Tag: Sugeng Teguh Santoso

  • Polda Metro Jaya Gelar Sidang Etik AKBP Bintoro 7 Februari

    Polda Metro Jaya Gelar Sidang Etik AKBP Bintoro 7 Februari

    Bisnis.com, JAKARTA – Polda Metro Jaya bakal menggelar sidang etik terhadap eks Kasatreskrim Polres Metro Jakarta Selatan, AKBP Bintoro pada Jumat (7/2/2025) dalam kasus pemerasan anak bos Prodia.

    Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi mengatakan sidang etik itu berkaitan dengan dugaan penyalahgunaan wewenang.

    “Bidpropam akan melaksanakan sidang kode etik terhadap para terduga pelanggar hari jumat nanti tanggal 7 Februari 2025,” ujar Ade di Polda Metro Jaya, Senin (3/2/2025).

    Dia menambahkan, pihaknya juga telah menemukan satu terduga pelanggar etik yakni mantan Kanit Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan berinisial M. 

    Dengan demikian, total terduga pelanggar terhadap dugaan kasus pemerasan terhadap bos Prodia menjadi lima anggota.

    Secara terperinci, dua eks Kasatreskrim Polres Jaksel AKBP Bintoro dan AKBP Gogo Galesung. Kemudian, anggota berinisial Z selaku Kanit Resmob Satreskrim Polres Jaksel dan ND selaku Kasubnit Resmob Satreskrim Polres Jaksel. 

    “Sampai dengan saat ini terduga pelanggar ada lima. Empat dipatsus ditambah Satu tidak dilakukan di patsus itu saudari M, mantan Kanit Satreskrim Polres Metro Jaksel,” pungkasnya.

    Sebagai informasi, tudingan pemerasan itu muncul dari Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso.

    Sugeng mengatakan kasus ini berkaitan dengan perkara dugaan pidana kematian yang ditangani Polres Jaksel pada 2024. Kasus itu menjerat anak bos Prodia dengan inisial AN dan BH.

    Kala itu, AKBP Bintoro menjabat Kasatreskrim Polres Jaksel. Bintoro diduga menerima aliran dana untuk menghentikan kasus tersebut. 

    Awalnya, Sugeng mengatakan Bintoro diduga menerima Rp20 miliar. Namun, angka tersebut menyusut menjadi Rp140 juta lantaran Sugeng menduga uang tersebut dibawa oleh advokat berinisial EDH.

    “Bukan Rp20 miliar, bukan Rp17 miliar, bukan Rp5 miliar, hanya 140 juta untuk penangguhan penahanan,” ujar Sugeng.

  • IPW Sebut AKBP Bintoro Hanya Terima Suap Rp140 Juta, Sisanya Diembat Eks Pengacara Anak Bos Prodia – Halaman all

    IPW Sebut AKBP Bintoro Hanya Terima Suap Rp140 Juta, Sisanya Diembat Eks Pengacara Anak Bos Prodia – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kasus pembunuhan terhadap anak baru gede (ABG) berinisial FA (16) pada April 2024 lalu menyisakan sejumlah polemik.

    Kala itu FA tewas akibat dicekoki narkoba oleh Arif Nugroho (AN) dan Muhammad Bayu Hartanto di sebuah hotel di kawasan Jakarta Selatan. 

    Sementara rekan FA berinisial APS (16) selamat dalam insiden tersebut.

    Belakangan kasus pembunuhan terhadap FA itu menyeret AKBP Bintoro, mantan Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan, yang diduga melakukan pemerasan terhadap Arif Nugroho dan Bayu Hartanto sebagai pelaku pembunuhan terhadap FA.

    Kasus pembunuhan terhadap FA ini kembali mencuat ke publik lantaran adanya gugatan perdata yang diajukan tersangka Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartanto ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang teregister dengan nomor 30/Pdt.G/2025/PN JKT.SEL.

    Dalam gugatannya, Arif dan Bayu melalui kuasa hukumnya Pahala Manurung menggugat AKBP Bintoro selaku eks Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan, AKP Mariana, AKP Ahmad Zakaria, advokat Evelin Dohar Hutagalung dan Herry.

    Dalam petitum atau tuntutan yang disampaikan kuasa hukum penggugat, kelima tergugat, termasuk Bintoro, diminta mengembalikan uang senilai Rp1.600.000.000 atau senilai Rp1,6 miliar.

    Selain uang Rp1,6 miliar, Bintoro dan keempat tergugat lainnya diminta mengembalikan sejumlah kendaraan mewah yakni mobil Lamborghini Ampetador, Motor Sportster Iron, Motor BMW HP4. 

    Selain itu Arif dan Bayu juga melaporkan mantan kuasa hukumnya, Evelin Dohar Hutagalung ke Polda Metro Jaya atas dugaan kasus penggelapan.

    Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi menyebut Evelin dilaporkan karena meminta Arif Nugroho menjual mobil mewah Lamborghini untuk penanganan perkara hukum yang dialami.

    Adapun kejadian itu terjadi sekitar April 2024 lalu. 

    Kala itu AN meminta hasil penjualan mobil itu ditransfer kepadanya dengan nilai sebesar Rp3,5 miliar.

    “Akan tetapi sampai saat ini uang penjualan mobil milik korban tidak diberikan oleh pelapor dan saat ini mobil milik korban tak dikembalikan oleh terlapor sehingga korban merasa dirugikan Rp6,5 miliar,” ucap Ade Ary.

    Dalam perjalanannya, AKBP Bintoro disebut-sebut melakukan dugaan pemerasan kepada Arif melalui Evelin.

    Berbagai nominal muncul ke publik dalam kasus dugaan pemerasan ini, mulai dari Rp20 miliar, Rp17,1 miliar hingga Rp5 miliar.

    Namun tim kuasa hukum Arif dan Bayu yang baru, Pahala Manurung mengatakan jumlah kerugian yang diterima kliennya sebesar Rp17 miliar lebih. 

    “Total kerugian mereka, Pak Arief ini adalah, biar nggak simpang siur ya, ini sebesar Rp17 miliar, tertulis di sini adalah Rp17 miliar sekian-sekian. Ini pernyataan yang disampaikan kepada kami,” kata Pahala, Jumat (31/1/2025).

    AKBP Bintoro yang merasa dituduh atas beredarnya kabar ini langsung membuat klarifikasi dan menyebut semua tuduhan tersebut fitnah.

    Informasi terakhir yang diterima Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso menyebut bahwa AKBP Bintoro hanya menerima sekitar Rp140 juta untuk menangguhkan penahanan tersangka Arif dan Bayu.

    “Kenyataannya bukan Rp20 M, bukan Rp17 M, bukan Rp5 M, hanya Rp140 juta untuk penangguhan penahanan. Jadi dugaan saya nama polisi ini dicatut oleh advokat Evelin yang kemudian uangnya itu sebetulnya diambil oleh advokat Evelin,” ungkap Sugeng.

    Pihak Polda Metro Jaya juga menyebut AKBP Bintoro akhirnya mengakui menyalahgunakan wewenangnya setelah dilakukan pemeriksaan oleh Bidang Propam Polda Metro Jaya.

    Saat ini AKBP Bintoro telah dimutasi dan menjalani penempatan khusus (patsus) di Bidpropam Polda Metro Jaya. 

    Tak hanya Bintoro, AKBP Gogo Galesung yang merupakan mantan Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan setelah Bintoro juga dipatsus karena diduga menerima aliran uang dalam penanganan kasus tersebut.

    Selain Bintoro dan Gogo, dua anggota polisi yang dipatsus yakni Kanit dan Kasubnit Resmob Polres Metro Jakarta Selatan berinisial Z dan ND.

    Polda Metro Jaya akan segera melangsungkan sidang kode etik terhadap AKBP Bintoro Cs untuk membuktikan dugaan pemerasan tersebut.

    Uang Damai untuk Keluarga Korban

    Selain menyuap polisi, berbagai upaya juga dilakukan Arif dan Bayu supaya terbebas dari kasus yang menjeratnya. 

