Tag: Soeharto

  • Komisi IV DPR serap aspirasi tentang RUU Pangan dari akademisi IPB

    Komisi IV DPR serap aspirasi tentang RUU Pangan dari akademisi IPB

    Pemerintah, dinilai harus terbuka dan aktif membangun kerja sama dengan perguruan tinggi untuk melakukan riset tentang pangan

    Jakarta (ANTARA) – Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyerap aspirasi tentang Rancangan Undang-Undang (RUU) Pangan dari akademisi melalui kunjungan kerja ke Institut Pertanian Bogor (IPB), Jawa Barat (8/5).

    Wakil Ketua Komisi IV DPR Firman Soebagyo dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu, mengatakan kunjungan tersebut dipimpin langsung oleh Ketua Komisi IV DPR Titiek Soeharto. Adapun Komisi IV membidangi sektor pertanian, kehutanan, dan kelautan.

    “Kunjungan ini bertujuan untuk berdiskusi dan mendengarkan pandangan para guru besar, dosen, serta mahasiswa IPB terkait pembahasan revisi UU Pangan yang saat ini sedang dibahas di Komisi IV DPR,” ujar Firman yang juga merupakan anggota Panitia Kerja RUU Pangan itu.

    Dia menuturkan pandangan dan saran yang telah disampaikan akan menjadi referensi penting bagi Panja dalam menyusun naskah akademik dan draf RUU.

    Harapannya, revisi tersebut menghasilkan undang-undang yang berkualitas dan mampu menjawab tantangan ketahanan serta kedaulatan pangan nasional ke depan.

    Di sisi lain, dirinya juga menegaskan pentingnya kolaborasi antara Pemerintah dan perguruan tinggi dalam bidang riset dan kebijakan pangan.

    Pemerintah, dinilai harus terbuka dan aktif membangun kerja sama dengan perguruan tinggi untuk melakukan riset tentang pangan.

    “Hasil riset tersebut harus menjadi dasar dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan, khususnya terkait diversifikasi dan substitusi pangan,” ucap dia.

    Firman menyampaikan bahwa forum diskusi yang dibuka oleh Wakil Rektor IPB dan dihadiri delapan profesor, para dosen, serta mahasiswa itu berjalan dengan lancar dan penuh substansi.

    Selain RUU Pangan, kata dia, diskusi juga membahas sejumlah isu penting, seperti kedaulatan pangan, diversifikasi dan substitusi pangan, penormalan program Makan Bergizi Gratis (MBG) dalam undang-undang dengan standar tertentu, transformasi peran Perum Bulog, serta dorongan dalam menjadikan ikan sebagai salah satu alternatif utama pemenuhan gizi dan protein pada program MBG.

    Pewarta: Agatha Olivia Victoria
    Editor: Edy M Yakub
    Copyright © ANTARA 2025

  • Daftar Harga Uang Kuno Terbaru Mei 2025 di Marketplace, Uang Koin 100 Karapan Sapi Dijual Rp95 Juta

    Daftar Harga Uang Kuno Terbaru Mei 2025 di Marketplace, Uang Koin 100 Karapan Sapi Dijual Rp95 Juta

    JABAR EKSPRES – Harga Uang kuno terbaru Bulan Mei 2025 banyak dicari para kolektor untuk sebagai bahan referensi. Untuk memudahkan, biasanya para kolektor melihatnya di Marketplace atau ecommers.

    Selain para kolektor, pemilik uang kuno juga menjadikan harga di marketplace sebagai gambaran untuk menentukan harga saat akan menjual koleksinya.

    Namun harga-harga ini tidak bisa menjadi panduan secara general, karena yang menentukan harga adalah para penjual bukan berdasarkan harga pasar.

    Baca juga : Kemana Jual Uang Kuno Agar Dapat Harga Tinggi Hingga Jutaan Rupiah? Cek Rekomendasinya di Sini

    Meski demikian di beberapa marketplace seperti Tokopedia ada penjualan uang kuno yang cukup fantastis, yakni uang Koin 100 Karapan Sapi Dijual dengan harga Rp95 Juta.

    Atau di Lazada ada uang 100 gambar perahu pinisi berwarna merah dijual hingga Rp25 juta per lembarnya.

    Ada juga Uang kuno gulden 100 tahun 1938 ditawarkan dengan harga sangat tinggi mencapai Rp47.500.000/lembar.

    Berikut daftar harga uang kuno terbaru di beberapa marketplace untuk bulan Mei 2025 ini.

    Blibli

    Uang kuno 100 Rumah gadang tebal putih Rp9000/keping
    Uang kuno 1000 kelapa sawit Rp5000/keping
    Uang kuno 1 rupiah Gulden Rp15.000/keping
    Uang kuno 100 karapan sapi Rp4000/keping
    Uang kuno perak 1 gulden Wilhelmina Rp200.000/keping
    Uang kuno 25 tahun 1971 Rp13.000/keping
    Uang kuno 500 burung garuda Rp2.500/keping
    Uang kuno 500 bunga raflesia tanhun 1982 Rp100.00/lembar
    Uang kuno 2,5 rupiah tahun 1961 Rp100/keping

