Tag: Sugeng Santoso

  • MAKI Nilai Aksi DPRD OKU Tagih Fee Jelang Lebaran Menantang KPK

    MAKI Nilai Aksi DPRD OKU Tagih Fee Jelang Lebaran Menantang KPK

    Jakarta

    Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menyoroti aksi ketiga anggota DPRD Ogan Komering Ulu (OKU) yang menagih fee sehari usai KPK memberi peringatan kepada penyelenggara negara. Ia menilai tindakan tersebut seolah-olah menantang KPK.

    “Mereka kesannya malah menantang KPK karena KPK sudah memberikan edaran untuk tidak menerima gratifikasi itu kembali lagi suap. Menurut saya itu kurang ajar,” kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman kepada wartawan, Senin (17/3/2025).

    Boyamin mengaku terkejut mengetahui jatah pokir yang diminta DPRD sebesar 20%. Padahal, kata dia, semestinya DPRD berperan sebagai pengawas.

    “Kalau sudah dipalak itu 20% gitu oleh oknum DPRD sama dengan yang ngawasi malah menyuruh korupsi gitu, bukan hanya sekedar pagar makan tanaman, ini malah pagar menyuruh tanamannya mati gitu. Jadi itu yang paling kaget saya apa dari kasus di OKU itu” tegasnya.

    “Apalagi ini dilakukan menjelang Lebaran dengan alasan THR, masa sesuatu yang ibadah sakral itu habis puasa dan lebaran harusnya ini beribadah dan melakukan sedekah gitu, eh ini malah memalak, melakukan korupsi, memeras pemborong dengan nilai yang begitu fantastis,” sambungnya.

    Boyamin mendorong agar Anggota DPRD OKU yang kini tersangka kasus suap meminta jatah pokir Rp 40 miliar dari proyek Dinas PUPR dihukum berat. Ia memandang hukuman yang mesti dijatuhkan minimal 20 tahun penjara.

    “Menurut saya sangat keterlaluan dan mestinya ini dihukum berat nanti. Jangan hanya 5 tahun, 10 tahun, ini minimal 20 tahun atau seumur hidup ini karena pola korupsinya yang sudah keterlaluan,” jelasnya.

    “Inilah yang menurut saya mudah-mudahan KPK nanti bisa melakukan pencegahan yang lebih baik lah bukan hanya sekedar menindak hukum jadi, belajar di kasus OKU ini KPK harus kita paksa untuk membuat mekanisme supaya anggaran-anggaran baik pusat maupun daerah bisa dikelola lebih baik supaya tidak dicuri lagi,” tegasnya.

    Seperti diketahui, KPK mengungkap tiga anggota DPRD OKU yang menjadi tersangka suap dan pemotongan anggaran proyek menagih fee ke Kadis PUPR OKU menjelang hari raya Idul Fitri atau Lebaran. Ternyata, permintaan fee itu terjadi sehari usai KPK memberi peringatan kepada para penyelenggara negara.

    – Ferlan Juliansyah (FJ) selaku Anggota Komisi III DPRD OKU

    – M Fahrudin (MFR) selaku Ketua Komisi III DPRD OKU

    – Umi Hartati (UH) selaku Ketua Komisi II DPRD OKU

    – Nopriansyah (NOP) selaku Kepala Dinas PUPR OKU

    – M Fauzi alias Pablo (MFZ) selaku swasta

    – Ahmad Sugeng Santoso (ASS) selaku Swasta

    KPK menyebut tiga anggota DPRD OKU itu menagih fee proyek yang telah disepakati sejak Januari 2025 ke Nopriansyah karena sudah mendekati Lebaran. Nopriansyah pun menjanjikan fee yang diambil dari sembilan proyek di OKU tersebut cair sebelum Lebaran.

    “Menjelang hari raya Idul Fitri pihak DPRD yang diwakili oleh saudara FJ (Ferlan Juliansyah) yang merupakan anggota dari Komisi III, kemudian saudara MFR (M Fahrudin), kemudian saudari UH (Umi Hartati), menagih jatah fee proyek kepada saudara NOP (Nopriansyah) sesuai dengan komitmen yang kemudian dijanjikan oleh saudara NOP akan diberikan sebelum hari raya Idul Fitri,” ujar Ketua KPK Setyo Budiyanto dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Minggu (16/3).

    Pada 13 Maret 2025, Nopriansyah menerima uang Rp 2,2 miliar dari Fauzi selaku pengusaha. Nopriansyah juga telah menerima Rp 1,5 miliar dari Ahmad. Uang itu diduga akan dibagikan ke Anggota DPRD OKU.

    Pada 15 Maret, KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap para tersangka itu. KPK pun mengamankan uang Rp 2,6 miliar dan mobil Fortuner dari OTT itu.

    Menurut KPK, OTT itu terjadi sehari setelah KPK menerbitkan surat edaran tentang pencegahan dan pengendalian gratifikasi terkait hari raya atau SE nomor 7 tahun 2025. KPK pun menganggap kelakuan para tersangka itu ironi.

    “Hal ini menjadi ironis, di saat sehari sebelumnya KPK menerbitkan surat edaran tentang pencegahan dan pengendalian gratifikasi terkait hari raya (SE Nomor 7 Tahun 2025),” ujar tim Jubir KPK, Budi Prasetyo, kepada wartawan, Senin (17/3/2025).

    (taa/aud)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Tiga Anggota DPRD Ogan Komering Ulu Tagih Uang Proyek Jelang Idulfitri, Kini Ditahan KPK

    Tiga Anggota DPRD Ogan Komering Ulu Tagih Uang Proyek Jelang Idulfitri, Kini Ditahan KPK

    PIKIRAN RAKYAT – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan enam tersangka dalam kasus dugaan suap proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatra Selatan, pada Minggu, 16 Maret 2025. Praktik rasuah tersebut terbongkar melalui Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan tim lembaga antirasuah pada Sabtu, 15 Maret 2025.

