Tag: Suahasil Nazara

  • Defisit APBN Dijaga Pakai ‘Tabungan’ SAL, Indef Wanti-Wanti Risiko Ilusi Fiskal

    Defisit APBN Dijaga Pakai ‘Tabungan’ SAL, Indef Wanti-Wanti Risiko Ilusi Fiskal

    Bisnis.com, JAKARTA — Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mewanti-wanti pemerintah agar penggunaan Saldo Anggaran Lebih (SAL) untuk menutup celah defisit tidak menjadi kebiasaan yang menggerus disiplin fiskal.

    Adapun, Kementerian Keuangan menggunakan SAL sebesar Rp85,6 triliun sebagai bantalan pembiayaan APBN 2025. Langkah ini diambil untuk menjaga defisit anggaran tetap sesuai outlook di level 2,78% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

    Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Indef M. Rizal Taufikurahman menjelaskan langkah tersebut merupakan langkah sah pragmatis untuk menahan penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) baru di tengah ketidakpastian global. Hanya saja, dia mengingatkan adanya risiko “ilusi ruang fiskal” apabila strategi ini terus dijadikan sandaran.

    “Defisit yang tampak terkendali secara angka bisa menyembunyikan masalah struktural jika ditopang oleh pengurasan cadangan,” kata Rizal kepada Bisnis, Jumat (19/12/2025).

    Rizal mengingatkan bahwa penggunaan SAL dalam jumlah signifikan mencerminkan tekanan nyata pada sisi penerimaan negara, sementara belanja pemerintah bersifat kaku (rigid).

    Jika ‘tabungan’ negara itu terlalu sering dipakai untuk menutup celah pembiayaan rutin maka fungsi utama SAL sebagai peredam kejut (shock absorber) akan hilang. Akibatnya, ruang gerak pemerintah akan menyempit ketika terjadi guncangan ekonomi eksternal yang lebih besar.

    “Risiko lainnya adalah munculnya preseden fiskal yang keliru, di mana stabilitas defisit dijaga lebih melalui optimalisasi kas daripada melalui penguatan kualitas APBN itu sendiri,” lanjutnya.

    Menurut Rizal, ketergantungan pada SAL berpotensi melemahkan disiplin fiskal jangka menengah karena pemerintah bisa saja menunda reformasi fundamental, seperti perbaikan rasio pajak terhadap PDB (tax ratio) dan efisiensi belanja.

    Oleh karena itu, Indef mendesak pemerintah untuk menetapkan ‘aturan main’ yang jelas terkait penggunaan sisa anggaran tersebut. Idealnya, menurut Rizal, SAL hanya boleh ditarik untuk menutup guncangan penerimaan yang bersifat sementara (temporary shock), bukan untuk membiayai belanja rutin.

    “Pemerintah perlu memastikan penggunaan SAL bersifat selektif. Harus ada batas minimum SAL yang dijaga agar tidak menciptakan ilusi ruang fiskal yang semu,” pungkasnya.

    Sebelumnya, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menyebutkan bahwa optimalisasi SAL sebesar Rp85,6 triliun menjadi salah satu strategi utama pembiayaan APBN 2025 guna menjaga defisit tetap terkendali tanpa tambah kewajiban utang.

    Adapun, Kementerian Keuangan telah merealisasikan pembiayaan utang sebesar Rp614,9 triliun hingga 30 November 2025. Angka ini setara dengan 84,06% dari outlook Laporan Semester (Lapsem) I/2025 yang dipatok sebesar Rp731,5 triliun.

    Hingga akhir November, defisit APBN tercatat sebesar 2,35% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Angka ini diproyeksikan bergerak menuju target akhir tahun sebesar 2,78% terhadap PDB.

    Suahasil menjelaskan penarikan utang ini masih berada dalam koridor pengelolaan fiskal yang hati-hati untuk menutup defisit anggaran.

    “Itu on track. Biasanya suka disebut ‘tekor’, [padahal] ini on track menuju desain dari APBN. Sesuai laporan semester di DPR kemarin, kita perkirakan defisitnya 2,78% dari PDB,” ujar Suahasil dalam konferensi pers APBN Kita, Jakarta, Kamis (18/12/2025).