    Tokopedia

    Uang kuno 100 Karapan sapi Rp95.000.000/keping
    uang kuno 500 melati Rp55.500.000/keping
    Uang kuno 10.000 Hamengku Buono IX Rp50.000/ lembar
    Uang kuno 5.000 Sasando Rp16.000/lembar
    Uang kuno 50.000 WR Supratman Rp30.000/lembar
    Uang kuno 1000 Soekarno Tahun 1960 Rp2.600.000/lembar
    Uang kuno logam 100 rumah gadang Rp2.973.000/keping
    Uang kuno 50.000 Soeharto Rp300.000/lembar
    Uang kuno gulden 100 tahun 1938 Rp47.500.000/keping

    Baca juga : Jual Uang kuno Koin Kelapa Sawit di Grup Ini Bisa Laku Hingga Rp34 Juta

    Lazada
    Uang kuno 100 perahu layar merah Rp350.000/lembar
    Uang kuno 20.000 Ki Hajar Dewantara tahun 1998 Rp100.000/lembar
    Uang kuno 5000 Teungku Umar 1986 Rp175.000
    Uang kuno 75.000 Soekarno Hatta Rp9.999.999/lembar

  • Dinasti Politik Jokowi Berpotensi jadi Sebab RI Bubar 2030

    Dinasti Politik Jokowi Berpotensi jadi Sebab RI Bubar 2030

    GELORA.CO – Dinasti politik Joko Widodo alias Jokowi disebut sebagai salah satu sebab Indonesia akan bubar di masa yang akan datang. Demikian pendapat pengamat militer dan politik, Selamat Ginting.

    Diketahui bahwa Presiden Prabowo Subianto menghadiri halalbihalal bersama purnawirawan TNI AD dan keluarga besar Polri. Prabowo semeja dengan Wapres ke-6 RI sekaligus mantan Panglima ABRI Jenderal TNI (Purn) Try Sutrisno di Balai Kartini Jakarta Selatan pada Selasa (6/5/2025) kemarin.

    Prabowo dalam kesempatan itu menyalami tokoh-tokoh yang telah menanti di ruangan. Dia kemudian duduk semeja dengan Wapres ke-6 RI sekaligus Jenderal TNI (Purn) Try Sutrisno, Menhan Sjafrie Sjamsoeddin, Gubernur DIY Sultan Hamengkubuwono X.

    Hadir pula dalam acara tersebut, Penasihat Khusus Presiden Bidang Politik dan Keamanan Jenderal TNI (Purn) Wiranto, mantan Kepala BIN Hendropriyono, Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Koordinator (Menko) Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Kepala BIN Herindra, Penasihat Khusus Presiden Bidang Pertahanan Nasional Jenderal TNI Dudung Abdurrachman, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, serta Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto.

    Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden Yusuf Permana mengatakan kehadiran Prabowo dalam acara itu untuk menjalin dan mempererat tali silaturahmi dengan para purnawirawan.

    “Dan yang menarik, selesai acara Titik Soeharto menuntun Try Sutrisno hingga memasuki ke dalam mobilnya. Mba Titik Suharto nampak menghormati Try Sutrisno,” kata Abraham Samad dalam podcast bersama pengamat Militer dan Politik Selamat Ginting di channel YouTube Abraham Samad Speak Up, Kamis (8/5/2025).

    Pun Abraham Samad meminta Selamat Ginting untuk menanggapi yang menurutnya semua orang menghormati Try Sutrisno. Penghormatan itu bukan karena Try Sutrisno mantan Panglima TNI, mantan Wapres tetapi karena sosok yang memiliki integritas.

    Selamat Ginting yang hadir penuhi undangan sebagai KBT Keluar Besar Tentara mengungkap harapan pertemuan Presiden Prabowo Subianto dengan Try Sutrisno yang kini menjadi sorotan dari kritiknya di Forum Purnawirawan TNI dengan 8 butir tuntutan. Diantara 8 butir  itu menuntut Wapres RI Gibran Rakabuming Raka untuk mundur.

    “Prabowo ditunggu publik kapan bisa bertemu antara Prabowo dengan Try Sutrisno tentunya terkait dengan Forum Purnawirawan TNI dengan petisi 8 point tuntutan. Salah satu poin tuntutan tersebut di antara minta Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka untuk mundur dari posisi wapres. Karena posisi Wapres ini menjadi pusat perhatian nasional dan internasional,” kata Selamat Ginting.

    “Pak Try Sutrisno bukan kali ini saja menjadi pusat perhatian terkait kritiknya terhadap pemerintahan Jokowi pada tahun 2018, mendatangi MPR meminta MPR kembalikan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN),” tambah dia.

    Lantas Ginting berkaca pada masa pemerintahan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono, saat itu Jendral Purn TNI Try Sutrisno melakukan kritik.

    “Di masa pemerintahan Soesilo Bambang Yudhoyono Pak Try juga pernah kritik program jangka menengah dan jangka panjang dan Presiden SBY menanggapinya dengan bijak. Ini perlu dicontoh oleh Presiden Prabowo karena kan sama-sama dari militer. Untuk itu Pak SBY mengirim Panglima TNI Pak Joko Suyanto atau mengutus pimpinan TNI lainnya misalnya Kapuspen TNI dll,”  tuturnya.

    Try Sutrisno pernah melakukan kritik dengan gerakan cabut mandat di era Presiden SBY. Dan SBY menanggapi dengan tenang bersama Wapres Jusuf Kalla. “Jadi di kepimpinan SBY tidak menyikapi tidak dengan reaktif, tidak melakukan tuduhan atas kritik Try Sutrisno,” ungkap Ginting.

