Tag: Siti Aminah Tardi

  • Paula Verhoeven Laporkan Baim Wong ke Komnas Perempuan, Ungkap Alami 4 Jenis Kekerasan

    Paula Verhoeven Laporkan Baim Wong ke Komnas Perempuan, Ungkap Alami 4 Jenis Kekerasan

    Paula Verhoeven Laporkan Baim Wong ke Komnas Perempuan, Ungkap Alami 4 Jenis Kekerasan

    TRIBUNJATENG.COM – Permasalahan rumah tangga antara Paula Verhoeven dan Baim Wong kembali menjadi sorotan publik.

    Meski Pengadilan Agama Jakarta Selatan telah resmi memutus perceraian mereka pada 16 April 2025, sejumlah fakta baru mulai terkuak ke permukaan.

    Terbaru, Paula Verhoeven mendatangi Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) bersama tim kuasa hukumnya.

    Dalam kesempatan itu, Paula melaporkan adanya dugaan KDRT yang terjadi selama masa pernikahannya dengan Baim Wong.

    Selain laporan terkait KDRT, Paula juga mengadukan pernyataan dari seorang pejabat publik yang dianggapnya bersifat diskriminatif terhadap perempuan.

    Hal ini disampaikan langsung oleh kuasa hukumnya, Siti Aminah Tardi.

    “Kami menyampaikan dua laporan.”

    “Satu laporan dugaan kekerasan dalam rumah tangga yang diduga dilakukan oleh Baim Wong.”

    “Kemudian pengaduan terkait pernyataan pejabat publik yang diskriminatif,” ujar Siti Aminah, dikutip Tribunjateng.com dari YouTube Intens Investigasi, Kamis (1/5/2025).

    Menurut keterangan Siti Aminah, kekerasan yang dialami Paula tidak hanya satu bentuk.

    Komnas Perempuan menerima laporan kekerasan berbasis gender yang meliputi empat jenis kekerasan sekaligus: fisik, psikis, seksual, dan ekonomi.

    “Komnas Perempuan yang diwakili oleh tiga komisioner, telah menerima pengaduan kekerasan berbasis gender dalam bentuk kekerasan fisik, psikis, seksual, dan ekonomi yang dialami oleh Ibu Paula sebagai istri,” jelasnya.

    Laporan dari pihak Paula telah diterima dan rencananya akan segera diproses lebih lanjut oleh Komnas Perempuan.

    Di samping itu, tim kuasa hukum Paula Verhoeven menyertakan sejumlah bukti kuat dalam laporan dugaan KDRT terhadap Paula Verhoeven.

    Salah satunya adalah rekaman kamera pengawas.

    “Dalam hal ini, kami sudah menyampaikan bukti berupa CCTV dan keterangan ahli digital forensik yang menilai rekaman CCTV yang memerlihatkan kekerasan yang dialami oleh Ibu Paula,” ujar kuasa hukum Paula, Siti Aminah Tardi.

    Selain kekerasan fisik, Siti Aminah juga menyoroti bentuk kekerasan ekonomi yang dialami kliennya.

    Ia menjelaskan bahwa dalam konteks hak asasi perempuan, hal tersebut tergolong sebagai bentuk kontrol dan eksploitasi ekonomi.

    “Kemudian kami juga menyampaikan kekerasan dalam bentuk ekonomi, dalam khazanah hak asasi perempuan itu dapat dikategorikan sebagai bentuk kontrol ekonomi dan eksploitasi ekonomi,” jelasnya.

    Tak berhenti di situ, tim kuasa hukum Paula juga mengadukan pernyataan dari juru bicara Pengadilan Agama Jakarta Selatan yang dinilai tidak netral dan bersifat diskriminatif.

    “Terakhir memang kami menyampaikan pengaduan terkait dengan pernyataan juru bicara dari Pengadilan Agama Jakarta Selatan,” katanya.

    Menurut Siti Aminah, pernyataan tersebut telah melanggar prinsip-prinsip yang seharusnya dijunjung oleh seorang juru bicara, yakni objektif dan jujur.

    Ia menilai bahwa opini pribadi telah dimasukkan dalam pernyataan publik yang seharusnya netral.

    “Objektif itu adalah menyampaikan apa yang ada, tapi di dalam pernyataan itu yang disampaikan khususnya misalnya pernyataan terbukti adanya pihak ketiga, yang di dalam putusan pengadilan tidak ada kata-kata itu. Itu berarti kan opini personal,” tegasnya.

    Siti Aminah juga mengingatkan bahwa Indonesia sudah meratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Kekerasan terhadap Perempuan.