  • Belanja Pemda Baru 65%, Kemenkeu Minta Digenjot Lagi

    Belanja Pemda Baru 65%, Kemenkeu Minta Digenjot Lagi

    Jakarta

    Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat realisasi belanja pemerintah daerah (Pemda) baru Rp 922,5 triliun atau baru 65,3% dari pagu anggaran 2025.

    Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara mengatakan seharusnya realisasi belanja pemerintah daerah bisa lebih tinggi.

    “Belanja Pemda itu harusnya bisa lebih tinggi lagi. Karena realisasi belanja yang di atas Rp 922,5 triliun, itu baru 65,3% dari pagu. Kita berharap Pemda akan terus mempercepat belanja di bulan Desember ini supaya manfaat bagi masyarakat bisa lebih cepat,” terang Suahasil dalam konferensi pers APBN KITA, di Kantor Kemenkeu, Jakarta Pusat, Kamis (18/12/2025).

    Suahasil menjelaskan sebenarnya belanja pemerintah daerah pada November ini mengalami peningkatan dibandingkan bulan sebelumnya. Realisasi pada akhir Oktober 2025 baru Rp 808,5 triliun.

    “Berarti selama bulan November saja Pemda Telah belanja Rp 114 triliun. Yang memang belanja ini lebih tinggi dibandingkan angka transfer selama bulan November,” terangnya.

    Saat ini, stok saldo rekening Pemda telah terjadi penurunan dari Oktober Rp 230,1 triliun menjadi Rp 218,2 triliun pada November. Sementara realisasi TKD di akhir November sebesar Rp 795,6 triliun.

    “Kalau kita lihat lagi. Target penyaluran transfer ke daerah adalah Rp 864 triliun. Dan saat ini telah ditransfer Rp 795 triliun. Kalau kita lihat dibandingkan dengan Oktober bulan lalu transfernya adalah Rp 713,4 triliun. Berarti selama bulan November saja telah dilakukan transfer Rp 82 triliun ke seluruh Pemerintah daerah di Indonesia,” terangnya.

    Tonton juga video “Purbaya Ungkap APBN Defisit Rp 560,3 T per November 2025”

    (ada/hns)

  • Dana Pemda Mengendap Rp218 Triliun, Wamenkeu Desak Percepatan Belanja Akhir Tahun

    Dana Pemda Mengendap Rp218 Triliun, Wamenkeu Desak Percepatan Belanja Akhir Tahun

    Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah pusat mendesak pemerintah daerah (Pemda) untuk percepat belanja pada Desember 2025. Kemenkeu mencatat dana Pemda di perbankan masih tinggi mencapai Rp218 triliun per akhir November 2025.

    Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara memaparkan bahwa realisasi transfer ke daerah (TKD) telah mencapai Rp795,6 triliun hingga akhir November 2025. Realisasi tersebut setara 91,5% dari pagu anggaran.

    Suahasil menjelaskan khusus di bulan November saja, pemerintah pusat telah menggelontorkan dana sebesar Rp82 triliun ke kas daerah. Kendati demikian, guyuran likuiditas dari pusat ini belum mampu memacu akselerasi belanja daerah secara optimal.

    Data Kementerian Keuangan menunjukkan realisasi belanja APBD per November 2025 tercatat sebesar Rp922,5 triliun. Angka ini mengalami kontraksi atau penurunan sebesar 12,9% apabila dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/YoY).

    “Realisasi belanja yang di atas Rp922,5 triliun itu baru 65,3% dari pagu. Kita berharap Pemda akan terus mempercepat belanja di bulan Desember ini supaya manfaat bagi masyarakat bisa lebih cepat dan lebih tinggi lagi,” ujar Suahasil dalam Konferensi Pers APBN Kita, Kamis (18/12/2025).

