Tag: Soeharto

  • Bos Bea Cukai Janji Berbenah Usai Diancam Purbaya: Apa Mau Pegawai Dirumahkan?

    Bos Bea Cukai Janji Berbenah Usai Diancam Purbaya: Apa Mau Pegawai Dirumahkan?

    Jakarta

    Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa meminta waktu satu tahun kepada Presiden Prabowo Subianto untuk memperbaiki kinerja Bea Cukai. Jika tak ada perbaikan, Bendahara Negara mengancam akan membekukan instansi tersebut.

    Menanggapi ini, Dirjen Bea Cukai, Djaka Budi Utama optimis mampu memperbaiki instansinya dalam kurun waktu satu tahun. Pasalnya jika tidak, Bea Cukai akan benar-benar dibekukan sehingga karyawan dirumahkan dan makan gaji buta.

    “Ya optimis, harus optimis (perbaikan dalam waktu satu tahun). Kalau kita nggak optimis, tahun depan kita selesai semua. Apakah mau Bea Cukai ataupun pegawai Bea Cukai dirumahkan dengan makan gaji buta aja itu? Tentu tidak akan mau,” sebut Djaka saat ditemui di Kantor Wilayah Bea Cukai Jakarta, Rabu (3/12/2025).

    Bea Cukai tercatat pernah dibekukan di era Presiden ke-2 Soeharto pada periode 1985-1995 Bea. Sebagian besar kewenangan kepabeanan diberikan kepada perusahaan swasta asal Swiss, Société Générale de Surveillance (SGS), melalui PT Surveyor Indonesia sebagai mitra lokal.

    Djaka menambahkan, dirinya tak ingin ada pembekuan jilid dua terhadap Bea Cukai. Oleh karena itu ia akan menindaklanjuti kritik Purbaya dengan melakukan perbaikan secara internal.

    “Dengan keinginan Pak Purbaya untuk memperbaiki Bea Cukai, tentunya perlu dukungan dari masyarakat semua. Kita memerlukan dukungan dari masyarakat,” imbuhnya.

    Purbaya berkali-kali mengancam akan membekukan Bea Cukai jika instansi tersebut tak menunjukkan perbaikan. Bahkan sebanyak 16.000 pegawai terancam dirumahkan.

    “Kalau memang nggak bisa perform ya kita bekukan, dan betul-betul beku. Artinya 16.000 pegawai Bea Cukai kita rumahkan. Tapi saya minta waktu ke Presiden untuk memperbaiki Bea Cukai,” ujar Purbaya di sela-sela Rapimnas KADIN 2025 di The Park Hyatt Hotel Jakarta, Senin (1/12/2025).

    (ily/kil)

  • Ogah Dianggap Sarang Pungli, Bos Bea Cukai Janji Perbaiki Instansi

    Ogah Dianggap Sarang Pungli, Bos Bea Cukai Janji Perbaiki Instansi

    Jakarta

    Dirjen Bea Cukai, Djaka Budi Utama berjanji membenahi instansinya usai dikritik Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa. Sebelumnya, Purbaya mengancam akan membekukan Bea Cukai jika tak segera berbenah.

    Menurut Djaka, hal pertama yang akan diperbaiki adalah sumber daya manusia di Bea Cukai. Djaka mengaku ingin menghilangkan anggapan bahwa Bea Cukai merupakan sarang pungli atau pungutan liar.

    “Mulai dari sumber daya manusianya, mulai dari alat peralatannya. Ya mungkin image di masyarakat bahwa Bea Cukai adalah sarang pungli itu sedikit demi sedikit kita hilangkan,” sebut Djaka saat ditemui di Kantor Wilayah Bea Cukai Jakarta, Rabu (3/12/2025).

    Djaka memandang kritik yang dilontarkan Purbaya menjadi koreksi untuk Bea Cukai melakukan pembenahan. Ia juga mengaku tak ingin sejarah pembekuan Bea Cukai pada era Presiden ke-2 Soeharto kembali terulang.

    “Apa yang menjadi sejarah kelam tahun 1985-1995 itu, kita tidak ingin itu terjadi ataupun diulangi oleh Bea Cukai. Sehingga tentunya bahwa Bea Cukai harus berbenah diri untuk menghilangkan image negatif,” tambah dia.

    Sebelumnya, Purbaya berkali-kali menyinggung upaya perbaikan di Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC). Purbaya tak segan memecat pegawai Bea Cukai yang tidak mau berubah.

    Purbaya sudah meminta waktu selama setahun kepada Presiden Prabowo Subianto untuk melakukan perbaikan kinerja Bea Cukai alih-alih langsung membekukan instansi tersebut.

