Tag: Soeharto

  • Cerita Ibu Polisikan Anak karena Kecanduan Judi Online di Nunukan, Sudah Gadai Mobil hingga 4 Kulkas – Halaman all

    Cerita Ibu Polisikan Anak karena Kecanduan Judi Online di Nunukan, Sudah Gadai Mobil hingga 4 Kulkas – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, Nunukan  – Seorang ibu di Nunukan, Kalimantan Utara, melaporkan anaknya ke pihak kepolisian setelah sang anak, yang berinisial BY (25), menggadaikan barang-barang keluarga senilai Rp230 juta untuk mendanai kecanduannya bermain judi online.

    Tersangka BY, warga Jalan Tien Soeharto RT 18 Kelurahan Nunukan Timur, ditangkap oleh Unit Reskrim Polsek Kawasan Pelabuhan KSKP Tunon Taka setelah laporan dari ibunya.

    Kapolsek KSKP Nunukan, Iptu Andre Azmi Azhari, menjelaskan bahwa BY telah menggadaikan berbagai barang milik keluarga, termasuk motor, kulkas, freezer, dan mobil.

    “BY terlibat dalam kasus penggelapan barang milik keluarganya sendiri. Dia sudah sering menggadaikan barang seperti motor, kulkas, hingga mobil karena kecanduan judi slot online.”

    “Mungkin karena ibunya sudah jengkel melihat tingkah anaknya, akhirnya ibunya sendiri yang melaporkannya ke polisi,” ungkap Andre Azmi Azhari kepada TribunKaltara.com, pada Rabu, 19 Maret 2025.

    Awal Kecurigaan

    Kecurigaan ibu BY bermula ketika anaknya meminta kunci toko kelontong milik keluarga tanpa memberikan alasan yang jelas.

    Ketika ditanya, BY sempat mengaku telah memberikan kunci tersebut kepada temannya.

    Namun, rasa penasaran ibu tersangka membuatnya memeriksa toko bersama anggota keluarga lainnya.

    Setelah mendobrak pintu toko, mereka menemukan bahwa empat unit kulkas dan satu unit freezer telah raib.

    “Ibu tersangka kaget karena sudah tidak ada lagi 4 unit kulkas dan 1 unit freezer,” jelas Andre.

    BY juga diketahui telah menggadaikan mobil keluarga merek Daihatsu Sigra, menyebabkan total kerugian mencapai Rp230.500.000.

    Dengan berat hati, ibunya melaporkan kejadian tersebut ke Polsek KSKP Nunukan karena khawatir ada barang lain yang juga digadaikan.

    Atas perbuatannya, tersangka BY dijerat Pasal 372 KUHP tentang penggelapan dalam lingkungan keluarga dan Pasal 367 ayat 2 KUHP, yang mengancamnya dengan pidana penjara maksimal empat tahun dan denda hingga Rp900.000.

    Kapolsek Andre Azmi Azhari menambahkan bahwa pihaknya masih melakukan pengembangan kasus ini untuk mengidentifikasi pihak-pihak yang terlibat dalam penadahan barang-barang yang digadaikan oleh BY.

    “Kami masih melakukan pengembangan kasus ini untuk mencari pihak-pihak yang terlibat dalam penadahan barang yang digadaikan tersangka BY,” pungkas Andre.

    (TribunKaltara.com/Febrianus Felis)

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Anomali Sikap PDIP: Dulu Tolak Dwifungsi, Kini Dukung RUU TNI

    Anomali Sikap PDIP: Dulu Tolak Dwifungsi, Kini Dukung RUU TNI

    Bisnis.com, JAKARTA — Semua partai secara bulat mendukung pengesahan Rancangan Undang-undang TNI. RUU ini cukup kontroversial dan dianggap sebagai tanda-tanda ‘runtuhnya’ supremasi sipil yang diperjuangkan melalui gerakan reformasi oleh para mahasiswa dan elemen sipil 27 tahun lalu.

    PDI Perjuangan atau PDIP adalah salah satu partai yang paling disorot. Partai ini adalah satu-satunya partai yang berada di luar pemerintahan. Setidaknya sampai saat ini. 

    Meski demikian, PDIP juga tidak pernah menyatakan secara terbuka sebagai oposan. Kecenderungan-nya  sekarang, justru mendukung sejumlah kebijakan pemerintah. Makan bergizi gratis, amandemen UU Minerba dan yang terakhir malah menjadi motor dalam pembahasan RUU TNI.

    Politikus PDIP Utut Adianto, misalnya, bahkan tampil sebagai ketua panitia kerja atau panja RUU TNI. Alhasil, pembahasan RUU TNI nyaris tanpa halangan sampai tingkat paripurna. Padahal, kalau melihat jejak digital tahun lalu, Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, pernah sesumbar mengenai sikapnya menolak amandemen UU TNI dan UU Polri. 

    Pada waktu itu, Megawati bahkan menyingung eksistensi Ketetapan MPR No.VI/MPR/2000 tentang Pemisahan TNI dan Polri. Pasal 2 TAP MPRS tersebut telah secara tegas mengatur tentang tugas TNI-Polri. TNI tidak boleh cawe-cawe ke luar bidang, selain pertahanan negara. Urusan keamanan ada di tangan Polri. Tidak ada lagi istilah dwifungsi ABRI.

    “UU, nanti kalau saya ngomong gini, ‘Bu Mega enggak setuju’, ya enggak setuju lah, yang RUU TNI-Polri gitu. Loh kok enggak dilihat sumbernya, itu Tap MPR loh,” ujar Megawati kalau itu.

    Namun demikian, hampir setahun berlalu, PDIP telah berubah pikiran. Mereka setuju dengan amandemen UU TNI. Padahal, UU ini memberikan peluang bagi TNI untuk keluar barak. Anggota militer bisa menjabat di luar rumpun yang telah diatur dalam UU No.34/2004. Ada 14 institusi non-militer yang bisa diduduki oleh anggota atau perwira TNI. 

