Tag: Soerjanto Tjahjono

  • KNKT Sebut Mobil Listrik Berisiko Terbakar di Kapal Laut, Produsen Bilang Aman

    KNKT Sebut Mobil Listrik Berisiko Terbakar di Kapal Laut, Produsen Bilang Aman

    Jakarta

    Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) mengatakan mobil listrik lebih rentan terbakar saat berada di kapal laut. Ketua KNKT Soerjanto Tjahjono mengungkapkan, pihaknya meminta jumlah kendaraan listrik di kapal dibatasi.

    “Mengenai EV, waktu itu kesepakatannya dengan teman-teman Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan (GAPASDAP) untuk membatasi jumlah kendaraan listrik menggunakan kapal dan kalau bisa EV itu ditaruh dekat ramp door kapal, karena itu salah satu solusi terbaik,” ujar Soerjanto seperti dikutip Antara.

    Sebab, menurutnya, hal tersebut dikarenakan mobil listrik lebih berisiko terbakar ketika berada di atas kapal. Kalau mobil listrik tersebut terbakar di atas kapal, maka sulit untuk dipadamkan.

    Namun, produsen mobil listrik Neta, bilang mobil listrik tetap aman saat berada di atas kapal laut. PT NETA Auto Indonesia (NETA), sebagai distributor kendaraan listrik, menegaskan bahwa mobil listriknya dirancang aman untuk segala jenis perjalanan, termasuk pengangkutan melalui jalur laut.

    External Affairs and Product Director PT NETA Auto Indonesia Fajrul Ilhami, menyampaikan hingga saat ini tidak pernah terjadi insiden kebakaran pada mobil listrik NETA yang telah dikirim melalui jalur laut. Seluruh unit mobil listrik NETA yang diproduksi di China dan dikirim ke berbagai pasar, termasuk Indonesia, menggunakan kapal laut tanpa insiden yang mengkhawatirkan.

    “Seluruh unit yang dikirim dalam kondisi Completely Built-Up (CBU) dari Tiongkok ke Indonesia dan pasar global lainnya telah membuktikan bahwa mobil listrik NETA aman didistribusikan melalui jalur laut, tentunya ini juga aman untuk dibawa bepergian keluar pulau melalui kapal ferry dan sejenisnya, sehingga pengguna mobil listrik tidak perlu khawatir akan hal tersebut dan dapat bepergian dengan aman dan nyaman,” ujar Fajrul dalam keterangan tertulisnya.

    Neta telah membuktikannya. After Sales Senior Manager Januar Eka Sapta menambahkan, mobil Neta telah mengikuti perjalanan Jakarta-Mandalika dalam acara PLN bertajuk EV Journey pada 2024 dan tidak terjadi apa-apa.

    “Pada perjalanan ini, NETA melakukan penyeberangan laut dari Pelabuhan Ketapang (Jawa Timur) menuju Pelabuhan Gilimanuk (Bali), dan dari Pelabuhan Padang Bai (Bali) menuju Pelabuhan Lembar (Lombok). Selama perjalanan tersebut, mobil NETA sangat aman berada di atas kapal,” katanya.

    Untuk mendukung perjalanan, NETA membagikan beberapa tips penting bagi pengguna mobil listrik yang akan bepergian menggunakan kapal laut:

    1. Lakukan Pemeriksaan Kendaraan Secara Menyeluruh

    Sebelum memulai perjalanan, pastikan baterai mobil listrik sudah terisi penuh, mengingat biasanya tidak tersedia fasilitas pengisian daya di kapal laut. Pastikan juga kendaraan dalam kondisi optimal dengan memeriksa mesin, tekanan ban, dan komponen penting lainnya sebelum melakukan perjalanan jauh.

    2. Matikan Mesin dan Pastikan untuk Mengaktifkan Rem Parkir

    Saat mobil diparkir di dalam kapal, pastikan mesin dalam keadaan mati dan rem parkir telah diaktifkan untuk mencegah pergerakan kendaraan selama pelayaran.

    3. Ikuti Petunjuk dan Prosedur Kapal

    Patuhi arahan, peraturan serta instruksi dari kapal terkait pengaturan parkir dan langkah-langkah keselamatan selama berada di kapal, untuk mencegah terjadinya risiko kecelakaan selama perjalanan.

    (rgr/din)

  • KNKT Sebut Mobil Listrik Lebih Berisiko Terbakar di Kapal Laut

    KNKT Sebut Mobil Listrik Lebih Berisiko Terbakar di Kapal Laut

    Jakarta

    Mobil listrik disebut lebih rentan terbakar saat berada di kapal laut. Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) memberikan rekomendasi ini.

    KNKT menyebut, mobil listrik atau electric vehicle (EV) lebih rentan terbakar saat berada di atas kapal. Maka dari itu, Ketua KNKT Soerjanto Tjahjono mengungkapkan, pihaknya meminta jumlah kendaraan listrik di kapal dibatasi.

    “Mengenai EV, waktu itu kesepakatannya dengan teman-teman Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan (GAPASDAP) untuk membatasi jumlah kendaraan listrik menggunakan kapal dan kalau bisa EV itu ditaruh dekat ramp door kapal, karena itu salah satu solusi terbaik,” ujar Soerjanto seperti dikutip Antara.

    Sebab, menurutnya, hal tersebut dikarenakan mobil listrik lebih berisiko terbakar ketika berada di atas kapal. Kalau mobil listrik tersebut terbakar di atas kapal, maka sulit untuk dipadamkan.

    Investigator Pelayaran KNKT Bambang Safari Alwi mengatakan, memang saat ini sudah ada persyaratan khusus mengenai penempatan kendaraan listrik di atas kapal. Hal itu diatur dalam Surat Edaran Nomor SE-DRJD 7 Tahun 2024 tentang Tata Cara Pemuatan Kendaraan Listrik Berbasis Baterai Di Atas Kapal Angkutan Penyeberangan Pada Periode Masa Angkutan Lebaran Tahun 2024/1445 H.

