Tag: Soeharto

  • Titiek Soeharto Buka Suara Soal Dukungan Jokowi ke Prabowo-Gibran 2 Periode

    Titiek Soeharto Buka Suara Soal Dukungan Jokowi ke Prabowo-Gibran 2 Periode

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Wakil Ketua Dewan Pembina DPP Partai Gerindra, Siti Hediati Hariyadi atau Titiek Soeharto, buka suara soal wacana Presiden Prabowo Subianto melanjutkan jabatan hingga dua periode.

    Dikatakan Titiek, saat ini Prabowo belum terpikirkan untuk membicarakan periode kedua sebagai Kepala Negara.

    Hal itu disampaikannya menanggapi pernyataan Presiden ke-7 RI Jokowi yang sebelumnya menginstruksikan para relawan mendukung duet Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka menjabat dua periode.

    “Bapak juga belum memikirkan kali, ya, lima tahun berikutnya,” kata Titiek di Jakarta, Rabu (24/9/2025) kemarin.

    Ketua Komisi IV DPR RI itu menegaskan, Prabowo baru saja menjabat dan masih fokus menyelesaikan periode pertama.

    “Ah, itu nanti saja, ini baru setahun. Selesaikan lima tahun, mari buktikan,” sebutnya.

    Seperti diketahui, Jokowi secara terbuka menyampaikan arahan kepada relawan untuk mendukung Prabowo-Gibran kembali maju pada Pilpres 2029 mendatang.

    “Sejak awal saya sampaikan kepada seluruh relawan seperti itu, untuk mendukung pemerintahan Pak Presiden Prabowo-Gibran dua periode,” ujar Jokowi beberapa waktu lalu.

    Pernyataan Jokowi itu juga ditegaskan oleh Wakil Ketua Umum Relawan Projo, Fredy Damanik.

    Ia mengaku telah menerima langsung arahan dari Jokowi agar seluruh jaringan Projo memberikan dukungan penuh.

    “Sudah ada titah dari Pak Jokowi untuk mendukung pasangan Prabowo-Gibran bisa dua periode,” ungkap Fredy.

    Sebelumnya, Pengacara Roy Suryo, Ahmad Khozinudin, termehek-mehek menanggapi pernyataan Jokowi yang sempat meminta relawan mendukung pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka hingga dua periode, sampai Pemilu 2029.

  • Jokowi Minta Relawan Dukung Prabowo-Gibran 2 Periode, Titiek: Bapak Juga Belum Memikirkan
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        24 September 2025

    Jokowi Minta Relawan Dukung Prabowo-Gibran 2 Periode, Titiek: Bapak Juga Belum Memikirkan Nasional 24 September 2025

    Jokowi Minta Relawan Dukung Prabowo-Gibran 2 Periode, Titiek: Bapak Juga Belum Memikirkan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, Titiek Soeharto menyebut, Presiden Prabowo Subianto mungkin belum memikirkan langkah politik lima tahun ke depan.
    Pernyataan itu Titiek sampaikan saat dimintai tanggapan terkait Presiden RI Ke-7, Joko Widodo (Jokowi) yang memerintahkan relawannya untuk mendukung Presiden dan Wakil Presiden, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dua periode.
    “Bapak juga belum memikirkan kali ya lima tahun berikutnya,” kata Titiek saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (24/9/2025).
    Titiek berujar, tugas sebagai presiden RI periode 2024-2029 yang diemban Prabowo bahkan saat ini belum selesai dan belum berjalan satu tahun.
    Menurutnya, lebih tepat memikirkan bagaimana menyelesaikan masa tugas selama lima tahun tersebut, alih-alih membicarakan kontestasi pemilihan presiden 2029 atau dua periode.
    “Itu nanti saja selesai dulu, ini baru setahun. Selesaikan 5 tahun dulu. Kita buktikan bahwa Pak Prabowo bisa mensejahterakan bangsa ini,” ujar Titiek.
    Kabar Jokowi memerintahkan relawannya untuk mendukung Prabowo-Gibran dua periode disampaikan Ketua Umum Relawan Bara Jokowi Presiden (Bara JP), Willem Frans Ansanay.
    Pernyataan itu Frans sampaikan dalam acara pelantikan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Bara JP periode 2025–2030 di Kompleks Museum Joang ’45, Menteng, Jakarta, Sabtu (13/9/2025).
    Acara itu juga dihadiri Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kaesang Pangarep.
    “Semangat mendukung pemerintahan Prabowo-Gibran bukan hanya kemauan Bara JP, tetapi merupakan amanat dari pembina utama Bara JP yaitu Bapak Joko Widodo. Bahwa Bara JP harus menjadi organisasi relawan yang mengawal pemerintahan Prabowo-Gibran dua periode,” kata Frans.
    Belakangan, Jokowi mengakui dengan terang memerintahkan relawannya untuk mendukung penuh Prabowo-Gibran dua periode.
    “Sejak awal saya sampaikan kepada seluruh relawan untuk itu,” kata Jokowi di Solo, Jawa Tengah, Jumat (19/9/2025).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Jejak Presiden RI di Panggung Majelis Umum PBB: Dari Soekarno hingga Prabowo

    Jejak Presiden RI di Panggung Majelis Umum PBB: Dari Soekarno hingga Prabowo

    Bisnis.com, JAKARTA – Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) selalu menjadi panggung diplomasi penting bagi para pemimpin dunia. Indonesia, sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia dan Asia Tenggara, telah berulang kali memanfaatkan forum ini untuk menyuarakan kepentingan nasional sekaligus memperjuangkan aspirasi negara berkembang.

    Sejumlah Presiden Republik Indonesia tercatat pernah tampil dalam forum tersebut dengan membawa pesan perdamaian, keadilan, hingga kerja sama global.

    Berikut kilas balik momen penting kehadiran Presiden Indonesia di Sidang Majelis Umum PBB dari masa ke masa. 

    1. Presiden Soekarno – SMU PBB ke-15 (1960)

    Presiden pertama Republik Indonesia Soekarno berpidato dalam SMU PBB ke-15 pada 30 September 1960. Ia berbicara pada hari ke-7 dengan urutan ke-46.

    Pidato Bung Karno yang terkenal dengan judul “To Build the World Anew” menekankan pentingnya tatanan dunia baru yang lebih adil dan seimbang, di tengah ketegangan Perang Dingin. Kehadirannya menegaskan posisi Indonesia sebagai negara Non-Blok yang aktif dalam perjuangan perdamaian internasional.

    2. Presiden Soeharto – SMU PBB ke-47 (1992)

    Pada 2 Oktober 1992, Presiden ke-2 RI Soeharto tampil dalam SMU PBB ke-47. Berpidato di hari ke-4 dengan urutan ke-61, Soeharto menekankan urgensi membangun tatanan dunia baru yang lebih adil, mengedepankan kerja sama internasional dalam pembangunan dan menjaga perdamaian global.

