Tag: Soebandrio

  • Regene Genomics Dorong Lahirnya Generasi Melek Sains Lewat OGI 2025

    Regene Genomics Dorong Lahirnya Generasi Melek Sains Lewat OGI 2025

    Jakarta: Regene Genomics menegaskan komitmennya dalam menghadirkan inovasi kesehatan sekaligus mencetak generasi muda yang melek sains melalui dukungan penuh terhadap penyelenggaraan Olimpiade Genomik Indonesia (OGI) 2025.
     
    Dukungan tersebut tidak hanya diwujudkan melalui penyediaan materi yang berbobot dan inklusif, tetapi juga dengan memberikan pengalaman langsung bagi peserta. Sebanyak 63 finalis OGI 2025 berkesempatan mengunjungi laboratorium Regene Genomics di Jakarta, menyaksikan proses ekstraksi DNA, serta berdiskusi dengan para pakar genetika.
     
    Menurut Head of Laboratory Regene Genomics, Siti Fathurrohmah, M.Sc, kunjungan tersebut menjadi momen penting bagi para siswa.
     
    “Mereka sangat antusias, banyak bertanya hingga detail teknis. Bahkan ada siswa SD yang penasaran mencoba mikropipet, alat yang baru saya kenal ketika kuliah. Itu pengalaman berharga, sekaligus menantang untuk menjelaskan genomik dengan bahasa sederhana,” ujarnya.
     
    Melalui Regene Academy, perusahaan ini berupaya menjembatani ilmu genomik agar lebih mudah dipahami anak-anak, guru, dan orang tua. Sejalan dengan visinya, Regene Genomics ingin melahirkan generasi yang siap berkontribusi dalam bidang kesehatan, pertanian, dan pelestarian hayati di masa depan.
     

     
    Teknologi Mutakhir Regene
    Regene Genomics merupakan perusahaan genetika terkemuka yang mengembangkan layanan berbasis kecerdasan buatan (AI) dan analisis DNA untuk menghadirkan kesehatan personal dan presisi. Laboratorium Regene dilengkapi teknologi terbaru dari Illumina seperti Microarray, Miseq, dan Novaseq yang memungkinkan pembacaan hingga 31 juta penanda genetik dengan presisi tinggi.
     
    “Laboratorium mutakhir kami menjadi fondasi untuk pengembangan layanan kesehatan presisi. Dengan teknologi canggih ini, Regene berada di garis depan industri genetika Indonesia,” ujar Vichi Lestari, CEO Regene Genomics.
     
    Salah satu inovasi andalan adalah Polygenic Risk Scores (PRS) yang menggabungkan variasi genetik menjadi prediksi risiko penyakit kronis dengan akurasi hingga 99,98%. Teknologi ini dipadukan dengan microarray untuk menghasilkan pengujian genetik yang lebih akurat dan bermanfaat bagi pencegahan maupun pengobatan.
     
    Tim Ahli di Balik Regene
    Regene Genomics diperkuat oleh tim pakar lintas bidang, di antaranya:
     
    – Prof. dr. Amin Soebandrio, Ph.D., SpMK(K) sebagai penasihat,
     
    – Siti Fathurrohmah, M.Sc sebagai Head of Laboratory,
     
    – Valerie Emily sebagai Genomic Scientist.
     
     

    Prof. Amin, Guru Besar Mikrobiologi Klinik FKUI dan mantan Direktur Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, dikenal luas atas kontribusinya dalam riset penyakit infeksi dan perannya saat pandemi COVID-19. Kehadirannya memperkuat posisi Regene sebagai pusat riset genomik dengan wawasan global dan berstandar internasional.
     
    Rahma, sapaan akrab Siti Fathurrohmah, berfokus pada pengembangan analisis DNA/RNA, teknologi microarray, serta diagnostik molekuler. Sementara Valerie Emily berperan dalam pengembangan riset bioinformatika, genotyping, hingga analisis genomik yang menghubungkan hasil laboratorium dengan solusi kesehatan presisi.
     
    Misi Mencerdaskan Generasi
    Dukungan terhadap OGI 2025 menjadi bukti nyata komitmen Regene Genomics untuk tidak hanya menghadirkan inovasi laboratorium, tetapi juga berkontribusi dalam pendidikan sains. Melalui kolaborasi dengan Indonesia Mengajar, Regene ingin memastikan lebih banyak anak-anak Indonesia mendapatkan akses pengetahuan genomik sejak dini.
     
    “Ilmu genomik tidak boleh hanya berhenti di laboratorium. Ia harus bisa dipahami, menginspirasi, dan membuka peluang bagi generasi muda untuk berkontribusi,” tutup Vichi.
     
    Dengan semangat itu, Regene Genomics terus meneguhkan langkah sebagai pionir layanan genetika modern di Indonesia, menghadirkan teknologi mutakhir sekaligus menyiapkan masa depan yang lebih sehat dan berkelanjutan.

     

    Jakarta: Regene Genomics menegaskan komitmennya dalam menghadirkan inovasi kesehatan sekaligus mencetak generasi muda yang melek sains melalui dukungan penuh terhadap penyelenggaraan Olimpiade Genomik Indonesia (OGI) 2025.
     
    Dukungan tersebut tidak hanya diwujudkan melalui penyediaan materi yang berbobot dan inklusif, tetapi juga dengan memberikan pengalaman langsung bagi peserta. Sebanyak 63 finalis OGI 2025 berkesempatan mengunjungi laboratorium Regene Genomics di Jakarta, menyaksikan proses ekstraksi DNA, serta berdiskusi dengan para pakar genetika.
     
    Menurut Head of Laboratory Regene Genomics, Siti Fathurrohmah, M.Sc, kunjungan tersebut menjadi momen penting bagi para siswa.
     
    “Mereka sangat antusias, banyak bertanya hingga detail teknis. Bahkan ada siswa SD yang penasaran mencoba mikropipet, alat yang baru saya kenal ketika kuliah. Itu pengalaman berharga, sekaligus menantang untuk menjelaskan genomik dengan bahasa sederhana,” ujarnya.
     