    Perluasan peran militer itu tentu mengembalikan kepada masa dwifungsi ABRI yang exist sejak era Orde Lama dan semakin mencengkeram pada era Orde Baru. Dwifungsi ABRI memang menapaki wajah yang paling sempurna pada era Orde Baru.

    Peran militer tidak terbatas ekonomi dan kaki tangan kekuasaan, bahkan penguasa tertinggi dari pemerintahan sipil pada waktu itu adalah seorang jenderal Angkatan Darat.

    Banyak penulis, salah satunya Max Lane dalam Unfinished Nation; Indonesia Before and After Suharto menyoroti menguatnya peran militer dalam politik Indonesia. Tokoh-tokoh militer memiliki jabatan strategis. Ali Moertopo salah satunya. Dia adalah orang yang menanamkan fondasi-fondasi penting Orde Baru.

    Salah satu strategi Ali Moertopo untuk memisahkan masyarakat dengan politik adalah dengan strategi massa mengambang. Partai-partai disederhanakan menjadi 2 partai dan 1 golongan. PDI, PPP, dan Golkar lahir. Selama Orde Baru, PDI tidak pernah sekalipun memperoleh suara mayoritas di parlemen. Mereka selalu di bawah bayang-bayang Golkar dan PPP.

    Kalau merunut sejarah, PDIP seharusnya menolak upaya ‘melegalkan’ RUU TNI. Bapak ideologis PDI, Sukarno atau Bung Karno, digulingkan bahkan menjadi tahanan rumah oleh militer pasca Gerakan 30 September 1965. Sukarno digantikan oleh Soeharto yang merupakan jenderal Angkatan Darat.

    Selain itu, PDIP atau yang di era Orde Baru disebut sebagai PDI, lahir dari proses kawin paksa antara sejumlah elemen politik yang Sukarnois, nasionalis dan elemen partai agama yang non Islam. Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri juga merasakan pait getir memperoleh represi dari pemerintahan militer. Partai dipecah dan gerak-geriknya diawasi militer. 

    Puncak represi Orde Baru terhadap PDI pro Megawati terjadi ketika Peristiwa 27 Juli 1996. Kantor PDI di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat diserbu kelompok PDI pro Soerjadi. Mereka didukung oleh aparat militer dan polisi. Penyerbuan itu kemudian menewaskan sejumlah pendukung PDI Megawati dan memicu gelombang kerusuhan di Jakarta. 

    Setelah reformasi, Megawati pernah menjabat sebagai Wakil Presiden bahkan Presiden. Pada waktu itu, reformasi TNI terjadi, lahir TAP MPRS No.6/2000. Dwifungsi ABRI diakhiri. ABRI kembali ke barak. Polisi juga dikembalikan untuk mengawal keamanan sipil. Pisah dari ABRI. Pada tahun 2004, lahir UU TNI yang semakin mempertegas peran TNI sebagai lembaga yang bertugas di bidang pertahanan negara. 

    Menariknya, setelah hampir 21 tahun berlalu, situasinya seolah berbalik. PDIP yang dulu sangat getol menolak dwifungsi ABRI, justru menjadi motor pembahasan amandemen UU TNI. Megawati yang setahun lalu menolak, kini setuju dengan UU TNI. Soal hal ini Ketua DPR, yang juga putri Megawati, Puan Maharani, berujar:

    “Kami di sini di DPR bersama-sama bergotong royong akan bersama-sama dengan pemerintah demi bangsa dan negara. [Megawati] mendukung [UU TNI] karena memang sesuai dengan apa yang diharapkan.”

  • Perjalanan Karier LB Moerdani, Jenderal Kopassus yang Pernah Berjaya di 2 Era Presiden

    Perjalanan Karier LB Moerdani, Jenderal Kopassus yang Pernah Berjaya di 2 Era Presiden

    loading…

    Perjalanan karier Jenderal Kopassus LB Moerdani, tokoh militer legendaris meninggalkan jejak mendalam dalam sejarah ketentaraan dan intelijen Indonesia. Foto/Ist

    JAKARTA – Perjalanan karier Jenderal Kopassus Leonardus Benjamin Moerdani atau lebih dikenal LB Moerdani menarik diulas. Ia adalah tokoh militer legendaris yang meninggalkan jejak mendalam dalam sejarah ketentaraan dan intelijen Indonesia.

    Perjalanan karier LB Moerdani tidak hanya diwarnai oleh keberanian di medan tempur, tetapi juga kemampuan lain yang membuatnya dipercaya memegang berbagai posisi penting di lingkungan Tentara Nasional Indonesia (TNI).

    Lebih jauh, berikut ulasannya yang bisa disimak.

    Perjalanan Karier LB Moerdani
    Jenderal TNI (Purn) Leonardus Benjamin ( LB) Moerdani merupakan salah seorang tokoh militer kenamaan dalam sejarah Indonesia. Selama aktif berkarier, ia sempat berjaya di dua era presiden berbeda, yakni Soekarno dan Soeharto.

    Dirangkum dari berbagai sumber, Moerdani lahir di Blora, Jawa Tengah, 2 Oktober 1932. Sering juga disapa Benny Moerdani, ia merupakan putra dari pasangan Raden Bagus Moerdani Sosrodirjo dan Jeanne Roech.

    Karier militer Benny sudah dijalani sejak usia muda. Saat berusia sekitar 13 tahun, ia pernah ikut dalam penyerangan kempetei di Solo, sebelum akhirnya bergabung dengan Tentara Pelajar.