    Upaya damai dengan keluarga korban menjadi pilihan Arif Nugroho yang belakangan diketahui sebagai anak angkat bos Prodia.

    Jalan damai dilakukan dengan memberikan sejumlah uang kepada keluarga korban.

    Uang Rp300 juta untuk keluarga FA diserahkan di sebuah rumah makan padang di dekat Polres Metro Jakarta Selatan (Jaksel).

    Upaya damai ditempuh Arif setelah Radiman, ayah dari FA, melaporkan kasus pembunuhan putrinya itu ke Polres Metro Jakarta Selatan.

    Pasca-laporan itu, keluarga tersangka Arif kemudian kerap mendatangi rumah FA di kawasan Angke, Tambora, Jakarta Barat, dengan maksud ingin berdamai.

    “Sering memberikan uang, uang duka, uang buat tahlil, takziah ke Pak Radiman. Saat itu baru sampai Rp20 juta,” kata kuasa hukum korban FA, Toni RM kepada Tribunnews di rumah FA pada Kamis (30/1/2025) lalu.

    Dalam rumah yang berada di gang sempit itu Toni bercerita bagaimana kliennya terus didesak agar laporan dengan nomor LP LP/B/1181/IV/2024/SPKT/Polres Jaksel yang dibuat Radiman pada 23 April 2024 dicabut.

    Radiman akhirnya memilih menerima upaya perdamaian tersebut karena sudah diberi penjelasan bahwa kasus tersebut akan tetap lanjut meski ada perdamaian.

    Adapun tersangka Arif dan Bayu saat itu dijerat Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan dan atau 359 KUHP soal kelalaian yang menyebabkan meninggal dunianya orang.

    Sehingga, meski ada perdamaian, kasus tersebut tetap lanjut karena bukan masuk delik aduan melainkan pidana murni.

    Rumah Makan Padang Jadi Saksi Bisu

    Pada 28 April 2025, mantan kuasa hukum Arif dan Bayu, Evelin Dohar Hutagalung bersama timnya mengajak Toni dan keluarga korban bertemu untuk membicarakan upaya damai tersebut.

    Rumah makan Padang di sekitar Polres Metro Jakarta Selatan dipilih untuk pertemuan mereka. 

    Di sebuah meja, tim dari Evelin yang saat itu datang bersama seorang wanita yang mengaku istri tersangka Arif menyodorkan 5 lembar kertas yang berisikan perjanjian perdamaian untuk ditandatangani kedua belah pihak.

    “Singkat cerita obrolan-obrolan itu kemudian menemukan kesepakatan uang kompensasi yaitu Rp300 juta. Angka Rp300 juta itu langsung diterima oleh Pak Radiman sama istrinya,” ucap Toni.

    Setelah kesepakatan damai itu, Toni menyebut pihaknya tak pernah mendapat kabar kembali terkait perkembangan proses kasus pembunuhan tersebut.

    Radiman hanya kembali dipanggil oleh penyidik Polres Metro Jakarta Selatan pada September 2024 untuk diperiksa dalam rangka kelengkapan berkas untuk pelimpahan ke kejaksaan.

    Artinya, kata Toni, kasus tersebut sudah hampir mencapai final dan segera disidangkan. 
    “Malah maju berkasnya, lanjut perkaranya,” tuturnya.

    Selain FA, pihak Arif nyatanya juga berupaya damai kepada APS (16), korban yang hidup dalam kasusnya tersebut.

    Informasi dari sumber Tribunnews, APS menerima uang Rp50 juta sebagai upaya perdamaian tersebut. 

    Artinya, total ada Rp370 juta yang dikeluarkan pihak tersangka Arif dalam upaya menghentikan kasus tersebut. 

    Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso mengatakan proses pencabutan laporan ini menjadi salah satu alasan mengapa kasus tersebut jalan di tempat.

    “Kasus tersebut memang mandek ya, mandek karena adanya pencabutan perkara setelah ada perdamaian,” ucapnya kepada Tribunnews.

  • Uang Damai Rp300 Juta dari Pelaku Pembunuhan FA Diserahkan di Rumah Makan Padang Dekat Polres Jaksel – Halaman all

    Uang Damai Rp300 Juta dari Pelaku Pembunuhan FA Diserahkan di Rumah Makan Padang Dekat Polres Jaksel – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kasus kematian seorang wanita anak baru gede (ABG) berinisial FA (16) pada April 2024 lalu menyisakan sejumlah polemik.

    Kala itu FA tewas akibat dicekoki narkoba oleh Arif Nugroho (AN) dan Muhammad Bayu Hartanto di sebuah hotel di kawasan Jakarta Selatan. 

    Sementara rekan FA berinisial APS (16) selamat dalam insiden tersebut.

    Agar terbebas dari kasus yang menjeratnya tersebut, Arif dan Bayu kemudian melakukan berbagai upaya. 

    Upaya damai dengan keluarga korban menjadi pilihan Arif Nugroho yang belakangan diketahui sebagai anak angkat bos Prodia.

    Jalan damai itu dilakukan dengan memberikan sejumlah uang kepada keluarga korban.

    Uang Rp300 juta untuk keluarga FA diserahkan di sebuah rumah makan padang di dekat Polres Metro Jakarta Selatan (Jaksel).

    Upaya damai ditempuh Arif setelah Radiman, ayah dari FA, melaporkan kasus pembunuhan putrinya itu ke Polres Metro Jakarta Selatan.

    Pasca-laporan itu, keluarga tersangka Arif kemudian kerap mendatangi rumah FA di kawasan Angke, Tambora, Jakarta Barat, dengan maksud ingin berdamai.

    “Sering memberikan uang, uang duka, uang buat tahlil, takziah ke Pak Radiman. Saat itu baru sampai Rp20 juta,” kata kuasa hukum korban FA, Toni RM kepada Tribunnews di rumah FA pada Kamis (30/1/2025) lalu.

    Dalam rumah yang berada di gang sempit itu Toni bercerita bagaimana kliennya terus didesak agar laporan dengan nomor LP LP/B/1181/IV/2024/SPKT/Polres Jaksel yang dibuat Radiman pada 23 April 2024 dicabut.

    Radiman akhirnya memilih menerima upaya perdamaian tersebut karena sudah diberi penjelasan bahwa kasus tersebut akan tetap lanjut meski ada perdamaian.

    Adapun tersangka Arif dan Bayu saat itu dijerat Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan dan atau 359 KUHP soal kelalaian yang menyebabkan meninggal dunianya orang.

    Sehingga, meski ada perdamaian, kasus tersebut tetap lanjut karena bukan masuk delik aduan melainkan pidana murni.

    Rumah Makan Padang Jadi Saksi Bisu

    Pada 28 April 2025, mantan kuasa hukum Arif dan Bayu, Evelin Dohar Hutagalung bersama timnya mengajak Toni dan keluarga korban bertemu untuk membicarakan upaya damai tersebut.

    Rumah makan Padang di sekitar Polres Metro Jakarta Selatan dipilih untuk pertemuan mereka. 

    Di sebuah meja, tim dari Evelin yang saat itu datang bersama seorang wanita yang mengaku istri tersangka Arif menyodorkan 5 lembar kertas yang berisikan perjanjian perdamaian untuk ditandatangani kedua belah pihak.

    “Singkat cerita obrolan-obrolan itu kemudian menemukan kesepakatan uang kompensasi yaitu Rp300 juta. Angka Rp300 juta itu langsung diterima oleh Pak Radiman sama istrinya,” ucap Toni.

    Setelah kesepakatan damai itu, Toni menyebut pihaknya tak pernah mendapat kabar kembali terkait perkembangan proses kasus pembunuhan tersebut.

    Radiman hanya kembali dipanggil oleh penyidik Polres Metro Jakarta Selatan pada September 2024 untuk diperiksa dalam rangka kelengkapan berkas untuk pelimpahan ke kejaksaan.

