Tag: Sri Wulandari

  • Pembayaran Tepat Waktu, Kunci Pemanfaatan Layanan JKN

    Pembayaran Tepat Waktu, Kunci Pemanfaatan Layanan JKN

    Mojokerto (beritajatim.com) – Melalui Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), negara berkomitmen memastikan seluruh penduduk Indonesia mendapatkan perlindungan jaminan kesehatan. Namun dalam praktiknya, tidak semua peserta JKN dapat memanfaatkan kartu JKN saat dibutuhkan.

    Salah satu warga Kota Mojokerto, Sri Wulandari (56) merupakan peserta JKN yang disiplin. Ndari (sapaan akrab, red) yang sehari-hari berjualan di warung depan rumah, merasakan langsung manfaat dari menjadi peserta JKN aktif saat merasakan gangguan penglihatan beberapa waktu lalu.

    “Setelah diperiksa, saya didiagnosis menderita katarak dan harus menjalani operasi. Saya langsung periksa ke FKTP (Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama) tempat saya terdaftar. Lalu dirujuk ke rumah sakit untuk pemeriksaan lanjutan di poli mata,” ungkapnya, Jumat (2/5/2025).

    Ia didoagnosa menderita katarak dan harus operasi. Ia mengaku cukup tenang karena kartu JKN-nya aktif. Ndari mengaku selalu berusaha membayar iuran di awal bulan agar tidak lupa. Baginya, ini adalah bentuk tanggung jawab sekaligus langkah antisipatif jika sewaktu-waktu membutuhkan layanan kesehatan.

    “Saya ingat sebelum tanggal 10 harus bayar, nggak tenang kalau belum lunas, takut sakit tapi kartu nggak aktif. Repot nanti. Saya bayar tepat waktu saja, biar hati tenang dan nggak ada tanggungan. Langkah kecil ini bentuk komitmen saya. Program JKN sangat membantu saya, saya mendukung agar program ini terus berjalan dengan baik,” katanya.

    Meskipun ia tahu bahwa kartu bisa aktif kembali setelah melunasi tunggakan. Ia juga paham adanya denda pelayanan jika membutuhkan rawat inap setelah kepesertaan nonaktif. Baginya, membayar iuran secara rutin bukan hanya demi kepentingan pribadi tapi semua hal akan menjadi nyaman.

    “Program JKN dapat semakin optimal dan meningkatkan kualitasnya dan disiplin membayar iuran adalah bentuk dukungan terhadap keberlangsungan Program JKN. Ini langkah kecil yang saya lakuka, saya imbau semua peserta JKN untuk rutin bayar iuran. Ini bukan cuma soal manfaat saat sakit, tapi juga soal tanggung jawab bersama demi keberlanjutan program,” tutupnya.

    Sementara itu, Kepala Cabang Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Mojokerto, Elke Winasari mengungkapkan, bahwa salah satu penyebab utama peserta tidak dapat mengakses layanan adalah karena status kepesertaan mereka nonaktif. Hal ini terjadi ketika peserta tidak membayar iuran tepat waktu, yaitu sebelum tanggal 10 setiap bulannya.

    “Kalau bicara keaktifan peserta JKN, khususnya untuk segmen Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) atau peserta mandiri, maka hal itu sangat tergantung pada kepatuhan membayar iuran. Kalau menunggak, otomatis statusnya nonaktif dan saat membutuhkan layanan kesehatan tidak bisa digunakan,” jelasnya.

    Hal ini dialami oleh banyak peserta JKN mandiri yang tidak menyadari bahwa keterlambatan membayar iuran bisa merugikan diri sendiri, terutama saat mereka tiba-tiba membutuhkan pelayanan kesehatan. Sri Wulandari (56) merupakan contoh peserta JKN yang disiplin yang merasakan langsung manfaatnya. [tin/kun]

  • Kebaikan Menular dan Akan Dituai

    Kebaikan Menular dan Akan Dituai

    Jakarta: Berkarier sebagai Senior Account Officer (SAO) di PNM Mekaar, Sri Wulandari atau yang akrab disapa Wulan, telah lama melihat perjuangan perempuan tangguh yang berusaha demi keluarga.

    Salah satunya adalah ibunya yang juga nasabah PNM Mekaar dan mendorongnya untuk turut menjadi bagian dari pemberdaya usaha perempuan prasejahtera.

    Wulan membuktikan bahwa kebaikan yang ditabur akan selalu menemukan jalannya untuk kembali.

    Perempuan muda ini telah menunjukkan bahwa berbagi dengan sesama tidak hanya membawa kebahagiaan, tetapi juga membuka jalan menuju pencapaian yang lebih besar.

    “Dulu waktu saya SMA ibu itu nasabah Mekaar, setiap minggu ada mba AO yang datang ke rumah. Dan saat lulus, Ibu pingin saya bisa bermanfaat juga buat orang lain dan menyuruh saya daftar ke PNM. Karena Ibu merasa bisa jalan terus usahanya berkat dibantu Mekaar,” ceritanya.

    Ia pun menuruti Ibunya untuk bergabung dengan PNM, setelah tidak lolos mendaftar kuliah jurusan kedokteran sesuai cita-citanya.

    “Menurut Ibu buat bermanfaat bagi orang lain ada banyak cara dan enggak harus nunggu jadi hebat,” ujarnya.

    Berbekal keyakinan bahwa sebagian rezeki yang diperoleh adalah hak orang lain, sejak 2018 ia membentuk komunitas sosial bersama rekan-rekannya.

