Tag: Suahasil Nazara

  • Defisit APBN Dijaga Pakai ‘Tabungan’ SAL, Indef Wanti-Wanti Risiko Ilusi Fiskal

    Defisit APBN Dijaga Pakai ‘Tabungan’ SAL, Indef Wanti-Wanti Risiko Ilusi Fiskal

    Bisnis.com, JAKARTA — Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mewanti-wanti pemerintah agar penggunaan Saldo Anggaran Lebih (SAL) untuk menutup celah defisit tidak menjadi kebiasaan yang menggerus disiplin fiskal.

    Adapun, Kementerian Keuangan menggunakan SAL sebesar Rp85,6 triliun sebagai bantalan pembiayaan APBN 2025. Langkah ini diambil untuk menjaga defisit anggaran tetap sesuai outlook di level 2,78% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

    Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Indef M. Rizal Taufikurahman menjelaskan langkah tersebut merupakan langkah sah pragmatis untuk menahan penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) baru di tengah ketidakpastian global. Hanya saja, dia mengingatkan adanya risiko “ilusi ruang fiskal” apabila strategi ini terus dijadikan sandaran.

    “Defisit yang tampak terkendali secara angka bisa menyembunyikan masalah struktural jika ditopang oleh pengurasan cadangan,” kata Rizal kepada Bisnis, Jumat (19/12/2025).

    Rizal mengingatkan bahwa penggunaan SAL dalam jumlah signifikan mencerminkan tekanan nyata pada sisi penerimaan negara, sementara belanja pemerintah bersifat kaku (rigid).

    Jika ‘tabungan’ negara itu terlalu sering dipakai untuk menutup celah pembiayaan rutin maka fungsi utama SAL sebagai peredam kejut (shock absorber) akan hilang. Akibatnya, ruang gerak pemerintah akan menyempit ketika terjadi guncangan ekonomi eksternal yang lebih besar.

    “Risiko lainnya adalah munculnya preseden fiskal yang keliru, di mana stabilitas defisit dijaga lebih melalui optimalisasi kas daripada melalui penguatan kualitas APBN itu sendiri,” lanjutnya.

    Menurut Rizal, ketergantungan pada SAL berpotensi melemahkan disiplin fiskal jangka menengah karena pemerintah bisa saja menunda reformasi fundamental, seperti perbaikan rasio pajak terhadap PDB (tax ratio) dan efisiensi belanja.

    Oleh karena itu, Indef mendesak pemerintah untuk menetapkan ‘aturan main’ yang jelas terkait penggunaan sisa anggaran tersebut. Idealnya, menurut Rizal, SAL hanya boleh ditarik untuk menutup guncangan penerimaan yang bersifat sementara (temporary shock), bukan untuk membiayai belanja rutin.

    “Pemerintah perlu memastikan penggunaan SAL bersifat selektif. Harus ada batas minimum SAL yang dijaga agar tidak menciptakan ilusi ruang fiskal yang semu,” pungkasnya.

    Sebelumnya, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menyebutkan bahwa optimalisasi SAL sebesar Rp85,6 triliun menjadi salah satu strategi utama pembiayaan APBN 2025 guna menjaga defisit tetap terkendali tanpa tambah kewajiban utang.

    Adapun, Kementerian Keuangan telah merealisasikan pembiayaan utang sebesar Rp614,9 triliun hingga 30 November 2025. Angka ini setara dengan 84,06% dari outlook Laporan Semester (Lapsem) I/2025 yang dipatok sebesar Rp731,5 triliun.

    Hingga akhir November, defisit APBN tercatat sebesar 2,35% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Angka ini diproyeksikan bergerak menuju target akhir tahun sebesar 2,78% terhadap PDB.

    Suahasil menjelaskan penarikan utang ini masih berada dalam koridor pengelolaan fiskal yang hati-hati untuk menutup defisit anggaran.

    “Itu on track. Biasanya suka disebut ‘tekor’, [padahal] ini on track menuju desain dari APBN. Sesuai laporan semester di DPR kemarin, kita perkirakan defisitnya 2,78% dari PDB,” ujar Suahasil dalam konferensi pers APBN Kita, Jakarta, Kamis (18/12/2025).

  • Dana Pemda Mengendap Rp218 Triliun, Wamenkeu Desak Percepatan Belanja Akhir Tahun

    Dana Pemda Mengendap Rp218 Triliun, Wamenkeu Desak Percepatan Belanja Akhir Tahun

    Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah pusat mendesak pemerintah daerah (Pemda) untuk percepat belanja pada Desember 2025. Kemenkeu mencatat dana Pemda di perbankan masih tinggi mencapai Rp218 triliun per akhir November 2025.

    Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara memaparkan bahwa realisasi transfer ke daerah (TKD) telah mencapai Rp795,6 triliun hingga akhir November 2025. Realisasi tersebut setara 91,5% dari pagu anggaran.

    Suahasil menjelaskan khusus di bulan November saja, pemerintah pusat telah menggelontorkan dana sebesar Rp82 triliun ke kas daerah. Kendati demikian, guyuran likuiditas dari pusat ini belum mampu memacu akselerasi belanja daerah secara optimal.

    Data Kementerian Keuangan menunjukkan realisasi belanja APBD per November 2025 tercatat sebesar Rp922,5 triliun. Angka ini mengalami kontraksi atau penurunan sebesar 12,9% apabila dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/YoY).

    “Realisasi belanja yang di atas Rp922,5 triliun itu baru 65,3% dari pagu. Kita berharap Pemda akan terus mempercepat belanja di bulan Desember ini supaya manfaat bagi masyarakat bisa lebih cepat dan lebih tinggi lagi,” ujar Suahasil dalam Konferensi Pers APBN Kita, Kamis (18/12/2025).

    Belanja Modal Anjlok

    Berdasarkan komponennya, seluruh pos belanja APBD kompak mengalami penurunan kinerja. Sorotan utama tertuju pada Belanja Modal yang terkontraksi paling tajam, yakni minus 32,6% (YoY) menjadi Rp92 triliun, jauh di bawah realisasi tahun lalu yang mencapai Rp136,5 triliun.

    Penurunan juga terjadi pada Belanja Barang dan Jasa yang terkoreksi 8,9% menjadi Rp265,7 triliun, serta Belanja Pegawai yang turun tipis 1,7% menjadi Rp376 triliun.

    Kondisi ini menyebabkan dana Pemda yang mengendap di perbankan masih cukup tinggi. Posisi dana simpanan Pemda di perbankan per akhir November 2025 tercatat sebesar Rp218,2 triliun.

    Meski demikian, Suahasil mencatat adanya sedikit pergerakan positif dari sisi penggunaan kas. Dia menjelaskan bahwa Pemda membelanjakan Rp114 triliun pada bulan November, lebih besar dibandingkan inflow transfer pusat yang sebesar Rp82 triliun.

    “Karena itu kita bisa lihat di stok saldo rekening Pemda terjadi penurunan. Kalau akhir Oktober itu Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) Rp230,1 triliun, maka pada akhir November ini menjadi Rp218,2 triliun,” jelasnya.

    Empat Arahan Purbaya

    Sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengeluarkan edaran yang ditujukan kepada seluruh kepala daerah supaya mempercepat penyerapan anggaran belanja di APBD 2025. 

    Lewat surat bernomor S-662/MK.08/2025 yang diterbitkan pada akhir Oktober 2025 lalu, Purbaya ingin penyerapan anggaran dipercepat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional dan program pembangunan tahun 2025.

    Apalagi, menurut Purbaya, berdasarkan pemantauan sampai September 2025, terjadi peningkatan dana parkir di perbankan, padahal dana transfer ke daerah (TKD) yang telah disalurkan pusat mencapai Rp644,8 triliun atau 74% dari pagu.

    “Kami mencatat realisasi belanja daerah dalam APBD 2025 secara total mengalami penurunan dibandingkan dengan realisasi belanja APBD tahun yang lalu, sehingga menyebabkan simpanan dana Pemda di perbankan sampai dengan triwulan III 2025 mengalami kenaikan,” demikian tulis Purbaya dalam surat yang dikutip Bisnis, Selasa (4/11/2025).

    Bekas Ketua Dewan Komisioner LPS itu kemudian mengeluarkan 4 dorongan kepada kepala daerah terkait lambatnya proses penyerapan APBD.

    Pertama, melakukan percepatan penyerapan belanja daerah secara efisien dan efektif dengan tata kelola yang baik. Kedua, pemenuhan belanja kewajiban pada pihak ketiga yang menjalankan proyek-proyek pemerintah daerah (Pemda). Ketiga, memanfaatkan dana simpanan Pemda di perbankan untuk belanja program dan proyek di daerah. 

    Keempat, melakukan monitoring secara berkala (mingguan/bulanan) terhadap pelaksanaan belanja APBD dan pengelolaan dana Pemda di perbankan sampai dengan akhir tahun 2025, untuk menjadi evaluasi perbaikan di tahun 2026 agar sejalan dengan arah program pembangunan nasional yang telah ditetapkan Presiden.

