Kisah Siti Aisyah, Ibu 5 Anak Berprofesi Penambal Ban Truk di Surabaya
Tim Redaksi
SURABAYA, KOMPAS.com
– Siti Aisyah (35), memakai wearpack tambang berwarna orange, tampak lusuh karena bekas oli yang menempel di semua sisinya.
Ia duduk di bahu jalan menunggu sopir truk yang menepikan kendaraannya.
Setiap hari Minggu, Aisyah dan suaminya, Aspriyanto (45) membuka lapak tambal ban di pinggir jalan kawasan Jalan Kalianak, salah satu jalan utama yang menghubungkan Gresik dan
Surabaya
.
Mereka baru saja tiba membuka lapak yang jarak tempuh dari kontrakannya memakan waktu tempuh hanya sekitar 5 menit menggunakan kendaraan roda empat.
Mobil pickup tua jadi andalan yang mengantarkan mereka mencari uang setiap hari. Banyak bagian mobilnya yang sudah berkarat termakan usia dan jarak tempuh.
Namun, hanya mobil tua itulah yang menjadi kendaraan utama mereka karena bisa memuat diesel pengisi angin untuk melayani penambalan ban truk.
“Kalau hari Minggu gini buka lapak karena kondisi jalan gak begitu ramai dan macet. Untuk hari biasa sesuai panggilan aja kami ke lokasi yang dituju,” kata Aisyah saat ditemui Kompas.com, Minggu (30/11/2025).
Setelah beberapa saat duduk di bahu jalan, seorang sopir truk berwarna biru menepikan kendaraannya di lapak Aisyah.
Sopir itu tak banyak bicara, ia keluar dari pintu truk dan mengatakan ke Aisyah, “bocor (bannya),” kata si sopir.
Tanpa basa-basi, Aisyah dan suaminya mengeluarkan alat tempur dari bak mobil. Beberapa komponen berbahan besi dan tajam diurai begitu saja.
Tak lupa ia juga memasang trypod untuk memulai live TikTok. “Iya saya kerja sambil live TikTok,” ujarnya singkat.
Impact wrench (kunci impak) dengan berat sekitar 20 kilogram diangkat dengan mudah oleh Aisyah, sudah terbiasa, batinnya.
Lalu cekatan mencungkil pelek dengan pukulan paku besi, membongkar bagian dalam.
“Saya spesialisasi ban truk brigestone 1100,” tegas Aisyah dengan penuh keyakinan.
Ban yang berat itu diangkat dan dibalik olehnya seorang diri dengan tangan kosong.
Aisyah merupakan perempuan asal Karawang, Jawa Barat yang sudah menetap dan menjadi warga Kota Surabaya, Jawa Timur sejak 15 tahun belakangan usai menikah dengan suaminya.
Ibu lima anak
ini, setiap hari menghadapi teriknya panas dan hujan Kota Surabaya, bergelut dengan debu kawasan Pantura. Tangan kasarnya menjadi “juru selamat ban”.
“Anak saya lima, tiga anak saya di kontrakan saya tinggal. Yang keempat ikut saya kerja ini, kalau yang bungsu saya pulangkan ke Karawang, dirawat orang tua,” tuturnya.
Faktor ekonomi dan waktu terbatas membuatnya harus rela menitipkan si bungsu ke kampung halaman sejak usianya baru dua bulan. Sudah tak terhitung untaian rindu yang ingin ia segera peluk.
Meski begitu, ia merasa bangga menjalani profesi sebagai tukang tambal ban. Ia tidak hanya menjadi mandiri tetapi juga bersyukur bisa menghidupi dan merawat anak-anaknya.
“Karena profesi ini saya bisa menjadi seorang ibu, bisa menjadi seorang istri, dan bisa cari uang juga,” ungkapnya dengan bangga.
Sebelum menjadi tukang tambal ban truk, Aisyah pernah bekerja sebagai buruh pabrik plastik dan sparepart dengan gaji Rp 40.000 hingga Rp 70.000 per hari delapan jam kerja.
Namun, saat ia bekerja sebagai buruh pabrik, ia tak tega meninggalkan anak-anaknya mengurus diri di rumah sehingga memutuskan resign.