    Artinya, kata Toni, kasus tersebut sudah hampir mencapai final dan segera disidangkan. 
    “Malah maju berkasnya, lanjut perkaranya,” tuturnya.

    Selain FA, pihak Arif nyatanya juga berupaya damai kepada APS (16), korban yang hidup dalam kasusnya tersebut.

    Informasi dari sumber Tribunnews, APS menerima uang Rp50 juta sebagai upaya perdamaian tersebut. 

    Artinya, total ada Rp370 juta yang sudah dikeluarkan pihak tersangka Arif dalam upaya menghentikan kasus tersebut. 

    Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso mengatakan proses pencabutan laporan ini menjadi salah satu alasan mengapa kasus tersebut jalan di tempat.

    “Kasus tersebut memang mandek ya, mandek karena adanya pencabutan perkara setelah ada perdamaian,” ucapnya kepada Tribunnews.

    Dugaan Pemerasan AKBP Bintoro

    Kasus pembunuhan terhadap FA itu belakangan menyeret AKBP Bintoro, mantan Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan, yang diduga melakukan pemerasan terhadap pelaku pembunuhan terhadap FA.

    Setelah tak lama terdengar, kasus ini kembali mencuat ke publik lantaran adanya gugatan perdata yang diajukan tersangka Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartanto ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang teregister dengan nomor 30/Pdt.G/2025/PN JKT.SEL.

    Dalam gugatannya, Arif dan Bayu melalui kuasa hukumnya Pahala Manurung menggugat eks Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Bintoro, AKP Mariana, AKP Ahmad Zakaria, advokat Evelin Dohar Hutagalung dan Herry.

    Dalam petitum atau tuntutan yang disampaikan kuasa hukum penggugat, kelima tergugat, termasuk Bintoro, diminta mengembalikan uang senilai Rp 1.600.000.000 atau senilai Rp 1,6 miliar.

    Selain uang Rp 1,6 miliar, Bintoro dan keempat tergugat lainnya diminta mengembalikan sejumlah kendaraan mewah yakni mobil Lamborghini Ampetador, Motor Sportster Iron, Motor BMW HP4. 

    Selain itu Arif dan Bayu juga melaporkan mantan kuasa hukumnya, Evelin Dohar Hutagalung ke Polda Metro Jaya atas dugaan kasus penggelapan.

    Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi menyebut Evelin dilaporkan karena meminta Arif Nugroho menjual mobil mewah Lamborghini untuk penanganan perkara hukum yang dialami.

    Adapun kejadian itu terjadi sekitar April 2024 lalu. 

    AN meminta hasil penjualan mobil itu ditransfer kepadanya dengan nilai sebesar Rp3,5 miliar.

    “Akan tetapi sampai saat ini uang penjualan mobil milik korban tidak diberikan oleh pelapor dan saat ini mobil milik korban tak dikembalikan oleh terlapor sehingga korban merasa dirugikan Rp6,5 miliar,” ucap Ade Ary.

    Dalam perjalanannya, AKBP Bintoro disebut-sebut melakukan dugaan pemerasan kepada Arif melalui Evelin.

    Berbagai nominal muncul ke publik dalam kasus dugaan pemerasan ini, mulai dari Rp20 miliar, Rp17,1 miliar hingga Rp5 miliar.

    Namun tim kuasa hukum Arif dan Bayu yang baru, Pahala Manurung mengatakan jumlah kerugian yang diterima kliennya sebesar Rp17 miliar lebih. 

    “Total kerugian mereka, Pak Arief ini adalah, biar nggak simpang siur ya, ini sebesar Rp17 miliar, tertulis di sini adalah Rp17 miliar sekian-sekian. Ini pernyataan yang disampaikan kepada kami,” kata Pahala, Jumat (31/1/2025).

    AKBP Bintoro yang merasa dituduh atas beredarnya kabar ini langsung membuat klarifikasi dan menyebut semua tuduhan tersebut fitnah.

    Informasi terakhir yang diterima Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso menyebut bahwa AKBP Bintoro hanya menerima sekitar Rp140 juta untuk menangguhkan penahanan tersangka Arif dan Bayu.

    “Kenyataannya bukan Rp20 M, bukan Rp17 M, bukan Rp5 M, hanya Rp140 juta untuk penangguhan penahanan. Jadi dugaan saya nama polisi ini dicatut oleh advokat Evelin yang kemudian uangnya itu sebetulnya diambil oleh advokat Evelin,” ungkap Sugeng.

    Pihak Polda Metro Jaya juga menyebut bahwa AKBP Bintoro akhirnya mengakui menyalahgunakan wewenangnya setelah dilakukan pemeriksaan oleh Bidang Propam Polda Metro Jaya.

    Saat ini AKBP Bintoro telah dimutasi dan menjalani penempatan khusus (patsus) di Bidpropam Polda Metro Jaya. 

    Tak hanya Bintoro, AKBP Gogo Galesung yang merupakan mantan Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan setelah Bintoro juga dipatsus karena diduga menerima aliran uang dalam penanganan kasus tersebut.

    Selain Bintoro dan Gogo, dua anggota polisi yang dipatsus yakni Kanit dan Kasubnit Resmob Polres Metro Jakarta Selatan berinisial Z dan ND.

    Polda Metro Jaya akan segera melangsungkan sidang kode etik terhadap AKBP Bintoro Cs untuk membuktikan dugaan pemerasan tersebut.

  • Uang Damai Rp300 Juta dari Pelaku Pembunuhan FA Diserahkan di Rumah Makan Padang Dekat Polres Jaksel – Halaman all

    Agar Lepas dari Jerat Hukum, Anak Angkat Bos Prodia Beri Keluarga Korban Pembunuhan Uang Rp300 Juta – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kasus kematian seorang wanita anak baru gede (ABG) berinisial FA (16) pada April 2024 lalu menyisakan sejumlah polemik.

    Kasus itu belakangan menyeret AKBP Bintoro, mantan Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan, yang diduga melakukan pemerasan terhadap pelaku pembunuhan terhadap FA.

    FA saat itu tewas akibat dicekoki narkoba oleh Arif Nugroho (AN) dan Muhammad Bayu Hartanto di sebuah hotel di kawasan Jakarta Selatan. 

    Sementara rekan FA berinisial APS (16) selamat dalam insiden tersebut.

    Arif dan Bayu kemudian melakukan berbagai upaya untuk terbebas dari kasus yang menjeratnya tersebut. 

    Damai menjadi pilihan Arif Nugroho yang belakangan diketahui sebagai anak angkat bos Prodia.

    Jalan damai itu dilakukan dengan memberikan sejumlah uang kepada keluarga korban.

    Setelah Radiman, ayah dari FA melapor ke Polres Metro Jakarta Selatan, keluarga tersangka Arif rupaya kerap mendatangi rumah korban FA di kawasan Angke, Tambora, Jakarta Barat, dengan maksud ingin berdamai.

    “Sering memberikan uang, uang duka, uang buat tahlil, takziah ke Pak Radiman. Saat itu baru sampai Rp20 juta,” kata kuasa hukum korban FA, Toni RM kepada Tribunnnews di rumah FA pada Kamis (30/1/2025) lalu.

    Dalam rumah yang berada di gang sempit itu, Toni bercerita bagaimana kliennya terus didesak agar laporan dengan nomor LP LP/B/1181/IV/2024/SPKT/Polres Jaksel yang dibuat Radiman pada 23 April 2024 dicabut.

    Saat itu, Radiman akhirnya memilih menerima upaya perdamaian tersebut karena sudah diberi penjelasan jika kasus tersebut akan tetap lanjut meski ada perdamaian.

    Adapun tersangka Arif dan Bayu saat itu dijerat Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan dan atau 359 KUHP soal kelalaian yang menyebabkan meninggal dunianya orang.

    Sehingga, meski ada perdamaian, kasus tersebut tetap lanjut karena bukan masuk delik aduan melainkan pidana murni.

