Tag: Subhan

  • Ada PDIP hingga Pendukung Anies

    Ada PDIP hingga Pendukung Anies

    GELORA.CO –  Politikus Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Ade Armando memberikan analisanya mengenai pihak-pihak yang kemungkinan berada di balik polemik ijazah palsu.

    Ade mencurigai keterlibatan PDI Perjuangan yang memiliki dendam kepada Jokowi dan Gibran

    “Saya mau bilang satu yang bisa disebut sebagai, yang banyak disebut sebagai kemungkinan di belakang ini semua kalau betul ini semua adalah sesuatu yang saling berhubungan adalah, satu kemungkinan PDIP.”

    “Kedua, kelompok yang disebut sebagai kelompok 212, terkait sama Anies Baswedan.”

    “Ketiga adalah kelompoknya Roy Suryo yang orang menyebut bahwa jangan-jangan di sini adalah Partai Demokrat.,” kata Ade di program Bola Liar, Kompas TV, Jumat (20/9/2025).

    Selain itu, Ade juga menyebut Amerika Serikat hingga kelompok aktivis demokrasi sebagai kemungkinan pihak yang juga berada di balik isu ijazah.

    “Kemudian disebut pula ada yang mengatakan bahwa di belakang ini ada sebuah kekuatan besar misalnya negara Amerika Serikat.”

     “Kemudian ada pula yang mengatakan bahwa ini teman-teman, Anda pernah dengar istilah SJW, Social Justice Warriors ini lagi bergerak untuk menunjukkan bahwa kami peduli pada demokrasi,” kata Ade.

    Namun, dari sejumlah pihak yang disebut, Ade tidak bisa menentukan mana yang benar-benar menjadi backing isu ijazah.

    “Sekarang kembali Anda tanya, lalu menurut Anda yang mana? Ya, saya enggak bisa jawab. Tapi yang jelas begini, yang penting begini, kalau Roy Suryo ingin mengatakan bahwa ijazah Jokowi itu palsu, kasih kami argumen, ya, bukti yang bisa dipakai untuk mengatakan bahwa ijazah Pak Jokowi palsu. Wong ijazah Pak Jokowi itu enggak pernah dinaiki, tidak pernah dipertunjukkan kok,” ungkap Ade

    Jokowi digugat lagi

    Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi) tak hadir secara langsung dalam sidang perdana terkait gugatan dua alumni Universitas Gajah Mada (UGM) di Pengadilan Negeri Solo, Jawa Tengah

    Sidang sedianya digelar pada Selasa (16/9/2025), namun ditunda lantaran para tergugat tidak hadir.

    Dalam gugatan yang diajukan melalui mekanisme citizen lawsuit (CLS), dua alumnus Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, yakni Top Taufan dan Bangun Sutoto menuding ijazah Jokowi palsu

    Atas hal tersebut, mereka meminta Jokowi meminta maaf.

     “Tadi dibuka sidang perkara tersebut kurang lebih pukul 11.30 WIB, di ruang Sidang Suryadi,” kata Humas PN Solo, Subagyo, saat dihubungi, Selasa (16/9/2025) sore, seperti dilansir dari Kompas.com.

    Pada perkara ini, Jokowi ditetapkan sebagai Tergugat I, Rektor UGM Prof. Ova Emilia sebagai Tergugat II, Wakil Rektor UGM Prof. Wening sebagai Tergugat III, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) sebagai Tergugat IV.

     Majelis hakim yang menyidangkan perkara ini terdiri dari Putu Gde Hariadi, Sutikna, dan Fatarony.

     “Kemudian Majelis Hakim terhadap perkara tersebut, memanggil lagi tergugat empat yang belum hadir, pada sidang pada hari Selasa tanggal 30 September 2025, untuk hadir di persidangan,” lanjut Subagyo.

    Berikut Isi Petitum atau Tuntutan Penggugat dalam Gugatan:

    Menerima dan mengabulkan gugatan Para Penggugat untuk seluruhnya.

    Menyatakan Tergugat satu, Tergugat dua, Tergugat tiga dan Tergugat empat, telah melakukan perbuatan melawan hukum.

    Menyatakan bahwa Ijazah sebagaimana tersebut pada Bukti P-1 adalah Palsu.

    Menghukum Tergugat satu untuk meminta maaf secara tertulis kepada Para Penggugat.

    Kuasa hukum penggugat minta hakim diganti

    Kuasa hukum Penggugat, M.Taufiq mengatakan, dalam sidang ini pihaknya meminta PN Solo agar menganti hakim Putu Gde Hariadi.

    Permintaan tersebut karena hakim telah memutuskan penolakan ijazah palsu Jokowi sebelumnya.

    “Kami menilai hal itu berpotensi melahirkan putusan serupa dan mencederai prinsip keadilan. Jadi hakim harus diganti,” kata Taufiq.

    Ia menjelaskan, dalam setiap proses hukum, selalu ada kalimat pro justicia, demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal itu juga sudah diatur dalam UU No 48/2009 tentang Pokok-Pokok Kehakiman.

    “Saya tidak melihat itu jika perkara ini tetap diadili hakim yang sama dengan perkara. Hari ini (Selasa) kami mengirimkan surat resmi kepada ketua pengadilan untuk meminta penggantian majelis hakim,” ucap dia.

    Kuasa hukum Jokowi, YB. Irpan menyebutkan, pihaknya mendapatkan kuasa dari Jokowi. Namun, setelah dilakukan pengecekan, pihak tergugat IV dalam hal ini tidak hadir.

    “Sesuai jadwal sidang hari ini, majelis hakim memastikan para pihak dalam perkara nomor 211 dihadiri langsung oleh prinsipal maupun kuasa hukum,” kata Irpan.

    KPU Tepis Rumor Penyembunyian Ijazah Sengaja untuk Lindungi Capres/Cawapres

    Ia menambahkan, timnya masih mendalami substansi gugatan CLS. Hal itu terkait pergantian hakim yang diusulkan penggugat merupakan internal PN Solo.

    “Kami sudah punya pemikiran apa yang akan dilakukan, tapi terlalu dini jika kami buka sekarang terkait gugatan CLS ini,” tandasnya.