“Gini pun kalau sebelum berangkat nambal, saya pastikan dulu anak-anak sarapan dan berangkat sekolah, baru saya berangkat kerja,” tuturnya.
Suaminya juga bekerja serabutan sebagai pegawai tambal ban dan kuli bangunan.
Suatu hari, mereka memutuskan untuk mengambil pinjaman ke bank dengan nominal Rp 15.000.000 untuk modal membuka bengkel tambal ban.
Tak berjalan mulus, Rp 15.000.000 tak cukup karena harga alat-alat yang mahal. Berjalan seadanya, tak banyak pelanggan yang mampir dan usaha mereka perlahan merosot.
Sempat putus asa, Aisyah dan suaminya pulang kampung ke Karawang untuk meminta doa orang tua.
Setelahnya, mereka kembali ke Surabaya dan memberanikan diri mengambil pinjaman lagi Rp 50.000.000 untuk melengkapi alat dan membeli mobil pick up bekas.
“Sekarang pun masih ada utangnya. Kurang satu tahun lagi lumas, semoga,” ujarnya dengan perasaan sedikit lega.
Dari pinjaman tersebut, Aisyah juga membuka usaha warung nasi kecil-kecilan.
Pada saat ia mulai memiliki banyak pelanggan, ujian kembali datang.
Suaminya, mengalami kecelakaan kerja dan patah tulang hingga melemah. Aspriyanto tak mampu mengangkat beban berat. Ia tak menjalani operasi, hanya berobat secara tradisional.
“Kami punya BPJS, tapi kami pernah kecewa ke rumah sakit, suami saya dikata ODGJ karena kecelakaan kerja sebelumnya pas jadi kuli.”
“Dokternya gak percaya kalau indra penciuman hidungnya gak berfungsi gara-gara jatuh terus giginya nancap. Di sisi lain, kalau operasi kami tidak bisa bekerja,” tuturnya.
Akhirnya, Aisyah memutuskan berhenti berjualan nasi dan membantu suaminya mencari uang dengan menambal ban truk.
Aisyah bagian kerja berat, sementara suaminya membantu menyiapkan peralatan, menambal dan mengisi angin.
“Saya memilih tambal ban daripada warung. Awalnya suami melarang tetapi saya melihat dia capek jadi saya mau bantu.
“Saya belajar sendiri. Saya bilang ke suami bagian nyupir saja, saya yang kerja, suami duduk sambil nangis,” terangnya.
Bekerja sebagai tukang tambal ban truk tentu tak mudah bagi Aisyah. Ia mengalami keram di sebagian anggota tubuhnya. Kaki dan pahanya sudah pernah tertimpa pelek dan mesin diesel hingga terasa sakit.
“Saya gak ke dokter, cuma pijat-pijat saja. Kerja ini harus teliti, salah langkah bisa meledak bannya, tangan suami saya patah itu karena ban meledak,” tuturnya.
Memiliki penghasilan tak tentu sekitar Rp 50.000 hingga Rp 100.000 per hari, ia bertahan untuk biaya hidup dan membayar sisa-sisa cicilan.
Sebagian lagi, ia kirim ke kampung halaman.
“Anak-anak juga pengertian sekali. Mereka gak pernah merengek minta apa-apa dan bilang, ‘ibu itu sudah capek bekerja’,” ia mengingat perkataan si sulung yang berusia 15 tahun.
Berawal dari iseng dan sekadar ingin berbagi cerita, Aisyah bersyukur mendapat sedikit tambahan pendapatan dari aktivitasnya di media sosial.
“Saya live itu awalnya gak tahu kalau ada uangnya. Karena saya cuma pengin cerita, saling berbagi semangat ke orang-orang, tapi buat saya bersyukur lagi,” katanya.
Baginya, senyum anak-anaknya yang menyambut saat pulang bekerja membuatnya lebih kuat menghadapi tantangan hidup.
“Saya tidak minta dibahagiakan anak atau suami, saya bisa membahagiakan diri sendiri dengan cara bersyukur dengan apa yang Tuhan kasih ke saya,” ujarnya.
Senyumnya tak pernah turun dari garis bibirnya meski setiap hari puluhan kilo besi yang ia angkat.