    Empat orang tersangka berstatus sebagai penerima suap yakni Kepala Dinas PUPR Kabupaten OKU Nopriansyah (NOV), Ketua Komisi III DPRD OKU M. Fahrudin (MFR), Anggota Komisi III DPRD OKU Ferlan Juliansyah (FJ), dan Ketua Komisi II DPRD OKU Umi Hartati (UH). Dua tersangka lainnya dari pihak swasta yaitu M. Fauzi alias Pablo (MFZ) dan Ahmad Sugeng Santoso (ASS).

    “Penyidik selanjutnya melakukan penahanan terhadap enam tersangka tersebut selama 20 hari terhitung mulai tanggal 16 Maret sampai dengan 4 April 2025,” kata Ketua KPK Setyo Budiyanto dalam konferensi pers, Minggu, 16 Maret 2025.

    Setyo mengatakan, pada Januari 2025 dilakukan pembahasan RAPBD OKU Tahun Anggaran (TA) 2025. Selanjutnya, agar RAPBD TA 2025 dapat disahkan, beberapa perwakilan DPRD menemui pihak Pemda.

    “Pada pembahasan tersebut perwakilan dari DPRD meminta jatah pokir (Pokok Pikiran) seperti tahun sebelumnya,” ucap Setyo.

    Setyo menyebut, ada kesepakatan jatah pokir diubah menjadi proyek fisik di Dinas Pekerjaan Umum sebesar Rp45 miliar dengan pembagian, yakni ketua dan wakil ketua mendapat Rp5 miliar dan anggota mengantongi Rp1 miliar.

    Akan tetapi, diungkapkan Setyo, nilainya turun menjadi Rp35 miliar karena keterbatasan anggaran, dengan fee sebesar 20 persen untuk jatah Anggota DPRD, sehingga total fee adalah sebesar Rp7 miliar.

    “Saat APBD TA 2025 disetujui, anggaran Dinas PUPR naik dari pembahasan awal Rp48 miliar menjadi Rp96 miliar,” kata Setyo.

    Setyo mengungkapkan, sudah menjadi praktik umum di Pemda OKU adanya praktik jual beli proyek dengan memberikan sejumlah fee kepada Pejabat Pemda OKU dan/atau DPRD.

    Terkait dengan proyek jatah DPRD, Nopriansyah mengondisikan fee atau jatah dari DPRD itu pada 9 proyek yang dikondisikan pengadaannya menggunakan e-katalog, sebagai berikut:

    Rehabilitasi Rumdin Bupati senilai Rp8.397.563.094,14, dengan Penyedia CV Royal Flush. Rehabilitasi Rumdin Wakil Bupati Rp2.465.230.075,95, dengan Penyedia CV Rimbun Embun. Pembangunan Kantor Dinas PUPR Kab OKU senilai Rp9.888.007.167,69 dengan Penyedia CV Daneswara Satya Amerta. Pembangunan jembatan Desa Guna Makmur senilai Rp983.812.442,82 dengan Penyedia CV Gunten Rizky. Peningkatan jalan poros Desa Tanjung Manggus – Desa Bandar Agung senilai Rp4.928.950.500,00 dengan Penyedia CV Daneswara Satya Amerta. Peningkatan jalan desa Panai Makmur – Guna Makmur senilai Rp4.923.290.484,24 dengan Penyedia CV Adhya Cipta Nawasena. Peningkatan jalan unit XVI – Kedaton Timur Rp4.928.113.967,57 dengan penyedia CV MDR Corporation. Peningkatan jalan Let. Muda M. Sidi Junet Rp4.850.009.358,12 dengan penyedia CV Berlian Hitam. Peningkatan jalan Desa Makarti tama Rp3.939.829.135,84 dengan penyedia CV MDR Corporation.

    “Bahwa Saudara N kemudian menawarkan 9 proyek tersebut kepada MFZ (M. Fauzi alias Pablo) dan ASS (Ahmad Sugeng Santoso) dengan komitmen fee sebesar 22 persen yaitu 2 persen untuk Dinas PUPR dan 20 persen untuk DPRD,” ucap Setyo.

    “Saudara N kemudian mengkondisikan pihak swasta yang mengerjakan dan PPK untuk menggunakan CV yang ada di Lampung Tengah, kemudian penyedia dan PPK melakukan penandatanganan kontrak di Lampung Tengah,” tuturnya melanjutkan.

    Tagih Duit Jelang Idulfitri

    Menjelang Hari Raya Idulfitri, Pihak DPRD yang diwakili Ferlan Juliansyah dan Fahrudin selaku anggota komisi III DPRD OKU serta Umi Hartati yang merupakan Ketua Komisi II DPRD OKU menagih jatah fee proyek kepada Nopriansyah sesuai komitmen. Kemudian, Nopriansyah berjanji akan memberikan jatah fee sebelum lebaran melalui pencairan uang muka sembilan proyek yang sebelumnya sudah direncanakan.

    “Pada tanggal 11-12 Maret 2025, Sdr. MFZ mengurus pencairan uang muka atas beberapa proyek, kemudian pada tanggal 13 Maret 2025 sekitar pukul 14.00, Sdr. MFZ mencairkan uang muka di Bank Sumselbabel,” ucap Setyo.

    Ironisnya uang muka untuk proyek tetap dicairkan, padahal Pemerintah Daerah (Pemda) OKU sedang mengalami permasalahan cash flow lantaran uang yang ada diprioritaskan untuk membayar THR, Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP), dan penghasilan perangkat daerah.