    Rumah Makan Padang Jadi Saksi Bisu

    Pada 28 April 2025, mantan kuasa hukum Arif dan Bayu, Evelin Dohar Hutagalung bersama timnya mengajak Toni dan keluarga korban bertemu untuk membicarakan upaya damai tersebut.

    Rumah makan Padang di sekitar Polres Metro Jakarta Selatan pun dipilih untuk pertemuan mereka. 

    Di sebuah meja, tim dari Evelin yang saat itu datang bersama seorang wanita yang mengaku istri tersangka Arif menyodorkan 5 lembar kertas yang berisikan perjanjian perdamaian untuk ditandatangani kedua belah pihak.

    “Singkat cerita obrolan-obrolan itu kemudian menemukan kesepakatan uang kompensasi yaitu Rp300 juta. Angka Rp300 juta itu langsung diterima oleh Pak Radiman sama istrinya,” ucap Toni.

    Setelah kesepakatan damai itu, Toni menyebut pihaknya tak pernah mendapat kabar kembali terkait perkembangan proses kasus pembunuhan tersebut.

    Radiman hanya kembali dipanggil oleh penyidik Polres Metro Jakarta Selatan pada September 2024 untuk diperiksa dalam rangka pelengkapan berkas untuk pelimpahan ke kejaksaan.

    Artinya, kata Toni, kasus tersebut sudah hampir mencapai final dan segera disidangkan. 

    “Malah maju berkasnya, lanjut perkaranya,” tuturnya.

    Selain FA, pihak Arif nyatanya juga berupaya damai kepada APS (16), korban yang hidup dalam kasusnya tersebut.

    Informasi dari sumber Tribunnews, APS menerima uang Rp50 juta sebagai upaya perdamaian tersebut. 

    Artinya, total ada Rp370 juta yang sudah dikeluarkan pihak tersangka Arif dalam upaya menghentikan kasus tersebut. 

    Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso mengatakan proses pencabutan laporan ini menjadi salah satu alasan mengapa kasus tersebut jalan di tempat.

    “Kasus tersebut memang mandek ya, mandek karena adanya pencabutan perkara setelah ada perdamaian,” ucapnya kepada Tribunnnews.

    Dugaan Pemerasan AKBP Bintoro

    Setelah tak lama terdengar, kasus ini kembali mencuat ke publik lantaran adanya gugatan perdata yang diajukan tersangka Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartanto ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang teregister dengan nomor 30/Pdt.G/2025/PN JKT.SEL.

    Dalam gugatannya, Arif dan Bayu melalui kuasa hukumnya Pahala Manurung menggugat eks Kasat Narkoba Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Bintoro, AKP Mariana, AKP Ahmad Zakaria, advokat Evelin Dohar Hutagalung dan Herry.

    Dalam petitum atau tuntutan yang disampaikan oleh kuasa hukum penggugat, kelima tergugat, termasuk Bintoro, diminta mengembalikan uang senilai Rp 1.600.000.000 atau senilai Rp 1,6 Miliar.

    Selain uang Rp 1,6 miliar, Bintoro dan keempat tergugat lainnya diminta mengembalikan sejumlah kendaraan mewah yakni Mobil Lamborghini ampetador, Motor Sportstar Iron, Motor BMW HP4. 

    Selain itu, Arif dan Bayu juga melaporkan mantan kuasa hukumnya, Evelin Dohar Hutagalung ke Polda Metro Jaya atas dugaan kasus penggelapan.

    Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi menyebut Evelin dilaporkan karena meminta Arif Nugroho menjual mobil mewah Lamborghini untuk penanganan perkara hukum yang dialami.

    Adapun kejadian itu terjadi sekitar April 2024 lalu. 

    AN meminta hasil penjualan mobil itu ditransfer kepadanya dengan nilai sebesar Rp3,5 miliar.

    “Akan tetapi sampai saat ini uang penjualan mobil milik korban tidak diberikan oleh pelapor dan saat ini mobil milik korban tak dikembalikan oleh terlapor sehingga korban merasa dirugikan Rp6,5 miliar,” ucap Ade Ary.

    Dalam perjalanannya, AKBP Bintoro disebut-sebut melakukan dugaan pemerasan kepada Arif melalui Evelin.

    Berbagai nominal muncul ke publik dalam kasus dugaan pemerasan ini, mulai dari Rp20 miliar, Rp17,1 miliar hingga Rp5 miliar.

    Namun, tim kuasa hukum Arif dan Bayu yang baru, Pahala Manurung mengatakan jumlah kerugian yang diterima kliennya sebesar Rp17 miliar lebih. 

    “Total kerugian mereka, Pak Arief ini adalah, biar nggak simpang siur ya, ini sebesar Rp17 miliar, tertulis di sini adalah Rp17 miliar sekian-sekian. Ini pernyataan yang disampaikan kepada kami,” kata Pahala, Jumat (31/1/2025).

    AKBP Bintoro yang merasa dituduh atas beredarnya kabar ini langsung membuat klarifikasi dan menyebut semua tuduhan tersebut fitnah.

    Namun, informasi terakhir yang diterima Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso menyebut bahwa AKBP Bintoro hanya menerima sekitar Rp140 juta untuk menangguhkan penahanan tersangka Arif dan Bayu.

    “Kenyataannya bukan Rp20 M, bukan Rp17 M, bukan Rp5 M, hanya Rp140 juta untuk penangguhan penahanan. Jadi dugaan saya nama polisi ini dicatut okeh advokat Evelin yang kemudian uangnya itu sebetulnya diambil oleh advokat Evelin,” ungkap Sugeng.

    Pihak Polda Metro Jaya juga menyebut bahwa AKBP Bintoro akhirnya mengakui jika menyalahgunakan wewenangnya setelah dilakukan pemeriksaan oleh Bidang Propam Polda Metro Jaya.

    Saat ini, AKBP Bintoro telah dimutasi dan menjalani penempatan khusus (patsus) di Bidpropam Polda Metro Jaya. 

    Tak hanya Bintoro, AKBP Gogo Galesung yang merupakan mantan Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan setelah Bintoro juga dipatsus karena diduga menerima aliran uang dalam penanganan kasus tersebut.

    Selain Bintoro dan Gogo, dua anggota polisi yang dipatsus yakni Kanit dan Kasubnit Resmob Polres Metro Jakarta Selatan berinisial Z dan ND.

    Polda Metro Jaya akan segera melangsungkan sidang kode etik terhadap AKBP Bintoro Cs untuk membuktikan dugaan pemerasan tersebut.

  • Kapolres Jaksel Akui Ditawari Uang Rp 400 Juta Kasus AKBP Bintoro, Kuasa Hukum Pelaku Minta Agar SP3 – Halaman all

    Kapolres Jaksel Akui Ditawari Uang Rp 400 Juta Kasus AKBP Bintoro, Kuasa Hukum Pelaku Minta Agar SP3 – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Watch Relation of Corruption (WRC) menyebut aliran suap eks Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Bintoro turut mengalir ke Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Ade Rahmat Idnal.

    Tudingan itu muncul dari kuasa hukum Arif Nugroho alias Bastian tersangka kasus pembunuhan yang diduga diperas AKB Bintoro. 

    Menyikapi tudingan tersebut, Kombes Ade Rahmat Idnal membantahnya.

    Walau demikian, Ade mengakui ditemui kuasa hukum pelaku agar kasus dihentikan atau diberi Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).

    “Enggak benar, enggak benar. Bertemu saya langsung ada, ketika dia memohon untuk di-SP3 kasusnya, kasusnya kan P21 (berkas lengkap, red),” ucap Ade, saat dikonfirmasi, Sabtu (1/2/2025). 

    Ade mengaku saat itu dirinya mengatakan kepada kuasa hukum pelaku bahwa ia tidak bisa membantu.

    Ade menolak berkali-kali tawaran itu.

    “Saya enggak bisa bantu apa-apa, berapa pun uangmu saya tidak bisa bantu,” tambah Ade.

    Ade menyebut bahwa uang yang ditawarkan pihak tersangka adalah Rp 400-500 juta.