Berinteraksi dengan penonton di media sosial justru membuatnya lebih semangat dalam bekerja.
Mimpinya, ia ingin membelikan sebuah rumah yang layak untuk orang tuanya di kampung. Tidak lagi kayu tipis dan atap seng yang menyelimuti mereka dalam suhu dingin.
“Saya ingin ibu-ibu di luar sana juga semangat. Sayangi orang tua terutama ibu selagi masih ada. Saya pun bekerja seperti ini untuk orang tua saya.”
“Saya juga pengin anak-anak saya sekolah dengan baik,” ungkap perempuan lulusan sekolah dasar (SD) tersebut.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Tag: Siti Aisyah
-

Penggunaan Etanol Campuran Bahan Bakar Ternyata Bagus Bagus untuk Mesin, Benarkah?
Bisnis.com, MALANG — Penggunaan etanol untuk campuran bahan bakar mempunyai keunggulan, namun juga dibarengi dengan munculnya tantangan teknis dan ekonomis.
Dosen Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Iis Siti Aisyah, mengatakan etanol merupakan bentuk biofuel yang menjanjikan. Sebab etanol memiliki sifat pembakaran yang lebih bersih dibandingkan bensin murni.
Secara teoritis, emisi karbonnya bisa ditekan secara signifikan jika digunakan dalam proporsi yang tepat.
“Etanol itu energi alternatif yang dikembangkan bio yaitu tanaman yang diproses. Etanol bagus untuk meningkatkan angka oktan. Jadi, jika digunakan dalam jangka yang relatif pendek, akan baik. Namun jika digunakan dalam jangka lama akan merusak komponen dari combustion chamber seperti karet dan korosi pada logam yang tidak tahan air serta lainnya,” katanya, Selasa (18/11/2025).
Di balik keunggulannya, kata dia, etanol juga menyimpan sejumlah tantangan teknis dan ekonomis. Secara ilmiah, etanol mempunyai densitas energi lebih rendah (26.8 MJ/kg) dibanding bensin (46 MJ/kg) sehingga menambahkan etanol ke pertalite akan menurunkan nilai energi untuk per liter campuran dibandingkan dengan pertalite murni.
Adapun kelebihan penggunaan etanol, yakni merupakan sumber energi terbarukan, tingkat komersialisasi tinggi dan di Indonesia dapat diproduksi secara massal dari tanaman tebu yang sudah banyak dibudidayakan.
Dia meyakinkan, etanol memiliki octane number tinggi (100+) dibanding Pertalite (92), membuatnya lebih tahan terhadap knocking dan cocok untuk mesin modern berkompresi tinggi.
Namun, kata Iis, sapaan akrabnya, campuran etanol dan pertalite tidak disarankan bagi mesin lama dengan karburator karena memerlukan penyetelan ulang dan berisiko menyebabkan overheating dalam jangka panjang.
Tantangan lain muncul dari sifat etanol yang higroskopis, yaitu mudah menyerap air. Proses pemurnian agar etanol benar-benar bebas air memerlukan teknologi mahal, yang berdampak pada harga jualnya.
Harga etanol tipe anhidrat saat ini memang masih sedikit di atas Pertalite atau Pertamax, sehingga perlu insentif agar tetap kompetitif.
Dari sisi mesin, etanol sebenarnya tidak menimbulkan kerusakan serius. Pada mesin modern yang sudah dilengkapi Electronic Control Unit (ECU), sistem dapat menyesuaikan pembakaran secara otomatis.
Untuk mesin lawas, pengguna perlu memperhatikan potensi overheat atau terlalu panas.
“Meskipun ada kekhawatiran tersebut, tetapi berdasarkan penelitian, sampai campuran 10% etanol tidaklah terlalu mempengaruhi mesin lama meskipun memakai karburator. Sehingga, modifikasi terhadap engine hanya diperlukan jika memakai 100% etanol,” ungkapnya.
Ke depan, Iis optimistis bahwa masa depan etanol di Indonesia cukup cerah. Sumber energi lain seperti biobutanol yang diproduksi dari tanaman belum sampai semasif industri etanol.