    Pada 13 Maret 2025, M. Fauzi alias Pablo menyerahkan uang sebesar Rp2,2 miliar kepada Nopriansyah, yang merupakan bagian komitmen fee proyek. Selanjutnya, uang tersebut dititipkan kepada Arman yang merupakan PNS pada Dinas Perkim Pemkab OKU.

    “Uang tersebut bersumber dari uang muka pencairan proyek. Selain itu, pada awal Maret 2025, Saudara ASS menyerahkan uang sebesar Rp1,5 miliar ke Sdr. N di rumah Sdr. N,” kata Setyo.

    Pada 15 Maret 2025, tim penyelidik KPK mendatangi rumah Nopriansyah dan Arman, di lokasi tersebut tim menemukan serta mengamankan uang sebesar Rp2,6 miliar yang merupakan duit komitmen fee untuk DPRD yang diberikan oleh M. Fauzi alias Pablo dan Ahmad Sugeng Santoso.

    “Kemudian tim penyelidik secara simultan juga mengamankan Sdr. MFZ dan Sdr. ASS di rumahnya, dan Sdr. FJ, MFR, UH di kediaman masing-masing. Selain itu, Tim penyelidik juga mengamankan pihak lainnya yaitu Sdr. A dan Sdr. S,” ujar Setyo.

    KPK Sita Kendaraan

    Dalam OTT, tim KPK juga mengamankan barang bukti berupa satu unit kendaraan merk Toyota Fortuner, dokumen, beberapa alat komunikasi, dan barang bukti elektronik. Seluruh pihak yang tertangkap tangan diperiksa di Polres Baturaja OKU dan Polda Sumsel, dan selanjutnya dibawa ke kantor KPK.

    “Setelah dilakukan proses ekspose perkara tersebut dengan Pimpinan. Disepakati atas peristiwa tersebut, telah ditemukan bukti permulaan yang cukup terkait dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji terkait dengan pengadaan barang dan jasa di lingkungan Dinas PUPR Kabupaten OKU tahun 2024 sampai dengan tahun 2025,” ucap Setyo.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Permintaan Fee Jelang Lebaran Bikin Pejabat OKU Masuk Tahanan

    Permintaan Fee Jelang Lebaran Bikin Pejabat OKU Masuk Tahanan

    Jakarta

    Tiga anggota DPRD dan Kepala Dinas PUPR Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) di Sumatera Selatan (Sumsel) ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap usai terjaring operasi tangkap tangan atau OTT oleh KPK. Dalam perkara ini, anggota DPRD OKU menagih jatah proyek kepada eksekutif.

    KPK melancarkan operasi tangkap tangan di OKU pada Sabtu (15/3) lalu. Setelah melakukan penyelidikan dan pemeriksaan, KPK menetapkan 6 orang tersangka, termasuk pihak swasta. Berikut tersangkanya:

    1. Ferlan Juliansyah (FJ) selaku anggota Komisi III DPRD OKU
    2. M Fahrudin (MFR) selaku Ketua Komisi III DPRD OKU
    3. Umi Hartati (UH) selaku Ketua Komisi II DPRD OKU
    4. Nopriansyah (NOP) selaku Kepala Dinas PUPR OKU
    5. M Fauzi alias Pablo (MFZ) selaku swasta
    6. Ahmad Sugeng Santoso (ASS) selaku swasta

    Perkara itu dimulai saat pembahasan RAPBD OKU tahun anggaran 2025. Ada anggota DPRD OKU yang meminta jatah pokok pikiran (pokir) kepada pemerintah daerah.

    “Pada pembahasan tersebut, perwakilan dari DPRD meminta jatah pokir, seperti yang diduga sudah dilakukan. Kemudian disepakati bahwa jatah pokir tersebut diubah menjadi proyek fisik di dinas pekerjaan umum dan perumahan sebesar Rp 40 miliar,” kata Ketua KPK Setyo Budiyanto dalam konferensi pers di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Minggu (16/3).

    Setyo mengatakan proyek untuk pokir ketua dan wakil ketua DPRD senilai Rp 5 miliar. Sementara, nilai untuk anggota DPRD Rp 1 miliar.

    “Untuk ketua dan wakil ketua, nilai proyeknya disepakati adalah Rp 5 miliar, sedangkan untuk anggota itu adalah Rp 1 miliar. Nilai ini kemudian turun menjadi Rp 35 miliar,” ujarnya.

    Setyo mengatakan nilai itu turun karena ada keterbatasan anggaran, namun fee dari proyek-proyek itu tetap disepakati 20% bagi anggota DPRD dan 2% bagi dinas PUPR sehingga total fee untuk anggota DPRD OKU total sebesar Rp 7 miliar.

    “Saat APBD tahun anggaran 2025 disetujui, anggaran dinas PUPR naik dari pembahasan awal Rp 48 miliar menjadi Rp 96 miliar. Jadi signifikan karena ada kesepakatan ya, maka yang awalnya Rp 48 miliar bisa berubah menjadi dua kali lipat,” sebutnya.

    Setyo mengatakan Kepala Dinas PUPR OKU Nopriansyah menawarkan 9 proyek kepada Fauzi dan Ahmad selaku pihak swasta dengan commitment fee sebesar 2% untuk dinas PUPR dan 20% untuk DPRD. Nopriansyah kemudian mengondisikan pihak swasta untuk mengerjakan proyek tersebut.

    “Saat itu Saudara NOP yang merupakan Pejabat Kepala Dinas PUPR menawarkan sembilan proyek tersebut kepada saudara MFZ dan saudara ASS, dengan commitment fee sebesar 22%, yaitu 2% untuk Dinas PUPR dan 20% untuk DPRD,” sebutnya.

