Tag: Sufmi Dasco Ahmad

  • RUU Polri Lebih Bahaya dari RUU TNI? Ini Deretan Pasal Kontroversial yang Dipermasalahkan

    RUU Polri Lebih Bahaya dari RUU TNI? Ini Deretan Pasal Kontroversial yang Dipermasalahkan

    PIKIRAN RAKYAT – Setelah pengesahan RUU TNI 2025, kini Rancangan Undang-Undang Kepolisian Republik Indonesia (RUU Polri) menjadi sorotan publik. RUU ini mengusulkan revisi terhadap UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

    Akan tetapi, beberapa pasal dalam draf tersebut menuai polemik karena dianggap memberikan kewenangan berlebihan kepada Polri. Berikut penjelasan lengkapnya.

    DPR Belum Jadwalkan Pembahasan RUU Polri

    Komisi III DPR menyatakan siap membahas revisi UU Polri jika dinilai mendesak, meski saat ini masih memprioritaskan RUU KUHAP. Ketua DPR Puan Maharani menegaskan bahwa belum ada Surat Presiden (Surpres) yang diterima untuk memulai pembahasan.

    “DPR belum berencana melakukan revisi UU Polri,” ujar Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad pada Senin, 24 Maret 2025.

    Meski begitu, revisi ini sudah masuk dalam daftar rancangan undang-undang inisiatif DPR sejak 2024.

    Isi RUU Polri Terbaru

    Berdasarkan dokumen di laman resmi DPR, revisi UU Polri mencakup perubahan pada pasal-pasal berikut:

    Pasal 1 tentang Ketentuan Umum Pasal 6 tentang Peran dan Fungsi Polri Pasal 7 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pasal 14 tentang Tugas Pokok Anggota Polri Pasal 16 tentang Penyelenggaraan Tugas Polri Pasal 30 tentang Usia Pensiun Maksimum Anggota Polri Pasal 35 tentang Pelanggaran Kode Etik Profesi Kepolisian Dan lainnya…

    Namun, beberapa pasal memicu penolakan dari publik karena dinilai berpotensi mengekang kebebasan sipil dan memperluas kewenangan Polri tanpa pengawasan ketat.

    Deretan Pasal Kontroversial

    Pasal 16 Ayat 1 Huruf Q

    Pasal ini memberikan kewenangan Polri untuk melakukan penindakan, pemblokiran, pemutusan, hingga perlambatan akses ruang siber demi keamanan dalam negeri.

    Koalisi Masyarakat Sipil menilai ketentuan ini berpotensi membatasi kebebasan berpendapat dan berisiko tumpang tindih dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika serta Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).

    Pasal 16A dan 16B (Sisipan Baru)

    Pasal 16A menyebutkan bahwa Intelkam Polri bisa melakukan pengawasan intelijen. Ini memicu kekhawatiran soal kewenangan Polri untuk meminta data intelijen dari BIN, BSSN, hingga BAIS.

    Pasal 16B juga mengandung istilah “Kepentingan Nasional” yang tidak didefinisikan secara jelas. Istilah ini dikhawatirkan bisa digunakan Polri untuk mengawasi kegiatan masyarakat dengan alasan menjaga kepentingan nasional.

    Pasal 14 Ayat 1 Huruf G dan O

    Huruf G memberi Polri wewenang melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus, penyidik PNS, serta bentuk pengamanan swakarsa. Ini dikhawatirkan membuka peluang “bisnis keamanan” dan pelanggaran HAM melalui pengamanan swakarsa.

    Huruf O mengizinkan Polri melakukan penyadapan dalam lingkup tugas kepolisian. PSHK menyoroti bahwa Polri tidak memerlukan izin, berbeda dengan KPK yang harus mendapat persetujuan Dewan Pengawas.

    Pasal 30 Ayat 2

    Pasal ini mengatur usia pensiun:

    58 tahun bagi bintara dan tamtama. 60 tahun bagi perwira. 65 tahun bagi pejabat fungsional.

    Usulan ini dianggap menghambat regenerasi dalam tubuh Polri dan mempertahankan personel yang seharusnya sudah pensiun.

    Reaksi Masyarakat dan Lembaga Sipil

    Ketua YLBHI Muhammad Isnur menegaskan, pihaknya menolak keras revisi UU Polri berdasarkan inisiatif DPR tersebut.

    “Kami menolak keras revisi UU Polri berdasarkan inisiatif DPR ini!” ucapnya.