    3. Presiden Megawati Soekarnoputri – SMU PBB ke-58 (2003)

    Megawati Soekarnoputri, Presiden perempuan pertama Indonesia, berpidato dalam SMU PBB ke-58 pada 23 September 2003. Berlangsung di hari pertama dengan urutan ke-17, Megawati menyoroti pentingnya diplomasi multilateral dan penegakan hukum internasional, terutama pasca tragedi 11 September dan invasi Irak.

    4. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) – SMU PBB ke-62, 67, dan 69

    SBY tercatat tiga kali berpidato di Sidang Umum PBB yaitu pada SMU PBB ke-62 (2007): 25 September 2007, hari pertama urutan ke-20. Kemudian, SMU PBB ke-67 (2012): 12 September 2012, hari pertama urutan ke-27. Terakhir, SMU PBB ke-69 (2014): 24 September 2014, hari pertama urutan ke-16.

    Dalam pidatonya, SBY menekankan isu demokrasi, perdamaian dunia, serta pembangunan berkelanjutan, mencerminkan diplomasi Indonesia yang semakin aktif di ranah global.

    5. Presiden Joko Widodo – SMU PBB ke-75 dan 76 (2020 dan 2021)

    Pandemi Covid-19 mengubah format Sidang Umum PBB. Presiden Joko Widodo menjadi Presiden Indonesia pertama yang berpidato secara virtual. Jokowi tidak pernah hadir satu kalipun secara fisik dalam perhelatan tahunan tersebut. 

    SMU PBB ke-75 (2020) pada 22 September 2020, hari pertama urutan ke-16, dengan fokus pada solidaritas global, akses vaksin adil, dan kerja sama kesehatan dan SMU PBB ke-76 (2021) pada 22 September 2021, hari pertama urutan ke-16, menekankan inklusivitas ekonomi global, krisis iklim, dan pembangunan berkelanjutan.

    6. Presiden Prabowo Subianto – SMU PBB ke-80 (2025)

    Presiden Prabowo Subianto melakukan debutnya di SMU PBB ke-80 pada 23 September 2025. Dia menjadi salah satu dari pembicara awal, tampil di hari pertama dengan urutan ke-3 dari 188 negara.

    Pidato Prabowo menandai langkah baru diplomasi Indonesia, menegaskan komitmen bangsa dalam kerja sama internasional menghadapi tantangan global mulai dari ketahanan pangan, perubahan iklim, hingga perdamaian dunia.

    Dari Soekarno hingga Prabowo, kehadiran para Presiden RI di Sidang Majelis Umum PBB menunjukkan konsistensi Indonesia dalam memperjuangkan perdamaian, keadilan sosial, kedaulatan negara berkembang, dan kerja sama multilateral.

    Forum ini tetap menjadi ruang penting bagi Indonesia untuk menyampaikan kepentingan nasional sekaligus berkontribusi pada penyelesaian isu-isu global yang terus berkembang.

  • Pidato Lengkap Prabowo di Sidang Majelis Umum ke-80 PBB, Dukungan Tegas untuk Perdamaian

    Pidato Lengkap Prabowo di Sidang Majelis Umum ke-80 PBB, Dukungan Tegas untuk Perdamaian

    Presiden Prabowo berbicara pada sesi pertama Debat Umum dengan posisi istimewa yakni urutan ketiga. Sebuah posisi strategis yang menempatkan Indonesia berdampingan dengan dua negara besar, Brasil dan Amerika Serikat. Brasil, yang sejak 1955 selalu membuka sidang sebagai tradisi diplomatik, tampil di urutan pertama. Amerika Serikat, sebagai tuan rumah, mendapat giliran kedua. Tepat setelah keduanya, Presiden Prabowo berdiri membawa suara Indonesia ke hadapan dunia.

    Kehadiran Presiden Prabowo di podium Majelis Umum PBB menandai babak baru diplomasi Indonesia. Sepuluh tahun terakhir, Presiden Joko Widodo sempat menyampaikan pidato secara daring saat pandemi Covid-19, sementara selebihnya Indonesia diwakili Wakil Presiden maupun pejabat setingkat menteri. Kini, dengan tampil langsung, Indonesia kembali menegaskan komitmennya dalam forum global yang sarat makna simbolik dan politis.

    Posisi pidato Presiden Prabowo juga menorehkan sejarah tersendiri. Sebelumnya, Presiden Soekarno pernah berpidato di urutan ke-46, Presiden Soeharto di urutan ke-61, dan Presiden Megawati Soekarnoputri di urutan ke-17. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tercatat tiga kali berpidato dengan urutan 20, 21, dan 16, sementara Presiden Joko Widodo dua kali hadir secara daring di urutan ke-16. Kini, Presiden Prabowo menempati urutan ke-3—salah satu posisi paling awal dan paling bergengsi yang pernah diraih Indonesia di forum PBB.

    Di hadapan para pemimpin dunia yang hadir di ruang sidang Majelis Umum PBB, Presiden Prabowo membuka pidato perdananya dengan penuh penghormatan. Kepala Negara menekankan pentingnya persaudaraan universal di tengah perbedaan bangsa dan agama.

    “Sungguh suatu kehormatan besar bagi saya untuk berdiri di General Assembly Hall yang agung ini, di antara para pemimpin yang mewakili hampir seluruh umat manusia. Kita berbeda ras, agama, dan kebangsaan, namun kita berkumpul bersama sebagai satu keluarga. Kita di sini pertama dan terutama sebagai sesama manusia — masing-masing diciptakan setara, dianugerahi hak yang tidak dapat dicabut untuk hidup, kebebasan, dan mengejar kebahagiaan,” ujar Presiden Prabowo.

    “Bismillahirrahmanirrahim,

    Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

    Shalom, Salve, Om swastiastu,

    Salam kebajikan, Rahayu, rahayu.

    His Excellency, Mr. Antonio Guterres, Secretary General of the United Nations. Her Excellency, Madame Annalena Baerbock, President of the United Nations General Assembly.

    His Excellency, Mr. Morses Abelian, Under-Secretary-General for General Assembly and Management. Excellencies, Heads of States, Heads of Governments, Distinguished Delegates, Ladies and Gentlemen,

    It is indeed a great honor to stand in this august General Assembly Hall, among leaders who represent almost all of humanity.

    We differ in race, religion, and nationality, yet we gather together as one human family. We are here first and foremost as fellow human beings — each created equal, endowed with unalienable rights to life, liberty, and the pursuit of happiness.

    The words of the U.S. Declaration of Independence have inspired democratic movements across continents — including the French Revolution, the Russian Revolution, the Mexican revolutions, the Chinese Revolution, and Indonesia’s own struggle and journey to freedom.