    Anggota DPRD Tagih Fee

    KPK menggelar konferensi pers OTT di OKU. (Adrial/detikcom)

    Tiga anggota DPRD OKU yakni Ferlan, Fahrudin, dan Umi menagih jatah proyek tersebut ke Nopriansyah jelang Idul Fitri 2025. Pada 13 Maret, Fauzi menyerahkan uang kepada Nopriansyah sebesar Rp 2,2 miliar.

    Mencium adanya hal tersebut, KPK kemudian melakukan OTT pada Sabtu (15/3). Keenam orang tersangka tersebut terjaring oleh KPK dan diangkut ke Jakarta.

    “Menjelang hari raya Idul Fitri pihak DPRD yang diwakili oleh saudara FJ (Ferlan Juliansyah) yang merupakan anggota dari Komisi III, kemudian sodara MFR (M Fahrudin), kemudian saudari UH (Umi Hartati), menagih jatah fee proyek kepada sodara NOP (Nopriansyah) sesuai dengan komitmen yang kemudian dijanjikan oleh sodara NOP akan diberikan sebelum hari raya Idul Fitri,” ujar Setyo Budiyanto.

    Atas perbuatannya, Ferlan, Fahrudin, Umi, dan Nopriansyah dijerat dengan Pasal 12 a atau 12 b dan 12 f dan 12 B UU Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Pasal 12 a dan b itu mengatur hukuman terkait suap, pasal 12 f mengatur soal pemotongan anggaran dan pasal 12 B tentang gratifikasi dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara.

    Sementara, Fauzi dan Ahmad dijerat pasal 5 ayat 1 a atau b UU Pemberantasan Tipikor juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Pasal itu mengatur soal hukuman bagi penyuap dengan ancaman penjara maksimal 5 tahun penjara.

    Petugas menunjukkan uang barang bukti hasil OTT di KPK, Jakarta, Minggu (16/3/2025). (Rifkianto Nugroho)

    KPK tidak berhenti menyelidiki kasus dugaan suap ini dengan 6 tersangka. KPK akan mendalami peran dari bupati atau wakil bupati OKU dalam perkara ini.

    “Kami sedang melakukan investigasi lebih mendalam lagi dari penanganan perkara yang saat ini terhadap 6 tersangka itu nanti akan kami lakukan investigasi lebih dalam, terhadap pihak-pihak yang terindikasi terlibat,” kata Setyo Budiyanto.

    Setyo mengatakan proses pencarian uang muka dalam kasus suap ini, ada keterlibatan dari beberapa pihak. Keterlibatan pihak lain itu yang akan didalami oleh KPK.

    “Sebagaimana tadi saya sebutkan bahwa pencairan uang muka itu ada keterlibatan dari beberapa pihak untuk bisa terjadinya proses pencairan. Nah ini nanti akan didalami oleh penyidik, termasuk juga kemungkinan adalah pejabat yang sebelumnya akan kami dalami,” ucapnya.

    Dalam kesempatan yang sama, Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan masih mendalami juga apakah ada keterlibatan anggota DPRD OKU lainnya. Termasuk soal adanya pertemuan dengan bupati OKU terkait kasus tersebut.

    “Kemudian nanti Kita lihat lagi untuk yang anggota DPR (DPRD) yang lainnya tentunya akan kita minta keterangan, termasuk juga pertemuan dengan pejabat bupati. Ini ada dua ya ada pejabat bupati karena pada saat sebelum dilantik 2024 itu dijabat,” ujar Asep.

    “Nah kemudian 2025 setelah pelantikan ada bupati definitif. Nah ini dua-duanya juga tentunya akan kita dalami perannya, sehingga terlihat karena dalam penentuan besaran pokir dan lain-lainnya itu tentunya harus ada keputusan,” tambahnya.

    Halaman 2 dari 2

    (rfs/rfs)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Jadi Tersangka, Anggota DPRD hingga Kadis PUPR OKU Sumsel Ditahan KPK

    Jadi Tersangka, Anggota DPRD hingga Kadis PUPR OKU Sumsel Ditahan KPK

    JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan 6 orang sebagai tersangka kasus suap atas proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan.

    Para tersangka yang telah mengenakan rompi oranye dan diborgol tersebut mulai dari Anggota DPRD Kabupaten OKU, Kepala Dinas PUPR, hingga pihak swasta.

    Lebih jelasnya, keenam tersangka itu yakni Ferlan Juliansyah selaku Anggota Komisi III, M. Fahrudin selaku Ketua Komisi III, Umi Hartati selaku Ketua Komisi II DPRD OKU, Nopriansyah Kepala Dinas PUPR Kabupaten OKU, M. Fauzi alias Pablo selaku pihak swasta, dan Ahmad Sugeng Santoso selaku pihak swasta.

    “Dari hasil ekspose, telah ditemukan bukti permulaan yang cukup terkait tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji terkait pengadaan barang dan jasa di Kabupaten OKU dari 2024-2025,” kata Ketua KPK Setyo Budiyanto dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Minggu, 16 Maret.

    Setyo menyebut, keenam tersangka kini ditahan selama 20 hari hingga 4 April 2025. Ketiga tersangka yang merupakan Anggota DPRD Kabupaten OKU ditempatkan di rumah tahanan negara di gedung KPK C1

    Sedangkan Kepala Dinas PUPR dan dua pihak swasta ditahan di rumah tahanan negara cabang rumah tahanan KPK, Jalan Kuningan Persada K4, Jakarta Selatan.