    Melalui Regene Academy, perusahaan ini berupaya menjembatani ilmu genomik agar lebih mudah dipahami anak-anak, guru, dan orang tua. Sejalan dengan visinya, Regene Genomics ingin melahirkan generasi yang siap berkontribusi dalam bidang kesehatan, pertanian, dan pelestarian hayati di masa depan.
     

     

    Teknologi Mutakhir Regene

    Regene Genomics merupakan perusahaan genetika terkemuka yang mengembangkan layanan berbasis kecerdasan buatan (AI) dan analisis DNA untuk menghadirkan kesehatan personal dan presisi. Laboratorium Regene dilengkapi teknologi terbaru dari Illumina seperti Microarray, Miseq, dan Novaseq yang memungkinkan pembacaan hingga 31 juta penanda genetik dengan presisi tinggi.
     
    “Laboratorium mutakhir kami menjadi fondasi untuk pengembangan layanan kesehatan presisi. Dengan teknologi canggih ini, Regene berada di garis depan industri genetika Indonesia,” ujar Vichi Lestari, CEO Regene Genomics.
     
    Salah satu inovasi andalan adalah Polygenic Risk Scores (PRS) yang menggabungkan variasi genetik menjadi prediksi risiko penyakit kronis dengan akurasi hingga 99,98%. Teknologi ini dipadukan dengan microarray untuk menghasilkan pengujian genetik yang lebih akurat dan bermanfaat bagi pencegahan maupun pengobatan.
     

    Tim Ahli di Balik Regene

    Regene Genomics diperkuat oleh tim pakar lintas bidang, di antaranya:
     
    – Prof. dr. Amin Soebandrio, Ph.D., SpMK(K) sebagai penasihat,
     
    – Siti Fathurrohmah, M.Sc sebagai Head of Laboratory,
     
    – Valerie Emily sebagai Genomic Scientist.
     
     

     
    Prof. Amin, Guru Besar Mikrobiologi Klinik FKUI dan mantan Direktur Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, dikenal luas atas kontribusinya dalam riset penyakit infeksi dan perannya saat pandemi COVID-19. Kehadirannya memperkuat posisi Regene sebagai pusat riset genomik dengan wawasan global dan berstandar internasional.
     
    Rahma, sapaan akrab Siti Fathurrohmah, berfokus pada pengembangan analisis DNA/RNA, teknologi microarray, serta diagnostik molekuler. Sementara Valerie Emily berperan dalam pengembangan riset bioinformatika, genotyping, hingga analisis genomik yang menghubungkan hasil laboratorium dengan solusi kesehatan presisi.
     

    Misi Mencerdaskan Generasi

    Dukungan terhadap OGI 2025 menjadi bukti nyata komitmen Regene Genomics untuk tidak hanya menghadirkan inovasi laboratorium, tetapi juga berkontribusi dalam pendidikan sains. Melalui kolaborasi dengan Indonesia Mengajar, Regene ingin memastikan lebih banyak anak-anak Indonesia mendapatkan akses pengetahuan genomik sejak dini.
     
    “Ilmu genomik tidak boleh hanya berhenti di laboratorium. Ia harus bisa dipahami, menginspirasi, dan membuka peluang bagi generasi muda untuk berkontribusi,” tutup Vichi.
     
    Dengan semangat itu, Regene Genomics terus meneguhkan langkah sebagai pionir layanan genetika modern di Indonesia, menghadirkan teknologi mutakhir sekaligus menyiapkan masa depan yang lebih sehat dan berkelanjutan.
     
     

    Cek Berita dan Artikel yang lain di

    Google News

    (PRI)

  • Kemenkes Ungkap 32 RS-Lab yang Sudah Kantongi Izin Praktik Stem Cell, Ini Daftarnya

    Kemenkes Ungkap 32 RS-Lab yang Sudah Kantongi Izin Praktik Stem Cell, Ini Daftarnya

    Jakarta

    Sebuah klinik layanan terapi stem cell dengan sekretom di pemukiman padat penduduk di Magelang, Jawa Tengah dibongkar oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI. Pasien yang datang ke tempat itu diiming-imingi krim awet muda dan suntik ‘obat kanker’.

    Tidak murah, biaya yang dikeluarkan pasien untuk sekali suntik mencapai Rp 9 juta. Total nilai ekonomi klinik ilegal tersebut bahkan mencapai Rp 230 miliar.

    Berkaitan dengan temuan tersebut, Ketua Pengembangan Sel Punca dan Sel Komite Pengembangan Sel Punca dan Sel (KPSPS) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Prof Amin Soebandrio menjelaskan nilai ekonomi dari stem cell atau sel punca memang begitu besar. Sel punca saat ini menjadi salah satu terobosan besar di dunia kesehatan, sehingga banyak orang memanfaatkannya untuk membuka praktik ilegal.

    “Di seluruh dunia memang nilainya sangat besar sehingga ini banyak menarik para pelaku, termasuk pengusaha untuk memberikan pelayanan stem cell,” kata Prof Amin dalam konferensi pers di Kantor BPOM RI, Jakarta Pusat, Rabu (28/8/2025).

    Prof Amin menegaskan berdasarkan Peraturan Pemerintah No 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Kesehatan, pelayanan terapi stem cell hanya bisa diberikan pada pasien dengan dua cara, yaitu pelayanan terstandar dan penelitian berbasis pelayanan.

    Untuk pelayanan standar, prosesnya harus diawasi dengan ketat oleh BPOM RI. Sedangkan untuk penelitian berbasis pelayanan harus mengikuti ketentuan-ketentuan dari Kemenkes.

    “Pertama pelayanan terstandar, yang dikontrol oleh BPOM karena harus mendapatkan izin edar dan sebagainya. Kedua adalah dalam bentuk penelitian berbasis pelayanan. Dan masih mengacu pada peraturan Kemenkes yang masih ada saat ini, hanya boleh dilakukan di rumah sakit dan di klinik berizin,” ungkapnya.

