Tag: Sugeng Teguh Santoso

  • IPW sebut penetapan Hasto sebagai tersangka murni penegakan hukum

    IPW sebut penetapan Hasto sebagai tersangka murni penegakan hukum

    Penetapan tersangka terhadap HK murni penegakan hukum, lantaran bukti yang dimiliki oleh KPK itu telah lebih terang dari cahaya

    Jakarta (ANTARA) – Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso menyebut penetapan Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto (HK) sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah murni penegakan hukum.

    “Penetapan tersangka terhadap HK murni penegakan hukum, lantaran bukti yang dimiliki oleh KPK itu telah lebih terang dari cahaya,” kata Sugeng dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Rabu.

    Sugeng juga memberikan apresiasi kepada KPK atas penetapan tersangka Hasto Kristiyanto yang diumumkan langsung oleh Setyo Budiyanto, Ketua KPK pada Selasa (24/12).

    KPK menerbitkan dua Surat Perintah Penyidikan, yakni dugaan korupsi suap dengan Nomor Sprind.Dik/153/DIK.00/12/2024, dijerat pasal 5 ayat (1) huruf a. atau pasal 5 ayat (1) huruf b. atau pasal 13 UU Tipikor, dan perintangan penyidikan, sebagaimana Sprind.Dik/152/DIK.00/12/2024 tertanggal 23 Desember 2024, dengan pasal 21 UU Tipikor.

    ”Berdasarkan analisis IPW, bersamaan dengan penetapan Harun Masiku (HM) sebagai tersangka, sejatinya KPK sudah memiliki dua alat bukti untuk menjerat HK, ” ucap Sugeng.

    Akan tetapi menurut Sugeng sangat mungkin KPK sengaja menunggu Jokowi lengser terlebih dahulu, guna menghindari adanya kesan politis.

    Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto berjalan menuju mobilnya usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (20/8/2024). ANTARA FOTO/Reno Esnir/aa.

    “Fakta menarik yang harus diungkap KPK, dan dijelaskan kepada publik, adalah soal uang suap yang ternyata bukan bersumber dari HM, melainkan milik HK, ” katanya.

    Padahal menurut Sugeng tujuan uang suap kepada Wahyu Setiawan (WS) yang saat itu berstatus Komisioner KPU untuk kepentingan meloloskan HM yang berasal dari Sulawesi Selatan itu menjadi calon pergantian antarwaktu anggota DPR RI dari Sumatera Selatan.

    “Mengapa HK yang membiayai sebagian untuk kepentingan pribadi HM. Bagaimana historical background (latar belakang sejarah) yang logis, ini yang harus dijelaskan KPK,” ucap Sugeng.

    KPK menetapkan Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto (HK) sebagai tersangka terkait kasus suap Harun Masiku terhadap Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.

    “Penyidik menemukan adanya bukti keterlibatan saudara HK yang bersangkutan sebagai Sekjen PDIP Perjuangan,” kata Ketua KPK Setyo Budiyanto di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (24/12).

    Setyo mengungkapkan Hasto berperan aktif dalam kasus suap untuk memenangkan Harun Masiku sebagai anggota DPR RI.

    “Ada upaya-upaya dari saudara HK untuk memenangkan saudara HM (Harun Masiku) melalui beberapa upaya,” ujarnya.

    Pewarta: Ilham Kausar
    Editor: Ganet Dirgantara
    Copyright © ANTARA 2024

  • Catatan Akhir Tahun 2024 IPW: Polri Belum Serius Lakukan Penindakan kepada Anggotanya – Halaman all

    Catatan Akhir Tahun 2024 IPW: Polri Belum Serius Lakukan Penindakan kepada Anggotanya – Halaman all

    Oleh: 

    Sugeng Teguh Santoso
    Ketua Indonesia Police Watch

    Data Wardhana
    Sekjen Indonesia Police Watch

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Indonesia Police Watch (IPW) menilai masyarakat tidak melihat bukti keseriusan Polri untuk melakukan penindakan tanpa pandang bulu kepada anggotanya. 

    Menurut IPW, perlakuan yang tebang pilih dalam pemberian sanksi pada anggota, tajam hanya ke level bawah tapi tumpul ke atas berakibat menimbulkan kecemburuan dan menimbulkan sikap masa bodoh yang merugikan institusi. 

    Padahal, fungsi dan tugas pokok anggota mulai dari Perwira Tinggi, Perwira Menengah, Perwira Pertama, Bintara hingga yang paling bawah Tamtama adalah sama yakni mengayomi, melindungi dan melayani masyarakat serta menegakkan hukum. 

    Sehingga, kalau anggota Polri melakukan penyimpangan dan melanggar aturan, baik itu disiplin maupun kode etik apalagi pidana harusnya diproses tegas tanpa pandang bulu.

    Namun kata Ketua Indonesia Police Watch, Sugeng Teguh Santoso, yang terjadi tidak demikian. Hanya anggota bawahan saja yang dihukum tegas. 

    Kenyataan ini terkuak pada sidang pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum terhadap dua mantan anggota Polda Jawa Tengah, Brigadir Dwi Erwinta Wicaksono dan Bripka Zainal Abidin yang didakwa menerima suap dengan total Rp 2,6 miliar atas peran sebagai calo penerimaan Bintara Polri 2022 di Pengadilan Tipikor Semarang, Selasa (17 Desember 2024). 

    Kedua terdakwa tersebut disidang dalam berkas perkara terpisah.

    Padahal, peristiwa percaloan penerimaan bintara di Polda Jateng tahun 2022 itu dari hasil Operasi Tangkap Tangan (OTT) Paminal Polri itu cukup banyak yang terlibat. 

    Namun, ada instruksi penyelamatan dan hanya kompol ke bawah saja yang diproses. 

    Akhirnya, kejahatan tangkap tangan oleh Divpropam Polri yang awalnya dibongkar oleh Indonesia Police Watch (IPW) sekitar bulan Maret 2023, menyeruak ke publik, menjadikan lima orang saja yang diproses yakni Kompol KN, Kompol AR, AKP CS, Bripka Z dan Brigadir EW. 

    Kelima anggota Polda Jawa Tengah itu kemudian dipecat dari anggota Polri setelah dilakukan Sidang Kode Etik dan meneruskan proses pidananya. 

    Anehnya, dalam penanganan proses pidana yang sudah berjalan satu setengah tahun lebih tersebut, hanya dua orang saja yang disidang yaitu Dwi Erwinta Wicaksono dan Zainal Abidin. 

    Sementara perwira yang terkena pemecatan dari dinas Polri tidak jelas ujung pangkalnya dari proses hukum oleh Ditreskrimum Polda Jateng. 

    Hal itu diketahui dari pemberitaan Tirto.id yang dipublikasi 17 Desember 2024 pada pukul 20.40 WIB dengan judul: “2 Anggota Polda Jateng Calo Bintara Didakwa Terima Suap Rp 6M”. 