  • Ada Kanal Aduan Baru Usai Lapor Pak Purbaya, Pengusaha: Jangan Cuma jadi Tempat Curhat Digital

    Ada Kanal Aduan Baru Usai Lapor Pak Purbaya, Pengusaha: Jangan Cuma jadi Tempat Curhat Digital

    Bisnis.com, JAKARTA — Kalangan pengusaha merespons peluncuran kanal pengaduan Satgas Percepatan Program Strategis Pemerintah (P2SP) usai Lapor Pak Purbaya Oktober lalu. 

    Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) mengingatkan agar kanal aduan pemerintah tersebut memiliki taring eksekusi bukan sekadar menjadi ‘tempat curhat digital’ tanpa penyelesaian konkret.

    Sekretaris Jenderal Hipmi Anggawira menilai langkah pemerintah meluncurkan kanal lapor.satgasp2sp.go.id merupakan pengakuan tersirat persoalan utama dunia usaha bukanlah kekurangan kebijakan, melainkan sumbatan implementasi di lapangan. Hanya saja, dia menekankan bahwa keberadaan kanal saja tidak cukup.

    “Tantangan utama bukan pada keberadaan kanal pengaduan, melainkan pada daya eksekusi dan keberanian institusional untuk menindaklanjuti aduan tersebut sampai tuntas,” tegas Angga kepada Bisnis, Selasa (16/12/2025).

    Kekhawatiran HIPMI bukan tanpa alasan. Notabenenya, pemerintahan Presiden ke-7 Joko Widodo sudah pernah membentuk Satgas serupa, namun hambatan investasi tetap ada. Demikian juga saat Menteri Keuangan Purbaya meluncurkan kanal serupa sejak Oktober lalu.

    Angga pun meyakini masalahnya bukan pada minimnya laporan, tetapi aduan yang sering kali berhenti di meja administrasi tanpa kejelasan penanggung jawab.

    Agar sejarah tak berulang, Hipmi menyodorkan tiga prasyarat agar kanal debottlenecking ini efektif. Pertama, harus ada Service Level Agreement (SLA) atau batas waktu penyelesaian yang jelas, misalnya 3 hingga 14 hari.

    Kedua, Satgas harus memiliki kewenangan lintas kementerian/lembaga hingga ke daerah, bukan hanya berfungsi sebagai penampung yang meneruskan laporan. Ketiga, adanya konsekuensi nyata bagi oknum atau instansi yang terbukti menjadi biang sumbatan.

    “Tanpa itu, kanal pengaduan berisiko menjadi ‘tempat curhat digital’, bukan instrumen debottlenecking yang sesungguhnya,” wanti-wanti Angga.

    Menanggapi pernyataan Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengenai integrasi aduan perpajakan dan kepabeanan, HIPMI memberikan catatan khusus. Angga menyebut hambatan di sektor fiskal sering kali bukan terletak pada regulasi pusat, melainkan interpretasi petugas di level pelaksana (lapangan).

    Oleh karena itu, kanal ini dituntut untuk berani mengoreksi praktik yang menyimpang, bukan sekadar memberikan jawaban normatif berdasarkan aturan tertulis.

    Terakhir, HIPMI mendesak transparansi data. Pemerintah diminta mempublikasikan secara berkala jenis aduan terbanyak, sektor yang paling terdampak, hingga instansi mana yang paling sering dilaporkan.

    “Dunia usaha siap memanfaatkan kanal ini, sepanjang ada kepastian bahwa setiap aduan tidak berhenti di layar, tetapi benar-benar berujung pada penyelesaian,” ujarnya.

  • Usai Hotline Lapor Pak Purbaya, Pemerintah Kini Punya Saluran Resmi Atasi Masalh Lintas Kementerian

    Usai Hotline Lapor Pak Purbaya, Pemerintah Kini Punya Saluran Resmi Atasi Masalh Lintas Kementerian

    Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah resmi mengoperasikan kanal pengaduan digital yang didedikasikan untuk mengurai sumbatan (debottlenecking) masalah yang dihadapi pelaku usaha dan investor. Dalam pemerintahan Presiden Prabowo, model hotline ini sebelumnya digunakan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa dengan akun Lapor Pak Purbaya pada Oktober lalu. 

    Kanal resmi pemerintah terbaru akan dioperasikan oleh Satuan Tugas Percepatan Program Strategis Pemerintah (Satgas P2SP) ini diharapkan bisa menyelesaikan berbagai permasalahan dunia usaha secara cepat dan akuntabel.

    Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengumumkan bahwa kanal tersebut dapat diakses selama 24 jam melalui laman lapor.satgasp2sp.go.id.