    Setelahnya, Benny masuk Pusat Pendidikan Angkatan Darat (P3AD). Julius Pour dalam ‘Benny: Tragedi Seorang Loyalis’ mengungkap bahwa Benny muda memulai pelatihan pada 1951 dan terpilih ikut pendidikan tambahan di Sekolah Pelatih Infanteri (SPI).

    Beberapa waktu berlalu, Benny lulus tahun 1952 dengan pangkat Letnan Cadangan (Pembantu Letnan Satu). Lalu, ia sempat ditempatkan sebagai instruktur dalam Sekolah Kader Infanteri, sebelum akhirnya dilantik menjadi Letnan Dua Infanteri dan resmi menjadi perwira militer professional pada 4 Juli 1954

  • Media Asing Ikut Soroti Pengesahan RUU TNI

    Media Asing Ikut Soroti Pengesahan RUU TNI

    Jakarta, Beritasatu.com – Media asing Reuters menyoroti pengesahan revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) sebagai undang-undang melalui rapat paripurna DPR di gedung DPR Senayan, Jakarta, Kamis (20/3/2025).

    Bukan tanpa alasan, pengesahan RUU TNI yang kontroversial dianggap dapat memperburuk demokrasi Indonesia dan berpotensi membangkitkan era Orde Baru (Orba), di mana militer mendominasi urusan sipil.

    “Revisi tersebut telah dikritik oleh kelompok masyarakat sipil yang mengatakan hal itu dapat membawa negara demokrasi terbesar ketiga di dunia kembali ke era ‘Orde Baru’ yang kejam dari mantan presiden Soeharto, ketika perwira militer mendominasi urusan sipil,” tulis media tersebut, dikutip pada Jumat (21/3/2025).

    Sebelumnya, Ketua DPR Puan Maharani memimpin pemungutan suara bulat dalam rapat paripurna dan secara resmi mengesahkan RUU TNI sebagai undang-undang.

    Menurutnya, hal itu sudah sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi, hak asasi manusia (HAM) dan supremasi sipil.

    Reuters menyoroti Presiden Prabowo Subianto yang pernah menjabat sebagai komandan pasukan khusus di era pemerintahan Soeharto, yang saat ini dianggap telah memperluas peran militer ke wilayah sipil, termasuk dalam program makan bergizi gratis (MBG).

    Disahkannya RUU TNI telah menuai banyak kritik, khususnya dari kelompok hak asasi manusia yang khawatir hal tersebut dapat menyebabkan penyalahgunaan kekuasaan hingga pelanggaran HAM.

    Pemerintah mengatakan, RUU TNI mengharuskan perwira untuk mengundurkan diri dari militer sebelum memangku jabatan sipil, seperti di Kantor Kejaksaan Agung.

    Anggota Komisi I DPR Nico Siahaan menuturkan, ada kekhawatiran bahwa perwira dapat diizinkan bergabung dengan BUMN, tetapi aspek hukum tersebut tidak direvisi.

    Sementara itu, analis Institut Internasional untuk Studi Strategis Evan Lesmana menilai, RUU TNI tidak membahas masalah yang dihadapi oleh militer Indonesia, seperti menambah sumber daya untuk pelatihan dan standardisasi perangkat keras militer.

    Kemudian, kata Evan, perpanjangan usia pensiun perwira dalam RUU TNI dapat mengurangi profesionalisme prajurit karena prospek untuk promosi akan berkurang.

    Picu Gelombang Protes

    Ribuan massa aksi yang tergabung dalam aliansi mahasiswa dan masyarakat sipil diketahui berunjuk rasa di luar gedung DPR Senayan, Jakarta, untuk menolak revisi tersebut.

    Bahkan, beberapa mahasiswa telah berkemah di gedung Pancasila sejak Rabu (19/3/2025) malam.

    Kepala Amnesty International di Indonesia, Usman Hamid, memperingatkan era orba yang mungkin kembali. Menurutnya, pengesahan RUU TNI menandakan kemunduran demokrasi.

    “Aktivis diculik dan beberapa belum kembali ke rumah. Dan hari ini rasanya kita seperti mundur,” ucapnya.

    Di sisi lain, Menteri Pertahanan (Menhan) Sjafrie Sjamsoeddin menegaskan bahwa pengesahan RUU TNI diperlukan lantaran perubahan geopolitik dan teknologi militer global mengharuskan TNI bertransformasi untuk menghadapi konflik konvensional dan nonkonvensional.

    Selain Reuters, pengesahan RUU TNI ini juga disorot oleh media asing lainnya, The Guardian, dalam artikelnya yang bertajuk “Indonesia Passes Controversial Law Allowing Greater Military Role in Government”.

    Dalam artikelnya itu, The Guardian menuliskan bahwa pengesahan RUU TNI oleh DPR merupakan sebuah langkah yang dikhawatirkan dapat membangkitkan kembali militerisme di Indonesia.

    “Indonesia telah meratifikasi perubahan kontroversial terhadap undang-undang militernya yang mengizinkan personel angkatan bersenjata untuk memegang lebih banyak jabatan sipil, sebuah langkah yang ditakutkan para analis dapat mengantarkan kebangkitan militer dalam urusan pemerintahan,” tulis The Guardian.

    Sebelum RUU TNI disahkan, para perwira aktif dapat menduduki jabatan di berbagai kementerian dan lembaga, seperti Kantor Kejaksaan Agung, Sekretariat Negara, Badan Narkotika Nasional (BNN), Kementerian Perhubungan, Kementerian Pertanian, hingga BUMN.

    Menurut peneliti senior Indonesia di Human Rights Watch Andreas Harsono, Prabowo tampak berniat memulihkan peran militer Indonesia dalam urusan sipil, yang telah lama ditandai oleh pelanggaran dan impunitas yang meluas.

    “Ketergesaan pemerintah untuk mengadopsi amandemen ini melemahkan komitmennya yang dinyatakan terhadap HAM dan akuntabilitas,” tuturnya.