    Menurut berita tersebut, Polda Jawa Tengah sempat menyebut akan memproses pidana para pelaku. 

    Namun perkara yang dilimpahkan ke penuntut umum Kejari Kota Semarang baru dua orang yakni Bripka Z alias Zainal Abidin dan Brigadir EW alias Dwi Erwinta Wicaksono. 

    Kejaksaan belum menerima limpahan perkara selain dari dua mantan anggota Polda Jateng yang ditangani saat ini. 

    “Itu kewenangan penyidik, kami baru menerima dua,” ujar Jehan saat dikonfirmasi.

    Masyarakat akan mencatat, apakah di tahun 2025, para pelaku kejahatan di internal kepolisian itu akan diproses ke sidang peradilan? Masyarakat sebenarnya juga menanti kelanjutan dari “polisi peras polisi” di lembaga pendidikan Sekolah Pembentukan Perwira (Setukpa) Polri Sukabumi  yang menghilang “bak ditelan bumi” tanpa penjelasan dari Divisi Humas Polri. 

    Padahal, kasus yang menggegerkan pada sekitar bulan Agustus 2024 tersebut, sangatlah serius dimana Divpropam Polri butuh waktu bulanan untuk mengurai kebobrokan anggota Polri di pendidikan itu yang memeras peserta didik calon perwira hingga puluhan juta. 

    Bahkan, Pengamanan internal (Paminal) Propam Polri telah menyita uang sebesar Rp 1,5 miliar sebagai barang bukti. 

    Tapi, tindak lanjut dari adanya peristiwa tersebut tidak ada kabar tentang sidang kode etik profesi dari para pelaku-pelakunya. 

    Yang ada hanyalah bahwa Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo melakukan “bedol deso” anggota Polri yang menjabat di Setukpa tersebut melalui Surat Telegram bernomor: ST/1821/VIII/KEP./2024, tanggal. 21 Agustus 2024 dengan memutasi Kepala Sekolah Pembentukan Perwira (Kasetukpa) Lemdiklat Polri, Brigjen Mardiaz Kusin Dwihananto dimutasi sebagai Widyaiswara Kepolisian Utama Tk. II Sespim Lemdiklat Polri.

    Sementara Wakasetukpa, Kombes Dr. Ignatius Agung Prasetyo dimutasi sebagai Dosen Kepolisian Madya Tk.I Akpol Lemdiklat Polri. 

    Sedang pada ST Kapolri bernomor: 1813/VIII/KEP./2024, tanggal. 21 Agustus 2024 sejumlah perwira menengah di Setukpa Polri juga terkena mutasi.

    Mereka yakni Kompol Zoenivpendi yang menjabat Kadensiswa 3 Bagbimsis Setukpa Lemdiklat Polri dipindah sebagai Pamen Pusjarah Pori. 

    Kompol Dedi Supriyatno selaku Kadensiswa 2 Bagbimsis Setukpa Lemdiklat Polri dimutasi sebagai Pamen Divisi Teknologi, Infomasi dan Komunikasi Polri. 

    Kemudian, Kompol Marudut Manalu selaku Kadensiswa 1 Bagbimsis Setukpa Lemdiklat Polri dipindah sebagai Pamen Puslitbang Polri. Kompol Alfriwan Zaputra selaku Paur Subbaghanjartaka Bagbingadik dimutasi sebagai Pamen Divkum Polri. 

    Kompol Hadi Widarto selaku Paur/Alins Bagdiglat Setukpa dipindah sebagai Pamen Sahli Kapolri. 

    Lalu ada Kompol Suwitomo selaku Paur Bidjemen Setukpa dimutasi sebagai Pamen Divhumas Polri, dan Kompol Sri Mulyani selaku Paur Subbidopsnal Bidproftek Setukpa dimutasi sebagai Pamen Setum Polri. 

    Indonesia Police Watch (IPW) menilai penindakan terhadap “polisi peras polisi” ini seharusnya diproses lebih lanjut ke Komisi Etik Polri. 

    Sehingga institusi Polri bebas dari penyalahgunaan wewenang, pungli, pemerasan dan korupsi (suap dan gratifikasi). 

    Sebab, praktik-praktik tersebut jelas melanggar peraturan dan diharapkan menjadi pelajaran bagi anggota Polri untuk memiliki etika moral yang terpuji, yang tercermin dalam prilaku anggota Polri yang didasari ketakwaan, kesusilaan, hati nurani, integritas, kejujuran, serta penghayatan terhadap nilai-nilai Pancasila, Tribrata dan Catur Prasetya. 

    Praktik sebaliknya justru terjadi di Polda NTT melalui putusan kode etik KKEP yang mem+PTDH Iptu Rudy Soik dengan segala argumentasi. 

    Padahal Iptu Rudy soik berusaha mengungkap jaringan ilegal BBM yang diduga melibatkan oknum Polri. 

    Perjuangannya membela diri yang didukung banyak lapisan masyarakat hingga DPR membuat pemecatannya dipertimbangkan.

    Namun, oknum-oknum anggota Polri yang bermain di minyak BBM ilegal tidak tersentuh kendati pimpinan tertinggi di kepolisian telah menerjunkan tim ke Polda NTT. 

    Hasilnya, semuanya seakan menghilang. 

    Hal ini terlihat dengan tidak adanya ekspose kasus setelah tahapan Iptu Rudy Soik dipanggil di Komisi III DPR bersama Kapolda NTT, Irjen Dahi Tahi Monang Silitonga pada Senin, 28 Oktober 2024.

    Terjerat Sambo Naik Pangkat Juga

    Dengan tidak seriusnya melakukan penindakan terhadap anggota itu, menjadikan institusi Polri rentan terhadap kritikan masyarakat yang menyudutkan dan menurunkan citra institusi.

    Kritikan masyarakat yang begitu pedas juga disampaikan IPW kepada Institusi Polri, terjadi saat anggota Polri yang terlibat dalam kasus Sambo menorehkan bintang dipundaknya, dan juga ada yang naik pangkat. 

    Pasalnya, banyak masukan dari internal kepolisian bahwa anggota yang terlibat dalam kasus Sambo itu dengan mudahnya naik pangkat, sementara anggota Polri yang tidak pernah berurusan dengan pelanggaran etik sangat sulit untuk naik pangkat. 

    Diketahui, sejumlah polisi yang sempat tersandung kasus Ferdy Sambo kini kembali aktif bertugas, bahkan mendapatkan promosi. 

    Ada enam perwira Polri yang sebelumnya menjalani sanksi kini telah menduduki posisi strategis.

    Salah satu yang dipromosikan adalah Budhi Herdhi Susianto yang menjabat Kapolres Jakarta Selatan saat kasus Sambo mencuat. 