    Melalui inisiatif ini, mereka rutin menyalurkan bantuan kepada Yayasan Kasih Anak Kanker Indonesia dan berbagai panti asuhan.

    Semangat kebaikan yang ia tanam pun menular. Kini komunitasnya berkembang dengan partisipasi dari teman-temannya di unit PNM.

    Bagi Wulan, berbagi bukan tentang seberapa besar yang diberikan, tetapi ketulusan di dalamnya. Prinsip ini ia pelajari sejak kecil, ketika keluarganya tak ragu membantu sesama meski dalam keterbatasan.

    Dedikasi dan kepeduliannya mengantarkan Wulan menjadi salah satu perwakilan PNM dalam Istanbul Youth Summit 2025, sebuah ajang bergengsi bertaraf internasional. Ia berharap semakin banyak generasi muda yang tidak ragu menebar kebaikan, karena setiap perbuatan baik pasti berbalas.

    “Kebaikan sekecil apa pun akan dibalas berkali lipat. Yang penting kita ikhlas dan bersyukur,” ujarnya.

    Kisah inspiratif Wulan menjadi bukti bahwa kepedulian dan ketulusan dapat membawa dampak luas. Karena kebaikan yang diberikan dengan tulus tidak akan pernah hilang, ia akan bertumbuh, menular, dan pada waktunya akan dituai.

    Jakarta: Berkarier sebagai Senior Account Officer (SAO) di PNM Mekaar, Sri Wulandari atau yang akrab disapa Wulan, telah lama melihat perjuangan perempuan tangguh yang berusaha demi keluarga.
     
    Salah satunya adalah ibunya yang juga nasabah PNM Mekaar dan mendorongnya untuk turut menjadi bagian dari pemberdaya usaha perempuan prasejahtera.
     
    Wulan membuktikan bahwa kebaikan yang ditabur akan selalu menemukan jalannya untuk kembali.

    Perempuan muda ini telah menunjukkan bahwa berbagi dengan sesama tidak hanya membawa kebahagiaan, tetapi juga membuka jalan menuju pencapaian yang lebih besar.
     
    “Dulu waktu saya SMA ibu itu nasabah Mekaar, setiap minggu ada mba AO yang datang ke rumah. Dan saat lulus, Ibu pingin saya bisa bermanfaat juga buat orang lain dan menyuruh saya daftar ke PNM. Karena Ibu merasa bisa jalan terus usahanya berkat dibantu Mekaar,” ceritanya.
     
    Ia pun menuruti Ibunya untuk bergabung dengan PNM, setelah tidak lolos mendaftar kuliah jurusan kedokteran sesuai cita-citanya.
     
    “Menurut Ibu buat bermanfaat bagi orang lain ada banyak cara dan enggak harus nunggu jadi hebat,” ujarnya.
     
    Berbekal keyakinan bahwa sebagian rezeki yang diperoleh adalah hak orang lain, sejak 2018 ia membentuk komunitas sosial bersama rekan-rekannya.
     
    Melalui inisiatif ini, mereka rutin menyalurkan bantuan kepada Yayasan Kasih Anak Kanker Indonesia dan berbagai panti asuhan.
     
    Semangat kebaikan yang ia tanam pun menular. Kini komunitasnya berkembang dengan partisipasi dari teman-temannya di unit PNM.
     
    Bagi Wulan, berbagi bukan tentang seberapa besar yang diberikan, tetapi ketulusan di dalamnya. Prinsip ini ia pelajari sejak kecil, ketika keluarganya tak ragu membantu sesama meski dalam keterbatasan.
     
    Dedikasi dan kepeduliannya mengantarkan Wulan menjadi salah satu perwakilan PNM dalam Istanbul Youth Summit 2025, sebuah ajang bergengsi bertaraf internasional. Ia berharap semakin banyak generasi muda yang tidak ragu menebar kebaikan, karena setiap perbuatan baik pasti berbalas.
     
    “Kebaikan sekecil apa pun akan dibalas berkali lipat. Yang penting kita ikhlas dan bersyukur,” ujarnya.
     
    Kisah inspiratif Wulan menjadi bukti bahwa kepedulian dan ketulusan dapat membawa dampak luas. Karena kebaikan yang diberikan dengan tulus tidak akan pernah hilang, ia akan bertumbuh, menular, dan pada waktunya akan dituai.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (FZN)

  • Minta Adanya Evaluasi Polemik Siswa Gagal Ikuti SNBP, Wakil Ketua DPR RI: Jangan Memupus Mimpi Anak-Anak

    Minta Adanya Evaluasi Polemik Siswa Gagal Ikuti SNBP, Wakil Ketua DPR RI: Jangan Memupus Mimpi Anak-Anak

    PIKIRAN RAKYAT – Wakil Ketua DPR RI Cucun Ahmad Syamsurijal meminta adanya evaluasi terkait polemik siswa yang terancam gagal mengikuti Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP) akibat kelalaian dalam melakukan finalisasi Pangkalan Data Sekolah dan Siswa (PDSS) agar tidak kembali terjadi di tahun tahun berikutnya.

    “Jangan memupus mimpi anak-anak karena kelalaian pihak-pihak yang seharusnya bertanggung jawab mengemban amanat ini. Harus ada evaluasi ke depan,” katanya dalam keterangan yang diterima di Jakarta. Pada Kamis, 06 Februari 2025.

    Ia sangat menyesalkan dengan adanya polemik ini, mengingat tidaklah sedikit sekolah yang lalai menjalankan tugas dalam mendaftarkan siswanya agar ikut SNBP.

