katanya.

    Selain itu, Sugiat juga menyoroti efisiensi anggaran yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan.

    Termasuk berencana membahas realisasi anggaran untuk program pembinaan ini bersama Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan dalam waktu dekat pada sidang di DPR RI.

    Selain meninjau garmen di Lapas Kelas I Makassar, anggota Komisi VIII DPR RI ini juga melihat secara langsung kualitas makanan untuk warga binaan di lapas tersebut.

    Pewarta: Suriani Mappong
    Editor: Sambas
    Copyright © ANTARA 2025