    “Kalau memang nggak bisa perform ya kita bekukan, dan betul-betul beku. Artinya 16.000 pegawai Bea Cukai kita rumahkan. Tapi saya minta waktu ke Presiden untuk memperbaiki Bea Cukai,” ujar Purbaya di sela-sela Rapimnas KADIN 2025 di The Park Hyatt Hotel Jakarta, Senin (1/12/2025).

    Lihat juga Video: Purbaya ‘Selesaikan’ Pegawai Bea Cukai yang Ogah Berubah

    (kil/kil)

  • Bos Bea Cukai Janji Berbenah Usai Diancam Purbaya: Apa Mau Pegawai Dirumahkan?

    Purbaya Lontarkan Ancaman Pembekuan, Bos Bea Cukai Buka Suara

    Jakarta

    Dirjen Bea Cukai Djaka Budi Utama buka suara soal ancaman Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa yang mengancam membekukan Bea Cukai jika tidak berbenah. Djaka menilai pernyataan Purbaya merupakan bentuk koreksi terhadap instansi yang dipimpinnya.

    “Ya, intinya bahwa itu adalah bentuk, apa namanya, koreksi. Bentuk koreksi dari Bea Cukai. Yang pasti, Bea Cukai bahwa ke depannya, akan berupaya untuk lebih baik,” ujar Djaka saat ditemui di Kantor Wilayah Bea Cukai Jakarta, Rabu (3/12/2025).

    Djaka mengaku tak ingin sejarah pembekuan Bea Cukai pada era Presiden ke-2 Soeharto kembali terulang. Pada periode 1985-1995 Bea Cukai dibekukan fungsinya dalam upaya membenahi instansi tersebut.

    Sebagian besar kewenangan kepabeanan dialihkan lalu diberikan kepada perusahaan swasta asal Swiss, Société Générale de Surveillance (SGS), melalui PT Surveyor Indonesia sebagai mitra lokal.

    “Apa yang menjadi sejarah kelam tahun 1985-1995 itu, kita tidak ingin itu terjadi ataupun diulangi oleh Bea Cukai. Sehingga tentunya bahwa Bea Cukai harus berbenah diri untuk menghilangkan image negatif,” tambah dia.

    Menurut Djaka, pihaknya akan mulai melakukan perbaikan dari sisi budaya, peningkatan kinerja, hingga peningkatan pengawasan di pelabuhan dan bandara. Djaka juga berjanji meningkatkan pelayanan ke masyarakat.

    “Tentunya masyarakat ketika kita melakukan pelayanan kepada masyarakat ketika ada ketidakpuasan, ya sedikit demi sedikit kita akan berupaya untuk memperbaikinya,” imbuhnya.

    Untuk perbaikan kinerja misalnya, Bea Cukai mulai memanfaatkan teknologi berupa Artificial Intelligence (AI) untuk menghindari under invoicing di pelabuhan. Sedikit demi sedikit, sebut dia, Bea Cukai akan terus melakukan pembenahan.

    Sebelumnya, Purbaya menyinggung lagi upaya memperbaiki Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC). Purbaya tak segan memecat pegawai Bea Cukai yang tidak mau berubah.

    Purbaya sudah meminta waktu selama setahun kepada Presiden Prabowo Subianto untuk melakukan perbaikan kinerja Bea Cukai alih-alih langsung membekukan instansi tersebut.

    “Kalau memang nggak bisa perform ya kita bekukan, dan betul-betul beku. Artinya 16.000 pegawai Bea Cukai kita rumahkan. Tapi saya minta waktu ke Presiden untuk memperbaiki Bea Cukai,” ujar Purbaya di sela-sela Rapimnas KADIN 2025 di The Park Hyatt Hotel Jakarta, Senin (1/12/2025).

    (ily/kil)

  • Presiden anugerahkan gelar pahlawan nasional kepada 10 tokoh, dari Soeharto hingga Marsinah

    Presiden anugerahkan gelar pahlawan nasional kepada 10 tokoh, dari Soeharto hingga Marsinah

    Senin, 10 November 2025 12:50 WIB

    Anak Jenderal Besar TNI Soeharto, Siti Hardijanti Rukmana (kedua kanan), Siti Hediati Hariyadi (kanan) dan Bambang Trihatmodjo (kiri) berfoto saat menghadiri upacara penganugerahan gelar pahlawan nasional di Istana Negara, Jakarta, Senin (10/11/2025). Presiden Prabowo Subianto menganugerahkan pahlawan nasional kepada 10 tokoh di antaranya K.H. Abdurrahman Wahid, Jenderal Besar TNI Soeharto, dan aktivis buruh Marsinah sebagai upaya pemerintah dalam menghormati jasa para pendahulu dan pemimpin bangsa yang dinilai telah memberikan kontribusi besar bagi negara. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/nym.