    Lanjutnya, polemik SNBP yang terjadi ini sangatlah serius, karena menyangkut masa depan generasi penerus bangsa, dimana mereka berhak mendapatkan kesempatan untuk memasuki dunia perkuliahan tanpa melalui tes.

    “Anak-anak ini punya mimpi untuk masa depan mereka, tapi jadi korban karena kelalaian pihak sekolah. Jadi ini bukan hanya soal masalah administrasi, tapi terbuangnya satu kesempatan bagi anak-anak berprestasi meraih cita-cita mereka,” ujarnya.

    Cucun kemudian menyinggung soal dalih sejumlah pihak sekolah yang gagal memfinalisasi data karena kendala infrastruktur hingga jaringan.

    “Saya pikir semua sekolah pasti punya tantangan masing-masing ya. Bahkan berdasarkan keterangan panitia SNBP, ada sekolah yang kualitas infrastruktur jaringan lebih parah tapi berhasil menyelesaikan tugasnya sebelum tenggat waktu berakhir,” terangnya.

    Meskipun begitu, Wakil Ketua DPR RI ini mengapresiasi upaya Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) dalam mengatasi persoalan finalisasi PDSS melalui berbagai layanan, serta berkoordinasi dengan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi (Kemendiktisaintek) yang mengurus soal pendaftaran SNBP.

    “Karena ini menyangkut nasib anak-anak berprestasi kita yang merupakan calon-calon pemimpin bangsa ke depan. Jangan abaikan mereka karena kelalaian pihak lain,” ujar Cucun.

    Terkait kebijakan Kemendiktisaintek yang memberikan perpanjangan bagi pihak sekolah agar dapat kembali mengakses PDSS, Cucun turut mendukung keputusan tersebut, sehingga siswa-siswi berprestasi dapat mendaftar SNBP 2025.

    “Karena anak-anak ini tidak salah tapi justru jadi korban, jangan mereka yang ikut terkena sanksi akibat kelalaian guru atau pihak sekolah. Jadi kalau mau ada tindakan tegas ya dilakukan kepada pihak-pihak yang gagal menginput data, bukan ke siswa,” katanya.

    Wakil Ketua DPR RI menilai, atas kelalaian pihak sekolah, harus ada upaya tambahan dari mereka sebagai bentuk tanggung jawab karena menyebabkan siswa berprestasi terancam tak bisa mengikuti SNBP.

    Ia juga menekankan, dengan adanya polemik ini agar dapat menjadi catatan penting bagi sekolah untuk lebih siap lagi dalam memastikan siswanya bisa mendaftar SNBP di tahun tahun selanjutnya.

    Cucun berharap, ini dapat menjadi pembelajaran penting bagi semua pihak, termasuk bagi pihak kementerian untuk mengadakan tim khusus yang mengawasi sekolah-sekolah dalam proses pendaftaran siswa untuk berkuliah melalui jalur prestasi.

    “Termasuk agar sistem pendaftaran semakin dipermudah, misalnya dengan metode automatically yang bisa mengambil data siswa secara lebih cepat. Jadi bisa mengurangi missed atau kendala teknis di lapangan,” paparnya.***(Sri Wulandari/UIN Sunan Gunung Djati Bandung)

     

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Lebih dari 3.000 Siswa DKI Jakarta Penerima KJP Plus Terancam Putus Sekolah

    Lebih dari 3.000 Siswa DKI Jakarta Penerima KJP Plus Terancam Putus Sekolah

    PIKIRAN RAKYAT – Justin Andrian Sekretaris Komisi E DPRD DKI Jakarta mengatakan, adanya persyaratan yang mengharuskan nilai akademik 70 bagi penerima Kartu Jakarta Pintar (KJP) Plus saat ini, 3.000 lebih siswa terancam putus sekolah.

    Angka tersebut kata Justin, berdasarkan data Dinas Pendidikan (Disdik) Provinsi DKI Jakarta yang menyebut bahwa saat ini terdapat 3.507 siswa penerima KJP Plus yang nilainya kurang dari 70.

    “Kami paham semangatnya adalah untuk anak-anak yang berkomitmen untuk belajar, tapi melihat angkanya juga cukup banyak,” kata Justin usai rapat dengan Disdik DKI Jakarta. Pada Senin, 03 Februari 2025.

    Lanjutnya, Justin menegaskan bahwa jika persyaratan dengan standar nilai itu diterapkan, maka siswa yang putus sekolah dalam jumlah cukup besar akan terjadi di Jakarta. Padahal menurut Justin, kecerdasan anak itu berbeda beda.

    “Ada sekitar 3.000-an anak penerima KJP Plus sekarang yang nilainya di bawah 70 sehingga jangan sampai anak-anak ini juga putus sekolah,” katanya.

    Menurut Justin, dengan melihat dampak kedepannya, yaitu kerugian bagi generasi penerus Jakarta jika kebijakan ini diterapkan, maka ia beserta sebagian besar anggota Komisi E menolak kebijakan baru tersebut.

    Sementara itu Sarjoko, Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta menjelaskan bahwa persyaratan nilai diatas 70 bagi penerima KJP Plus tersebut merupakan masukan dari Tim Transisi Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta terpilih, Pramono Anung-Rano Karno.

    Sarjoko menjelaskan bahwa hal tersebut dilatar belakangi dari alasan awal pemberian KJP Plus yang diperuntukkan bagi pelajar yang Pintar, juga bertujuan untuk memotivasi pelajar agar berusaha belajar lebih keras lagi.