    Budhi dipromosikan menjadi Karowatpers dan menyandang pangkat brigadir jenderal (brigjen). 

    Nama lain yang juga mendapat promosi adalah Kombes Murbani Budi Pitono, Kombes Denny Setia Nugraha Nasution, Kombes Susanto, AKBP Handik Zusen, dan Kompol Chuck Putranto. 

    Adanya perbedaan dalam hal promosi jabatan dan pola pembinaan itu dirasakan sangat tidak adil sehingga IPW melihat ada kecenderungan Polri merehabilitasi anggotanya yang melanggar etik setelah peristiwa pelanggaran etik tidak lagi menjadi perhatian publik.

    Seperti pada putusan tingkat pertama berat, kemudian dengan lewatnya waktu, ketika masyarakat sudah mulai melupakan, Polri kemudian merehabilitasi secara legal orang-orang yang telah dihukum tersebut. 

    Kesalahan-kesalahannya itu kemudian direhabilitasi.

    Kenyataan ini justru akan memularkan virus pelanggaran terhadap anggota Polri lainnya karena nanti belakangnya bisa “diurus”. 

    Hal itu, lantaran ada anggapan bahwa penyelesaian pelanggaran terhadap peraturan itu dapat diselesaikan berdasarkan kedekatan personal. 

    Untuk itu, dari kasus kenaikan pangkat terhadap anggota Polri yang tersandung kasus Sambo, seharusnya Polri meningkatkan transparansi proses promosi secara terbuka dan berdasarkan kriteria yang objektif. 

    Hal ini, agar anggota Polri yang tidak memiliki pelanggaran etika legowo melihat mutasi dan promosi jabatan yang dilakukan pimpinan Polri. 

    Sikap institusi Polri yang tidak tegas, terkesan melindungi anggotanya yang salah serta menerapkan impunitas, tentu kedepannya akan berdampak sistemik dianggap remeh oleh anggotanya sendiri. 

    Terbukti dipenghujung tahun 2024 muncul kasus pemerasan oleh anggota Polri terhadap Warga Negara Malaysia yang menonton Djakarta Warehouse Project (DWP) di Jakarta International Expo, Kemayoran, Jakarta Pusat yang mempermalukan institusi polri sendiri. 

    Kendati akan ada penindakan tegas dengan bahkan putusan pemecatan terhadap anggota yang saat ini ditangkap Propam Polri, tentu langkah ini tidak akan memulihkan nama baik Institusi Polri atau Pemerintah Indonesia di kancah internasional. 

    Sebab, yang menjadi korban pemerasan adalah Warga Negara Malaysia yang dikenal sangat kritis pada Indonesia sebagai negara serumpun dan medsosnya telah menyebar ke belahan dunia. 

    Karenanya, IPW mempertanyakan integritas, pola pikir para anggota Polri yang diduga memeras WN malaysia tersebut apakah mereka anggota-anggota yang rendah intelektualnya sehingga tidak bisa berfikir normal bahwa warga Malaysia sebagai korban bisa membongkar pemerasan  yang mereka alami. 

    Atau memang sikap mental  memeras  telah melekat sebagai DNA pada polisi kita? 

    Mengaca pada peristiwa peristiwa yang diurai diatas sepatutnya Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo perlu melakukan pola tindak baru ditahun 2025 dengan bertindak tegas dan lugas memecat anggota tanpa pandang bulu dan tanpa melihat pangkat. 

    Aliran uang Rp 32 miliar dari hasil pemalakan itu harus dibongkar sampai kemana dan ke siapa? 

    Hal ini penting untuk menjaga profesionalisme dan kepercayaan masyarakat terhadap institusi Polri.

  • IPW Catat 4 Kasus Polisi Tembak Mati Orang Lain

    IPW Catat 4 Kasus Polisi Tembak Mati Orang Lain

    Surabaya (beritajatim.com) – IPW menyoroti insiden penggunaan senjata yang menewaskan orang lain. Catatan Indonesia Police Watch (IPW) setidaknya ada empat insiden kematian orang lain karena penggunaan senjata oleh polisi selama kurun waktu 2024.

    “Ada empat kasus yang menghebohkan masyarakat terkait penggunaan senjata yang menewaskan orang lain,” kata Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso, Minggu (22/12/2024).

    Empat insiden itu membuat citra buruk terhadap institusi Polri. Sehingga muncul polemik di masyarakat yang saling berdebat terkait penggunaan senjata api oleh anggota kepolisian. Menurut Sugeng, kini di masyarakat muncul pihak yang tidak setuju anggota polri diberi senjata api.

    “Namun juga masih ada yang setuju anggota Polri dipersenjatai untuk mengamankan, melindungi, mengayomi masyarakat dari tindak kejahatan yang membahayakan nyawa,” tutur Sugeng.

    Sejumlah insiden yang membuat sebagian masyarakat merasa anggota Polri tidak perlu dipersenjatai itu antara lain penembakan terhadap siswa SMKN 4 Semarang bernama Gamma Rizkynata Oktafandy. Diketahui, Gamma tewas usai menerima timah panas dari Aipda Robig Zaenuddin anggota Resnarkoba Polres Semarang, Minggu (24/11/2024).

    Kasus lainnya adalah penembakan kepada Beni warga Bangka Belitung yang dituduh mencuri buah sawit di area perkebunan yang dijaga oleh pasukan khusus Polri. Beni tewas setelah diberondong 12 tembakan oleh anggota Brimob pada Minggu, (24/09/2024).

    Kasus ketiga terjadi di wilayah Polresta Palangkaraya. Brigadir Anton Kurniawan Setiyanto menembak seorang supir ekspedisi berinisial BA, Rabu (27/11/2024). Mayat BA lantas dibuang di perkebunan sawit Katingan Hilir dan baru ditemukan 6 Desember 2024.

    Kasus yang begitu mengejutkan terjadi di internal kepolisian. AKP Dadang Iskandar Kabag Ops Polres Solok Selatan tega menembak AKP Ryanto Ulil rekan kerjanya di Polres Solok yang menjabat Kasat Reskrim pada 22 November 2024. Dadang melakukan penembakan kepada Ryan saat berada di ruangan Kasat Reskrim di Polres Solok. Tidak puas menembak Ryan, Dadang lantas memberondong rumah Kapolres Solok.

    Atas sejumlah insiden itu, Sugeng menyoroti pemakaian senjata oleh anggota Polri. Padahal, sikap pemakaian senjata telah diatur dalam peraturan Kapolri (Perkap).

    “Atas beberapa insiden, Polri kemudian digugat masyarakat. Padahal penggunaan senjata telah diatur baik di Perkap dan SOP,” tutur Sugeng.