    Jokowi tanggapi soal ijazah Gibran

    Joko Widodo (Jokowi) menanggapi gugatan yang dilayangkan kepada putranya, Gibran Rakabuming Raka.

    Gibran, yang kini menjadi wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto, digugat terkait keabsahan ijazah SMA oleh seorang bernama Suban Palal 

    Gugatan perdata itu diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

    Karena gugatan ini berkait proses pencalonan Gibran menjadi wapres, maka Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI juga turut serta digugat.

    Subhan Palal meyakini ada perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh Gibran dan KPU RI pada Pilpres 2024.

    Menurut Subhan, berkas persyaratan yang diajukan Gibran sebagai calon Wakil Presiden diduga cacat. 

    Pasalnya, Gibran mendaftar menggunakan ijazah luar negeri yang masih diragukan.

    Padahal, dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) yang mengatur syarat pendidikan calon presiden dan wakil presiden pada  Pasal 169 huruf r menyatakan, ”Persyaratan menjadi calon Presiden dan calon Wakil Presiden adalah: (r) “berpendidikan paling rendah tamat sekolah menengah atas, madrasah Aliyah, sekolah menengah kejuruan, madrasah Aliyah kejuruan, atau sekolah lain yang sederajat”.

    Subhan berpandangan, hal ini jelas bertentangan dengan ijazah Gibran yang berasal dari luar negeri. 

    Tangggapan Jokowi

    Sementara itu, Jokowi tak habis pikir kenapa isu terkait riwayat pendidikan terus menyeret keluarganya, setelah ia juga sebelumnya terseret isu ijazah palsu

    . Jokowi bahkan berseloroh, bisa-bisa ijazah cucunya sekaligus anak sulung Gibran, Jan Ethes, juga akan ikut dipersoalkan. 

    “Ijazah Jokowi dimasalahkan. Ijazah Gibran dimasalahkan. Nanti sampai ijazah Jan Ethes dimasalahkan,” kata Jokowi sambil tertawa di Solo, Jawa Tengah, Jumat (12/9/2025).

    Meski demikian, Jokowi menegaskan akan menghormati proses hukum. 

    “Ya tapi apa pun ikuti proses hukum yang ada, ya. Semuanya kita layani,” ujarnya. Menurut Jokowi, isu ijazah yang terus muncul ini tidak mungkin berjalan tanpa ada pihak yang mem-backup.

     “Iya ini tidak hanya sehari, dua hari. Sudah empat tahun yang lalu. Kalau yang napasnya panjang itu kalau tidak ada yang mem-backup kan tidak mungkin. Gampang-gampangan aja,” katanya.

    Jokowi juga mengungkapkan bahwa dialah yang memilihkan sekolah luar negeri untuk Gibran.

    “Iya (Singapura) di Orchid Park Secondary School. Yang nyarikan saya kok,” ucapnya. 

    “Biar mandiri saja,” sambung dia.

    Subhan Palal buka-bukaan saat wawancara khusus Tribun Network 

    Di sisi lain, Subhan menjelaskan alasannya melaporkan Gibran saat sesi wawancara khusus dengan Direktur Pemberitaan Tribun Network, Febby Mahendra Putra di Studio Tribunnews, Palmerah, Jakarta, Kamis (11/9/2025).

    “Bukti menunjukkan bahwa Gibran itu tidak punya dokumen yang menyatakan dia lulus SMA sesuai dengan ketentuan undang-undang. Saya memiliki bukti setarang orang tahu Monas di Jakarta,” kata Subhan.

    Diketahui, Gibran mengemban Sekolah Menengah Atas (SMA) di Orchid Park Singapura dan melanjutkan University Technology Sydney Australia.

    Subhan dalam gugatannya juga mengajukan kerugian material dan imaterial. Dalam gugatan materil, ia mengajukan uang sebesar Rp10 juta. 

    Sedangkan, dalam kerugian imateril, ia mengajukan Rp125 triliun.

    Dia beralasan, permintaan uang Rp125 T itu diajukan lantaran perbuatan melawan hukum yang merugikan negara. Sehingga, dia berencana membagikan uang itu kepada seluruh rakyat Indonesia dengan besaran masing-masing Rp450 ribu.

    “Sistem negara hukum itu tadi yang rusak, kan? Maka kerusakan ini saya, kerugian itu nanti saya bayarkan kepada negara untuk semua warga negara Indonesia kalau nggak salah jumlanya 285 juta. Uang Rp125 triliun itu dibagi ke seluruh warga negara Indonesia.

    “Itu, kalau dilihat dari sisi itu kecil. Kerugian yang saya minta dari orang per orang. Sekitar Rp450 ribuan,” jelasnya.

    Berikut wawancara lengkap dengan Subhan Palal bersama Direktur Pemberitaan Tribun Network, Febby Mahendra Putra:

    Tanya: Karena kebetulan, entah kebetulan atau bagaimana, pada saat yang sama ada sebuah isu politik yaitu pemakzulan atau permohonan pemakzulan Gibran Rakabuming Raka yang disampaikan oleh sejumlah purnawirawan TNI. Di sisi lain, juga lagi ada ribut-ribut soal keaslian ijazah Pak Jokowi yang sekarang proses hukumnya dilakukan di Polda Metro Jaya. Bapak kemudian mengajukan gugatan ini. Apakah bapak menjadi bagian dari kelompok ini?

    Jawab: Saya tidak bagian dari teman-teman yang lagi berjuang di sisi itu. 

    Saya adalah warga negara yang berdiri dengan sistem negara hukum saya.

    Tanya: Awal mulanya Pak Subhan kepingin mempersoalkan ijazah SMA-nya Gibran ini, Pak? 

    Jawab: Sebenarnya ini kewajiban seluruh warga negara. Sebenarnya esensinya kewajiban seluruh warga negara Indonesia.

    Kenapa? Yang dinodai, yang ternodai ini adalah sistem negara. Sistem hukum negara. Hukum negara, hukumnya ternodai.

    Tanya: Oh, sebenarnya udah lama ya ini ya? 

    Jawab: Sudah lama. Begitu ada pemilu, saya lihat itu. Ada pengesahan para calon, kan? Ada satu kandidat calon presiden saya persoalkan. Selain Gibran. 