    It also gave birth to the Universal Declaration of Human Rights adopted by the UN in 1948. “All men are created equal” was the creed that opened the way to unprecedented global prosperity and dignity. And yet, in our own era of scientific and technological triumphs — an era capable of ending hunger, poverty, and environmental ruin — we also continue to face today’ s grave dangers, challenges, and uncertainties. Human folly, fueled by fear, racism, hatred, oppression, and apartheid, threatens our common future.

    My country knows this pain. For centuries, Indonesians lived under colonial domination, oppression, and slavery. We were treated less than dogs in our own homeland. We Indonesians know what it means to be denied justice and what it means to live in apartheid, to live in poverty, and to be denied equal opportunity. We also knew what solidarity can do. 

    In our struggle for independence, in our fight to overcome hunger, disease, and poverty, the United Nations stood with Indonesia and gave us vital assistance. Decisions made here based on human solidarity — by the Security Council and this Assembly — gave Indonesia international legitimacy, opened doors, and supported our early development through the UN Children’s Fund (UNICEF), the UN Food and Agriculture Organization (FAO), the World Health Organization (WHO) and many, many other United Nations institutions.

    And because of that, Indonesia today stands today on the cusp of shared prosperity and greater equality and dignity.

    Madam President, excellencies,

    Our world is driven by conflict, injustice, and deepening uncertainty. Every day we witness suffering, genocide, and a blatant disregard for international law and human decency.

    In the face of these challenges, we must not give up, as the United Nations’s Secretary General said, “we cannot give up”. We cannot surrender our hopes or our ideals. We must draw closer, not drift apart. Together we must strive to achieve our hopes, our dreams.

    The UN was born from the ashes of the Second World War that claimed scores of millions of lives. It was created to secure peace, security, justice, and freedom for all. We remain committed to internationalism, multilateralism, and to every effort that strengthens this great institution.

    Today, Indonesia is nearer than ever before to meeting the Sustainable Development Goals of ending extreme poverty and hunger — because years ago this very chamber chose to listen and uphold social and economic justice. We will never forget. And today we must never be silent while Palestinians are denied that same justice and legitimacy in this very Hall.

    Excellency’s, Thucydides warned: “The strong do what they can, the weak suffer what they must.” We must reject this doctrine. The UN exists to reject this doctrine. We must stand for all, the strong and the weak. Right cannot be right. Right must be right.

    Indonesia is today one of the largest contributors to United Nation Peacekeeping Forces. We believe in the United Nations, we will continue to serve where peace needs guardians — not with just words, but with boots on the ground. If and when the Security Council and this Great Assembly decide, Indonesia is prepared to deploy 20,000 or even more of our sons and daughters to secure peace in Gaza or elsewhere, in Ukraine, in Sudan, in Libya, everywhere when the peace needs to be enforced, peace needs to be guarded, we are ready.

    We will take our share of the burden, not only with our sons and daughters. We are also willing to contribute financially to support the great mission to achieve peace by the United Nations.

    Madam President, excellencies,

    I propose to this assembly a message of hope and optimism — grounded in action and execution. Today we heard the speech of Madam President, the President of the United Nations General Assembly. It is true what she said. Without the International Civil Aviation Organization, will we be here today? Will we sit in this great Hall? Without the United Nations, we cannot be safe. No country can feel secure. 

    We need the United Nations, and Indonesia will continue to support the United Nations. Even though we still struggle, but, we know the world needs a strong United Nations.

    The world’s population is growing. Our planet is under strain. Food, energy, and water insecurity haunt many nations. We choose to answer these challenges directly at home and to help abroad whenever we can.

    This year, we recorded the highest rice production and grain reserves in our history. We are now self‑sufficient in rice and we have exported rice to other nations in need, including providing rice to Palestine. We are building resilient food supply chains, strengthening farmer productivity, and investing in climate‑smart agriculture to ensure food security for our children and for the children of the world. We are confident, in a few years time, Indonesia will be the granary of the world.

    As the world’s largest island state, we testify before you that we are already experiencing the direct consequences of climate change, particularly the threat of rising sea levels. The sea level on the north coast of our capital city is increasing by 5 centimeters every year. Can you imagine in ten years? In twenty years? For this, we are forced to build a giant sea wall, 480 kilometres in length. It will take us maybe 20 years, but we have no choice. 

    We have to start now. Therefore we choose to confront climate change — not by slogans, but by immediate steps. We are committed to meeting our 2015 Paris Agreement obligations.

    We aim to achieve net zero emission by 2060 and we are confident we can achieve net zero emission much earlier. We aim to reforest more than 12 million hectares of degraded land, to reduce forest degradation, and to empower local communities with quality green jobs for the future.

    Indonesia is shifting decisively from fossil fuel based development towards renewable based development. From next year, most of our additional power generation capacity will come from renewables. Our goal is clear: To lift all of our citizens out of poverty and make Indonesia a hub for solutions to food, energy, and water security.

    Madam President, excellencies,

    We live in a time when hatred and violence can seem like the loudest voices. But beneath this loud noise lies a quieter truth: that every person longs to be safe, to be respected, to be loved, and to leave a better world to their children. Our children are watching. They are learning leadership not from textbooks, but from our choices.

    Today, still, a catastrophic situation in Gaza is unfolding before our eyes. At this very moment, the innocent are crying for help, are crying to be saved. Who will save them? Who will save the innocent? Who will save the old and the women? Millions are facing danger at this very moment, as we sit here, they are facing trauma, and irreparable damage to their bodies, they are dying of starvation. Can we remain silent? Will there be no answer to their screams? Will we teach them that the human family can rise to the challenge?

    Madam President, we must act now. Many speakers have said that. We must stand for multilateral order where peace, prosperity, and progress, are not the privilege of a few but the right of all.

    With a strong United Nations, we can build a world where the weak do not suffer what they must, but live the justice they deserve. Let us continue humanity’s great journey of ideals — the selfless aspirations that created the United Nations.

    Let us use science to uplift, not use science to destroy. Let rising nations help others to lift themselves. I am convinced that the leaders of the great world civilisations: Civilisations of the West, of the East, of the North, of the South. Leaders of America, Europe, of India, China, the Islamic world, the whole world. I am convinced they will rise to their role demanded by history. We are all hopeful that the leaders of the world will show great statesmanship, great wisdom, restraint, and humility, overcome hate, overcome suspicion.

    Madam President, Distinguished Delegates,

    We are greatly heartened by the events of the last few days, where significant leading countries of the world have chosen to side with history—the path of the moral high ground, path of rectitude, path of justice, humanity, and to shun hatred, to overcome suspicion, and to avoid the use of violence. The use of violence will beget violence. Not one country can bully the whole community of the human family. 

    We may be weak individually, but the sense of oppression, of injustice, has proven in the history of mankind, will unite with a strong force that will overcome this oppression, this injustice.