    Belanja Modal Anjlok

    Berdasarkan komponennya, seluruh pos belanja APBD kompak mengalami penurunan kinerja. Sorotan utama tertuju pada Belanja Modal yang terkontraksi paling tajam, yakni minus 32,6% (YoY) menjadi Rp92 triliun, jauh di bawah realisasi tahun lalu yang mencapai Rp136,5 triliun.

    Penurunan juga terjadi pada Belanja Barang dan Jasa yang terkoreksi 8,9% menjadi Rp265,7 triliun, serta Belanja Pegawai yang turun tipis 1,7% menjadi Rp376 triliun.

    Kondisi ini menyebabkan dana Pemda yang mengendap di perbankan masih cukup tinggi. Posisi dana simpanan Pemda di perbankan per akhir November 2025 tercatat sebesar Rp218,2 triliun.

    Meski demikian, Suahasil mencatat adanya sedikit pergerakan positif dari sisi penggunaan kas. Dia menjelaskan bahwa Pemda membelanjakan Rp114 triliun pada bulan November, lebih besar dibandingkan inflow transfer pusat yang sebesar Rp82 triliun.

    “Karena itu kita bisa lihat di stok saldo rekening Pemda terjadi penurunan. Kalau akhir Oktober itu Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) Rp230,1 triliun, maka pada akhir November ini menjadi Rp218,2 triliun,” jelasnya.

    Empat Arahan Purbaya

    Sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengeluarkan edaran yang ditujukan kepada seluruh kepala daerah supaya mempercepat penyerapan anggaran belanja di APBD 2025. 

    Lewat surat bernomor S-662/MK.08/2025 yang diterbitkan pada akhir Oktober 2025 lalu, Purbaya ingin penyerapan anggaran dipercepat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional dan program pembangunan tahun 2025.

    Apalagi, menurut Purbaya, berdasarkan pemantauan sampai September 2025, terjadi peningkatan dana parkir di perbankan, padahal dana transfer ke daerah (TKD) yang telah disalurkan pusat mencapai Rp644,8 triliun atau 74% dari pagu.

    “Kami mencatat realisasi belanja daerah dalam APBD 2025 secara total mengalami penurunan dibandingkan dengan realisasi belanja APBD tahun yang lalu, sehingga menyebabkan simpanan dana Pemda di perbankan sampai dengan triwulan III 2025 mengalami kenaikan,” demikian tulis Purbaya dalam surat yang dikutip Bisnis, Selasa (4/11/2025).

    Bekas Ketua Dewan Komisioner LPS itu kemudian mengeluarkan 4 dorongan kepada kepala daerah terkait lambatnya proses penyerapan APBD.

    Pertama, melakukan percepatan penyerapan belanja daerah secara efisien dan efektif dengan tata kelola yang baik. Kedua, pemenuhan belanja kewajiban pada pihak ketiga yang menjalankan proyek-proyek pemerintah daerah (Pemda). Ketiga, memanfaatkan dana simpanan Pemda di perbankan untuk belanja program dan proyek di daerah. 

    Keempat, melakukan monitoring secara berkala (mingguan/bulanan) terhadap pelaksanaan belanja APBD dan pengelolaan dana Pemda di perbankan sampai dengan akhir tahun 2025, untuk menjadi evaluasi perbaikan di tahun 2026 agar sejalan dengan arah program pembangunan nasional yang telah ditetapkan Presiden.

  • Kemenkeu sebut kinerja serapan pajak membaik pada November 2025

    Kemenkeu sebut kinerja serapan pajak membaik pada November 2025

    Jakarta (ANTARA) – Kementerian Keuangan menyatakan kinerja penerimaan pajak menunjukkan perbaikan pada November 2025 bila dibandingkan catatan terakhir pada Oktober 2025.

    Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara dalam konferensi pers APBN KiTa Edisi Desember 2025 di Jakarta, Kamis, menjelaskan pada catatan realisasi bruto Oktober 2025, terdapat dua jenis pajak yang mencatatkan pertumbuhan negatif.

    Kedua pajak itu di antaranya pajak penghasilan (PPh) orang pribadi dan PPh 21 serta pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM).

    Namun, pada tren November, hanya satu jenis pajak yang menunjukkan pertumbuhan negatif.