    Kalau waktu itu, waktu itu belum pemilu. Yang kandidat presiden itu, saya persoalkan tentang kewarganegaraannya. 

    Tanya: Dalam konteks ini siapa, Pak? 

    Jawab: Saya nggak bisa sebut. Yang penting ada salah satu calon. Kewarganegaraannya yang saya persoalkan. 

    Dan hakim menyatakan tidak berwarna mengadili. Saya bawa ke PTUN juga begitu. 

    Di PTUN bilang, saya tidak mempunyai legal standing. Saya nggak putus asa. Ini ada lagi nih. 

    Saya tunggu sampai dia jadi wakil presiden atau jadi presiden, saya akan persoalkan. 

    Tanya: Kenapa Pak Subhan harus menunggu? Ini kan udah lama nih presiden, wakil presiden ini dilantik 20 Oktober 2024. Sudah 10 bulan. 

    Jawab: Konsep gugatan saya adalah konsep perbuatan melawan hukum. 

    Kalau perbuatan melawan hukum, maka kita menunggu sampai itu berbuat. Ada perbuatan. 

    Nah, perbuatan itu mengandung unsur, pasal 1365 KUHAP, perbuatan melawan hukum.

    Tanya: Jadi menunggu sampai perbuatan malaman hukumnya kelar gitu ya? 

    Jawab: Intinya itu. Soalnya gini, saya itu menuntut di PTUN sebelum sampai.

    Tanya: Pernah mengajukan permohonan di Pengadilan Tata Usaha Negara ya? 

    Jawab: Pernah. Yang saya buat pertama KPU. Karena lembaga yang melakukan perbuatan malaman hukum itu harus di kompetensinya wilayah PTUN. Pengadilan PTUN.

    Saya bawa ke PTUN. Dengan proses keberatan. Sama juga anunya, permohonannya bahwa PTUN , KPU menerima pendaftaran.

    Tanya: Jadi, sebelum mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pernah mengajukan permohonan ke PTUN. Betul ya, Pak ya? 

    Jawab: Bukan permohonan. Gugatan.

    Tanya: Pada waktu itu hasilnya apa, Pak?

    Jawab: Hasilnya gugatan saya kena dismissal. Dismissal itu kata alasannya pengadilan PTUN bahwa gugatan saya sudah tidak ada waktu untuk itu. Sudah lewat. 

    Karena pengadilan TUN bilang harus 90 hari. Nah, saya putusan ini harusnya dilawankan. 

    Saya nggak ngelawan. Saya biarkan. Karena saya buat kunci ini. Kunci untuk di pengadilan negeri. 

    Tanya: Maksudnya gimana kunci itu, Pak? 

    Jawab: Karena di PTUN sudah pernah kita coba habis waktu, kan? Berarti ketutup, tuh. Semua pengadilan tertutup. 

    Nah, ada teori pengadilan. Teori namanya teori residu pengadilan. Bahwa pengadilan tidak boleh menolak perkara yang diajukan kepadanya meskipun tidak ada hukum acaranya. 

    Artinya kunci, nih. Nanti nggak tahu Pak Hakim gimana memutus itu. 

    Tapi ada undang-undangnya yang bunyinya itu. 

    Hakim tidak boleh menolak perkara yang diajukan kepadanya. 

    Tanya: Banyak orang bertanya, apa sih yang dipunyai Pak Subhan sehingga kemudian berani mengajukan kegugatan perbuatan melawan hukum terhadap Gibran dan KPU? 

    Jawab: Saya ini pemuja negara hukum. Nah, berangkat dari situ saya melihat ada kejangkalan hukum di mana kita mau dipimpin waktu itu kan oleh seorang wakil presiden. 

    Nah, syaratnya harus penuh, dong. Untuk apa kita memilih orang yang sudah ditentukan syaratnya tapi salah satunya nggak terpenuhi. 

    Bukti menunjukkan bahwa Gibran itu nggak punya dokumen yang menyatakan dia lulus SMA sesuai dengan ketentuan undang-undang. 

    Karena itu sudah materi pengadilan. Saya hanya bisa mengumpamakan. 

    Saya memiliki bukti seterang orang tahu Monas di Jakarta.

    Jadi, ibarat kata sudah terang beneran, ya, buktinya. Iya, terang beneran. Dan cukup, menurut saya.

    Tanya: Biasanya orang juga akan mempertanyakan, hakim mempertanyakan soal legal standing. Kalau saya boleh tanya itu, legal standing-nya, Pak Subahn, untuk terkait dengan ijazahnya Gibran dan KPU, ini apa? 

    Jawab: Legal standing saya adalah warga negara yang dijamin secara konstitusional oleh Undang-Undang. 

    Itu satu. Kedua, saya pembayar pajak.  Wajib pajak, membayar pajak. Tapi mendapatkan pemimpin yang begini. 

    Yang begini itu kurang atau cacat bawaan. Karena salah satu syaratnya tidak terpenuhi tadi. Saya hanya ingin bukti bahwa dia pernah sekolah.

  • Din Syamsuddin Sarankan Wapres Gibran Mundur

    Din Syamsuddin Sarankan Wapres Gibran Mundur

    GELORA.CO – Tokoh Muhammadiyah Din Syamsuddin menyarankan Gibran Rakabuming Raka mundur dari kursi Wakil Presiden agar terhindar dari konflik berkepanjangan soal gugatan ijazah SMA-nya.

    “Kalau betul-betul ada bukti ijazah SMA-nya palsu, ini menjadi skandal politik. Kalau ijazah tidak sesuai syarat maju sebagai Capres-Cawapres, lebih bagus mundur sebelum rakyat marah memundurkannya,” kata Din Syamsuddin saat ditemui di kawasan Jakarta Selatan, Jumat, 19 September 2025.

    Ia juga menyoroti proses administrasi saat pencalonan presiden dan wakil presiden 2024 di KPU. Jika terbukti ijazah Gibran tidak sesuai prosedur dan penyelenggara pemilu tidak berbenah, ia khawatir Indonesia akan rusuh.