    Prof Amin mengungkapkan hingga saat ini total ada 32 fasilitas yang diperbolehkan untuk melakukan terapi, pengolahan, atau penyimpanan sel punca. Seluruhnya terdiri dari 16 rumah sakit, 12 laboratorium, dan 4 bank sel punca.

    “Intinya kami dari KPSPS di satu sisi kami sangat mendorong perkembangan ilmu dan teknologi ini untuk kemaslahatan masyarakat,” ujar Prof Amin.

    “Tapi di sisi lain kami juga mengimbau agar pihak-pihak yang menghasilkan sel punca atau turunannya, dan memberi pelayanan, itu memenuhi persyaratan yang sudah diberikan. Cara membuatnya, siapa yang bisa memberikan itu harus memiliki kompetensi yang baik, tentunya harus diberikan pada pasien yang tepat, dan dengan indikasi yang tepat,” tandasnya.

    Dikutip dari laman Direktorat Jenderal Kesehatan Lanjutan Kemenkes, berikut ini daftar fasilitas kesehatan yang diperbolehkan menggunakan stem cell:

    RS Penyelenggara Penelitian Berbasis Pelayanan Stem Cell

    RSUP dr Cipto Mangunkusumo – Jakarta PusatRSUD Dr Soetomo – SurabayaRSUP Dr. M. Djamil – PadangRS Jantung dan Pembuluh Darah – Jakarta BaratRS Kanker Dharmais – Jakarta BaratRSUP Persahabatan – Jakarta TimurRSUP dr Hasan Sadikin – BandungRSUP dr Kariadi – SemarangRSPAD Gatot Subroto Jakarta PusatRSUP dr Sardjito – YogyakartaRSUP Sanglah – DenpasarRSUP Wahidin Sudirohusodo – MakassarRSUD Moewardi – SurakartaRS PON Prof dr Mahar Mardjono – Jakarta TimurRS Royal Prima – MedanRS Atmajaya – Jakarta Utara

    Laboratorium Pengolah Stem Cell

    Lab ReGenic – Jakarta TimurLab Prodia Stemcell – Jakarta PusatLab Dermama – SoloLab Asia Stem Cell – Jakarta SelatanLab Hayandra – Jakarta SelatanLab RSCM – Jakarta PusatLab RSUP Dr Sutomo – SurabayaLab Celltech Stem Cell – Jakarta SelatanLab Tristem – SoloLab Daewoong Biologics – Cikarang TimurLab SCCR – SemarangLab Crycord Indonesia – Jakarta Pusat

    Bank Stem Cell

    Bank Prodia Stemcell – Jakarta PusatBank Cordlife – Jakarta PusatBank Celltech Stem Cell – Jakarta SelatanBank Cryocord Indonesia – Jakarta Pusat

    Halaman 2 dari 2

    (avk/naf)

  • Infeksi Virus CMV Berpotensi Memperburuk Gejala Autisme

    Infeksi Virus CMV Berpotensi Memperburuk Gejala Autisme

    Jakarta

    Ada hubungan kuat antara infeksi Cytomegalovirus (CMV), ketidakseimbangan sistem imun, dan gangguan perilaku pada anak-anak dengan Gangguan Spektrum Autisme (GSA). Temuan ini menyoroti pentingnya pendekatan biomedis dalam memahami dan menangani GSA.

    “Infeksi CMV yang memperburuk ketidakseimbangan sitokin dalam tubuh anak-anak GSA dapat menjadi faktor penting yang selama ini kurang diperhatikan dalam pendekatan klinis,” ungkap Isti Anindya dalam sidang disertasi doktoral bidang Biomedik di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK-UI), Rabu (30/4/2025).

    Gangguan Spektrum Autisme adalah gangguan perkembangan saraf yang ditandai dengan kesulitan dalam komunikasi sosial, perilaku berulang, dan permasalahan sensori. Prevalensinya diperkirakan sekitar 1-2% populasi dunia. Sementara itu, infeksi CMV merupakan virus dari keluarga herpes yang telah lama diketahui berdampak pada sistem saraf pusat, terutama jika terjadi selama kehamilan atau masa awal kehidupan.

    Penelitian ini, papar Isti yang putri sulungnya Fayyaza (Ayya) terdiagnosis ASD (Autism Spectrum Disorder) pada usia 2 tahun, bertujuan untuk mengeksplorasi hubungan antara infeksi CMV, respons imun melalui sitokin IL-6 dan IL-1β, kadar hormon melatonin, serta gejala perilaku pada anak GSA. Selain itu, penelitian ini juga menilai faktor genetik, yakni variasi genetik (SNPs) IL-1B rs1143634 dan IL-6 rs1800796, dalam populasi anak Indonesia.

    Studi ini menggunakan pendekatan kombinasi cross-sectional dan case-control, melibatkan: 100 anak GSA dan 101 anak tanpa GSA, beserta ibunya, usia anak antara 2-5 tahun.

    Pemeriksaan laboratorium menggunakan teknik ELISA untuk biomarker sitokin dan melatonin, serta qPCR untuk analisis genetik. Asesmen perilaku menggunakan instrumen FISH (kebiasaan tidur), BAMBI (perilaku makan), SCQ (kemampuan sosial komunikasi), dan SSP (profil sensori).

    “Semua prosedur dilakukan setelah mendapatkan persetujuan etik dari FKUI-RSCM dan dengan dukungan platform komunitas Peduli ASD,” ujar Isti yang sebelumnya meraih Sarjana Biologi dari UGM dan Master of Science bidang Biomedik dari UI.

    Dalam penelitian doktoral ini Isti menemukan beberapa hal penting, yakni infeksi CMV sangat umum ditemukan di kedua kelompok, dengan angka seropositif di atas 95%. Namun, kadar sitokin IL-6 dan IL-1β serta hormon melatonin berbeda bermakna antara anak GSA dan anak non-GSA.

    Pada anak GSA, kadar IL-6 lebih tinggi, menunjukkan adanya proses inflamasi aktif. Korelasi positif ditemukan antara Antibody Index IgG CMV dengan kadar IL-6 dan IL-1β pada kelompok GSA, tetapi tidak pada kelompok non-GSA.