    Presiden Prabowo Subianto (kanan) menyerahkan anugerah gelar pahlawan nasional kepada anak Jenderal Besar TNI Soeharto, Siti Hardijanti Rukmana (kedua kiri) dan Bambang Trihatmodjo (kiri) di Istana Negara, Jakarta, Senin (10/11/2025). Presiden Prabowo Subianto menganugerahkan pahlawan nasional kepada 10 tokoh di antaranya K.H. Abdurrahman Wahid, Jenderal Besar TNI Soeharto, dan aktivis buruh Marsinah sebagai upaya pemerintah dalam menghormati jasa para pendahulu dan pemimpin bangsa yang dinilai telah memberikan kontribusi besar bagi negara. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/nym.

    Foto Marsinah dipajang saat penganugerahan gelar pahlawan nasional di Istana Negara, Jakarta, Senin (10/11/2025). Presiden Prabowo Subianto menganugerahkan pahlawan nasional kepada 10 tokoh di antaranya K.H. Abdurrahman Wahid, Jenderal Besar TNI Soeharto, dan aktivis buruh Marsinah sebagai upaya pemerintah dalam menghormati jasa para pendahulu dan pemimpin bangsa yang dinilai telah memberikan kontribusi besar bagi negara. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/nym.

    Adik aktivis buruh Marsinah, Wijiyati menangis di samping foto kakaknya usai mengikuti upacara pemberian gelar pahlawan kepada Marsinah dan sembilan tokoh lainnya di Istana Negara, Jakarta, Senin (10/11/2025). Presiden Prabowo menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada 10 tokoh yang dinilai berjasa besar bagi Indonesia, antara lain K.H. Abdurrahman Wahid, Jenderal Besar TNI H.M. Soeharto, Marsinah, Mochtar Kusumaatmaja, Hj. Rahma El Yunusiyyah, Jenderal TNI (Purn) Sarwo Edhie Wibowo, Sultan Muhammad Salahuddin, Syaikhona Muhammad Kholil, Tuan Rondahaim Saragih, dan Zainal Abidin Syah. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/nym.

    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Purbaya Tak Main-main Soal Pembekuan Bea Cukai: Betul-betul Beku!

    Purbaya Tak Main-main Soal Pembekuan Bea Cukai: Betul-betul Beku!

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa secara terbuka memastikan akan membekukan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) apabila tidak berhasil membenahi diri selama satu tahun ke depan. 

    Purbaya mengaku diberikan target oleh Presiden Prabowo Subianto untuk membenahi salah satu unit Kemenkeu itu dalam satu tahun ke depan. Apabila gagal, maka ada peluang Bea Cukai bakal dibekukan seperti pada pemerintahan Presiden ke-2 Soeharto, di mana tugasnya diserahkan ke perusahaan Swiss, SGS. 

    “Bebas. Nanti kami lihat seperti apa. Kalau memang enggak bisa perform ya kami bekukan dan betul-betul beku. Artinya, 16.000 pekerja Bea Cukai kami rumahkan, tetapi saya minta waktu ke Presiden untuk memperbaiki Bea Cukai,” ujarnya kepada wartawan usai menghadiri Rapimnas Kadin 2025, Jakarta, Senin (1/12/2025). 

    Namun demikian, Purbaya menyebut tidak semua petugas Bea Cukai bermasalah. Dia melihat masih ada petugas di sana yang bisa dibentuk dan memperbaiki diri. 

    “Sebaiknya kami perbaiki diri dulu sendiri selama setahun, daripada kami langsung tutup tanpa warning kan jelek. Jadi dikasih kesempatan untuk memperbaiki diri,” lanjut mantan Deputi di Kemenko Maritim dan Investasi itu. 

    Keluhan Pengusaha

    Sebelumnya, saat masih dalam sesi tanya jawab rapimnas Kadin yang dihadiri olehnya, Purbaya mendapatkan keluhan dari pengusaha konstruksi baja.

    Pengusaha meminta agar Bea Cukai memperketat pengawasan terhadap impor konstruksi baja, padahal produksi di dalam negeri juga tinggi. 

    Keluhan itu disampaikan kepada Purbaya oleh Ketua Umum Indonesia Society of Steel Construction (ISSC) Budi Harta Winata, pada rapat pimpinan nasional (rapimnas) Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Senin (1/12/2025). 

    Budi menyampaikan bahwa dia bersama sekitar 1.000 orang sebelumnya telah menggelar aksi di depan kantor pusat Bea Cukai, Rawamangun, Jakarta Timur, Oktober 2025 lalu. Dia menceritakan bahwa gempuran impor konstruksi baja ke Indonesia itu menyebabkan perusahaan-perusahaan konstruksi dalam negeri harus merumahkan karyawannya. 