    “Apalagi jika terbukti KPU ingin bermain-main. Katanya kalau KPU telat meralat akan di-Nepalkan (rusuh). Saya tidak begitu paham. Tapi jangan bermain-main dengan isu kejujuran,” pungkasnya.

    Gibran digugat secara perdata ke PN Jakarta Pusat oleh warga sipil bernama Subhan dengan nomor perkara: 583/Pdt.G/2025/PN Jkt.Pst. Dalam gugatan tersebut, KPU turut dicantumkan sebagai tergugat.

    “Syarat menjadi cawapres tidak terpenuhi, (karena) Gibran tidak pernah sekolah SMA sederajat yang diselenggarakan berdasarkan hukum Indonesia,” ucap Subhan menjelaskan alasan gugatannya, Rabu, 3 September 2025.

  • Mengapa Gibran Tak Lagi Didampingi Kejagung Hadapi Gugatan Rp 125 Triliun?
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        19 September 2025

    Mengapa Gibran Tak Lagi Didampingi Kejagung Hadapi Gugatan Rp 125 Triliun? Nasional 19 September 2025

    Mengapa Gibran Tak Lagi Didampingi Kejagung Hadapi Gugatan Rp 125 Triliun?
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Kejaksaan Agung (Kejagung) buka suara setelah tidak lagi menugaskan Jaksa Pengacara Negara (JPN) untuk mendampingi Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka yang digugat perdata oleh seorang warga sipil bernama Subhan Palal.
    Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Anang Supriatna menjelaskan, awalnya, Kejaksaan telah menerima surat kuasa khusus dari Gibran untuk melakukan pendampingan.
    Gugatan perdata ini dinilai berkaitan dengan institusi negara sehingga JPN hadir untuk mewakili.
    “Pada saat itu ada permohonan untuk diwakili oleh JPN. Nah, kemudian atas dasar kuasa khusus, JPN bisa hadir di persidangan,” kata Anang di kantor Kejagung, Jakarta, Kamis (18/9/2025).
    Namun, saat pengacara Kejaksaan hadir mewakili Gibran di muka persidangan, Subhan menyatakan keberatannya.
    Saat itu, penggugat menegaskan telah menggugat Gibran selaku perseorangan, bukan dalam jabatan Wapres.
    “Majelis hakim berpendapat bahwa karena ini sifatnya gugatan pribadi, Jaksa Pengacara Negara tidak mempunyai legal standing,” ujar Anang.
    Atas dasar itu, Anang menegaskan bahwa pada sidang-sidang berikutnya, kuasa hukum Gibran tidak lagi berasal dari kejaksaan.
    “Jadi karena ini sifatnya gugatan pribadi kepada Pak Gibran, bukan sebagai wapres, maka yang menjadi penasihat hukum berikutnya bukan dari kejaksaan,” kata dia.
    Kehadiran JPN yang mewakili sempat dipersoalkan Subhan pada sidang perdana pada Senin (8/9/2025) lalu di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
    Ketika itu, seorang pria berambut putih menghampiri meja majelis hakim saat pihak tergugat 1, yaitu Gibran, dipanggil.
    Pria berkemeja putih ini ternyata JPN yang ditugaskan oleh Kejaksaan untuk mewakili Gibran menghadapi gugatan perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
    Subhan berdiri di sebelah JPN yang tengah menyerahkan dokumen dan identitas diri kepada majelis hakim.
    Usai membaca dokumen yang diberikan, Subhan sontak mempertanyakan status jaksa tak berseragam coklat ini.
    “Oh ini pakai negara? Ini gugatan pribadi, kenapa pakai jaksa negara?” tanya Subhan dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (8/9/2025).
    Beberapa kali Subhan membolak-balik dokumen berlogo burung Garuda di bagian tengah atas itu.
    “Saya dari awal menggugat Gibran pribadi kalau dikuasakan ke Kejaksaan, itu berarti negara. Keberatan saya,” kata Subhan.
    Usai mendengarkan keberatan dari Subhan, majelis hakim pun berdiskusi.
    Tidak berselang lama, hakim etua Budi Prayitno menyampaikan hasil musyawarah hakim.
    Saat itu, hakim meminta agar pihak Tergugat 1, Gibran, untuk kembali menghadirkan pengacara lagi.
    Keberadaan JPN hari itu tidak dianggap sebagai pengacara Gibran.
    Karena keberadaannya tidak dianggap, JPN hanya menerima dan beranjak keluar ruangan tanpa memberikan bantahan.
    Begitu pria ini keluar dari area sidang, seorang pria berseragam coklat tua ikut berdiri sembari membawa tas dan sejumlah dokumen.
    Dari berkas-berkas yang dibawa ditenteng dua orang ini diketahui mereka bertugas di kantor Jaksa Pengacara Negara yang berada di bawah kewenangan Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun).
    Dua jaksa ini meninggalkan PN Jakpus tanpa memberikan keterangan kepada awak media yang mengejarnya.
    Dalam gugatan ini, Gibran dan KPU dinilai telah melakukan perbuatan melawan hukum karena ada beberapa syarat pendaftaran calon wakil presiden (Cawapres) yang dahulu tidak terpenuhi.
    Untuk itu, Subhan selaku penggugat meminta agar majelis hakim yang mengadili perkara ini untuk menyatakan Gibran dan KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum.
    Subhan juga meminta agar majelis hakim menyatakan status Gibran saat ini sebagai Wapres tidak sah.
    Gibran dan KPU juga dituntut untuk membayar uang ganti rugi senilai Rp 125 triliun kepada negara.
    “Menghukum Para Tergugat secara tanggung renteng membayar kerugian materiil dan immateriil kepada Penggugat dan seluruh Warga Negara Indonesia sebesar Rp 125 triliun dan Rp 10 juta dan disetorkan ke kas negara,” bunyi petitum.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kejagung Ungkap Alasan Jaksa Tak Kawal Lagi Kasus Ijazah SMA Gibran

    Kejagung Ungkap Alasan Jaksa Tak Kawal Lagi Kasus Ijazah SMA Gibran

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) mengemukakan alasan jaksa pengacara negara (JPN)  tidak lagi mengawal kasus Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka di PN Jakarta Pusat.