    Menurut Bambang, harus terdapat area khusus yang dilengkapi lapisan pelindung kebakaran (insulation) A-60 sehingga kalau terjadi kebakaran mobil listrik maka lapisan tersebut akan bertahan selama 60 menit. Hal itu akan memberikan waktu kepada para personel kapal untuk melakukan evakuasi penumpang atau untuk berusaha melakukan upaya pemadaman kebakaran mobil listrik.

    Kendaraan listrik juga tidak boleh ditempatkan di atas kamar mesin kapal karena suhu panas yang berasal dari ruang mesin kapal. Kemudian di sekitar lokasi untuk kendaraan listrik tersebut dilengkapi sejumlah alat keselamatan. Lalu area atau ruangan tersebut harus mudah diawasi. Awak kapal juga dibuatkan jadwal untuk patroli di lokasi kendaraan listrik untuk memastikan kondisi aman.

    Bambang mengatakan, hingga saat ini belum ada metode pemadaman yang efektif untuk mobil listrik (EV) di atas kapal mengingat risiko kemungkinan terbakarnya mobil listrik lebih berisiko dibandingkan kendaraan konvensional.

    “Ini merupakan cara mitigasi kita bagaimana mencegah terjadinya kebakaran EV, karena sampai saat ini belum ada cara yang paling efektif untuk memadamkan mobil listrik yang terbakar,” kata Bambang.

    Berdasarkan Surat Edaran Nomor SE-DRJD 7 Tahun 2024 yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan, disebutkan bahwa kendaraan listrik dikumpulkan pada satu area yang diberi penanda khusus oleh pemilik kapal atau operator kapal sehingga mudah dilakukan pengawasan.

    Kendaraan listrik yang akan dimuat harus dilaporkan pada operator pelabuhan dan dicatat dalam manifest dan pemuatannya harus memenuhi ketentuan stabilitas dan garis muat.

    (rgr/din)

  • Awas Liburan Maut, Lakukan Ini Sebelum Beli Tiket Bus Pariwisata

    Awas Liburan Maut, Lakukan Ini Sebelum Beli Tiket Bus Pariwisata

    Jakarta, CNBC Indonesia – Hasil survey Kementerian Perhubungan (Kemenhub) terkait potensi peregerakan nasional libur Natal 2024 dan Tahun Baru 2025 (Nataru) menunjukkan, sebanyak 110,67 juta orang akan melakukan perjalanan. Sebanyak 45,68% atau 50,55 juta orang diantaranya melakukan perjalanan dengan alasan berlibur ke lokasi wisata.

    Survey itu menemukan, sebanyak 36,07% atau 39,92 juta akan melakukan perjalanan menggunakan mobil pribadi dan 17,71% atau 19,60 juta orang dengan sepeda motor pribadi.

    Selain itu, sebanyak 15,04% atau 16,65 juta orang diprediksi akan melakukan perjalanan menggunakan bus. Meski, jika menurut prediksi terkoreksi, potensi warga berlibur menggunakan bus selama libur Nataru 2024/2025 adalah 6,54 jut orang. Angka prediksi terkoreksi diperoleh setelah memperhitungkan realisasi di periode sama tahun sebelumnya.

    “Mobilitas masyarakat pada periode Nataru menunjukkan tingginya animo masyarakat yang bepergian di akhir tahun untuk mengunjungi tempat-tempat wisata karena periode tersebut bersamaan dengan liburan sekolah. Maka, keselamatan transportasi wisata harus benar-benar mendapat perhatian khusus,” kata Wakil Ketua Pemberdayaan dan Penguatan Wilayah MTI Pusat Djoko Setijowarno dalam keterangan diterima CNBC Indonesia, dikutip Rabu (18/12/2024). 

    “Warga yang akan menyewa bus wisata tidak hanya memperhatikan tarif sewa yang murah. Namun aspek fasilitas keselamatan perlu mendapat perhatian, seperti ketersediaan alat P3K, palu pemecah kaca, pemadam kebakaran, dan pintu darurat,” tambahnya.

    Menurut Djoko, sampai saat ini masih ada sejumlah bus yang tidak memiliki izin dan tidak melakukan uji kelayakan kendaraan bermotor atau kir.

    “Warga jangan terjebak dengan harga sewa yang murah, namun tidak memberikan layanan dan jaminan keselamatan. Pengemudi diminta yang mengetahui rute mencapai lokasi wisata yang dituju,” tegasnya.

    Pemerintah, lanjutnya, sebenarnya telah mengeluarkan kebijakan untuk menjamin keselamatan menggunakan transportasi wisata. Hal itu, diantaranya tercantum dalam Surat Edaran Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif No. SE/8/DI.01.01/MK/2022 tentang Keselamatan Transportasi Wisata.

    “Surat Edaran itu menyebutkan, pertama, pengguna jasa transportasi wisata (Biro Perjalanan Wisata dan Wisatawan) menggunakan transportasi wisata yang sesuai dengan persyaratan wisata yang sesuai dengan persyaratan teknis dan laik jalan serta memiliki perizinan resmi,” paparnya. 

    Kedua, agar tempat wisata dan taman rekreasi ikut serta mendukung dengan menyediakan tempat istirahat bagi pengemudi transportasi wisata.

    Ketiga, perusahaan jasa transportasi wisata melakukan pengecekan secara rutin pelaksanaan dan pengawasan terhadap penerapan sistem manajemen keselamatan. Keempat, perusahaan jasa transportasi wisata yang telah memiliki izin resmi memastikan telah melakukan pengutipan iuran wajib sebagai bentuk tanggung jawab dalam memberikan jaminan perlindungan dasar pada wisatawan yang menjadi korban kecelakaan penumpang umum. Kelima, perusahaan jasa transportasi wisata harus memperhatikan jumlah penumpang agar tidak melebihi kapasitas.