    Sementara itu, analis politik dari lembaga survei Indikator, Kennedy Muslim menilai kekhawatiran akan kebangkitan orba di Indonesia terlalu berlebihan.

    “Kita telah melihat militerisasi yang merayap selama ini, itulah sebabnya masyarakat sipil berhak merasa khawatir dengan tren ini. Namun, saya pikir kekhawatiran bahwa ini kembali ke orba cukup berlebihan saat ini,” bebernya.

    Muslim menjelaskan bahwa selama ini TNI secara konsisten menempati peringkat tinggi dalam survei kepercayaan publik, tetapi dengan disahkannya RUU TNI berpotensi mengikis hal tersebut.

  • Mengapa sekadar swasembada pangan tak cukup bagi Indonesia?

    Mengapa sekadar swasembada pangan tak cukup bagi Indonesia?

    Jakarta (ANTARA) – Jika untuk sekadar swasembada pangan, Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Lampung (Unila), Prof. Dr. Ir. Bustanul Arifin, M.Sc., pernah menyampaikan bahwa secara keseimbangan antara suplai dan permintaan, sebenarnya Indonesia telah mampu mencapainya.

    Namun, ia menegaskan bahwa swasembada tidak ada artinya jika masyarakat tetap tidak mampu mengakses pangan.

    Sebab swasembada bukanlah tujuan akhir, melainkan sebuah alat untuk mencapai kemandirian, ujar Prof. Bustanul.

    Ia kemudian membandingkan kondisi Indonesia dengan Singapura, yang meskipun tidak swasembada, tapi mampu mencapai kemandirian pangan.

    Singapura mampu mencapai kemandirian melalui strategi diversifikasi sumber pangan dan efisiensi distribusi.

    Indonesia harus belajar dari pendekatan ini. Swasembada pangan tidak hanya berarti produksi yang cukup, tetapi juga memastikan bahwa rakyat bisa mengakses pangan dengan harga terjangkau.

    Jika produksi melimpah tetapi distribusi tidak efisien, maka harga pangan tetap tinggi dan rakyat tetap kesulitan mendapatkan kebutuhan pokoknya.

    Swasembada pangan juga seharusnya tidak dilihat sebagai tujuan akhir, melainkan sebagai alat untuk mencapai kemandirian.

    Prof. Bustanul juga sempat berpendapat bahwa kondisi sektor pertanian Indonesia saat ini memerlukan perhatian khusus.

    Ia mengungkapkan bahwa pada masa pemerintahan Presiden Soeharto, ketika pertumbuhan ekonomi nasional mencapai 7 persen, sektor pertanian tumbuh sebesar 5 persen.

    Namun saat ini, dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 5 persen, pertumbuhan sektor pertanian justru tidak mencapai 1 persen.

    Ini jelas mengindikasikan bahwa sektor ini mengalami stagnasi yang berpotensi menghambat pencapaian kemandirian pangan.

    Penyebabnya beragam, mulai dari alih fungsi lahan, kurangnya regenerasi petani, hingga perubahan iklim yang semakin tidak menentu.

    Di sisi lain, peran penyuluhan pertanian yang semakin berkurang juga berkontribusi terhadap melemahnya sektor ini.

    Faktanya, memang jalan menuju kemandirian pangan tidaklah mudah. Diperlukan kolaborasi lintas sektor, kebijakan yang berpihak pada petani, serta penerapan teknologi yang lebih masif agar Indonesia tidak hanya mampu memenuhi kebutuhan pangan sendiri, tetapi juga mencapai kemandirian.

    Regenerasi petani

    Ketua Kelompok Substansi Perencanaan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian, Siti Haryati, SP., M.Sc., mengakui beratnya mewujudkan swasembada pangan, apalagi kemandirian pangan. Namun ia menegaskan pemerintah ingin mencapai kemandirian pangan secepat-cepatnya.

    Upaya tersebut menghadapi berbagai tantangan, terutama regenerasi dan semakin minimnya SDM.

    “Petani banyak yang senior, yang muda-muda susah terjun ke sawah, ditambah dengan masalah sarana dan prasarana yang terbatas, ” kata Siti Haryati.

    Regenerasi petani pada dasarnya memang menjadi salah satu kunci utama dalam upaya mencapai kemandirian pangan.

    Saat ini, mayoritas petani sudah berusia lanjut, sementara generasi muda cenderung enggan untuk terjun ke sektor pertanian.

    Profesi ini masih dianggap kurang menarik karena dianggap tidak menjanjikan secara ekonomi. Untuk mengatasi hal ini, pemerintah dan pihak terkait harus mampu menciptakan insentif yang menarik bagi generasi muda agar mau berpartisipasi dalam pertanian.

    Pendidikan dan pelatihan berbasis teknologi pertanian modern harus diperbanyak agar sektor ini bisa beradaptasi dengan perkembangan zaman.

    Selain regenerasi, inovasi teknologi juga harus diperkuat. Pertanian modern tidak bisa lagi hanya mengandalkan cara-cara konvensional.

    Teknologi pertanian presisi, penggunaan drone untuk pemetaan lahan, serta otomatisasi dalam irigasi dan pemupukan harus lebih banyak diterapkan.

    Pemerintah perlu memberikan akses lebih luas terhadap teknologi ini, terutama bagi petani kecil yang sering kali kesulitan mengakses alat-alat pertanian canggih.

    Jika inovasi ini diterapkan dengan baik, produktivitas pertanian bisa meningkat secara signifikan, sekaligus menekan biaya produksi.

    Pupuk terjangkau

    Ketersediaan pupuk yang cukup dan terjangkau juga merupakan faktor penting dalam upaya mewujudkan kemandirian pangan.