    “PPN dan PPnBM di akhir November sudah tumbuh positif, meski masih kecil tumbuhnya. Kami berharap di bulan Desember ini PPN dan PPnBM akan tumbuh lebih kuat lagi,” kata Suahasil.

    Penerimaan pajak bruto merupakan catatan penerimaan tanpa dikurangi oleh pengembalian atau restitusi. Per November 2025, realisasi penerimaan pajak bruto tercatat sebesar Rp1.985,48 triliun.

    Jenis pajak yang tumbuh positif di antaranya PPh badan tumbuh 4,7 persen sebesar Rp359,78 triliun; PPh final, PPh 22, dan PPh 26 tumbuh 1,7 persen sebesar Rp310,40 triliun; PPN dan PPnBM tumbuh 0,1 persen sebesar Rp907,93 triliun; serta pajak lainnya tumbuh 22 persen sebesar Rp188,43 triliun.

    Sedangkan PPh orang pribadi dan PPh 21 terkontraksi 7,6 persen sebesar Rp218,94 triliun.

    Adapun penerimaan pajak neto, yang merupakan setoran setelah dikurangi restitusi, tercatat sebesar Rp1.634,43 triliun.

    Hanya komponen PPh final, PPh 22, dan PPh 26 serta pajak lainnya yang mengalami pertumbuhan secara neto, sedangkan komponen lainnya mencatatkan kontraksi.

    PPh badan terkontraksi 9 persen dengan realisasi Rp263,58 triliun; PPh orang pribadi dan PPh 21 turun 7,8 persen sebesar Rp218,31 triliun; serta PPN dan PPnBM turun 6,6 persen sebesar Rp660,77 triliun.

    Adapun PPh final, PPh 22, dan PPh 26 tumbuh 1,4 persen dengan realisasi Rp305,43 triliun dan pajak lainnya tumbuh 21,5 persen sebesar Rp186,33 triliun.

    Pewarta: Imamatul Silfia
    Editor: Biqwanto Situmorang
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Pemerintah tarik utang Rp614,9 triliun, Wamenkeu: Masih “on-track”

    Pemerintah tarik utang Rp614,9 triliun, Wamenkeu: Masih “on-track”

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menyatakan realisasi penarikan utang baru oleh pemerintah sebesar Rp614,9 triliun per 30 November 2025 masih terjaga dalam desain atau “on-track.”

    Nilai itu setara dengan 84,06 persen terhadap proyeksi yang ditetapkan dalam laporan semester (lapsem) 2025 sebesar Rp731,5 triliun.

    “Jadi saat ini masih on-track menuju desain dari APBN,” kata Suahasil dalam konferensi pers APBN KiTa Edisi Desember 2025 di Jakarta, Kamis.

    Target penarikan utang sebesar Rp731,5 triliun sepanjang tahun ini digunakan untuk menutup defisit APBN yang berdasarkan proyeksi yang diperkirakan mencapai 2,78 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).

    Sementara saat ini, defisit APBN tercatat sebesar 2,35 persen PDB, masih di bawah target proyeksi defisit APBN 2025.

    Selain mengandalkan pembiayaan utang, pemerintah juga memanfaatkan sisa anggaran lebih (SAL) sebesar Rp85,6 triliun untuk mengurangi kebutuhan penerbitan surat berharga negara (SBN).

    “Pemenuhan pembiayaan ini terkendali melalui langkah antisipatif, seperti prefunding, ketersediaan kas yang memadai, serta active cash dan debt management, termasuk penempatan dana Rp200 triliun di perbankan umum,” jelas Suahasil.

    Pengelolaan utang juga dilakukan dengan bersinergi bersama Bank Indonesia (BI), kata Suahasil. Sinergi ini berupa skema debt switch pada Surat Berharga Negara (SBN) pembiayaan COVID-19 yang jatuh tempo. Skema ini diambil untuk mengurangi risiko refinancing.

    “SBN yang kami terbitkan pada COVID-19 lalu ada yang jatuh tempo pada 2025, 2026, 2027, dan 2028. Untuk jatuh tempo ini, kami bekerja sama dengan BI untuk melakukan debt switching,” tambahnya.