    Keenam, pemerintah daerah, asosiasi dan khususnya pengguna transportasi wisata serta seluruh pihak diharapkan turut membantu pengawasan terhadap penerapan standar manajemen keselamatan transportasi pada angkutan transportasi wisata dan melaporkan kepada pihak yang berwenang apabila terdapat pelanggaran,” bebernya.

    “Keberhasilan pemerintah menyelenggarakan Nataru 2024/2025 akan menjadi modal awal persiapan membenahi penyelenggaraan musim mudik Lebaran 2025 yang berlangsung tidak lama lagi,” tukas Djoko.

    Foto: cara cek kelayakan bus. (Dok: https://mitradarat.dephub.go.id/ )
    cara cek kelayakan bus. (Dok: https://mitradarat.dephub.go.id/ )

    Cek Kelayakan Bus Pakai Cara Ini

    Mengutip situs resmi Kementerian Perhubungan, calon penumpang dapat melakukan pengecekan sendiri untuk memastikan bus pariwisata yang ditumpanginya layak jalan atau tidak.

    Salah satunya dengan meminta pengemudi menunjukkan surat Uji KIR dan kelengkapan kendaraan lainnya.

    Atau, pengecekan izin dan kelaikan armada bus juga bisa dilakukan melalui https://mitradarat.dephub.go.id/.

    Sebelumnya, melansir detikoto, Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Soerjanto Tjahjono mengatakan, kebanyakan sopir truk atau bus tidak dibekali pelatihan dalam menjalankan tugas profesinya.

    Jika melihat catatan peristiwa beberapa waktu lalu, kecelakaan maut melibatkan bus terjadi pada Sabtu (11/5/2024)pukul 18.45 WIB di Jalan Raya Kp. Palasari Ds. Palasari, Ciater, Subang, Jawa Barat.

    Kronologinya, bus Trans Putera Fajar yang bernomor polisi AD 7524 OG itu membawa rombongan siswa SMK Lingga Kencana, Depok. Bus yang mengarah dari Bandung menuju Subang itu tiba-tiba oleng ke arah kanan dan menabrak sepeda motor yang berada di jalur berlawanan dan bahu jalan sehingga bus terguling. 11 orang dilaporkan meninggal akibat kecelakaan itu.

    (dce/dce)

  • KNKT Soroti Kecelakaan Kapal Ro-ro di Kalimantan Selatan

    KNKT Soroti Kecelakaan Kapal Ro-ro di Kalimantan Selatan

    Bisnis.com, JAKARTA – Komite Nasional Keselamaran Transportasi (KNKT) menyoroti kecelakaan yang melibatkan kapal ro-ro termasuk kebakaran dan tenggelamnya kapal. Adapun rekomendasi keselamatan belum dilaksanakan sama sekali oleh penerima rekomendasi.

    Ketua KNKT Soerjanto Tjahjono mengatakan isu kebakaran kapal ro-ro menjadi perhatian khusus. Sepanjang 2024, KNKT menginvestigasi aran kecelakaan kapal yang di antaranya merupakan kapal Ro-Ro yang mengalami kebakaran. 

    “Salah satu insiden yang diinvestigasi adalah tenggelamnya kapal Niki Sejahtera setelah kebakaran yang bermula dari bahan berbahaya dan beracun (B3) di geladak,” kata Soerjanto dalam keterangan resmi, Selasa (17/12/2024). 

    KNKT melakukan investigasi deng menyelesaikan lima laporan tahun ini. KNKT menerbitkan 11 rekomendasi keselamatan yang sejauh ini belum ada tindak lanjut dari penerima rekomendasi. 

    Selain menyoroti kecelakaan kapal ro-ro, KNKT juga mengatakan kapal wisata seperti pinisi dan speedboat juga memiliki risiko keselamatan akibat kurangnya regulasi yang sesuai untuk jenis kapal ini. Adapun, tantangan baru muncul dengan semakin banyaknya kendaraan listrik di kapal Ro-Ro, yang memerlukan metode pemadaman kebakaran yang lebih efektif. 

    “KNKT menilai adanya kelemahan pada konsistensi terhadap penerapan regulasi yang ada. Ditambah lagi, faktor implementasi dari regulasi juga menjadi catatan. Efektifitas regulasi yang digulirkan dalam upaya meningkatkan keselamatan melalui pengawasan perlu mendapat pendalaman lebih lanjut,” lanjutnya. 

    Seperti yang diketahui, pada Agustus lalu, Kapal Motor (KM) Niki Sejahtera yang mengangkut 120 orang terbakar di perairan Banjarmasin, Kalimantan Selatan (Kalsel). 

    Adapun jumlah korban yaitu sebanyak 120 orang, terdiri dari ABK 44 orang dan penumpang 76 orang. Peristiwa terbakarnya KM Niki Sejahtera terjadi di perairan Masalembo, Banjarmasin. Terbakarnya kapal tersebut berasal dari deck kendaraan.

  • KNKT usulkan perawatan sistem rem diwajibkan untuk moda angkutan jalan

    KNKT usulkan perawatan sistem rem diwajibkan untuk moda angkutan jalan

    Jakarta (ANTARA) – Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) mengusulkan perawatan sistem rem diwajibkan untuk moda angkutan jalan.

    “Terkait masalah perawatan, di dalam moda angkutan jalan ini masalah perawatan tidak seperti di tiga moda lainnya (penerbangan, pelayaran, dan perkeretaapian) yang diwajibkan melakukan perawatan khususnya untuk hal-hal yang berkaitan dengan masalah keselamatan. Kita akan mengusulkan masalah perawatan sistem rem untuk diwajibkan dilakukan overhaul mungkin setiap tiga tahun sekali, hal ini masih dalam diskusi apakah dua tahun, tiga tahun, atau empat tahun sekali,” ujar Ketua KNKT Soerjanto Tjahjono dalam Media Rilis Capaian Kinerja KNKT Tahun 2024 di Jakarta, Selasa.