    Ginting mengutip ucapan Mantan Presiden Soekarno “Berikan pemuda untuk merubah dunia. Berkaca dari era Soekarno, sekarang keadaan berbeda ” Berikan satu orang tua Try Sutrisno untuk mengubah kezaliman.

    Ginting menilai dinasti politik Jokowi berpotensi menjadi salah satu variabel Indonesia akan cepat bubar pada 2030.

    “Nah ini yang harus kita lawan 2030 kita bisa bubar kalau dinasti Jokowi tidak dihentikan. Anda bayangkan baru saja satu pekan Gibran dilantik jadi wapres sudah ada spanduk Gibran untuk 2029 tidak ada Wanjakti di era Jokowi. Dia yang ngatur semua yang jadi Pangdam itu, Jokowi yang menentukan,” jelasnya.

    Ginting kembali menegaskan orang seperti jendral Purnawirawan TNI Try Sutrisno melakukan kritik untuk mengubah kezaliman. “Tapi di era kini 1000 pemuda yang mantan aktivis 98 hanya bisa menjadi buzzer dan mimpi menjadi komisaris BUMN. Jadi beda sekali,” pungkasnya.

  • Usul Mardigu Berantas Ormas Preman: Hidupkan Kembali ‘Pangkopkamtib’ era Soeharto

    Usul Mardigu Berantas Ormas Preman: Hidupkan Kembali ‘Pangkopkamtib’ era Soeharto

    TRIBUNJAKARTA.COM – Pengusaha asal Indonesia yang aktif di media sosial, Mardigu Wowiek Prasantyo menilai belum ada langkah jitu memberantas aksi premanisme yang merebak di Indonesia. 

    Ia pun teringat badan atau lembaga yang mampu menangani permasalahan tersebut. 

    “Kita semua tahu bahwa sejauh ini kebijakan nasional belum menyentuh masalah preman sampai dalam tindakannya yang nyata,” katanya seperti dikutip dari Instagramnya pada Rabu (7/5/2025). 

    Pria yang kerap disapa Bossman tersebut mengusulkan dibentuknya Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) yang berdiri di era Presiden Soeharto. 

    “Kita usulkan kepada negara untuk membuat badan atau lembaga yang dulu pernah sukses dibentuk untuk membumihanguskan premanisme narkoba dan judi yang namanya Pangkopkamtib, Panglima Komando Keamanan dan Ketertiban,” lanjutnya. 

    Lalu, Apa itu Kopkamtib?

    Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban atau Kopkamtib adalah lembaga internal Pemerintah Indonesia pada masa Orde Baru.

    Kopkamtib dibentuk oleh Soeharto pada 10 Oktober 1965 dengan tujuan untuk memulihkan keamanan dan ketertiban pascaperistiwa Gerakan 30 September.  

    Lembaga ini memiliki wewenang untuk melarang aksi unjuk rasa, melakukan penangkapan terhadap tokoh politik yang bermasalah, dan penyensoran media massa.

    Usai menyelesaikan tugasnya, Kopkamtib dibubarkan pada 5 September 1988 yang kemudian digantikan oleh Badan Koordinasi Bantuan Pemantapan Stabilitas Nasional (Bakorstanas).

    Sejarah Pembentukan

    Pada 3 Oktober 1965, Presiden Soekarno memerintahkan Mayor Jenderal Soeharto untuk memimpin operasi pemulihan keamanan dan ketertiban usai peristiwa kudeta G30S/PKI. 

    Untuk melakukan operasi yang diminta, Mayjend Soeharto membentuk Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib). Kopkamtib dikomando langsung oleh Soeharto selaku panglima tertinggi, kemudian dikukuhkan dengan Surat Keputusan No. 162/KOTI 1965, 12 November 1965.  

    Dalam perkembangannya, Kopkamtib juga dijadikan sebagai lembaga di bawah Menteri Pertahanan dan Keamanan Panglima ABRI.  

    Pada peran ini, Kopkamtib bertugas untuk mewujudkan stabilitas nasional sebagai syarat mutlak berhasilnya Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita). 

    Tugas

    Semenjak dibentuk, Kopkamtib memiliki beberapa tugas utama, yaitu:

    Memulihkan kemanan dan ketertiban akibat peristiwa pemberontakan G30S/PKI, kegiatan-kegiatan ekstrem, dan kegiatan subversi lainnya. 

    Mengamankan kewibawaan pemerintah beserta alat-alatnya dari pusat sampai dengan daerah dalam rangka mengamankan pelaksanaan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.  

    Selama melaksanakan tugas, Kopkamtib menggunakan dasar hukum sesuai dengan Surat Perintah Sebelas Maret atau Supersemar.  

    Dalam Supersemar, Presiden Soekarno memerintahkan kepada Mayjend Soeharto untuk mengambil langkah yang dianggap perlu untuk menjamin stabilitas keamanan nasional. 

    Pembubaran

    Pada 5 September 1988, Kopkamtib resmi dibubarkan, karena lembaga ini telah berhasil memelihara stabilitas nasional dengan sangat baik.

    Sebagai penggantinya, presiden membentuk badan nonstruktural baru, yaitu Badan Koordinasi Bantuan Pemantapan Stabilitas Nasional (Bakorstanas).  

    Badan ini bertugas sebagai koordinator tugas-tugas departemen dalam rangka pemulihan stabilitas nasional.