    “Karena ada penolakan itu, kasus dilanjutkan, makanya yang bersangkutan itu jadi marah-marah, yang melanjutkan kasus itu, ya, saya justru,” ujar Ade.

    Ade juga mengakui ada pertemuan antara dirinya dengan pihak pelaku.

    Di sana, ia tetap bersikeras melanjutkan proses penyelidikan kasus pembunuhan itu. 

    “Kata saya, tidak benar, tidak bisa. Orang kamu menghilangkan nyawa orang kok, mau dibayar pakai uang, ya, tidak bisa. Pertanggungjawabkanlah secara hukum. Nanti pun di akhirat dipertanggungjawabkan juga,” Ade. 

    Pernyataan WRC

    Ketua Divisi Hukum Watch Relation of Corruption (WRC), Romi Sihombing menyebutkan Kombes Ade Rahmat Idnal turut terlibat.

    Selain Ade, aliran dana suap dari dua tersangka pembunuhan dan pelecehan, Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartoyo, mengalir kepada Kanit di Polres Metro Jakarta Selatan berinisial Z, Kanit berinisial M, dan eks Kasat Reskrim berinisial G dan B.

    “Ya tadi seperti kami tegaskan, bahwa itu (dana) mengalir kepada oknum-oknum aparat penegak hukum (APH) di Polres Jakarta Selatan. Itu mengalir kepada Kanit Z, Kanit M, kemudian Kasat G, Kasat B, dan pimpinan (Ade),” kata Romi, saat ditemui di Jakarta Pusat, Jumat (31/1/2025) malam.

    Dugaan tersebut muncul dari pengakuan saksi-saksi yang didapat oleh WRC.

    Selain itu, Romi mengaku bahwa pihaknya telah mengantongi bukti aliran dana tersebut.

    AKBP Bintoro disebut hanya terima Rp 140 juta

    Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso mendapatkan informasi bahwa nominal uang yang diterima AKBP Bintoro tidak sampai miliaran rupiah.

    Menurut keterangan yang diperoleh, AKBP Bintoro hanya mendapat Rp 140 juta bukan Rp 20 miliar seperti yang disampaikan di awal kasus ini mencuat.

    “Uang itu untuk penangguhan penahanan tersangka Arif Nugroho (AN),” kata Sugeng kepada wartawan, Kamis (30/1/2025).

    “Kenyataannya bukan Rp 20 miliar, bukan Rp 17 miliar, bukan Rp 5 miliar, hanya Rp 140 juta untuk penangguhan penahanan. Jadi dugaan saya nama polisi ini dicatut oleh advokat Evelin yang kemudian uangnya itu sebetulnya diambil oleh advokat Evelin,” lanjutnya.

    Sugeng menduga nama AKBP Bintoro dicatut oleh Evelin Dohar Hutagalung (EDH).

    Hal itu dikatakan Sugeng, agar Evelin bisa menarik dana dari kliennya dengan menjual nama polisi bahwa polisinya akan bertindak dengan sejumlah uang.

    “Nah itu adalah analisis saya membandingkan antara uang yang dikeluarkan Arif Nugroho sampe Rp 17 miliar sementara Bintoro cuman mendapat Rp 140 juta, ya enggak sebanding lah. Jadi seperti itu itu namanya dicatut,” ujarnya.

    AKBP Bintoro Akan ditindak

    Kadiv Propam Polri Irjen Pol Abdul Karim memastikan AKBP Bintoro akan ditindak secara tegas.

    Menurutnya, Mabes Polri memberikan asistensi proses pemeriksaan terhadap yang bersangkutan.

    “Kemarin kan sudah dirilis Polda Metro, penanganan yang dirilis Polda Metro saya rasa sudah jelas lah kita tindak tegas semua siapa yang melanggar,” katanya ditemui usai Rapim TNI-Polri di The Dharmawangsa Jakarta Selatan, Kamis (30/1/2025).

    Diketahui AKBP Bintoro bersama tiga anggota polisi lainnya segera menjalani sidang etik kasus dugaan pemerasan.

    Hal itu ditegaskan Kabid Propam Polda Metro Jaya Kombes Radjo Alriadi Harahap di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Rabu (29/1/2025).

    “Tidak terlampau lama lagi (sidang etik, red),” jelasnya.

    AKBP Bintoro, sebelumnya angkat bicara setelah dituduh memeras bos Klinik Kesehatan Prodia, yang anaknya terlibat dalam dugaan pembunuhan dan pemerkosaan. 

    Dalam keterangan resminya pada Minggu (26/1/2025), Bintoro meminta maaf atas kegaduhan yang ditimbulkan di media sosial terkait isu tersebut.

    “Peristiwa ini berawal dari dilaporkannya saudara AN alias Bastian yang telah melakukan tindak pidana kejahatan seksual dan tindak pidana perlindungan anak,” jelas Bintoro.

    Tindak pidana tersebut menyebabkan seorang perempuan berinisial AP (16) meninggal di salah satu hotel di Jakarta Selatan.

    Saat olah tempat kejadian perkara (TKP), polisi menemukan obat-obatan terlarang dan senjata api.

    “Singkat cerita, kami dalam hal ini Satreskrim Polres Jakarta Selatan, yang saat itu saya menjabat sebagai Kasat Reskrim, melakukan penyelidikan dan penyidikan,” tegasnya.

    Bintoro menambahkan bahwa proses perkara telah P21 dan telah dilimpahkan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan dua tersangka, yaitu AN dan B, untuk disidangkan. Bintoro menegaskan bahwa kepolisian tidak menghentikan perkara tersebut.

    Namun, ia mengklaim bahwa pihak tersangka AN tidak terima dan memviralkan berita bohong mengenai dirinya terkait kasus pemerasan. 

    (Kompas.com/Tribunnews)

  • Fakta Baru Kasus AKBP Bintoro, Pimpinan Polres Jaksel Disebut-sebut juga Terima Suap Rp 400 Juta – Halaman all

    Fakta Baru Kasus AKBP Bintoro, Pimpinan Polres Jaksel Disebut-sebut juga Terima Suap Rp 400 Juta – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Fakta baru terungkap dalam kasus dugaan pemerasan yang dilakukan mantan Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan, AKBP Bintoro.

    Pimpinan Polres Metro Jakarta Selatan disebut-sebut juga menerima uang dugaan suap dalam perkara ini.

    “Kalau dari hasil investigasi kami kepada Kanit Z, jelas keluar statement dari Kanit Z tersebut, bahwa semua itu tersalurkan kepada pimpinan,” kata kuasa hukum tersangka AN, Romi Sihombing dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (31/1/2025).

    “Ya, tersalurkan kepada pimpinan. Perlu menjadi catatan ini. Pimpinan Polres ini mulai dari tingkat Kasat sampai dengan kepada Kapolres,” sambungnya.

    Hal ini diketahui setelah kliennya bertemu langsung dengan pimpinan Polres Metro Jakarta Selatan dengan tujuan menanyakan nominal kerugian yang sudah dikeluarkan oleh tersangka AN.

    Dia mengklaim pihaknya mempunyai bukti-bukti dan keterangan saksi yang kuat atas tudingan tersebut saat kliennya bertemu dengan pimpinan Polres Metro Jakarta Selatan.

    “(Dalam pertemuan, pimpinan Polres Jaksel) mengakui, menurut keterangan dari klien kami dan pernyataan dari klien kami bersama saksi-saksi yang mendengarkan bahwa ada pengakuan menerima sejumlah uang. Kalau hasil pengakuan dari klien kami sekitar Rp 400 juta,” ucapnya.

    Meski begitu, Romi tak menjelaskan secara detil terkait siapa sosok pimpinan Polres Metro Jakarta Selatan yang diduga juga menerima uang dari tersangka AN.

    Dia hanya memastikan uang Rp 400 juta tersebut bukan yang mengalir ke AKBP Bintoro melainkan atasannya.

    “Ya, nanti kita buktikan di pengadilan,” tuturnya.