“Harapan terhadap penggunaan etanol ke depan adalah kita bisa lebih mempunyai kemandirian energi dengan syarat etanol yang digunakan berasal dari sumber-sumber yang ada di dalam negeri. Penggunaan bahan bakar yang sangat besar akan memerlukan pasokan etanol yang besar juga sehingga industri di Indonesia yang selama ini memasok etanol untuk bidang lain (kesehatan) bisa memperbesar kapasitas produksinya,” tutupnya.
-

Baleg DPR RI jaring masukan revisi UUPA dari akademisi dan tokoh Aceh
Banda Aceh (ANTARA) – Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menjaring masukan dan pendapat dari akademisi dan tokoh masyarakat Aceh terkait revisi UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh (UUPA) yang kini masuk dalam Prolegnas Prioritas Kumulatif Terbuka 2025.
“Forum pertemuan pada hari ini (dengan tokoh masyarakat dan akademisi) merupakan bagian dari proses penyusunan revisi UUPA,” kata Ketua Baleg DPR RI, Bob Hasan, di Banda Aceh, Selasa.
Pertemuan Baleg bersama dengan tokoh masyarakat Aceh dan akademisi dari berbagai perguruan tinggi di tanah rencong tersebut turut dihadiri Bupati/Wali Kota se Aceh, dan DPR Aceh, berlangsung di Anjong Mon Mata Meuligoe Gubernur Aceh, Banda Aceh.
Bob Hasan menyampaikan, pertemuan ini dilakukan agar aspirasi masyarakat Aceh dapat ditampung dalam proses perubahan hingga penetapan hasil revisi UUPA nantinya.
Karena itu, dirinya mengharapkan adanya masukan-masukan serta pandangan yang baik dari kalangan masyarakat Aceh, sehingga perubahan ini sesuai harapan bersama.
“Kami sangat menghormati dan mengharapkan masukan-masukan baik dari kalangan tokoh masyarakat Aceh dan akademisi di Aceh terhadap revisi UUPA agar sesuai harapan masyarakat yang kita cintai,” ujar Bob Hasan.
Seperti diketahui, revisi UUPA telah ditetapkan masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) Prioritas Kumulatif Terbuka 2025. Baleg sendiri juga telah meminta pandangan terhadap revisi UUPA kepada tokoh perdamaian Aceh yaitu Wakil Presiden RI ke 10-12 Jusuf Kalla dan mantan Menkopolhukam Hamid Awaluddin.
Disisi lain, Pemerintah Aceh dan DPR Aceh juga telah mengusulkan beberapa poin perubahan ke Baleg, yakni sebanyak delapan pasal dan satu pasal tambahan. Khusus mengenai dana Otsus, diminta perpanjangan tanpa batas waktu dengan besaran 2,5 persen dari total DAU Nasional.
Sebagai informasi, adapun rombongan Baleg DPR RI yang hadir dalam pertemuan ini yakni Bob Hasan, Mayjen Tni Mar (Purn) Sturman Panjaitan, Ahmad Doli Kurnia Tandjung, Martin Manurung, Hj Siti Aisyah, I Ketut Kariyasa Adnyana, Putra Nababan Cindy Monica Salsabila Setiawan, Longki Djanggola, Sigit Purnama Putra, La Tinro La Tunrung, Daniel Johan, Habib Syarief Muhammad, dan Eva Monalisa.
Kemudian, Ahmad Irawan, Kartika Sandra Desi, Jazuli Juwaini, Yanuar Arif Wibowo, Sarifuddin Sudding, Edi Oloan Pasaribu, Wahyu Sanjaya, Benny Kabur Harman, Deddy Yevri Hanteru Sitorus, Rycko Menoza, I Nyoman Parta, Jamaludin Malik, Firman Soebagyo, TA Khalid, Muslim Ayub, Nasir Djamil, dan Sugiat Santoso.
Pewarta: Rahmat Fajri
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
-

Sempat Tegang, PT KAI Berhasil Tertibkan Rumah di Lahan Miliknya di Madiun
Madiun (beritajatim.com) – Suasana tegang sempat diwarnai, saat PT Kereta Api Indonesia (Persero) melakukan penertiban terhadap aset milik seorang warga. Salah satu rumah di Jalan Sukokaryo No. 28, Kelurahan Madiun Lor, Kecamatan Manguharjo, Kota Madiun, Rabu (8/10/2025).