    Wamenkeu menggarisbawahi skema debt switching yang diambil oleh Kemenkeu tidak hanya dilakukan bersama BI. Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kemenkeu aktif melakukan skema debt switching dengan lembaga multilateral maupun lembaga lainnya.

    Suahasil pun menambahkan pasar keuangan dalam tren membaik, yang mampu mendukung pembiayaan yang makin efisien.

    Di samping pembiayaan utang, pembiayaan non-utang tercatat sebesar Rp41,4 triliun. Dengan demikian, realisasi pembiayaan anggaran tercatat sebesar Rp573,5 triliun atau 86,63 persen dari proyeksi laporan semester sebesar Rp662 triliun.

    Pewarta: Imamatul Silfia
    Editor: Biqwanto Situmorang
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Pemerintah tarik utang Rp614,9 triliun, Wamenkeu: Masih “on-track”

    Baru terealisasi 65 persen, Kemenkeu imbau pemda percepat belanja APBD

    Jakarta (ANTARA) – Kementerian Keuangan mengimbau pemerintah daerah untuk mempercepat belanja Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun anggaran 2025 yang baru terealisasi Rp922,5 triliun atau 65,3 persen dari pagu per 30 November 2025.

    “Realisasi Rp922,5 triliun itu baru 65,3 persen dari pagu. Kami berharap pemda bisa mempercepat belanja agar manfaatnya bisa lebih dimanfaatkan masyarakat,” kata Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara dalam konferensi pers APBN KiTa Edisi Desember 2025 di Jakarta, Kamis.

    Pasalnya, kata Suahasil, realisasi tranfer ke daerah (TKD) oleh pemerintah pusat telah tersalurkan sebesar Rp795,6 triliun atau 91,5 persen dari pagu.

    Kenaikan realisasi TKD terbesar terjadi pada komponen dana bagi hasil (DBH) sebesar 22,5 persen dan dana alokasi khusus (DAK) non fisik sebesar 14,9 persen.

    Rinciannya, DBH tersalurkan Rp157,4 triliun, dana alokasi umum (DAU) Rp409,5 triliun, DAK fisik Rp13,2 triliun, DAK non fisik Rp136,4 triliun, otonomi khusus (otsus) Rp14,2 triliun, dana desa Rp59,5 triliun, dan TKD lainnya Rp5,3 triliun.

    Di sisi lain, saldo rekening pemda di perbankan juga telah menunjukkan penurunan. Berdasarkan catatan per Oktober 2025, kas rekening pemda berada pada level Rp230,1 triliun. Sementara pada akhir November 2025, kasnya tercatat turun menjadi Rp218,2 triliun.

    “Saldo rekening pemda mengalami penurunan, maka belanja pemda harusnya bisa lebih tinggi lagi,” ujar Suahasil.

    Dalam paparan Kemenkeu, seluruh komponen belanja APBD terlihat mengalami penurunan.

    Belanja pegawai terealisasi Rp376 triliun per November 2025, turun 1,7 persen (year-on-year/yoy) dibandingkan tahun lalu sebesar Rp382,6 triliun.

    Belanja barang dan jasa tersalurkan Rp265,7 triliun atau turun 8,9 persen (yoy) dari Rp291,6 triliun. Belanja modal tercatat sebesar Rp92 triliun, turun signifikan 32,6 persen (yoy) dari Rp136,5 triliun. Sama halnya, belanja lainnya juga turun signifikan 24,1 persen (yoy) menjadi Rp188,8 triliun dari Rp248,8 triliun.

    Pewarta: Imamatul Silfia
    Editor: Biqwanto Situmorang
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Pemerintah tarik utang Rp614,9 triliun, Wamenkeu: Masih “on-track”

    Baru terealisasi 65 persen, Kemenkeu imbau pemda percepat belanja APBD

    Jakarta (ANTARA) – Kementerian Keuangan mengimbau pemerintah daerah untuk mempercepat belanja Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun anggaran 2025 yang baru terealisasi Rp922,5 triliun atau 65,3 persen dari pagu per 30 November 2025.