    Dalam konvensi tersebut, pejabat publik diminta untuk tidak mengeluarkan pernyataan yang mengandung stereotipe gender. (*)

     

  • Komnas Perempuan: Teror Kepala Babi kepada Wartawan Tempo Bentuk Intimidasi terhadap Kerja Jurnalis – Halaman all

    Komnas Perempuan: Teror Kepala Babi kepada Wartawan Tempo Bentuk Intimidasi terhadap Kerja Jurnalis – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi mengecam teror kepala babi untuk wartawan Tempo. 

    “Tentunya Komnas Perempuan mengecam pengiriman kepala babi kepada jurnalis Tempo. Ini intimidasi terhadap kerja-kerja jurnalis,” kata Ami, sapaannya kepada awak media di Jakarta, Jumat (21/3/2025) malam. 

    Teror kepala babi ini menambah daftar intimidasi terhadap perempuan pembela HAM yang memperjuangkan hak-hak asasi manusia, melalui misalnya profesi jurnalis.

    “Jadi memang di dalam pemantauan Komnas Perempuan, jurnalis perempuan menjadi salah satu mendapatkan serangan intimidasi, ancaman maupun misalnya dalam bentuk serangan siber,” terangnya. 

    Ami juga menilai penggunaan kepala babi sebagai cara dalam intimidasi mengindikasikan unsur merendahkan martabat manusia khususnya perempuan.

    “Karena seperti kita ketahui babi itu kerap disimbolkan sebagai hal yang menjijikkan atau rakus. Mengingat juga babi menjadi pembeda kelompok dalam masyarakat,” imbuhnya.

    Wakil Ketua Komnas HAM, Abdul Haris Semendawai juga ikut angkat bicara soal pengiriman kepala babi kepada wartawan Tempo. 

    Menurutnya hal itu sebagai ancaman dari kerja jurnalistik. 

    “Mengirim kepala babi kepada seseorang simbolnya bisa ditafsirkan macam-macam. Selama ini seringkali disimbolkan sebagai salah satu bentuk ancaman,” kata Dawai. 

    Ancaman itu lanjutnya ditafsirkan lagi karena ditujukan kepada seseorang yang berprofesi jurnalis.

    “Bisa jadi sebagai ancaman karena dia melahirkan sejumlah karya-karya jurnalistik yang mungkin tidak disukai oleh orang tertentu,” terangnya. 

    Sehingga kata Dawai, kemudian seseorang mengirimkan kepala babi itu sebagai salah satu bentuk ancaman agar yang bersangkutan tidak lagi melakukan kerja jurnalistik. 

    “Kalau memang seperti itu tentunya kita sangat menyesalkan. Karena bagaimanapun setiap orang punya hak untuk bebas menyampaikan pendapat dan berekspresi,” imbuhnya. 

    Menurutnya sebagai jurnalis dilindungi dan diberikan hak untuk mencari informasi. 

    “Kalau seorang jurnalis dibatasi ruang geraknya, diancam-ancam itu akan berimplikasi pada tertutupnya informasi kepada publik. Ini berbahaya akhirnya publik hanya dapat informasi yang tertentu saja,” tegasnya. 

  • ICJR Minta Revisi KUHAP Fokus Pengawasan Antar Lembaga, Bukan Hanya soal Dominus Litis

    ICJR Minta Revisi KUHAP Fokus Pengawasan Antar Lembaga, Bukan Hanya soal Dominus Litis

    loading…

    Diskusi bertajuk RUU KUHP Memperkuat Sistem Peradilan Pidana Terpadu yang digelar di Cikini, Jakarta Pusat, Jumat (21/3/2025). Foto: Ist

    JAKARTA – Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menyikapi pembahasan Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang saat ini tengah dibahas. Hal itu disampaikan peneliti ICJR Iftitahsari saat mengisi diskusi bertajuk RUU KUHP Memperkuat Sistem Peradilan Pidana Terpadu yang digelar di Cikini, Jakarta Pusat, Jumat (21/3/2025).

    Diskusi tersebut turut dihadiri sejumlah narasumber ahli di bidang hukum yakni Wakil Ketua Komnas HAM AH Semendawai, Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi, Ketua DPN Peradi Luhut MP Pangaribuan, dan Pakar Hukum Margarito Kamis.

    Iftitahsari meminta pembahasan mengenai Revisi KUHAP tak hanya berkutat pada narasi polarisasi tentang diferensiasi fungsional dan asas dominus litis.

    Sebab, publik harus waspada terhadap adanya kepentingan terselubung dari para lembaga penegak hukum yang ingin memperluas kewenangannya khususnya melalui Revisi KUHAP dengan melemparkan narasi tentang penguatan asas dominus litis bagi pihak tertentu.