    Kapuspenkum Kejagung , Anang Supriatna mengatakan alasan pihaknya sudah tidak mengawal lagi perkara pencalonan Gibran sebagai Wapres lantaran hal tersebut bersifat pribadi.

    “Jadi karena ini sifatnya gugatan sifatnya pribadi kepada pak Gibran Bukan sebagai Wapres,” ujarnya di Kejagung, Kamis (18/9/2025).

    Anang menjelaskan, sejatinya memang pemohon dalam perkara ini mengalamatkan surat gugatannya ke Sekretariat Wakil Presiden atau Setwapres.

    Alhasil, jika memang gugatannya terkait Wapres maka JPN bakal langsung turun tangan menangani hal tersebut. Oleh sebab itu, saat di persidangan awal tim JPN langsung ditarik karena tidak memiliki legal standing.

    “Nah pada saat hadir di persidangan, dinyatakan oleh pemohon bahwa yang bersangkutan gugatan bukan atas nama jabatan, tapi atas nama pribadi,” pungkasnya.

    Dalam catatan Bisnis, Gibran Rakabuming Raka dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah digugat perdata terkait kerugian senilai Rp125 triliun di PN Jakarta Pusat.

    Gugatan perdata itu teregister dengan nomor 583/Pdt.G/2025/PN Jkt.Pst pada Jumat (29/8/2025). Gugatan ini juga dibenarkan Jubir II PN Jakpus, Sunoto.

    Di lain sisi, Subhan selaku penggugat menyatakan bahwa inti gugatan ini adalah Gibran telah melakukan pelanggaran saat mencalonkan diri menjadi Wapres.

    Pasalnya, Gibran dinilai tidak pernah menamatkan sekolah tingkat SMA yang diselenggarakan berdasarkan hukum RI.

    “Inti gugatannya itu PMH bahwa Gibran tidak memenuhi syarat menjadi wakil presiden karena tidak pernah tamat pendidikan SLTA sederajat di wilayah hukum Republik Indonesia,” ujar Subhan saat dikonfirmasi, Kamis (4/9/2025).

  • Buntut Polemik Ijazah, Ahmad Khozinudin: Gibran Bisa Dimakzulkan Tanpa Menyeret Prabowo

    Buntut Polemik Ijazah, Ahmad Khozinudin: Gibran Bisa Dimakzulkan Tanpa Menyeret Prabowo

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Advokat Ahmad Khozinudin, blak-blakan menyinggung peluang Wakil Presiden RI, Gibran Rakabuming Raka, dimakzulkan buntut polemik ijazah.

    Dikatakan Ahmad, ketentuan Pasal 7A UUD 1945 dengan jelas membuka jalan pemakzulan jika seorang Presiden atau Wakil Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum atau tidak lagi memenuhi syarat jabatannya.

    “Jadi, berdasarkan ketentuan Pasal 7A UUD 1945, dijuntokan dengan pelanggaran ketentuan Pasal 169 huruf R UU Nomor 7/2017 tentang Pemilu, maka Gibran Rakabuming Raka dapat dimakzulkan, dengan alasan melakukan perbuatan tercela dan tidak lagi memenuhi syarat,” ujar Ahmad kepada fajar.co.id, Kamis (18/9/2025).

    Ahmad mengatakan, ijazah bermasalah merupakan aib sekaligus perbuatan tercela yang bisa menggugurkan syarat Gibran sebagai Wapres.

    Bahkan ia menekankan, pemakzulan bisa dilakukan tanpa harus menyeret Presiden Prabowo Subianto.

    “Dalam kasus ini, Gibran yang menjabat Wapres yang bermasalah ijazahnya, apabila terbukti bisa dimakzulkan secara sepihak tanpa menyertakan Presiden,” sebutnya.

    Selain itu, Ahmad menyinggung opsi pengunduran diri Gibran sebagaimana dituntut Subhan Palal di pengadilan.

    “Artinya, Gibran dapat mundur baik karena ijazahnya bermasalah atau tanpa alasan itu,” Ahmad menuturkan.

    Menurutnya, keputusan mundur tidak membutuhkan pembuktian hukum apapun.

    “Bahkan jika karena keinsyafan Gibran mundur karena segenap elemen rakyat sudah tidak lagi menghendaki dirinya, mundur dalam kondisi seperti ini jelas jauh lebih baik,” tambahnya.

  • Ijazah S2 Gibran Ternyata Setara SMK

    Ijazah S2 Gibran Ternyata Setara SMK

    GELORA.CO  – Pakar telematika Roy Suryo membongkar terkait keaslian ijazah S2 yang diklaim milik Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka. Roy turut menampilkan bukti dari publikasi resmi yang pernah ditampilkan saat mendaftar sebagai calon wakil presiden (cawapres).

    Roy menuturkan, mendukung penuh langkah Subhan Palal yang menggugat ijazah Gibran saat mendaftarkan diri sebagai cawapres pada Pemilu 2024.

    “Saya sebenernya mendukung apa yang dilakukan Pak Subhan Palal, untuk melihat kecarut marutan dari ijazah sang putra Jokowi yang sekarang masih menjabat. Jadi, kalau dulu kita ditantang Jokowi sudah tidak menjabat lagi, sekarang kita bongkar ijazahnya dan itu tidak kalah parahnya,” ucap Roy dalam acara Rakyat Bersuara bertajuk ‘Digugat Lagi, Jokowi: Ada yang Back Up’ disiarkan di iNews, Selasa (16/9/2025).

    Roy menerangkan, berdasarkan publikasi resmi yang pernah ditampilkan saat mendaftar sebagai cawapres, masyarakat dipengaruhi seolah-olah Gibran sudah lulus S1 dan S2.

    “Jadi ini publikasi resmi dimuat diberbagai koran, dia seolah-olah, si calon wapres ini S1-nya Management Development Institute of Singapore (MDIS), Singapura. S2-nya, S2 loh hebat di University of Technology Sydney, Australia,” kata dia.

    Namun, Roy menyebut, pemerintah Republik Indonesia hanya mengakui ijazah S2 di University of Technology Sydney, Australia hanya setara jenjang pendidikan sekolah menengah kejuruan (SMK).

