Tag: Soeharto

  • Penulisan Ulang Sejarah Jalan Terus: Uji Publik Dimulai, Dasco Bergerak

    Penulisan Ulang Sejarah Jalan Terus: Uji Publik Dimulai, Dasco Bergerak

    Penulisan Ulang Sejarah Jalan Terus: Uji Publik Dimulai, Dasco Bergerak
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Bak peribahasa “anjing menggonggong, kafilah berlalu”, proyek
    penulisan ulang sejarah Indonesia
    menuai pro-kontra, bahkan mendapat banyak kritik, namun tetap jalan terus. 
    Mewakili pemerintah, Menteri Kebudayaan
    Fadli Zon
    berpandangan penulisan sejarah memang diperlukan untuk pembaruan mengisi kekosongan selama 26 tahun.
    Pasalnya, sejarah disebut seolah berhenti di presiden-presiden terdahulu, seperti Presiden ke-1 RI Soekarno, Presiden ke-2 RI Soeharto, dan Presiden ke-3 RI BJ Habibie.
    Selain itu, menurut Fadli Zon, penulisan sejarah ulang ini juga akan melengkapi temuan-temuan arkeologis dan temuan sejarah lainnya, dengan
    tone
    positif sesuai dengan perspektif Indonesia.
    Namun, di sisi lain, publik dan sejumlah fraksi di DPR berpandangan proyek penulisan sejarah ulang ini tertutup dan dilakukan dalam waktu yang terlalu singkat.
    Apalagi, pemerintah disebut hanya ingin memasukkan sejarah yang tone-nya positif saja, sehingga kemungkinan akan ada sejarah yang hilang.
    Melihat kontroversi dan polemik yang timbul dari penulisan sejarah ulang ini, Wakil Ketua DPR
    Sufmi Dasco Ahmad
    pun turun tangan.
    Anggota Komisi X DPR dari fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) mengkritik penulisan ulang sejarah.
    Anggota Komisi X DPR dari fraksi PKB, Habib Syarief Muhammad meminta penulisan sejarah ulang ditunda. Sebab, menurut dia, proyek tersebut terkesan tertutup dan waktunya terlalu singkat.
    “Daripada kontroversial terus berkelanjutan, kami dari fraksi PKB mohon penulisan sejarah ini untuk ditunda. Ya, jelas untuk ditunda. Karena yang pertama terkesan sangat tertutup,” kata Habib Syarief dalam rapat kerja dengan Fadli Zon.
    Habib Syarief mengungkapkan, dia tidak mendapatkan data lengkap dan penjelasan rinci mengenai siapa saja yang terlibat dalam tim penulisan sejarah, padahal sudah berupaya mencarinya.
    Ditambah lagi, dia mengatakan, masalah sosialisasi awal penulisan sejarah ulang yang menurutnya tidak kunjung terlaksana.
    “Pak Menteri ketika itu menyampaikan bahwa dalam waktu yang singkat akan dilakukan sosialisasi awal. Sampai hari ini, kita tidak mendengar (ada sosialisasi),” ujarnya.
    Selain itu, dia menyoroti soal target penyelesaian penulisan sejarah ulang yang hanya tujuh bulan.
    Dalam pandangannya, target tersebut sangat singkat untuk penyusunan sejarah yang kerap memakan waktu puluhan tahun.
    “Setelah saya ngobrol-ngobrol dengan beberapa orang, 7 bulan itu waktu yang sangat singkat, terlalu singkat untuk penulisan sebuah sejarah yang utuh, apalagi mungkin ada kata-kata resmi,” katanya.
    Dalam kesempatan yang sama, anggota Komisi X dari Fraksi PDI-P, Mercy Chriesty Barends langsung meminta agar penulisan ulang sejarah dihentikan.
    Sebab, dia mengaku khawatir jika proyek tersebut diteruskan, justru akan semakin melukai korban yang masih mencari keadilan dan menimbulkan polemik baru di masyarakat.
    “Kami percaya ya Pak ya, daripada diteruskan dan berpolemik, mendingan dihentikan. Kalau Bapak mau teruskan, ada banyak yang terluka di sini,” ujar Mercy.
    Apalagi, menurut dia, ada pernyataan Fadli Zon yang meragukan kebenaran terjadinya pemerkosaan massal 1998.
    “Kami sangat berharap permintaan maaf. Mau korbannya perorangan yang jumlahnya banyak, yang Bapak tidak akui itu massal, permintaan maaf tetap penting. Karena korban benar-benar terjadi,” katanya.
    Mercy lantas mengingatkan bahwa sejarah seharusnya tidak ditulis dengan cara memilih-milih peristiwa yang hendak diangkat.
    Sebab, banyak sisi kelam sejarah yang tidak bisa diungkapkan seluruhnya, tetapi tetap menjadi bagian penting dari memori kolektif bangsa.
    “Kalau memilih-milih saja mana yang ditulis dan mana yang tidak ditulis, ada banyak kekelaman-kekelaman yang ada di bawah permukaan yang tidak bisa kami ungkapkan satu per satu,” ujar Mercy.