    Ketua Bakorstanas dijabat oleh Panglima Angkatan Bersenjata RI.  Sedangkan untuk Bakorstanas daerah dipimpin oleh para Panglima Daerah Militer (Pangdam).

    Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

  • Mahfud MD Bicara Peluang Gibran Dimakzulkan Inkonstitusional, Ingatkan Lengsernya Sukarno & Gus Dur – Halaman all

    Mahfud MD Bicara Peluang Gibran Dimakzulkan Inkonstitusional, Ingatkan Lengsernya Sukarno & Gus Dur – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD, berbicara peluang Gibran Rakabuming Raka bisa dimakzulkan sebagai Wakil Presiden RI, secara inkonstitusional.

    Mulanya, Mahfud menilai Gibran akan sulit untuk dimakzulkan jika dilakukan secara konstitusional ketika melihat hitung-hitungan politik saat ini.

    Pasalnya, koalisi pemerintah di parlemen begitu besar sehingga dianggap kecil peluang para anggota dewan mau untuk memakzulkan Gibran.

    “Praktiknya akan susah, karena apa? Untuk memakzulkan Presiden dan Wakil Presiden itu harus diputuskan dulu oleh sidang pleno DPR yang dihadiri oleh minimal dua pertiga dari seluruh anggota.”

    “Dua pertiga yang hadir ini harus setuju bahwa ini harus dimakzulkan karena terbukti melakukan hal tercela. Bayangkan secara politik… ndak mungkin karena koalisi Pak Prabowo sudah 81 (persen),” katanya, dikutip dari YouTube Mahfud MD Official, Rabu (7/5/2025).

    Namun, Mahfud mengingatkan, dalam sejarah, mayoritas pemakzulan terhadap Presiden tidak secara konstitusional.

    Lalu, dia mencontohkan dua peristiwa pemakzulan di Indonesia, yaitu terhadap Presiden pertama RI, Sukarno, dan Presiden ke-4 RI, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.

    Mahfud menjelaskan dalam pelengseran Sukarno tidak dilakukan sesuai aturan perundang-undangan.

    Sebab, sang Proklamtor dipaksa untuk menandatangani Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) oleh Soeharto yang saat itu menjabat sebagai Menteri Panglima Angkatan Darat (AD).

    Padahal, sambung Mahfud, secara aturan saat itu, MPRS yang seharusnya menjadi lembaga negara yang bisa memberhentikan Sukarno.

    Dia mengatakan Supersemar tersebut ternyata dijadikan alat untuk melengserkan Sukarno oleh Soeharto.

    Lalu, Mahfud mengungkapkan seluruh anggota MPRS saat itu diganti oleh pendukung Soeharto demi merontokkan dukungan politik terhadap Sukarno.

    “Ada ketentuan MPR bisa memberhentikan Presiden karena Presiden mandataris MPR. Lalu, pada waktu itu, Bung Karno dipaksa mengeluarkan Supersemar, dari Supersemar itu menjadikan alat untuk merampas kekuasaan melalui rekayasa-rekayasa ketatanegaraan secara politik.”

    “Anggota MPRS-nya diganti dulu dengan pendukung-pendukung Orde Baru lalu (Sukarno) disidang dua tahun setelah peristiwa G30S,” jelas Mahfud.

    Mahfud menjelaskan, setelah itu, Sukarno baru digantikan Soeharto pada 1967, agar terkesan estafet kepemimpinan dilakukan secara konstitusional.

    “Lalu Bung Karno menjadi ‘bebek lumpuh’ yang berkuasa Soeharto, lalu Bung Karno tahun 1967 baru diganti secara resmi setelah ada rekayasa-rekayasa politik itu,” lanjutnya.

    Mahfud juga mengatakan, sebenarnya keberhasilan Soeharto melengserkan Sukarno itu dianggap dilakukan secara konstitusional karena memperoleh dukungan rakyat saat itu setelah pecahnya peristiwa berdarah G30S.

    Dukungan itu, sambungnya, dapat dikonsolidasikan oleh Soeharto sehingga pelengseran terhadap Sukarno dianggap menjadi konstitusi baru saat itu.

    “Itulah sebabnya lalu perampasan kekuasaan terhadap Sukarno kemudian karena ada teorinya yaitu sebuah kekuasaan yang diperoleh dengan melanggar konstitusi tetapi kemudian bisa mengkonsolidasikan diri, itu menjadi konstitusi dan hukum baru,” katanya.

    Kemudian, Mahfud berpindah dengan menjelaskan pelengseran terhadap Gus Dur pada awal 2000-an.

    Ketika itu, jika Gus Dur ingin dimakzulkan secara konstitusional, maka harus terlebih dahulu dilayangkan memorandum pertama ketika memang terbukti telah melanggar Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) dalam kepemimpinannya.

    Lalu, apabila Gus Dur masih melakukan pelanggaran, maka baru diberi memorandum kedua dan diberhentikan jika masih tidak ada perbaikan.

    Namun, Mahfud mengungkapkan pemberhentian Gus Dur sebagai Presiden tidak secara konstitusional karena ketika itu baru berstatus terduga pelaku korupsi penyelewengan dana Yayasan Bina Sejahtera (Yanatera) Badan Urusan Logistik (Bulog) atau yang lebih dikenal dengan Bulog Gate, tetapi sudah dilayangkan memorandum pertama.