    Muhammad Isnur mendesak DPR dan pemerintah memprioritaskan pembahasan RUU PPRT, RUU Perampasan Aset, RUU KUHAP, RUU Penyadapan, hingga RUU Masyarakat Adat.

    Menurut laporan KontraS, dalam periode 2020–2024 tercatat ratusan kasus kekerasan melibatkan anggota Polri. Komnas HAM pun mencatat Polri sebagai lembaga negara dengan laporan pelanggaran HAM tertinggi pada 2023.

    Polri Menuju “Superbody”?

    Revisi UU Polri menuai kritik karena berpotensi menjadikan Polri sebagai lembaga “superbody” dengan kekuasaan luas tanpa pengawasan memadai. Beberapa pasal memperlihatkan kecenderungan ke arah otoritarianisme baru dengan pembatasan kebebasan sipil dan penguatan fungsi intelijen kepolisian.

    Jika RUU ini disahkan tanpa revisi signifikan, Indonesia terancam mundur dari semangat reformasi dan demokrasi. Polri seharusnya berfungsi sebagai alat negara yang profesional dan akuntabel, bukan menjadi lembaga dengan kekuasaan absolut.

    Publik kini menanti apakah DPR akan mendengarkan suara rakyat atau tetap melanjutkan pembahasan RUU ini secara diam-diam. Apakah RUU Polri ini memperbaiki institusi kepolisian atau justru membuka jalan bagi lahirnya negara dalam negara?***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Puan paparkan pengawasan Masa Persidangan II Tahun Sidang 2024-2025

    Puan paparkan pengawasan Masa Persidangan II Tahun Sidang 2024-2025

    Jakarta (ANTARA) – Ketua DPR RI Puan Maharani memaparkan sejumlah permasalahan rakyat yang menjadi fokus pengawasan alat kelengkapan dewan (AKD) di DPR RI selama Masa Persidangan II Tahun Sidang 2024-2025.

    “Dalam pelaksanaan fungsi pengawasan, DPR RI telah memberikan perhatian pada berbagai persoalan yang muncul di tengah masyarakat,” kata Puan yang memimpin jalannya Rapat Paripurna Ke-16 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2024–2025 di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa.

    Dia lantas merinci isu-isu yang menjadi perhatian DPR pada masa persidangan ini, di antaranya penanganan bencana hidrometeorologi yakni banjir dan tanah longsor, yang terjadi di sejumlah wilayah.

    “Lalu kesiapan pemerintah dalam menghadapi Hari Raya Idul Fitri, terutama stabilitas harga dan ketersediaan bahan pangan serta pasokan bahan bakar minyak (BBM),” ucapnya.

    Kemudian, kata dia, kesiapan pemenuhan standar pelayanan minimum jalan tol untuk menjamin keselamatan, keamanan, dan kenyamanan pengguna jalan tol menjelang mudik Lebaran 2025.

    DPR RI, lanjut dia, juga menyoroti permasalahan ketidaksesuaian volume dan harga MinyaKita; penanganan masalah tata kelola pengadaan dan kualitas BBM; hingga perubahan jadwal pengangkatan calon pegawai negeri sipil (CPNS) dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK).

    Selanjutnya, tambah dia, persiapan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam pelaksanaan pemungutan suara ulang (PSU); persiapan penyelenggaraan Ibadah Haji tahun 1446 H/2025 M; kesiapan pelaksanaan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) tahun 2025; dan evaluasi penerapan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (Core Tax Administration System).

    “(Kemudian) pemutusan hubungan kerja (PHK), termasuk pemenuhan hak-hak karyawan yang terkena dampak PHK; kesiapan Pemerintah dalam penyelenggaraan program Pemeriksaan Kesehatan Gratis; pemerataan akses dan kualitas pendidikan di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T),” paparnya.

    Dia mengatakan bahwa DPR RI melalui alat kelengkapan dewan (AKD) pun telah melakukan rapat-rapat bersama mitra kerja untuk menindaklanjuti permasalahan tersebut.

    “Pemerintah memiliki kewajiban untuk melaksanakan setiap rekomendasi dari setiap rapat kerja dengan DPR RI. Tindak lanjut yang dijalankan pemerintah menunjukkan komitmen kenegaraan dalam hubungan legislatif dan eksekutif,” tuturnya.

    Dia menambahkan bahwa DPR RI juga telah membentuk sejumlah tim pengawas (timwas) pada masa persidangan kali ini, yakni Tim Pengawas Pelindungan Pekerja Migran Indonesia dan Tim Pengawas Penanganan Bencana.