    “Tapi ternyata, pemerintah Republik Indonesia hanya mengakui (Gibran) telah menyelesaikan pendidikan ‘Grade 12’, itu berarti SMA di UTS Insearch, jadi UTS Insearch hanya disetarakan setara sekolah menengah kejuruan,” ucapnya.

    Roy menuturkan, surat penyetaraan dari UTS Insearch ditandatangani Dr Suranto dari Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Ditjen Dikdasmen)

    “Jadi artinya, apa yang dikatakan dia S2 itu bohong. Kedua, surat ini harus dipertanyakan, karena apa? Kalau UTS berarti itu kan matrikulasi, setara dengan kalau kita kursus. Kenapa yang disetarakan ini? bukannya SMA? Dia kan SMA-nya nulis adalah Orchard Park Secondary School itu hanya dua tahun, mana ijazahnya? ga ada ijazah SMA-nya. Jadi, ini salah besar,” tuturnya

  • 3
                    
                        Saat Gibran Turuti Keberatan Penggugat Rp 125 Triliun di Ruang Sidang…
                        Nasional

    3 Saat Gibran Turuti Keberatan Penggugat Rp 125 Triliun di Ruang Sidang… Nasional

    Saat Gibran Turuti Keberatan Penggugat Rp 125 Triliun di Ruang Sidang…
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka mengikuti aturan main yang dikehendaki oleh Subhan Palal, warga sipil yang menggugatnya Rp 125 triliun secara perdata.
    Hal ini Gibran putuskan setelah pengacaranya dari Kantor Jaksa Pengacara Negara ditolak oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 8 September 2025.
    Atas keberatan Subhan itu, Gibran pun menunjukkan sebuah kantor pengacara swasta untuk mewakilinya menghadapi gugatan perdata terkait riwayat pendidikannya di masa pencalonan Pilpres 2024.
    Kantor hukum bernama Ad Infinitum Kindness LawFirm (AK Lawfirm) resmi mendapatkan surat kuasa dari Gibran pada 9 September 2025.
    Hal ini dikonfirmasi oleh Dadang Herli Saputra, salah satu pengacara yang ditugaskan untuk membela Gibran di depan majelis hakim.
    “(Surat kuasa per) Tanggal 9 (September 2025). Betul, kami terima kuasa langsung dari Gibran,” ujar Dadang saat ditemui usai sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (15/9/2025).
    Dadang dan dua rekannya mewakili Gibran di hadapan majelis hakim yang dipimpin oleh Budi Prayitno.
    Dadang dan rombongan masuk ke ruang sidang Soebekti 3 sekitar pukul 10.54 WIB.
    Memakai jas hitam dan setelan yang seragam, Dadang dan kawan-kawan terlihat duduk kursi untuk pihak tergugat. Di seberang mereka persis, terdapat Subhan selaku penggugat.
    Usai pengacara Gibran menempati posisi, dua orang pengacara juga memasuki area sidang.
    Mereka merupakan perwakilan dari biro hukum Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang juga ikut digugat dalam kasus ini.
    Setelah semua pihak berperkara duduk di tempatnya, majelis hakim memulai sidang.
    Sidang Senin ini merupakan kali kedua Subhan selaku penggugat menghadapi pihak KPU, Tergugat 2.
    Keduanya sudah sama-sama menjalani sidang perdana pada Senin (8/9/2025).
    Sementara, ini merupakan sidang pertama bagi Dadang dan kawan-kawan untuk membela Gibran.
    Berselang beberapa menit setelah sidang dibuka, kubu Gibran diminta untuk menghadap ke majelis hakim.
    Dadang dan dua pengacara lainnya menghampiri meja majelis hakim sambil membawa sejumlah dokumen.
    Subhan selaku penggugat ikut menyaksikan proses pemeriksaan dokumen dan identitas para pengacara yang mewakili Gibran ini.
    Tim pengacara yang biasanya berkantor di kawasan Sudirman ini tampak menyerahkan sejumlah berkas.
    Mereka pun kembali duduk atas arahan dari Hakim Ketua Budi Prayitno.
    “KTP Tergugat 1 (T1) kan belum (dibawa) ya, untuk fotocopy KTP T1. Gitu ya pak ya,” kata Hakim Budi usai memeriksa dokumen.
    Ternyata, dokumen yang diserahkan Dadang masih belum lengkap. Fotokopi KTP milik Gibran justru tidak dibawa dalam sidang hari ini.
    Selain itu, hakim juga mendapati kalau tim pengacara Gibran belum terdaftar di sistem elektronik PN Jakpus.
    Hakim Budi pun meminta kubu Gibran untuk melengkapi dua hal ini sebelum sidang dilanjutkan ke tahap selanjutnya.
    ”Ini (semua pihak) sudah hadir. Tapi, kuasa (tergugat 1) belum daftar (ke sistem PN). Kita tunggu dulu sebelum mediasi,” kata hakim lagi.
    Alhasil, hakim memutuskan untuk kembali menunda persidangan agar kubu Gibran dapat menyelesaikan sejumlah administrasi yang perlu dilengkapi.
    Sidang pun ditunda ke Senin (22/9/2025) depan dengan agenda pemeriksaan
    legal standing
    dari para pihak.
    Agenda ini diperlukan sebelum sidang dilanjutkan ke tahap mediasi.
    “Nanti sidang berikutnya Senin 22 (September 2025 dengan agenda untuk melengkapi legal standing dari tergugat 1 dan tergugat 2,” kata Hakim Budi kemudian memukul palu untuk menutup sidang.
    Usai sidang, Dadang dan tim sempat memberikan keterangan kepada awak media yang mengawal sidang.
    Mereka mengaku sudah mendapatkan surat kuasa resmi dari Gibran, tapi tak ada arahan khusus yang disampaikan putra sulung Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) ini.
    “Belum ada arahan khusus (dari Gibran). Saya kira biasa saja,” kata Dadang di depan ruang Soebekti 3, PN Jakpus.
    Ia pun enggan berkomentar banyak terkait dengan gugatan yang tengah dihadapi Gibran. Menurut para pengacara, sidang baru di tahap pemeriksaan identitas dan mereka akan mengomentari isi gugatan jika proses sidang ini masuk ke tahapan selanjutnya.
    “Yang lain-lain nanti saja. Nanti untuk berikutnya masih ada tahapan-tahapan lain,” kata Dadang lagi.
    Dalam sidang perdana pada 8 September 2025 pekan lalu, Kejaksaan Agung sempat mengirimkan tim dari Kantor Jaksa Pengacara Negara untuk mewakili Gibran.
    Seorang pria berambut putih abu sempat menghadap majelis hakim untuk menyerahkan dokumen dan identitasnya.
    Pria ini tidak terlihat memakai seragam coklat khas Kejaksaan.
    Subhan yang ikut menyaksikan penyerahan dokumen ke majelis hakim ini menyatakan keberatan usai membaca keterangan di kertas-kertas itu.
    “Oh ini pakai negara? Ini gugatan pribadi, kenapa pakai jaksa negara?” tanya Subhan dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (8/9/2025).
    Dokumen yang dipegang Subhan saat itu berlogo burung Garuda di bagian tengah atas.
    Tidak lama setelah Subhan menyatakan keberatan, pria rambut putih itu beranjak keluar ruangan atas perintah majelis hakim.
    Begitu pria ini keluar dari area sidang, terlihat satu pria berseragam coklat tua ikut berdiri sembari membawa tas dan sejumlah dokumen.
    Dari berkas-berkas yang dibawa ditenteng dua orang ini diketahui mereka bertugas di kantor Jaksa Pengacara Negara yang merupakan berada di bawah kewenangan Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun).
    Usai dua Jaksa Pengacara Negara ini meninggalkan PN Jakpus, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Anang Supriatna yang dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp, membenarkan kalau pengacara Gibran berasal dari institusi Kejaksaan.
    Pengacara yang ditugaskan Jaksa Agung ini bernama Ramos Harifiansyah.
    “JPN-nya Ramos Harifiansyah,” ujar Anang saat dikonfirmasi, Senin siang.
    Anang menegaskan, penunjukkan JPN sebagai pengacara Gibran sudah sesuai dengan ketentuan yang ada.
    Hal ini karena surat gugatan itu ditujukan kepada Wakil Presiden (Wapres). Dan, surat gugatannya diterima oleh Sekretariat Wakil Presiden (Setwapres).
    “Bahwa gugatan tersebut di alamatkan di Setwapres. Karena yang digugat Wapres maka menjadi kewenangan Jaksa Pengacara Negara/JPN (untuk mendampingi),” jelas Anang.
    Dalam gugatan ini, Gibran dan KPU dinilai telah melakukan perbuatan melawan hukum karena ada beberapa syarat pendaftaran calon wakil presiden (Cawapres) yang dahulu tidak terpenuhi.
    Untuk itu, Subhan selaku penggugat meminta agar majelis hakim yang mengadili perkara ini untuk menyatakan Gibran dan KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum.
    Subhan juga meminta agar majelis hakim menyatakan status Gibran saat ini sebagai Wapres tidak sah.
    Gibran dan KPU juga dituntut untuk membayar uang ganti rugi senilai Rp 125 triliun kepada negara.
    “Menghukum Para Tergugat secara tanggung renteng membayar kerugian materiil dan immateriil kepada Penggugat dan seluruh Warga Negara Indonesia sebesar Rp 125 triliun dan Rp 10 juta dan disetorkan ke kas negara,” bunyi petitum.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • KPU Tetapkan 16 Dokumen Capres-Cawapres Bukan Informasi Publik, Efek Jokowi?