    “Kita jangan sampai terjebak di narasi yang itu sebetulnya kepentingan-kepentingan lembaga tertentu yang tujuannya ingin memperbesar kewenangan,” ujar Iftitahsari.

    Terpenting dalam Revisi KUHAP tak boleh ada kewenangan powerfull yang dimiliki satu lembaga. Karenanya, dia menyebut pengawasan antarlembaga mutlak diperlukan.

    Ketua DPN Peradi Luhut MP Pangaribuan menuturkan bagaimana para lembaga penegak hukum saling berlomba untuk memperkuat kewenangan mereka melalui Revisi KUHAP.

    “Mereka berlomba-lomba menambah kewenangannya masing-masing. Namun poin yang harus disepakati adalah Polri sebagai penyidik utama tidak bisa diganggu, demikian Jaksa adalah penuntut tidak bisa diganggu,” kata Luhut.

    Artinya, dengan kata lain ada benturan antara diferensiasi fungsional yang dipertahankan Polri dan asas dominus litis yang diperjuangkan Kejaksaan.

  • Komnas HAM & Komnas Perempuan: Teror Kepala Babi ke Jurnalis Tempo Bentuk Ancaman Kebebasan Pers

    Komnas HAM & Komnas Perempuan: Teror Kepala Babi ke Jurnalis Tempo Bentuk Ancaman Kebebasan Pers

    Laporan Wartawan TribunJakarta.com Elga Hikari Putra

    TRIBUNJAKARTA.COM – Komnas HAM dan Komnas Perempuan mengecam aksi teror berupa kiriman kepala babi kepada jurnalis Tempo.

    Diketahui, paket kepala babi itu dialamatkan kepada Fransisca Christy Rosana atau Cica, wartawan desk politik dan host siniar Bocor Alus Politik

    Menurut Wakil Ketua Komnas HAM, Abdul Haris Semendawai, teror kepala babi itu sebagai bentuk upaya pembungkaman terhadap pers.

    Sebab, diduga kuat, pengiriman teror itu berkaitan dengan pekerjaan Cica sebagai jurnalis.

    “Jurnalis itu juga dilindungi dan diberikan hak untuk mencari informasi.

    Jadi mencari informasi dia punya hak, punya kebebasan untuk mencari informasi dan punya kebebasan juga untuk menyampaikan informasi itu kepada publik,” kata Haris saat ditemui di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Jumat (21/3/2025).

    Haris mengatakan, jika ruang kerja jurnalis dibungkam maka tentu akan berdampak terhadap informasi yang diterima publik.

    Polres Metro Bekasi Kota berhasil meringkus Suhada, preman sok jagoan yang berasal dari Cikiwul viral minta THR ke perusahaan di Bantargebang. Ia sempat kabur, namun polisi berhasil meringkusnya di Sukabumi.

    Menurutnya, hal itu sangat berbahaya karena masyarakat tidak bisa mendapatkan informasi yang utuh dan bisa dipertanggungjawabkan.

    “Jadi kalau jurnalis dikekang ruang geraknya itu akan berimplikasi pada tertutupnya informasi kepada publik dan ini berbahaya.

    Akhirnya publik hanya dapat informasi yang tertentu saja, bisa jadi publik tidak mengetahui sesuatu secara utuh,” kata dia.

    Haris menilai teror semacam ini tak boleh dibiarkan. Ia meminta aparat penegak hukum mengusut tuntas untuk mengungkap siapa sosok peneror jurnalis tersebut.

    Abdul Haris Semendawai di kantornya, Ciracas, Jakarta Timur, Kamis (5/7/2018). (TRIBUNJAKARTA.COM/NAWIR ARSYAD AKBAR)

    “Karena mungkin sekarang hanya wartawan Tempo saja ya. Bisa jadi di kesempatan yang lain ada wartawan-wartawan yang lain yang juga mengalami hal yang sama.

    Jadi situasi seperti itu kalau dibiarkan bisa tercipta situasi yang tidak kondusif bagi jurnalistik untuk melakukan tugas-tugas jurnalistiknya.

    Dan kalau itu terjadi yang dirugikan ya publik bukan hanya orang yang bersangkutan,” paparnya.

    Hal senada disampaikan Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi.

    “Tentunya Komnas Perempuan mengecam pengiriman kepala babi kepada jurnalis Tempo. Karena ini seperti proksi atau perantara intimidasi terhadap kerja-kerja jurnalis,” kata dia.