    “Realisasi Rp922,5 triliun itu baru 65,3 persen dari pagu. Kami berharap pemda bisa mempercepat belanja agar manfaatnya bisa lebih dimanfaatkan masyarakat,” kata Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara dalam konferensi pers APBN KiTa Edisi Desember 2025 di Jakarta, Kamis.

    Pasalnya, kata Suahasil, realisasi tranfer ke daerah (TKD) oleh pemerintah pusat telah tersalurkan sebesar Rp795,6 triliun atau 91,5 persen dari pagu.

    Kenaikan realisasi TKD terbesar terjadi pada komponen dana bagi hasil (DBH) sebesar 22,5 persen dan dana alokasi khusus (DAK) non fisik sebesar 14,9 persen.

    Rinciannya, DBH tersalurkan Rp157,4 triliun, dana alokasi umum (DAU) Rp409,5 triliun, DAK fisik Rp13,2 triliun, DAK non fisik Rp136,4 triliun, otonomi khusus (otsus) Rp14,2 triliun, dana desa Rp59,5 triliun, dan TKD lainnya Rp5,3 triliun.

    Di sisi lain, saldo rekening pemda di perbankan juga telah menunjukkan penurunan. Berdasarkan catatan per Oktober 2025, kas rekening pemda berada pada level Rp230,1 triliun. Sementara pada akhir November 2025, kasnya tercatat turun menjadi Rp218,2 triliun.

    “Saldo rekening pemda mengalami penurunan, maka belanja pemda harusnya bisa lebih tinggi lagi,” ujar Suahasil.

    Dalam paparan Kemenkeu, seluruh komponen belanja APBD terlihat mengalami penurunan.

    Belanja pegawai terealisasi Rp376 triliun per November 2025, turun 1,7 persen (year-on-year/yoy) dibandingkan tahun lalu sebesar Rp382,6 triliun.

    Belanja barang dan jasa tersalurkan Rp265,7 triliun atau turun 8,9 persen (yoy) dari Rp291,6 triliun. Belanja modal tercatat sebesar Rp92 triliun, turun signifikan 32,6 persen (yoy) dari Rp136,5 triliun. Sama halnya, belanja lainnya juga turun signifikan 24,1 persen (yoy) menjadi Rp188,8 triliun dari Rp248,8 triliun.

    Pewarta: Imamatul Silfia
    Editor: Biqwanto Situmorang
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Ada Kanal Aduan Baru Usai Lapor Pak Purbaya, Pengusaha: Jangan Cuma jadi Tempat Curhat Digital

    Ada Kanal Aduan Baru Usai Lapor Pak Purbaya, Pengusaha: Jangan Cuma jadi Tempat Curhat Digital

    Bisnis.com, JAKARTA — Kalangan pengusaha merespons peluncuran kanal pengaduan Satgas Percepatan Program Strategis Pemerintah (P2SP) usai Lapor Pak Purbaya Oktober lalu. 

    Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) mengingatkan agar kanal aduan pemerintah tersebut memiliki taring eksekusi bukan sekadar menjadi ‘tempat curhat digital’ tanpa penyelesaian konkret.

    Sekretaris Jenderal Hipmi Anggawira menilai langkah pemerintah meluncurkan kanal lapor.satgasp2sp.go.id merupakan pengakuan tersirat persoalan utama dunia usaha bukanlah kekurangan kebijakan, melainkan sumbatan implementasi di lapangan. Hanya saja, dia menekankan bahwa keberadaan kanal saja tidak cukup.

    “Tantangan utama bukan pada keberadaan kanal pengaduan, melainkan pada daya eksekusi dan keberanian institusional untuk menindaklanjuti aduan tersebut sampai tuntas,” tegas Angga kepada Bisnis, Selasa (16/12/2025).

    Kekhawatiran HIPMI bukan tanpa alasan. Notabenenya, pemerintahan Presiden ke-7 Joko Widodo sudah pernah membentuk Satgas serupa, namun hambatan investasi tetap ada. Demikian juga saat Menteri Keuangan Purbaya meluncurkan kanal serupa sejak Oktober lalu.