    Menurut dia, karena sebagus apapun kendaraan kalau tanpa perawatan maka hal tersebut bisa menimbulkan kegagalan teknis. Masyarakat sampai saat ini melakukan perawatan rem kalau dirasakan ada masalah rem, baru melakukan perawatan atau perbaikan.

    “Yang kita harapkan adalah dilakukan perawatan secara preventif, jadi sebelum mengalami masalah sudah dilakukan perbaikan terlebih dahulu,” katanya.

    Melalui kegiatan Media Rilis Capaian Kinerja Tahun 2024 yang digelar di Jakarta, Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) memaparkan hasil investigasi kecelakaan, isu-isu keselamatan yang menjadi sorotan, serta rekomendasi yang telah dihasilkan sepanjang tahun 2024.

    Di moda lalu lintas dan angkutan jalan (LLAJ), KNKT menginvestigasi enam kecelakaan sepanjang 2024. Salah satu kejadian tersebut adalah kecelakaan beruntun di KM 92 Tol Cipularang, Jawa Barat, yang melibatkan truk trailer dengan kelebihan muatan sebesar 18 persen.

    Isu yang menjadi sorotan di moda ini mencakup kegagalan pengereman yang masih sering terjadi akibat tidak adanya regulasi wajib untuk perawatan rem secara preventif. Selain itu, Sistem Manajemen Keselamatan Perusahaan Angkutan Umum (SMK PAU) berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 85 Tahun 2018 belum sepenuhnya diterapkan.

    Jam kerja dan istirahat pengemudi yang belum diatur secara jelas juga menambah risiko kelelahan yang memicu kecelakaan. Di sisi infrastruktur, ketiadaan jalur penghentian darurat yang layak dan kurangnya fasilitas jalan menjadi masalah yang harus segera diatasi.

    KNKT merekomendasikan peningkatan pengawasan terhadap operator angkutan orang dan barang, revisi regulasi, dan perbaikan fasilitas jalan untuk mengurangi risiko kecelakaan di masa mendatang. Selain itu, KNKT juga menekankan pentingnya Medical Check-Up (MCU) bagi pengemudi, yang diharapkan dapat difasilitasi oleh BPJS Kesehatan.

    Pewarta: Aji Cakti
    Editor: Biqwanto Situmorang
    Copyright © ANTARA 2024

  • Jasa Marga Tunggu Kementerian PU Tindaklanjuti Temuan KNKT Terkait Kondisi Kemiringan Tol Cipularang – Halaman all

    Jasa Marga Tunggu Kementerian PU Tindaklanjuti Temuan KNKT Terkait Kondisi Kemiringan Tol Cipularang – Halaman all

    Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – PT Jasa Marga (Persero) Tbk menunggu keputusan lebih lanjut dari Kementerian Pekerjaan Umum (PU) mengenai tindak lanjut terhadap temuan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) soal kondisi Tol Cipularang.

    Salah satu temuan utama KNKT adalah terkait kelandaian jalan yang cukup tajam dengan kemiringan mencapai 5 hingga 8 persen.

    “Kami menunggu sebenarnya aturan lebih lanjut yang akan diputuskan oleh kementerian terkait baik itu dari Kementerian PU maupun dari rekomendasi dari KNKT gitu ya,” kata Operation and Maintenance Management (OMM) Group Head Jasa Marga Atika Dara Prahita dalam konferensi pers Jasa Marga Siaga: Kesiapan Operasional Libur Nataru 2024/2025 di Bekasi, Jawa Barat, Jumat (13/12/2024).

    Meski sedang menunggu aturan lebih lanjut dari Kementerian PU serta rekomendasi dari KNKT, ia memastikan Jasa Marga tetap mengutamakan pemenuhan standar pelayanan minimal (SPM) dalam operasional tol Cipularang.

    Ia memastikan bahwa semua fasilitas yang ada di jalan tol seperti saluran drainase sudah memenuhi SPM yang telah ditetapkan.

    “Kemudian tidak ada lubang dan sebagainya. Itu harus memenuhi SPM,” ujar Atika.

    “Terkait dengan penambahan aspek keselamatan juga kita sudah memastikan bahwa serangkaian perlengkapannya seperti guard rail, MCB, dan sebagainya itu dipasang sesuai dengan ketentuan,” lanjutnya.

    Atika juga menekankan pentingnya narasi yang dipajang pada rambu-rambu yang ada juga bisa dimengerti oleh pengguna jalan.

    Ia mengatakan Jasa Marga bekerja sama dengan pihak kepolisian juga melakukan pengawasan dan penindakan terhadap pelanggaran lalu lintas.

    Sebelumnya, Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Soerjanto Tjahjono mengungkap temuan sementara hasil tinjauan terhadap kondisi jalan tol Cipularang KM 100 sampai dengan KM 90.

    Tinjauan yang dilakukan KNKT ini berkaitan dengan kecelakaan beruntun di KM 92 Ruas Tol Cipularang arah Jakarta beberapa waktu lalu.

    Soerjanto menjelaskan bahwa antara KM 100 hingga KM 90, di beberapa titik terdapat kelandaian jalan yang cukup tajam dengan kemiringan mencapai 5 hingga 8 persen.

    Meskipun kelandaian ini sesuai dengan regulasi yang ada pada tahun 1997, yang memperbolehkan jalan dengan kemiringan hingga 8 persen pada kecepatan 60 km per jam, peraturan terbaru menetapkan batas kemiringan maksimal hanya 5 persen.

    Selain itu, di KM 97 terdapat sebuah rest area tipe A yang disebut radius tikungnya untuk kendaraan besar masuk itu terlalu tajam.

    Kapasitas rest area itu disebut juga hanya mampu menampung 8 unit kendaraan besar.

    Kapasitas itu di bawah standar yang diatur dalam Peraturan Menteri (Permen) PUPR Nomor 28 Tahun 2021 tentang Tempat Istirahat dan Pelayanan Pada Jalan Tol.

    “Artinya tidak sesuai dengan peraturan yang ada,” kata Soerjanto saat rapat bersama Komisi V DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (4/12/2024).