    Sugeng menegaskan, bahwa pimpinan Polri harus memastikan anggota yang dilengkapi senjata api memiliki izin penggunaan senjata. Lalu juga punya keterampilan dan patuh terhadap aturan dan etika penggunaan senjata. Anggota kepolisian juga harus dapat menjaga keamanan dan keselamatan masyarakat dengan penggunaan senjata.

    “juga diharapkan, anggota yang dipersenjatai bisa mengendalikan emosi dan bertindak tenang. Lalu juga penggunaan senjata tidak boleh sebagai ajang unjuk kekuasaan yang akhirnya mengintimidasi masyarakat,” tutup Teguh. (ang/but)

  • IPW: Pemeriksaan Budi Arie sebagai langkah yang harus didukung

    IPW: Pemeriksaan Budi Arie sebagai langkah yang harus didukung

    Budi Arie pernah menyampaikan adanya empat atau lima bandar besar yang sudah diketahui namanya

    Jakarta (ANTARA) – Indonesia Police Watch (IPW) menyebutkan pemeriksaan mantan Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi terkait kasus judi online (judol) sebagai langkah Kepolisian yang patut mendapat dukungan.

    “Langkah Bareskrim Mabes Polri dan juga Polda Metro Jaya berkaitan dengan pengungkapan sebelumnya kasus perlindungan bandar judol oleh oknum Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) yang dilanjutkan dengan pemeriksaan Budi Arie Setiadi selaku mantan Menteri Kominfo, adalah langkah yang harus didukung,” kata Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Jumat.

    Teguh menyebut publik harus mendukung agar Polri melalui Bareskrim dapat mengungkap terkait dengan adanya perlindungan situs-situs judi online oleh oknum Kominfo yang sekarang ini nomenklaturnya berganti menjadi Komdigi.

    “Diperiksanya Budi Arie setiadi, bukan tanpa sebab, IPW menduga kuat, Polri berhasil mendapatkan informasi, keterangan, dan juga bukti awal adanya keterlibatan daripada Budi Arie Setiadi. Kualitas keterlibatannya seperti apa, kita percayakan kepada Polri untuk mengusut lebih dalam,” katanya.

    Teguh juga menyebutkan Budi Arie pernah menyampaikan adanya empat atau lima bandar besar yang sudah diketahui namanya. Tetapi, sampai saat ini, tidak terungkap.

    “Pada saat Budi Arie mengungkapkan empat atau lima bandar tersebut, itu dalam kaitan dikeluarkan Keppres Tahun 21 Tahun 2024 oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk pembentukan Satgas Judi Online. Sementara, Budi Arie adalah Ketua Tim Pencegahan daripada Keppres Nomor 21. Ini harus didalami, ” ucapnya.

    Teguh juga menambahkan yang menarik di dalam pemeriksaan Budi Arie ini adalah pemeriksaan oleh Kortastipidkor atau Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

    “Padahal, dari 22 yang ditangkap sebagai pegawai dari Komdigi, mereka dijerat dengan tindak pidana ITE dan juga judi,” ucapnya.

    Mantan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi mengatakan bahwa dirinya diperiksa sebagai saksi terkait kasus judi online (daring) yang melibatkan oknum Komdigi.

    “Sebagai warga negara yang taat hukum, saya berkewajiban untuk membantu pihak kepolisian dalam penuntasan pemberantasan kasus judi online di lingkungan Komdigi,” kata Budi Arie ketika ditemui di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (19/12).

    Ia mengungkapkan dirinya diperiksa selama dua jam oleh penyidik. Akan tetapi, terkait substansi penyidikan, ia enggan membeberkan lebih jauh.

    “Mengenai materi dan isi keterangan yang saya berikan hari ini, silakan ditanyakan kepada pihak penyidik yang lebih berwenang,” ucapnya.

    Pewarta: Ilham Kausar
    Editor: Ganet Dirgantara
    Copyright © ANTARA 2024

  • IPW Apresiasi Polisi Tangkap Anak Bos Toko Roti Penganiaya Karyawati

    IPW Apresiasi Polisi Tangkap Anak Bos Toko Roti Penganiaya Karyawati

    Jakarta

    Polisi menangkap George Sugama Halim yang menganiaya karyawati toko roti di Penggilingan, Cakung, Jakarta Timur (Jaktim). Indonesia Police Watch (IPW) mengapresiasi kinerja polisi.

    “Tindakan Polres Jakarta Timur yang akhirnya menangkap tersangka George Sugama yang menganiaya pekerja di tempat orang tuanya bekerja adalah patut diapresiasi,” ujar Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso kepada wartawan, Senin (16/12/2024).

    Menurutnya, konflik-konflik berbasis perbedaan tingkat ekonomi antara majikan dan buruh adalah konflik yang harus diatasi dengan keberpihakan kepada masyarakat kecil. Hal ini sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto kepada polisi beberapa hari yang lalu.

    “Tindakan penangkapan ini adalah satu pertanda yang baik,” lanjutnya.

    Sugeng mengatakan saat ini Polri perlu menunjukkan keberpihakan dan berada di sisi rakyat. Dia mengatakan Polri sudah semestinya melindungi rakyat kecil.

    “Sudah waktunya Polri menunjukkan bahwa Polri membela rakyat seperti yang diarahkan oleh Presiden Prabowo di rapat Kasatwil Polri bahwa Polri harus membela rakyat-rakyat kecil, rakyat miskin, sesungguhnya di situlah jati diri Polri, yaitu polisi yang melindungi rakyat,” tutur Sugeng.

    “Saat ini setelah fakta dan bukti dikumpulkan, kemudian dilakukan gelar perkara maka penyidik Satreskrim Polres Metro Jaktim telah menetapkan GSH sebagai tersangka,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi kepada wartawan, Senin (16/10).

    George dijerat dengan Pasal 351 KUHP tentang Penganiayaan. George terancam hukuman 5 tahun penjara.

    (isa/jbr)

  • Lambatnya Polisi Tangani Kasus Anak Bos Kue Aniaya Karyawan: 2 Bulan Dilaporkan, Belum Ada Tersangka – Halaman all

    Lambatnya Polisi Tangani Kasus Anak Bos Kue Aniaya Karyawan: 2 Bulan Dilaporkan, Belum Ada Tersangka – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Viral sebuah video yang memperlihatkan seorang pria yang melakukan penganiayaan terhadap seorang wanita.

    Ternyata, terduga pelaku penganiayaan adalah GSH, anak bos toko roti di kawasan Penggilingan, Cakung, Jakarta Timur.

    Sementara korban adalah karyawan toko roti tersebut berinisial DAD (19).

    Dikutip dari Tribun Jakarta, korban mengalami luka pendarahan di kepala hingga memar di sekujur tubuhnya.

    DAD mengaku peristiwa yang dialaminya tersebut terjadi pada 17 Oktober 2024 lalu.

    Adapun kronologi dari peristiwa tersebut berawal ketika DAD menolak permintaan GSH untuk membawakan makanan yang sudah dipesan secara online ke ruangan pelaku.