    Angga pun meyakini masalahnya bukan pada minimnya laporan, tetapi aduan yang sering kali berhenti di meja administrasi tanpa kejelasan penanggung jawab.

    Agar sejarah tak berulang, Hipmi menyodorkan tiga prasyarat agar kanal debottlenecking ini efektif. Pertama, harus ada Service Level Agreement (SLA) atau batas waktu penyelesaian yang jelas, misalnya 3 hingga 14 hari.

    Kedua, Satgas harus memiliki kewenangan lintas kementerian/lembaga hingga ke daerah, bukan hanya berfungsi sebagai penampung yang meneruskan laporan. Ketiga, adanya konsekuensi nyata bagi oknum atau instansi yang terbukti menjadi biang sumbatan.

    “Tanpa itu, kanal pengaduan berisiko menjadi ‘tempat curhat digital’, bukan instrumen debottlenecking yang sesungguhnya,” wanti-wanti Angga.

    Menanggapi pernyataan Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengenai integrasi aduan perpajakan dan kepabeanan, HIPMI memberikan catatan khusus. Angga menyebut hambatan di sektor fiskal sering kali bukan terletak pada regulasi pusat, melainkan interpretasi petugas di level pelaksana (lapangan).

    Oleh karena itu, kanal ini dituntut untuk berani mengoreksi praktik yang menyimpang, bukan sekadar memberikan jawaban normatif berdasarkan aturan tertulis.

    Terakhir, HIPMI mendesak transparansi data. Pemerintah diminta mempublikasikan secara berkala jenis aduan terbanyak, sektor yang paling terdampak, hingga instansi mana yang paling sering dilaporkan.

    “Dunia usaha siap memanfaatkan kanal ini, sepanjang ada kepastian bahwa setiap aduan tidak berhenti di layar, tetapi benar-benar berujung pada penyelesaian,” ujarnya.

  • Usai Hotline Lapor Pak Purbaya, Pemerintah Kini Punya Saluran Resmi Atasi Masalh Lintas Kementerian

    Usai Hotline Lapor Pak Purbaya, Pemerintah Kini Punya Saluran Resmi Atasi Masalh Lintas Kementerian

    Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah resmi mengoperasikan kanal pengaduan digital yang didedikasikan untuk mengurai sumbatan (debottlenecking) masalah yang dihadapi pelaku usaha dan investor. Dalam pemerintahan Presiden Prabowo, model hotline ini sebelumnya digunakan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa dengan akun Lapor Pak Purbaya pada Oktober lalu. 

    Kanal resmi pemerintah terbaru akan dioperasikan oleh Satuan Tugas Percepatan Program Strategis Pemerintah (Satgas P2SP) ini diharapkan bisa menyelesaikan berbagai permasalahan dunia usaha secara cepat dan akuntabel.

    Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengumumkan bahwa kanal tersebut dapat diakses selama 24 jam melalui laman lapor.satgasp2sp.go.id.

    “[Laporan] akan langsung ditindaklanjuti oleh Satgas sampai dengan di tingkat kementerian dan lembaga teknis di dalam forum rutin yang akan dilakukan setiap minggu,” ujar Airlangga dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Selasa (16/12/2025).

    Dalam kesempatan yang sama, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara memastikan bahwa Kementerian Keuangan terintegrasi penuh dalam sistem pengaduan ini. Artinya, pelaku usaha yang menghadapi kendala terkait insentif fiskal, aturan perpajakan, maupun kepabeanan dapat memanfaatkan kanal ini untuk mencari solusi.

    “Kita akan connect dengan yang kebutuhan pajak, yang kebutuhannya kepabeanan dan cukai. Jadi laporan yang masuk yang nanti lewat kanal ini akan ditindaklanjuti,” ungkap Suahasil.

    Adapun, Satgas P2SP terdiri dari tiga kelompok kerja (Pokja). Pokja I bertugas memonitor anggaran kementerian/lembaga. Pokja II bertugas menyelesaikan berbagai hambatan alias debottlenecking dalam dunia usaha, seperti lewat kanal lapor.satgasp2sp.go.id.