    Pemilik PT Artha Mas Graha Andalan itu mengatakan, perusahaannya harus melakukan efisiensi pekerja dari awalnnya 1.000 orang juru las menjadi tinggal 70 orang saja.

    Budi mengakui bahwa harusnya permasalahan ini bukan disampaikan ke Purbaya selaku Menkeu. Namun, mengingat Bea Cukai berada di bawah kewenangannya, maka dia meminta agar pengawasan keluar masuk barang di pelabuhan bisa diperketat. 

    “Kami minta Bea Cukai lebih ketat, mestinya produksi barang yang bisa dibikin dalam negeri, mestinya janganlah boleh masuk, Pak. Karena kami tukang las-tukang las dalam negeri yang mengerjakan,” ucapnya. 

    Purbaya pun menyatakan bakal memelajari masalah yang disampaikan oleh Budi dan para pelaku usaha konstruksi baja. Dia berjanji akan melihat langsung seperti apa pelaksanaan tugas Bea Cukai di lapangan dalam hal pengawasan. 

    “Kalau saya tanya ke anak buah saya, bagus terus. Saya tanya Bea Cukai ada impor baja? ‘Enggak ada Pak’. Saya tanya pelaku, ada. Yang mana yang bener, tapu gua yakin anak buah gua ngibulin gue. Nanti anda kirim laporan ke saya,” ucapnya sambil disambut tawa oleh peserta Rapimnas Kadin. 

    Ekonom yang pernah menjabat Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) itu juga mengakui tengah melakukan ‘bersih-bersih’ di Bea Cukai. “Kami betulin setahun ke depan, kalau dalam setahun enggak beres, Bea Cukai betul-betul dibekukan. Saya ganti SGS,” tegasnya. 

  • IDAI: Anak Terdampak Bencana Sumut dan Aceh Krisis Baju Bersih-Popok Bayi

    IDAI: Anak Terdampak Bencana Sumut dan Aceh Krisis Baju Bersih-Popok Bayi

    Jakarta

    Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengatakan saat ini anak-anak korban bencana alam banjir dan longsor di Sumatera Utara (Sumut), Sumatera Barat (Sumbar), dan Aceh membutuhkan bantuan-bantuan khusus.

    Wakil Ketua IDAI Cabang Sumatera Utara Dr dr Eka Airlangga, MKed(Ped), SpA mengatakan perlengkapan kebutuhan harian untuk bayi seperti popok, hingga pasokan air bersih kini menjadi prioritas bantuan.

    “Popok bayi, tidak sempat terbawa banyak oleh orang tuanya pada saat banjir terjadi dan juga air bersih,” kata dr Eka dalam konferensi pers daring, Senin (1/12/2025).

    “Air bersih ini kemarin kami sudah distribusikan 15 ribu (liter) besok, besok 5 ribu lagi masuk ke Langkat, kalau Sibolga kami belum tahu untuk Pantai Timur, karena akses ke sana baru bisa kami tembus nanti di hari Jumat,” sambungnya.

    Dukungan logistik, lanjut dr Eka untuk wilayah Sumut telah didapatkan dari Dinas Kesehatan provinsi berupa obat-obatan sederhana untuk dewasa. Sementara IDAI, memberikan bantuan obat-obatan untuk anak.

    Pada kesempatan yang sama, Ketua IDAI Cabang Sumatera Barat dr Asrawati, M. Biomed, SpA, Subsp T.K.P.S(K), FISQua mengatakan kebutuhan yang mendesak di wilayahnya tak jauh berbeda dengan apa yang ada di Sumut.

    “Air bersih ya, karena nanti terkait dengan pengolahan makanan dan MPASI, kemudian pakaian bersih baju bayi, baju anak, dan selimut. Kemudian popok bayi, dan perlengkapan untuk mandi anak juga diperlukan,” katanya.

    Di Sumbar sendiri, tanggal 28 November dr Asrawati mengatakan bantuan sudah diberikan oleh Menteri Kesehatan di beberapa lokasi.

    Sementara itu, Ketua IDAI Cabang Aceh Dr dr Raihan, SpA, Subsp.Inf.P.T(K) mengatakan di wilayahnya juga membutuhkan bantuan pemenuhan kebutuhan dasar.

    “Paling penting habis banjir itu anak-anak tidak ada pakaian, bukan hanya anak-anak tapi juga orang dewasa. Jadi pakaian layak pakai, selimut, lalu makanan yang seminimal mungkin membutuhkan air, jadi yang siap mereka makan, obat-obatan, karena apoteknya terbatas,” kata dr Raihan.

    Di beberapa wilayah, seperti Pidie Jaya menurut dr Raihan bantuan-bantuan untuk korban bencana alam mulai bisa teratasi. Hal ini karena sebelumnya telah dikunjungi oleh Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dan Ketua Komisi IV DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra, Siti Hediati Hariyadi atau Titiek Soeharto.

