Tag: Shinta Widjaja Kamdani

  • Tarif Trump Berlaku 7 Agustus, Begini Respons Apindo

    Tarif Trump Berlaku 7 Agustus, Begini Respons Apindo

    Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyebut tarif resiprokal Amerika Serikat (AS) akan berdampak pada neraca perdagangan Indonesia. Hal ini menyusul dengan diberlakukannya tarif resiprokal dari Presiden AS Donald Trump mulai 7 Agustus 2025.

    Ketua Umum Apindo Shinta Widjaja Kamdani mengatakan, surplus perdagangan Indonesia diperkirakan masih bisa bertahan dengan adanya impor beberapa produk dari Negara Paman Sam, seperti minyak dan gas (migas), pesawat, hingga pangan.

    “Pasca 7 Agustus, kami meyakini surplus masih bisa bertahan hingga adanya realisasi impor migas, pesawat, dan pangan dari AS,” kata Shinta kepada Bisnis, Jumat (1/8/2025).

    Kendati demikian, Shinta menilai pasca realisasi komitmen impor tersebut potensi terjadinya surplus dagang secara nasional —berdasarkan agregat perdagangan Indonesia dengan seluruh dunia— akan semakin menyusut. Bahkan, dia menyebut penurunan surplus neraca perdagangan dengan AS diperkirakan akan mudah terlihat.

    “Surplus dagang dengan AS diperkirakan akan menjadi yang pertama-pertama terlihat jelas kontraksinya,” ujarnya.

    Di samping itu, Apindo juga meragukan apakah surplus perdagangan Indonesia—AS tetap dapat bertahan tanpa efek samping seperti retaliasi tarif dari AS seperti yang terjadi antara AS dengan Kanada dan Meksiko.

    “… karena basis kesepakatan bilateral yang diciptakan Indonesia—AS untuk penurunan tarif resiprokal ke 19% adalah penurunan atau penghilangan surplus dagang Indonesia terhadap AS,” imbuhnya.

    Dengan kata lain, sambung Shinta, Indonesia tidak bisa lagi berharap mengantongi surplus dagang dengan AS jika mau tarif perdagangan dengan AS tetap rendah atau kompetitif.

    Meski begitu, Apindo berharap agar pemerintah bisa segera merealisasikan deregulasi untuk peningkatan efisiensi dan daya saing iklim usaha/investasi di dalam negeri untuk mendorong diversifikasi ekspor.

    “Kami juga berharap ada stimulasi ekspor yang lebih signifikan untuk meningkatkan volume perdagangan Indonesia dengan berbagai negara di dunia agar potensi penciptaan surplus perdagangan kita tetap tinggi atau setidaknya stabil bila pasar AS tidak lagi memberikan surplus perdagangan yang sebesar saat ini,” tuturnya.

    Badan Pusat Statistik (BPS) sebelumnya mengumumkan neraca perdagangan Indonesia Juni 2025 surplus US$4,10 miliar. Nilainya turun jika dibandingkan Mei 2025 yang mencapai US$4,30 miliar. Adapun, ekspor US$23,44 miliar pada Juni 2025. Jumlahnya terdiri dari ekspor nonmigas senilai US$22,33 miliar dan ekspor migas senilai US$1,11 miliar.

    Sementara itu, Indonesia mencatatkan impor US$19,33 miliar pada Juni 2025. Jumlahnya terdiri dari impor nonmigas senilai US$17,11 miliar dan impor migas senilai US$2,22 miliar.

    Adapun secara kumulatif, BPS mencatat tiga negara penyumbang surplus neraca dagang terbesar adalah Amerika Serikat (AS) sebesar US$8,57 miliar, India sebesar US$6,59 miliar, dan Filipina sebesar US$4,4 miliar sepanjang Januari—Juni 2025. Sedangkan tiga negara penyumbang defisit terdalam adalah China sebesar US$9,73 miliar, Singapura sebesar US$3,09 miliar, dan Australia US$2,66 miliar.

  • Tarif Impor AS Turun jadi 19%, Angin Segar Buat Lapangan Kerja RI – Page 3

    Tarif Impor AS Turun jadi 19%, Angin Segar Buat Lapangan Kerja RI – Page 3

    Sebelumnya, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) akan berembuk dalam menghitung dampak lanjutan pasca pengenaan tarif impor 19% dari Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Termasuk kaitannya pada penghapusan tarif masuk barang-barang asal AS.

