JAKARTA – Direktur Utama PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) selaku pengelola Kereta Cepat Jakarta Bandung (Whoosh) Dwiyana Slamet Riyadi mendatangi Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, pada Senin, 17 November.
Dia menjelaskan,a kedatangannya untuk melakukan diskusi rutin dengan pihak Kemenko Perekonomian. “Saya diskusi biasa aja,” ujarnya kepada awak media.
Dwiyana menegaskan, terkait restrukturisasi proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung, seluruhnya diserahkan kepada Danantara.
“Pokoknya kalau untuk restru kan kita serahkan ke Danantara. KCIC di bawah Danantara. Jadi apa pun mekanisme, skemanya, kita serahkan ke Danantara,” jelasnya.
Ia juga menyebut tidak ada arahan khusus yang dapat disampaikan, karena seluruh proses kini dilakukan dengan sistem satu pintu di bawah Danantara.
“Pokoknya kita ikutin, biar satu pintu lewat Danantara,” tuturnya.
Saat ditanya mengenai komunikasi KCIC dengan Danantara, Dwiyana kembali menegaskan seluruh koordinasi akan berjalan melalui lembaga tersebut.
Sebelumnya, Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara membuka peluang penyaluran skema public service obligation (PSO) untuk kereta cepat Jakarta-Bandung atau Whoosh akan difokuskan membiayai infrastruktur proyek tersebut.
Managing Director Stakeholder Management and Communications Danantara, Rohan Hafas mengatakan, pemerintah sudah menyatakan komitmen untuk hadir dalam penyelesaian pembiayaan proyek Whoosh.
Tetapi, detail terkait porsi dan mekanisme dukungannya belum diputuskan.
“Bapak Presiden kan sudah bilang itu negara. Intinya itu, tapi detailnya yang mana belum dibicarakan. Negara kan ada keuangan, ada Danantara. Jadi tunggu waktunya,” tuturnya di Wisma Danantara, Jakarta, Jumat, 14 November.
Meski begitu, Rohan bilang opsi PSO yang mengemuka kemungkinan besar memang tidak menyasar aspek operasional kereta cepat.
Menurut dia, beban terbesar ada pada infrastruktur yang menelan biaya masif sejak tahap pembangunan.
Lebih lanjut, Rohan menggarisbawahi secara global, proyek infrastruktur besar umumnya membutuhkan waktu sangat panjang untuk mencapai balik modal, yakni antara 30 hingga 50 tahun.
“(PSO) kurang lebih infrastrukturnya, bukan pengoperasian kereta-keretanya. Kasarnya tanpa bicara rel, jembatan, membelah gunungnya, Whoosh-nya positif,” kata Rohan.
Dari sisi operasional, Rohan bilang kinerja Whoosh sebenarnya menunjukkan tren positif. Tingkat okupansi terus meningkat, dan penjualan tiket kini sudah mampu menutup seluruh biaya operasional harian.
“Operasional sudah tertutup sama penjualan tiket. Jadi yang jadi masalah ini kan utang terhadap infrastrukturnya,” ucapnya.