    Sebelumnya, KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap delapan orang di Kabupaten OKU pada Sabtu, 15 Maret. KPK turut mengamankan uang senilai Rp2,6 miliar dari OTT tersebut.

  • KPK Dalami Keterlibatan Bupati OKU Sumsel dalam Kasus Suap Proyek di Dinas PUPR

    KPK Dalami Keterlibatan Bupati OKU Sumsel dalam Kasus Suap Proyek di Dinas PUPR

    KPK Dalami Keterlibatan Bupati OKU Sumsel dalam Kasus Suap Proyek di Dinas PUPR
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi Pemberantasan Korupsi (
    KPK
    ) mendalami keterlibatan Bupati dan Wakil Bupati dalam kasus
    suap proyek
    di
    Dinas PUPR

    Ogan Komering Ulu
    (OKU), Sumatera Selatan.
    Ketua KPK Setyo Budiyanto mengatakan, penyidik akan mendalami kasus suap tersebut melalui enam orang tersangka yang ditetapkan, pada Minggu (16/3/2025).
    “Kami sedang melakukan investigasi lebih mendalam lagi dari penanganan perkara yang saat ini terhadap enam tersangka itu. Nanti akan kami lakukan investigasi lebih dalam terhadap pihak-pihak yang terindikasi terlibat,” kata Setyo, di Gedung Merah Putih, Jakarta, Minggu.
    Setyo mengatakan, pencairan uang muka proyek melibatkan beberapa orang.
    Hal ini, kata dia, akan didalami penyidik.
    “Termasuk juga kemungkinan adalah pejabat yang sebelumnya akan kami dalami,” ujarnya.
    Sebelumnya, KPK menetapkan Kepala Dinas PUPR Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan, Nopriansyah (NOP) sebagai tersangka dalam kasus suap terkait proyek di Dinas PUPR setelah Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Sabtu (15/3/2025).
    Nopriansyah ditetapkan sebagai tersangka bersama tiga orang anggota DPRD OKU Sumsel, yaitu Anggota Komisi III DPRD OKU Ferlan Juliansyah (FJ), Ketua Komisi III DPRD OKU M Fahrudin (MFR), dan Ketua Komisi II DPRD OKU Umi Hartati (UH).
    Kemudian, dua orang tersangka dari kalangan swasta, yaitu MFZ (M Fauzi alias Pablo) dan ASS (Ahmad Sugeng Santoso).
    “Semua sepakat ke tahap penyidikan dan menetapkan status tersangka terhadap FJ, anggota DPRD OKU, bersama dengan MFR, UM, dan NOP selaku Kepala Dinas PUPR OKU,” kata Ketua KPK Setyo Budiyanto di Gedung Merah Putih, Jakarta, Minggu (16/3/2025).
    Setyo mengatakan, kasus ini berawal pada bulan Januari 2025, ketika itu dilakukan pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Kabupaten OKU Tahun Anggaran 2025.
    Dia mengatakan, terdapat pemufakatan jahat terkait pembahasan tersebut agar RAPBD TA 2025 dapat disahkan.
    Ia mengatakan, perwakilan DPRD OKU menemui pihak pemerintah setempat dan meminta jatah “pokir” atau pokok pikiran.
    Para tersangka penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b dan Pasal 12 huruf f serta Pasal 12B Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
    Sementara itu, dua tersangka dari pihak swasta, yakni MFZ dan ASS, disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b UU Tipikor.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • KPK Dalami Keterlibatan Bupati OKU Sumsel dalam Kasus Suap Proyek di Dinas PUPR