    Dirut PT. Pupuk Indonesia Gusrizal memastikan adanya pabrik pupuk di sentra-sentra pangan tanah air. Sehingga tidak ada lagi alasan pupuk sulit didapat dan harganya mahal. “Secara produksi ada 14 juta ton, yang disubsidi 9,5 juta ton,” ungkap Gusrizal.

    Perusahaan pelat merah itu mencatat, produksi pupuk nasional mencapai 14 juta ton, dengan 9,5 juta ton di antaranya disubsidi pemerintah. Dan sebagai BUMN, perusahaan itu berupaya untuk menyediakan pupuk di setiap sentra pertanian untuk memudahkan petani mengaksesnya.

    “Pupuk berkontribusi 62 persen produktivitas tetapi harganya hanya 23 persen, dan jika pupuk subsidi bisa mengurangi biaya produksi sampai 9 persen,” katanya.

    Faktanya memang, distribusi yang merata masih kerap menjadi tantangan. Pemerintah dan perusahaan pupuk juga harus selalu memastikan bahwa petani tidak kesulitan mendapatkan pupuk dengan harga yang sesuai.

    Jika pupuk berkontribusi 62 persen terhadap produktivitas pertanian, maka distribusi yang buruk hanya akan membuat potensi ini tidak maksimal.

    Keterlibatan semua

    Upaya mencapai swasembada pangan juga membutuhkan keterlibatan berbagai pihak di luar sektor pertanian.

    Polri, misalnya, telah menunjukkan inisiatif dengan memanfaatkan lahan kosong milik institusi untuk ditanami tanaman pangan.

    Wakil Satgas Pangan Polri Kombes Moh. Samsul Arifin, S.I.K., MH., mengatakan, Polri telah melakukan berbagai upaya dalam mendukung program pemerintah swasembada pangan, di antaranya memanfaatkan lahan-lahan kosong milik Polri untuk tanaman pangan, perekrutan tenaga-tenaga pertanian, dan pemanfaatan pekarangan anggota untuk tanaman pangan.

    Langkah ini perlu diperluas dengan melibatkan lebih banyak pihak, termasuk perusahaan swasta dan masyarakat luas.

    Konsep urban farming, pemanfaatan lahan pekarangan, serta sistem pertanian hidroponik dan aquaponik di perkotaan juga bisa menjadi solusi tambahan dalam meningkatkan produksi pangan domestik.

    Selain meningkatkan produksi, distribusi dan tata niaga pangan juga perlu mendapat perhatian serius.

    Sistem rantai pasok yang panjang sering kali menyebabkan harga pangan melonjak tajam di tingkat konsumen, meskipun di tingkat petani harga justru rendah.

    Reformasi sistem distribusi yang lebih efisien harus menjadi prioritas agar keuntungan bisa dirasakan baik oleh petani maupun konsumen.

    Pemerintah perlu memastikan bahwa rantai distribusi pangan tidak dikuasai oleh segelintir pihak yang mencari keuntungan besar dengan mengorbankan petani dan masyarakat luas.

    Dalam jangka panjang, pemerintah juga harus mengadopsi strategi ketahanan pangan yang lebih adaptif terhadap perubahan global.

    Perubahan iklim yang semakin ekstrem menuntut kebijakan yang lebih fleksibel dalam menghadapi ancaman gagal panen dan kelangkaan sumber daya.

    Diversifikasi pangan lokal, seperti pengembangan sorgum, sagu, dan umbi-umbian sebagai alternatif beras, harus lebih serius didorong agar ketergantungan terhadap satu komoditas tidak menjadi titik lemah dalam sistem pangan nasional.

    Upaya mewujudkan swasembada pangan bukanlah tugas satu pihak saja. Semua elemen, mulai dari pemerintah, akademisi, pelaku usaha, hingga masyarakat luas, harus berkolaborasi dalam menciptakan ekosistem pertanian yang lebih berkelanjutan.

    Kebijakan yang berpihak pada petani, inovasi teknologi yang lebih masif, serta sistem distribusi yang lebih efisien akan menjadi kunci utama dalam mencapai ketahanan pangan yang sesungguhnya.

    Dengan langkah-langkah konkret ini, Indonesia tidak hanya bisa mencapai swasembada pangan, tetapi juga kemandirian yang lebih kokoh di masa depan.

    Copyright © ANTARA 2025

  • Soeharto hingga Gus Dur Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional Tahun Ini

    Soeharto hingga Gus Dur Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional Tahun Ini

    Bisnis.com, JAKARTA – Nama Presiden ke 2 Jenderal Purn Soeharto dan Presiden ke 4 KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur masuk dalam daftar 10 tokoh yang diusulkan sebagai Pahlawan Nasional.

    Soeharto dikenal sebagai tokoh penuh kontroversi. Pada era kekuasaannya yang berlangsung selama 32 tahun, Soeharto menerapkan sensor yang sangat ketat terhadap media, bahan bacaan, hingga dugaan melakukan pelanggaran hak asasi manusia (HAM).

    Sementara itu, Gus Dur adalah presiden pertama yang memimpin Indonesia pasca Pemilu 1999. Gus Dur dikenal sebagai bapak toleransi dan memulai proses transisi demokratisasi dari era otoritarianisme Orde Baru warisan Soeharto.

    Menteri Sosial Saifullah Yusuf alias Gus Ipul mengemukakan bahwa pihaknya bersama dengan Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP) telah membahas pengusulan calon Pahlawan Nasional tahun 2025.

    “Nah, semangatnya Presiden sekarang ini kan semangat kerukunan, semangat kebersamaan, semangat merangkul, semangat persatuan. Mikul duwur mendem jero,” kata Menteri Sosial Saifullah Yusuf (Gus Ipul) dilansir dari laman resmi Kementerian Sosial, Rabu (19/3/2025).