    Kepala Komunikasi Kepresidenan (Presidential Communication Office/PCO)
    Hasan Nasbi
    menegaskan ada puluhan sejarawan yang dilibatkan dalam proses penulisan ulang sejarah.
    Hasan meyakini para sejarawan tersebut tidak akan menggadaikan integritas dan profesionalitasnya. Sebab, banyak pihak mengkritik soal proyek penulisan sejarah yang sedang digagas pemerintah.
    “Kita sudah pernah baca belum naskah yang dibuat oleh para sejarawan? Ada puluhan sejarawan profesor, doktor akademisi dari berbagai universitas yang sedang melanjutkan penulisan sejarah,” kata Hasan di tayangan YouTube Universitas Al Azhar Indonesia, Senin (30/6/2025).
    “Orang-orang ini tidak akan menggadaikan integritas akademik mereka, profesionalitas mereka untuk hal-hal yang tidak diperlukan,” tegas Hasan.
    Oleh karenanya, ia meminta publik menunggu hasil dari penulisan ulang sejarah tersebut.
    Menurutnya, jangan sampai pengerjaan proyek penulisan ulang sejarah justru terburu-buru karena ditekan oleh desakan publik.
    “Mau enggak kita menunggu dan memberi waktu? Kan ketergesa-gesaan ini juga bagian dari tekanan media sosial. Orang yang bekerja sekarang itu tidak boleh ditekan-tekan dengan opini media sosial yang terburu-buru karena mereka sedang mengerjakan sesuatu berdasarkan kompetensi dan keahlian mereka,” ucap Hasan.
    Dia menambahkan pihak yang mengkritik proyek penulisan ulang sejarah juga harus punya kompetensi untuk memberikan penilaian.
    “Kita yang mengkritik ini juga harus tahu diri nih, kita punya kompetensi dan literatur profesionalitas dalam menilai sebuah tulisan sejarah apa tidak,” kata dia.
    Selain itu, ia menyorot tidak semua kejadian sejarah dapat ditulis.
    Hasan mencontohkan soal pekerja seks komersil (PSK) bagi tentara Jepang saat di masa penjajahan.
    “Dan tulisan sejarah tidak mungkin merangkum seluruh kejadian. Ada enggak dalam tulisan sejarah Indonesia yang pernah ditulis bahwa kita dulu di masa Jepang, pimpinan putra menyediakan PSK terhadap tentara Jepang,” ungkapnya.
    “Ada nggak ditulis dalam sejarah kita, kejadian nggak? Kejadian, PSK dibawa dari Karawang kok. Tapi dalam sejarah kita ditulis nggak itu?” lanjut Hasan.
    Menurut Hasan, para sejarawan tentu punya pertimbangan dalam menyusun ulang sejarah Indonesia.
    “Jadi, penulisan sejarah pasti ada pertimbangan mata. Ada kebutuhan kita sebagai sebuah bangsa untuk mempelajari sejarah ini, untuk apa? Memetik pelajaran di masa lalu dan untuk membesarkan bangsa kita di masa yang akan datang,” ujarnya.
    Menbud Fadli Zon mengatakan saat ini uji publik terhadap penulisan ulang sejarah Indonesia telah dimulai di DPR dan sejumlah universitas.
    “Uji publiknya bulan Juli ini, tapi teman-teman DPR kemarin sudah mulai, di Universitas Andalas, Universitas Diponegoro, di Universitas Hasanuddin,” ujar Fadli Zon saat ditemui di acara Pagelaran Wayang di Lapangan Bhayangkara Mabes Polri, Jakarta, Jumat (4/7/2025) lalu.
    Fadli mengatakan, proses uji publik yang kini dilakukan berjalan lancar, tidak ada masalah. “Enggak ada masalah,” katanya.
    Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menegaskan DPR akan menugaskan tim untuk melakukan supervisi terhadap penulisan ulang sejarah yang dilakukan Kementerian Budaya.
    Menurutnya, penugasan tim itu untuk memastikan sejarah ditulis ulang dengan baik.
    Dasco memaparkan, pembentukan tim ini dilakukan setelah berkonsultasi dengan Ketua DPR Puan Maharani dan para pimpinan DPR lainnya.
    “Setelah konsultasi dengan Ketua DPR dan sesama pimpinan DPR lainnya, maka DPR akan membentuk, menugaskan tim supervisi penulisan ulang sejarah dalam rangka menjalankan fungsi pengawasan DPR RI,” ujar Dasco, Sabtu (5/7/2025).
    Dasco menjelaskan, tim yang diturunkan terdiri dari Komisi III DPR dan Komisi X DPR.
    Dia menekankan, alat kelengkapan dewan yang diterjunkan ke dalam tim itu dipastikan bakal bekerja secara profesional.
    “Yang terdiri dari komisi hukum, Komisi III dan komisi pendidikan dan kebudayaan, Komisi X untuk melakukan supervisi terhadap penulisan ulang sejarah yang dilakukan oleh Kementerian Kebudayaan,” tuturnya.
    Sementara itu, Dasco berharap, dengan supervisi ini, penulisan ulang sejarah yang digagas Kementerian Kebudayaan tidak lagi menjadi polemik.
    “Sehingga hal-hal yang menjadi kontroversi itu akan menjadi perhatian khusus oleh tim ini dalam melakukan supervisi terhadap penulisan ulang sejarah yang dilakukan tim yang dibentuk oleh Kementerian Kebudayaan,” imbuh Dasco.
     
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 9
                    
                        Meredupnya Kejayaan Pasar-pasar "Legend" di Jakarta…
                        Megapolitan