    “Masalah perilaku seperti perilaku makan selektif, gangguan sensori, dan kesulitan sosial-komunikasi lebih berat terjadi pada anak GSA dibandingkan anak biasa,” ujarnya.

    Isti Anindya usai sidang doktoral tentang hubungan infeksi CMV dengan gejala autisme. Foto: dok. pribadi

    Analisis statistik menunjukkan korelasi erat antara gangguan profil sensori dengan perilaku makan dan kemampuan sosial-komunikasi pada anak GSA.

    IL-6 berperan signifikan dalam mempengaruhi perilaku makan anak autistik, sedangkan IL-1β mempengaruhi perilaku makan baik pada anak GSA maupun non-GSA. Dalam aspek genetik, tidak ditemukan hubungan bermakna antara variasi SNPs IL-1B rs1143634 dan IL-6 rs1800796 dengan kejadian GSA maupun biomarker imunologi.

    Temuan ini menyoroti pentingnya pendekatan biomedis dalam memahami dan menangani GSA. “Infeksi CMV yang memperburuk ketidakseimbangan sitokin dalam tubuh anak-anak GSA dapat menjadi faktor penting yang selama ini kurang diperhatikan dalam pendekatan klinis,” ujar Isti.

    Kadar IL-6 yang tinggi berpotensi, ia melanjutkan, menyebabkan inflamasi di otak, mengganggu fungsi sinaptik, serta mempengaruhi nafsu makan dan perilaku. Peningkatan IL-1β juga diketahui dapat mengganggu regulasi hipotalamus yang mengatur nafsu makan dan energi tubuh.

    Bertindak selaku promotor Prof Amin Soebandrio, PhD, serta kopromotor ⁠Prof Dr Rini Sekartini, Sp.A dan ⁠Dr Ibnu Agus Ariyanto, S.Si, M.Biomed. Sementara Tim Penguji terdiri dari Prof Dr dr Tjhin Wiguna (Ketua), ⁠dr. Mulya R. Karyanti, PhD, ⁠Novika Purnama Sari, PhD, dan ⁠Prof. dr. Sofia Mubarika H, PhD.
    Terlihat hadir dalam acara tersebut Ketua Komnas Disabilitas Dante Rigmalia dan Dubes RI untuk Qatar, Ridwan Hassan yang mengikuti secara online.

    Penelitian ini diklaim menjadi salah satu penelitian pertama di Indonesia yang: Mengkaji hubungan antara CMV, sitokin, dan gejala perilaku anak autistik. Juga menjadi yang pertama dalam melibatkan analisis biomarker dan genetika secara bersamaan, serta menggunakan populasi anak Indonesia untuk memperkaya literatur ilmiah global.

    Terkait penelitiannya ini, Isti Anindya merekomendasikan empat hal, yakni melakukan skrining dini infeksi CMV sebagai bagian dari deteksi dini faktor risiko autism. Kedua, melakukan penelitian longitudinal untuk memantau perubahan biomarker sepanjang perkembangan anak. Ketiga, pemeriksaan genetik lebih lanjut terhadap variasi genetik lain yang mungkin lebih relevan di populasi Indonesia, dan melakukan program edukasi komunitas untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya kesehatan imunologi pada anak-anak.

    Penelitian ini didukung oleh BRIN, LPDP-BPI, dan Peduli ASD, serta dipublikasikan secara internasional di jurnal yang terindeks PubMed (PMID: 40002751).

    (kna/up)

  • Tata Kelola Intelijen Pasca-Revisi UU TNI
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        1 April 2025