    Dia menyebut penolakan itu lantaran GSH meminta DAD untuk membawakan makanan dengan kalimat tidak sopan.

    Selain itu, DAD juga mengaku saat akan membawakan makanan ke kamar GSH, pelaku juga melakukan penganiayaan terhadapnya.

    “Mungkin karena kesal saya tolak dia marah. Dia melempar saya pakai (pajangan) patung, terus melempar mesin EDC, melempar kursi,” kata DAD dikutip pada Minggu (15/12/2024).

    Berdasarkan rekaman video yang beredar di media sosial, GSH sampai melemparkan mesin EDC untuk pembayaran debit ke arah DAD.

    Melihat peristiwa tersebut, karyawan lain hanya bisa diam dan menangis ketakutan.

    Di sisi lain, orang tua GSH justru membela DAD dan memintanya agar melaporkan kejadian penganiayaan tersebut ke polisi.

    “Saya sempat ditarik sama bos saya untuk keluar, katanya laporin saja ke polisi. Tapi karena handphone sama tas saya masih di dalam akhirnya saya balik lagi (ke toko) untuk mengambil,” ujarnya.

    Nahas, saat DAD kembali masuk untuk mengambil ponselnya, GSH kembali melakukan penganiayaan dengan melemparinya dengan barang-barang.

    Bahkan, loyang yang dilemparkan GSH sampai membuat kepala DAD mengalami pendarahan.

    “Waktu itu saya belum sadar kalau kepala berdarah, hanya memegangi kepala saja. Kalau luka yang sampai berdarah hanya di kepala, tapi kalau memar banyak. Di tangan, kaki, paha, pinggang,” tuturnya.

    DAD lantas diantar oleh orangtua GSH ke klinik untuk menjalani perawatan. Namun, karena peralatan kurang, klinik itu meminta korban untuk menjahit luka pendarahannya ke rumah sakit.

    Namun, korban menolaknya karena masih syok dan ketakutan usai dianiaya GSH secara membabi buta.

    Tanpa adanya perawatan lanjutan, DAD bersama rekan sesama karyawan melaporkan kejadian tersebut ke Polres Metro Jakarta Timur pada 17 Oktober 2024.

    “Laporan diterima di Polres Jakarta Timur. Setelah laporan saya diantar untuk visum di RS Polri Kramat Jati. Barang bukti yang saya serahkan ke kepolisian baju saya yang ada ceceran darah,” lanjut DAD.

    Hanya saja, hingga saat ini, polisi belum menetapkan GSH menjadi tersangka atas penganiayaan terhadap DAD meski video kejadian tersebut sudah viral di media sosial.

    2 Bulan Laporan, Polisi Masih Tahap Periksa Saksi

    Kasus anak bos toko roti inisial GSH melempar kursi dan mesin EDC kepada korban yang merupakan karyawati. (Istimewa)

    Meski sudah dilaporkan sejak dua bulan lalu dan sudah ada barang bukti yang diberikan DAD, Polres Metro Jakarta Timur masih masuk dalam tahapan pemeriksaan saksi.

    Hal ini disampaikan oleh Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Timur, AKBP Armunanto Hutahean.

    “Kami sudah memeriksa empat saksi termasuk terlapor serta mengumpulkan bukti-bukti,” ujarnya pada Minggu (15/12/2024), dikutip dari Tribun Jakarta.

    Armunanto menuturkan saksi yang diperiksa adalah orang yang mengetahui peristiwa tersebut dan tahu akan kejadian penganiayaan.

    Dia juga mengatakan telah memeriksa GSH terkait kasus ini. Namun, dia tidak menjelaskan hasil pemeriksaan tersebut.

    IPW Kritik Polisi Lambat: Ini Kasus Mudah

    Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso mengkritik kinerja Polres Metro Jakarta Timur yang tidak kunjung menetapkan tersangka dalam kasus ini meski sudah ada laporan sejak dua bulan lalu.

    Dia mendesak agar polisi segera menetapkan GSH sebagai tersangka karena kasus penganiayaan ini adalah perkara mudah.

    Ditambah, sambungnya, sudah beredar video penganiayaan oleh GSH terhadap DAD di media sosial.

    Bahkan, Sugeng mengungkapkan korban sudah membawa barang bukti berupa pakaian miliknya dengan noda darah serta bukti visum dari RS Polri Kramat Jati.

    “Ini perkara yang tidak sulit, segera tetapkan tersangka dan diproses hukum. Jangan sampai masyarakat memviralkan kasus dideritanya karena tidak mendapat layanan profesional,” ujarnya kepada Tribunnews.com, Minggu (15/12/2024).

    Sugeng mendesak agar Polres Metro Jakarta Timur segera menangani kasus ini dan menetapkan tersangka demi keadilan korban.

    “Sebaiknya memang tidak ada pandang bulu ya (menangani kasus), bahkan pak (Presiden RI) Prabowo (Subianto) bilang polisi harus berpihak kepada rakyat, jelas perintahnya,” tuturnya.

    Sebagian artikel telah tayang di Tribun Jakarta dengan judul “Pegawai Toko Kue di Cakung Dianiaya Anak Pemilik Toko Hingga Babak Belur, Dilempar Kursi dan Loyang”

    (Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)(Tribun Jakarta/Bima Putra/Ferdinand Waskita Suryacahya)

     

  • KPK Diminta Jawab Keraguan Publik Terkait Pemberantasan Korupsi

    KPK Diminta Jawab Keraguan Publik Terkait Pemberantasan Korupsi

    loading…

    Pimpinan dan Dewas KPK diminta menjawab keraguan publik dalam pemberantasan korupsi. Foto/SINDOnews

    JAKARTA – Presiden Prabowo Subianto berkomitmen memberantas korupsi di Indonesia. Hal itu disampaikan Prabowo dalam berbagai kesempatan, termasuk saat Peringatan Hari Guru Nasional, beberapa waktu lalu. Karenanya, peran lembaga penegak hukum seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sangat penting. Untuk itu, lembaga antirasuah tersebut harus bisa menjawab keraguan publik dalam memberantas korupsi.

    Hal itu dibahas dalam Seminar Nasional bertajuk “KPK, Pertahankan atau Bubarkan? (Quo Vadis KPK)” yang diselenggarakan mahasiswa Program Pascasarjana Magister Hukum Universitas Kristen Indonesia (UKI) 2024 di Auditorium Graha William Soeryadjaya, Gedung Kampus UKI, Cawang, Jakarta.

    Ketua Indonesia Police Watch Sugeng Teguh Santoso mengatakan, DPR telah mengesahkan lima Pimpinan dan Dewas KPK periode 2024-2029. Kelima Pimpinan KPK terpilih dengan suara terbanyak adalah Setyo Budiyanto, Fitroh Rohcahyanto, Ibnu Basuki Widodo, Johanis Tanak, dan Agus Joko Pramono.