    Ketua Umum Apindo, Shinta Widjaja Kamdani menyampaikan sebagian produk asal Negeri Paman Sam sudah dikenakan tarif impor rendah, berkisar 0-5%. Namun, dia akan membahas kembali dampak turunannya secara lebih lanjut.

    “Kami melihat untuk penghapusan tarif impor oleh Indonesia terhadap produk AS, secara umum sebagian besar produk tersebut saat ini memang sudah memiliki tarif rendah, nol hingga lima persen,” kata Shinta saat dihubungi Liputan6.com, dikutip Kamis (17/7/2025).

    Pada pembahasan dengan pelaku usaha nantinya, Shinta akan mendalami dampak produk atas negosiasi tarif Trump yang telah berjalan.

    “Dalam hal ini kita akan melihat dan mendalami lagi dampaknya secara product by product dari hasil negosiasi yang ada,” kata dia.

    Sebagai informasi, Donald Trump menyebut produk Indonesia dikenakan tarif Impor 19% untuk masuk AS. Di sisi lain, barang-barang yang masuk ke Indonesia bakal tanpa tarif.

     

     

  • Sinyal Kuat RI Sedang Krisis Lapangan Kerja

    Sinyal Kuat RI Sedang Krisis Lapangan Kerja

    Jakarta

    Fenomena minimnya lowongan kerja formal hingga antrean pelamar kerja yang semakin membludak untuk satu lapangan kerja terus terjadi beberapa waktu terakhir. Kondisi ini seolah menjadi sinyal kuat bahwa Indonesia dilanda krisis lapangan kerja.

    Sejumlah konten video hingga foto di media sosial dalam beberapa waktu terakhir viral, menampilkan antrean panjang di job fair maupun walk-in. Terbaru, antrean pelamar kerja terlihat mengular di kawasan Santiong, Cianjur, hanya untuk satu lowongan toko ritel.

    Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Shinta Widjaja Kamdani, mengatakan pada prinsipnya dunia usaha memiliki komitmen untuk menyerap tenaga kerja seluas-luasnya. Namun demikian, realitas di lapangan menunjukkan adanya beberapa faktor krusial yang menimbulkan gap antara supply dan demand tenaga kerja.

    Pertama, RI sedang menghadapi fase yang kompleks, terutama di industri padat karya akibat dinamika geopolitik dan perlambatan global, pelemahan konsumsi di level domestik yang menekan permintaan produk manufaktur, hingga biaya berusaha yang tinggi.

    “Indeks PMI Manufaktur Indonesia terakhir untuk bulan Juni 2025 tercatat turun menjadi 46,9 yang menandakan kontraksi sudah terjadi selama tiga bulan, mencerminkan industri yang semakin tertekan,” kata Shinta, kepada detikcom, Rabu (16/7/2025).

    Kedua, akselerasi transformasi digital, otomasi, hingga teknologi artificial intelligence (AI) juga berkontribusi pada job displacement di level tertentu. Shinta juga melihat, penanaman modal semakin didominasi oleh investasi padat modal yang secara alamiah menyerap jumlah tenaga kerja yang lebih terbatas.

    Ini tercermin pada kecenderungan penurunan daya serap tenaga kerja. Shinta mencontohkan, bila tahun 2013 investasi Rp 1 triliun mampu menyerap lebih dari 4.500 tenaga kerja, sekarang di kuartal I 2025 hanya mampu menyerap 1.277 orang. Artinya, jenis pekerjaan konvensional yang dulunya padat karya, kini mulai berkurang.

    “Tantangannya adalah bagaimana kita menyiapkan talenta yang upskilled dan reskilled agar dapat bermigrasi ke sektor-sektor baru yang lebih produktif dan sesuai dengan kebutuhan industri masa depan,” ujarnya.

    Ketiga, ‘regulatory bottleneck’ yang masih harus dibenahi bersama. Menurutnya, dunia usaha memerlukan iklim investasi yang benar-benar enabling dan pro-growth, agar ekspansi usaha dapat tercipta, dan memberikan multiplier effect pada penciptaan lapangan kerja baru.