    9 Meredupnya Kejayaan Pasar-pasar "Legend" di Jakarta… Megapolitan

    Meredupnya Kejayaan Pasar-pasar “Legend” di Jakarta…
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Eksistensi sejumlah pasar legend di Jakarta seperti
    Pasar Baru
    ,
    Pasar Gembrong
    , hingga
    Pasar Ular
    kini berada di ujung tanduk.
    Ketenaran mereka tak lagi seterang dulu. Kesan ramai juga tak lagi melekat pada ketiga pasar tersebut.
    Pasar-pasar legend Jakarta tersebut kini hidup bak hidup setengah nyawa, dan berharap adanya intervensi pemerintah untuk kembali menghidupkan jati diri mereka.
    Pasar Baru di Jakarta Pusat, dulu dikenal sebagai pusat perdagangan tertua dan tersibuk di Jakarta.
    Namun, eksistensi pasar tersebut kini tampak meredup, jauh dari ingar-bingar aktivitas niaga yang pernah menjadi denyut nadi kehidupan di sana.
    Meredupnya eksistensi Pasar Baru dapat dilihat dari pemasangan sejumlah spanduk penyewaan atau penjualan ruko oleh pemilik.
    Rudi (46), pemilik toko sepatu kulit, mengaku pasrah dengan kondisi yang terjadi saat ini.
    “Kalau tidak buka, siapa yang mau bayar listrik, sewa, gaji karyawan? Tapi pembeli makin sedikit. Yang bertahan di sini cuma yang sudah lama, sudah punya pelanggan tetap,” kata Rudi, Rabu (4/6/2025).
    Seorang petugas keamanan, Sandra (46) menyebutkan, pandemi Covid-19 menjadi titik balik yang menghantam roda ekonomi kawasan ini.
    Ia menyebutkan, lebih dari 100 unit ruko yang ada, sebagian besar kini tutup atau hanya buka saat momen-momen tertentu, seperti Ramadhan.
    “Departement store sekarang cuma buka sebulan pas Ramadhan. Yang lain malah tutup total sejak Covid-19,” ujar dia.
    Baharu (59), pedagang uang kuno yang sudah berjualan sejak 1985, turut merasakan langsung dampaknya.
    “Kalau sebelum Covid-19, setiap hari pasti ada yang beli. Sekarang, bisa empat hari enggak laku,” ucap dia.
    Meski begitu, Baharu tetap memilih bertahan. Ia menjual uang kuno dari berbagai era, termasuk sebelum kemerdekaan, yang sering diburu untuk mahar atau koleksi.
    “Saya suka sejarah. Uang kuno ini buat saya bukan cuma dagangan, tapi juga pelestarian budaya,” ujar dia.
    Kondisi sama juga dialami Pasar Gembrong, Jakarta Timur. Pasar Gembrong dahulunya dikenal sebagai surga mainan anak-anak, kini hanya hidup setengah nyawa.
    Nafas para pedagang seolah sepenuhnya bergantung pada geliat sekolah-sekolah. Sebab, sebagian besar pembeli yang masih datang ke sana adalah pedagang kecil yang menjajakan mainan ke warung dan lingkungan sekolah.
    Saat bel istirahat berhenti berdenting dan ruang kelas kosong karena libur panjang, denyut Pasar Gembrong pun ikut meredup.
    Harapan para pedagang kecil ikut mengempis, menunggu waktu hingga keramaian anak-anak kembali pulih.
    “Kebanyakan pembeli sekarang itu pedagang di sekolahan ataupun warung, hampir 70 persen langganan saya dari sana. Kalau sekolah libur, ya tamat kita, karena napas kita ada di sekolahan,” ujar Agus (57), salah satu pedagang mainan, Senin (23/6/2025).
    Agus mengingat, dulu, Pasar Gembrong adalah tempat yang tak pernah tidur. Orang dari segala penjuru datang, termasuk kalangan pesohor, untuk membeli mainan.
    Kini, sejak direlokasi akibat proyek Tol Becakayu dan diterpa badai pandemi, pasar itu tinggal bayang-bayang kejayaannya.
    “Jauh banget kalau dibandingkan dengan dulu, apa saja bisa laku di sana (tempat lama), pengunjungnya datang dari mana-mana. Bahkan kelas artis pun dulu belanjanya ke situ,” kenangnya.
    Sejak berpindah lokasi pada 2018 dan dihantam pandemi Covid-19, penghasilan Agus merosot tajam.
    Akses ke pasar yang sekarang juga lebih sulit, membuat calon pembeli berpaling ke tempat lain yang lebih mudah dijangkau.
    “Sejak Corona, lalu ditambah relokasi karena jalan Tol Becakayu, pendapatan menurun drastis. Akses ke sini juga lebih sulit,” kata Agus.
    Senada dengan Agus, Ifah (46), pedagang boneka di Pasar Gembrong, juga merasakan betapa sepinya pasar selama beberapa tahun terakhir.
    Meski masih terbantu dengan penjualan daring dan pelanggan tetap, situasi di lapangan tetap menyayat.
    “Untuk pengunjung ya begini-begini saja, tidak terlalu ramai. Kebanyakan pesanan saya dari online dan pelanggan tetap,” ucap Ifah.
    Kondisi Pasar Ular di Jakarta Utara mengikuti jejak dua pasar legend sebelumnya.
    Pada masa jayanya, para pembeli berebut datang, kini para pedagang hanya bisa menanti.
    Kala itu, pasar ini bukan sekadar tempat belanja, tetapi jadi ruang nostalgia, tempat orang-orang dari berbagai kalangan, termasuk artis dan pejabat berburu pakaian bermerek dengan harga miring.
    “Di masa pemerintahan Soeharto dan SBY ramainya. Di sini jual pakaian aja, tapi kan banyak artis-artis, pelawak-pelawak datang ke sini,” kenang Alfons (65), pedagang yang sudah puluhan tahun bertahan, Kamis (3/7/2025).
    Kini, lorong-lorong pasar itu terasa lengang. Hanya segelintir pembeli yang datang.
    Blok A, Blok B, dan Blok Lorong, tiga bagian utama Pasar Ular masih berdiri, tetapi denyut perdagangannya nyaris menghilang.
    “Ada sekitar 250-an pedagang,” ucap Alfons. “Tapi hampir 65 persennya sudah enggak buka lagi.”
    Pandemi Covid-19 menjadi awal dari kemunduran. Namun, perubahan rezim disebut memperparah keadaan.
    “Benar-benar anjlok, sama sekali enggak ada pembelinya. Ini pas zaman Jokowi masih ada pembelinya, masih mending. Tapi begitu pergantian Prabowo, habis total sama sekali, anjlok,” tutur Alfons, getir.
    Sementara itu, Pemerintah Provinsi Jakarta tengah mengkaji untuk membenahi kawasan Pasar Baru Jakarta.
    “Kami sedang mengkaji untuk Pasar Baru, setelah Blok M hampir selesai, tentunya Pasar Baru sebagai salah satu simbol utama Jakarta, nanti akan kita lakukan perbaikan,” ucap Gubernur Jakarta Pramono Anung kepada wartawan di Cakung, Jakarta Timur, Kamis (5/6/2025).
    Sebagai langkah awal, Pramono akan membersihkan kawasan Pasar Baru terlebih dahulu, sebelum nanti berlanjut ke revitalisasi sarana dan transportasi di sekitar kawasan.
    “Kemudian juga melakukan perbaikan sarana transportasi dan juga keindahan yang ada di Pasar Baru,” terang Pramono.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 9
                    
                        Siapa Indroyono Soesilo? Nama yang Diisukan Jadi Calon Dubes RI di AS
                        Nasional