    “[Laporan] akan langsung ditindaklanjuti oleh Satgas sampai dengan di tingkat kementerian dan lembaga teknis di dalam forum rutin yang akan dilakukan setiap minggu,” ujar Airlangga dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Selasa (16/12/2025).

    Dalam kesempatan yang sama, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara memastikan bahwa Kementerian Keuangan terintegrasi penuh dalam sistem pengaduan ini. Artinya, pelaku usaha yang menghadapi kendala terkait insentif fiskal, aturan perpajakan, maupun kepabeanan dapat memanfaatkan kanal ini untuk mencari solusi.

    “Kita akan connect dengan yang kebutuhan pajak, yang kebutuhannya kepabeanan dan cukai. Jadi laporan yang masuk yang nanti lewat kanal ini akan ditindaklanjuti,” ungkap Suahasil.

    Adapun, Satgas P2SP terdiri dari tiga kelompok kerja (Pokja). Pokja I bertugas memonitor anggaran kementerian/lembaga. Pokja II bertugas menyelesaikan berbagai hambatan alias debottlenecking dalam dunia usaha, seperti lewat kanal lapor.satgasp2sp.go.id.

    Sementara Pokja III menangani perihal regulasi dan penegakan hukum. Jika ditemukan regulasi yang hambat dunia usaha atau dalam penyusunan kebijakan dibutuhkan bantuan regulasi maka Pokja III akan turun tangan.

    Adapun Satgas Percepatan Program Pemerintah diketahui oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto (Ketua I) dan Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan (Ketua II).

    Mereka dibantu tiga wakil ketua yaitu Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa (wakil ketua I) Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM Rosan Roeslani (wakil ketua II), Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Rachmat Pambudy (wakil ketua III).

    Selain isu debottlenecking, Airlangga juga memaparkan perkembangan Pokja I yang fokus pada monitoring anggaran. Per 12 Desember 2025, sambungnya, realisasi anggaran program strategis tercatat mencapai Rp1.223,67 triliun.

    Serapan tertinggi yang mencapai 99% dari pagu efektif ada di Program Keluarga Harapan (PKH). Di urutan kedua, ada program Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan Nasional, Program Indonesia Pintar, dan Makan Bergizi Gratis (MBG) juga mencatatkan realisasi sebesar 93,43%.

    Di sisi regulasi (Pokja III), Airlangga menyatakan pemerintah terus memperkuat payung hukum program strategis, salah satunya lewat penerbitan PP 28/2025 tentang penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis risiko.

  • Nilai asuransi barang milik negara capai Rp91 triliun di 2025

    Nilai asuransi barang milik negara capai Rp91 triliun di 2025

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan nilai barang milik negara (​​​​​BMN) yang diasuransikan sebesar Rp91 triliun pada 2025.

    Menurut dia, nilai tersebut terdiri atas asuransi melalui anggaran kementerian/lembaga (K/L) sebesar Rp61 triliun dan skema baru Dana Bersama Penanggulangan Bencana atau Pooling Fund Bencana (PFB) senilai Rp30 triliun.

    “Saya ingin menantang industri asuransi untuk memikirkan bagaimana mempercepat asuransi atas barang milik negara ini,” kata Suahasil dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa.

    Pemerintah sebelumnya telah menjalankan program asuransi BMN sebagai strategi mentransfer risiko bencana atas BMN kepada industri asuransi sejak 2019.

    Namun, seiring dengan tantangan fiskal program, pemerintah meluncurkan asuransi BMN berbasis PFB.

    Skema ini bertujuan untuk menciptakan dana asuransi bersama untuk perlindungan aset publik, termasuk pemulihan atas risiko kerusakan BMN, sehingga pelayanan umum yang berkelanjutan dan berkesinambungan tetap dapat dilaksanakan.

    Dana PFB dikelola oleh BLU Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH), yang bersumber dari APBN, APBD, hibah, investasi, dan penerimaan klaim asuransi.

    Pelaksanaan awal asuransi BMN berbasis PFB diterapkan pada tiga kementerian percontohan, yakni Kementerian Sekretariat Negara, Kementerian Kesehatan, dan Kementerian Agama.

    Ke depan, pemerintah pusat menargetkan agar pemerintah daerah juga dapat menjadi peserta asuransi dari PFB, sehingga barang milik daerah (BMD) ikut terlindungi.

    Jika terwujud, kata Wamenkeu, Indonesia akan memiliki sistem pengelolaan aset berbasis mitigasi risiko yang modern dan diakui secara internasional.