    “Nah, Gus Dur, pertama patut diduga mengetahui penyelewengan di Bulog, oleh sebab itu diberikan momerandum kesatu. Ini udah salah, baru patut diduga kok sudah memorandum.”

    “Menurut TAP MPR 378, kalau benar-benar melanggar haluan negara, tapi oke. Sudah itu, kan patut diduga, apa yang mau diperbaiki (Gus Dur) jika patut diduga?” tutur Mahfud.

    Lalu, Gus Dur menerima memorandum kedua setelahnya terkait kasus yang sama. 

    Namun, tiba-tiba, justru Gus Dur dilengserkan lewat Sidang Paripurna MPR bukan terkait kasus skandal Bulog Gate, tetapi kasus lain, yakni pemecatan Kapolri saat itu, Jenderal Surojo Bimantoro.

    Sebagai informasi, hubungan Gus Dur dengan Bimantoro memang memanas ketika itu akibat peristiwa pengibaran bendera Bintang Kejora di wilayah Papua.

    Mahfud menuturkan proses pemakzulan semacam ini melanggar konstitusi karena Gus Dur dilengserkan lewat kasus baru dan tanpa ada memorandum pertama dan kedua terlebih dahulu.

    “Ini langsung kasus baru (Gus Dur dilengserkan), kan melanggar konstitusi,” katanya.

    Namun, Mahfud mengungkapkan pelengseran Gus Dur tersebut dapat mulus terjadi tanpa adanya kecaman karena mayoritas masyarakat mendukung upaya tersebut.

    “Ketika itu, masyarakat yang mayoritas diwakili partai, mendukung. Akhirnya, Gus Dur itu jatuh,” ujarnya.

    (Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)

  • Fadli Zon Blak-blakan soal Revisi Sejarah RI dan Gelar Pahlawan untuk Soeharto

    Fadli Zon Blak-blakan soal Revisi Sejarah RI dan Gelar Pahlawan untuk Soeharto

    Bisnis.com, Jakarta — Menteri Kebudayaan Fadli Zon memastikan penulisan ulang sejarah Indonesia tidak berkaitan dengan pemberian gelar pahlawan nasional kepada Presiden RI ke-2 Soeharto.

    Fadli mengatakan penulisan ulang sejarah Indonesia dan pemberian gelar pahlawan nasional tersebut merupakan dua hal yang berbeda dan ditangani oleh kementerian yang berbeda pula.

    Kendati demikian, Fadli juga berpandangan Soeharto sudah layak mendapatkan gelar pahlawan nasional mengingat jasanya dulu sewaktu peristiwa Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar). Pada saat itu, kata dia, Presiden Soekarno memberikan perintah ke Soeharto yang kala itu berpangkat Letnan Jenderal mengambil semua tindakan yang diperlukan untuk mengembalikan keamanan dan ketertiban pasca peristiwa G30S PKI.

    “Jadi dulu kalau tidak ada Letnan Jenderal Soeharto, Indonesia ini tidak akan ada ya, karena semua pimpinan negara ini waktu itu semuanya ditangkapi oleh Belanda,” tutur Fadli di Jakarta, Selasa (6/5/2025) malam.

    Politisi Gerindra itu mengatakan bahwa seharusnya sudah sejak dulu Indonesia langsung memberikan gelar pahlawan nasional kepada Presiden RI ke-2 Soeharto karena jasanya yang diklaim sangat besar saat itu.

    “Masih banyak pahlawan yang belum diberi gelar pahlawan, misalnya kepada Pak Harto, lalu Gus Dur, tapi kan mereka belum dapat gelar itu,” katanya.

    Berkaitan dengan itu, Fadli pun memastikan penulisan ulang sejarah Indonesia yang kini tengah digodok Kementerian Kebudayaan, tidak ada kaitannya dengan Kementerian Sosial yang ingin memberikan gelar kepada Soeharto.

    “Tidak, beda itu. Tidak berkaitan,” ujarnya.

  • Pemerintah & DPR Bahas Nasib Bulog di RUU Pangan, Ini Bocorannya

    Pemerintah & DPR Bahas Nasib Bulog di RUU Pangan, Ini Bocorannya

    Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah dan DPR RI tengah membahas penyusunan Rancangan Undang-undang tentang Perubahan Ketiga UU No.18/2012 tentang Pangan. Salah satu yang dibahas yakni menjadikan Perusahaan Umum (Perum) Bulog sebagai Badan Otonom.

    Ketua Komisi IV DPR RI Siti Hediati Hariyadi menyampaikan, transformasi Perum Bulog diperlukan untuk mendukung target swasembada pangan. Mengingat, pemerintah saat ini menargetkan agar swasembada pangan dapat tercapai dalam waktu dekat.

    “Fokusnya transformasi Bulog untuk ke depannya. Jadi perubahan rancangan UU Pangan ini intinya ya transformasi Bulog, Bulog mau dikemanain kelembagaannya,” kata Titiek ketika ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (6/5/2025).

    Titiek juga tidak menutup kemungkinan bahwa Perum Bulog akan kembali seperti di masa pemerintahan Presiden ke-2 RI Soeharto. Sebagai informasi, kala itu Bulog bertanggung jawab langsung kepada Presiden. 

    Dia mengatakan, kala itu, Bulog berhasil membawa Indonesia mencapai swasembada pangan.

    “Dulu aja Bulog bisa berfungsi, bisa bikin kita swasembada, kenapa sekarang mesti terlalu banyak lembaga macem-macem,” ujarnya.