    Adapun usulan itu akan diseleksi dan digodok oleh anggota TP2GP yang terdiri dari Staf Ahli, akademisi, budayawan, perwakilan BRIN, TNI, serta Perpustakaan Nasional. Selain lintas unsur sosial, mekanisme pengusulan Pahlawan Nasional juga harus melalui tahapan berjenjang dari tingkat daerah hingga ke pemerintah pusat. 

    “Jadi memenuhi syarat melalui mekanisme. Ada tanda tangan Bupati, Gubernur, itu baru ke kita. Jadi memang prosesnya dari bawah,” kata Mensos Gus Ipul.

    Sementara itu, Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial Kemensos Mira Riyati Kurniasih mengungkapkan sudah ada 10 nama yang masuk dalam daftar usulan calon Pahlawan Nasional 2025. Dari jumlah tersebut, empat nama merupakan usulan baru, sementara enam lainnya merupakan pengajuan kembali dari tahun-tahun sebelumnya.

    “Untuk tahun 2025 sampai dengan saat ini, memang sudah ada proposal yang masuk ke kami, itu ada sepuluh. Empat pengusulan baru, dan enam adalah pengusulan kembali di tahun-tahun sebelumnya,” kata Mira Riyati.

    Adapun tokoh yang kembali diusulkan, antara lain:

    1. K.H. Abdurrahman Wahid (Jawa Timur)
    2.Jenderal Soeharto (Jawa Tengah)
    3. K.H. Bisri Sansuri (Jawa Timur)
    4. Idrus bin Salim Al-Jufri (Sulawesi Tengah),
    5. Teuku Abdul Hamid Azwar (Aceh)
    6 K.H. Abbas Abdul Jamil (Jawa Barat).

    4 tokoh yang baru diusulkan tahun ini:

    1. Anak Agung Gede Anom Mudita (Bali)
    2. Deman Tende (Sulawesi Barat)
    3. Prof. Dr. Midian Sirait (Sumatera Utara)
    4. K.H. Yusuf Hasim (Jawa Timur).

  • Fakta-Fakta Beras Impor yang Banyak Kutunya

    Fakta-Fakta Beras Impor yang Banyak Kutunya

    Jakarta

    Beras impor yang disimpan di gudang Perum Bulog dilaporkan berkutu. Hal ini disampaikan oleh Ketua Komisi IV DPR Siti Hediati Soeharto atau Titiek Soeharto saat melakukan kunjungan ke Yogyakarta.

    Kunjungan ini dilakukan saat masa reses DPR beberapa waktu lalu. Titiek menyebut, beras itu merupakan stok impor yang dilakukan tahun lalu.

    “Pada reses lalu, pada kunjungan kerja yang lalu, saya memimpin tim ke Jogja, dan kami meninjau Gudang Bulog. Di situ kami menemukan masih banyak beras sisa impor yang lalu di dalam gudang Bulog yang sudah banyak kutunya,” kata Titiek Soeharto dalam rapat kerja dengan Kementerian Pertanian, Selasa (11/3/2025).

    Lantas bagaimana fakta-fakta beras impor yang ditemukan berkutu tersebut?

    1. Potensi Terkena Hama Jika Disimpan Lama

    Direktur Supply Chain Pelayanan Publik Perum Bulog Mokhamad Suyamto mengakui beras sebagai komoditas pangan berpotensi terkena serangan hama selama penyimpanan, termasuk kutu. Apalagi beras tersebut sebagai cadangan pangan pemerintah yang memang disimpan dalam waktu relatif lama. Pihaknya pun terus melakukan pengawasan kualitas dan serangan hama secara rutin.

    “Beras sebagai komoditas pangan berpotensi terkena serangan hama selama penyimpanan. Apalagi beras ini sebagai cadangan pangan pemerintah yg disimpan dalam waktu yg relatif lama,” kata Suyamto kepada detikcom, Minggu (16/3/2025).

    2. Masih Laik Konsumsi

    Suyamto menyebut beras yang terlanjur terkena kutu masih sangat laik dikonsumsi. Tentunya, beras tersebut harus melalui proses perawatan terlebih dahulu yang dapat membuat hama mati.

    “Pasti masih sangat layak konsumsi. Nanti setelah dilakukan tindakan perawatan hama akan mati,” jelas Suyamto.

    Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi mengatakan beras yang sudah berkutu harus dilakukan perawatan atau fumigasi agar terbebas dari kutu. Untuk bisa dikonsumsi atau sebaiknya untuk pakan ternak, Arief menyebut harus dilakukan pengecekan kualitas berasnya terlebih dahulu.

    “Harus dicek dulu kualitas berasnya. Bulog memiliki mekanismenya,” kata Arief kepada detikcom, Minggu (16/3/2025).

    3. Perawatan dengan Fumigasi

    Untuk mengatasi hal tersebut, Suyamto menyebut Bulog telah menerapkan konsep Pengelolaan Hama Gudang Terpadu (PHGT). Suyamto menjelaskan gudang melakukan pengawasan kualitas dan serangan hama secara rutin.

    “Tindakan perawatan kualitas juga kita lakukan apabila terjadi serangan hama dengan spraying (penyemprotan) dan fumigasi untuk memastikan beras yang dikeluarkan dari gudang bebas dari hama (kutu),” terang Suyamto.

    4. Bapanas Minta Cek Semua Beras di Gudang Bulog

    Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi meminta untuk memeriksa seluruh gudang Bulog agar mengetahui kualitas beras di Gudang Bulog. Arief meminta agar pemeriksaan tersebut sebaiknya dilakukan secara berkala.

    “Masing-masing Pinwil (Pimpinan Wilayah), Pinca (Pimpinan Cabang), Kepala Gudang harus cek secara berkala kualitas beras di gudang Bulog,” kata Arief kepada detikcom, Minggu (16/3/2025).