    Di sisi lain, Wamenkeu juga menekankan pentingnya kesiapan industri asuransi nasional dalam menyediakan produk, layanan, dan tata kelola yang sehat.

    Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai regulator memiliki peran penting untuk memahami perkembangan program asuransi BMN tersebut.

    “Tahun 2026, saya akan meminta kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara untuk memantau seluruh kementerian dan lembaga sebagai pengguna barang harus diasuransikan barang milik negaranya,” tutur Wamenkeu.

    Pewarta: Imamatul Silfia
    Editor: Kelik Dewanto
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Pemerintah Genjot Asuransi buat Aset Negara, Ini Sumber Dananya

    Pemerintah Genjot Asuransi buat Aset Negara, Ini Sumber Dananya

    Jakarta

    Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) meluncurkan program asuransi Barang Milik Negara (BMN) dengan skema pendanaan menggunakan Dana Bersama Penanggulangan Bencana atau Pooling Fund Bencana (PFB).

    Pada tahap pertama, asuransi BMN dengan skema PFB dilakukan secara piloting pada tiga kementerian yaitu Kementerian Agama untuk BMN berupa bangunan pendidikan, Kementerian Kesehatan untuk BMN berupa bangunan kesehatan, serta Kementerian Sekretariat Negara untuk BMN berupa bangunan perkantoran khususnya kawasan istana negara.

    “Pendekatan ini memungkinkan pemerintah menguji tata kelola, mekanisme pendanaan dan koordinasi kelembagaan secara terbatas sebelum program ini diterapkan secara
    menyeluruh pada tahun-tahun berikutnya,” kata Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara dalam keterangan resmi, Selasa (2/12/2025).

    Sebagai informasi, program asuransi BMN merupakan upaya mitigasi pemerintah untuk menjaga ketahanan fiskal saat terjadi bencana. Dilaksanakan sejak 2019, program tersebut mengandalkan sumber pendanaan dari DIPA masing-masing K/L dan merupakan bagian dari Strategi Pembiayaan dan Asuransi Risiko Bencana (PARB) yang telah diluncurkan pemerintah pada 2018.

    Hanya saja dalam perkembangannya, upaya asuransi BMN sering terkendala oleh keterbatasan alokasi anggaran K/L. Hal itu lah yang melatarbelakangi perumusan kebijakan asuransi BMN dengan skema PFB.

    Dana PFB dikelola oleh BLU Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) yang bersumber dari APBN, APBD, hibah, investasi dan penerimaan klaim asuransi. Melalui pemanfaatan hasil pengembangan PFB, implementasi asuransi BMN dapat diakselerasi sebagai pelengkap atas asuransi BMN yang didanai dengan DIPA K/L sehingga diharapkan mampu memperluas cakupan perlindungan BMN.

    Suahasil berharap K/L dapat meningkatkan pengamanan BMN melalui pengalokasian anggaran asuransi sehingga perlindungan terhadap aset negara semakin optimal.

    “Namun demikian, kami berharap pengamanan BMN melalui alokasi anggaran asuransi dalam DIPA masing-masing K/L dapat terus dilaksanakan secara efektif agar perlindungan terhadap aset negara semakin optimal,” ucap Suahasil.

    Program tersebut merupakan hasil sinergi antara jajaran di Kemenkeu dengan para pemangku kepentingan terkait seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK), industri asuransi, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), serta Bank Dunia yang turut memberikan asistensi teknis dalam pengembangan PFB.

    “Melalui peluncuran program asuransi BMN dengan skema PFB, Kemenkeu berharap perlindungan terhadap BMN semakin meningkat sehingga ketahanan fiskal pemerintah dan keberlangsungan pelayanan publik tetap terjaga ketika terjadi bencana,” imbuhnya.

    (acd/acd)

  • Kemenkeu perkuat peran SMV untuk atasi fiskal daerah hingga perumahan

    Kemenkeu perkuat peran SMV untuk atasi fiskal daerah hingga perumahan

    Jakarta (ANTARA) – Kementerian Keuangan menggelar forum diskusi yang melibatkan sejumlah perusahaan special mission vehicle (SMV) di bawah naungan kementerian tersebut untuk menemukan solusi atas fiskal daerah hingga pembiayaan perumahan.

    “SMV Business Forum adalah momentum penting untuk memastikan bahwa sinergi lintas SMV benar-benar menjadi mesin percepatan pembangunan nasional yang inklusif, hijau, dan berkelanjutan,” kata Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa.

    Forum bertajuk “Unlocking Regional Potential: SMVs as Catalysts for Inclusive and Sustainable Growth” itu melibatkan PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero), PT Sarana Multigriya Finansial (Persero), PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero), dan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).