    Tata Kelola Intelijen Pasca-Revisi UU TNI Nasional 1 April 2025

    Tata Kelola Intelijen Pasca-Revisi UU TNI
    Abahroji, Adalah Seorang Konten Kreator Bekerja pada Perusahaan Konsultan Strategis
    WALI KOTA
    Yogyakarta Hasto Wardoyo menggegerkan jagat pemberitaan. Bekas Bupati Bantul yang seorang dokter tersebut mengatakan akan menurunkan intelijen untuk mendeteksi warung-warung nakal yang menjual di luar harga normal atau ‘Nuthuk’.
    Hal tersebut ia lakukan untuk menghindari citra negatif Yogyakarta sebagai Kota Pariwisata.
    Langkah Hasto, menurut saya, inovatif dan patut diapresiasi. Pada konteks daerah, Hasto memanfaatkan intelijen sebagai dasar kebijakan untuk kesejahteraan ekonomi dan melindungi masyarakat.
    Sebagai pengambil kebijakan pada level daerah, Hasto memahami fungsi intelijen sehingga bisa memanfaatkan produk intelijen tersebut untuk menunjang tugas-tugasnya sebagai kepala daerah.
    Di daerah, di tingkat kabupaten atau provinsi kita mengenal Komite Intelijen Daerah (Kominda), forum koordinasi para pimpinan penyelenggara intelijen negara di tingkat daerah.
    Sementara di pusat ada Komite Intelijen Pusat (Kominpus). Merujuk pada Peraturan Presiden No 67 Tahun 2013 tentang
    Badan Intelijen Negara
    , disebutkan Komite Intelijen memiliki tugas melakukan rapat koordinasi membahas dan menetapkan permasalahan strategis yang memengaruhi keamanan wilayah, membahas permasalahan aktual yang memengaruhi keamanan nasional.
    Dalam rapat tersebut dilakukan sinkronisasi, harmonisasi produk intelijen untuk kemudian dirumuskan kegiatan operasional dan tindakan bersama yang harus dilakukan.
    Informasi keamanan nasional tersebut akan tergambar dari hasil koordinasi lintas lembaga intelijen negara, sehingga bisa dijadikan pemetaan oleh pengambil kebijakan.
    Namun tidak semua pimpinan, baik nasional dan daerah menggunakan produk intilijen secara baik. Hal tersebut bisa dilatarbelakangi validitas dan kualitas produksi intelijen yang tidak teruji dan minimnya profesionalisme lembaga.
    Sehingga menimbulkan
    distrust
    pengguna akhir atau
    end user
    produksi intelijen tersebut. Cara pandang pimpinan terhadap ancaman juga menjadi variabel produk intelijen tersebut digunakan atau tidak atau bisa karena perbedaan pandangan politik si pembuat kebijakan.
    Presiden Soekarno pernah tidak percaya dengan hasil produk intelijen, Badan Rahasia Negara Indonesia (BERANI), lembaga yang didirikan Zulkifli Lubis yang diresmikan pada 7 Mei 1946.
    Zulkifli adalah seorang militer yang memiliki kemampuan teknis intelijen didikan Pembela Tanah Air (PETA) Jepang.
    Stabilitas politik yang tidak terkendali dan kepentingan golongan yang tidak terkontrol pada Era Parlementer mendorong Soekarno membentuk lembaga intelijen baru yang dipimpin Menteri Pertahanan oleh Amir Syarifuddin yang disebut Badan Pertahanan B dipimpin oleh sipil.
    Soekarno kemudian menggabungkan personel BERANI dan Badan Pertahanan B menjadi Bidang V di bawah kementerian pertahanan dengan pimpinannya seorang jenderal polisi pada1947.
    Intelijen di era awal kemerdekaan memang terjadi militerisasi mengingat ancaman saat itu adalah ancaman perang dari luar selain ancaman disintegrasi dari dalam.
    Tokoh militer seperti Zulkifli Lubis dan Dr. Sucipto kemudian bersaing untuk mendapatkan legalitas Presiden Soekarno.
    Era Soekarno ini, para pengamat menyebutnya dengan Militerisasi Intelijen (Relasi Intellijen dan Dan Negara 1945-2004, Andi Wijayanto & Artanti Wardani, Pacivis UI 2008).
    Situasi berubah pasca-Dekrit 1950, di mana kebijakan Soekarno berorientasi pada sipil dan konsolidasi politik dalam negeri.
    Meskipun Ancaman perang masih ada, tapi tak sehebat sebelum 1950. Karena itulah relasi intelijen dan negara terbangun nuansa konsolidasi politik.
    Para pemerhati intelijen mengasosiasikan intelijen saat itu dengan intelijen politik. Soekarno membuat Badan Pusat Intilijen (BPI) dengan menunjuk Menteri Luar Negeri Subandrio sebagai kepalanya.
    Subandrio yang berhaluan kiri, menggunakan BPI untuk mengawasi tokoh-tokoh politik yang dianggap musuh oleh dirinya dan Soekarno. BPI menyebar agen-agen intelijen ke berbagai dinas-dinas intelijen untuk memperkuat posisi Partai Komunis Indonesia (PKI).
    Perbedaan orientasi politik juga telah mendorong Presiden Soeharto untuk mengubah struktur intelijen negara.
    Cara pandang Soeharto terhadap ancaman yang muncul saat itu menjadikan intelijen tidak hanya sebagai instrumen politik, tapi juga menjadikan intelijen sebagai konsolidasi militer.
    Para pengamat mengklasifikasi periode ini sebagai Negara Intelijen. Jenderal Soeharto yang berlatarbelakang militer menjadikan intelijen sebagai instrumen untuk mengendalikan lawan-lawan politik yang mencoba menentang kebijakannya.
    Sejak Peristiwa Gestapu atau Gerakan 30 September 1965 sampai Reformasi 1998, Soeharto mampu mendalilkan bahwa keamananan dan ketertiban masyarakat hanya bisa dikendalikan oleh kekuatan militer.
    Militer masuk pada ruang sosial politik dan mengatur tata kehidupan masyarakat sipil. Dengan dalih keamanan nasional, Soeharto juga membentuk Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) dan Komando Operasi Tinggi (KOTI).
    Kopkamtib melakukan Operasi Intelijen, Operasi Tempur dan Operasi teritorial dan semuanya berada di bawah komando Angkat Darat dengan dibantu Angkatan Laut dan Udara. Kopkamtib adalah era baru diawalinya doktrin keamanan nasional berada di tangan militer (ABRI).
    Dengan justifikasi melawan paham komunisme yang mengancam kedaulatan ideologi negara, keamanan dan ketahanan nasional, Presiden Soeharto melucuti agen-agen Badan Pusat Intilijen di bawah kendali militer dengan membentuk Badan Kooordinasi Intelijen (BAKIN) pada 22 Mei 1967 yang langsung berada di bawah kendalinya dan berfungsi mengendalikan simpul-simpul intelijen pada divisi militer dan institusi sipil.
    Soeharto melakukan militerisasi BAKIN dengan menempatkan jenderal-jenderal kepercayaannya. Kopkamtib bukan hanya berperan menghadapi musuh dari external (perang), tapi juga menjadi alat mengontrol aktivitas intelijen.
    Selama 32 tahun, Soeharto menggunakan alasan keamanan nasional, intelijen di bawah kendali militer bisa memasukan seseorang ke dalam penjara. Dengan dalih keamanan nasional, pers harus berhenti terbit dan patuh keinginan presiden atau kroninya.
    Intelijen digunakan untuk mengontrol aktivitas lawan politik dan tokoh masyarakat yang vokal tanpa aturan hukum yang jelas. Intelijen menjadi aktivitas hitam mengerikan yang meninggalkan sejarah kelam dan traumatik pada bangsa ini.
    Pascapenetapan
    revisi UU TNI
    , kekhawatiran munculnya intelijen hitam kembali menguak. Ini tidak terlepas dari lembaga Badan Intelijen Negara (BIN) sebagai koordinator intelijen negara masuk pada 15 lembaga yang boleh diduduki oleh tentara aktif.
    Setelah 26 tahun Reformasi, ada 9 kepala BIN yang telah menjabat (7 Purnawirawan TNI dan 2 Purnawirawan polisi). Namun, tidak ada satupun sipil yang pernah menjadi kepalanya.
    Untuk menjaga kredibilitas intelijen diperlukan wadah organisasi intelijen modern, intelijen yang menjaga profesialisme, menghormati hak asasi manusia dan tetap meyakini kerahasiannya serta tata kelola yang demokratis, patuh pada institusi politik dan negara.
    Komunitas masyarakat sipil sejak reformasi terus mendorong pentingnya penataan intelijen negara yang transparan dan lepas dari intervensi politik.
    Pasca-Reformasi, kita memiliki Undang-undang No. 17 Tahun 2011 yang mengatur peran intelijen negara dalam tata ketatanegaraan Indonesia.
    Undang-undang ini mengatur lembaga-lembaga yang boleh melakukan aktivitas intelijen, yakni fungsi intelijen militer dilakukan oleh (BAIS), Intelijen Kepolisian (Intelkam), Intelijen Kejaksaan (Jamintel) dan Intelijen Kementerian/Non Kementerian yang diatur oleh peraturan pemerintah.
    Sementara yang melakukan koordinasi dan komunikasi intelijen di Pusat adalah Badan Intelijen Negara (BIN).
    Undang-undang tersebut tidak mengatur bagaimana koordinasi antarkomunitas intelijen tersebut dalam memberikan produksi intelijen kepada presiden.
    Dan bagaimana Kominpus memberikan rekomendasi kepada presiden dan kebijakan apa yang harus dilakukan oleh presiden dalam merespons hasil aktivitas intelijen tersebut.
    Hasil riset penulis, pada 2023 misalnya, koordinasi komunitas intelijen dalam mengantisipasi dan memetakan potensi ancaman radikalisme pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) cukup lemah sekali.
    Komunitas intelijen, BIN, BAIS TNI dan Baintelkam POLRI serta BNPT belum memiliki skema bersama dalam memetakan potensi radikalisme yang berujung pada terorisme selama 2018-2022 (Peran Intelijen Dalam Deteksi Dini Ancamanan Radikalisme di BUMN).
    Begitupun lemahnya koordinasi komunitas intelijen dalam mengantisipias potensi ancaman ekonomi utamanya saat ini berupa penyelundupan,
    transnational organized crime, trade-based money laundering.
    Ketidaktegasan dan deferensiasi tugas dan wewenang di antara komunitas intelijen tersebut menimbulkan konflik kepentingan yang mengarah pada tindakan kekerasan antara sesama lembaga. (Aldila Kun, Penguatan Tata Kelola Komunitas Intelen Dalam Sistem Keamanan Nasional di Indonesia, Jurnal Syntax Literate, Vol 8 No.3 2023)
    Undang-Undang tersebut juga dianggap belum mengatur soal sumber daya manusia, penganggaran dan pengawasan terhadap kerja-kerja intelijen negara.
    Komunitas Masyarakat Sipil Untuk Reformasi Pertahanan yang merupakan gabungan LSM, pakar dan aktivis yang peduli pertahanan dan keamanan sampai saat ini masih menyoroti tata kelola penganggaran dan pengawasan external intelijen.
    Belum ada mekanisme yang jelas bagaimana mengevaluasi lembaga telik sandi tersebut agar tidak dijadikan kepentingan politik dan kelompok tertentu.
    Atas desakan tersebut, DPR baru saja memiliki Tim Pengawas (Dilantik pada Desember 2024) yang terdiri dari perwakilan partai politik. Namun, Tim Pengawas yang berjumlah 13 orang tersebut tidak melibatkan unsur masyarakat ataupun akademisi sebagai anggotanya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 12 Maret 1966: Aksi Soeharto membubarkan PKI