    9 Siapa Indroyono Soesilo? Nama yang Diisukan Jadi Calon Dubes RI di AS Nasional

    Siapa Indroyono Soesilo? Nama yang Diisukan Jadi Calon Dubes RI di AS
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Pimpinan
    DPR
    angkat bicara soal isu yang menyebut Presiden Prabowo Subianto mengusulkan nama Dwisuryo
    Indroyono Soesilo
    sebagai calon Duta Besar (Dubes) Indonesia untuk Amerika Serikat (AS.
    Ketua DPR
    Puan Maharani
    maupun Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad tidak menjawab secara gamblang terkait isu diusulkannya nama Indroyono Soesilo.
    “Benar enggak ya,” singkat Puan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (3/7/2025).
    Diketahui, posisi Dubes Indonesia untuk AS sudah kosong hampir dua tahun. Rosan Roeslani menjadi nama terakhir yang menduduki posisi Dubes Indonesia untuk AS di KBRI Washington DC.
    Sejak 17 Juli 2023, Rosan ditarik Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat itu untuk menempati jabatan Wakil Menteri BUMN.
    Lantas, siapa Indroyono Soesilo yang namanya mencuat untuk mengisi posisi Dubes Indonesia untuk AS yang sudah kosong selama hampir dua tahun? Berikut profil singkatnya:
    Dwisuryo Indroyono Soesilo merupakan pria kelahiran 27 Maret 1955 yang pernah menduduki posisi Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman pada era pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla.
    Namun, ia menduduki posisi tersebut kurang dari setahun, sejak 27 Oktober 2014-12 Agustus 2015 dan digantikan oleh Rizal Ramli.
    Sebelum ditunjuk menjadi Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Indroyono Soesilo merupakan Kepala Badan Riset Kelautan dan Perikanan Departemen Kelautan dan Perikanan.
    Dari pendidikan, ia merupakan lulusan S1 Teknik Geologi Institut Teknologi Bandung (ITB) pada 1979. Kemudian mengambil S2 di Jurusan Remote Sensing/Penginderaan Jauh Universitas Michigan, AS.
    Untuk S3, Indroyono Soesilo merupakan lulusan Jurusan Geologic Remote Sensing/Geologi Universitas Iowa, AS, pada 1987.
    Indroyono Soesilo sendiri merupakan anak dari Soesilo Soedarman, yang pernah menjadi Dubes Indonesia untuk AS pada 1986–1988.
    Soesilo Soedarman sendiri merupakan sosok yang pernah menduduki kursi menteri di pemerintahan Soeharto, seperti Menteri Pariwisata, Pos, dan Telekomunikasi dan Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Silat Lidah Fadli Zon Bantah Pemerkosaan Massal 1998, Sampai Bikin Anggota DPR Nangis

    Silat Lidah Fadli Zon Bantah Pemerkosaan Massal 1998, Sampai Bikin Anggota DPR Nangis