    Dalam forum itu, sejumlah topik fiskal menjadi sorotan, seperti pembangunan daerah dan pembiayaan inklusif, khususnya mengenai optimalisasi peran SMV dalam memperluas akses pembiayaan dan memperkuat pembangunan ekonomi daerah.

    Selanjutnya, persoalan perumahan terjangkau dan pembangunan perkotaan, termasuk strategi percepatan penyediaan hunian layak dan kota berkelanjutan melalui inovasi pembiayaan dan kolaborasi berbasis mandat SMV.

    SMV Kemenkeu juga melakukan business matching yang diharapkan dapat menjadi solusi untuk menjawab berbagai tantangan fiskal dan ekonomi daerah.

    Sesi tersebut membahas peluang pengembangan infrastruktur daerah, pembiayaan agroindustri, serta diskusi mengenai pembiayaan dan penyiapan proyek student housing untuk menunjang pengelolaan barang milik negara (BMN) pada perguruan tinggi negeri berbadan hukum (PTNBH).

    Kemenkeu pun mendorong kontribusi SMV selaku instrumen fiskal dengan mandat masing-masing, misalnya PT SMI sebagai katalis pembangunan infrastruktur.

    Kemudian, PT PII sebagai penyedia instrumen enabler berupa penjaminan sebagai ring fencing APBN, PT SMF sebagai penyedia likuiditas di ekosistem perumahan, dan LPEI sebagai katalisator ekspor melalui pembiayaan.

    Melalui SMV Business Forum, Kemenkeu berharap dapat memfasilitasi platform kerja sama untuk menyelaraskan arah pembangunan, memperkuat koordinasi fiskal, dan menghasilkan pipeline proyek yang benar-benar siap ditindaklanjuti.

    Pewarta: Imamatul Silfia
    Editor: Kelik Dewanto
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Daftar Program Prioritas Prabowo, Sudah Telan Rp 611 Triliun

    Daftar Program Prioritas Prabowo, Sudah Telan Rp 611 Triliun

    Jakarta

    Pemerintah melaksanakan sejumlah program prioritas dalam rangka mendongkrak pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Dalam 10 bulan di tahun 2025, program-program tersebut telah menelan anggaran sebesar Rp 611 triliun.

    Anggaran tersebut terserap untuk pelaksanaan sebanyak 17 program yang terbagi ke dalam empat kategori. Kategori tersebut antara lain penguatan dan proteksi daya beli, pelayanan publik, stabilitas harga dan produksi, serta sarpras publik dan produktivitas.

    Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan, realisasi hingga bulan Oktober 2025 tersebut setara dengan 65,8% dari pagu yang telah disiapkan dalam APBN 2025 sebesar Rp 929 triliun.

    “Beberapa program prioritas pemerintah tahun 2025 pagunya Rp 929 triliun dan telah dijalankan sebesar Rp 611,7 triliun atau 65,8% dari target,” kata Suahasil, dalam acara Konferensi Pers APBN KiTa edisi November 2025 di Kantor Kementerian Keuangan, Kamis (20/11/2025).

    Berikut daftar realisasi program prioritas Presiden Prabowo Subianto hingga Oktober 2025:1. Penguatan & Proteksi Daya Beli

    – Program Keluarga Harapan untuk 10 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM): Realisasi Rp 27,5 triliun dari pagu Rp28,7 triliun atau setara 96%

    – PIP/KIP Kuliah/beasiswa lainnya bagi 14,9 juta Siswa: Realisasi Rp23,8 triliun dari pagu Rp 27,7 triliun atau setara 86%

    – Kartu Sembako/BPNT (termasuk BLTS) untuk 18,3 juta KPM: Realisasi Rp 54,1 triliun dari pagu Rp 58,4 triliun atau setara 93%

    – Bantuan luran PBI JKN kepada 96,8 juta Peserta: Realisasi Rp 40,6 triliun dari pagu Rp 46,5 triliun atau setara 88%

    – TPG/TPD Non PNS bagi 1,2 Guru/Dosen: Realisasi Rp 16,5 triliun dari pagu Rp 21,2 triliun atau setara 78%

    – Program Perumahan untuk 212,6 ribu Rumah: Realisasi Rp 24,8 triliun dari pagu Rp 52,1 triliun atau setara 48%

    2. Pelayanan Publik

    – Makan Bergizi Gratis (MBG) bagi 39,7 juta Penerima: Realisasi Rp 32,7 triliun dari pagu Rp 71 triliun atau setara 46%