    Di lokasi lainnya, tepatnya di KM 95, terdapat drainase pada bahu dalam, tetapi hanya di beberapa tempat.

    Di beberapa bagian jalan tol di antara KM 94 hingga KM 90+400 B, tidak terdapat drainase di bahu dalam jalan.

    “Jalan menikung ke kanan, superelevasi 8 persen ke kanan, sehingga ketika hujan, air akan mengumpul di kanan dan ini akan menyebabkan masalah aqua planning atau hydro planning,” ujar Soerjanto.

    Bahu di luar sudah terdapat drainase, tetapi di bahu dalam tak terdapat drainase. Secara peraturan seharusnya ada drainase untuk membuang limpahan yang mengarah ke kanan.

    Soerjanto juga mengungkap di KM 93 dan KM 96+800 terdapat masalah pada bahu jalan yang tidak sesuai dengan standar.

    Dari hasil tinjauannya bersama Komisi V DPR RI, terdapat perbedaan tinggi antara bahu jalan dan sisi luar jalan mencapai 30 hingga 40 cm, jauh melebihi batas maksimal 5 cm yang ditetapkan oleh peraturan.

    Perbedaan ketinggian yang begitu besar ini berpotensi membahayakan pengemudi, karena bisa menyebabkan kendaraan terguling jika tidak sengaja keluar dari jalur.

    Salah satu temuan penting lainnya ada di jalur penghentian darurat di KM 92+600. Meskipun ini sudah dibangun sesuai dengan ketentuan Kementerian Perhubungan, sudut masuk jalur darurat tersebut terlalu tajam, membuat kendaraan besar sulit untuk masuk, terutama dalam kondisi darurat.

    Sesuai dengan peraturan Surat Edaran Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian PUPR Nomor 13/SE/Db/2022 dan Permenhub nomor 48 Tahun 2023, KNKT merekomendasikan agar sudut masuk jalur darurat dibatasi maksimal 5 derajat agar kendaraan dapat lebih mudah masuk ke jalur penghentian darurat.

    Selain itu, permukaan jalur penghentian darurat seharusnya menggunakan material gravel, bukan pasir atau tanah.

    Di jalur penghentian darurat ini juga ada masalah lain yang ditemukan, yaitu ketidaksesuaian guardrail dengan yang standar yang sudah ditetapkan.

    Seharusnya, terdapat transisi antara beton dan guardrail, namun kenyataannya di lokasi tersebut tidak ada.

    Ada juga crashcushion yang dinilai terlalu menonjol, yang justru membahayakan pengemudi.

    “Terus kemudian lajur layanan sebaiknya di sebelah kiri karena kecenderungan kalau mobil dalam kondisi darurat akan memepet ke kanan, sehingga kalau seperti ini akan membahayakan akan naik ke jalur layanan, tidak masuk ke jalur yang penyelematnya,” ucap Soerjanto.

    Ia juga mencatat adanya masalah pada perlengkapan jalan seperti rambu lalu lintas yang bertumpuk di sepanjang jalan tol Cipularang.

    Rambu lalu lintas yang menumpuk ini seperti di KM 95, KM 95+200, dan KM 93+200.

    Ia mengusulkan kepada Kementerian Perhubungan agar mengevaluasi penempatan rambu-rambu ini, sehingga efektif pesan apa yang ingin disampaikan di lokasi ini.

    “Nah ini contoh ada satu kilo sebelum jalur darurat ini, ada beberapa tanda sebetulnya tidak perlu. Contohnya seperti jarak aman, titik awal, di sini ada kamera, terus batas kecepatan,” jelas Soerjanto.

    “Sebaiknya kalau sudah jalur darurat, tandanya khususnya jalur darurat, sehingga tidak membingungkan para pengemudi mana  tanda yang harus diikuti,” sambungnya.

    Soerjanto juga menyoroti penempatan rumblestrip yang ada di KM 92, KM 93+200, dan KM 94+200, justru dapat mengganggu kinerja sistem pengereman, terutama pada kendaraan dengan teknologi ABS, dan bisa menyebabkan kecelakaan.

    Ada juga di KM 99+000 terdapat MCB concrete di ramp Gate Darangdan. Ini dipandang sangat membahayakan.

    Terkait dengan kecelakaan matu yang melibatkan truk beberapa waktu lalu, Soerjanto mengungkap truk tersebut memang sudah kelebihan muatan sekitar 18 persen, tetapi secara administratif masih dalam batas toleransi.

    Di KM 92+800, ia menyebut truk tersebut sudah terlipat atau mengalami yang namanya jackknifing.

    KNKT pun menyoroti bagaimana pengemudi truk seharusnya tahu bagaimana cara mengatasi kondisi darurat seperti itu.

    Namun, kenyataannya banyak pengemudi yang tidak terlatih dengan baik untuk menghadapi situasi semacam itu.

    “Itu bisa dilaksanakan ketika seorang pengemudi itu telah dilatih dan diinformasikan mengenai apa yang harus dilakukan, sehingga dalam kondisi darurat mereka bisa bertindak seperti apa yang kita inginkan,” kata Soerjanto.

    “Nah untuk masalah pengemudi ini kan kalau pilot ada sekolahnya, nahkoda ada, masinis ada, pengemudi enggak ada. Sehingga, kita tidak bisa mengharapkan pengemudi yang profesional,” sambungnya.

    Soerjanto menambahkan bahwa faktor yang turut memengaruhi keselamatan adalah kondisi kesehatan pengemudi.

    Ia mengungkapkan bahwa banyak pengemudi angkutan barang yang mengalami masalah kesehatan.

    KNKT merekomendasikan agar pengemudi angkutan barang mendapatkan fasilitas untuk melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin, setidaknya sekali setahun.

    Soerjanto mengusulkan kepada DPR agar para pengemudi angkutan barang maupun angkutan penumpang bisa difasilitasi BPJS.