    “Tim pengawas tersebut diharapkan dapat lebih intensif dalam mempercepat tindak lanjut yang diperlukan,” kata dia.

    Selain Ketua DPR RI Puan, Rapat Paripurna Ke-16 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2024-2025 hari ini turut dihadiri oleh sejumlah Wakil Ketua DPR RI lainnya yakni Sufmi Dasco, Adies Kadir, dan Saan Mustopa.

    “Menurut catatan dari Sekretariat Jenderal DPR RI daftar hadir dalam permulaan Rapat Paripurna hari ini telah ditandatangani oleh 293 orang anggota, hadir 248 (anggota), izin 45 orang dari seluruh fraksi yang ada di DPR RI,” kata Puan.

    Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
    Editor: Rangga Pandu Asmara Jingga
    Copyright © ANTARA 2025

  • DPR: Efisiensi APBN kesempatan pemerintah perkuat keuangan negara

    DPR: Efisiensi APBN kesempatan pemerintah perkuat keuangan negara

    Jakarta (ANTARA) – Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Puan Maharani mengatakan bahwa efisiensi anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) merupakan kesempatan bagi pemerintah untuk memperkuat pengelolaan keuangan negara.

    “Efisiensi APBN merupakan kesempatan bagi pemerintah untuk memperkuat pengelolaan keuangan negara sesuai dengan undang-undang,” kata Ketua DPR RI Puan Maharani saat memimpin rapat paripurna di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa.

    Puan mengatakan upaya pemerintah melakukan efisiensi APBN merupakan kewajiban yang harus dijalankan sebagai pelaksanaan atas amanat Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

    “Yang menyatakan bahwa keuangan negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan,” ujarnya.

    Untuk itu, Puan menyatakan bahwa DPR RI memberikan apresiasi atas upaya pemerintah melakukan efisiensi APBN demi kesejahteraan rakyat.

    “DPR RI mengapresiasi upaya pemerintah tersebut agar dapat sungguh-sungguh menggunakan uang rakyat bagi sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat,” tuturnya.

    Meski demikian, lanjut Puan, DPR RI menekankan pentingnya kebijakan efisiensi APBN dapat berjalan dan memenuhi kepentingan rakyat.

    Pada Masa Persidangan II Tahun Sidang 2024–2025, Puan Maharani mengatakan DPR RI telah menjalankan fungsi anggarannya yang diarahkan pada pembahasan efisiensi APBN Tahun Anggaran 2025 melalui komisi-komisi dengan para mitra kerja terkait.

    “DPR RI melalui komisi-komisi terkait telah melaksanakan berbagai rapat kerja dengan mitra kerja untuk memberikan persetujuan efisiensi anggaran kementerian lembaga,” tuturnya.

    Puan juga menegaskan bahwa DPR RI akan terus mengawal dan mengawasi pelaksanaan Undang-Undang APBN Tahun Anggaran 2025, khususnya terkait dengan pelaksanaan efisiensi dan penajaman program di kementerian/lembaga.

    Rapat Paripurna Ke-16 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2024–2025 turut dihadiri sejumlah Wakil Ketua DPR RI lainnya, yakni Sufmi Dasco, Adies Kadir, dan Saan Mustopa.

    “Menurut catatan dari Sekretariat Jenderal DPR RI, daftar hadir dalam permulaan rapat paripurna hari ini telah ditandatangani oleh 293 orang anggota, hadir 248 (anggota), izin 45 orang dari seluruh fraksi yang ada di DPR RI,” kata Puan.

    Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
    Editor: Didik Kusbiantoro
    Copyright © ANTARA 2025

  • Belum Terima Supres RUU Polri, Puan: Yang Beredar di Publik Bukan Resmi

    Belum Terima Supres RUU Polri, Puan: Yang Beredar di Publik Bukan Resmi

    Bisnis.com, JAKARTA – Ketua DPR Puan Maharani menegaskan hingga sampai saat ini pihaknya masih belum menerima Surat Presiden (Supres) berkenaan revisi UU Polri (RUU Polri). 

    Maka demikian, dia menekankan bahwa Supres yang beredar di masyarakat kini bukanlah Supres resmi, karena sampai kini pun Pimpinan DPR belum menerimanya.

    “Supres saya tegaskan sampai saat ini belum diterima Pimpinan DPR. Jadi yang beredar di publik atau beredar di masyarakat itu bukan Supres resmi,” katanya seusai menutup masa sidang DPR, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (25/3/2025).