    – Cek Kesehatan Gratis & TB bagi 57,2 Juta Peserta, serta revitalisasi 32 RS: Realisasi Rp 5,6 triliun dari pagu Rp 9,3 triliun atau setara 60%

    – Sekolah Rakyat dan Sekolah Unggul Garuda untuk 165 Sekolah: Realisasi Rp 1,4 triliun dari pagu Rp 10,2 triliun atau setara 13%

    3. Stabilisasi Harga & Produksi

    – Subsidi Non Energi, a.l. Subsidi KUR dan Pupuk bagi 9,5 juta Petani: Realisasi Rp 59,5 triliun dari pagu Rp 104,5 triliun atau setara 57%

    – Subsidi/Kompensasi Energi untuk 42,5 juta pelanggan listrik bersubsidi: Realisasi Rp 255,5 triliun dari pagu Rp 394,3 triliun atau setara 65%

    – Lumbung Pangan untuk 2,2 juta hektare kawasan padi: Realisasi Rp 11,8 triliun dari pagu Rp 20,6 triliun pagu atau setara 57%

    – Bulog dan cadangan pangan berupa beras/gabah 2,1 Juta ton: Realisasi Rp 22,1 triliun dari pagu Rp 22,1 triliun atau sudah 100%

    4. Sarana prasarana Publik & Produktivitas

    – Renovasi/Revitalisasi Sekolah untuk 12,5 ribu Sekolah: Realisasi Rp 13,5 triliun dari pagu Rp 20 triliun atau setara 67%

    – Bendungan, Irigasi, & Operasi-pemeliharaan Sarpras SDA: Realisasi Rp 11,9 triliun dari pagu Rp 23,0 triliun atau setara 52%

    – Preservasi Jalan dan Jembatan: Realisasi Rp 8,8 triliun dari pagu Rp 17,3 triliun atau setara 51%

    – Kampung nelayan, pergaraman nasional, dan budidaya ikan nila salin (BINS): Realisasi Rp 1,6 triliun dari pagu Rp 2,6 triliun atau setara 62%

    (shc/hns)

  • Program Prioritas Prabowo Sudah Telan Anggaran Rp 611,7 T hingga Oktober

    Program Prioritas Prabowo Sudah Telan Anggaran Rp 611,7 T hingga Oktober

    Jakarta

    Kementerian Keuangan melaporkan realisasi anggaran untuk pelaksanaan program prioritas pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Dalam 10 bulan tahun ini, program-program tersebut telah memakan anggaran Rp 611,7 triliun.

    Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan, realisasi hingga bulan Oktober 2025 tersebut setara dengan 65,8% dari pagu yang telah disiapkan dalam APBN 2025 sebesar Rp 929 triliun.

    “Beberapa program prioritas pemerintah tahun 2025 pagunya Rp 929 triliun dan telah dijalankan sebesar Rp 611,7 triliun atau 65,8% dari target,” kata Suahasil, dalam acara Konferensi Pers APBN KiTa edisi November 2025 di Kantor Kementerian Keuangan, ditulis Sabtu (22/11/2025).

    Berdasarkan bahan paparan yang disajikan Suahasil, total ada 17 program yang terbagi ke dalam empat kategori. Kategori tersebut antara lain penguatan dan proteksi daya beli, pelayanan publik, stabilitas harga dan produksi, serta sarpras publik dan produktivitas.

    Rinciannya antara lain sebagai berikut.

    1. Penguatan & Proteksi Daya Beli

    – Program Keluarga Harapan untuk 10 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM): Realisasi Rp 27,5 triliun dari pagu Rp28,7 triliun atau setara 96%

    – PIP/KIP Kuliah/beasiswa lainnya bagi 14,9 juta Siswa: Realisasi Rp23,8 triliun dari pagu Rp 27,7 triliun atau setara 86%

    – Kartu Sembako/BPNT (termasuk BLTS) untuk 18,3 juta KPM: Realisasi Rp 54,1 triliun dari pagu Rp 58,4 triliun atau setara 93%

    – Bantuan luran PBI JKN kepada 96,8 juta Peserta: Realisasi Rp 40,6 triliun dari pagu Rp 46,5 triliun atau setara 88%

    – TPG/TPD Non PNS bagi 1,2 Guru/Dosen: Realisasi Rp 16,5 triliun dari pagu Rp 21,2 triliun atau setara 78%

    – Program Perumahan untuk 212,6 ribu Rumah: Realisasi Rp 24,8 triliun dari pagu Rp 52,1 triliun atau setara 48%