    To close, I would like to reiterate again Indonesia’s complete support for the Two-State Solution in Palestine. We must have an independent Palestine, but we must also recognize and guarantee the safety and security of Israel. Only then can we have real peace: peace without hate, peace without suspicion.

    The only solution is this two-state solution. Two descendants of Abraham must live in reconciliation, peace, and harmony. Arabs, Jews, Muslims, Christians, Hindus, Buddhists, all religions. We must live as one human family. Indonesia is committed to being part of making this vision a reality.

    Is this a dream? Maybe. But this is the beautiful dream we must work toward together. Let us continue humanity’s journey of hope, a journey started by our forefathers, a journey that we must complete.

    Thank you. Terima kasih.

    Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

    Shalom, Om shanti shanti shanti om.

    Namo Budaya.

    Thank you very much.

    May God bless us all, may peace be upon us.

    Thank you very much.”

    “Yang Mulia, para kepala negara, kepala pemerintahan, para delegasi yang terhormat, hadirin sekalian

    Sungguh merupakan suatu kehormatan besar bagi saya untuk berdiri di Aula Sidang Umum bulan Agustus ini di antara para pemimpin dan perwakilan yang mewakili hampir seluruh umat manusia. 

    Kita berbeda ras, agama, dan kebangsaan, namun kita berkumpul bersama hari ini sebagai satu keluarga manusia. Kita di sini, pertama dan terutama, sebagai sesama manusia, masing-masing diciptakan setara, dianugerahi hak-hak yang tidak dapat dicabut untuk hidup, kebebasan, dan mengejar kebahagiaan.

    Kata-kata Deklarasi Kemerdekaan Perserikatan Bangsa-Bangsa telah menginspirasi gerakan-gerakan demokrasi di seluruh benua, termasuk Revolusi Prancis, Revolusi Rusia, Revolusi Meksiko, Revolusi China, dan perjuangan serta perjalanan Indonesia menuju kemerdekaan. Deklarasi ini juga melahirkan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang diadopsi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1948, “Semua manusia diciptakan setara.”

    Deklarasi ini membuka jalan menuju kemakmuran dan martabat global yang belum pernah terjadi sebelumnya, namun, di era kejayaan ilmu pengetahuan dan teknologi kita sendiri, sebuah era yang mampu mengakhiri kelaparan, kemiskinan, dan kerusakan lingkungan.  

    Kami juga terus menghadapi tantangan dan ketidakpastian yang serius dan berbahaya saat ini, kebodohan manusia yang dipicu oleh rasa takut, rasisme, kebencian, penindasan, dan apartheid mengancam masa depan kita bersama.

    Nyonya Presiden, Yang Mulia,

    Kita hidup di masa ketika kebencian dan kekerasan mungkin terdengar paling keras, tetapi di balik kebisingan ini terdapat kebenaran yang lebih tenang bahwa setiap orang mendambakan rasa aman, dihormati, dicintai, dan mewariskan dunia yang lebih baik kepada anak-anak mereka. Anak-anak kita sedang menyaksikan. Mereka belajar kepemimpinan, bukan dari buku teks, tetapi dari pilihan kita.

    Saat ini, situasi bencana di Gaza masih terbentang di depan mata kita. Saat ini, orang-orang tak berdosa menangis minta tolong. Menangis untuk diselamatkan. Siapa yang akan menyelamatkan mereka? Siapa yang akan menyelamatkan orang tak berdosa? Siapa yang akan menyelamatkan para lansia dan perempuan. Jutaan orang menghadapi bahaya saat ini, sementara kita duduk di sini. Mereka menghadapi trauma. Mereka menghadapi kerusakan yang tak tergantikan pada tubuh mereka. Mereka sekarat karena kelaparan.

    Bisakah kita tetap diam? Akankah jeritan mereka tak terjawab? Akankah kita mengajari mereka bahwa umat manusia dapat bangkit menghadapi tantangan ini?

    Nyonya Presiden, kita harus bertindak sekarang.  Banyak pembicara telah menyatakan bahwa kita harus memperjuangkan tatanan multilateral, di mana perdamaian, kemakmuran, dan kemajuan bukanlah hak istimewa segelintir orang, melainkan hak semua orang. Dengan persatuan bangsa yang kuat, kita dapat membangun dunia di mana kaum lemah tidak menderita apa yang seharusnya mereka derita, melainkan hidup dalam keadilan yang pantas mereka dapatkan.

    Kita mungkin lemah secara individu, tetapi rasa penindasan, rasa ketidakadilan, telah membuktikan dalam sejarah umat manusia bahwa rasa ketidakadilan ini, rasa penindasan ini, akan bersatu menjadi kekuatan yang kuat yang akan mengatasi penindasan ini, yang akan mengatasi ketidakadilan ini.

    Sebagai penutup, saya ingin kembali menegaskan dukungan penuh Indonesia terhadap solusi dua negara di Palestina.

    Kita harus memiliki Palestina yang merdeka, tetapi kita juga harus, kita juga harus mengakui, kita juga harus menghormati, dan kita juga harus menjamin keselamatan dan keamanan Israel. Hanya dengan begitu kita dapat memiliki kedamaian sejati, kedamaian sejati, dan tidak ada lagi kebencian dan kecurigaan. Satu-satunya solusi adalah ini, solusi dua negara, dua keturunan Abraham harus hidup dalam rekonsiliasi, damai, dan harmoni.

    Arab, Yahudi, Muslim, Kristen, Hindu, Buddha, semua agama, kita harus hidup sebagai satu keluarga manusia. Indonesia berkomitmen untuk menjadi bagian dalam mewujudkan visi ini. Apakah ini mimpi? Mungkin, tetapi inilah mimpi indah yang harus kita perjuangkan bersama. 

    Mari kita bekerja menuju tujuan mulia ini.  Mari kita lanjutkan perjalanan harapan umat manusia, sebuah perjalanan yang telah dimulai oleh para leluhur kita, sebuah perjalanan yang harus kita selesaikan.

    Terima kasih. Wassalamualaikum.”

  • Rocky Gerung: Gus Dur Tinggalkan Kemajemukan, Jokowi Tinggalkan Pinokio

    Rocky Gerung: Gus Dur Tinggalkan Kemajemukan, Jokowi Tinggalkan Pinokio

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Pengamat politik, Rocky Gerung, kembali blak-blakan terkait para presiden Indonesia sejak masa Orde Baru hingga pemerintahan Jokowi.

    Ia secara terang-terangan menilai setiap presiden memiliki sisi positif, namun tetap meninggalkan catatan kritis.

    Rocky mengaku sejak dulu tidak pernah memberikan dukungan penuh kepada presiden yang berkuasa, termasuk Soeharto.

    “Nda ada, Soeharto (yang mendekati sempurna) gua demo dulu,” ujar Rocky dikutip pada Rabu (24/9/2025).

    Hal serupa juga dilakukan kepada B.J. Habibie. Rocky mengatakan, Habibie saat itu dinilai terlalu berfokus menghabiskan APBN untuk proyek industri strategis.