    Tak hanya menyoroti soal Supres, legislator PDI Perjuangan (PDIP) ini juga menyebut daftar inventarisasi masalah (DIM) revisi UU Polri yang beredar juga bukan yang resmi.

    “Jadi kami pimpinan DPR belum menerima Supres tersebut. Jadi kalau sudah ada DIM yang beredar itu bukan DIM resmi. Itu kami tegaskan,” pungkasnya.

    Senada dengan Puan, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad juga menyebut pihaknya belum menerima Supres berkenaan revisi UU Polri. 

    “Sampai dengan saat ini saya tegaskan, bahwa DPR belum menerima Supres tentang rancangan Undang-Undang atau revisi rancangan Undang-Undang Polri,” katanya seusai sidak MinyaKita di Pasar Kramat Jati, Jakarta Timur, Jumat (14/3/2025).

  • Dokter Tifa: Setelah Revisi UU TNI, Sebentar Lagi UU Polri Menyusul

    Dokter Tifa: Setelah Revisi UU TNI, Sebentar Lagi UU Polri Menyusul

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Ahli epidemiologi sekaligus pegiat media sosial, Tifauzia Tyassuma, menyoroti revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) yang baru saja disahkan.

    Ia mengklaim bahwa langkah ini akan segera diikuti dengan revisi Undang-Undang Kepolisian (UU Polri), yang menurutnya menandai perubahan besar dalam arah pemerintahan.

    “Setelah UU TNI direvisi. Sebentar lagi akan ada Revisi UU POLRI. Selanjutnya, selamat datang Era Militerisme dan Otoritarianisme,” ujat Tifa di X @DokterTifa (23/3/2025).

    Lebih lanjut, ia mengaitkan perubahan ini dengan konsep New World Order, yang sering dikaitkan dengan teori konspirasi global.

    “Kemana arah sebetulnya? New World Order. You will own nothing, and you will be happy,” tambahnya.

    Tifau juga mengajak publik untuk lebih memahami situasi yang terjadi dan menyebut dirinya siap memberikan edukasi terkait perubahan ini.

    “Belajar sedikit-sedikit sampai paham betul. Buguru akan mengajar kalian dengan sabar. Syukur-syukur kalian jadi sadar,” kuncinya.

    Sebelumnya, setelah melalui sejumlah polemik dalam perjalanan pembahasannya, DPR RI akhirnya resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) menjadi undang-undang.

    Keputusan ini diambil dalam Rapat Paripurna DPR RI di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (20/3/2025).

    Rapat dipimpin oleh Ketua DPR RI Puan Maharani didampingi Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad, Saan Mustopa, dan Adies Kadir.

  • Dasco: Presiden Prabowo minta maaf tak bisa hadiri bukber NasDem

    Dasco: Presiden Prabowo minta maaf tak bisa hadiri bukber NasDem

    “Pak Prabowo tadi minta maaf karena ada rapat paripurna kabinet yang saat ini masih berlangsung,”

    Jakarta (ANTARA) – Ketua Harian DPP Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad menyampaikan permintaan maaf Ketua Umum Partai Gerindra sekaligus Presiden RI Prabowo Subianto yang tidak dapat hadir dalam kegiatan buka puasa bersama Partai NasDem di Ballroom NasDem Tower, Jakarta, Jumat.

    “Pak Prabowo tadi minta maaf karena ada rapat paripurna kabinet yang saat ini masih berlangsung,” kata Dasco saat ditemui awak media di NasDem Tower, Jakarta, Jumat.

    Dia mengungkapkan bahwa Prabowo masih memimpin Sidang Kabinet Paripurna di Kantor Presiden, Istana Kepresidenan RI, Jakarta. Kemudian, setelah buka puasa masih harus melakukan beberapa rapat terbatas kecil.

    “Setelah buka puasa, ada beberapa ratas kecil sehingga presiden belum bisa hadir pada hari ini,” ujarnya.

    Kegiatan ini dihadiri oleh Presiden ke-7 RI Joko Widodo, Ketua DPR RI Puan Maharani, Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh, Wakil Presiden ke-6 Try Sutrisno dan Sekretaris Jenderal Partai NasDem Hermawi Taslim.

    Selain itu, sejumlah elite partai politik tampak menghadiri kegiatan ini, yakni Sekretaris Jenderal PAN Eko Patrio, Presiden PKS Ahmad Syaikhu, Wakil Ketua Umum PPP Amir Uskara, Wakil Ketua Umum PKB Jazilul Fawaid, Politisi Golkar Rizal Mallarangeng, Wakil Sekretaris Jenderal PDIP Utut Adianto.