    Siti mengatakan, apa yang dialami Cica menambah panjang daftar perempuan yang menjadi korban teror dan intimidasi.

    “Jadi memang di dalam pemantauan Komnas Perempuan, jurnalis perempuan menjadi salah satu perempuan pembela HAM yang mendapatkan serangan baik intimidasi, ancaman maupun misalnya dalam bentuk serangan siber,” tuturnya.

    Karenanya, ia meminta aparat untuk mengungkap siapa peneror yang mengirimkan kepala babi tersebut.

    “Dan yang tak kalah penting kami mengajak seluruh elemen bangsa untuk menguatkan fondasi penghormatan kepada kebhinekaan Indonesia dan mengawal demokrasi yang nir  kekerasan dan memajukan hak asasi manusia,” kata dia.

    Bahkan, Komnas Perempuan akan berkoordinasi dengan Komnas HAM dan LPSK untuk memberikan perlindungan.

    “Dan tentu yang terakhir Komnas Perempuan akan berkoordinasi dengan pihak-pihak yang relevan termasuk dengan Komnas HAM dan LPSK untuk bagian dari mekanisme pengembangan respon cepat terhadap perempuan pembela HAM untuk memastikan mendapatkan perlindungan dari intimidasi maupun serangan lebih lanjut,” ujarnya. 

    (TribunJakarta)

    Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel https://whatsapp.com/channel/0029VaS7FULG8l5BWvKXDa0f.

    Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

  • Komnas Perempuan Luncurkan Pemantauan Kasus Femisida 2024, Tertinggi di Jawa Barat – Halaman all

    Komnas Perempuan Luncurkan Pemantauan Kasus Femisida 2024, Tertinggi di Jawa Barat – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) melihat hingga hari ini bahwa perempuan dan anak perempuan korban femisida belum memperoleh keadilan.

    Selain itu, keluarga terdampak termasuk anak-anak korban, belum mendapat pemulihan menyeluruh.

    Kasus femisida adalah pembunuhan yang terjadi terhadap perempuan.

    Karenanya, Komnas Perempuan melakukan pemantauan tentang pembunuhan perempuan berbasis gender atau femisida tahun 2024 yang diluncurkan Komnas Perempuan, bertepatan dengan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) 10 Desember 2024.

    Pemantauan dilakukan melalui pemberitaan media online untuk periode 1 Oktober 2023 hingga 31 Oktober 2024, dengan menyaring 33.225 berita dan ditemukan 290 kasus dengan indikasi femisida. 

    Peluncuran ini merupakan bagian dari Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (16HAKTP). 

    Hasil pemantauan femisida menunjukkan peristiwa paling banyak terjadi di provinsi Jawa Barat, dengan jenis femisida intim masih menempati tempat tertinggi. 

    Dengan jenis femisida intim masih menempati tempat tertinggi dan terdapat isu yang memerlukan penelitian lebih lanjut.

    Seperti femisida terhadap perempuan yang dilacurkan (pedila), perempuan lansia, lilitan utang pinjol, dan beban berlapis istri, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) atau kekerasan seksual yang berujung femisida. 

    Pemantauan tahun ini juga memotret tumbuhnya berbagai prakarsa organisasi masyarakat sipil untuk mengembangkan dan memperluas pengetahuan tentang femisida.

    Baik melalui pendokumentasian, kampanye publik, penelitian maupun penanganan kasus melalui amicus curiae dan restitusi. 

    Lebih lanjut Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi menyampaikan, femisida intim yaitu pembunuhan yang dilakukan suami mendominasi laporan ini yaitu mencapai 26 persen (71 kasus).

    Diikuti dengan femisida yang dilakukan oleh pacar mencapai 17 persen (47 kasus).

    Lalu dilanjutkan oleh anggota keluarga sebesar 11  persen (29 kasus) dan pengguna layanan seksual sebesar 6 perse  (16 kasus). 

    Pembunuhan atau penganiayaan yang menyebabkan kematian ini umumnya menggunakan benda-benda yang ada di sekitar peristiwa.

    Seperti batu, bambu, palu,balok, kain, sabuk atau tali, disusul dengan penggunaan kekuatan fisik atau digabungkan dengan penggunaan benda tumpul dan/atau senjata tajam yang menunjukkan tingkat sadistis pembunuhan. 

    Ciri-ciri khas lainnya dari femisida yang terpantau adalah tubuh atau organ seksual yang dirusak, penelanjangan, mutilasi, kekerasan seksual sebelum,selama dan sesudah kematian, disembunyikan sampai dengan dibakar. 