    KPU Tetapkan 16 Dokumen Capres-Cawapres Bukan Informasi Publik, Efek Jokowi?

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Komisi Pemilihan Umum menetapkan 16 dokumen Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres) bukan informasi publik.

    Itu dinilai sebagai efek dari Presiden ke-7 Jokowi.

    “Jokowi Effect,” kata Pegiat Media Sosial, Monica dikutip Senin (15/9/2025).

    Mengingat sebelumnya, ijazah Jokowi dipersoalkan hingga masuk ranah hukum. Begitu pula ijazah Wakil Presiden Gibran Rakabuming yang baru-baru ini digugat warga.

    Penggugat itu bernama Subhan Palal. Dia mengajukan gugatan perdata terhadap Gibran di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan nomor perkara 583/Pdt.G/2025/PN Jkt.Pst.

    Subhan menuntut ganti rugi materiil dan immateriil senilai Rp125 triliun, dengan menambahkan KPU sebagai tergugat kedua.

    Penggugat meminta majelis hakim menyatakan Gibran tidak sah menjadi Wakil Presiden Republik Indonesia periode 2024-2029.

    Penggugat menilai Gibran tidak pernah menjalani sekolah SMA/sederajat yang diselenggarakan berdasarkan hukum RI, sehingga tidak memenuhi syarat dalam pendaftaran cawapres pada Pilpres lalu.

    Sementara itu, putusan KPU terkait 16 dokumen persyaratan yang bukan informasi publik tertuang Keputusan KPU RI Nomor 731 Tahun 2025, tentang Penetapan Dokumen Persyaratan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Sebagai Informasi Publik.

    “Keputusan KPU 731/2025 tersebut telah menetapkan beberapa informasi dokumen persyaratan calon Presiden dan Wakil Presiden (Diktum kedua) telah dikecualikan dalam jangka waktu 5 tahun, kecuali pihak yang rahasianya diungkapkan memberikan persetujuan tertulis dan/atau pengungkapan berkaitan dengan posisi seseorang dalam jabatan-jabatan publik (Diktum ketiga),” kata Ketua KPU, Afifuddin dikutip Antara.