    “Kalau dipresentasikan hanya 2,6 persen saja, relatif kecil. Tapi sekiranya menjadi perhatian maka akan kami bicarakan lebih lanjut dengan tim transisi,” katanya.

    Sebelumnya, sejumlah Anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta juga meminta kepada Disdik untuk mempertimbangkan kembali penerapan persyaratan nilai diatas 70 bagi penerima KJP Plus tersebut.

    “Justru mereka yang menengah ke bawah ini prestasinya kurang baik,” kata Anggota Komisi E Jhonny Simanjuntak.

    Menurutnya, jika persyaratan tersebut diterapkan, dikhawatirkan yang menerima program tersebut bukan lagi orang yang membutuhkan.

    Jhonny mengatakan, karena masyarakat kurang mampu biasanya memiliki nilai akademik yang kurang baik. Dengan pandangan itu, salah satu Anggota DPRD DKI Jakarta ini meminta persyaratan tersebut agar dicabut.

    Jhonny juga menambahkan bahwa setiap anak memiliki kecerdasan yang berbeda, sehingga nilai akademik tidak bisa dijadikan patokan.

    “Standar nilai ini harus dicabut, agar bantuan dari pemerintah bisa tepat sasaran kepada yang membutuhkan,” kata dia.

    Sejalan dengan Jhonny, Anggota Komisi lainnya Muhamad Subki juga mengatakan bahwa dalam persyaratan KPJ Plus dan KMJU ini, nilai tidak bisa menjadi acuan.

    Terlebih lagi, menurut Subki, persyaratan nilai ini tidak sejalan dengan UUD 1945, karena pendidikan merupakan hak seluruh masyarakat.***(Sri Wulandari _UIN Sunan Gunung Djati Bandung)

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Tower di Atap Rumah Warga Bekasi Diklaim Tak Akan Timpa Rumah Tetangga jika Roboh
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        3 Februari 2025

    Tower di Atap Rumah Warga Bekasi Diklaim Tak Akan Timpa Rumah Tetangga jika Roboh Megapolitan 3 Februari 2025

    Tower di Atap Rumah Warga Bekasi Diklaim Tak Akan Timpa Rumah Tetangga jika Roboh
    Tim Redaksi
    BEKASI, KOMPAS.com –
    Eti (42), warga
    Perumahan Telaga Emas
    , Blok K1, RT 06/RW 13, Kelurahan Harapan Baru, Bekasi Utara, Kota Bekasi, berujar bahwa tetangganya, Sri Wulandari, pernah bilang jika
    tower provider
    di atas atap rumahnya jatuh, itu akan seperti sebuah puzzle.
    “Kata Sri Wulandari, ‘kalau
    tower
    yang akan dibangun, jika jatuh, itu lebih aman dan enggak langsung ambruk, seperti puzzle’,” kata Eti, kepada
    Kompas.com
    , Senin (3/2/2025).
    Selain itu, Sri juga bilang ke Eti bahwa
    tower
    tersebut tidak akan berdampak ke rumah sekitar jika nantinya terjatuh.
    “Dia bilang ‘kalau jatuh,
    tower
    -nya itu akan ambruk ke rumah saya (Sri)’,” kata Eti menirukan apa yang diucapkan Sri.
    Saat itu Eti percaya karena ia tidak mengetahui tentang pembangunan
    tower
    secara detail.
    Sementara itu, warga lainnya bernama Baron (41) mengaku sejak awal sudah menolak pendirian
    tower
    di atas atap rumah Sri.
    Sebab, ia khawatir dengan dampak yang ditimbulkan dari keberadaan
    tower
    , di antaranya radiasi hingga roboh akibat badai, petir, dan hujan lebat.
    “Mau
    tower
    kecil atau besar, saya tetap enggak setuju,” tegas Baron dalam kesempatan yang sama.
    Baron juga mengaku bahwa proses sosialisasi pembangunan
    tower
     antara warga dan pengelola
    tower
    sempat dilakukan, tetapi hanya sekali.
    Warga setempat sebelumnya melayangkan gugatan terkait pembangunan
    tower
    di atas rumah Sri ke Pengadilan Negeri Kota Bekasi pada 2023.
    Namun, gugatan tersebut ditolak. Setelah itu, warga mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Bandung.
    Sebelumnya diberitakan, warga Perumahan Telaga Emas, Blok K 1, RT 06/RW 13, Kelurahan Harapan Baru, Bekasi Utara, Kota Bekasi, resah dengan keberadaan tower provider yang berdiri di atas sebuah rumah.
    Keresahan warga berangkat dari struktur tower setinggi 31 meter yang berdiri di atas rumah berlantai dua itu riskan ambruk.
    “Takut (ambruk), kalau ada petir, angin pas hujan, apalagi sekarang musimnya hujan,” ujar seorang warga, Rosmala (42) saat ditemui di lokasi, Jumat (31/1/2025).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Duduk Perkara Warga Bekasi Tak Betah dan Jual Rumahnya karena Ulah Tower Tetangga
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        3 Februari 2025

    Duduk Perkara Warga Bekasi Tak Betah dan Jual Rumahnya karena Ulah Tower Tetangga Megapolitan 3 Februari 2025