    Sementara Pokja III menangani perihal regulasi dan penegakan hukum. Jika ditemukan regulasi yang hambat dunia usaha atau dalam penyusunan kebijakan dibutuhkan bantuan regulasi maka Pokja III akan turun tangan.

    Adapun Satgas Percepatan Program Pemerintah diketahui oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto (Ketua I) dan Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan (Ketua II).

    Mereka dibantu tiga wakil ketua yaitu Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa (wakil ketua I) Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM Rosan Roeslani (wakil ketua II), Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Rachmat Pambudy (wakil ketua III).

    Selain isu debottlenecking, Airlangga juga memaparkan perkembangan Pokja I yang fokus pada monitoring anggaran. Per 12 Desember 2025, sambungnya, realisasi anggaran program strategis tercatat mencapai Rp1.223,67 triliun.

    Serapan tertinggi yang mencapai 99% dari pagu efektif ada di Program Keluarga Harapan (PKH). Di urutan kedua, ada program Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan Nasional, Program Indonesia Pintar, dan Makan Bergizi Gratis (MBG) juga mencatatkan realisasi sebesar 93,43%.

    Di sisi regulasi (Pokja III), Airlangga menyatakan pemerintah terus memperkuat payung hukum program strategis, salah satunya lewat penerbitan PP 28/2025 tentang penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis risiko.

  • Nilai asuransi barang milik negara capai Rp91 triliun di 2025

    Nilai asuransi barang milik negara capai Rp91 triliun di 2025

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan nilai barang milik negara (​​​​​BMN) yang diasuransikan sebesar Rp91 triliun pada 2025.

    Menurut dia, nilai tersebut terdiri atas asuransi melalui anggaran kementerian/lembaga (K/L) sebesar Rp61 triliun dan skema baru Dana Bersama Penanggulangan Bencana atau Pooling Fund Bencana (PFB) senilai Rp30 triliun.

    “Saya ingin menantang industri asuransi untuk memikirkan bagaimana mempercepat asuransi atas barang milik negara ini,” kata Suahasil dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa.

    Pemerintah sebelumnya telah menjalankan program asuransi BMN sebagai strategi mentransfer risiko bencana atas BMN kepada industri asuransi sejak 2019.

    Namun, seiring dengan tantangan fiskal program, pemerintah meluncurkan asuransi BMN berbasis PFB.

    Skema ini bertujuan untuk menciptakan dana asuransi bersama untuk perlindungan aset publik, termasuk pemulihan atas risiko kerusakan BMN, sehingga pelayanan umum yang berkelanjutan dan berkesinambungan tetap dapat dilaksanakan.

    Dana PFB dikelola oleh BLU Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH), yang bersumber dari APBN, APBD, hibah, investasi, dan penerimaan klaim asuransi.

    Pelaksanaan awal asuransi BMN berbasis PFB diterapkan pada tiga kementerian percontohan, yakni Kementerian Sekretariat Negara, Kementerian Kesehatan, dan Kementerian Agama.

    Ke depan, pemerintah pusat menargetkan agar pemerintah daerah juga dapat menjadi peserta asuransi dari PFB, sehingga barang milik daerah (BMD) ikut terlindungi.

    Jika terwujud, kata Wamenkeu, Indonesia akan memiliki sistem pengelolaan aset berbasis mitigasi risiko yang modern dan diakui secara internasional.

    Di sisi lain, Wamenkeu juga menekankan pentingnya kesiapan industri asuransi nasional dalam menyediakan produk, layanan, dan tata kelola yang sehat.

    Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai regulator memiliki peran penting untuk memahami perkembangan program asuransi BMN tersebut.

    “Tahun 2026, saya akan meminta kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara untuk memantau seluruh kementerian dan lembaga sebagai pengguna barang harus diasuransikan barang milik negaranya,” tutur Wamenkeu.

    Pewarta: Imamatul Silfia
    Editor: Kelik Dewanto
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.