  • Sidang Gugatan Perdata Wapres Ditunda Imbas Pengacara Lupa Bawa Fotokopi KTP Gibran
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        15 September 2025

    Sidang Gugatan Perdata Wapres Ditunda Imbas Pengacara Lupa Bawa Fotokopi KTP Gibran Nasional 15 September 2025

    Sidang Gugatan Perdata Wapres Ditunda Imbas Pengacara Lupa Bawa Fotokopi KTP Gibran
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Sidang gugatan perdata terhadap Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka kembali ditunda karena pengacara belum menyerahkan fotokopi KTP milik Gibran kepada pihak persidangan.
    Hal ini terungkap saat majelis hakim memeriksa dokumen dan identitas para pihak dalam sidang.
    “KTP Tergugat 1 (T1) kan belum (dibawa) ya, untuk fotokopi KTP T1. Gitu ya pak ya,” ujar Hakim Ketua Budi Prayitno, dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (15/9/2025).
    Hakim meminta agar kuasa hukum Gibran selaku Tergugat 1 bisa melengkapi berkas dalam sidang berikutnya.
    Selain itu, hakim juga meminta agar kuasa hukum Gibran mendaftarkan diri agar tercatat di sistem PN Jakpus.
    Diketahui, Gibran tidak lagi diwakili oleh Jaksa Pengacara Negara dari Kejaksaan Agung, melainkan menunjukkan tiga orang pengacara.
    Salah satunya, Dadang Herli Saputra, yang tadi menghampiri meja majelis hakim untuk menyerahkan berkas-berkas.
    “Nanti sidang berikutnya Senin 22 (September 2025) dengan agenda untuk melengkapi legal standing dari Tergugat 1 dan Tergugat 2,” kata Hakim Budi, kemudian memukul palu untuk menutup sidang.
    Dalam persidangan, pihak penggugat, Subhan Palal, seorang warga sipil, hadir langsung untuk menjalani agenda sidang hari ini.
    Sementara itu, Gibran selaku Tergugat 1 tidak hadir secara langsung di dalam sidang.
    Gibran diketahui diwakili oleh tim pengacara. Adapun, Komisi Pemilihan Umum (KPU) selaku Tergugat 2 juga diwakili oleh biro hukum internal KPU.
    Para komisioner KPU tidak terlihat hadir di lokasi.
    Dalam gugatan ini, Gibran dan KPU dinilai telah melakukan perbuatan melawan hukum karena ada beberapa syarat pendaftaran calon wakil presiden (Cawapres) yang dahulu tidak terpenuhi.
    Untuk itu, Subhan selaku penggugat meminta agar majelis hakim yang mengadili perkara ini menyatakan Gibran dan KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum.
    Subhan juga meminta agar majelis hakim menyatakan status Gibran saat ini sebagai Wapres tidak sah.
    Gibran dan KPU juga dituntut untuk membayar uang ganti rugi senilai Rp 125 triliun kepada negara.
    “Menghukum Para Tergugat secara tanggung renteng membayar kerugian materiil dan immateriil kepada Penggugat dan seluruh Warga Negara Indonesia sebesar Rp 125 triliun dan Rp 10 juta dan disetorkan ke kas negara,” bunyi petitum.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Jakbar tunjang pemekaran Kelurahan Kapuk dengan kelengkapan sarana

    Jakbar tunjang pemekaran Kelurahan Kapuk dengan kelengkapan sarana

    Jakarta (ANTARA) – Pemerintah Kota Jakarta Barat (Pemkot Jakbar) menunjang pemekaran Kelurahan Kapuk, Kecamatan Cengkareng dengan mempersiapkan kelengkapan sarana dan prasarana.

    Sekretaris Kota Jakarta Barat, Firmanudin Ibrahim menyebut, persiapan itu berupa kelengkapan fasilitas puskesmas, Sasana Krida Karang Taruna (SKKT) serta fasilitas pendidikan atau sekolah.

    “Apa saja sarana dan prasarana yang perlu dibangun di dua kelurahan yaitu Kapuk Selatan dan Kapuk Timur. Misalkan, puskesmas sudah ada berapa di situ. Kalau memang ditambah dua kelurahan, berarti harus ada dua puskesmas,” kata Firman di Jakarta, Senin.

    Tak hanya itu, perlu adanya SKKT dari Dinas Sosial dan sarana pendidikan baik SD, SMP maupun SMA dari Dinas Pendidikan di dua kelurahan tersebut.

    Oleh karena itu, Firman meminta Unit Kerja Perangkat Daerah (UKPD) terkait di lingkungan Pemkot Jakbar untuk mempersiapkan kelengkapan yang dibutuhkan.

    “Jadi kami mohonkan bantuan dari bapak-bapak ibu semua yang ada, Kepala UKPD,” kata Firman.

    Menurut dia, pada pekan rencananya Wakil Gubernur DKI Jakarta Rano Karno akan meninjau wilayah Kelurahan Kapuk yang akan dimekarkan.

    “Minggu ini rencananya Pak Wagub akan meninjau kedua lokasi tersebut (Kapuk Selatan dan Kapuk Timur) dan nanti akan meninjau kantor kita juga (kantor Wali Kota Jakbar). Mohon Kabag Umum nanti dipersiapkan untuk kaitan dengan persiapan dan kelengkapan yang ada di wali kota,” ujarnya.

    Sebelumnya, Lurah Kapuk Achmad Subhan menyebut bahwa surat kepada Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung telah dikirimkan untuk menerbitkan Nomor Induk Kelurahan hasil pemekaran.

    “Pokoknya saya dapat informasinya nanti tahun 2027 sudah rampung. Kalau ada pembangunan untuk kantor lurah,” kata dia.

    Adapun Kelurahan Kapuk akan dimekarkan menjadi tiga kelurahan, yakni Kelurahan Kapuk, Kapuk Selatan dan Kapuk Timur.

    Saat ini, Subhan menyampaikan bahwa Kelurahan Kapuk mempunyai total sebanyak 175 ribu warga. Menurutnya, jumlah itu terlalu banyak untuk satu Kelurahan.

    “(Pertimbangannya) pertama memang padatnya penduduk, kedua karena luas wilayahnya. Karena kan 1 Kelurahan enggak efektif melayani 175 ribu orang,” tutur Subhan.

    Sementara itu, luas Kelurahan Kapuk mencapai 562,68 hektare, yang membuatnya salah satu Kelurahan yang paling luas se-Jakarta. “Jadi, memang pemekaran ini penting untuk dilakukan,” katanya.

    Pewarta: Redemptus Elyonai Risky Syukur
    Editor: Syaiful Hakim
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.