    Sementara lima Dewas KPK terpilih untuk periode 2024-2029 yakni, Benny Jozua Mamoto, Chisca Mirawati, Wisnu Baroto, Gusrizal, dan Sumpeno. “Dengan penetapan pimpinan yang baru, berarti KPK masih diperlukan menurut pemerintah, tapi bagaimana pandangan secara empirik dan filosofis keberadaan KPK oleh masyarakat,” ujarnya, Jumat (6/12/2024).

    Dalam kesempatan itu, Sugeng meragukan independensi jajaran pimpinan KPK. Apalagi tidak ada perwakilan dari civil society dalam susunan Dewas KPK. “Penyadapan dan Operasi Tangkap Tangan (OTT) itu hantu gentayangan, tapi sekarang OTT harus lapor ke Dewas ya bocorlah. Apalagi dewas yang sekarang ini tidak ada dari civil society, yang ada dari Aparatur Sipil Negara (ASN), polisi, jaksa, BPK, dan dua mantan jaksa,” ujar Sugeng.

    Akademisi UKI Fernando Silalahi menyebut, sejak didirikan pada 2002 melalui Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002, KPK lahir sebagai lembaga ad hoc yang bertugas untuk memerangi korupsi di Indonesia. Namun, seiring berjalannya waktu, KPK menghadapi banyak tantangan internal dan eksternal. “Kalau semua pimpinan baru KPK dari ASN, ada hirarki di antara mereka saling menghormati. Saat KPK dipimpin sipil, mereka berani menyeret politikus,” kata Fernando.

    Fernando mempertanyakan efektivitas lembaga ini mengingat pembatasan kewenangan yang terus diberikan, terutama setelah adanya Dewas sejak 2019. Revisi UU KPK yang membentuk Dewas membatasi kewenangan penyidik untuk melakukan penyadapan tanpa izin yang dianggap oleh banyak kalangan membuat KPK semakin lemah.

    “Sekarang dengan adanya Dewas, penegak hukum tidak ada takutnya sama KPK. Sebab KPK sekarang tidak bisa menyadap tanpa seizin Dewas,” ujar Fernando.

    Data Transparency International Indonesia (TII) menyebut Indonesia mengalami penurunan skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK) dari 38 pada 2021 menjadi 34 pada 2022. Hal ini menunjukkan stagnasi dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.

    “Independensi para jajaran pimpinan KPK yang baru terpilih diragukan oleh banyak pihak. KPK sekarang dipimpin oleh 2 jaksa, 2 polisi, dan 1 hakim, jadi pikiran independennya terganggu karena dalam pikirannya pasti ada struktur pimpinan dan bawahan,” ujarnya.

  • 4
                    
                        Perwira Tersandung Kasus Sambo Naik Pangkat, Polri Diminta Beri Penjelasan
                        Nasional

    4 Perwira Tersandung Kasus Sambo Naik Pangkat, Polri Diminta Beri Penjelasan Nasional

    Perwira Tersandung Kasus Sambo Naik Pangkat, Polri Diminta Beri Penjelasan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Ketua Indonesia Police Watch (
    IPW
    ) Sugeng Teguh Santoso meminta
    Polri
    untuk menjelaskan alasan sejumlah perwira Polri yang sempat dicopot karena kasus pembunuhan
    Brigadir J
    oleh
    Ferdy Sambo
    tapi kini naik pangkat.
    Sugeng menyatakan, klarifikasi ini perlu disampaikan karena ada banyak anggota Polri yang tidak pernah tersandung masalah etik tetapi tidak kunjung naik pangkat.
    “Alasan kemudian mereka naik pangkat, ini harus dijelaskan, karena ada anggota Polri lain juga yang tidak melakukan tindakan salah, tidak mendapat promosi (jabatan),” kata Sugeng kepada
    Kompas.com
    , Selasa (3/12/2024).
    Sugeng menuturkan, keputusan Polri yang memberikan kenaikan pangkat kepada perwira yang sempat bermasalah sedangkan perwira yang bersih tidak kunjung naik pangkat dapat menimbulkan dugaan diskriminasi.
    Ia juga khawatir hal itu dapat mengurangi kepercayaan publik terhadap institusi Polri.
    “Apabila tidak bisa dijelaskan kepada publik terkait keputusan-keputusan Polri ini, kepercayaan publik kepada Polri bisa turun ya, karena urusan institusi Polri bukan hanya urusan Polri,” kata Sugeng.
    Sugeng pun mengakui bahwa kenaikan pangkat merupakan wewenang Polri, begitu dengan proses banding atas proses pelanggaran etik yang dilakukan anggota Polri.
    Namun, ia mengingatkan bahwa harus ada transparansi dari Polri atas proses etik yang pernah menjerat para perwira tersebut.
    “(Jangan) dengan waktu yang berlalu kemudian masyarakat lupa, dan munculah putusan-putusan kepada para personil yang dihukum itu, ada yang naik bintang dua, ada yang naik menjadi kombes, ada yang naik bintang satu,” kata dia.
    Oleh karena itu, IPW akan meminta putusan-putusan tersebut dapat diakses publik, termasuk putusan di tingkat pertama dan tingkat banding, dan apa yang menjadi pertimbangannya.
    Sebab, IPW melihat ada kecendurungan Polri merehabilitasi anggotanya yang melanggar etik setelah peristiwa pelanggaran etik tidak lagi menjadi perhatian publik.
     