    12 Maret 1966: Aksi Soeharto membubarkan PKI

    12 Maret 1966: Aksi Soeharto membubarkan PKI

    12 Maret 1966: Aksi Soeharto membubarkan PKI
    Dalam Negeri   
    Editor: Novelia Tri Ananda   
    Rabu, 12 Maret 2025 – 06:02 WIB

    Elshinta.com – Pada tanggal 12 Maret 1966, mengatasnamakan Presiden Soekarno, Soeharto mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 1/3/1966 perihal pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI). Yang berisi membubarkan Partai Komunis Indonesia termasuk bagian-bagian organisasinya dari tingkat pusat sampai ke daerah beserta semua organisasi yang seasas, berlindung, dan bernaung di bawahnya.

    Kedua, Soeharto menyatakan PKI sebagai organisasi terlarang di seluruh wilayah kekuasaan negara Republik Indonesia. Dikutip dari harian Kompas, Senin 14 Maret 1966, keputusan presiden tersebut dikeluarkan dengan memperhatikan hasil pemeriksaan serta putusan Mahkamah Militer Luar Biasa terhadap tokoh-tokoh PKI yang dituduh terlibat dalam peristiwa Gerakan 30 September. Keputusan tersebut kemudian diperkuat dengan Ketetapan MPRS Nomor XXV/1966. Langkah ini merupakan kebijakan pertama Soeharto setelah menerima Surat Perintah 11 Maret sebagai upaya mengembalikan stabilitas negara. Sejarawan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Asvi Warman Adam mengatakan, upaya pembubaran PKI bisa dilihat dari sisi politis dan bukan dari sisi ideologi.
     

    Menurut Asvi, dengan dibubarkannya PKI, berarti upaya pengalihan atau perebutan kekuasaan dari Soekarno akan semakin mudah. Asvi melihat saat itu Soeharto berusaha untuk memisahkan Soekarno dengan orang-orang terdekat nya dan para pendukungnya yang setia.

    “PKI itu pendukung Soekarno. PKI itu dibubarkan bukan karena ideologinya, tetapi karena partai yang mendukung Soekarno,” ujar Asvi ketika ditemui akhir pekan lalu, (6/3/2016). “Kabarnya anggotanya mencapai 3 juta orang. Artinya, 3 juta pendukung Soekarno itu sudah bubar,” kata dia.