    Arief memastikan stok beras di gudang Bulog masih dalam kondisi baik. Saat ini stok beras Bulog sebesar 1,9 juta ton. Jumlah ini akan terus bertambah seiring penyerapan beras oleh Bulog pada musim panen raya.

    Terkait beras impor berkutu, Arief menyebut saat ini sedang dilakukan perawatan atau fumigasi. Menurut Arief, seharusnya Bulog melakukan fumigasi untuk mengatur serta menjaga kualitas beras di gudang Bulog secara berkala.

    “Ada satu dua yang ditemukan seperti, sekarang sedang dilakukan treatment. Seharusnya dilakukan fumigasi untuk manage kualitas stok beras,” jelas Arief.

    (kil/kil)

  • Apa Itu RUU TNI? 3 Perubahan Besar Ini Terjadi Jika Disahkan

    Apa Itu RUU TNI? 3 Perubahan Besar Ini Terjadi Jika Disahkan

    PIKIRAN RAKYAT – Rancangan Undang-Undang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 soal Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) dibahas DPR RI periode 2024-2029, telah dibahas sejak periode lalu.

    Hal yang mengejutkan yakni RUU TNI didorong masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025 sehingga harus dituntaskan segera tahun ini.

    Komisi I DPR RI yang menaungi urusan pertahanan, otomatis bertugas membahas RUU ini, sebenarnya telah memiliki Prolegnas Prioritas 2025, yakni RUU soal Perubahan Ketiga atas UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.

    Setiap komisi harus menyelesaikan satu RUU prioritas guna dapat membahas RUU lainnya. Keputusan RUU TNI untuk menjadi prioritas telah disetujui Rapat Paripurna pada 18 Februari 2025 seperti dikutip dari Antara.

    Apa Itu RUU TNI?

    Komisi I DPR RI telah menggelar beberapa kali rapat soal RUU TNI usai masuk jadi program yakni mengundang pakar, akademisi dan LSM guna mendengar masukan.

    RUU TNI setidaknya akan mengubah 3 poin yakni kedudukan TNI dalam ketatanegaraan, perpanjangan masa dinas prajurit dan pengaturan penempatan prajurit aktif di jabatan sipil.

    Menurut Menteri Pertahanan (Menhan) Sjafrie Sjamsoeddin, RUU TNI periode ini diusulkan guna memperluas ruang jabatan sipil yang bisa diemban prajurit aktif usai rapat dengan Komisi I DPR RI pada Selasa, 11 Maret 2025.

    Perluasan ini yakni menambah institusi-institusi yang sebenarnya, saat ini telah diisi prajurit TNI aktif di bidang keamanan dan penegakan hukum, tak menjauh ke bidang lain seperti perdagangan, sosial, dan lainnya.

    Pembatasan koridor-koridor yang bisa diisi prajurit aktif perlu terus dikawal. Pembahasan RUU TNI di Komisi I DPR RI saat ini belum mencapai puncaknya.

    Pasal 47 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 soal TNI yang masih berlaku, disebutkan ada 10 bidang jabatan yang bisa diduduki prajurit aktif.

    Koordinator bidang politik dan keamanan negara, pertahanan negara, sekretaris militer Presiden, intelijen negara, sandi negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Badan Narkotika Nasional serta Mahkamah Agung.

    Menhan Sjafrie mengusulkan agar jabatan yang bisa diisi prajurit aktif bertambah menjadi 15 yakni bidang kelautan dan perikanan, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), keamanan laut serta Kejaksaan Agung.

    RUU TNI pada periode ini harus menata dan memperjelas jabatan-jabatan yang bisa diisi prajurit aktif. Pembatasan jabatan perlu membuat mereka bersikap profesional agar patuh aturan yang berlaku.

    Prajurit-prajurit yang akan mengisi jabatan sipil, sesuai amanat RUU TNI harus ahli dan mumpuni guna menjawab kebutuhan sumber daya demi meningkatkan kinerja lembaga.

    Isu Dwifungsi

    Isu bangkitnya Dwifungsi di tubuh militer Indonesia muncul bersamaan dengan pembahasan RUU TNI sejak periode Presiden Jokowi.

    Istilah di TNI ini diasosiasikan dengan wacana perluasan penempatan pada jabatan sipil oleh prajurit. Periode lalu beredar draf RUU TNI yang menyebut penempatan TNI di jabatan sipil, sesuai kebutuhan Presiden.

    TNI tahun 1965 bernama Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) berperan menjadi tokoh protagonis saat ada pemberontakan Gerakan 30 September. Presiden Soeharto yang menjabat 32 tahun juga tokoh militer.

    Soeharto lengser bersamaan dengan anggapan negatif pada ABRI yang duduk dalam percaturan sosial dan politik Indonesia, termasuk memiliki Fraksi ABRI di parlemen.

    RUU TNI yang disusun harus bertujuan mengoptimalkan profesionalisme, memastikan pemerintah sipil tetap memiliki kewenangan penuh atas kebijakan dan keputusan negara. RUU ini bisa memperkuat sistem pertahanan negara, tanpa mengorbankan prinsip-prinsip demokrasi dan supremasi sipil, pilar utama Indonesia.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Bulog Buka Suara Soal Temuan Beras Impor Kutuan

    Bulog Buka Suara Soal Temuan Beras Impor Kutuan

    Bisnis.com, JAKARTA — Perum Bulog bukan suara terkait temuan beras sisa impor tahun lalu di gudang Bulog yang terkena serangan hama alias kutu.

    Direktur Operasional dan Pelayanan Publik Perum Bulog Mokhamad Suyamto menjelaskan bahwa beras memiliki potensi untuk diserang hama selama proses penyimpanan, terutama beras merupakan cadangan pangan pemerintah (CPP) yang disimpan dalam jangka waktu yang lama.