    Adapun, rencana transformasi kelembagaan Perum Bulog telah bergulir sejak awal kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto. 

    Direktur Utama (Dirut) Perum Bulog saat itu, Wahyu Suparyono mengungkap, Perum Bulog ke depan akan menjadi lembaga pemerintah yang langsung berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden Prabowo Subianto. Dengan demikian, Bulog nantinya tak lagi menjadi Badan Usaha.  

    Wahyu menyampaikan, Presiden Prabowo Subianto telah memintanya untuk mempersiapkan transformasi kelembagaan tersebut, sembari menunggu terbitnya Keputusan Presiden (Keppres).  

    “Nanti, kita Bulog, menjadi lembaga pemerintah lainnya,” ungkap Wahyu saat ditemui di Kompleks Parlemen, Selasa (5/11/2024).

    Untuk diketahui, Bulog pertama kali dibentuk berdasarkan Keputusan Presidium Kabinet Nomor 114/U/KEP/5/1967 tanggal 10 Mei 1967 dengan nama Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) BULOG dengan tujuan pokok untuk mengamankan penyediaan pangan dan stabilisasi harga dalam rangka menegakkan eksistensi Pemerintahan baru. 

    Setelah melakukan sejumlah perubahan tugas, pemerintah pada 2000 mendorong Bulog menuju suatu bentuk badan usaha mulai terlihat dengan terbitnya Keputusan Presiden No.29/2000 Kemudian, melalui Keputusan Presiden No.103 tanggal 13 September 2001, sebagai LPDN Bulog berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia. 

    Pada 20 Januari 2003, LPND Bulog berubah statusnya menjadi Perusahaan Umum (Perum) Bulog (selanjutnya disebut Perum Bulog) berdasarkan Peraturan Pemerintah No.7/2003 tentang Pendirian Perusahaan Umum Bulog dan Peraturan Pemerintah No.61/2003 tentang Perubahan atas PP No.7/2003 pasal 70 dan 71.

    Kemudian, melalui Peraturan Pemerintah No. 13/2016 tentang Perusahaan Umum (Perum) Bulog, Perum Bulog yang selanjutnya disebut perusahaan merupakan badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 19/2003 tentang BUMN. 

  • Legislator PDIP sebut gelar pahlawan Soeharto akan lukai rasa keadilan

    Legislator PDIP sebut gelar pahlawan Soeharto akan lukai rasa keadilan

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Abidin Fikri mengatakan wacana pemberian gelar pahlawan bagi Presiden Ke-2 Republik Indonesia Soeharto di tengah belum tuntasnya kasus hukum terkait dugaan korupsi sejumlah yayasan pada era Orde Baru, justru akan melukai rasa keadilan rakyat Indonesia.

    Anggota Fraksi PDIP itu pun meminta Kementerian Sosial untuk mengkaji secara mendalam usulan pemberian gelar tersebut.

    “Kasus dugaan korupsi tujuh yayasan yang melibatkan Soeharto, sebagaimana ditetapkan pada tahun 2000, hingga kini belum menemui penyelesaian hukum yang jelas,” kata Abidin dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa.

    Menurut ia, memberikan gelar pahlawan nasional di tengah adanya fakta itu bukan hanya bertentangan dengan prinsip keadilan, tetapi juga dapat mengikis kepercayaan publik terhadap integritas proses penganugerahan gelar.

    Ia mengatakan pemberian gelar pahlawan nasional harus memenuhi kriteria sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan, termasuk memiliki rekam jejak yang bersih dari tindakan melawan hukum.

    Selain korupsi, ia mengatakan masa kepemimpinan Soeharto juga diwarnai dengan dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) serta praktik kolusi dan nepotisme. Masalah-masalah tersebut dinilai masih menyisakan luka bagi banyak korban dan keluarganya.

    “Mengabaikan fakta sejarah dan ketidaktuntasan kasus hukum Soeharto akan mencederai semangat antikorupsi dan keadilan sosial yang sedang kita perjuangkan bersama,” katanya.

    Oleh karena itu, Abidin meminta usulan pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto agar dikaji ulang secara mendalam karena rakyat Indonesia mengharapkan pahlawan nasional adalah figur yang menjadi teladan moral dan integritas.

    Di sisi lain, ia juga mengapresiasi aspirasi masyarakat, termasuk dari berbagai elemen sipil yang menyerukan agar usulan pemberian gelar pahlawan nasional untuk Soeharto ditinjau ulang.

    Ia mendesak Dewan Gelar dan pemerintah untuk mendengarkan suara rakyat serta mempertimbangkan dampak sosial dan historis dari keputusan ini.

    Abidin pun memastikan Komisi VIII DPR RI akan terus mengawal proses ini dengan penuh tanggung jawab.

    Ia juga meminta semua pihak untuk mengedepankan dialog yang berujung pada rasa keadilan masyarakat.

    “Kami mengajak semua pihak untuk menjaga dialog yang konstruktif demi menjaga keutuhan sejarah dan keadilan bagi rakyat Indonesia,” katanya.