    Duduk Perkara Warga Bekasi Tak Betah dan Jual Rumahnya karena Ulah Tower Tetangga
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Dalam dua tahun terakhir, sebuah
    tower provider
    telah berdiri di atas rumah milik pasangan suami-istri, Waluyo dan Sri Wulandari, di
    Perumahan Telaga Emas
    , Blok K1, RT 06/RW 13, Kelurahan Harapan Baru, Bekasi Utara, Kota Bekasi.
    Keberadaan tower ini menimbulkan keresahan di kalangan warga, mengingat lokasinya yang berada di tengah permukiman padat penduduk.
    Kekhawatiran warga semakin meningkat setelah insiden tragis yang terjadi di Desa Karang Satria, Tambun Utara, Kabupaten Bekasi.
    Pada insiden tersebut, seorang pekerja tewas akibat
    runtuhnya coran tower

    provider
    yang berada di atas sebuah musala.
    “Sedih, kami juga ke sana (kejadian di Tambun Utara). Kalau misalnya di posisi kami
    gimana
    . Karena kami (seperti) di sana juga. Ternyata dari awalnya sama persis yang di kami,” ujar seorang warga, Rosmala (42) saat ditemui di lokasi, Jumat (31/1/2025).
    Sebagai dampak dari situasi ini, belasan warga di Perumahan Telaga Emas tak betah dan merasa tidak aman. Mereka memilih untuk menjual rumah mereka.
    Mereka bahkan memasang spanduk di depan rumah sebagai tanda rumah dijual sekaligus sebagai bentuk protes terhadap keberadaan tower.
    Namun, meski sudah dua tahun berlalu, rumah-rumah tersebut tak kunjung laku.
    “Iya, yang penting keselamatan kami. Kalau ada yang mau beli,
    Alhamdulillah
    . Tapi faktanya tidak ada yang mau,” ungkap Ketua RT setempat, Rosadi (39), saat ditemui di kediamannya, Jumat (31/1/2025).
    Menurut Rosadi,
    warga merasa tertipu
    oleh Sri Wulandari, pemilik rumah yang atap lantai duanya dijadikan fondasi tower.
    Sebelum pembangunan dimulai, Sri Wulandari sempat menginformasikan bahwa tower yang akan dibangun hanyalah tower penguat sinyal jenis
    monopole
    yang berukuran kecil.
    Warga menyetujui karena mereka mengira tower tersebut tidak akan menimbulkan risiko.
    Namun, saat konstruksi berjalan, bentuk tower ternyata jauh lebih besar dari yang dijanjikan.
    “Kalau
    monopole
    itu kecil, tapi ini besar. Warga langsung menolak, akhirnya pembangunan sempat terhenti selama tiga bulan,” terang Rosadi.
    Sejak awal pembangunan pada Agustus 2023, warga telah berulang kali menyampaikan protes dan penolakan terhadap tower tersebut.
    Mereka bahkan mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Kota Bekasi, namun gugatan itu ditolak.
    Dalam gugatan tersebut, warga menuntut pemilik rumah, kontraktor, subkontraktor, serta pemerintah setempat.
    Setelah ditolak di pengadilan tingkat pertama, warga mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Bandung pada Januari 2024.
    “Bandingnya sudah diajukan,” tegas Rosadi.
    Setelah hampir dua tahun tanpa kepastian, warga kini meminta perhatian dari Wali Kota Bekasi terpilih, Tri Adhianto, serta Gubernur Jawa Barat terpilih, Dedi Mulyadi.
    Rosmala, berharap agar kedua tokoh tersebut meninjau ulang izin pendirian tower.
    “Kepada Pak Tri, Pak Dedi Mulyadi, tolong kami diperhatikan, ditinjau kembali izinnya, dilihat langsung lokasinya,” ujar Rosmala.
    Ia mengaku hidup dalam ketakutan sejak tower seberat lima ton itu berdiri di atas rumah tetangganya itu.
    Kekhawatirannya semakin bertambah, terutama saat hujan dan angin kencang melanda.
    “Takut, apalagi kalau ada petir dan angin saat hujan. Kalau ajal di tangan Allah, ya. Tapi masa harus mati karena ketakutan?” ungkapnya.
    Di tengah kondisi cuaca yang tak menentu, Rosmala berharap keselamatan warga menjadi prioritas dan pemerintah segera mengambil tindakan tegas terkait tower tersebut.
    (Penulis: Achmad Nasrudin Yahya )

    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 7
                    
                        Rumah yang Atapnya Dijadikan Pondasi Tower BTS di Bekasi Temboknya Retak
                        Megapolitan