    “Beras sebagai komoditas pangan berpotensi terkena serangan hama selama penyimpanan. Apalagi beras ini sebagai cadangan pangan pemerintah yang disimpan dalam waktu yang relatif lama,” kata Suyamto kepada Bisnis, Minggu (16/3/2025).

    Kendati demikian, Suyamto menyatakan bahwa Bulog sudah menerapkan konsep Pengelolaan Hama Gudang Terpadu (PHGT) untuk mengatasi serangan hama, termasuk kutu.

    Di samping itu, Bulog juga melakukan monitoring kualitas gudang dan serangan hama secara rutin. Selain itu, lanjutnya, Bulog juga melakukan perawatan kualitas dan fumigasi.

    “Tindakan perawatan kualitas juga kita lakukan apabila terjadi serangan hama dengan spraying [penyemprotan] dan fumigasi untuk memastikan beras yang dikeluarkan dari gudang bebas dari hama [kutu],” tuturnya.

    Sebelumnya, Ketua Komisi IV DPR Siti Hediati Soeharto atau Titiek Soeharto mengaku menemukan beras sisa impor tahun lalu di dalam gudang Bulog di Yogyakarta yang sudah terserang kutu.

    “Kami meninjau gudang Bulog, di situ kami menemukan masih banyak beras-beras sisa impor yang lalu di dalam gudang bulog itu yang sudah banyak kutunya,” kata Titiek dalam Rapat Kerja (Raker) Komisi IV dengan Menteri Pertanian di DPR, Selasa (11/3/2025).

    Titek menilai kondisi beras impor yang terserang kutu itu sudah tidak layak dikonsumsi masyarakat. Dia pun meminta agar Kementan untuk menindak lebih lanjut temuan beras yang berkutu itu.

    “Beras sisa impor kemarin itu, kan ada di dalam gudang Bulog, itu diapain? Kalau ditunggu lagi takut nanti, kalau dilepas ke pasar nggak untuk dijual, sudah nggak bisa dijual lagi, orang saya ke sana sudah ada kutunya kok,” tuturnya.

    Sementara itu, Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengakui bahwa Perum Bulog telah melaporkan ada sebanyak 100.000–300.000 ton beras sisa impor di gudang Bulog yang sudah tak layak konsumsi.

    “Memang Bulog sudah melaporkan juga ada 100.000—300.000 [ton] seluruh Indonesia dari 2 juta [ton], ini sudah masuk dalam list, termasuk Yogya. tetapi nanti kami tanya lagi, kalau bisa dipercepat yang di Yogya,” terang Amran.

    Namun, Amran menegaskan bahwa Kementan sudah sepakat beras yang terserang kutu itu tidak boleh dikonsumsi oleh masyarakat. Selain itu, beras tersebut juga tidak boleh diperuntukkan menjadi beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP).

    “Kami sudah sepakat tidak boleh untuk masyarakat. tidak boleh untuk SPHP, tidak boleh untuk bantuan, itu dikeluarin, nanti itu diperhitungkan karena tidak serta merta busuk langsung kita keluarin,” pungkasnya.

  • Mengenang Bung Hatta, Simak Fakta Menarik Sang Wapres Pertama Indonesia

    Mengenang Bung Hatta, Simak Fakta Menarik Sang Wapres Pertama Indonesia

    3. Didaulat jadi Bapak Koperasi Indonesia

    Bung Hatta memiliki peran dan perhatian besar dalam gerakan koperasi di Indonesia. Dalam menyambut hari Koperasi di Indonesia 12 Juli 1951, Hatta menyampaikan pidato radio.

    Selanjutnya, pada Kongres Koperasi Indonesia di Bandung 17 Juli 1953, Hatta diangkat sebagai Bapak Koperasi Indonesia. Gagasan dan pikiran Hatta mengenai koperasi terdapat dalam buku Membangun Koperasi dan Koperasi Membangun (1971).

    4. Tanggal lahirnya menjadi perayaan Hari UMKM Nasional

    Setiap 12 Agustus, masyarakat Indonesia merayakan Hari UMKM Nasional. Pemilihan tanggal itu merujuk pada tanggal lahir Bapak Koperasi Indonesia, Mohammad Hatta.

    5. Mendapat gelar Doktor Honoris Causa dari berbagai universitas

    Hatta dianugerahi gelar Doktor Honoris Causa dari berbagai universitas. Pada 27 November 1956, Hatta memperoleh gelar tersebut dari Universitas Gadjah Mada (UGM).

    Selanjutnya pada 30 Agustus 1975, Hatta dianugerahkan gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas Indonesia (UI). Hingga akhir hayatnya, Hatta tetap aktif dan memiliki banyak kegiatan. Ia mengajar di UGM dan kerap diminta menjadi narasumber di berbagai seminar.

    6. Mendapat tanda kehormatan tertinggi Bintang Republik Indonesia Kelas 1 dari Presiden Soeharto

    Tak hanya mendapat gelar Doktor Honoris Causa dari berbagai universitas, Hatta juga mendapat tanda kehormatan tertinggi Bintang Republik Indonesia Kelas 1 dari Presiden Soeharto. Predikat itu ia dapatkan pada 15 Agustus 1972. Alasannya karena ia telah memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia saat masa perjuangan.

    7. Mendapat gelar pahlawan proklamator dan pahlawan nasional

    Pada 23 Oktober 1986, Bung Hatta mendapat gelar Pahlawan Proklamator. Gelar itu didapatkan melalui Keputusan Presiden RI Nomor 81/TK/1986.

    Kemudian pada 7 November 2012, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menetapkan gelar Pahlawan Nasional kepada Bung Hatta. Hal itu didasarkan pada Keputusan Presiden RI Nomor 84/TK/2012.

    Penulis: Resla