    KPK Sebut 3 Anggota DPRD OKU Tagih “Fee” Proyek Jelang Lebaran

    KPK Sebut 3 Anggota DPRD OKU Tagih “Fee” Proyek Jelang Lebaran
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi Pemberantasan Korupsi (
    KPK
    ) menduga, tiga anggota DPRD Ogan Komering Ulu (
    OKU
    ) Sumatera Selatan meminta jatah
    fee
    proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) OKU kepada Kepala Dinas PUPR Nopriansyah (NOP) menjelang hari raya Idul Fitri atau Lebaran 2025.
    Diketahui, tiga anggota
    DPRD OKU
    tersebut telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap proyek di Dinas PUPR OKU, setelah melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Sabtu, 15 Maret 2025.
    Ketiganya adalah Anggota Komisi III DPRD OKU Ferlan Juliansyah (FJ), Ketua Komisi III DPRD OKU M Fahrudin (MFR), dan Ketua Komisi II DPRD OKU Umi Hartati (UH).
    “Jelang Idul Fitri, pihak DPRD yang diwakili FJ, MFR, dan UH menagih jatah
    fee
    proyek kepada sodara NOP sesuai dengan komitmen,” kata Ketua KPK Setyo Budiyanto di Gedung Merah Putih, Jakarta, Minggu (16/3/2025).
    “Kemudian, dijanjikan NOP akan diberikan sebelum hari raya Idul Fitri melalui pencairan uang muka sembilan proyek yang sudah direncanakan sebelumnya,” ujarnya lagi.
    Sebelumnya, Kadis PUPR menjanjikan akan memberikan
    fee
    tersebut sebelum Hari Raya Idul Fitri melalui pencairan uang muka sembilan proyek yang sudah direncanakan sebelumnya.
    “Pada kegiatan ini, patut diduga bahwa berdasarkan informasi yang diperoleh, pertemuan dilakukan antara anggota dewan, kemudian Kepala Dinas PUPR juga dihadiri oleh pejabat bupati dan Kepala BPKD,” kata Setyo.
    Setyo lalu mengungkapkan,
    fee
    proyek sudah disepakati dalam pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) OKU pada Januari 2025.
    Dia mengatakan, jatah
    fee
    bagi anggota DPRD tetap disepakati sebesar 20 persen dari nilai proyek Dinas PUPR sebesar Rp 35 miliar sehingga total
    fee
    -nya adalah sebesar Rp 7 miliar.
    Meskipun, awalnya nilai proyek yang merupakan jatah pokir yang diminta DPR itu senilai Rp 40 miliar.
    Terkait sembilan proyek tersebut, NOP selaku Kepala Dinas PUPR Kabupaten OKU mengatur pemenangan dengan komitmen
    fee
    sebesar 22 persen, yaitu 2 persen untuk Dinas PUPR dan 20 persen untuk DPRD.
    KPK menyebut, pengerjaan sembilan proyek itu menggunakan bendera perusahaan lain. Padahal, sebenarnya dikerjakan oleh dua pihak swasta, yakni MFZ (M Fauzi alias Pablo) dan ASS (Ahmad Sugeng Santoso).
    Merspons adanya permintaan fee oleh tiga anggota DPRD OKU, pada 11-12 Maret 2025, MFZ disebut mengurus pencairan uang muka atas beberapa proyek. Lalu, pada 13 Maret, dia mencairkan uang muka di bank daerah.
    “Kemudian karena ada permasalahan terkait
    cash flow
    -nya, uang yang ada diprioritaskan untuk membayar THR, TPP dan penghasilan perangkat daerah,” ujar Setyo.
    Pada 13 Maret, MFZ disebut menyerahkan uang sebesar Rp2,2 miliar kepada NOP. Uang itu merupakan bagian komitmen di proyek yang kemudian diminta oleh NOP dipitipkan di A, yang merupakan PNS pada Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman Kabupaten OKU.
    Uang tersebut bersumber dari uang muka pencairan proyek.
    Selain itu, pada awal Maret 2025, ASS selaku pihak swasta sudah menyerahkan uang sebesar Rp1,5 miliar kepada NOP di rumah NOP.
    Pada 15 Maret, tim KPK mendatangi rumah NOP dan A, dan menemukan serta melakukan penyitaan uang sebesar Rp 2,6 miliar yang merupakan uang komitmen dari MFZ dan ASS.
    Secara paralel, tim KPK juga menangkap MFZ, ASS, serta FJ, MFR dan UH di rumahnya masing-masing. Selain itu, tim KPK turut mengamankan pihak lain yaitu A dan S.
    “Dalam kegiatan tersebut, tim juga mengamankan barang bukti berupa satu unit kendaraan roda empat merek Toyota Fortuner, BG 1851 ID, kemudian dokumen, beberapa alat komunikasi serta barang bukti elektronik lainnya,” kata Setyo.
    Dia mengatakan, uang Rp1,5 miliar yang diserahkan di awal sebagian sudah digunakan untuk kepentingan NOP termasuk untuk pembelian mobil Toyota Fortuner.
    Namun, KPK belum menjelaskan perihal aliran uang yang mengalir ke tiga anggota DPRD yang telah ditetapkan sebagai tersangka.
    Dalam perkara ini, KPK menetapkan enam orang tersangka, yakni tiga anggota DPRD OKU, FJ, MFR, dan UH. Lalu, NOP dan dua pihak swasta, MFZ dan ASS.
    Para tersangka penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b dan Pasal 12 huruf f dan Pasal 12B Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
    Sementara dua tersangka dari pihak swasta yakni MFZ dan ASS disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b UU Tipikor.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • KPK Tetapkan 6 Tersangka Suap Proyek di Dinas PUPR OKU Sumsel

    KPK Tetapkan 6 Tersangka Suap Proyek di Dinas PUPR OKU Sumsel

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan enam tersangka dalam kasus dugaan suap proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan (Sumsel).

    Penetapan tersangka dilakukan setelah KPK menangkap delapan orang dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Sabtu (15/3/2025) dan melakukan pemeriksaan intensif selama 24 jam. Saat ini, dua orang lainnya masih berstatus saksi.

    KPK menetapkan empat tersangka dari kalangan pejabat DPRD dan pemerintah daerah, serta dua tersangka dari pihak swasta.

    Untuk penerima suap adalah Kepala Dinas PUPR Kabupaten OKU Nopriansyah, Ketua Komisi III DPRD OKU M Fahrudin, Anggota Komisi III DPRD OKU Ferlan Juliansyah, dan Ketua Komisi II DPRD OKU Umi Hartati.

    Sementara itu, untuk pemberi suap dua dari pihak swasta, yaitu M Fauzi alias Fablo dan Ahmad Sugeng Santoso. KPK telah menahan M Fauzi dan Ahmad Sugeng Santoso di rutan selama 20 hari pertama sejak 16 Maret hingga 4 April 2025.

    Kasus dugaan suap proyek di Dinas PUPR OKU, Sumsel bermula dari pembahasan rancangan anggaran pendapatan dan belanja daerah (RAPBD) Kabupaten OKU 2025. Saat itu, sejumlah anggota DPRD meminta jatah dana pokok-pokok pikiran (pokir) yang akhirnya disamarkan dalam bentuk proyek fisik di Dinas PUPR senilai Rp 40 miliar.

    Dalam kasus tersebut, ketua dan wakil ketua DPRD mendapat jatah proyek Rp 5 miliar, anggota DPRD menerima Rp 1 miliar per orang. Namun, total proyek turun menjadi Rp 35 miliar karena keterbatasan anggaran dan fee untuk anggota DPRD tetap 20% atau setara dengan Rp 7 miliar.

    Permintaan tersebut disetujui sehingga dana pokir yang awalnya diperuntukkan bagi aspirasi masyarakat diubah menjadi fee proyek yang dikendalikan oleh pejabat DPRD.