    7 Rumah yang Atapnya Dijadikan Pondasi Tower BTS di Bekasi Temboknya Retak Megapolitan

    Rumah yang Atapnya Dijadikan Pondasi Tower BTS di Bekasi Temboknya Retak
    Tim Redaksi
    BEKASI, KOMPAS.com
    – Tembok rumah yang atapnya dijadikan pondasi tower Base Transceiver Station (BTS) di Perumahan Telaga Emas, Blok K 1, RT 06/RW 13, Kelurahan Harapn Baru, Bekasi Utara, Kota Bekasi, mulai retak.
    Tower setinggi 31 meter itu berdiri di atas rumah berlantai dua milik pasangan suami-istri, Waluyo dan Sri Wulandari.
    Pengamatan
    Kompas.com
    di lokasi pada Minggu (2/2/2025), tembok di lantai dua bagian depan terlihat retak.
    Terdapat dua titik keretakan, yakni di atas pintu dan di atas jendela. Kondisi ini membuat warga setempat kian resah. Warga khawatir tower tersebut mengancam keselamatan mereka karena riskan ambruk.
    “Ya jelas takut, khawatir, apalagi ini menyangkut nyawa orang banyak, kalau ambruk gimana,” kata Ketua RT 06/RW 13 Harapan Baru, Rosadi saat ditemui di lokasi, Minggu (2/2/2025).
    Sementara, Anggota Komisi III DPRD Kota Bekasi, Muhammad Kamil Syaiku, mendesak Pemerintah Kota Bekasi untuk segera menangani polemik terkait keberadaan tower tersebut.
    “Ini harus jadi perhatian pemerintah untuk bagaimana solusinya. Ini kan permukiman padat, dan banyak dampak negatif jika terjadi sesuatu,” ujar Kamil.
    Kamil menekankan pentingnya respons cepat dari Pemkot Bekasi untuk meredakan keresahan warga.
    Ia berharap pemerintah dapat segera mencari solusi agar warga tidak merasa was-was akan keselamatan mereka.
    “Saya berharap juga Pemerintah Kota Bekasi cepat responsif untuk menangani masalah ini. Bagaimana solusinya dan mudah-mudahan cepat dicari solusinya,” ungkapnya.
    Sebelumnya diberitakan, warga Perumahan Telaga Emas, Blok K 1, RT 06/RW 13, Kelurahan Harapn Baru, Bekasi Utara, Kota Bekasi, resah dengan keberadaan tower provider yang berdiri di atas rumah.
    Keresahan warga berangkat dari struktur tower yang riskan ambruk karena berdiri di atas rumah salah satu warga.
    “Takut (ambruk), kalau ada petir, angin pas hujan, apalagi sekarang musimnya hujan,” ujar seorang warga, Rosmala (42) saat ditemui di lokasi, Jumat (31/1/2025).
    Adapun tower tersebut berdiri di atas rumah milik pasangan suami-istri, Waluyo dan Sri Wulandari.
    Tower tersebut berdiri di tengah permukiman warga padat penduduk sejak dua tahun lalu. Sepintas, struktur tower serupa dengan menara provider yang corannya runtuh di atas sebuah musala di Desa Karang Satria, Tambun Utara, Kabupaten Bekasi, beberapa waktu lalu.
    Insiden yang menewaskan satu pekerja itu membuat warga Perumahan Telaga Emas semakin khawatir. Mereka takut peristiwa tersebut juga terjadi di wilayahnya karena pendirian tower yang tak sesuai.
    “Sedih, kami juga ke sana (ke Tambun Utara). Kalau misalnya di posisi kami gimana. Karena kami ke sana juga, dan ternyata dari awalnya sama persis yang di kami,” imbuh dia.
    Selain itu, warga merasa ditipu oleh Sri Wulandari. Pasalnya, sebelum pembangunan berjalan pada Juli 2023, Sri Wulandari sempat meminta persetujuan kepada warga untuk mendirikan tower penguat sinyal sejenis tower monopole.
    Akan tetapi, ketika pembangunan berjalan, warga mulai menaruh kecurigaan. Sebab, struktur tower yang dibangun sama sekali tak menyerupai tower penguat sinyal.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 9
                    
                        DPRD Tinjau Tower BTS yang Bikin Warga Bekasi Ramai-ramai Jual Rumahnya
                        Megapolitan

    9 DPRD Tinjau Tower BTS yang Bikin Warga Bekasi Ramai-ramai Jual Rumahnya Megapolitan

    DPRD Tinjau Tower BTS yang Bikin Warga Bekasi Ramai-ramai Jual Rumahnya
    Tim Redaksi
    BEKASI, KOMPAS.com –
    Anggota Komisi III
    DPRD Kota Bekasi
    , Muhammad
    Kamil Syaikhu
    , meninjau tower
    base transceiver station
    (BTS) di Perumahan Telaga Mas, Blok K 1, RT 06/RW 13, Kelurahan Harapan Baru, Bekasi Utara, pada Minggu (2/2/2025).
    Kamil tiba di lokasi sekitar pukul 10.00 WIB dan disambut oleh puluhan warga yang sejak awal menolak keberadaan tower tersebut.
    Di lokasi, politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu melihat struktur tower setinggi 31 meter yang berdiri di atap rumah warga itu dari jarak jauh.
    Kamil kemudian berbincang dengan warga selama sekitar 30 menit untuk mencari solusi terkait polemik yang ada.
    “Hari ini saya diundang oleh warga RW 13. Ini sudah kewajiban saya untuk memberikan pelayanan ya, berupa advokasi,” kata Kamil setelah pertemuan dengan warga di lokasi.
    Dari hasil diskusi, Kamil menyampaikan bahwa warga meminta agar tower tersebut dibongkar karena dianggap membahayakan keselamatan mereka.
    “Menurut saya juga, berdirinya tower ini juga akan membahayakan juga jika ada sesuatu,” ungkapnya.
    Setelah peninjauan, Kamil berjanji akan menyampaikan aspirasi warga kepada pimpinan DPRD Kota Bekasi.
    Ia berharap audiensi dapat dilaksanakan secepatnya agar masalah tower tersebut dapat segera ditemukan solusinya.
    “Ya namanya dalam proses seperti ini, mudah-mudahan ya ikhtiar kita bisa berhasil gitu ya,” pungkas dia.
    Sebelumnya, warga Perumahan Telaga Emas, Blok K 1, RT 06/RW 13, Kelurahan Harapan Baru, Kota Bekasi, telah menyatakan keresahan mereka terkait keberadaan
    tower provider
    yang berdiri di atas rumah.
    Hal itu membuat belasan
    warga Bekasi
    menjual rumahnya karena khawatir terpapar
    radiasi tower