    “Alasan tertinggi yang terungkap adalah cemburu atau sakit hati, penolakan hubungan seksual, masalah finansial dan kekerasan seksual,” ungkap Siti Aminah, pada website resmi, Kamis (12/12/2024). 

    Ia mengajak masyarakat untuk berhati-hati dengan narasi cemburu yang digunakan untuk menjustifikasi tindakan para pelaku femisida.

    Serta, menempatkan korban sebagai pihak yang memprovokasi. 

    “Apa pun alasannya, tidak dibenarkan menyakiti sampai membunuh orang lain,” tegas Siti Aminah Tardi. 

  • Tiga Teman, ART Briptu FN Hingga Komnas Perempuan Dihadirkan

    Tiga Teman, ART Briptu FN Hingga Komnas Perempuan Dihadirkan

    Mojokerto (beritajatim.com) – Sidang lanjutan Polisi Wanita (Polwan) Polres Mojokerto Kota, Briptu FN (28) yang membakar suaminya, anggota Polres Jombang Briptu RDW dilanjutkan di Ruang Cakra Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto. Empat orang saksi dan satu saksi ahli dihadirkan dalam sidang dengan agenda keterangan saksi.

    Empat saksi tersebut yakni tiga teman dekat dari terdakwa Brigadir Cyntia Irma Satifa, Brigadir Adi Santika Pratiwi dan Briptu Nia Febrianti serta Asisten Rumah Tangga (ART) terdakwa Endang. Sementara saksi ahli dari Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Siti Aminah Tardi.

    Dalam sidang yang diketuai Majelis Hakim Ida Ayu Sri Adriyanthi Astuti Widja SH, MH, teman terdakwa memberikan keterangan jika terdakwa sering curhat terkait rumah tangganya bersama koban. “Biasanya cerita, soal masalah keluarga tapi tetap melindungi suaminya. Masalah ekonomi,” ungkapnya, Selasa (12/11/2024).

    Terdakwa di mata teman-temannya mempunyai sifat yang ramah kepada siapapun. Namun jika ada masalah keluarga dan tidak ingin bercerita maka terdakwa akan diam saja. Terdakwa mengetahui jika korban mempunyai kebiasaan judi online sebelum keduanya menikah pada tahun 2021 lalu.

    “Bersahabatan berlima, satu sudah mutasi ke polres lain. Korban judi online sebelum menikah, mereka menikah tahun 2021. Keduanya kenal dari SMA, terdalwa adik kelas korban saat di SMA. Terdakwa pernah menceritakan pas mau menikah, di telepon kakak korban. Korban pinjam uang Rp12 juta ke kakak korban untuk biaya menikah,” katanya.

    Terdakwa mengaku belum menerima uang dari korban untuk biaya pernikahan, dugaan digunakan korban untuk judi online. Sebelum kejadian, Sabtu (8/6/2024) pagi, terdakwa masih dinas di Polres Mojokerto Kota. Terdakwa masih terlihat ceria, hingga terjadi kasus pembakaran tersebut. “Tidak cerita detail terkait kronologi pembakaran,” ujarnya.

    ART terdakwa, Endang mengatakan, jika ia bekerja di rumah terdakwa dengan korban di Asrama Polisi Mojokerto mulai bulan April 2022 hingga 2023. “Anak masih satu, usia 3 bulan saya mulai kerja. Sering bertengkar, faktor ekonomi selalu diributkan dengan nada tinggi terdakwa selalu menanyakan uang kemana, korban beralasan dikasih ke ibunya,” ujarnya.

    Saksi mengaku melihat korban melakukan Kekerasaan Dalam Rumah Tangga (KDRT) terhadap terdakwa dua kali. Pertama melakukan dengan tangan, kedua dengan sabuk dan sapu. Tidak ada perlawanan dari terdakwa hanya menghindar. Saksi mengaku jika korban selalu bermain HP dan saat saksi minta tolong jaga anak, HP dimatikan.

    “Tidak tahu main apa, fokus HP. Pas minta tolong jaga anaknya, saya mau ke kamar mandi, langsung dimatikan HPnya. Tidak tahu main apa, fokus HP kalau di rumah. Iya kadang bantu jaga anak tapi kalau sudah main HP, korban terlihat fokus,” jelasnya.

    Ketua Majelis Hakim Ida Ayu Sri Adriyanthi Astuti Widja SH, MH menyatakan, jika dilanjutkan pekan depan dengan agenda mendengarkan keterangan terdakwa. “Saya minta terdakwa dihadirkan secara offline ya. Terdakwa kembali ke tahanan, jaga kesehatan. Minggu depan langsung datang ke PN Mojokerto ya, sidang ditutup,” pungkasnya. [tin/kun]