    Halaman 2 dari 2

    (dpy/naf)

  • IDAI: Anak Terdampak Bencana Sumut dan Aceh Krisis Baju Bersih-Popok Bayi

    IDAI: Anak Terdampak Bencana Sumut dan Aceh Krisis Baju Bersih-Popok Bayi

    Jakarta

    Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengatakan saat ini anak-anak korban bencana alam banjir dan longsor di Sumatera Utara (Sumut), Sumatera Barat (Sumbar), dan Aceh membutuhkan bantuan-bantuan khusus.

    Wakil Ketua IDAI Cabang Sumatera Utara Dr dr Eka Airlangga, MKed(Ped), SpA mengatakan perlengkapan kebutuhan harian untuk bayi seperti popok, hingga pasokan air bersih kini menjadi prioritas bantuan.

    “Popok bayi, tidak sempat terbawa banyak oleh orang tuanya pada saat banjir terjadi dan juga air bersih,” kata dr Eka dalam konferensi pers daring, Senin (1/12/2025).

    “Air bersih ini kemarin kami sudah distribusikan 15 ribu (liter) besok, besok 5 ribu lagi masuk ke Langkat, kalau Sibolga kami belum tahu untuk Pantai Timur, karena akses ke sana baru bisa kami tembus nanti di hari Jumat,” sambungnya.

    Dukungan logistik, lanjut dr Eka untuk wilayah Sumut telah didapatkan dari Dinas Kesehatan provinsi berupa obat-obatan sederhana untuk dewasa. Sementara IDAI, memberikan bantuan obat-obatan untuk anak.

    Pada kesempatan yang sama, Ketua IDAI Cabang Sumatera Barat dr Asrawati, M. Biomed, SpA, Subsp T.K.P.S(K), FISQua mengatakan kebutuhan yang mendesak di wilayahnya tak jauh berbeda dengan apa yang ada di Sumut.

    “Air bersih ya, karena nanti terkait dengan pengolahan makanan dan MPASI, kemudian pakaian bersih baju bayi, baju anak, dan selimut. Kemudian popok bayi, dan perlengkapan untuk mandi anak juga diperlukan,” katanya.

    Di Sumbar sendiri, tanggal 28 November dr Asrawati mengatakan bantuan sudah diberikan oleh Menteri Kesehatan di beberapa lokasi.

    Sementara itu, Ketua IDAI Cabang Aceh Dr dr Raihan, SpA, Subsp.Inf.P.T(K) mengatakan di wilayahnya juga membutuhkan bantuan pemenuhan kebutuhan dasar.

    “Paling penting habis banjir itu anak-anak tidak ada pakaian, bukan hanya anak-anak tapi juga orang dewasa. Jadi pakaian layak pakai, selimut, lalu makanan yang seminimal mungkin membutuhkan air, jadi yang siap mereka makan, obat-obatan, karena apoteknya terbatas,” kata dr Raihan.

    Di beberapa wilayah, seperti Pidie Jaya menurut dr Raihan bantuan-bantuan untuk korban bencana alam mulai bisa teratasi. Hal ini karena sebelumnya telah dikunjungi oleh Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dan Ketua Komisi IV DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra, Siti Hediati Hariyadi atau Titiek Soeharto.

    Halaman 2 dari 2

    (dpy/naf)

  • Bantu Korban Banjir, Pemerintah Salurkan 34 Juta Kg Beras dan 6,8 Juta Liter Minyak Goreng

    Bantu Korban Banjir, Pemerintah Salurkan 34 Juta Kg Beras dan 6,8 Juta Liter Minyak Goreng

    FAJAR.CO.ID, PADANG — Pemerintah bergerak cepat untuk menyalurkan bantuan pangan terutama beras dan minyak kepada tiga provinsi yang dilanda bencana alam berupa banjir dan tanah longsor.

    Penyaluran beras dan minyak goreng itu dilakukan pemerintah melalui Bulog. Jenis logistik yang disalurkan pada kesempatan itu adalah 34.302.520 kilogram beras dan 6,8 juta liter minyak goreng.

    Dengan rincian beras untuk wilayah Sumbar sebanyak 6.794.960 kilogram dan minyak goreng sebanyak 1.358.992 liter. Sedangkan untuk Sumatra Utara total beras yang dilokasikan seberat 16.893.920 kilogram, kemudian minyak goreng seberat 3.378.784 liter.

    Sementara untuk Aceh total beras yang dialokasikan seberat 10.613.640 kilogram dan minyak goreng seberat 2.122.728 kilogram.

    Penyaluran bantuan secara simbolis itu dilakukan Komisi IV DPR RI bersama Bulog di Padang, Sumatera Barat (Sumbar), pada Minggu.