    provider
    .
    Keresahan ini muncul karena struktur tower yang dianggap riskan ambruk, terutama saat cuaca buruk.
    “Takut (ambruk), kalau ada petir, angin pas hujan, apalagi sekarang musimnya hujan,” ujar Rosmala (42), salah satu warga, saat ditemui di lokasi pada Jumat (31/1/2025).
    Tower tersebut berdiri di atas rumah milik pasangan suami-istri, Waluyo dan Sri Wulandari, dan telah ada di permukiman warga padat penduduk selama dua tahun.
    Warga semakin khawatir setelah insiden runtuhnya menara provider di Desa Karang Satria, Tambun Utara, Kabupaten Bekasi, yang menewaskan satu pekerja.
    “Sedih, kami juga ke sana (kasus Tambun Utara). Kalau misalnya di posisi kami gimana. Karena kami ke sana juga, dan ternyata dari awalnya sama persis yang di kami,” imbuh Rosmala.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Dua Tahun Hidup di Bawah Tower Tetangga, Mengapa Protes Warga Bekasi Tak Kunjung Didengar?
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        2 Februari 2025

    Dua Tahun Hidup di Bawah Tower Tetangga, Mengapa Protes Warga Bekasi Tak Kunjung Didengar? Megapolitan 2 Februari 2025

    Dua Tahun Hidup di Bawah Tower Tetangga, Mengapa Protes Warga Bekasi Tak Kunjung Didengar?
    Tim Redaksi
    BEKASI, KOMPAS.com –

    Pembangunan tower
    provider di tengah Perumahan Telaga Mas, Blok K 1, RT 06/RW 13, Kelurahan Harapan Baru, Bekasi Utara, Kota Bekasi, menimbulkan polemik di kalangan warga setempat.
    Keberadaan tower setinggi 31 meter ini dianggap mengancam keselamatan jiwa mereka karena dinilai riskan ambruk.
    Sejak
    pembangunan tower
    dimulai pada Agustus 2023, warga telah berulang kali bersuara menyampaikan protes dan penolakan.
    Dalam upaya hukum, mereka bahkan melayangkan gugatan ke Pengadilan Negeri Kota Bekasi, namun sayangnya gugatan tersebut ditolak.
    “Hingga saat ini, suara protes kami tak kunjung didengar oleh pejabat setempat,” kata Rosadi, Ketua RT 006/RW013.
    Kini, mereka berharap agar pemangku kebijakan segera turun tangan untuk membongkar tower tersebut.
    Berdirinya tower di Perumahan Telaga Mas tidak lepas dari peran Sri Wulandari, pemilik rumah yang atapnya dijadikan sebagai pondasi tower.
    Warga merasa tertipu oleh tindakan Sri Wulandari, yang sebelum pembangunan, meminta persetujuan mereka untuk mendirikan tower penguat sinyal berukuran kecil.
    Sri meminta restu untuk mendirikan sebuah tower penguat sinyal sejenis tower monopole milik salah satu perusahaan swasta di daerah Jakarta Selatan.
    Namun, saat pembangunan berlangsung, struktur tower yang dibangun sama sekali berbeda dari yang dijanjikan.
    “Kalau monopole kecil, lah ini besar. Warga saat itu langsung menolak, pembangunan berhenti tiga bulan,” ungkap Rosadi.
    Setelah itu, sikap warga semakin tegas, menolak keberadaan tower yang mereka anggap mengancam keselamatan jiwa.
    Tak hanya berusaha melalui protes, warga juga menempuh jalur hukum. Mereka menggugat pemilik rumah, kontraktor, subkontraktor, dan pemerintah setempat ke pengadilan.
    Sayangnya, gugatan itu ditolak, dan ketidakpuasan warga mendorong mereka untuk mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Bandung pada Januari 2024.
    “Bandingnya sudah diajukan,” kata Rosadi menegaskan.
    Seiring dengan keberadaan tower, belasan warga terpaksa menjual rumah mereka karena khawatir akan keselamatan dan potensi radiasi dari tower.
    “Iya, yang penting keselamatan kita. Kalau ada yang mau beli, alhamdulillah, tapi faktanya tidak ada yang mau beli,” ungkap Rosadi.
    Pengamatan
    Kompas.com
    di lokasi, banyak iklan penjualan rumah yang dipasang melalui spanduk di setiap pintu gerbang kediaman mereka.
    Lewat spanduk itu, mereka juga menyampaikan protes penolakan.
    Rosadi mengungkapkan bahwa spanduk tersebut tersebut dipasang hampir dua tahun lalu, tepat setelah tower berdiri di wilayah mereka.
    “Dari awal penolakan. Kita sering pasang, menolak, ganti pasang lagi,” ungkap dia.
    Setelah hampir dua tahun tak kunjung didengar, warga kini meminta perhatian dari calon wali kota Bekasi Tri Adhianto dan Gubernur Jawa Barat terpilih, Dedi Mulyadi.
    Rosmala (39), salah satu warga, berharap agar mereka melihat kembali izin pendirian tower tersebut.
    “Kepada Pak Tri, Pak Dedi Mulyadi, tolong kami dilirik, ditinjau kembali izinnya, dilihat lokasinya,” ujarnya.
    Rosmala mengaku hidupnya kini diselimuti keresahan setiap harinya sejak tower tersebut berdiri hampir dua tahu.
    Ia khawatir tower tersebut sewaktu-waktu ambruk menimpa rumah warga. Mengingat, pendirian tower seberat 5 ton itu dianggap tak wajar karena memancang di atas rumah.
    “Takut, kalau ada petir, angin pas hujan, apalagi sekarang musimnya hujan. Kalau mati kan di tangan Allah ya, masa harus mati gara-gara ketakutan,” ungkap Rosmala.
    Dalam suasana cuaca yang tidak menentu, Rosmala berharap agar keselamatan warga lebih diprioritaskan dan mendapatkan perhatian yang serius dari pemimpin daerah.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Dua Tahun Hidup di Bawah Tower Tetangga, Mengapa Protes Warga Bekasi Tak Kunjung Didengar?
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        2 Februari 2025