    “Sehingga kalau mereka menglamai masalah kesehatan, mereka bisa melakukan pengobatan dan bisa mengemudi dengan baik. Banyak masalah kesehatan ini berpengaruh terhadap human performance seorang pengemudi,” tukas Soerjanto.

    “Jadi kami harapkan hal ini bisa dibantu untuk bisa melakukan pengecekan kesehatan dan kami harap nanti ada standarisasi medical check up untuk pengemudi angkutan barang maupun angkutan penumpang,” pungkasnya.

  • KNKT Sebut Kelebihan Muatan Truk 18 Persen Secara Teknis Masih Bisa Ditoleransi

    KNKT Sebut Kelebihan Muatan Truk 18 Persen Secara Teknis Masih Bisa Ditoleransi

    loading…

    Ketua KNKT, Soerjanto Tjahjono menyatakan kelebihan muatan truk sebesar 18 persen masih bisa ditoleransi dan tidak dikategorikan sebagai ODOL. Foto/Ist

    JAKARTA – Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menyebutkan kelebihan muatan truk sebesar 18 persen masih bisa ditoleransi dan tidak dikategorikan sebagai Over Dimension Overload (ODOL). Hal itu disebabkan ketelitian alat timbang yang selalu ada kesalahan pengukuran.

    “Jadi, alat timbang itu tidak pernah ada yang pas, pasti ada saja kesalahan ketelitiannya. Karenanya, secara teknis, truk itu masih tidak dikategorikan ODOL jika masih memiliki kelebihan muat sebesar 18 persen,” ujar Ketua KNKT, Soerjanto Tjahjono, dikutip Jumat (13/12/2024).

    Dia menjelaskan semua barang premis yang didesain itu ada batas marginnya. Menurutnya, susah untuk orang mau menaikkan barang 30 ton itu, yang diangkut itu persis 30 ton.

    “Itu susah, pasti ada saja kelebihannya,” tukasnya.

    Masalah ketepatan timbangan ini, menurutnya, sebaiknya juga harus diberitahukan kepada para petugas jembatan timbang. Hal itu bertujuan agar mereka juga mengetahui adanya batas toleransi yang diberikan kepada muatan truk.

    “Kita juga harus memberikan knowledge pada para petugas jembatan timbang ada namanya toleransi ketelitian pengukuran,” katanya.

    Dia mengatakan persoalan ODOL ini kompleks, karena ODOL ini sudah menjadi budaya. Menurutnya, ODOL ini sudah ada sejak zaman penjajahan, di mana angkutan untuk gerobak sapi itu semua ODOL.

    Setelah merdeka, lanjutnya, budaya itu terus berlanjut hingga sekarang.

  • KNKT: ODOL Sudah Jadi Budaya, bahkan Ada Sejak Zaman Penjajahan – Halaman all

    KNKT: ODOL Sudah Jadi Budaya, bahkan Ada Sejak Zaman Penjajahan – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eko Sutriyanto  

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Masalah Over Dimension Overload (ODOL) di Indonesia menjadi isu yang kompleks dan sudah menjadi bagian dari budaya masyarakat.

    Bahkan kendaraan membawa muatan melebihi kapasitas yang ditentukan atau melebihi ukuran standar yang diizinkan ini sudah ada sejak zaman penjajahan. 

    “Setelah merdeka, budaya itu terus berlanjut hingga sekarang. Nah, ODOL itu sudah menjadi darah daging di masyarakat,” ujar Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), Soerjanto Tjahjono dalam keterangannya belum lama ini.

    Dalam pembahasan lebih lanjut, Soerjanto menjelaskan bahwa pengangkutan barang dengan berat tepat 30 ton itu sulit dilakukan.

    “Susah untuk orang mau menaikkan barang 30 ton itu persis 30 ton. Itu susah, pasti ada saja kelebihannya sehingga penting bagi petugas jembatan timbang untuk memahami adanya batas toleransi yang diberikan terhadap muatan truk,” katanya.

    Soerjanto menyebut kelebihan muatan truk hingga 18 persen masih bisa ditoleransi secara teknis apalagi alat timbang sering kali menghasilkan kesalahan pengukuran.

    “Alat timbang itu tidak pernah ada yang pas, pasti ada saja kesalahan ketelitiannya sehingga secara teknis, truk itu masih tidak dikategorikan ODOL jika masih memiliki kelebihan muat sebesar 18 persen,” ujar Soerjanto.

    Untuk mengubah kebiasaan ODOL ini diperlukan upaya besar dan pendekatan yang komprehensif.

    KNKT telah merekomendasikan agar proyek-proyek pemerintah dan BUMN tidak menggunakan truk ODOL.

    “Truknya harus tertib, STNK dan KIR-nya hidup dan tidak ODOL. Tapi ternyata sampai sekarang juga proyek-proyek mereka itu tidak pernah lepas dari ODOL,” ungkap Soerjanto.

    Ia menilai bahwa jika pemerintah dan BUMN tidak dapat memberikan contoh yang baik, maka masalah ODOL tidak akan pernah terselesaikan.

    Meskipun KNKT telah mengajukan usulan tersebut, Soerjanto mengungkapkan bahwa hingga kini belum ada respons dari pemerintah maupun BUMN.

    “Mereka juga mungkin bingung mau respons bagaimana. Saya nggak tahu masalahnya apa,” kata Soerjanto.

    Untuk menerapkan kebijakan Zero ODOL, perlu adanya pembenahan terhadap sumber daya manusia (SDM) dan perangkat peralatan di jembatan timbang.

    “Jika itu belum dilakukan, maka akan sulit bagi Kementerian Perhubungan (Kemenhub) untuk menerapkan kebijakan tersebut,” jelas Soerjanto.

    Anggota Komisi VII DPR, Bambang Haryo Soekartono, menegaskan bahwa masalah SDM di jembatan timbang sangat krusial.

    “Jumlah SDM di jembatan timbang sangat kurang dan peralatannya juga banyak yang sudah rusak. Dari total 141 jembatan timbang di seluruh Indonesia, sampai sekarang ini hanya 25 jembatan timbang yang dibuka,” paparnya.