    “Jadi jika ditanya, apakah kondisi ini ‘darurat’? kami lebih menyebutnya sebagai ‘wake-up call’. Ini sinyal keras bahwa kita harus melakukan reformasi struktural di pasar kerja, menata ekosistem investasi, dan mendorong peningkatan employability tenaga kerja kita,” kata Shinta.

    Shinta juga mengingatkan bahwa kondisi ini bukan semata-mata sinyal ‘darurat tenaga kerja’, tetapi sebuah cerminan adanya mismatch struktural di pasar tenaga kerja kita. Jika tidak segera diintervensi secara tepat, berpotensi menekan daya saing nasional dalam jangka panjang.

    Tonton juga video “Fenomena Lulusan Sarjana Jadi Sopir hingga ART, Ada Apa?” di sini:

    (shc/rrd)

  • Pengumuman BI Rate Juli 2025, Pelaku Usaha Minta Bank Indonesia Dorong Sektor Riil

    Pengumuman BI Rate Juli 2025, Pelaku Usaha Minta Bank Indonesia Dorong Sektor Riil

    Bisnis.com, JAKARTA — Bank Indonesia akan merilis besaran suku bunga acuan BI Rate pada esok Rabu, 16 Juni 2025. Atas rencana ini, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengharapkan otoritas moneter itu untuk melakukan pemangkasan suku bunga acuan pada bulan ini. Langkah pemangkasan ini diyakini membantu ekonomi riil bangkit seiring dengan indikasi pelemahan ekonomi baik secara global maupun domestik.

    Ketua Umum Apindo Shinta Widjaja Kamdani menyatakan stabilitas suku bunga acuan di level 5,50% saat ini telah menjadi faktor penting dalam menjaga kepercayaan pelaku usaha. Hanya saja, dia menilai ruang pelonggaran kebijakan moneter tetap perlu dibuka apabila kondisi makroekonomi memungkinkan.

    “Kami berharap BI dapat mempertimbangkan penurunan suku bunga secara prudent, agar biaya pinjaman bagi dunia usaha lebih kompetitif dan mampu mendorong momentum pertumbuhan, terutama di sektor padat karya,” ujarnya kepada Bisnis, Selasa (15/7/2025).

    Shinta pun menjelaskan bahwa tekanan terhadap dunia usaha saat ini semakin nyata. Indeks Manufaktur Indonesia (PMI) yang dirilis S&P Global tercatat turun menjadi 46,9 pada Juni 2025, yang menandakan kontraksi telah berlangsung selama tiga bulan berturut-turut.

    Sebagai konteks, indeks manufaktur menggunakan nilai 50 sebagai angka netral. Nilai di atas 50 menunjukkan tingkat keyakinan para manajer pengadaan di pabrik untuk ekspansi. Sedangkan sebaliknya, nilai di bawah 50 mencerminkan pesimisme dan penurunan kinerja.

    “Kontraksi ini mencerminkan tekanan pada sektor industri padat karya akibat pelemahan permintaan dan kenaikan biaya produksi,” jelasnya.

    Meski demikian, Apindo juga memahami pentingnya menjaga stabilitas nilai tukar dan arus modal di tengah dinamika eksternal yang masih bergejolak. Dalam konteks itu, Apindo juga masih bisa menerima apabila BI memutuskan untuk menahan suku bunga di level saat ini, asalkan didukung stimulus dari sisi fiskal dan sektoral.

    “Jika pelonggaran belum memungkinkan, maka stimulus fiskal dan kebijakan sektoral perlu dioptimalkan untuk menjaga daya beli masyarakat dan mendukung iklim usaha,” kata Shinta.

    Sebagai informasi, BI terakhir kali menaikkan suku bunga pada April 2024 ke level 5,50% untuk meredam tekanan eksternal dan menjaga stabilitas nilai tukar. Sejak saat itu, BI menahan suku bunga di level tersebut, meskipun tekanan inflasi relatif terjaga.

    Sementara itu, mayoritas ekonom memproyeksikan BI akan kembali menahan suku bunga acuan pada level 5,50% Juli 2025. Konsensus ekonom yang dihimpun Bloomberg menunjukkan dari proyeksi 32 ekonom, muncul nilai tengah atau median yang berada di angka 5,50%. 