    Ada Tower Provider di Atap Tetangga, Warga Bekasi Minta Tolong ke Tri hingga Dedi Mulyadi agar Dibongkar Megapolitan 1 Februari 2025

    Ada Tower Provider di Atap Tetangga, Warga Bekasi Minta Tolong ke Tri hingga Dedi Mulyadi agar Dibongkar
    Tim Redaksi
    BEKASI, KOMPAS.com –
    Warga Perumahan Telaga Emas, Blok K 1, RT 06/RW 13, Kelurahan Harapn Baru, Bekasi Utara, Kota Bekasi, ramai-ramai meminta tolong ke Wali Kota Bekasi terpilih, Tri Adhianto hingga Gubernur Jawa Barat terpilih, Dedi Mulyadi.
    Permintaan tersebut berangkat dari keresahan mereka atas berdirinya
    tower provider
    setinggi 31 meter yang dibangun di salah satu atap rumah tetangga mereka.
    Salah satu warga, Rosmala (39) berharap mendapat perhatian dari Tri dan Dedi agar
    tower
    tersebut dibongkar karena mengancam keselamatan warga.
    “Kepada Pak Tri, Pak Dedi Mulyadi, tolong kita dilirik, ditinjau kembali izinnya, dilihat lokasinya,” ujar Rosmala saat ditemui di lokasi, Jumat (31/1/2025).
    Rosmala mengaku dirinya merasa resah setiap hari sejak
    tower
    tersebut berdiri hampir dua tahun silam.
    Ia khawatir
    tower
    tersebut sewaktu-waktu ambruk menimpa rumah warga. Pasalnya, pendirian
    tower
    seberat 5 ton itu dianggap tak wajar karena memancang di atas rumah warga.
    “Takut, kalau ada petir, angin pas hujan, apalagi sekarang musimnya hujan, sudah dua tahun kita ngerasain seperti ini. Kalau mati kan di tangan Allah ya, masa harus mati gara-gara ketakutan,” ungkap Rosmala.
    Adapun
    tower
    tersebut dibangun di atas rumah sepasang suami-istri, Waluyo dan Sri Wulandari, sejak Agustus 2023.
    Pondasi
    tower
    memanfaatkan atap rumah dengan diperkuat material baja sebagai tumpuan beban struktur
    tower
    .
    Ketua RT 006/RW 013, Rosadi (39) mengungkapkan, warga tak mengira lingkungannya yang notabene padat penduduk akan berdiri sebuah
    tower
    besar.
    Sebelum pembangunan dilakukan, pemilik rumah meminta persetujuan warga untuk mendirikan
    tower
    penguat sinyal sejenis
    tower
    monopole.
    Pembangunan
    tower
    tersebut diduga diprakarsai oleh salah satu perusahaan swasta yang berkantor di Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
    Saat itu, warga menyetujui begitu saja karena mengira struktur
    tower
    penguat sinyal berukuran kecil.
    Ketika pembangunan tahap awal mulai berjalan, warga pun mulai menaruh kecurigaan.
    Pasalnya, struktur
    tower
    yang dibangun tak seperti yang diutarakan oleh pemilik rumah. Sebab,
    tower
    yang dibangun masuk ke kategori
    self supporting

    tower
    (SST).
    “Kalau monopole kecil, lah ini besar. Warga saat itu langsung menolak, pembangunan berhenti tiga bulan,” ungkap dia.
    Selain protes penolakan, warga juga menempuh jalur hukum. Mereka menggugat pemilik rumah, kontraktor, subkontraktor, dan pemerintah setempat ke pengadilan.
    Akan tetapi, gugatan tersebut ditolak. Tak puas dengan putusan gugatan, warga kembali melawan dengan mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Bandung pada Januari 2024.
    “Bandingnya sudah diajukan,” ungkap Rosadi.
    Imbas pendirian
    tower
    tersebut, belasan warga terpaksa menjual rumahnya karena khawatir terpapar radiasi
    tower
    provider.
    Rosadi (39) mengatakan, warga terpaksa menjual rumahnya karena khawatir akan keselamatan mereka pasca-pendirian
    tower
    .
    “Iya, yang penting keselamatan kami. Kalau misalnya ada yang mau beli, Alhamdulillah. Tapi faktanya tidak ada yang mau beli,” ungkap Rosadi.
    Pengamatan
    Kompas.com
    di lokasi, sejumlah warga mengiklankan penjualan rumah melalui spanduk yang dipasang di setiap pintu gerbang kediamannya.
    Selain iklan penjualan, mereka juga menjadikan spanduk sebagai tempat mereka menyampaikan protes penolakan pendirian
    tower provider
    .
    Rosadi mengungkapkan, spanduk tersebut tersebut dipasang hampir dua tahun lalu, tepat setelah
    tower
    berdiri di wilayah mereka.
    “Dari awal penolakan. Kami sering pasang, menolak, ganti pasang lagi,” pungkas dia.
    Kini, warga berharap akan kehadiran pemerintah setempat untuk membongkar
    tower
    tersebut.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.