    2. Pelayanan Publik

    – Makan Bergizi Gratis (MBG) bagi 39,7 juta Penerima: Realisasi Rp 32,7 triliun dari pagu Rp 71 triliun atau setara 46%

    – Cek Kesehatan Gratis & TB bagi 57,2 Juta Peserta, serta revitalisasi 32 RS: Realisasi Rp 5,6 triliun dari pagu Rp 9,3 triliun atau setara 60%

    – Sekolah Rakyat dan Sekolah Unggul Garuda untuk 165 Sekolah: Realisasi Rp 1,4 triliun dari pagu Rp 10,2 triliun atau setara 13%

    3. Stabilisasi Harga & Produksi

    – Subsidi Non Energi, a.l. Subsidi KUR dan Pupuk bagi 9,5 juta Petani: Realisasi Rp 59,5 triliun dari pagu Rp 104,5 triliun atau setara 57%

    – Subsidi/Kompensasi Energi untuk 42,5 juta pelanggan listrik bersubsidi: Realisasi Rp 255,5 triliun dari pagu Rp 394,3 triliun atau setara 65%

    – Lumbung Pangan untuk 2,2 juta hektare kawasan padi: Realisasi Rp 11,8 triliun dari pagu Rp 20,6 triliun pagu atau setara 57%

    – Bulog dan cadangan pangan berupa beras/gabah 2,1 Juta ton: Realisasi Rp 22,1 triliun dari pagu Rp 22,1 triliun atau sudah 100%

    4. Sarpras Publik & Produktivitas

    – Renovasi/Revitalisasi Sekolah untuk 12,5 ribu Sekolah: Realisasi Rp 13,5 triliun dari pagu Rp 20 triliun atau setara 67%

    – Bendungan, Irigasi, & Operasi-pemeliharaan Sarpras SDA: Realisasi Rp 11,9 triliun dari pagu Rp 23,0 triliun atau setara 52%

    – Preservasi Jalan dan Jembatan: Realisasi Rp 8,8 triliun dari pagu Rp 17,3 triliun atau setara 51%

    – Kampung nelayan, pergaraman nasional, dan budidaya ikan nila salin (BINS): Realisasi Rp 1,6 triliun dari pagu Rp 2,6 triliun atau setara 62%

    (shc/eds)

  • Realisasi Penarikan Utang Baru 77,94 Persen hingga Oktober 2025

    Realisasi Penarikan Utang Baru 77,94 Persen hingga Oktober 2025

    JAKARTA — Kementerian Keuangan mencatat hingga 31 Oktober 2025 realisasi penarikan utang mencapai Rp570,1 triliun untuk kebutuhan pembiayaan APBN 2025.

    Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menyampaikan bahwa pemerintah menetapkan proyeksi penarikan utang sepanjang 2025 sebesar Rp731,5 triliun. Dengan demikian, realisasi hingga akhir Oktober tersebut telah mencapai 77,94 persen dari total target.

    “Pembiayaan APBN 2025 kita lakukan dengan terus menjaga prinsip kehatian, fleksibilitas serta disiplin di dalam melakukan dalam batas yang aman,” ujar Suahasil dalam konferensi pers APBN Kita, dikutip Jumat, 21 November.

    Ia menambahkan bahwa pembiayaan utang dengan total Rp731,5 triliun tersebut diperlukan untuk menutup defisit APBN yang diperkirakan sebesar 2,78 persen terhadap PDB.

    Selain itu, pemerintah juga telah memperoleh persetujuan DPR untuk memanfaatkan sisa anggaran lebih (SAL) sebesar Rp85,6 triliun guna menekan kebutuhan penerbitan surat berharga negara (SBN).

    “Kita akan terus melakukan pemenuhan pembiayaan utang sesuai ontrack dengan berbagai macam langkah mitigasi risiko termasuk antara lain melakukan cash buffer, membuat prefunding jika diperlukan, serta active cash and debt management,” tuturnya.

    Lebih lanjut, Suahasil menyebutkan bahwa kondisi pasar SBN menunjukkan perbaikan di tengah ketidakpastian global.

    Ia mencatat bahwa spread yield SBN Valas terhadap US Treasury turun dari 84 basis poin (bps) pada awal tahun menjadi 57 bps pada November 2025.

    Spread yield SBN terhadap US Treasury tenor 10 tahun juga mengalami penurunan dari sekitar 240 bps menjadi 196 bps pada periode yang sama.

    Sebagai pembanding, ia menyebut spread yield obligasi Meksiko terhadap US Treasury yang masih berada di level 478 bps.

    “Ini mencerminkan kita mengelola hutang dengan sangat prudent,” klaimnya