    Silat Lidah Fadli Zon Bantah Pemerkosaan Massal 1998, Sampai Bikin Anggota DPR Nangis
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Menteri Kebudayaan
    Fadli Zon
    menjelaskan pandangannya mengenai
    pemerkosaan massal 1998
    yang menjadi sorotan beberapa waktu belakangan ini. 
    Di hadapan anggota DPR, dia menegaskan tidak menyangkal pemerkosaannya. Namun dia meragukan tragedi itu berlangsung massal. 
    Dia mempertanyakan penggunaan diksi “massal” yang menurutnya mengandung makna terstruktur dan sistematis.
    “Massal itu sangat identik dengan terstruktur dan sistematis. Di Nanjing, korbannya diperkirakan 100.000 sampai 200.000, di Bosnia itu antara 30.000 sampai 50.000. Nah, di kita, saya tidak menegasikan bahwa itu terjadi, dan saya mengutuk dengan keras,” ujar Fadli dalam rapat kerja bersama Komisi X di Gedung DPR RI, Rabu (3/7/2025).
    Fadli mengaku telah mengikuti perdebatan mengenai isu ini selama lebih dari 20 tahun, termasuk berdiskusi secara terbuka di berbagai forum.
    Dia pun menyatakan siap berdialog sebagai sejarawan, bukan semata sebagai menteri.
    “Saya siap sebagai seorang sejarawan dan peneliti untuk mendiskusikan ini. Tidak ada denial sama sekali,” ujarnya.
    Meski begitu, politikus Gerindra itu mengaku tetap memiliki sejumlah keraguan terhadap pendokumentasian peristiwa pemerkosaan massal 1998.
    Dia pun menyinggung laporan awal Majalah Tempo dan pernyataan aktivis hak asasi manusia Sidney Jones, yang disebutnya kesulitan menemukan korban secara langsung dalam investigasi.
    “Ini Majalah Tempo yang baru terbit pada waktu itu tahun ’98, dibaca di sini dan bisa dikutip bagaimana mereka juga melakukan (investigasi),” ucap Fadli sambil mengangkat Majalah Tempo.
    “Kalau tidak salah seorang wartawannya mengatakan investigasi tiga bulan soal perkosaan massal itu, ada kesulitan. Sidney Jones mengatakan tidak ketemu satu orang pun korban,” sambungnya.
    Suasana rapat kerja Komisi X DPR RI bersama Fadli Zon berubah menjadi emosional ketika orang kepercayaan Presiden Prabowo Subianto itu bersikeras tidak ada pemerkosaan massal.
    Wakil Ketua Komisi X DPR RI dari Fraksi PDI-P My Esti Wijayati dan Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PDI-P Mercy Chriesty Barends, menangis saat mendengar Fadli tetap mempertanyakan penggunaan diksi “massal” dalam kasus pemerkosaan 1998.
    Air mata My Esti tumpah saat menginterupsi penjelasan Fadli yang meragukan data dan informasi soal pemerkosaan massal 1998, hingga membandingkannya dengan kasus kekerasan seksual massal di Nanjing dan Bosnia.
    “(Mendengar) Pak Fadli Zon ini bicara kenapa semakin sakit ya soal pemerkosaan. Mungkin sebaiknya tidak perlu di forum ini, Pak, karena saya pas kejadian itu juga ada di Jakarta, sehingga saya tidak bisa pulang beberapa hari,” kata My Esti, dengan suara bergetar.
    Menurut My Esti, penjelasan Fadli yang teoretis dan tak menunjukkan kepekaan justru menambah luka bagi mereka yang menyaksikan dan mengalami langsung situasi mencekam pada masa itu.
    “Ini semakin menunjukkan Pak Fadli Zon tidak punya kepekaan terhadap persoalan yang dihadapi korban pemerkosaan. Sehingga menurut saya, penjelasan Bapak yang sangat teori seperti ini, dengan mengatakan Bapak juga aktivis pada saat itu, itu justru akan semakin membuat luka dalam,” ujar dia.
    Fadli pun menyela pernyataan Esti dan menegaskan bahwa dirinya tidak menyangkal peristiwa tersebut.
    “Terjadi, Bu. Saya mengakui,” ucap Fadli.
    Namun, respons itu tidak cukup meredam emosi My Esti, yang kembali menegaskan bahwa penjelasan Fadli justru mengesankan keraguan penderitaan para korban.
    “Itu yang kemudian Bapak seolah-olah mengatakan…,” ucap My Esti, sebelum kembali terdiam karena emosi.
    Setelahnya, Mercy pun ikut bersuara sambil menangis.
    Dia menyampaikan betapa menyakitkannya menyaksikan negara seolah kesulitan mengakui sejarah kelam, padahal data dan testimoni korban sudah dikumpulkan sejak awal Reformasi.
    “Pak, saya ingin kita mengingat sejarah kasus Tribunal Court Jugun Ianfu. Begitu banyak perempuan Indonesia yang diperkosa dan menjadi rampasan perang pada saat Jepang. Pada saat dibawa ke Tribunal Court ada kasus, tapi tidak semua, apa yang terjadi? Pada saat itu pemerintah Jepang menerima semua,” tutur Mercy.
    Rapat kerja Komisi X DPR RI bersama Fadli Zon di Gedung DPR RI juga diwarnai aksi protes dari Koalisi Masyarakat Sipil.
    Sejumlah anggota koalisi yang hadir di balkon ruang rapat mendadak membentangkan spanduk dan poster sebagai bentuk penolakan terhadap proyek penulisan ulang sejarah nasional.
    Aksi dimulai saat Fadli Zon hendak menyampaikan tanggapan terhadap pertanyaan sejumlah anggota dewan dalam rapat.
    Tiba-tiba, koalisi masyarakat sipil membentangkan spanduk bertuliskan tuntutan mereka di pagar balkon ruang rapat.
    “Hentikan pemutihan sejarah!” teriak salah satu perwakilan koalisi, yang langsung disambut teriakan serupa dari rekan-rekannya.
    “Dengarkan suara korban!” seru lainnya.
    Koalisi juga menyerukan agar pemerintah dan DPR RI menghentikan rencana pemberian gelar pahlawan nasional kepada Presiden ke-2 RI Soeharto.
    “Tolak gelar pahlawan Soeharto!” teriak mereka.
    Mendengar seruan tersebut, pimpinan dan anggota Komisi X beserta Fadli Zon dan jajarannya langsung menoleh ke arah balkon tempat aksi berlangsung.
    Fadli Zon menanggapi santai aksi Koalisi Masyarakat Sipil yang menolak dan meminta dihentikannya penulisan ulang sejarah oleh pemerintah.
    “Ya, biasalah, kita dulu juga begitu,” ujar Fadli Zon.
    “Biasa sajalah, aspirasi ya,” sambung dia.
    Meski begitu, Fadli mengingatkan semua pihak untuk tidak langsung menghakimi proyek penulisan ulang sejarah yang sedang dilakukan.
    Fadli Zon menyatakan akan tetap melanjutkan penulisan sejarah ulang meski terjadi penolakan atas rencana ini.
    Ia meminta masyarakat tidak cepat-cepat menghakimi penulisan sejarah yang belum selesai.
    Terlebih, sejarah ulang ini ditulis oleh para sejarawan profesional dari berbagai wilayah.
    “Enggak (akan ditunda). Jangan menghakimi apa yang belum ada. Jangan-jangan nanti Anda lebih suka dengan sejarah ini,” kata Fadli Zon.
    Fadli juga mengaku heran mengapa masyarakat menuntut agar sejarah ulang tidak ditulis.
    Ia mengutip kata-kata Presiden ke-1 RI Soekarno, yang meminta Indonesia jangan sekali-kali meninggalkan sejarah.
    “Kok kita sekarang malah menuntut tidak boleh menulis sejarah, itu bagaimana ceritanya? Gitu ya, jadi kita tentu harus menulis sejarah kita,” beber dia.
    Lebih lanjut, Fadli menyebut penulisan sejarah diperlukan untuk pembaruan mengisi kekosongan selama 26 tahun.
    Kini, sejarah seolah berhenti di presiden-presiden terdahulu, seperti Presiden ke-1 Soekarno, Presiden ke-2 Soeharto, dan Presiden ke-3 B.J. Habibie.
    Penulisan sejarah ulang ini juga akan melengkapi temuan-temuan arkeologis dan temuan sejarah lainnya, dengan tone positif sesuai dengan perspektif Indonesia.
    “Jadi enggak ada yang aneh-aneh, yang menurut saya, nanti kalau ada di situlah ruang para sejarawan, para intelektual untuk menulis, mengkaji. Dan perspektifnya bisa berbeda-beda, antara sejarawan mungkin dari perguruan tinggi A dengan perguruan tinggi B, bisa beda. Yang kita tulis ini adalah secara umum untuk mengisi kekosongan 26 tahun kita tidak menulis sejarah,” jelasnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Momen Rapat DPR dengan Fadli Zon Digeruduk Aktivis Tolak Pemutihan Sejarah – Page 3

    Momen Rapat DPR dengan Fadli Zon Digeruduk Aktivis Tolak Pemutihan Sejarah – Page 3

    Usai meneriakan tuntutan, Wakil Ketua Komisi X DPR RI Lalu Hadrian meminta para aktivis untuk berhenti.