    Adapun DPP Partai NasDem juga mengundang Presiden Prabowo Subianto dan para pimpinan partai di Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus. Meski begitu, sampai malam hari Prabowo belum tampak hadir di NasDem Tower.

    Berdasarkan undangan yang diterima, kegiatan buka puasa bersama akan dimulai pukul 16.00 WIB.
    “Kami sampaikan bahwa DPP Partai NasDem akan mengadakan buka bersama Presiden Prabowo Subianto serta Partai Politik sahabat, Jumat, 21 Maret 2025, di Ballroom NasDem Tower,” tulis undangan tersebut.

    Pewarta: Narda Margaretha Sinambela
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2025

  • Dasco Hadiri Bukber di NasDem, Duduk di Samping Jazilul

    Dasco Hadiri Bukber di NasDem, Duduk di Samping Jazilul

    Jakarta

    Wakil Ketua DPR RI sekaligus Ketua Harian Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad, menghadiri acara buka bersama yang digelar Partai NasDem. Dasco duduk di samping Waketum PKB, Jazilul Fawaid.

    Pantauan detikcom di lokasi, Jumat (21/3/2025), Dasco tiba sekitar pukul 18.30 WIB di NasDem Tower, Menteng, Jakarta Pusat. Dia mengenakan batik bernuansa warna biru dan putih

    Dasco duduk si samping kursi Jazilul di meja panjang. Meja panjang itu berada di depan meja bundar yang menjadi tempat duduk Presiden RI ke-7 Joko Widodo (Jokowi), Ketum NasDem Surya Paloh, Ketua DPP PDIP Puan Maharani, Wakil Presiden ke-6 Try Sutrisno dan Bendum NasDem Ahmad Sahroni.

    Mereka tampak saling mengobrol sambil berbuka puasa. Suasana buka bersama ini diiringi lantunan selawatan.

    Tokoh lainnya yang telah tiba dalam acara ini yakni Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung, Presiden PKS Ahmad Syaikhu, Sekjen DPP PAN Eko Patrio, politikus senior Golkar Rizal Mallarangeng dan Ketua fraksi PDIP di DPR Utut Adiant.

    Puan Maharani sebelumnya mengaku akan ngobrol hangat dengan Jokowi. Hal itu disampaikan Puan saat tiba di NasDem Tower.

    Puan mengaku baru tahu jika Jokowi menghadiri acara bukber tersebut. Dia juga tak tahu apakah nantinya akan satu meja dengan Jokowi.

    “Saya baru tahu Pak Jokowi datang, saya datang ke sini kan diundang oleh Pak Surya Paloh untuk bukber di kantor NasDem nanti ini baru mau ketemu Pak Jokowi,” ujarnya.

    (amw/lir)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Top 3 News: DPR Resmi Sahkan RUU TNI di Tengah Penolakan – Page 3

    Top 3 News: DPR Resmi Sahkan RUU TNI di Tengah Penolakan – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI resmi mengesahkan Revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 34 Tahun 2004 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) menjadi undang-undang atau UU TNI. Itulah top 3 news hari ini.

    Rapat paripurna pengesahan digelar pada Kamis 20 Maret 2025, dipimpin oleh Ketua DPR Puan Maharani dan didampingi Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco, Adies Kadir dan Saan Mustopa.

    Awalnya, Puan mempersilakan pimpinan Komisi I DPR RI Utut Adianto menyampaikan laporannya terkait pembahasan tingkat 1 RUU TNI. Selanjutnya ia menanyakan persetujuan anggota terkait RUU tersebut menjadi UU.

    Sementara itu, tanggal pelaksanaan Idulfitri 1446 H selalu menjadi sorotan utama bagi umat Islam di Indonesia. Tahun ini, perbedaan metode penetapan antara Muhammadiyah dan pemerintah kembali menjadi perhatian publik.

    Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah telah resmi menetapkan Lebaran Idul Fitri 1 Syawal 1446 H jatuh pada Senin, 31 Maret 2025. Pengumuman ini sudah disampaikan beberapa waktu lalu saat Muhammadiyah menetapkan awal Ramadhan 1446 H.

    Menurut Sekretaris Pimpinan Pusat Muhammadiyah, M Sayuti, keputusan ini berdasarkan metode hisab hakiki wujudul hilal. Sementara pemerintah menggabungkan metode hisab dan rukyatul hilal.