    Sebelumnya, Menteri Sosial Saifullah Yusuf menyatakan nama Soeharto berpeluang mendapat gelar pahlawan nasional pada tahun 2025. Peluang ini terbuka setelah MPR mencabut TAP MPR 11/1998 soal korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Didik Kusbiantoro
    Copyright © ANTARA 2025

  • PDIP Minta Kaji Ulang Pemberian Gelar Pahlawan Soeharto, Sorot Kasus Korupsi dan HAM

    PDIP Minta Kaji Ulang Pemberian Gelar Pahlawan Soeharto, Sorot Kasus Korupsi dan HAM

    PDIP Minta Kaji Ulang Pemberian Gelar Pahlawan Soeharto, Sorot Kasus Korupsi dan HAM
    Penulis
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Wakil Ketua Komisi VIII DPR Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (
    PDI-P
    ) Abidin Fikri meminta adanya kajian ulang terhadap rencana pemberian gelar
    pahlawan nasional
    kepada Presiden ke-2 Republik Indonesia
    Soeharto
    .
    Ia mengingatkan pemerintah untuk tidak mengabaikan banyaknya kasus yang diduga melibatkan Soeharto. Terutama yang berkaitan dengan dugaan korupsi di era Orde Baru.
    “Kasus dugaan korupsi tujuh yayasan yang melibatkan Soeharto, sebagaimana ditetapkan pada tahun 2000, hingga kini belum menemui penyelesaian hukum yang jelas,” ujar Abidin lewat keterangannya, Senin (5/5/2025).
    Selain korupsi, ia juga menyorot dugaan praktik kolusi dan nepotisme. Serta, pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang terjadi selama kepemimpinan Soeharto.
    Pemberian gelar nasional kepada Soeharto, kata Abidin, hanya akan melukai perasaan para korban yang belum mendapatkan penyelesaian hukum.
    “Memberikan gelar pahlawan nasional di tengah fakta ini bukan hanya bertentangan dengan prinsip keadilan, tetapi juga dapat mengikis kepercayaan publik terhadap integritas proses penganugerahan gelar,” ujar Abidin.
    Ia pun meminta pemerintah, khususnya Kementerian Sosial (Kemensos), untuk tidak mengabaikan fakta sejarah dan belum tuntasnya kasus-kasus yang menyeret nama Soeharto.
    “Mengabaikan fakta sejarah dan ketidaktuntasan kasus hukum Soeharto akan mencederai semangat anti korupsi dan keadilan sosial yang sedang kita perjuangkan bersama,” ujar Abidin.
    “Kemensos perlu mengkaji secara mendalam usulan pemberian gelar
    Pahlawan Nasional
    kepada Presiden ke-2 RI, Soeharto,” sambungnya.
    Menteri Sosial (Mensos) Saifullah Yusuf atau karib disapa Gus Ipul mengatakan, usulan memberikan gelar pahlawan nasional kepada Soeharto dilakukan secara berjenjang, mulai dari tingkat daerah hingga ke pemerintah pusat.
    “Jadi memenuhi syarat melalui mekanisme. Ada tanda tangan Bupati, Gubernur, itu baru ke kita. Jadi memang prosesnya dari bawah,” ucap Gus Ipul, dikutip dari laman resmi Kemensos.
    Ia pun menargetkan keputusan pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto akan diambil pada Mei 2025.
    “Sekarang masih berproses. Targetnya Mei. Apakah Mei bisa atau enggak, ya, nanti kami lihat,” ujar Gus Ipul.
    Diketahui, terdapat nama lain yang juga diusulkan mendapatkan gelar pahlawan nasional seperti KH Abdurrahman Wahid (Jawa Timur), Sansuri (Jawa Timur), Idrus bin Salim Al-Jufri (Sulawesi Tengah), Teuku Abdul Hamid Azwar (Aceh), dan K.H. Abbas Abdul Jamil (Jawa Barat).
    Lalu, empat nama baru yang diusulkan tahun ini selain Soeharto adalah Anak Agung Gede Anom Mudita (Bali), Deman Tende (Sulawesi Barat), Prof. Dr. Midian Sirait (Sumatera Utara), dan K.H. Yusuf Hasim (Jawa Timur).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Ketika Prabowo Tegaskan Bukan Boneka Jokowi