    “Saya rasa cukup ya, cukup. Tolong kembali ke tempat masing-masing. Ya silakan kembali ke tempat masing-masing. Pamdal tolong diamankan,” kata Lalu. 

    Usai rapat, Fadli Zon mengaku biasa saja menyikapi protes tersebut. Menurutnya, apa yang dilakukan oleh Koalisi Masyarakat tersebut merupakan bagian dari aspirasi.

    “Ya biasa lah, saya juga dulu pernah begitu. Menurut saya aspirasi,” kata Fadli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (2/7/2025).

    Menurut dia, banyak isu yang disuarakan oleh koalisi. Tidak hanya soal pemutihan sejarah, tapi juga soal gelar pahlawan untuk Presiden kedua RI Soeharto.

    “Kan tadi isunya bukan itu. Tentang Pak Harto apalah. Biasa ajalah, aspirasi ya,” ujarnya.

     

  • Titiek Sentil Amran Soal Tumpukan Beras Impor Berkutu: Itu Bukan Beras yang Fresh

    Titiek Sentil Amran Soal Tumpukan Beras Impor Berkutu: Itu Bukan Beras yang Fresh

    Bisnis.com, JAKARTA — Ketua Komisi IV DPR Siti Hediati Soeharto atau Titiek Soeharto menyentil Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman seiring adanya beras impor tahun lalu yang sudah lama menumpuk di gudang Perum Bulog.

    Titiek menilai tumpukan beras impor yang tersimpan di gudang Bulog selama 10 bulan membuat kualitas beras menjadi turun, bahkan berkutu alias sudah tidak segar.

    Hal ini mengingat beras yang disalurkan pemerintah lewat bantuan sosial (bansos) pangan merupakan beras sisa tahun lalu. Adapun, sebanyak 360.000 ton beras dan 1,5 juta ton beras stabilisasi pasokan dan harga pangan (SPHP) akan disalurkan di tahun ini.

    “Saya rasa tidak aman [dikonsumsi] ya Pak Menteri [Andi Amran Sulaiman], karena kalau beras itu sudah terlalu lama disimpan di gudang, itu kami lihat sendiri sudah ada kutunya, walaupun bukan kutu hitam, kutu putih, tetapi tetap saja itu bukan beras yang fresh kalau terlalu lama disimpan,” ujarnya dalam Rapat Kerja dengan Komisi IV di DPR, Jakarta, Rabu (2/7/2025).

    Alhasil, dia pun mempertanyakan sudah berapa lama sebenarnya tumpukan beras impor itu tersimpan di gudang Bulog.

    “Kalau impor masuknya bulan 10, mungkin, berarti sudah berapa bulan itu? Sudah 10 bulan ada di gudang, lebih dari 10 bulan mungkin ya hampir setahun,” katanya.

    Menurut Titiek, beras impor tahun lalu yang sudah tersimpan selama hampir satu tahun itu harus segera dikeluarkan. Namun, dia menilai jika beras impor tahun lalu itu dikeluarkan dan dibagikan kepada masyarakat untuk bansos bukan merupakan hal yang baik.

    “Itu saya rasa harus segera diambil tindakan untuk diapakan beras ini. Kalau kita kasih bantuan juga dengan beras yang kurang bagus kualitasnya, yang sudah ada kutu dan sebagainya, itu kan tidak baik,” ucapnya.

    Terlebih, saat ini hasil panen Indonesia melimpah. Untuk itu, dia menyarankan agar beras impor tahun lalu segera dikeluarkan. Di sisi lain, Titiek juga mengaku Komisi IV selalu mempertanyakan nasib dari beras impor itu.

    “Jadi tolong diperhatikan mengenai beras-beras yang lama, walaupun setiap kali kami tanya selalu bilang sudah ada pengobatan penyemprotan, itu kan yang disemprot di luarnya saja. Itu tumpukan yang sampai setinggi plafon itu. Yang [tumpukan] tengah-tengah kan ya nggak dapat kesemprot, jadi tolong diperhatikan,” tuturnya.

  • Menteri Trenggono Beberkan Capaian Perikanan RI di Hadapan DPR

    Menteri Trenggono Beberkan Capaian Perikanan RI di Hadapan DPR

    Jakarta, CNBC Indonesia – Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono membeberkan sederet capaian Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di tahun 2025 ini. Disebutkan, produksi perikanan Indonesia tercatat mengalami kenaikan 2% pada Triwulan I Tahun 2025 dibandingkan periode sama tahun lalu, mencapai 5,87 juta ton.

    “Pertumbuhan tertinggi tercatat pada produksi ikan budidaya sebesar 3,0%, diikuti produksi rumput laut sebesar 2,2%, dan produksi perikanan tangkap yang tumbuh sebesar 0,7%,” Trenggono di hadapan Komisi IV DPR RI dalam rapat kerja yang dipimpin Ketua Komisi IV Titiek Soeharto di Jakarta, Rabu (2/7/2025).

    Ditambahkan, Nilai Tukar Nelayan (NTN) pada bulan Mei 2025 mengalami pertumbuhan sebesar 1,8% dibandingkan pada bulan Mei 2024. Adapun Nilai Tukar Pembudi Daya Ikan (NTPi) pada bulan Mei 2025 mengalami pertumbuhan sebesar 1,4% dibandingkan pada bulan Mei 2024.

    “Untuk nilai ekspor produk perikanan pada Triwulan I Tahun 2025 tumbuh sebesar 6,5% dibandingkan Triwulan I Tahun 2024,” sebut Wahyu Sakti Trenggono.

    Kemudian volume ekspor produk perikanan pada Triwulan I Tahun 2025 juga mengalami pertumbuhan sebesar 2,3% dibandingkan Triwulan I Tahun 2024.