    Menurutnya, kasus yang diduga awalnya ingin ‘disimpan’ akhirnya muncul ke publik karena pembagian atas kerugian yang dialami tersangka AN senilai Rp 17 miliar lebih tidak rata.

    “Untuk sementara ini, dalam rangkaian, kita melihat bahwa tidak ada ke unit-unit lain. Orang-orang atau oknum-oknum itu saja. Ya, di Kanit Z, Kanit M, di Kasat G, Kasat B, dan ya, terakhir kita dapatkan bukti bahwa ya, pimpinan juga menerima,” ungkapnya.

    “Cuma setelah mendengar bahwa klien kami ini sudah mengeluarkan dana sebesar 17 miliar, sementara pimpinan ini cuma dapat 400 juta, menimbulkan suatu kecemburuan yang akhirnya peristiwa ini didorong untuk maju P21,” sambungnya.

    Sampai berita ini ditayangkan, Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Ade Rahmat Idnal belum memberikan keterangan soal dugaan adanya aliran dana ke pimpinan AKBP Bintoro tersebut.

    AKBP Bintor dan 3 Anggota Lainnya Dipatsus

    Untuk informasi, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi mengatakan AKBP Bintoro dan tiga anggota lainnya dijebloskan ke penempatan khusus (patsus).

    Hal itu buntut dari kasus dugaan pemerasan miliaran rupiah atas penanganan kasus pembunuhan ABG di Hotel Senopati pada April 2024.

    “Total 4 orang telah dilakukan penempatan khusus (patsus) terkait peristiwa tersebut dalam tahap penyelidikan Bid Propam Polda Metro Jaya,” kata Ade.

    Pendalaman dugaan pemerasan itu masih berlangsung. 

    Polda Metro Jaya akan menindak tegas segala bentuk pelanggaran secara prosedural.

    “Terkait pendalaman peristiwa tersebut, masih terus berjalan dan akan kami usut tuntas,” ucap Ade.

    Adapun selain AKBP Bintoro, ada tiga anggota lainnya yakni G (mantan Kasat Reskrim Polres Metro Jaksel), Z (Kanit Resmob Satreskrim Polres Metro Jaksel), dan ND (Kasubnit Resmob Satreskrim Polres Metro Jaksel) yang diduga terlibat.

    Aliran Dana Melalui Kuasa Hukum

    Sebelumnya, Indonesia Police Watch (IPW) menduga aliran dana pemerasan yang dilakukan eks Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Bintoro melalui oknum kuasa hukum.

    Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso IPW mendesak terhadap oknum advokat tersebut juga dilakukan proses hukum pidana suap.

    “Tersangka yang sudah menyerahkan sejumlah uang yang terkonfirmasi oleh IPW sebesar Rp 5 Miliar,” kata Sugeng kepada wartawan, Senin (27/1/2025).

    Menurutnya, kasus dugaan pemerasan yang dilakukan oleh AKBP Bintoro tersebut harus dituntaskan sebagai cermin bagi 450 ribuan anggota Polri. 

    IPW juga menilai proses pidana pemerasan dalam jabatan yang termasuk dalam korupsi. 

    “Sebab dalam aliran dana tersebut dilewatkan melalui advokat yang diduga kuasa hukum tersangka,” tambahnya.

    Sugeng berujar Kapolres Jakarta Selatan Kombes Ade Rahmat Idnal telah melakukan proses hukum secara tegas kasus pembunuhan atas korban FA yang dilakukan oleh anak pemilik Klinik Kesehatan Prodia setelah adanya pergantian Kasatreskrim dari AKBP Bintoro ke AKBP Gogo Galesung pada bulan Agustus 2024 lalu. 

    IPW mendapatkan informasi bahwa uang yang mengalir ke AKBP Bintoro dari korban pemerasan pemilik klinik kesehatan Prodia itu hanya sebesar Rp 5 Miliar. 

  • AKBP Bintoro Segera Disidang Etik Kasus Dugaan Pemerasan, Kadiv Propam Pastikan Sanksi Tegas – Halaman all

    AKBP Bintoro Segera Disidang Etik Kasus Dugaan Pemerasan, Kadiv Propam Pastikan Sanksi Tegas – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kadiv Propam Polri Irjen Pol Abdul Karim memastikan mantan Kasatreskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Bintoro akan ditindak tegas.

    Menurutnya, Mabes Polri memberikan asistensi proses pemeriksaan terhadap yang bersangkutan.

    “Kemarin kan sudah dirilis Polda Metro, penanganan yang dirilis Polda Metro saya rasa sudah jelas lah kita tindak tegas semua siapa yang melanggar,” katanya Abdul Karim ditemui usai Rapim TNI-Polri di The Darmawangsa Jakarta Selatan, Kamis (30/1/2025).

    Diketahui AKBP Bintoro bersama tiga anggota polisi lainnya segera menjalani sidang etik kasus dugaan pemerasan.

    Hal itu ditegaskan Kabid Propam Polda Metro Jaya Kombes Radjo Alriadi Harahap di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Rabu (29/1/2025).

    “Tidak terlalu lama lagi (sidang etik, red),” jelasnya.

    Menurutnya, ada proses pelimpahan para terduga pelanggar ke Subbid Waprof Polda Metro Jaya terlebih dahulu sebelum disidangkan.

    Kombes Radjo memastikan bahwa AKBP Bintoro dan tiga anggota lainnya saat ini sudah berada di penempatan khusus (patsus).

    “Dalam sidang kode etik bisa diketahui secara pasti kami masih melaksanakan pendalaman lebih lanjut,” ujarnya.

    Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi mengatakan AKBP Bintoro dan tiga anggota lainnya dijebloskan ke penempatan khusus (patsus).

    Hal itu buntut dari kasus dugaan pemerasan miliaran rupiah atas penanganan kasus pembunuhan ABG di Hotel Senopati pada April 2024.

    “Total 4 orang telah dilakukan penempatan khusus (patsus) terkait peristiwa tersebut dalam tahap penyelidikan Bid Propam Polda Metro Jaya,” kata Ade.

    Pendalaman dugaan pemerasan itu masih berlangsung. 

    Polda Metro Jaya akan menindak tegas segala bentuk pelanggaran secara prosedural.

    “Terkait pendalaman peristiwa tersebut, masih terus berjalan dan akan kami usut tuntas,” ucap Ade.

    Adapun selain AKBP Bintoro, ada tiga anggota lainnya yakni G (mantan Kasat Reskrim Polres Metro Jaksel), Z (Kanit Resmob Satreskrim Polres Metro Jaksel), dan ND (Kasubnit Resmob Satreskrim Polres Metro Jaksel) yang diduga terlibat.

    Awal Mula Dugaan Pemerasan

    Dugaan pemerasan yang dilakukan AKBP Bintoro terhadap anak bos klinik Prodia itu terbongkar usai adanya gugatan perdata terhadap Bintoro pada 6 Januari 2025.

    Anak bos Prodia tersebut mengaku diperas Rp 20 miliar dan diminta membawa mobil Ferrari dan motor Harley Davidson agar kasus pembunuhannya dihentikan.

    Hal itu bermula saat penanganan kasus pembunuhan remaja open BO berinisial FA yang ditangani Polres Jaksel.

    FA, inisial remaja putri yang pekerja seks komersil ini ditemukan tewas diduga overdosis obat.

    Dari penyelidikan, polisi menangkap 2 orang yakni Sebastian atau Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartanto, anak bos Prodia.

    Kedua pelaku awalnya memesan jasa Open BO kepada perempuan berinisial A.

    A kemudian mengajak FA.

    Di hotel, FA kemudian dicekoki obat terlarang sebelum tewas diduga overdosis.

    Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso mengatakan kedua tersangka tersebut menuntut pengembalian uang Rp 20 miliar dan aset yang telah diserahkan kepada Bintoro.

    “Dari kasus ini, AKBP Bintoro yang saat itu menjabat Kasat Reskrim Polres Jaksel meminta uang kepada keluarga pelaku sebesar Rp20 miliar serta membawa mobil Ferrari dan motor Harley Davidson dengan janji menghentikan penyidikan,” ungkap Sugeng.