    Berita terpopuler lainnya di kanal News Liputan6.com adalah terkait Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum juga menahan advokat PDIP, Donny Tri Istiqomah (DTI) yang telah ditetapkan sebagai tersangka bersamaan dengan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dalam kasus dugaan suap Pergantian Antarwaktu (PAW) mantan caleg PDIP, Harun Masiku (HM).

    Padahal Hasto telah ditahan KPK sejak beberapa waktu lalu. Bahkan, Sekjen PDIP itu telah diseret ke meja hijau untuk menjalani persidangan.

    Terkait hal ini, Juru Bicara (Jubir) KPK, Tessa Mahardika Sugiarto mengatakan, pihaknya belum menahan DTI karena masih dalam proses penyidikan berbarengan dengan Harun Masiku yang saat ini masih dalam perburuan.

    Berikut deretan berita terpopuler di kanal News Liputan6.com sepanjang Kamis 20 Maret 2025:

    Rapat Kerja Kementerian Pertahanan dan Komisi I DPR membahas RUU TNI di hotel mewah menuai protes. Tak cuma menuai kritik soal efisiensi, draft usulan RUU TNI juga dinilai berbahaya karena tidak senapas dengan penghapusan dwifungsi militer.

  • Selamat Datang UU TNI Baru, Sayonara Supremasi Sipil

    Selamat Datang UU TNI Baru, Sayonara Supremasi Sipil

    Bisnis.com, JAKARTA – Babak baru peran militer di Indonesia pasca Reformasi 1998 dimulai usai DPR RI mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) menjadi UU, pada Kamis (20/3/2025).

    Pengesahan RUU TNI dilakukan dalam Rapat Paripurna DPR, di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat. Ketua DPR RI Puan Maharani memimpin rapat paripurna tersebut. Tak lama setelah palu diketok, masyarakat yang terdiri dari mahasiswa dan koalisi sipil menggeruduk gedung dewan. 

    Tuntutan mereka sederhana: Tolak Revisi UU TNI dan kembalikan prajurit ke barak-barak militer. 

    Aksi demonstrasi tolak revisi Undang-undang No.34/2004 tentang TNI atau RUU TNI yang dipadati mahasiswa telah melakukan pemblokiran Jalan Gatot Subroto di depan pintu gerbang DPR RI, Kamis (20/3/2025).

    Berdasarkan pantauan Bisnis di lokasi pada Kamis (20/3/2025) pukul 14.23 WIB, mahasiswa dari sejumlah universitas di Indonesia itu memadati Jalan Gatot Subroto arah Slipi. Padatnya masa yang terus berdatangan membuat jalan Gatot Subroto diblokir. Meski dalam suasana puasa, jumlah mahasiswa justru terus bertambah. 

    Aksi massa, khususnya kelompok mahasiswa tetap menggaungkan aspirasinya. Suara-suara perjuangan terus menggema di depan Gedung DPR RI. 

    “Revolusi, revolusi, revolusi!” teriak massa aksi dengan serempak.

    Di tengah guyuran hujan, terjadi juga peristiwa pelemparan botol, sampah, petasan hingga bunga dari tempat demonstrasi. Lemparan barang itu ditujukan ke Gedung DPR. 

    Sesekali, komando kepolisian meminta agar aksi massa tidak melakukan tindakan anarkis. Namun, suara itu masih kalah dengan orasi dari mahasiswa.

    “Tolak RUU TNI, kembalikan TNI ke Barak, hidup mahasiswa, hidup rakyat Indonesia, hidup perempuan yang berjuang,” ujar aksi massa serempak.

    Pada malam hari, bentrokan meletus antara aparat dengan elemen mahasiswa dan masyarakat sipil yang menolak pengesahan UU TNI.

    Tidak cukup dengan pasukan bertameng dan tongkat, polisi juga mengerahkan mobil water cannon untuk membubarkan massa. Perlahan, massa aksi mulai dipukul mundur ke arah timur atau menuju flyover Ladokgi.

    Sebelumnya, aksi pembubaran massa itu dilakukan lantaran kepolisian menilai bahwa massa aksi telah melewati izin waktu demonstrasi yang sudah ditentukan.

    Namun, para demonstran tetap bertahan. Pasalnya, tuntutan demonstrasi terkait dengan penolakan RUU TNI tak kunjung diindahkan pihak DPR RI.Di samping itu, sejatinya sejumlah massa aksi telah berhasil menginjakan kakinya ke kawasan DPR RI sekitar 19.11 WIB.