    Meski demikian, tidak sedikit pula yang memproyeksikan BI akan memangkas suku bunga 25 basis poin dalam pengumuman hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada Rabu (16/6/2025). Setidaknya 15 dari 32 ekonomi masih optimistis bank sentral akan memangkas BI Rate.

  • Konflik Iran-Israel Memanas, Ekonomi Indonesia Terancam Inflasi?

    Konflik Iran-Israel Memanas, Ekonomi Indonesia Terancam Inflasi?

    Jakarta, Beritasatu.com – Konflik yang tengah memanas antara Iran dan Israel menjadi sorotan dunia, termasuk Indonesia. Meski dampaknya belum terasa langsung dalam sektor perdagangan, para pengusaha dan pemerintah mulai waspada terhadap potensi tekanan ekonomi yang mungkin timbul.

    Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani menyebut, ketegangan di Timur Tengah dapat memicu gejolak ekonomi global, terutama melalui lonjakan harga minyak dunia dan terganggunya jalur logistik internasional.

    “Isu konflik ini bisa memengaruhi ekonomi global, lalu berdampak juga ke Indonesia, terutama dari sisi harga minyak dan logistik,” ujarnya saat ditemui di Menara Kadin, Jakarta, Senin (16/6/2025).

    Shinta menambahkan, meski Israel dan Iran bukan mitra dagang utama Indonesia, dan volume perdagangan dengan kedua negara masih tergolong kecil, dampak tidak langsung tetap harus diwaspadai. Kenaikan harga minyak bisa memicu inflasi, melemahkan nilai tukar rupiah, dan menekan pertumbuhan ekonomi.

    “Perdagangan dengan Israel maupun Iran sangat minim. Namun, efek domino dari konflik kawasan tetap harus diantisipasi,” jelasnya.

    Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan, pemerintah saat ini terus memantau perkembangan konflik tersebut. Fokus utama adalah potensi lonjakan harga minyak dunia.

    “Transmisi ke Indonesia relatif lambat, tapi tetap harus diwaspadai. Beberapa negara produsen biasanya berupaya menahan kenaikan harga,” kata Airlangga di Jakarta, Jumat (13/6/2025).

    Hingga kini, menurut Airlangga, belum ada dampak signifikan terhadap sektor perdagangan nasional. Namun, pemerintah akan terus melakukan pemantauan ketat dan menyiapkan langkah mitigasi bila diperlukan.

  • Konflik Iran-Israel Memanas, Ekonomi Indonesia Terancam Inflasi?

    Ekspor Tekstil dan Ikan ke Eropa Siap Melonjak Seusai IEU-CEPA Rampung

    Jakarta, Beritasatu.com – Pelaku usaha Indonesia bersiap menyambut rampungnya Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Uni Eropa (IEU-CEPA) pada tahun ini. Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai, kesepakatan ini akan membuka peluang besar bagi industri nasional untuk mendongkrak ekspor, terutama ke pasar Eropa.

    Ketua Umum Apindo Shinta Widjaja Kamdani menyebut, pemerintah telah menggandeng kalangan pengusaha dalam diskusi manfaat dan persiapan menghadapi implementasi IEU-CEPA. Ia menekankan, industri padat karya, seperti tekstil dan garmen sangat menantikan efek positif dari perjanjian ini.

    “Industri padat karya sangat terkena dampak pelemahan global dan tarif dari negara mitra seperti AS. IEU-CEPA diharapkan bisa membangkitkan kembali ekspor,” katanya di Menara Kadin, Senin (16/6/2025).

    Shinta juga mengatakan Apindo akan aktif menyosialisasikan manfaat IEU-CEPA agar pengusaha lokal siap memaksimalkannya. Beberapa sektor unggulan yang akan difokuskan antara lain tekstil, alas kaki, furniture, dan produk perikanan.

    Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut perundingan IEU-CEPA telah mencapai tahap akhir. Lebih dari 90% dokumen perjanjian telah disepakati, dengan sisanya tinggal pembahasan teknis pada level chief negotiators dan working groups.

    “Hampir seluruh substansi sudah disepakati. Komisioner Uni Eropa akan datang ke Indonesia September nanti membawa memorandum untuk ditandatangani,” kata Airlangga.