    Ketika Prabowo Tegaskan Bukan Boneka Jokowi

    Ketika Prabowo Tegaskan Bukan Boneka Jokowi
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Presiden RI
    Prabowo Subianto
    membantah dirinya adalah “presiden boneka” yang dikendalikan oleh Presiden ke-7
    Joko Widodo
    .
    Penegasan ini disampaikannya di tengah kemunculan isu
    matahari kembar
    antara Jokowi dan Prabowo dalam pemerintahan, beberapa waktu belakangan.
    “Saya dibilang, apa itu, presiden boneka. Saya dikendalikan oleh Pak Jokowi, seolah Pak Jokowi tiap malam telepon saya, saya katakan itu tidak benar,” tegas Prabowo dalam Sidang Kabinet Paripurna di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (5/5/2025).
    Dalam sidang kabinet, Prabowo memang mengakui sering berkonsultasi dengan Jokowi untuk meminta pendapat dan saran.
    Hal itu lantaran ayah dari Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka sudah punya pengalaman selama 10 tahun memimpin Indonesia.
    Akan tetapi, Prabowo tidak hanya berkonsultasi dengan Jokowi saja.
    Ia mengaku juga meminta saran dan pendapat kepada Presiden ke-6 Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden ke-5 Republik Indonesia Megawati Soekarnoputri.
    Menurut Prabowo, pertemuan dan komunikasinya dengan Jokowi, SBY, dan Megawati bukanlah hal yang perlu dipermasalahkan.
    “Saya menghadap beliau enggak ada masalah, saya menghadap Pak SBY tidak ada masalah, saya menghadap Ibu Mega tidak ada masalah,” kata Prabowo.
    Eks Menteri Pertahanan ini lantas mengatakan jika bisa bertemu mantan presiden lainnya seperti Soekarno, Soeharto, hingga Abdurrahman Wahid, tentu Prabowo akan menemui mereka juga.
    “Kalau bisa menghadap Gus Dur, kalau bisa. Menghadap Pak Harto, menghadap Bung Karno kalau bisa,” imbuh dia.
    Di sisi lain, Prabowo juga memuji kinerja dan prestasi Jokowi ketika masih menjabat sebagai kepala negara.
    Pujian kepada Jokowi juga disampaikan Prabowo di rapat kabinet kemarin.
    Ia memuji Jokowi yang mampu menjaga inflasi di Indonesia selama ini.
    Prabowo mengaku menyampaikan hal tersebut bukan karena ada Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, putra Jokowi, yang sedang duduk di sebelahnya.
    “Ini prestasi. Dan saya harus katakan. Jujur ini. Bukan karena Mas Gibran ada di sebelah saya, bukan. Ini objektif. Ini salah satu hasil daripada kepemimpinan dan manajemen Pak Jokowi,” ujar Prabowo.
    Prabowo berpandangan, kesuksesan Jokowi dalam menjaga inflasi karena pengalamannya sebagai Wali Kota Solo.
    Lebih lanjut, Prabowo menyebut Jokowi bisa memahami bagaimana cara menghadapi inflasi tanpa perlu belajar di Harvard University.
    “Mungkin pengalaman beliau sebagai wali kota membuat beliau ngerti bagaimana memanage inflasi. Yang mungkin enggak ada di buku. Enggak diajarkan di Harvard atau di MIT (Massachusetts Institute of Technology),” jelasnya.
    Dihubungi terpisah, pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno, memandang bantahan Prabowo sudah tepat.
    Sebab, langkah Prabowo berkomunikasi dan memuji presiden terdahulu, termasuk Jokowi, dinilai sebagai ungkapan terima kasih.
    “Prabowo hanya ingin tegaskan ucapkan terima kasih ke presiden terdahulu. Itu bagus sebagai bentuk pengakuan bahwa presiden sebelumnya berjasa untuk bangsa. Tapi jangan artikan itu diatur-diatur atau lainnya,” ujar Adi, saat dihubungi kemarin malam.
    Dalam kesempatan berbeda, Jokowi pernah menegaskan kembali bahwa tidak ada “matahari kembar” dalam pemerintahan di Indonesia saat ini.
    Sebab, Indonesia saat ini hanya dipimpin oleh Presiden Prabowo Subianto. Dengan begitu, menurut Jokowi, hanya ada satu “matahari” atau pemimpin negara saat ini.
    “Kan sudah saya sampaikan bolak-balik, tidak ada matahari kembar, matahari itu hanya satu, yaitu Presiden Prabowo Subianto,” kata Jokowi, saat ditemui di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, 22 April 2025.
    Sehari sebelumnya, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) sekaligus Jubir Presiden Prabowo, Prasetyo Hadi, menyatakan bahwa tidak ada matahari kembar dalam pemerintahan Prabowo.
    “Jadi tolong juga lah, jangan kemudian diasosiasikan ini ada menteri yang silaturahmi kepada Bapak Presiden Jokowi, kemudian dianggap ada matahari kembar, jangan begitu,” ujar Prasetyo, di Istana, Jakarta, Senin (21/4/2025).
    Menurutnya, momen adanya menteri bersilaturahmi Lebaran ke kediaman Jokowi hanya silaturahmi saja. “Semangatnya sih tidak seperti itu, kita meyakini enggak seperti itu,” sambung dia.
    Adapun isu matahari kembar hingga presiden boneka ini mencuat berselang usai sejumlah menteri
    Kabinet Merah Putih
    berkunjung di momen Lebaran ke rumah Jokowi di Solo, Jawa Tengah.
    Bahkan, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dan Menteri Kelautan dan Perikanan Wahyu Sakti Trenggono menyebut Jokowi dengan sebutan “bos”.
    Tak hanya itu, Presiden Prabowo juga kerap mengundang Jokowi dan SBY dalam acara peresmian proyek pemerintah.
    Contohnya, saat peluncuran Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) pada 24 Februari lalu, turut dihadiri SBY dan Jokowi.
    Selain itu, Prabowo pernah meminta Sekretaris Kabinet (Seskab) Teddy Indra Wijaya mengundang Joko Widodo setiap kali dirinya meresmikan proyek-proyek warisan Jokowi.
    Hal ini dikatakan Prabowo saat meresmikan bank emas atau bullion bank di The Gade Tower, Senen, Jakarta Pusat, Rabu (26/2/2025) lalu.
    “Harusnya, tolong Seskab, (kalau) ada program yang jasanya sebelumnya banyak, presiden sebelumnya harus dihadirkan,” tutur Prabowo dalam peresmian.
    Adapun salah satu proyek warisan Jokowi yang ia resmikan adalah bank emas.
    Diketahui, persiapan bank emas sudah dilakukan sejak empat tahun lalu, tepat di periode kedua Jokowi.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.