Penertiban dilakukan setelah penghuni rumah dinilai tidak memenuhi kewajiban pembayaran sewa dan tidak memperpanjang masa kontrak, meski masih menempati aset tersebut. Aset yang ditertibkan berupa tanah seluas 262 meter persegi dengan bangunan seluas 60 meter persegi, dengan nilai mencapai Rp476.904.000.
Manager Humas PT KAI Daop 7 Madiun Rokhmad Makin Zainul mengatakan, langkah ini merupakan bagian dari upaya perusahaan dalam mengamankan dan menertibkan aset negara yang masih dikuasai pihak ketiga tanpa izin resmi.
“Penertiban ini dilakukan dalam rangka pengamanan aset milik PT Kereta Api Indonesia. Hari ini kami melakukan pengambilalihan kembali aset yang dikuasai penyewa. Rumah yang ditertibkan berada di nomor 28,” jelas Rokhmad Makin Zainul.
Menurutnya, proses penertiban tersebut telah melalui tahapan panjang. Penyewa diketahui menempati rumah tersebut sejak September 2017 berdasarkan perjanjian kontrak sewa. Namun setelah masa kontrak berakhir, penyewa tidak memperpanjang perjanjian dan tetap menempati rumah tanpa izin.
“Sudah dilakukan mediasi hingga lima kali melalui Kejaksaan Negeri, tetapi yang bersangkutan tidak pernah hadir. Kami juga telah melayangkan tiga kali surat somasi, namun tidak ada tanggapan. Karena itu, kami akhirnya menarik kembali aset tersebut,” terangnya.
Dari hasil penelusuran, total tunggakan sewa mencapai lebih dari Rp 50 juta sejak 2017 hingga saat ini. Proses penertiban juga dilakukan dengan pengawasan aparat serta petugas keamanan internal PT KAI untuk memastikan kegiatan berjalan tertib dan kondusif.
Sementara itu, dari pihak keluarga penghuni rumah menyatakan keberatan atas tindakan tersebut. Dwiani Widyastuti, keluarga dari pemilik rumah bernama Siti Aisyah, mengaku kaget saat mengetahui barang-barang di dalam rumah dikeluarkan oleh petugas dan diangkut menggunakan truk tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.
“Tadi barang langsung diangkut ke truk, padahal itu barang pribadi, bukan barang PT KAI. Kalau PT KAI naikkan itu kan ya maaf, kayak maling,” ujar Dwiani dengan nada kecewa.
Dwiani menilai, pihak PT KAI seharusnya lebih dulu berkomunikasi dengan penghuni rumah. Terlebih, kata dia, pemilik rumah Siti Aisyah saat ini sedang berada di luar kota.
“Harusnya ada omongan dulu. Apalagi yang punya rumah masih di luar kota. kenapa tiba-tiba barang diangkat,” lanjutnya.
Ia menegaskan, keluarganya tidak menolak keberadaan PT KAI sebagai pemilik aset, namun meminta agar penghuni lama tetap dihargai. Dwiani menyebut keluarganya telah menempati rumah itu selama lebih dari enam dekade, dengan menanggung seluruh biaya perawatan dan tagihan secara mandiri.
“Kami di sini sudah 60 tahun. PBB bayar sendiri, listrik dan air pasang sendiri. Kalau rusak, ya kami yang memperbaiki. PT KAI enggak pernah bantu memperbaiki,” jelasnya.
Dwiani juga menyoroti kebijakan penarikan sewa yang dinilainya semakin memberatkan warga. Ia berharap PT KAI lebih terbuka dan mengedepankan dialog sebelum mengambil tindakan, agar tidak menimbulkan keresahan di masyarakat. (rbr/ian)
/data/photo/2025/12/01/692cb16f97c9d.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)

/data/photo/2025/11/28/6928f5ac878e6.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5080101/original/064595300_1736158589-20250106-Dapur_MBG-MER_1.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5357346/original/066223600_1758527420-IMG_20250922_134413.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/09/20/68ce421049356.jfif?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)