    “Alhasil perolehan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) KKP sampai dengan Juni tahun 2025 meningkat 13% dibandingkan dengan perolehan sampai dengan Juni tahun 2024,”

    Hingga 30 Juni 2025, nilai PNBP perikanan mencapai US$975,74 miliar, naik 13% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

    Foto: Paparan Menteri KP Sakti Wahyu Trenggono dalam Raker dengan Komisi IV DPR RI, Rabu (2/7/2025). (Tangkapan layar youtube TV Parlemen)
    Paparan Menteri KP Sakti Wahyu Trenggono dalam Raker dengan Komisi IV DPR RI, Rabu (2/7/2025). (Tangkapan layar youtube TV Parlemen)

    (dce)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Respons Santai Fadli Zon Usai Digeruduk Koalisi Masyarakat Sipil: Biasa Aja, Saya Dulu Pernah Gitu

    Respons Santai Fadli Zon Usai Digeruduk Koalisi Masyarakat Sipil: Biasa Aja, Saya Dulu Pernah Gitu

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon merespons santai protes yang disampaikan oleh Koalisi Masyaralat Sipil yang berlangsung di tengah rapat kerja Menteri Kebudayaan dengan Komisi X DPR..

    Fadli Zon menuturkan bahwa aksi protes merupakan hal biasa yang bisa terjadi. Perlu diketahui, salah satu tuntutan yang diajukan Koalisi tersebut adalah mereka ingin agar penulisan ulang sejarah nasional Indonesia dihentikan.

    Adapun menurut Fadli Zon, penggerudukan itu sah-sah saja dilakukan karena merupakan bentuk dari aspirasi. Dia juga menyebut dirinya pernah melakukan hal seperti itu pada masa lampau.

    “Ya biasa ajalah saya juga dulu pernah kayak begitu. Ya, menurut saya aspirasi kan,” bebernya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (2/7/2025).

    Meski mendapat reaksi seperti itu dari koalisi masyarakat sipil, Fadli Zon menegaskan bahwa pihaknya tetap akan melanjutkan proyek penulisan sejarah ulang, sehingga tidak ada penundaan.

    “Enggak [ditunda]. Kita akan melakukan uji publik. Jadi kita akan melakukan uji publik terhadap apa yang ditulis, ya bulan Juli ini,” beber dia.

    Eks Wakil Ketua DPR RI ini pun mengingatkan bahwa sebaiknya jangan menghakimi sesuatu yang belum ada, terlebih proyek penulisan ulang sejarah ini masih berjalan, belum rampung.

    “Jadi lihat dulu hasilnya, jangan kita menghakimi sesuatu yang belum ada. Misalnya kita menghakimi kue ini enak atau tidak gitu kalau belum kita makan atau kita sajikan bagaimana?” tuturnya.

    Lebih lanjut, dia juga menyebut bahwa sejarah yang digarapnya ini tidak ditulis secara detail, tetapi secara umum. Ini karena sudah lama sekali sejarah Indonesia tidak ditulis lagi sejak era Presiden ke-3 RI Habibie selesai.

    “Ini 26 tahun kita tidak menulis tentang tema itu sejak era Pak Habibie itu yang terakhir yang dibahas di dalam sejarah kita itu. Nah, kita update ini. Termasuk temuan-temuan yang sifatnya tadi arkeologis, temuan-temuan sejarah yang lain dan tone positif di dalam sejarah kita dan perspektif Indonesia,” jelas dia.

    Sebelumnya, anggota koalisi, Jane Rosalina mengatakan kedatangannya di tengah-tengah raker merupakan bentuk aksi simbolik untuk memprotes adanya penghentian pemutihan sejarah dan juga mengecam pernyataan Fadli Zon soal tidak terbuktinya kasus pemerkosaan selama kerusuhan Mei 1998 silam.

    “Kami hadir untuk mengecam serta memberikan teguran kepada Fadli Zon itu sendiri untuk kemudian meminta maaf kepada publik dan juga mengakui kesalahannya,” kata Jane, di kawasan Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (2/7/2025).

    Selain itu, lanjutnya, Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Impunitas juga meminta agar adanya penyelesaian kasus pelanggaran berat HAM, sekaligus meminta penghentian penulisan ulang sejarah nasional Indonesia.

    “Termasuk juga menolak gelar pahlawan Soeharto yang hari ini juga kita ketahui ya bahwa Fadli Zon merangkap menjadi Ketua Dewan Gelar Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan,” lanjut dia.

  • Koalisi Masyarakat Sipil Tuntut Fadli Zon Minta Maaf hingga Tolak Gelar Pahlawan Soeharto

    Koalisi Masyarakat Sipil Tuntut Fadli Zon Minta Maaf hingga Tolak Gelar Pahlawan Soeharto

    Bisnis.com, JAKARTA — Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Impunitas membeberkan alasan melakukan penggerudukan di tengah rapat kerja (raker) Menteri Kebudayaan Fadli Zon dan Komisi X DPR hari ini, Rabu (2/7/2025).

    Anggota koalisi, Jane Rosalina mengatakan kedatangannya ini merupakan bentuk aksi simbolik untuk memprotes adanya penghentian pemutihan sejarah dan juga mengecam pernyataan Fadli Zon soal tidak terbuktinya kasus pemerkosaan selama kerusuhan Mei 1998 silam.

    “Kami hadir untuk mengecam serta memberikan teguran kepada Fadli Zon itu sendiri untuk kemudian meminta maaf kepada publik dan juga mengakui kesalahannya,” kata Jane, di kawasan Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (2/7/2025).

    Selain itu, lanjutnya, Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Impunitas juga meminta agar adanya penyelesaian kasus pelanggaran berat HAM, sekaligus meminta penghentian penulisan ulang sejarah nasional Indonesia.

    “Termasuk juga menolak gelar pahlawan Soeharto yang hari ini juga kita ketahui ya bahwa Fadli Zon merangkap menjadi Ketua Dewan Gelar Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan,” lanjut dia.

    Sementara itu, anggota lainnya bernama Afifah menyampaikan pihaknya mengecam dan menyayangkan pernyataan Fadli Zon soal tragedi pemerkosaan tahun 1998.

    “Oleh itu kami juga sangat ingin menuntut permintaan maaf dan pengusutan tuntas untuk kasus-kasus pelanggaran HAM berat khususnya terhadap perempuan,” tegasnya.