    Ia menambahkan bahwa jembatan timbang yang beroperasi juga hanya selama 8 jam, yang sangat tidak memadai untuk menerapkan kebijakan Zero ODOL.

    Untuk itu Bambang menekankan bahwa perbaikan di jembatan timbang perlu dilakukan terlebih dahulu, terutama pada SDM dan perangkat peralatan.

    “Kalau belum, ya memang sulit kalau mau menerapkan Zero ODOL ini,” tutupnya.

  • Tol Cipularang KM 100-90 ‘Angker’, KNKT Beberkan Masalahnya

    Tol Cipularang KM 100-90 ‘Angker’, KNKT Beberkan Masalahnya

    Jakarta

    Tol Cipularang khususnya KM 100 sampai KM 90 arah Jakarta kerap terjadi kecelakaan. Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) mengungkapkan beberapa masalah yang ada di lokasi tersebut.

    Beberapa kecelakaan terjadi di sepanjang KM 100 sampai KM 90 Tol Cipularang arah Jakarta. Bahkan, kecelakaan di sana sampai menimbulkan korban jiwa.

    Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), Soerjanto Tjahjono, mengatakan pihaknya telah melakukan tinjauan langsung di Tol Cipularang. Menurutnya, Tol Cipularang arah Jakarta dari Km 100 sampai Km 90 memang lebih banyak turunan panjang.

    “Ini hasil detail dari jalan tol kita cek di beberapa tempat memang ternyata kelandaiannya atau kemiringannya sekitar 5 sampai 8 persen. Dan ini sesuai dengan aturan tahun 97 bahwa untuk kecepatan 60 km/jam diizinkan sampai 8 persen. Tapi untuk aturan yang baru (maksimal kemiringannya) 5 persen. Nanti ini berkaitan dengan masalah berapa kecepatan minimum yang diizinkan untuk kendaraan besar di sana,” kata Soerjanto di DPR belum lama ini.

    Soerjanto menyoroti masalah drainase di beberapa titik Tol Cipularang tersebut. Menurutnya, masalah pada drainase yang membuat air menggenang di aspal dapat membahayakan pengendara.

    “Di KM 95 di sisi dalam di median jalan terdapat drainase, tapi hanya di beberapa tempat. Di (kilometer) 94 sampai 94 +400 tidak tersedia drainase di median jalan. Di mana jalan menikung ke kanan superelevasinya adalah 8 persen ke kanan, sehingga ketika hujan airnya akan berkumpul di kanan. Dan ini akan menyebabkan masalah aquaplanning atau hydroplanning. Bahu di luar terdapat drainase tapi bahu dalam tidak dapat drainase, tapi secara peraturan harusnya ada drainase untuk membuang limpahan yang mengarah ke kanan,” jelasnya.

    Selain itu, ada juga temuan tinggi bahu jalan terhadap tanah sisi luar yang beda level. Dengan ketinggian yang berbeda antara bahu jalan dengan tanah, maka dapat membahayakan pengendara.

    “Ini masalah tinggi bahu jalan terhadap sisi luar dari tanah yang sesuai dengan aturan harusnya rata. Kemarin kita tinjau bareng-bareng dengan Komisi V harusnya perbedaannya maksimal 5 cm, tapi di sini kita lihat sekitar 30-40 cm. Ini membahayakan ketika mobil tidak sengaja keluar dari bahu jalan akan bisa terguling,” ujarnya.

    Jalur penghentian darurat di KM 92+600 pun menjadi sorotan. Menurut Soerjanto, jalur penghentian darurat di sana belum memenuhi unsur keselamatan.

    “Ini jalur penghentian darurat di KM 92+600 yang memang sesuai PM Perhubungan No. 48, tapi sudut (masuk)-nya terlalu tajam sehingga ketika terjadi kondisi darurat untuk kendaraan besar tidak memungkinkan bisa masuk kendaraan tersebut. Kami mengusulkan untuk sesuai dengan SE Dirjen PUPR maksimum sudut masuknya 5 derajat, seperti yang warna kuning (di gambar) Sehingga mudah untuk masuk. Dan isi dari jalur penghentian darurat itu harusnya dari gravel tidak dengan pasir atau dengan tanah,” bebernya.

    Jalur Penyelamat di Tol Cipularang Foto: Youtube Komisi V DPR RI Channel

    Soerjanto juga melihat guardrail di KM 92+600 yang tidak sesuai standar. Sebab, guardrail itu langsung tersambung dengan beton. “Harusnya terdapat transisi antara beton dan guardrail, tapi di sini tidak ada transisinya,” katanya.

    Kemudian terdapat crash cusion atau semacam bantalan benturan di jalur penghentian darurat. Namun, menurutnya, crash cusion itu terlalu menonjol sehingga sangat membahayakan.

    “Terus kemudian lajur layanan (aspal di jalur penghentian darurat) sebaiknya di sebelah kiri, karena kecenderungan mobil dalam kondisi darurat akan memepet ke kanan sehingga kalau seperti ini akan membahayakan, akan naik jalur layanan, tidak masuk ke jalur penyelamatnya,” katanya,

    Kemudian masalah perlengkapan jalan. Di sana tertulis ada rambu kurangi kecepatan 60 km/jam dengan sudut penurunan sekitar 5-8 persen.

    “Ini untuk kendaraan besar akan berbahaya, meskipun tidak overload juga akan berbahaya. Dan ini juga harus dievakuasi sebaiknya kecepatannya berapa yang aman untuk di daerah ini,” katanya.

    Rambu-rambu menjelang jalur penghentian darurat pun bisa bikin pengemudi kebingungan. Sebab, ada rambu yang bertumpuk sehingga pengemudi tidak memahami adanya jalur penghentian darurat.