    “Karena ada kecenderungan IPW melihat, putusan tingkat pertama berat, kemudian dengan lewatnya waktu, ketika masyarakat sudah mulai melupakan, Polri kemudian merehabilitasi secara legal orang-orang yang telah dihukum ini,” kata Sugeng.
    “Kesalahan-kesalam itu kemudian direhabilitasi, dan tidak akan muncul efek jera. Anggota akan menganggap remeh pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan, karena nanti belakangnya bisa “diurus”,” ujar dia.
    Diberitakan sebelumnya, sejumlah polisi yang sempat tersandung kasus Ferdy Sambo kini kembali aktif bertugas, bahkan mendapatkan promosi. Ada enam perwira Polri yang sebelumnya menjalani sanksi kini telah menduduki posisi strategis.
    Salah satu yang dipromosikan adalah Budhi Herdhi Susianto yang menjabat Kapolres Jakarta Selatan saat kasus Sambo mencuat.
    Ia sempat merilis kejadian tewasnya Brigadir J sebagai insiden tembak-menembak. Belakangan, penyidikan mengungkap peristiwa tersebut direkayasa oleh Ferdy Sambo.
    Kini, Budhi mendapatkan promosi menjadi Karowatpers, jabatan setingkat bintang satu. Pengangkatan ini tertuang dalam Surat Telegram Kapolri nomor ST/2517/XI/KEP/2024 tertanggal 11 November 2024 yang ditandatangani Asisten SDM Polri Irjen Dedi Prasetyo.
    Selain Budhi, beberapa polisi yang berada dalam pusara kasus Ferdy Sambo juga kembali bertugas dengan posisi baru. Kompol Chuck Putranto, yang sebelumnya menjabat Kasubbagaudit Baggak Etika Rowabprof Divpropam Polri, sempat terjerat kasus perintangan penyidikan.
    Ia dihukum demosi satu tahun dan divonis satu tahun penjara oleh PN Jakarta Selatan. Kini, Chuck telah naik pangkat menjadi AKBP dan ditempatkan sebagai Pamen Polda Metro Jaya. Hal ini berdasarkan Surat Telegram Kapolri nomor ST/1628/VIII/KEP/2024 tertanggal 1 Agustus 2024.
    Lalu, Kombes Susanto, mantan Kepala Bagian Penegakan Hukum Provost Div Propam Polri, juga termasuk dalam daftar. Susanto menjalani sanksi demosi tiga tahun dan masa patsus. Sejak 2023, ia kembali bertugas sebagai Penyidik Tindak Pidana Madya Tk. II di Bareskrim Polri, sesuai surat telegram nomor ST/2750/XII/KEP/2023.
    Kemudian, AKBP Handik Zusen, eks Kasubdit Resmob Ditreskrimsus Polda Metro Jaya, mengalami demosi dan patsus akibat kasus yang sama. Sejak 2023, ia menjabat Kasubbag Opsnal Dittipidum Bareskrim Polri. Promosi ini juga tertuang dalam surat telegram Kapolri yang sama dengan Kombes Susanto.
    Selanjutnya, Kombes Murbani Budi Pitono, mantan Kabag Renmin Divpropam Polri, mendapat sanksi demosi satu tahun dalam kasus itu. Ia kini menjabat Irbidjemen SDM II Itwil III Itwasum Polri.
    Sedangkan perwira lainnya, Kombes Denny Setia Nugraha Nasution, yang sebelumnya dicopot dari jabatan Sesro Panimal Propam Polri, kini menduduki posisi Kabagjianling Rojianstra SOPS Polri.
    Ketika berita ini diturunkan,
    Kompas.com
    telah berusaha meminta keterangan terkait pertimbangan Polri memberikan kenaikan jabatan kepada sejumlah perwira/anggota Polri, namun tak ada satupun yang memberikan keterangan terkait keputusan itu.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Polri di Tengah Tudingan “Parcok” dan Usulan Kembali Ke TNI/Kemendagri

    Polri di Tengah Tudingan “Parcok” dan Usulan Kembali Ke TNI/Kemendagri

    Polri di Tengah Tudingan “Parcok” dan Usulan Kembali Ke TNI/Kemendagri
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Kepolisian Republik Indonesia (
    Polri
    ) lagi-lagi menjadi sorotan publik. Institusi pecahan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) ini belakangan dituding sebagai ”
    Parcok
    ” atau
    Partai Coklat
    .
    Istilah ini disebut pertama kali oleh Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto yang menyinggung soal pergerakan “
    partai coklat
    ” perlu diantisipasi.
    Hasto menyampaikan ini ketika menegaskan seluruh jajaran PDI-P memantau pelaksanaan pemungutan suara Pilkada Serentak 2024, Rabu (27/11/2024).
    “Di Jawa Timur relatif kondusif, tetapi tetap kami mewaspadai pergerakan partai coklat ya, sama dengan di Sumatera Utara juga,” ujar Hasto di kediaman Megawati Soekarnoputri, Rabu (27/11/2024).
    Istilah itu kemudian menyudutkan Polri karena disebut-sebut melakukan pengerahan aparat pada pemilihan umum, baik Pilpres, Pileg maupun Pilkada.
    Namun, DPR melihat isu
    parcok
    dalam
    Pilkada 2024
    adalah kabar bohong atau hoaks. Ini seperti disampaikan Ketua Komisi III DPR Habiburokhman.
    Adapun Komisi III merupakan mitra kerja Polri di DPR.
    “Apa yang disampaikan oleh segelintir orang terkait parcok dan lain sebagainya itu, kami kategorikan sebagai hoaks,” kata Habiburokhman di Ruang Rapat Komisi III DPR RI, Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (29/11/2024).
    Terkait partai coklat ini, Habiburokhman menyebut ada juga anggota DPR RI yang dilaporkan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI usai melontarkan tudingan itu.
    Namun, ia enggan mengungkap identitas anggota DPR yang dilaporkan ke MKD DPR itu.
    “Saya dengar orang tersebut sudah dilaporkan ke MKD. Kalau dilaporkan ke MKD tentu prosedurnya akan dipanggil, dimintai keterangan diminta untuk membuktikan. Kalau tidak bisa membuktikan, tentu ada konsekuensinya,” ucapnya.
    Selain dituding “Parcok”, Polri juga diusulkan kembali ke TNI atau Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) imbas disebut-sebut mengerahkan aparat dalam Pilkada 2024.
    Usulan ini disampaikan oleh Ketua DPP PDI-P, Deddy Yevri Sitorus.
    Hal ini menyusul hasil Pilkada Serentak 2024 di sejumlah wilayah, di mana PDI-P merasa kekalahan mereka di wilayah-wilayah tersebut disebabkan oleh pengerahan aparat kepolisian atau “parcok”.
    “Kami sedang mendalami kemungkinan untuk mendorong kembali agar Kepolisian Negara Republik Indonesia kembali di bawah kendali Panglima TNI atau agar Kepolisian Republik Indonesia dikembalikan ke bawah Kementerian Dalam Negeri,” ujar Deddy dalam jumpa pers, Kamis (28/11/2024).
    Ia berharap, DPR RI nantinya bisa bersama-sama menyetujui agar tugas polisi juga direduksi sebatas urusan lalu lintas, patroli menjaga kondusivitas perumahan, serta reserse untuk keperluan mengusut dan menuntaskan kasus-kasus kejahatan hingga pengadilan.
    “Di luar itu saya kira tidak perlu lagi. Karena negara ini sudah banyak institusi yang bisa dipakai untuk menegakkan ini,” kata Deddy.
    Polri hanya bungkam ketika mendapat tudingan “Parcok” maupun usulan dikembalikan ke TNI/Kemendagri.
    Ketika ditanya mengenai dorongan PDI-P untuk mengembalikan Polri ke TNI atau Kemendagri, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo meminta wartawan bertanya kepada yang mengusulkan.
    “Tanya yang nanya,” ujar Listyo, di kompleks Akademi Militer, Magelang, Jawa Tengah, pada Jumat (29/11/2024), saat acara wisuda Prabhatar Akademi TNI dan Akademi Kepolisian (Akpol).
    Sementara itu, Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto yang hadir dalam acara tersebut juga memilih untuk tidak memberikan komentar dan mengikuti langkah Listyo.
    Tudingan soal “Parcok” dan usulan untuk kembali ke TNI/Kemendagri dinilai sebagai langkah Polri untuk melakukan introspeksi diri.
    Wakil Ketua Umum PKB Jazilul Fawaid meminta institusi Polri mengoreksi diri terkait munculnya istilah “Partai Coklat” (Parcok) atau pengerahan aparat kepolisian pada pemilihan umum (pemilu), baik pilpres, pileg, maupun pilkada.
    “Kalau hari ini kemudian tidak dipercaya atau publik banyak dugaan berpolitik, ada sebutan parcok-lah, parpol-lah, itu menurut saya itu koreksi, harus didengar ini oleh institusi kepolisian,” kata Jazilul usai acara Musyawarah Nasional (Munas) V Perempuan Bangsa yang digelar di Jakarta, Jumat (29/11/2024) malam.
    Menurut dia, ada kemungkinan istilah Partai Coklat tidak terbukti. Meski begitu, Polri diminta mengoreksi diri lantaran isu ini kerap muncul.
    Jazilul mengakui tak menemukan bukti konkret juga soal tudingan keterlibatan Polri dalam pemilu. Namun, Jazilul mengaku pernah mendengar isu terkait hal ini.
    “Bahkan saya pernah dengar langsung ada seorang kepala desa begitu untuk memenangkan tertentu itu dipanggil, ditakut-takuti dengan kasus. Katanya begitu yang disampaikan ke saya,” kata dia.
    Anggota Komisi III DPR RI ini menilai Polri perlu melakukan koreksi di internal agar ke depannya isu tersebut tidak menjadi kegaduhan publik.
    Dia berpandangan, jangan sampai Polri yang seharusnya menjaga keamanan ketertiban, justru membuat ketidaktertiban publik.
    “Hari ini mungkin bisa ditangani, suatu saat enggak bisa ditangani akan terjadi masalah,” kata Jazilul.
    “Lebih baik menurut saya koreksi saja secara internal perbaiki, lakukan evaluasi supaya tidak lagi berpolitik, ini domainnya partai-partai dan juga partai-partai jangan ditarik-tarik institusi itu menjadi institusinya partai,” imbuh dia.
    PKB dalam posisi menghormati profesionalitas kepolisian.
    Menurutnya, PKB juga mengapresiasi jajaran kepolisian yang telah memastikan pilkada tahun ini berjalan lancar.
    “Meskipun ada dugaan penggunaan aparat dan semacam dugaan-dugaan seperti itu, tetapi pada umumnya sukseslah kerja yang dilakukan kepolisian,” tuturnya.
     Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso juga sepakat, Polri sebaiknya introspeksi.
    “Tunduk di bawah TNI atau kementerian tentu harus menjadi introspeksi pimpinan Polri,” ujarnya.
    Meski demikian, Sugeng menegaskan bahwa IPW tidak setuju dengan usulan Polri dikembalikan ke TNI/Kemendagri.
    Menurutnya, hal tersebut merupakan sebuah kemunduran.
    Sugeng menekankan perlunya introspeksi mendalam dari para pimpinan Polri.
    “Kepercayaan publik yang diukur melalui survei perlu dipertanyakan. Apakah surveinya benar atau abal-abal? Semua insan Polri harus kembali kepada jati diri,” jelasnya.
    Selain itu, tambah dia, jika Polri kembali berada di bawah TNI, potensi pelanggaran hak asasi manusia bisa meningkat.
    “Kembali lagi menjadi aparatur pendekatannya kekerasan,” tambahnya.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • PDI-P Usulkan Polri Kembali di Bawah TNI/Kemendagri, IPW: Langkah Kemunduran