    Sebelumnya, Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Impunitas menggeruduk ruang rapat kerja (raker) Komisi X DPR dengan Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (2/7/2025).

    Mereka meminta agar pemerintah menghentikan penulisan ulang sejarah nasional Indonesia. Terlebih, usai viralnya pernyataan Fadli Zon soal tidak terbuktinya kasus pemerkosaan selama kerusuhan Mei 1998 silam.

    Berdasarkan pantauan Bisnis di lokasi, unjuk suaranya ini dilakukan di balkon ruang rapat Komisi X DPR pukul 12:13 WIB. Mereka memulai aksinya setelah Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Lalu Hadrian Irfani mempersilakan Fadli Zon menanggapi pertanyaan fraksi dan pimpinan komisi.

    Saat itu, mereka mulai mengeluarkan spanduk dan poster dengan bermacam tajuk seperti “Tolak Soeharto sebagai Pahlawan Nasional” hingga “Catatan Hitam yang Tak Bisa Dihilangkan”. Sembari memegang poster, mereka meneriakkan hal-hal serupa.

    “Tuntaskan kasus pelanggaran berat HAM! Hentikan pemutihan sejarah! Dengarkan suara korban! Tolak gelar pahlawan soeharto!” seru salah seorang aktivis.

  • Demo Hari Bhayangkara di Yogyakarta, Orator: Polri Bukan Penjaga Rakyat, tapi Penjaga Rezim
                
                    
                        
                            Yogyakarta
                        
                        1 Juli 2025

    Demo Hari Bhayangkara di Yogyakarta, Orator: Polri Bukan Penjaga Rakyat, tapi Penjaga Rezim Yogyakarta 1 Juli 2025

    Demo Hari Bhayangkara di Yogyakarta, Orator: Polri Bukan Penjaga Rakyat, tapi Penjaga Rezim
    Tim Redaksi
    YOGYAKARTA, KOMPAS.com

    Hari Bhayangkara
    yang seharusnya menjadi momentum peringatan hari jadi institusi Polri, justru diwarnai aksi demonstrasi di Kota
    Yogyakarta
    .
    Sekelompok massa yang tergabung dalam Aliansi Jogja Memanggil menggelar unjuk rasa di kawasan Titik Nol Kilometer, Senin (1/7/2025) sekitar pukul 16.30 WIB.
    Dalam aksinya, massa menyampaikan kritik keras terhadap institusi Polri, serta sejumlah tuntutan yang mereka nilai penting untuk demokrasi dan hak asasi manusia.
    Koordinator aksi, Bung Koes, menyebut bahwa sejak awal berdiri, Polri tidak pernah benar-benar melayani kepentingan rakyat, melainkan menjadi alat kekuasaan.
    “Secara historis, Polri sejatinya merupakan kelanjutan langsung dari struktur kepolisian kolonial Hindia Belanda, seperti Veldpolitie dan Politietroepen, yang dibentuk untuk mengamankan kepentingan ekonomi kolonial, menekan pemberontakan rakyat, serta menjaga stabilitas kekuasaan negara kolonial Hindia Belanda,” ucapnya dalam orasi.
    Ia juga menilai bahwa setelah Kemerdekaan 1945, warisan kolonial itu justru tidak dilepaskan, melainkan diadopsi dalam bentuk baru di bawah sistem nasional.
    “Selama Orde Baru, Polri berada dalam struktur ABRI dan menjadi alat utama rezim Soeharto untuk menindas gerakan rakyat, membungkam lawan politik, dan mengamankan kekuasaan,” lanjutnya.
    Setelah reformasi, meskipun Polri telah dipisahkan dari militer secara administratif, menurut Bung Koes, fungsinya sebagai penjaga kekuasaan tetap dipertahankan.
    Aliansi juga menyoroti alokasi anggaran Polri tahun 2025 yang mencapai Rp 126,62 triliun, dengan belanja pegawai mencapai lebih dari Rp 59 triliun.
    Bahkan setelah pemotongan anggaran melalui Inpres No. 1 Tahun 2025, realisasi anggaran Polri tetap mencapai Rp 106 triliun.
    “Ironisnya, pemotongan tidak menyentuh pos belanja pegawai dan alat-alat represi. Di tengah kondisi rakyat yang makin sulit mengakses kesehatan, pendidikan, dan pekerjaan layak, negara justru terus menyuntikkan dana raksasa untuk memperkuat aparatus represi,” katanya.
    Mereka juga mengkritik Rancangan Undang-Undang (RUU) Polri yang tengah dibahas. RUU ini dinilai membuka ruang penyadapan tanpa izin pengadilan, pembatasan akses informasi, dan penggalangan intelijen tanpa mekanisme akuntabilitas.
    “Pasal 14 dan 16 memperkuat fungsi Polri dalam mengawasi dunia digital dan mengatur urusan sipil, menjadikannya lembaga superbody yang menyerap peran Kominfo, BSSN, hingga BIN,” tegas Bung Koes.
    Menurutnya, ini berpotensi menyebabkan tumpang tindih birokrasi dan memperbesar kekuasaan tanpa kontrol publik.
    Aliansi Jogja Memanggil juga menyoroti kekerasan yang terjadi terhadap massa aksi di berbagai daerah, termasuk kasus terbaru pada 2025.
    “Di Semarang, massa aksi diserang dengan gas air mata dan empat orang ditangkap. Di Jakarta, Bandung, Malang, Bojonegoro, Jember, puluhan aktivis dan relawan ditangkap, termasuk tim dokumentasi dan tim medis yang mengalami kekerasan,” katanya.
    “Demokrasi kerakyatan tidak akan pernah lahir di bawah bayang-bayang gas air mata dan borgol,” tambahnya.
    Bung Koes menegaskan bahwa Hari Bhayangkara bukan hari yang patut dirayakan.
    “Kami menegaskan bahwa Hari Bhayangkara bukanlah hari agung yang perlu dirayakan. Ia adalah pengingat atas darah, air mata, dan ketakutan yang terus ditanamkan oleh aparat bersenjata kepada rakyat,” ujarnya.
    Dalam aksi tersebut, massa menyampaikan tujuh tuntutan utama, yakni:
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.