    “Satu km sebelum jalur darurat ini ada beberapa tanda, termasuk tanda-tanda ini sebetulnya tidak perlu ada di sini seperti jarak aman, titik awal, di sini ada kamera, batas kecepatan 80 km/jam. Sebaiknya kalau sudah jalur darurat ya tandanya khusus untuk jalur darurat sehingga tidak membingungkan pengemudi mana tanda yang harus diikuti. Dan (rambu) jalur darurat ini sesuai dengan SE PUPR harusnya background-nya kuning,” katanya.

    Lebih lanjut, ada beberapa lokasi yang dilengkapi dengan rumble strip atau semacam garis kejut. Untuk kendaraan tertentu, garis kejut itu bahkan bisa menyebabkan kecelakaan.

    “Mobil dengan teknologi ABS, justru ketika melewati di daerah sini akan tidak bisa ngerem malahan. Dan ketika melewati rumblestrip ini ketika suspensinya tidak baik juga akan menimbulkan masalah bisa mengalami selip,” ujarnya.

    Sementara itu, di Km 97 ada rest area tipe A. Namun, menurut Soerjanto, rest area tersebut belum memenuhi unsur keselamatan,

    “Di mana untuk kendaraan besar radius tikungnya terlalu tajam dan kapasitasnya untuk kendaraan besar cuma 8 unit. Sementara sesuai dengan Permen PUPR Nomor 28 harusnya minimum 50 unit, artinya ini tidak sesuai dengan peraturan yang ada,” ucapnya.

    (rgr/din)

  • KNKT Ungkap Kurangnya Unsur Keselamatan di KM 100-90 Tol Cipularang

    KNKT Ungkap Kurangnya Unsur Keselamatan di KM 100-90 Tol Cipularang

    Jakarta

    Jalan Tol Cipularang khususnya KM 100-90 arah Jakarta sering menimbulkan kecelakaan. Bahkan, kecelakaan di sana sampai memakan korban jiwa. Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) mengungkapkan kurangnya unsur keselamatan di sana.

    Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), Soerjanto Tjahjono, mengatakan pihaknya telah melakukan tinjauan langsung di Tol Cipularang. Menurutnya, Tol Cipularang arah Jakarta dari Km 100 sampai Km 90 memang lebih banyak turunan panjang.

    “Ini hasil detail dari jalan tol kita cek di beberapa tempat memang ternyata kelandaiannya atau kemiringannya sekitar 5 sampai 8 persen. Dan ini sesuai dengan aturan tahun 97 bahwa untuk kecepatan 60 km/jam diizinkan sampai 8 persen. Tapi untuk aturan yang baru, (maksimal) 5 persen. Nanti ini berkaitan dengan masalah berapa kecepatan minimum yang diizinkan untuk kendaraan besar di sana,” ujar Soerjanto dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi V DPR RI belum lama ini.

    Salah satu temuan KNKT di tol tersebut adalah adanya rest area yang belum memenuhi unsur keselamatan. Di sana, ada rest area tipe A di KM 97 jalur B.

    “Di mana untuk kendaraan besar radius tikungnya terlalu tajam dan kapasitasnya untuk kendaraan besar cuma 8 unit. Sementara sesuai dengan Permen PUPR Nomor 28 harusnya minimum 50 unit, artinya ini tidak sesuai dengan peraturan yang ada,” ucapnya.

    Selanjutnya, di KM 95 terdapat drainase di median jalan, tapi hanya di beberapa tempat. Sedangkan di KM 94 sampai 94+400 tidak tersedia drainase di median jalan.

    “Jalan menikung ke kanan superelevasinya adalah 8 persen ke kanan, sehingga ketika hujan, airnya akan berkumpul di kanan. Dan ini akan menyebabkan masalah aquaplanning atau hydroplanning. Bahu di luar terdapat drainase tapi bahu dalam tidak dapat drainase, tapi secara peraturan harusnya ada drainase untuk membuang limpahan yang mengarah ke kanan,” sebutnya.

    Kemudian masalah tinggi bahu jalan terhadap sisi luar dari tanah. Seharusnya, bahu jalan sejajar dengan tanah di sisi luar sehingga tidak membahayakan pengendara.

    “Kemarin kita tinjau bareng-bareng dengan Komisi V harusnya perbedaannya maksimal 5 cm, tapi di sini kita lihat sekitar 30-40 cm. Ini membahayakan ketika mobil tidak sengaja keluar dari bahu jalan akan bisa terguling,” ujarnya.

    Lanjut Soerjanto, jalur penghentian darurat di KM 92+600 juga belum sesuai standar keselamatan. Sebab, sudut belok untuk masuknya terlalu tajam sehingga ketika kendaraan besar terjadi kondisi darurat tidak memungkinkan bisa masuk ke jalur penyelamat tersebut.

    Jalur Penyelamat di Tol Cipularang terlalu menikung tajam, seharusnya tidak terlalu tajam seperti pada garis kuning. Foto: Youtube Komisi V DPR RI Channel

    “Kami mengusulkan untuk sesuai dengan Surat Edaran Dirjen PUPR, maksimum sudut masuknya adalah 5 derajat, seperti yang kuning itu harusnya. Sehingga mudah untuk masuk dan isi dari jalur penghentian darurat itu harusnya dari gravel tidak dengan pasir atau dengan tanah,” katanya.

    “Terus kemudian di KM 92+600 itu guardrail tidak sesuai dengan standar, harusnya terdapat transisi antara beton dan guardrail, tapi di sini tidak ada transisinya,” lanjutnya.

    Di jalur penyelamat tersebut juga terdapat crash cusion yang sangat menonjol. Hal itu menurut Soerjanto justru sangat membahayakan.

    “Terus kemudian lajur layanan (aspal di jalur penyelamat) sebaiknya di sebelah kiri, karena kecenderungan mobil dalam kondisi darurat akan memepet ke kanan sehingga kalau seperti ini akan membahayakan, akan naik jalur layanan, tidak masuk ke jalur penyelamatnya,” sambungnya.

    [Lanjut halaman berikut: Penempatan Rambu Tak Efektif]