    Ketua KPK Setyo Budiyanto menegaskan operasi ini adalah bagian dari strategi penindakan KPK terhadap korupsi anggaran daerah.

    “KPK terus meningkatkan pengawasan terhadap praktik korupsi dalam pengelolaan anggaran daerah. Kami akan menindak tegas setiap pelaku yang terbukti menyalahgunakan wewenangnya,” ujarnya dalam konferensi pers, Minggu (16/3/2025).

    KPK juga mengimbau masyarakat dan pejabat daerah untuk melaporkan dugaan korupsi agar dapat dicegah sejak dini, terutama terkait kasus dugaan suap proyek di Dinas PUPR OKU, Sumsel.

  • Permintaan Fee Jelang Lebaran Bikin Pejabat OKU Masuk Tahanan

    Anggota DPRD OKU Tagih Fee Proyek, Kadis PUPR Janji Cair Sebelum Lebaran

    Jakarta

    KPK telah menahan enam orang sebagai tersangka dugaan suap dan pemotongan anggaran proyek di Dinas PUPR Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan (Sumsel). KPK menduga tiga tersangka yang merupakan anggota DPRD OKU diduga menagih fee proyek kepada Kadis PUPR OKU karena telah mendekati hari raya Idul Fitri atau Lebaran.

    “Menjelang hari raya Idul Fitri pihak DPRD yang diwakili oleh saudara FJ (Ferlan Juliansyah) yang merupakan anggota dari Komisi III, kemudian sodara MFR (M Fahrudin), kemudian saudari UH (Umi Hartati), menagih jatah fee proyek kepada sodara NOP (Nopriansyah) sesuai dengan komitmen yang kemudian dijanjikan oleh sodara NOP akan diberikan sebelum hari raya Idul Fitri,” ujar Ketua KPK Setyo Budiyanto dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Minggu (16/3/2025).

    Fee tersebut sebelumnya telah disepakati dalam pertemuan terkait pembahasan APBD OKU pada Januari 2025. Dalam pembahasan itu, disepakati ada fee 20 persen dari proyek di Dinas PUPR untuk para anggota DPRD OKU.

    Nopriansyah pun mengatur pemenang sembilan proyek. KPK menyebut pemenang proyek harus menyerahkan commitment fee 22 persen, di mana 20 persen untuk para anggota DPRD OKU dan 2 persen untuk Dinas PUPR OKU.

    Kembali soal penagihan fee, KPK menduga penagihan dilakukan dalam pertemuan yang juga dihadiri Pejabat Bupati OKU hingga Kepala BPKD. Setyo menyebut pihak swasta bernama Fauzi yang telah memenangkan proyek di Dinas PUPR mengurus pencairan uang muka atas beberapa proyek pada 11-12 Maret 2025.

    Pada 13 Maret 2025, Fauzi mencairkan uang muka proyek tersebut di bank daerah dan menyerahkan Rp 2,2 miliar kepada Nopriansyah sebagai bagian dari commitment fee. Selain duit Rp 2,2 miliar, Nopriansyah juga diduga telah menerima Rp 1,5 miliar dari pengusaha lain bernama Ahmad Sugeng Santoso lebih dulu.

    Berikut daftar tersangka dalam kasus ini:

    – Ferlan Juliansyah (FJ) selaku Anggota Komisi III DPRD OKU

    – Umi Hartati (UH) selaku Ketua Komisi II DPRD OKU

    – Nopriansyah (NOP) selaku Kepala Dinas PUPR OKU

    – M Fauzi alias Pablo (MFZ) selaku swasta

    – Ahmad Sugeng Santoso (ASS) selaku Swasta.

    Atas perbuatannya, Ferlan, Fahrudin, Umi dan Nopriansyah dijerat pasal 12 a atau 12 b dan 12 f dan 12 B UU Pemberantasan Tipikor juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Pasal 12 a dan b itu mengatur hukuman terkait suap, pasal 12 f mengatur soal pemotongan anggaran dan pasal 12 B tentang gratifikasi dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara.

    Sementara, Fauzi dan Ahmad dijerat pasal 5 ayat 1 a atau b UU Pemberantasan Tipikor juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Pasal itu mengatur soal hukuman bagi penyuap dengan ancaman penjara maksimal 5 tahun penjara.

    (ial/haf)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • KPK Dalami Keterlibatan Bupati OKU Sumsel dalam Kasus Suap Proyek di Dinas PUPR

    KPK Sebut Perwakilan DPRD OKU Minta Jatah Pokir Rp 40 Miliar untuk Loloskan RAPBD 2025