    “Hari ini kami bersama Bulog menyalurkan bantuan pangan yang dibutuhkan oleh masyarakat setelah terdampak bencana alam,” kata Ketua Komisi IV DPR RI, Siti Hediati Hariyadi atau Titiek Soeharto di Padang, Minggu.

    Ia mengatakan bantuan tersebut meski diserahkan di Padang, namun diperuntukkan bagi tiga provinsi yang terdampak bencana yakni Sumatra Barat, Sumatra Utara, dan Aceh.

    Titiek mengatakan bantuan yang diberikan itu sebagai bentuk tanggap dari pemerintah terhadap bencana alam yang telah melanda tiga provinsi di Sumatera.

    Pihak Bulog mencatat total kebutuhan beras untuk tiga provinsi tersebut dalam 14 hari ke depan mencapai 1.245.255 kilogram.

  • Mimpi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Setelah Empat Dekade

    Mimpi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Setelah Empat Dekade

    Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah kembali mendeklarasikan ambisi besar untuk membawa perekonomian nasional tumbuh 8% dalam lima tahun ke depan. Target pertumbuhan ekonomi yang pernah lekat dengan ekonomi Indonesia empat hingga lima dekade lalu. Meski demikian, sejumlah tantangan struktural yang mengemuka sejak awal reformasi masih membayangi.

    Sebagai pengingat, pertumbuhan tinggi ekonomi Indonesia terjadi pada era Presiden Soeharto. Rinciannya, ekonomi tertinggi sepanjang sejarah Indonesia terjadi pada 1968 yakni mencapai 10,9%. Pertumbuhan tinggi di atas 8% kembali terjadi pada 1973 (8,1%), 1977 (8,3%), 1980 (10%), dan 1995 (8,2%). Meski demikian, rezim ini menutup kejatuhannya dengan anjlok -13,1% pada 1998 saat terjadi penggulingan kekuasaan lewat demonstrasi massa. 

    Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa dalam Rencana Strategis Kementerian Keuangan (Kemenkeu) 2025–2029 yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.70/2025, mengamanatkan jajaran di kementeriannya mendukung arah pertumbuhan ekonomi 8% ini melalui optimalisasi pendapatan negara, belanja negara, perluasan sumber dan inovasi pembiayaan, serta pengendalian inflasi untuk mengejar target pertumbuhan.

    Dalam rencana tersebut, indikator sasaran strategis pendapatan negara yang optimal antara lain rasio pendapatan negara terhadap PDB sebesar 12,36% pada 2025 dan naik ke kisaran 12,86% hingga 18% pada 2029.

    Rasio penerimaan perpajakan terhadap PDB juga ditargetkan meningkat. Pada 2025, targetnya sebesar 10,24% dan naik ke kisaran 11,52% hingga 15% pada 2029.

    Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Rosan P. Roeslani menyampaikan bahwa Indonesia membutuhkan investasi sekitar Rp13.032 triliun untuk mendorong pertumbuhan ekonomi 8% pada 2029. “Kalau kita lihat, dalam 5 tahun ke depan, pertumbuhan investasi yang diharapkan kurang lebih adalah Rp13.032 triliun atau kurang lebih US$869 miliar,” ucap Rosan dalam Kompas 100 CEO Forum di Tangerang, Rabu (26/11/2025).

    Menurut Rosan, target investasi tersebut memiliki rata-rata pertumbuhan sekitar 15,7% dibandingkan realisasi investasi 10 terakhir. Ia mengakui target itu menantang, tetapi upaya memperbaiki iklim investasi terus ditempuh, termasuk penyempurnaan sistem perizinan. Integrasi perizinan dari 18 kementerian kini berada dalam kewenangan Kementerian Investasi dan Hilirisasi.

    Rosan juga mencontohkan percepatan layanan perizinan berdasarkan ketentuan dalam PP No.28, yang memungkinkannya mengeluarkan izin apabila kementerian terkait tidak memberi respons dalam waktu yang ditentukan. “Dalam waktu 2 bulan, saya sudah mengeluarkan 151 perizinan,” katanya.

    Mimpi pertumbuhan ekonomi 8% juga pernah disinggung waktu era Presiden Joko Widodo dengan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati. Kala itu mantan bos Bank Dunia itu menyebut ekonomi Indonesia sebesar 7% hingga 8% hanya terjadi di era kepemimpinan Soeharto. Sejak itu, perekonomian sulit melampaui kisaran 7%.

    Pertumbuhan tertinggi pasca-Soeharto terjadi pada era Susilo Bambang Yudhoyono, yakni 6,3% pada 2007. Adapun pada era Joko Widodo, pertumbuhan ekonomi rata-rata berada di sekitar 4,23%.