    “Nyatanya, kasusnya tetap berjalan sehingga korban menuntut secara perdata kepada AKBP Bintoro,” imbuh dia.

    AKBP Bintoro mengatakan bila tudingan tersebut fitnah dan mengada-ada.

    “Saya AKBP Bitoro izin mengklarifikasi terkait berita yang beredar dan viral di masyarakat tentang dugaan pemerasan. Itu fitnah dan mengada-ada,” ujarnya dilansir Tribun-medan.com, Senin (27/1/2025).

    Diketahui dugaan pemerasan tersebut  terjadi ketika AKBP Bintoro masih menjabat sebagai Kasatreskrim Polres Jakarta Selatan.

    Bintoro dituding meminta uang sebesar Rp 20 miliar kepada anak bos Prodia agar kasusnya dihentikan.

    AKBP Bintoro menegaskan dirinya tak pernah meminta uang seperti yang dituduhkan.

    Menurutnya kasus itu tidak dihentikan dan masih berjalan di Polres Jakarta Selatan.

    Diketahui kasus dugaan pemerasan ini mencuat setelah ada gugatan perdata dari terduga korban pemerasan terhadap AKBP Bintoro pada 6 Januari 2025. 

    Terduga korban pemerasan menuntut pengembalian uang Rp 20 miliar beserta aset yang telah disita secara tidak sah dalam kasus pembunuhan dengan tersangka Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartanto, anak dari pemilik Prodia.

    Kedua tersangka tersebut dijerat bedasarkan laporan polisi bernomor: LP/B/1181/IV/2024/SPKT/Polres Jaksel dan laporan nomor: LP/B/1179/IV/2024/SPKT/Polres Jaksel.

    Namun, Bintoro menyebut, kasus tersebut hingga kini masih berjalan.

    “Hingga kini proses perkara telah P21 dan dilakukan pelimpahan ke jaksa penuntut umum Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan dengan dua tersangka saudara AN dan B untuk disidangkan,” katanya.

    Dia menjelaskan peristiwa berawal dari dilaporkannya AN alias Bastian yang telah melakukan tindak pidana kejahatan seksual dan tindak pidana perlindungan anak yang menyebabkan korban meninggal dunia di satu hotel di Jakarta Selatan.

    Saat olah tempat kejadian perkara ditemukan obat-obatan terlarang (inex) dan senjata api.

    “Singkat cerita kami dalam hal ini Sat Reskrim Polres Jakarta Selatan, yang saat itu saya menjabat sebagai Kasat Reskrimnya melakukan penyelidikan dan penyidikan,” ujarnya.

    Selanjutnya pihak tersangka tidak terima dan memviralkan berita bohong.

    Bintoro pun mengaku dirinya sudah menjalani pemeriksaan di Propam Polda Metro Jaya.

    “Dari kemarin saya telah dilakukan pemeriksaan oleh Propаm Polda Metro Jaya kurang lebih 8 jam dan handphone saya telah disita dan diamankan guna pemeriksaan lebih lanjut, dan saya sampai sekarang masih berada di Propam Polda Metro Jaya,” katanya.

    Sementara itu, Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo perlu menurunkan tim Propam Polri untuk memeriksa dugaan pemerasan senilai Rp 20 miliar tersebut.

    “Kasus pemerasan yang dilakukan oleh anggota Polri berpangkat Pamen itu dapat mencoreng institusi dan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap Polri,” katanya dalam keterangan resmi, Minggu (26/1/2025).

  • IPW Sebut AKBP Bintoro Hanya Terima Suap Rp140 Juta, Sisanya Diembat Eks Pengacara Anak Bos Prodia – Halaman all

    IPW: AKBP Bintoro Diduga Terima Rp140 Juta untuk Penangguhan Penahanan Tersangka AN – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso mendapatkan informasi bahwa nominal uang yang diterima Eks Kasatreskrim Polres Jakarta Selatan AKBP Bintoro tidak sampai miliaran rupiah.

    Menurut keterangan yang diperoleh, AKBP Bintoro hanya mendapat Rp140 juta bukan Rp20 miliar seperti yang disampaikan di awal kasus ini mencuat.

    “Uang itu untuk penangguhan penahanan tersangka Arif Nugroho (AN),” kata Sugeng kepada wartawan, Kamis (30/1/2025).

    “Kenyataannya bukan Rp20 M, bukan Rp17 M, bukan Rp5 M, hanya 140 juta untuk penangguhan penahanan. Jadi dugaan saya nama polisi ini dicatut okeh advokat Evelin yang kemudian uangnya itu sebetulnya diambil oleh advokat Evelin,” lanjutnya.

    Sugeng menduga nama AKBP Bintoro dicatut oleh Evelin Dohar Hutagalung (EDH).

    Hal itu dikatakan Sugeng, agar Evelin bisa menarik dana dari kliennya dengan menjual nama polisi bahwa polisinya akan bertindak dengan sejumlah uang.

    “Nah itu adalah analisis saya membandingkan antara uang yang dikeluarkan oleh Arif Nugroho sampe Rp17 M sementara Bintoro cuman mendapat Rp140jt, ya enggak sebanding lah. Jadi seperti itu itu namanya dicatut,” ujarnya.

    Sebelumnya, Polda Metro Jaya mengungkap adanya keterlibatan pihak lain dalam kasus dugaan pemerasan eks Kasatreskrim Polres Jakarta Selatan AKBP Bintoro.

    Hal itu disampaikan Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi dalam konferensi pers di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Rabu (29/1/2025).

    “Dugaan keterlibatan pihak lain dalam peristiwa ini pada 27 Januari, Polda Metro telah terima laporan polisi LP/B/612 tentang dugaan tindak pidana penipuan dan atau tindak pidana penggelapan dan atau tindak pidana pencucian uang yang dilaporkan oleh saudara PM,” katanya.

    Menurutnya, PM melaporkan mantan kuasa hukum tersangka AN yakni EDH.

    Ade menjelaskan laporan terhadap EDH karena meminta AN menjual mobil mewah Lamborghini untuk penanganan perkara hukum yang dialami.

    Adapun kejadian itu terjadi sekitar April 2024 lalu.

    AN meminta hasil penjualan mobil itu ditransfer kepadanya dengan nilai sebesar Rp3,5 miliar.

    “Akan tetapi sampai saat ini uang penjualan mobil milik korban tidak diberikan oleh pelapor dan saat ini mobil milik korban tak dikembalikan oleh terlapor sehingga korban merasa dirugikan Rp6,5 miliar,” ucapnya.

    Polda Metro akan melakukan pendalaman dan sedang tahap penyelidikan oleh tim penyelidik.

    Kabid Propam Polda Metro Jaya Kombes Radjo Alriadi Harahap memastikan AKBP Bintoro bersama tiga anggota polisi lainnya segera menjalani sidang etik kasus dugaan pemerasan.

    “Tidak terlampau lama lagi (sidang etik, red),” jelasnya.

    Menurutnya, ada proses pelimpahan para terduga pelanggar ke Subbid Waprof Polda Metro Jaya terlebih dahulu sebelum disidangkan.

    Kombes Radjo memastikan bahwa AKBP Bintoro dan tiga anggota lainnya saat ini sudah berada di penempatan khusus (patsus).

    “Dalam sidang kode etik bisa diketahui secara pasti kami masih melaksanakan pendalaman lebih lanjut,” tukasnya.