    Upaya menghabisi kekuatan Soekarno bisa dilihat dari serangkaian peristiwa berikutnya. Pada tanggal 18 Maret 1966, menurut versi Asvi, Soeharto atas nama Soekarno mengeluarkan perintah penahanan sementara terhadap 15 menteri yang setia kepada Soekarno.  Menteri yang ditahan itu adalah Oe Cu Tat, Setiadi Reksoprodjo, Sumarjo, Soebandrio, Chairul Saleh, Soerachman, Yusuf Muda Dalam, Armunanto, Sutomo Martiprojo, Astrawinata, Mayjen TNI Achmadi, Moch Achadi, Letkol Inf Imam Syafei, J Tumakaka, dan Mayjen TNI Sumarno.

    Sementara itu, menurut versi buku biografi Soeharto, penahanan tersebut dilakukan karena ada sejumlah demonstran menuntut perombakan kabinet. Mereka menduga ada beberapa menteri yang terindikasi terlibat peristiwa G30S dan dekat dengan PKI. Mereka juga meminta menteri-menteri tersebut ditangkap dan diserahkan ke Makostrad. Rangkaian hari-hari sesudah itu, Soeharto melakukan pembubaran pasukan pengawal Presiden Tjakrabirawa.

    Mereka dipulangkan ke daerah masing-masing pada 20 Maret 1966. Pemulangan itu dilakukan terhadap empat batalyon dan satuan detasemen atau sekitar 3.000 sampai 4.000 pasukan. “Orang-orang yang menjaga dan loyal kepada Soekarno itu disingkirkan. Mereka adalah kekuatan pendukung Bung Karno. Kemudian, tugasnya diserahkan kepada Pomdam Jaya. Seakan Soeharto ingin mengurung dan mengawasi Soekarno, bukan mengamankan,” tutur Asvi.
     

    Sumber : Sumber Lain

  • Pengadilan Negeri Depok Tegaskan Kehadiran Firdaus Oiwobo Sebagai Penggugat, Bukan Advokat – Halaman all

    Pengadilan Negeri Depok Tegaskan Kehadiran Firdaus Oiwobo Sebagai Penggugat, Bukan Advokat – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pengadilan Negeri Depok buka suara soal pengakuan Firdaus Oiwobo yang mengatakan kembali mendampingi kliennya saat menjalani proses sidang meski sumpah advokatnya telah dibekukan oleh Mahkamah Agung (MA).

    Adapun pengakuan Firdaus itu disampaikan melalui akun instagram pribadinya yang dimana dalam keteranganya menjelaskan bahwa dirinya sedang membela kliennya yang mengaku terzalimi oleh beberapa pihak.

    “Sidang Firdaus Oiwobo bela klien yang terzalimi dua menteri dan gubernur berkait proyek strategi nasional (PSN) UIII, hari Selasa 18 Februari 2025,” ucap Oiwobo dalam akun instagramnya @m.firdausoiwobo_sh, Rabu (19/2/2025).

    Sementara itu saat dikonfirmasi, Pejabat Humas Pengadilan Negeri Depok, Andry Eswin Sugandha membantah pernyataan dari Firdaus.

    Eswin mengatakan bahwa kapasitas Firdaus tersebut bukanlah berstatus sebagai kuasa hukum melainkan sebagai pihak penggugat.

    “Bahwa Muhammad Firdaus Oiwobo ada pada persidangan di PN Depok adalah sebagai pihak penggugat atau prinsipal atau pribadi sebagai pihak penggugat atas namanya sendiri, tidak sebagai penasihat hukum atau lawyer atau advokat dari pihak penggugat,” kata Eswin saat dihubungi Tribunnews.com melalui pesan singkat, Rabu (19/2/2025).

    Eswin juga menerangkan, bahwa gugatan yang dilayangkan Firdaus itu telah terdaftar dan teregister dengan nomor perkara 285/Pdt.G/2025/PN.Dpk.

    Adapun dalam gugatan perdata yang telah teregister itu, Firdaus tercatat bertindak sebagai pihak yang melayangkan gugatan atau penggugat.

    Firdaus pun lanjut Eswin dalam perkara itu juga telah menunjuk kuasa hukum atas nama HM Indrayoto Budi Budi S dan Budi Subandrio berdasarkan surat kuasa khusus No. 632/SK-MFO/VII/2024 per tanggal 18 Juli 2024.

    “Akan tetapi di tengah perjalanan kuasa hukumnya yang bernama Subandrio tersebut telah mengundurkan diri menjadi kuasa hukum dari saudara Firdaus Oiwobo,” kata Eswin.

    Sementara itu dilain sisi, Eswin pun juga menegaskan, jika dalam sidang tersebut Firdaus berkapasitas sebagai kuasa hukum, maka PN Depok tidak akan menerimanya.

    “PN Depok tunduk dan patuh pada kebijakan pimpinan Mahkamah Agung dan berdasarkan penetapan Ketua Pengadilan Negeri Banten tentang pembekuan berita acara sumpah advokat pada 11 Februari 2025,” pungkasnya.

  • Demokrat dominasi Pilkada Kalbar dengan sembilan kemenangan

    Demokrat dominasi Pilkada Kalbar dengan sembilan kemenangan

    Pontianak (ANTARA) – Partai Demokrat berhasil mengukuhkan dominasinya dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 di Kalimantan Barat(Kalbar) dengan meraih kemenangan di sembilan dari total 14 kabupaten/kota di provinsi tersebut.

    “Alhamdulillah, masyarakat masih memberikan kepercayaannya kepada calon kepala daerah yang diusung dan didukung oleh Partai Demokrat. Kami berhasil meraih kemenangan di sebagian besar wilayah Pilkada 2024 ini,” kata Ketua DPD Partai Demokrat Kalbar, Ermin Elviani, di Pontianak, Jumat.

    Adapun daerah yang dimenangkan Partai Demokrat mencakup Sekadau dengan pasangan Aron-Subandrio, Mempawah dengan Erlina-Juli Suryadi Burdadi, serta Kubu Raya melalui Sujiwo-Sukiryanto.

    Selanjutnya, di Sambas pasangan Satono-Heroaldi Djuhardi Alwi berhasil unggul, disusul Bengkayang dengan pasangan Sebastianus Darwis-Syamsul Rizal, dan Singkawang yang dimenangkan oleh Tjhai Chui Mie-Muhammadin.