    KPK Sebut Perwakilan DPRD OKU Minta Jatah Pokir Rp 40 Miliar untuk Loloskan RAPBD 2025
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi Pemberantasan Korupsi menyebut bahwa tiga anggota DPRD Kabupaten
    Ogan Komering Ulu
    (
    OKU
    ), Sumatera Selatan, meminta jatah pokir terkait penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) OKU tahun anggaran 2025.
    Diketahui, ketiganya telah ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menerima suap atau gratifikasi.
    Ketiganya adalah Ferlan Juliansyah (FJ) yang merupakan Anggota Komisi III DPRD OKU; M. Fahrudin (MFR) Ketua Komisi III DPRD OKU; dan Umi Hartati (UH) Ketua Komisi II DPRD OKU.
    Ketua
    KPK
    , Setyo Budiyanto mengungkapkan bahwa kasus berawal dari pembahasan RAPB Kabupaten OKU pada Januari 2025.
    Kemudian, beberapa perwakilan DPRD disebut menemui pemerintah daerah Kabupaten Ogan Komering Hilir (OKU) Sumatera Selatan. Dengan tujuan, agar RAPBD tahun 2025 disahkan.
    Menurut Setyo, beberapa perwakilan DPRD itu meminta jatah pokir yang disepakati diubah dalam bentuk proyek.
    Kesepakatan tersebut dibuat dengan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten OKU, Nopriyansah (NOP).
    “Kemudian, disepakati jatah pokir itu diubah menjadi proyek sebesar Rp 40 miliar,” kata Setyo dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih, Jakarta, Minggu (16/3/2025).
    “Untuk bisa mengubah RAPBD yang ada di OKU. Ketua dan Wakil Ketua sebesar Rp 5 miliar. Untuk Anggota Rp 1 miliar,” ujarnya lagi.
    Namun, Setyo mengungkapkan, nilai kesepakatan tersebut turun menjadi Rp 35 miliar karena keterbatasan anggaran.
    “Tetapi, untuk
    fee
    -nya tetap disepakati 20 persen jatah dari anggota DPRD, sehingga total
    fee
    Rp 7 miliar,” katanya.
    Di saat yang tidak lama, menurut Setyo, anggaran Dinas PUPR disetujui naik dari Rp 48 miliar menjadi Rp 96 miliar dalam APBD 2025.
    Kemudian, Setyo menjabarkan bahwa nilai pokir Rp 35 miliar tersebut diubah dalam bentuk sembilan proyek.
    Berikut sembilan proyek tersebut:
    Setyo mengatakan, pengerjaan proyek tersebut dilakukan dengan meminjam bendera perusahaan lain. Sebab, yang mengerjakan adalah MFZ dan ASS.
    Dalam perkara ini, KPK juga menetapkan Kadis PUPR Kabupaten OKU, Nopriyansyah (NOP) sebagai tersangka.
    Kemudian, dua orang swasta juga ditetapkan sebagai tersangka, yakni MFZ (M. Fauzi alias Pablo) dan ASS (Ahmad Sugeng Santoso).
    Atas perbuatannya, tiga anggota DPRD dan NOP diduga melanggar Pasal 12 Huruf a, Pasal 12 Huruf d, Pasal 12 huruf f dan Pasal 12 huruf D Undang-Undang 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
    Sementara itu, dua pihak dari swasta diduga melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a pasal 5 ayat 1 huruf B Undang-Undang 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
    Kasus ini berawal dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan KPK di Kabupaten Ogan Komering Ulu, Provinsi Sumatera Selatan pada Sabtu, 15 Maret 2025
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • KPK Dalami Keterlibatan Bupati OKU Sumsel dalam Kasus Suap Proyek di Dinas PUPR

    OTT di OKU Sumsel, KPK Tetapkan 3 Anggota DPRD sebagai Tersangka

    OTT di OKU Sumsel, KPK Tetapkan 3 Anggota DPRD sebagai Tersangka
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi Pemberantasan
    Korupsi
    (
    KPK
    ) menetapkan tiga orang Anggota DPRD Kabupaten Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan sebagai tersangka, pada Minggu (16/3/2025).
    Ketiganya adalah Anggota Komisi III
    DPRD OKU
    Ferlan Juliansyah (FJ), Ketua Komisi III DPRD OKU M Fahrudin (MFR) dan Ketua Komisi II DPRD OKU Umi Hartati (UH).
    Mereka ditangkap dalam operasi tangkap tangan (
    OTT
    ) tim penindakan di Kabupaten Ogan Komering Ulu, Provinsi Sumatera Selatan pada Sabtu (15/3/2025).
    “Semua sepakat ke tahap penyidikan dan menetapkan status tersangka terhadap FJ, anggota DPRD OKU, bersama dengan MFR, UH, dan NOP selaku Kepala Dinas PUPR OKU,” kata Ketua KPK Setyo Budiyanto, di Gedung Merah Putih, Jakarta, Minggu.
    KPK juga menetapkan Kepala Dinas PUPR Nopriansyah (NOP) sebagai tersangka bersama dua orang tersangka dari kalangan swasta, yaitu MFZ (M Fauzi alias Pablo) dan ASS (Ahmad Sugeng Santoso).
    Setyo mengatakan, Kepala Dinas PUPR Nopriansyah bersama tiga anggota DPR diduga melanggar Pasal 12 Huruf a, Pasal 12 Huruf d, Pasal 12 Huruf f, dan Pasal 12 Huruf D Undang-Undang 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
    Sementara itu, dua kalangan swasta diduga melanggar Pasal 5 Ayat 1 Huruf a dan Pasal 5 Ayat 1 Huruf b Undang-Undang 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
    Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengamankan delapan orang dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Kabupaten Ogan Komering Ulu, Provinsi Sumatera Selatan pada Sabtu (15/3/2025).
    Kedelapan orang tersebut sudah tiba di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.
    “Total 8 orang (yang diamankan dari OTT di OKU, Sumsel),” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto, saat dikonfirmasi, Minggu (16/3/2025).
    Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto mengatakan, penyidik mengamankan Kepala Dinas PUPR hingga tiga Anggota DPRD dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Kabupaten Ogan Komering Ulu, Provinsi Sumatera Selatan pada Sabtu (15/3/2025).
    “Ya, benar (Kepala Dinas PUPR hingga tiga anggota DPRD),” kata Firtoh saat dikonfirmasi, Minggu.
    Fitroh mengatakan, penyidik menyita uang sebesar Rp 2,6 miliar dalam OTT tersebut.
    Dia juga mengatakan, OTT tersebut terkait kasus dugaan suap di lingkungan Dinas PUPR Kabupaten Ogan Komering Ulu.
    “Proyek dinas PUPR, (barang bukti yang disita) Rp 2,6 miliar,” ujar dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.