    “Habibie juga kita demo dulu. Karena dia ngabisin APBN dipakai buat industri strategis. Buat kita itu nggak rasional,” sebutnya.

    “Dalam keadaan ekonomi bangkrut, investasi terlalu besar di bidang teknologi. Tapi idenya bagus, pilihan kebijakan waktu itu keliru,” tambahnya.

    Sementara tentang Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Rocky menyebut awalnya ia mendukung.

    “Gus Dur yah gue dukung waktu itu, karena teman segala macam. Tapi Gus Dur kemudian kehilangan kemampuan untuk memainkan politik parlemen,” imbuhnya.

    Namun, kepemimpinan Gus Dur menurutnya kehilangan kendali dalam memainkan politik parlemen.

    “Tapi kita udah tahu yah Gus Dur melakukan drastis. Bahkan mengeluarkan Perpu untuk membubarkan parlemen,” ungkap Rocky.

    Meski begitu, Rocky mengatakan bahwa Gus Dur tetap meninggalkan warisan berharga.

    “Tapi Gus Dur ninggalin sesuatu, kemajemukan itu,” katanya.

    Berbeda dengan Soeharto, Rocky menganggap presiden ke-2 RI itu meninggalkan infrastruktur. Sedangkan Habibie, kata dia, mewariskan gagasan besar tentang teknologi.

  • Poin-poin Penting Pidato Perdana Prabowo di Sidang Umum PBB ke-80

    Poin-poin Penting Pidato Perdana Prabowo di Sidang Umum PBB ke-80

    Bisnis.com, JAKARTA – Ruang Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menjadi saksi kembalinya Indonesia di podium dunia. Setelah satu dekade absen kehadiran langsung, Presiden RI Prabowo Subianto untuk pertama kalinya hadir menyampaikan pidato perdananya pada Selasa (23/9/2025). 

    Presiden Prabowo berbicara pada sesi pertama Debat Umum dengan posisi istimewa, yakni urutan ketiga. Prabowo berpidato setelah pembukaan oleh Sekjen PBB Antonio Guterres, Presiden Brasil Luiz Inácio Lula da Silva, dan Presiden Amerika Serikat Donald Trump.

    Sebagai informasi, Brasil, yang sejak 1955 selalu membuka sidang sebagai tradisi diplomatik, tampil di urutan pertama. Amerika Serikat, sebagai tuan rumah, mendapat giliran kedua. Tepat setelah keduanya, Presiden Prabowo berdiri membawa suara Indonesia ke hadapan dunia.

    Kehadiran Presiden Prabowo di podium Majelis Umum PBB menandai babak baru diplomasi Indonesia. Sepuluh tahun terakhir, Presiden Joko Widodo sempat menyampaikan pidato secara daring saat pandemi Covid-19, sementara selebihnya Indonesia diwakili Wakil Presiden maupun Menteri Luar Negeri.

    Posisi pidato Presiden Prabowo juga menorehkan sejarah tersendiri. Sebelumnya, Presiden Soekarno pernah berpidato di urutan ke-46, Presiden Soeharto di urutan ke-61, dan Presiden Megawati Soekarnoputri di urutan ke-17. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tercatat tiga kali berpidato dengan urutan 20, 21, dan 16, sementara Presiden Joko Widodo dua kali hadir secara daring di urutan ke-16.

    Kini, Presiden Prabowo menempati urutan ke-3 saat pidato, salah satu posisi paling awal dan paling bergengsi yang pernah diraih Indonesia di forum Sidang Majelis Umum PBB.

    Di hadapan para pemimpin dunia yang hadir di ruang sidang Majelis Umum PBB, Presiden Prabowo membuka pidato perdananya dengan penuh penghormatan. Kepala Negara menekankan pentingnya persaudaraan universal di tengah perbedaan bangsa dan agama.

    “Sungguh suatu kehormatan besar bagi saya untuk berdiri di General Assembly Hall yang agung ini, di antara para pemimpin yang mewakili hampir seluruh umat manusia. Kita berbeda ras, agama, dan kebangsaan, namun kita berkumpul bersama sebagai satu keluarga. Kita di sini pertama dan terutama sebagai sesama manusia, masing-masing diciptakan setara, dianugerahi hak yang tidak dapat dicabut untuk hidup, kebebasan, dan mengejar kebahagiaan,” ujar Prabowo di hadapan hadirin di markas PBB, Selasa (23/9/2025). 

    Berikut Poin-poin Penting Pidato Perdana Prabowo di Sidang Umum PBB

    1. Prabowo Cerita Masa Penjajahan RI dan Penderitaan Kolonialisme 

    Presiden Prabowo Subianto menggunakan panggung Sidang Umum ke-80 PBB di New York, Amerika Serikat, Rabu (23/9/2025), untuk mengingatkan dunia bahwa Indonesia pernah mengalami penderitaan panjang akibat kolonialisme. Pesan ini disampaikan sebagai ajakan agar negara-negara bersatu melawan ketidakadilan dan penindasan global.

    “Selama berabad-abad, orang Indonesia telah hidup di bawah dominasi kolonial, penindasan, dan kejahatan. Kita diperlakukan lebih rendah dari binatang di negeri kita sendiri,” ujar Prabowo lantang.

    Pernyataan itu disambut hening penuh perhatian di ruang sidang Majelis Umum PBB. Menurut Prabowo, pengalaman Indonesia menjadi bukti nyata bahwa penjajahan hanya meninggalkan luka mendalam, kemiskinan, dan keterbelakangan bagi bangsa yang ditindas.

    Dia menambahkan, rakyat Indonesia juga tahu bagaimana rasanya ditinggalkan keadilan, hidup dalam sistem yang timpang, dan kehilangan kesempatan yang seharusnya dimiliki oleh semua manusia.

    “Kami tahu bagaimana artinya hidup dalam apartheid, bagaimana artinya hidup dalam ketidakadilan dan kekacauan,” katanya.

    Meski begitu, Prabowo menekankan bahwa perjuangan Indonesia untuk meraih kemerdekaan tak pernah dilakukan sendiri. Solidaritas dunia, kata dia, menjadi penopang penting. Banyak negara berdiri bersama Indonesia, memberikan dukungan diplomatik maupun bantuan nyata di masa-masa sulit.

    “Solidaritas dunia membantu kami dalam perjuangan untuk kemerdekaan, mengatasi penderitaan, penyakit, dan kekacauan. Dukungan itu datang dari berbagai bangsa yang peduli terhadap keadilan,” ucapnya.

    2. Prabowo Ingatkan Peran Penting PBB

    Presiden RI Prabowo Subianto menegaskan kembali komitmen Indonesia terhadap multilateralisme dan peran sentral Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai benteng perdamaian dunia.