    “Dalam 50 tahun sejarah Indonesia, pertumbuhan tertinggi sebenarnya dicapai pada tahun 1990-an ketika kita mampu mencapai sekitar 8%. Itu sama persis dengan India saat ini,” ujarnya dalam The International Seminar and Growth Academy Asean di Aula Dhanapala Kemenkeu, Senin (23/9/2024).

    Meski ekonomi tumbuh solid, sejumlah catatan menunjukkan stabilitas ekonomi Orde Baru pada dekade 1970-an turut dipengaruhi booming minyak dan gas. Penerimaan migas mengalir deras ke kas negara, membuat pemerintah relatif leluasa menjalankan program pembiayaan. Akan tetapi, resesi global pada 1982 menjadi titik balik ketika harga minyak jatuh dan pendapatan negara tertekan. Ekonomi hanya tumbuh 2,2% pada tahun itu.

    Meski reformasi pajak dan pengembangan sektor nonmigas kemudian dilakukan, tekanan ekonomi kembali muncul menjelang akhir Orde Baru. Tensi politik meningkat pada 1996, inflasi naik menjadi 8,86%, defisit transaksi berjalan melebar, dan krisis finansial Asia 1997 memperparah kondisi ekonomi. Krisis tersebut menunjukkan kerentanan struktural perekonomian dan lemahnya tata kelola. Inflasi mencapai 77,6%, ekonomi terjun ke -13,7%, dan Soeharto akhirnya lengser setelah 32 tahun berkuasa.

    Reformasi 1998 membawa perubahan tata kelola politik, tetapi ekonomi masih belum kembali pada pertumbuhan tinggi seperti sebelum krisis. Pada 1998, ekonomi minus -13,13%, lalu berbalik tipis menjadi 0,79% pada 1999. Upaya pemulihan melalui penataan aset, penjualan BUMN, dan berbagai kebijakan fiskal membuat ekonomi tumbuh 3,64% pada 2001 dan 4,5% pada 2002.

    Pada 2003, pemerintahan Presiden Megawati menyampaikan optimisme bahwa pertumbuhan dapat mencapai 7% dalam tiga tahun namun tak pernah terealisasi. Menteri Keuangan Boediono, kala itu, menilai sasaran tersebut masih dalam jangkauan jika perbaikan iklim investasi dilakukan. Ia menekankan pentingnya kepastian hukum, keamanan, dan perlindungan hak usaha. Persoalan kelembagaan, aturan yang tumpang tindih, serta pungutan daerah menjadi tantangan.

    Hingga kini, data BPS menunjukkan ekonomi Indonesia belum pernah kembali menembus pertumbuhan tahunan di atas 7% setelah reformasi. Rekor pertumbuhan tertinggi tercatat pada 2007, yakni 6,35%. Pada era pemerintahan Joko Widodo, pertumbuhan tertinggi berada di kisaran 5%.

  • Mimpi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Setelah Empat Dekade

    Mimpi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Setelah Empat Dekade

    Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah kembali mendeklarasikan ambisi besar untuk membawa perekonomian nasional tumbuh 8% dalam lima tahun ke depan. Target pertumbuhan ekonomi yang pernah lekat dengan ekonomi Indonesia empat hingga lima dekade lalu. Meski demikian, sejumlah tantangan struktural yang mengemuka sejak awal reformasi masih membayangi.

    Sebagai pengingat, pertumbuhan tinggi ekonomi Indonesia terjadi pada era Presiden Soeharto. Rinciannya, ekonomi tertinggi sepanjang sejarah Indonesia terjadi pada 1968 yakni mencapai 10,9%. Pertumbuhan tinggi di atas 8% kembali terjadi pada 1973 (8,1%), 1977 (8,3%), 1980 (10%), dan 1995 (8,2%). Meski demikian, rezim ini menutup kejatuhannya dengan anjlok -13,1% pada 1998 saat terjadi penggulingan kekuasaan lewat demonstrasi massa. 

    Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa dalam Rencana Strategis Kementerian Keuangan (Kemenkeu) 2025–2029 yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.70/2025, mengamanatkan jajaran di kementeriannya mendukung arah pertumbuhan ekonomi 8% ini melalui optimalisasi pendapatan negara, belanja negara, perluasan sumber dan inovasi pembiayaan, serta pengendalian inflasi untuk mengejar target pertumbuhan.

    Dalam rencana tersebut, indikator sasaran strategis pendapatan negara yang optimal antara lain rasio pendapatan negara terhadap PDB sebesar 12,36% pada 2025 dan naik ke kisaran 12,86% hingga 18% pada 2029.

    Rasio penerimaan perpajakan terhadap PDB juga ditargetkan meningkat. Pada 2025, targetnya sebesar 10,24% dan naik ke kisaran 11,52% hingga 15% pada 2029.

    Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Rosan P. Roeslani menyampaikan bahwa Indonesia membutuhkan investasi sekitar Rp13.032 triliun untuk mendorong pertumbuhan ekonomi 8% pada 2029. “Kalau kita lihat, dalam 5 tahun ke depan, pertumbuhan investasi yang diharapkan kurang lebih adalah Rp13.032 triliun atau kurang lebih US$869 miliar,” ucap Rosan dalam Kompas 100 CEO Forum di Tangerang, Rabu (26/11/2025).

    Menurut Rosan, target investasi tersebut memiliki rata-rata pertumbuhan sekitar 15,7% dibandingkan realisasi investasi 10 terakhir. Ia mengakui target itu menantang, tetapi upaya memperbaiki iklim investasi terus ditempuh, termasuk penyempurnaan sistem perizinan. Integrasi perizinan dari 18 kementerian kini berada dalam kewenangan Kementerian Investasi dan Hilirisasi.

    Rosan juga mencontohkan percepatan layanan perizinan berdasarkan ketentuan dalam PP No.28, yang memungkinkannya mengeluarkan izin apabila kementerian terkait tidak memberi respons dalam waktu yang ditentukan. “Dalam waktu 2 bulan, saya sudah mengeluarkan 151 perizinan,” katanya.

    Mimpi pertumbuhan ekonomi 8% juga pernah disinggung waktu era Presiden Joko Widodo dengan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati. Kala itu mantan bos Bank Dunia itu menyebut ekonomi Indonesia sebesar 7% hingga 8% hanya terjadi di era kepemimpinan Soeharto. Sejak itu, perekonomian sulit melampaui kisaran 7%.

    Pertumbuhan tertinggi pasca-Soeharto terjadi pada era Susilo Bambang Yudhoyono, yakni 6,3% pada 2007. Adapun pada era Joko Widodo, pertumbuhan ekonomi rata-rata berada di sekitar 4,23%.

    “Dalam 50 tahun sejarah Indonesia, pertumbuhan tertinggi sebenarnya dicapai pada tahun 1990-an ketika kita mampu mencapai sekitar 8%. Itu sama persis dengan India saat ini,” ujarnya dalam The International Seminar and Growth Academy Asean di Aula Dhanapala Kemenkeu, Senin (23/9/2024).

    Meski ekonomi tumbuh solid, sejumlah catatan menunjukkan stabilitas ekonomi Orde Baru pada dekade 1970-an turut dipengaruhi booming minyak dan gas. Penerimaan migas mengalir deras ke kas negara, membuat pemerintah relatif leluasa menjalankan program pembiayaan. Akan tetapi, resesi global pada 1982 menjadi titik balik ketika harga minyak jatuh dan pendapatan negara tertekan. Ekonomi hanya tumbuh 2,2% pada tahun itu.

    Meski reformasi pajak dan pengembangan sektor nonmigas kemudian dilakukan, tekanan ekonomi kembali muncul menjelang akhir Orde Baru. Tensi politik meningkat pada 1996, inflasi naik menjadi 8,86%, defisit transaksi berjalan melebar, dan krisis finansial Asia 1997 memperparah kondisi ekonomi. Krisis tersebut menunjukkan kerentanan struktural perekonomian dan lemahnya tata kelola. Inflasi mencapai 77,6%, ekonomi terjun ke -13,7%, dan Soeharto akhirnya lengser setelah 32 tahun berkuasa.

    Reformasi 1998 membawa perubahan tata kelola politik, tetapi ekonomi masih belum kembali pada pertumbuhan tinggi seperti sebelum krisis. Pada 1998, ekonomi minus -13,13%, lalu berbalik tipis menjadi 0,79% pada 1999. Upaya pemulihan melalui penataan aset, penjualan BUMN, dan berbagai kebijakan fiskal membuat ekonomi tumbuh 3,64% pada 2001 dan 4,5% pada 2002.

    Pada 2003, pemerintahan Presiden Megawati menyampaikan optimisme bahwa pertumbuhan dapat mencapai 7% dalam tiga tahun namun tak pernah terealisasi. Menteri Keuangan Boediono, kala itu, menilai sasaran tersebut masih dalam jangkauan jika perbaikan iklim investasi dilakukan. Ia menekankan pentingnya kepastian hukum, keamanan, dan perlindungan hak usaha. Persoalan kelembagaan, aturan yang tumpang tindih, serta pungutan daerah menjadi tantangan.

    Hingga kini, data BPS menunjukkan ekonomi Indonesia belum pernah kembali menembus pertumbuhan tahunan di atas 7% setelah reformasi. Rekor pertumbuhan tertinggi tercatat pada 2007, yakni 6,35%. Pada era pemerintahan Joko Widodo, pertumbuhan tertinggi berada di kisaran 5%.