  • 4
                    
                        Saat AKBP Bintoro Dituduh Memeras Rp 5 Miliar demi Loloskan Pembunuh
                        Megapolitan

    4 Saat AKBP Bintoro Dituduh Memeras Rp 5 Miliar demi Loloskan Pembunuh Megapolitan

    Saat AKBP Bintoro Dituduh Memeras Rp 5 Miliar demi Loloskan Pembunuh
    Editor
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Eks Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan, AKBP Bintoro, menjadi sorotan setelah diduga memeras Rp 5 miliar dari keluarga tersangka pembunuhan dan pemerkosaan terhadap AP (16), yakni Arif Nugroho (AN) dan Muhammad Bayu Hartoyo (BH).
    Dugaan ini mencuat setelah adanya gugatan perdata di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
    Kasus ini bermula dari gugatan perdata yang diajukan oleh AN dan BH terhadap AKBP Bintoro dan empat anggota kepolisian lainnya di PN Jakarta Selatan.
    Perkara ini terdaftar dengan nomor 30/Pdt.G/2025/PN JKT.SEL pada Selasa (7/1/2025).
    Dalam gugatan tersebut, Bintoro diminta mengembalikan uang Rp 1,6 miliar serta beberapa kendaraan mewah yang diduga disita secara ilegal.
    Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso menyebut, Bintoro diduga meminta uang serta mobil dan motor mewah dengan janji menghentikan penyidikan kasus pembunuhan tersebut.
    Namun, kasus tetap berlanjut, sehingga keluarga tersangka merasa tertipu dan akhirnya menggugat Bintoro ke pengadilan.
    Kasus pembunuhan dan pemerkosaan AP (16) sempat terhenti saat masih ditangani Bintoro.
    Namun, setelah Bintoro dipindahkan, kasus ini kembali berjalan di bawah kepemimpinan AKBP Gogo Golesung.
    Tak lama setelah pergantian kepemimpinan, kasus ini dinyatakan P21 dan berkasnya dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
    Kapolres Metro Jakarta Selatan, Kombes Pol Ade Rahmat Idnal, membenarkan bahwa kasus pemerkosaan dan pembunuhan ini kini sudah tahap dua.
    “Kasus sudah P21 dan tahap dua, dilimpahkan tersangka dan barang bukti ke kejaksaan,” ujarnya, Senin (27/1/2025).
    Ia juga mengaku sempat mempertanyakan lamanya proses hukum saat kasus ini masih ditangani Bintoro.
    Sementara itu, Bintoro membantah tuduhan pemerasan ini. Dalam sebuah video yang diterima Kompas.com, Minggu (26/1/2025), ia menyebut tuduhan tersebut mengada-ada.
    “Tuduhan saya menerima uang Rp 20 miliar sangat mengada-ngada. Saya membuka diri dengan sangat transparan untuk dilakukan pengecekan terhadap percakapan HP saya,” katanya.
    Ia juga mengaku siap diperiksa, termasuk rekening pribadinya, istri, dan anak-anaknya.
    “Saya telah memberikan data seluruh rekening koran dari bank yang saya miliki. Jika diperlukan, nomor rekening istri dan anak-anak saya siap diperiksa,” tambahnya.
    Bintoro bahkan meminta agar dilakukan penggeledahan di rumahnya untuk membuktikan bahwa ia tidak memiliki uang miliaran seperti yang dituduhkan.
    Polda Metro Jaya telah menangani kasus dugaan pemerasan ini.
    Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam mengatakan, Bintoro telah diperiksa oleh Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam).
    “Polda Metro Jaya berkomitmen memproses sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku secara prosedural, proporsional, dan profesional,” katanya, Minggu (26/1/2025).
    Selain Bintoro, empat anggota Polres Metro Jakarta Selatan juga ditempatkan di tempat khusus (patsus) karena diduga terlibat dalam kasus ini.
    Mereka adalah eks Kasat Reskrim Polres Jaksel berinisial B dan G, Kanit Resmob Satreskrim Polres Metro Jaksel berinisial Z, serta Kasubnit Resmob berinisial ND.
    Kasus ini masih dalam proses penyelidikan lebih lanjut.
    “Terkait pendalaman peristiwa tersebut, masih terus berjalan dan akan kami usut tuntas,” tutup Ade Ary.
    (Reporter: I Putu Gede Rama Paramahamsa, | Editor: Fitria Chusna Farisa)
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kapolres Jaksel Ungkap Alasan Kasus Pembunuhan yang Ditangani AKBP Bintoro sempat Mandek – Halaman all

    Kapolres Jaksel Ungkap Alasan Kasus Pembunuhan yang Ditangani AKBP Bintoro sempat Mandek – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Eks Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan, AKBP Bintoro, tengah menjadi sorotan lantaran diduga melakukan pemerasan terhadap tersangka pembunuhan sekaligus anak bos Prodia sebesar Rp5 miliar.

    Kapolres Metro Jakarta Selatan, Kombes Ade Rahmat Idnal, pun mengungkapkan alasan mandeknya penyidikan kasus pembunuhan di hotel kawasan Senopati, Kebayoran, Baru, yang ditangani AKBP Bintoro ini.

    “(Kasus mandek) lima bulan,” kata Ade Rahmat saat dikonfirmasi, Selasa (28/1/2025), dilansir Tribun Jakarta.

    Ia menyebut, Bintoro berdalih terkendala masalah teknis saat hendak merampungkan berkas perkara.

    “Alasan yang bersangkutan teknis dan koordinasi seperti pemenuhan P19, saksi ahli, dan lain-lain,” ungkap Ade Rahmat.

    Pada akhirnya, berkas perkara pembunuhan tersebut rampung dan dinyatakan lengkap atau P21 saat posisi Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan digantikan oleh AKBP Gogo Galesung.

    “16 Desember 2024 sudah lengkap oleh Kasat Reskrim yang baru AKBP Gogo Galesung,” ujar Ade Rahmat.

    AKBP Gogo Galesung juga ikut terseret dalam kasus dugaan pemerasan ini.

    Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi mengatakan, empat anggota polisi telah menjalani penempatan khusus (patsus).

    “Empat orang telah dipatsus (penempatan khusus) dalam tahap penyelidikan di Bid Propam Polda Metro Jaya dengan dugaan penyalahgunaan wewenang.”

    “Yang dipatsus (inisial) B, mantan Kasat Reskrim Polres Metro Jaksel. G, mantan Kasat Reskrim Polres Metro Jaksel,” terang Ade Ary, Selasa.

    Dua polisi lain adalah Kanit dan Kasubnit Resmob Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan berinisial Z dan ND.

    “Terkait pendalaman peristiwa tersebut, masih terus berjalan dan akan kami usut tuntas,” papar Ade Ary.

    Sebelumnya, Indonesia Police Watch (IPW) menduga aliran dana pemerasan yang dilakukan AKBP Bintoro melalui oknum kuasa hukum.

    Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso, mendesak supaya oknum advokat tersebut juga dilakukan proses hukum pidana suap.

    “Tersangka yang sudah menyerahkan sejumlah uang yang terkonfirmasi oleh IPW sebesar Rp5 miliar,” kata Sugeng kepada wartawan, Senin (27/1/2025).

    Menurutnya, kasus dugaan pemerasan yang dilakukan oleh AKBP Bintoro harus dituntaskan sebagai cermin bagi 450-an ribu anggota Polri.

    IPW juga menilai proses pidana pemerasan dalam jabatan yang termasuk dalam korupsi. 

    “Sebab dalam aliran dana tersebut dilewatkan melalui advokat yang diduga kuasa hukum tersangka,” tambahnya.

    Ia berujar, Kombes Ade Rahmat Idnal telah melakukan proses hukum secara tegas terkait kasus pembunuhan atas korban FA yang dilakukan oleh anak pemilik Klinik Kesehatan Prodia setelah adanya pergantian Kasat Reskrim dari AKBP Bintoro ke AKBP Gogo Galesung pada bulan Agustus 2024 lalu. 

    IPW memperoleh informasi bahwa uang yang mengalir ke AKBP Bintoro dari korban pemerasan pemilik klinik kesehatan Prodia itu hanya sebesar Rp5 miliar.

    Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJakarta.com dengan judul: Kasus Pembunuhan Mandek Era AKBP Bintoro, Kapolres Jaksel Kuak Alasan Berbelit Eks Kasat Reskrim.

    (Tribunnews.com/Deni/Reynas)(TribunJakarta.com/Annas Furqon Hakim)