    Prabowo menyoroti bahwa dunia saat ini dipenuhi konflik, ketidakpastian, dan ketidakadilan yang mengancam masa depan umat manusia. Ia menekankan bahwa menyerah pada pesimisme bukanlah pilihan.

    “Kita tidak bisa menyerah. Kita tidak bisa menyerahkan harapan atau cita-cita kita. Kita harus mendekat, bukan menjauh,” ujar Prabowo.

    Dalam pidatonya, Prabowo menegaskan pentingnya solidaritas global. Menurutnya, dunia pasca Perang Dunia II hanya bisa bertahan berkat kerja sama internasional dan institusi multilateral. PBB, lanjutnya, adalah wujud nyata dari semangat itu.

    “PBB lahir dari pengorbanan jutaan jiwa. Dia diciptakan untuk menjaga keamanan, keadilan, dan kebebasan bagi semua orang. Kita harus terus memperkuatnya,” tegasnya.

    Prabowo menyatakan Indonesia telah merasakan langsung manfaat kerja sama internasional. Melalui PBB dan lembaga-lembaganya, Indonesia mendapat dukungan penting dalam pembangunan setelah kemerdekaan. Hal itu, katanya, menjadi dasar bagi Indonesia untuk terus berkomitmen pada kerja sama multilateral.

    3. Prabowo Pamer RI Swasembada Beras

    Presiden Prabowo Subianto mengumumkan capaian penting Indonesia di sektor pangan. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, Indonesia berhasil mencapai swasembada beras dan bahkan sudah mulai mengekspor ke sejumlah negara, termasuk memberikan bantuan pangan ke Palestina.

    “Kami sekarang cukup untuk diri sendiri, bahkan mulai membantu negara lain. Indonesia telah mengirimkan beras ke Palestina sebagai wujud solidaritas,” ujarnya, Rabu (23/9/2025).

    Lebih lanjut, dia menekankan bahwa pencapaian ini bukan hanya hasil kebijakan pertanian, tetapi juga komitmen pemerintah dalam memperkuat ketahanan pangan nasional.

    “Beras bukan sekadar komoditas, melainkan simbol kedaulatan dan keadilan sosial,” tegasnya.

    Menurut Prabowo, keberhasilan itu dicapai berkat kombinasi modernisasi pertanian, pembangunan infrastruktur irigasi, serta dukungan langsung kepada petani.

    “Kami membangun rantai pasok pangan yang tangguh, dari desa hingga ke pasar dunia,” katanya.

    Prabowo juga menegaskan bahwa kemandirian pangan adalah salah satu syarat penting bagi stabilitas global.

    “Tanpa pangan, tidak ada perdamaian. Tanpa pangan, tidak ada keadilan,” ucapnya.

    Presiden Prabowo Subianto menyampaikan pidatonya pada Sidang Majelis Umum ke-80 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, Amerika Serikat, pada Selasa, 23 September 2025. Foto: BPMI Setpres/Laily Rachev

    4. Prabowo Desak Reformasi Tata Kelola Global

    Prabowo menekankan perlunya reformasi tata kelola global yang lebih adil, inklusif, dan mencerminkan kepentingan semua negara, terutama negara-negara berkembang di belahan dunia selatan atau Global South.

    Prabowo menyoroti ketimpangan besar dalam struktur lembaga internasional yang menurutnya masih didominasi oleh negara-negara besar.

    “Tata kelola dunia saat ini seringkali tidak adil. Negara-negara berkembang masih menjadi penonton, padahal mereka paling terdampak oleh keputusan global,” ujar Prabowo, Selasa (23/9/2025).

    Dia menyebut masalah perubahan iklim, krisis pangan, energi, hingga konflik bersenjata, justru banyak membebani negara berkembang.

    “Mereka yang paling sedikit berkontribusi terhadap krisis global justru paling berat menanggung akibatnya,” tegasnya.

    Prabowo menyerukan agar lembaga internasional, termasuk PBB, direformasi agar lebih demokratis dan responsif. Dia menyinggung perlunya memperluas partisipasi negara-negara Global South dalam pengambilan keputusan strategis.

    “Tidak bisa dunia hanya dikendalikan oleh segelintir negara kaya,” katanya.

    Dalam pidatonya, Prabowo juga menekankan pentingnya solidaritas global dalam mengatasi tantangan bersama.

    “Kita tidak bisa menghadapi krisis iklim, pandemi, atau konflik hanya dengan pendekatan sepihak. Kita butuh tata kelola baru yang benar-benar bekerja untuk semua,” ujarnya.

    5. Prabowo Ingin Kirim 20.000 Pasukan Perdamaian 

    Presiden Prabowo Subianto menyampaikan tawaran besar Indonesia dalam mendukung perdamaian dunia dengan mengirimkan hingga 20.000 pasukan untuk memperkuat misi perdamaian PBB.

    Prabowo menegaskan, dunia menghadapi gelombang konflik yang tidak bisa diselesaikan hanya dengan retorika. Diperlukan langkah nyata untuk melindungi warga sipil, mencegah genosida, dan menghentikan agresi bersenjata.

    “Indonesia siap memainkan peran lebih besar. Kami menawarkan hingga 20.000 pasukan terlatih untuk membantu misi penjaga perdamaian PBB, di mana pun dibutuhkan,” ujarnya tegas.

    Menurut Prabowo, kontribusi ini merupakan kelanjutan dari tradisi panjang Indonesia sebagai salah satu kontributor utama pasukan penjaga perdamaian PBB. Saat ini, Indonesia sudah menempatkan lebih dari 2.700 personel di berbagai misi, menjadikannya salah satu dari 10 besar kontributor dunia.

    “Namun situasi global saat ini menuntut lebih. Kami percaya Indonesia, dengan sejarahnya sebagai bangsa pejuang kemerdekaan dan prinsip politik bebas-aktif, memiliki legitimasi moral untuk memperluas peran di kancah internasional,” imbuhnya.

    Prabowo menyebutkan bahwa pasukan perdamaian tambahan dari Indonesia dapat dikerahkan ke sejumlah titik konflik yang paling mendesak, termasuk di Gaza, Ukraina, Sudan, dan kawasan lain yang dilanda krisis kemanusiaan.

    “Kami tidak hanya menawarkan pasukan, tetapi juga tenaga medis, insinyur, dan ahli logistik untuk mendukung stabilisasi,” jelasnya.

    6. Prabowo Dukung Solusi Dua Negara untuk Perang Israel vs Palestina

    Presiden Prabowo Subianto kembali menegaskan dukungan penuh Indonesia terhadap solusi dua negara (two states solutions) dalam penyelesaian konflik di Gaza. Menurutnya, perdamaian hanya akan terwujud jika hak Palestina dan keamanan Israel diakui serta dijamin oleh komunitas internasional.