    Namun, massa telah dipukul mundur saat aparat kepolisian mulai melakukan penindakan dan pengejaran ke demonstran yang sudah masuk hingga kembali keluar.

    UU TNI Bangkitkan Dwifungsi ABRI? 

    Ketua DPR RI Puan Maharani mengatakan bahwa persetujuan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) untuk disetujui menjadi undang-undang telah memenuhi semua asas legalitas.

    “Alhamdulillah baru saja Rapat Paripurna DPR RI mengesahkan Undang-Undang TNI, yang mana dari fokus pembahasannya sudah memenuhi semua asas legalitas yang memang harus dilaksanakan,” kata Puan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis.

    Hal itu disampaikan Puan usai memimpin Rapat Paripurna DPR RI yang menyetujui Rancangan Undang-Undang TNI untuk disahkan menjadi undang-undang. Dia menyebut bahwa RUU TNI yang disetujui dalam Rapat Paripurna untuk menjadi undang-undang sudah melalui mekanisme pembentukan undang-undang.

    “Dari penerimaan surat, sampai mendengarkan partisipasi masyarakat, kemudian pihak-pihak yang harus didengar, dan lain-lain sebagainya, bahkan pembahasannya pun dilaksanakan secara terbuka,” ujarnya.

    Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin menegaskan bahwa “arwah” dwifungsi sudah tidak ada setelah Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) disetujui DPR menjadi undang-undang.

    “Tidak ada dwifungsi lagi di Indonesia. Jangankan jasad, arwahnya pun sudah enggak ada,” kata Sjafrie usai menghadiri rapat paripurna di kompleks parlemen, Jakarta, Kamis.

    Menhan memastikan sejumlah tokoh tertentu yang mengisi jabatan sipil saat ini merupakan TNI yang sudah pensiun atau purnawirawan. Hal itu dia sampaikan ketika meluruskan anggapan adanya prajurit TNI aktif di Badan Gizi Nasional (BGN).

    “Enggak ada [dwifungsi], pensiun semua itu sudah lama itu,” kata dia.

    Sementara itu, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mengatakan UU TNI yang baru disahkan mengedepankan supremasi sipil sebagai penegasan tidak mengembalikan kembali dwifungsi TNI atau ABRI.

    “Kami pada terakhir kali melakukan dialog dengan koalisi masyarakat sipil, kami juga sudah sepakat sama-sama bahwa kami mengedepankan supremasi sipil supaya kemudian sama-sama meyakini bahwa dalam RUU TNI ini tidak ada kembalinya dwifungsi TNI,” kata Dasco. 

    Dia menekankan sejumlah pasal yang dilakukan perubahan dalam penyusunan RUU TNI antara Komisi I DPR RI dengan Pemerintah tidak menyisipkan ketentuan aturan yang dapat menghidupkan kembali RUU TNI seperti masa lampau.

    “Dari beberapa pasal yang dibahas, yang sudah kami sampaikan pada masyarakat bahwa dalam pasal-pasal itu juga tidak terdapat adanya peran atau dwifungsi TNI,” ucapnya. 

    Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin di kompleks parlemen, Jakarta, Kamis (20/3/2025). (ANTARA/Bagus Ahmad Rizaldi)

    Masyarakat Sipil Tolak Pengesahan UU TNI 

    Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) memberikan catatan kritis terkait proses pembentukan RUU TNI yang telah disahkan oleh DPR RI. Catatan ini juga merupakan bentuk tanggung jawab moral dan intelektual, karena apapun hasil dari Rapat Paripurna, Kamis 20 Maret 2025, akan menjadi catatan sejarah bagi bangsa Indonesia.

    “Kami berharap catatan ini juga menjadi perenungan bagi segenap Anggota DPR yang mengemban tanggung jawab perwakilan rakyat untuk mengambil sikap, dan berani bersuara dengan melihat perkembangan keresahan masyarakat luas,” tulis PSHK dalam keterangan resmi yang dikutip, Jumat (21/3/2025). 

    Setidaknya ada tiga poin atau catatan kritis yang diungkapkan PSHK dalam proses pengesahan UU TNI baru. Pertama, RUU TNI tidak sah sebagai RUU prioritas dalam Prolegnas 2025.

    Menurut PSHK, RUU Revisi UU TNI disahkan sebagai RUU prioritas pada Prolegnas 2025 dalam Rapat Paripurna 18 Februari 2025, yang sejak awal tidak mengagendakan hal tersebut.