    PDI-P Usulkan Polri Kembali di Bawah TNI/Kemendagri, IPW: Langkah Kemunduran

    PDI-P Usulkan Polri Kembali di Bawah TNI/Kemendagri, IPW: Langkah Kemunduran
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Ketua Indonesia Police Watch (
    IPW
    ) Sugeng Teguh Santoso menanggapi usulan untuk mengembalikan institusi
    Polri
    di bawah TNI atau Kementerian Dalam Negeri.
    Sugeng menegaskan bahwa Polri merupakan hasil reformasi yang diatur dalam Undang-Undang nomor 2 tahun 2002, yang menetapkan Polri sebagai institusi yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
    “Anugerah besar yang diberikan oleh sejarah kepada institusi Polri (tapi) tidak dapat dipertanggungjawabkan dengan baik,” katanya saat dihubungi, Jumat (29/11/2024).
    Sugeng mengungkapkan kekhawatirannya terkait arogansi, penyalahgunaan kewenangan, dan tindakan yang menyakiti masyarakat oleh oknum kepolisian.
    “Apabila itu yang terjadi, pertanyaannya adalah, apakah polisi harus dibawa kembali ke bawah institusi Menteri Dalam Negeri atau institusi TNI?” ujarnya.
    Ia menilai bahwa jika Polri kembali ke bawah TNI, hal tersebut merupakan sebuah kemunduran.
    Sugeng menekankan perlunya introspeksi mendalam dari para pimpinan Polri.
    “Kepercayaan publik yang diukur melalui survei perlu dipertanyakan. Apakah surveinya benar atau abal-abal? Semua insan Polri harus kembali kepada jati diri,” jelasnya.
    Ia menambahkan bahwa jika Polri kembali berada di bawah TNI, potensi pelanggaran hak asasi manusia bisa meningkat.
    “Kembali lagi menjadi aparatur pendekatannya kekerasan,” tambahnya.
    Sugeng juga mengungkapkan kekhawatirannya jika Polri berada di bawah Kementerian Dalam Negeri, yang dinilai sebagai kemunduran karena menteri-menteri saat ini berasal dari partai politik.
    “Tunduk di bawah TNI atau kementerian tentu harus menjadi introspeksi pimpinan Polri,” ujarnya.
    Sugeng menegaskan bahwa IPW tidak setuju dengan usulan tersebut.
    Sebelumnya,
    PDI-P
    mengusulkan agar Polri dikembalikan di bawah TNI atau Kementerian Dalam Negeri.
    Usulan ini muncul setelah hasil
    Pilkada
    Serentak 2024, di mana PDI-P merasa kekalahan mereka disebabkan oleh pengerahan
    aparat kepolisian
    .
    “Kami sedang mendalami kemungkinan untuk mendorong kembali agar Kepolisian Negara Republik Indonesia berada di bawah kendali Panglima TNI atau Kementerian Dalam Negeri,” ungkap Ketua DPP PDI-P, Deddy Yevri Sitorus, dalam jumpa pers pada Kamis (28/11/2024).
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.