    Di Landak, pasangan Karolin Margret Natasa-Erani keluar sebagai pemenang, sementara di Kapuas Hulu pasangan Fransiskus Diaan-Sukardi berhasil memperoleh suara terbanyak. Terakhir, Kayong Utara mencatat kemenangan pasangan Romi Wijaya-Amru Chanwari.

    Ermin menegaskan, sejumlah kepala daerah terpilih merupakan kader dari Partai Demokrat. Ia berharap para pemimpin tersebut dapat menjalankan amanah dengan baik untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

    “Kami akan terus mengawal kerja-kerja kepala daerah terpilih agar senantiasa mendengarkan dan memenuhi aspirasi masyarakat,” katanya.

    Ermin juga menyampaikan ucapan selamat kepada pasangan Ria Norsan-Krisantus Kurniawan yang memenangkan pemilihan gubernur dan wakil gubernur Kalbar 2024.

    “Partai Demokrat berharap dapat bersinergi dengan gubernur dan wakil gubernur yang baru dalam membangun Kalbar menjadi lebih baik. Mari bersama-sama mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan,” katanya.

    Meski demikian, Ermin mengingatkan agar semua pihak menunggu pengumuman resmi dari penyelenggara pemilu terkait hasil Pilkada.

    “Kami menghormati proses yang berjalan dan menanti keputusan akhir dari pihak berwenang,” kata Ermin.

    Pewarta: Rendra Oxtora
    Editor: Guido Merung
    Copyright © ANTARA 2024

  • Film Yang (Tak Pernah) Hilang, Kisahkan Korban Penculikan Aktivis 1998

    Film Yang (Tak Pernah) Hilang, Kisahkan Korban Penculikan Aktivis 1998

    Surabaya (beritajatim.com) – Film dokumenter ‘Yang (Tak Pernah) Hilang’ resmi diluncurkan di Kampus Untag Surabaya. Film ini mengisahkan perjuangan hingga penculikan dua orang aktivis pada masa orde baru.

    Film dokumenter ini secara substantif menceritakan perjuangan, pengorbanan hingga penculikan dua aktivis mahasiswa asal Universitas Airlangga Surabaya, yakni Herman Hendrawan dan Petrus Bima Anugerah.

    Produser film Dandik Katjasungkana mengatakan bahwa film Yang (Tak Pernah) Hilang ini sebenarnya telah digagas sejak 2019 silam. Hanya saja, produksinya terkendala oleh pandemi Covid-19 dan biaya produksi.

    “Film ini membutuhkan biaya besar, terutama untuk perjalanan dan wawancara narasumber di 5 kota, yakni Surabaya, Malang, Jakarta, Jogjakarta dan Pangkal Pinang, Pulau Bangka, tempat lahir Herman,” kata Dandik, Rabu (6/3/2024).

    Belum selesai dengan kendala tersebut, persoalan lain pun muncul dan membuat seluruh crew film mengalami kesedihan mendalam. Pada tahun 2020, sang penggagas film, Hari Nugroho, meninggal dunia.

    Di tengah berbagai kesulitan yang dihadapi itu, tepatnya pada tahun 2022, Dandik bertemu dengan Muni Moon dan Anton Subandrio yang berprofesi sebagai video maker. Dari situlah, produksi film menemui titik terang.

    “Dalam pembiayaan, sejak awal kami mengupayakan kemandirian. Kami patungan, memproduksi kaos #KawanHermanBimo sebagai fundraising dan menerima sumbangan dari pihak yang peduli pada advokasi kasus penghilangan paksa aktivis pro-demokrasi 1998,” ungkap Dandik.

    Dalam alurnya, Film Yang (Tak Pernah) Hilang sendiri tidak hanya berkisah tentang kasus penculikan Herman dan Bima. Film ini juga merekonstruksi kisah hidup mereka sejak kecil di mata keluarga, orang tua, kerabat, kawan sekolah dan masa kuliah, kawan sesama aktivis, dosen, hingga aktivis partai politik.

    Anton mengungkapkan, ada sebanyak 35 narasumber yang harus diwawancarai untuk mendapatkan informasi lengkap agar film yang dihasilkan dapat memotret biografi Herman dan Bima sejak anak-anak hingga dewasa.

    “Kami mau bercerita bagaimana karakter mereka terbentuk hingga mempunyai gagasan yang begitu kuat, teguh keyakinannya dan berjuang sampai menjadi martir demokrasi,” ungkap Anton.

    Di sisi lain, Dosen Ilmu Komunikasi Untag Surabaya Dia Puspitasari menilai bahwa hilangnya Herman dan Bima menjadi sebuah tragedi kemanusiaan. Baginya, film Yang (Tak Pernah) Hilang ini menjadi referensi penting.

    Menurutnya, film ini harus dilihat dalam konteks bagaimana seharusnya peradaban dibangun dengan sebuah tanggung jawab, kejujuran dan keterbukaan. Generasi milenial dan Z bisa belajar tentang sejarah kemanusiaan lewat film ini.

    “Supaya mereka bisa menjadi bagian dari gerakan melawan impunitas dan mencegah terulangnya kejahatan terhadap kemanusiaan terjadi di negeri ini,” tuturnya.

    Sedangkan Rektor Untag Surabaya Prof Mulyanto Nugroho menyatakan, sebagai Kampus Merah Putih, sudah selayaknya Untag melahirkan generasi penerus bangsa yang patriotik dan peduli nilai-nilai kemanusiaan.

    “Harapannya, mahasiswa Untag Surabaya terus menjadi pelopor agent of change dalam konteks penegakan HAM dan kemanusiaan,” tandas Prof Nugroho.

    Diluncurkannya film ini diharapkan menjadi pemantik, khususnya bagi generasi muda agar memiliki referensi historis tentang otoritarianisme orde baru. Selain itu, sebagai upaya advokasi agar pemerintah segera menyelesaikan seadil-adilnya kasus penghilangan paksa aktivis pro-demokrasi pada 1998 tersebut. [ipl]