    “Perubahan agenda atau acara rapat tersebut tidak dilakukan melalui mekanisme sesuai Pasal 290 ayat (2) Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib DPR (Tatib DPR), yaitu perubahan acara rapat perlu diajukan secara tertulis dua hari sebelum acara rapat dilaksanakan,” tulis PSHK. 

    Kedua, RUU Revisi UU TNI melangkahi tahap penyusunan dalam proses pembentukan UU yang diamanatkan Bab V Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

    Proses pembentukan RUU Revisi UU TNI melangkahi tahap penyusunan karena Surat Presiden yang menunjuk perwakilan Pemerintah dalam pembahasan RUU Revisi UU TNI bahkan sudah ada sejak 13 Februari 2025, sebelum RUU Revisi UU TNI masuk ke dalam Prolegnas 2025 (tahap perencanaan) pada 18 Februari 2025. Surat Presiden itu yang kemudian menjadi awal tahap pembahasan antara DPR dan Pemerintah, yang mulai dilaksanakan Rapat Kerja pada 11 Maret 2025.

    Menurut PSHK, kondisi tersebut memungkinkan jika RUU Revisi UU TNI merupakan RUU carry over, yaitu melanjutkan pembahasan pada DPR Periode 2019-2024. Namun, RUU Revisi UU TNI bukanlah RUU carry over sesuai dengan yang tercantum dalam Keputusan DPR Nomor 64/DPR RI/I/2024-2025 tentang Prolegnas RUU Prioritas Tahun 2025 dan Prolegnas RUU Prioritas Tahun 2025-2029. 

    Ketiga, RUU Revisi UU TNI dibahas secara tidak transparan, yang berdampak pada tersumbatnya ruang partisipasi masyarakat.

    Draf RUU Revisi UU TNI tidak pernah disebarluaskan secara resmi oleh DPR. Dampaknya, masyarakat tidak dapat berpartisipasi secara bermakna. Hal itu diperburuk oleh komunikasi DPR yang sempat menyudutkan masyarakat yang kritis dengan menyebutkan bahwa draf yang digunakan tidak sama dengan draf yang sedang dibahas.

    Pembahasan RUU Revisi UU TNI dilaksanakan di hotel dengan tingkat keamanan tinggi, sehingga ruang publik untuk mengetahui pembahasan RUU Revisi UU TNI semakin tertutup.

    “Dengan tingkat penolakan yang tinggi dan misprosedur yang fatal, Komisi I DPR tetap bersikukuh untuk melanjutkan pembahasan, padahal periode pembahasan maksimal hanya dapat dilakukan dalam tiga kali masa sidang,” ujar PSHK. 

  • Dari Soekarno hingga Megawati: Militer Harus Berjiwa, Bukan Berpolitik

    Dari Soekarno hingga Megawati: Militer Harus Berjiwa, Bukan Berpolitik

    Megawati juga menambahkan argumennya dengan menjelaskan bahwa TNI dan Polri adalah institusi eksklusif yang diberikan senjata oleh negara.

    “Mereka sebagai warga bangsa tuh sudah eksklusif loh. Apa? Diberi senjata, oleh siapa? Oleh negara,” sebutnya.

    Namun, Megawati juga menekankan bahwa meskipun TNI dan Polri tidak boleh terlibat dalam politik praktis, mereka harus tetap memahami dinamika politik.

    “Tapi haruskah berpikiran politik? Harus, kalau nggak, nggak ngerti, diombang-ambingkan dan sebagainya,” kuncinya.

    Baik Soekarno maupun Megawati Soekarnoputri sepakat bahwa TNI dan Polri harus tetap netral dan tidak terlibat dalam politik praktis.

    Keduanya menekankan pentingnya profesionalisme dan netralitas angkatan bersenjata dalam menjaga stabilitas dan keamanan negara.

    Hanya saja, apa yang ditekankan kedua mantan kepala negara ini berubah di era kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto.

    Seperti diketahui, setelah melalui sejumlah polemik dalam perjalanan pembahasannya, DPR RI akhirnya resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) menjadi undang-undang.

    Keputusan ini diambil dalam Rapat Paripurna DPR RI di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (20/3/2025).

    Rapat dipimpin oleh Ketua DPR RI Puan Maharani didampingi Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad, Saan Mustopa, dan Adies Kadir.

    Sejumlah menteri Kabinet Merah Putih juga tampak menghadiri rapat paripurna.

    Diantaranya, Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin, Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi serta Wakil Menteri Keuangan Thomas Djiwandono.