    “Kita harus memiliki Palestina yang merdeka, tetapi kita juga harus, kita juga harus mengakui, kita juga harus menghormati, dan kita juga harus menjamin keselamatan dan keamanan Israel. Hanya dengan begitu kita bisa memiliki perdamaian sejati, perdamaian yang nyata, tanpa kebencian dan tanpa kecurigaan. Satu-satunya solusi adalah solusi dua negara,” ucapnya.

    Pada kesempatan tersebut, Kepala Negara menyoroti tragedi kemanusiaan di Gaza yang makin parah dan mendesak agar dunia tidak berpaling dari tragedi tersebut.

    Presiden menegaskan bahwa jutaan orang kini menghadapi trauma, kelaparan, hingga ancaman kematian di depan mata komunitas internasional.

    “Saat ini juga, orang-orang tak bersalah menangis meminta pertolongan, menangis ingin diselamatkan. Siapa yang akan menyelamatkan mereka? Siapa yang akan menyelamatkan orang-orang tak bersalah? Siapa yang akan menyelamatkan orang tua dan perempuan? Jutaan orang menghadapi bahaya saat kita duduk di sini,” katanya.

    Presiden Prabowo kemudian mengingatkan pentingnya peran PBB sebagai pilar utama dalam menjaga tatanan internasional yang adil. Menurutnya, perdamaian, kemakmuran, dan kemajuan tidak boleh hanya menjadi hak segelintir bangsa, melainkan hak semua umat manusia.

  • Menhut dan Komisi IV DPR RI bahas kawasan hutan di Maluku Utara

    Menhut dan Komisi IV DPR RI bahas kawasan hutan di Maluku Utara

    Pemerintah berkomitmen memastikan agar kegiatan usaha di kawasan hutan berjalan sesuai aturan serta tetap memberikan manfaat bagi masyarakat tanpa merusak lingkungan

    Ternate (ANTARA) – Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni bersama Ketua Komisi IV DPR RI, Siti Hediati Hariyadi atau Titiek Soeharto, melakukan kunjungan kerja ke Provinsi Maluku Utara (Malut) sekaligus membahas pengembangan kawasan hutan di daerah ini.

    Menteri Kehutanan Rajajuli Antoni di Ternate, Selasa, mengatakan kunjugannya ke Malut guna menindaklanjuti masukan dari DPR dan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap perusahaan tambang di Maluku Utara.

    Pemerintah, katanya, berkomitmen memastikan agar kegiatan usaha di kawasan hutan berjalan sesuai aturan serta tetap memberikan manfaat bagi masyarakat tanpa merusak lingkungan.

    Kunjungan kerja Komisi IV DPR RI di Maluku Utara ini sekaligus menjadi momentum untuk memperkuat sinergi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan legislatif dalam menjaga keberlanjutan pengelolaan sumber daya alam di wilayah tersebut.

    Seperti diketahui, rombongan disambut langsung oleh Wakil Gubernur Maluku Utara, Sarbin Sehe, beserta jajaran Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda).

    Setibanya di Bandara Sultan Baabullah Ternate pada Selasa pagi, rombongan langsung menuju Kedaton Kesultanan Ternate dan diterima melalui prosesi adat.

    Kunjungan ini dipimpin langsung oleh Titiek Soeharto yang juga merupakan putri Presiden ke-2 RI, Soeharto.

    Agenda utama kegiatan adalah diskusi terkait pengendalian deforestasi melalui pengawasan pemegang perizinan berusaha dan Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH). Pertemuan tersebut digelar di Royal Resto, Kota Ternate.

    Dalam kegiatan itu, Menteri Raja Juli Antoni hadir bersama Gubernur Maluku Utara Sherly Tjoanda, Wakil Gubernur Sarbin Sehe, serta sejumlah pejabat daerah.

    Diskusi ini menjadi momentum penting dalam memperkuat pengawasan terhadap aktivitas pemanfaatan kawasan hutan di Maluku Utara.

    Langkah ini diharapkan dapat menekan laju deforestasi sekaligus menjaga kelestarian lingkungan di wilayah tersebut.

    Pewarta: Abdul Fatah
    Editor: Edy M Yakub
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Komisi IV DPR RI dan Menhut tinjau isu pertambangan di Malut

    Komisi IV DPR RI dan Menhut tinjau isu pertambangan di Malut

    “Sehingga, perusahaan wajib memberdayakan masyarakat, dan melakukan reklamasi pasca-tambang. Kewajiban ini melekat dalam setiap usaha yang menggunakan kawasan hutan. Jangan sampai aturan dan kewajiban diabaikan,”

    Ternate (ANTARA) – Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI bersama Menteri Kehutanan Rajajuli Antoni melaksanakan kunjungan kerja (Kuker) spesifik di Provinsi Maluku Utara (Malut), pada Selasa, untuk meninjau berbagai kondisi dan isu pertambangan di Malut.

    “Sehingga, perusahaan wajib memberdayakan masyarakat, dan melakukan reklamasi pasca-tambang. Kewajiban ini melekat dalam setiap usaha yang menggunakan kawasan hutan. Jangan sampai aturan dan kewajiban diabaikan,” kata Ketua Komisi IV DPR-RI, Siti Hediati Soeharto, di hadapan Menteri Kehutanan, jajaran Dirjen, gubernur, wakil gubernur, dan para kepala daerah di Malut, Selasa.

    Menurut Titiek, perusahaan yang taat aturan akan memberikan manfaat nyata bagi negara maupun masyarakat. Manfaat itu bisa berupa penerimaan pajak, pembangunan infrastruktur, peningkatan ekonomi lokal, hingga program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR).

    Oleh karena itu, Komisi IV DPR RI akan terus mendorong Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk memperketat pengawasan terhadap kewajiban pemegang izin, termasuk pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), rehabilitasi daerah aliran sungai, hingga reklamasi lahan pasca-tambang.

    “Perusahaan yang lalai harus dimintai pertanggungjawaban. Keuntungan sesaat tidak boleh mengorbankan masa depan lingkungan dan masyarakat,” tegas Titiek yang juga putri Presiden RI kedua, Soeharto.

    Kunjungan kerja ini menjadi ajang evaluasi pengelolaan sumber daya alam di Maluku Utara, khususnya terkait kegiatan pertambangan yang berada di kawasan hutan. Ketua Komisi IV DPR RI, Siti Hediati Soeharto atau yang akrab disapa Titiek Soeharto, menegaskan bahwa setiap konsesi atau izin usaha tidak boleh hanya dipandang sebagai upaya eksploitasi sumber daya, tetapi juga harus melibatkan kontrak sosial antara negara, perusahaan, dan masyarakat setempat.

    Selain Ketua Komisi IV, sejumlah anggota DPR juga menyampaikan pandangannya. Anggota Komisi IV DPR RI, Rajiv, secara khusus menyoroti banyaknya perbincangan di media sosial terkait dugaan pelanggaran izin oleh sejumlah perusahaan tambang di Maluku Utara.

    Ia meminta Kementerian Kehutanan untuk bersikap tegas terhadap perusahaan yang beroperasi tanpa izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH).

    “Kalau memang ada perusahaan yang berinvestasi di Maluku Utara ini tidak memiliki IPPKH, maka Pak Menteri Kehutanan harus lakukan evaluasi dan cabut saja izin usaha pertambangan (IUP) perusahaan tersebut,” tegas Rajiv.

    Menanggapi hal tersebut, Menteri Kehutanan Rajajuli Antoni menyampaikan bahwa pihaknya akan menindaklanjuti masukan dari DPR dan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap perusahaan tambang di Maluku Utara. Pemerintah, katanya, berkomitmen memastikan agar kegiatan usaha di kawasan hutan berjalan sesuai aturan serta tetap memberikan manfaat bagi masyarakat tanpa merusak lingkungan.

    Kunjungan kerja Komisi IV DPR RI di Maluku Utara ini sekaligus menjadi momentum untuk memperkuat sinergi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan legislatif dalam menjaga keberlanjutan pengelolaan sumber daya alam di wilayah tersebut.

    Kegiatan tersebut berlangsung di Royal Resto, Ternate, dan turut dihadiri oleh Gubernur Maluku Utara Sherly Tjoanda Laos, Wakil Gubernur Sarbin Sehe, serta sejumlah kepala daerah.

    Pewarta: Abdul Fatah
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Daftar Presiden RI yang Berpidato di Majelis Umum PBB, Siapa Terbanyak?

    Daftar Presiden RI yang Berpidato di Majelis Umum PBB, Siapa Terbanyak?

    Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto bakal menyampaikan pidato dalam Sidang Majelis Umum (SMU) ke-80 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

    Prabowo dijadwalkan menyampaikan pidato pada sesi debat umum di Markas Besar PBB, New York, pada Selasa (23/9/2025) pukul 09.00 waktu setempat atau pukul 20.00 WIB.

    Sekretaris Kabinet (Seskab), Teddy Indra Wijaya menyampaikan pidato ini akan menjadi panggung bagi Indonesia untuk menyuarakan kepentingan negara berkembang dan memperkuat posisi diplomasi Indonesia secara global.

    “Sesuai jadwal yang diterima, Presiden Prabowo akan menyampaikan pidato pada urutan ketiga pada sesi Debat Umum PBB pada 23 September 2025, setelah Presiden Brasil dan Presiden Amerika Serikat,” ujar Teddy dalam keterangan tertulis, dikutip Senin (22/9/2025).

    Selain Prabowo, presiden sebelumnya juga telah menyampaikan pidato dalam forum internasional itu. Tercatat, hampir seluruh orang nomor satu di Indonesia pernah menyampaikan pidato di sidang PBB.

    Namun, hanya Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) yang tidak secara langsung menyampaikan pidatonya. Pasalnya, Jokowi telah hanya pernah tampil secara virtual saat pandemi Covid-19.

    Kemudian, untuk acara langsung Jokowi lebih memilih untuk mengutus perwakilan seperti Wakil Presiden Jusuf Kalla maupun Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi.

    Adapun, sejatinya Presiden ke-3 BJ Habibie dan Presiden ke-4 Abdurrahman Wahid alias Gus Dur juga tidak pernah berpidato langsung pada sidang PBB tersebut.

    Habibie belum sempat berpidato lantaran saat dirinya menjabat Indonesia masih dalam masa pembenahan pemerintah usai Soeharto mundur. Di samping itu, kepemimpinan Habibie juga terbilang singkat hanya satu tahun lima bulan.

    Sama halnya dengan Habibie, Gus Dur juga memiliki masa jabatan sebagai presiden cukup singkat. Presiden dengan julukan bapak Pluralisme ini juga memiliki kondisi kesehatan yang kerap terganggu.

    Berikut data lengkap presiden yang telah melakukan pidato di SMU PBB:

    Presiden ke-1 Soekarno

    – SMU PBB ke-15: Hari ke 7, urutan 46

    Presiden ke-2 Suharto

    – SMU PBB ke-47: Hari ke 4, urutan 61

    Presiden ke-5 Megawati

    – SMU PBB ke-58: Hari ke 1, urutan 17

    Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono 

    – SMU PBB ke-62: Hari ke 1, urutan 20

    – SMU PBB ke-67: Hari ke 1, urutan 27

    – SMU PBB ke-69: Hari ke 1, urutan 16

    Presiden ke-7 Jokowi

    – SMU PBB ke-75 (virtual): Hari ke 1, urutan 16

    – SMU PBB ke-76 (virtual): Hari ke 1, urutan 16

  • Presiden Prabowo Bakal Pidato Langsung di Forum PBB, Jokowi Belum Pernah

    Presiden Prabowo Bakal Pidato Langsung di Forum PBB, Jokowi Belum Pernah

    Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto bakal menyampaikan pidato dalam Sidang Majelis Umum ke-80 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

    Sekretaris Kabinet (Seskab), Teddy Indra Wijaya menyampaikan Prabowo bakal menyampaikan pidato pada urutan ketiga dalam sesi Debat Umum PBB, Selasa (23/9/2025).

    “Sesuai jadwal yang diterima, Presiden Prabowo akan menyampaikan pidato pada urutan ketiga pada sesi Debat Umum PBB pada 23 September 2025, setelah Presiden Brasil dan Presiden Amerika Serikat,” ujar Teddy dalam keterangan tertulis, dikutip Senin (22/9/2025).

    Teddy menambahkan pada forum PBB ini akan menjadi panggung bagi Indonesia untuk menyuarakan kepentingan negara berkembang dan memperkuat posisi diplomasi Indonesia secara global.

    “Untuk menegaskan posisi Indonesia sebagai pemimpin Global South yang konsisten menyuarakan agenda reformasi tata kelola dunia agar lebih adil dan inklusif,” pungkasnya.

    Selain itu, pidato Presiden Prabowo ini menandai kembalinya orang nomor satu di Indonesia ke forum internasional tersebut sejak era Presiden ke-7 Joko Widodo.

    Sejatinya, Presiden RI sebelumnya memang getol menyampaikan pidato pada forum tersebut, misalnya dari mulai Soekarno, Soeharto, Megawati Soekarnoputri dan Susilo Bambang Yudhoyono.

    Namun, dalam catatan Bisnis, Jokowi selalu absen menghadiri forum tersebut dan selalu mengutus perwakilan seperti Wakil Presiden Jusuf Kalla maupun Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi.

    Adapun, absennya Jokowi itu bukan berarti dia tidak pernah melakukan pidato pada forum PBB tersebut. Pasalnya, Jokowi sempat berpidato pada sidang umum 2020 dan 2021. Namun, pidato itu dilakukan Jokowi melalui online atau virtual karena dunia sedang dilanda pandemi Covid-19.