    Jika disepakati dan diratifikasi, IEU-CEPA diproyeksikan meningkatkan produk domestik bruto (PDB) Indonesia sebesar 0,19% dan menambah pendapatan nasional hingga US$ 2,8 miliar. Lebih penting lagi, ekspor Indonesia ke Eropa berpotensi naik hingga 50% dalam tiga tahun.

    “Kalau ekspor kita bisa naik 50%, itu setara Vietnam atau Malaysia. Tarif ekspor unggulan yang kini 8-12% bisa ditekan jadi 0%,” tutup Airlangga.

  • APINDO dan Pengusaha Prancis Garap Family Office RI

    APINDO dan Pengusaha Prancis Garap Family Office RI

    Jakarta, CNBC Indonesia – Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) tengah mengkaji kerja sama dengan Asosiasi Pengusaha Prancis terkait pengembangan family office atau bisnis keluarga. Pembahasan ini berlangsung dalam agenda Indonesia-France Business Forum 2025 di Jakarta, Rabu (28/5/2025).

    Acara tersebut mempertemukan asosiasi pengusaha antarnegara, yakni Apindo, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, serta Mouvement des Entreprises de France (MEDEF). Forum ini menjadi lanjutan dari kunjungan Presiden Prancis Emmanuel Macron ke Indonesia.

    Ketua Umum Apindo Shinta Widjaja Kamdani mengungkapkan rencana pembentukan council bisnis sebagai tindak lanjut dari forum ini. Dewan ini nantinya akan memperkuat kolaborasi antara pelaku usaha Indonesia dan Prancis.

    Menurut Shinta, saat ini sudah banyak pelaku usaha Prancis yang beroperasi di Indonesia dan diharapkan dapat terus mengembangkan bisnisnya. Selain itu, kerja sama ini diharapkan mampu menarik lebih banyak investor baru dari Prancis.

    “Dari APINDO sendiri secara khusus kami juga sudah sampaikan bahwa memang kami juga fokus lebih banyak sekali yang namanya bisnis-bisnis keluarga, karena di Prancis maupun di Indonesia ini banyak sekeluarga yang juga mau bisa bekerja sama,” ungkap Shinta di Jakarta.

    Shinta menekankan bahwa Kadin sebagai payung dunia usaha siap mendukung agenda peningkatan investasi dan perdagangan antara kedua negara. Hal ini juga sejalan dengan upaya memaksimalkan manfaat dari perjanjian dagang Indonesia-EU Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA).

    Menurutnya, pelaku usaha nasional harus siap mengeksekusi isi perjanjian yang telah disepakati. Dengan kolaborasi konkret dan strategi terpadu, pelaku usaha Indonesia dapat meraih manfaat maksimal dari hubungan dagang bilateral dan regional tersebut.

    Sebelumnya, Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mulai besok akan membentuk tim untuk merealisasikan pendirian Family Office di Indonesia.

    Menurut Luhut, tim nya sendiri di DEN sudah bergerak sejak 6 bulan lalu untuk mempersiapkan pembentukan Family Office di Indonesia.

    “Ya kita segera, tadi tim bekerja, mulai besok mereka bekerja dengan timnya Pak Airlangga, dengan tim kami, karena sebenarnya kita sudah mengerjakan 6 bulan,” kata Luhut seusai mengadakan pertemuan dengan Airlangga di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Rabu (12/3/2025).

    Luhut berujar, Family Office akan terbentuk pada tahun ini. Ia pun memastikan telah mendapatkan berbagai masukkan dari berbagai pelaku pengelola Family Office, termasuk Ray Dalio, investor AS pendiri Bridgewater Associates yang kini menjadi orang kepercayaan Presiden Prabowo Subianto.

    Prabowo dan seluruh menteri, termasuk Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati ia katakan telah sepakat untuk membentuk Family Office di Indonesia.

    (ayh/ayh)

  • Jurus Jitu Kadin Hadapi Perubahan Iklim – Page 3

    Jurus Jitu Kadin Hadapi Perubahan Iklim – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Dalam menghadapi tantangan global perubahan iklim dan keberlanjutan ekonomi, Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin Indonesia) melalui inisiatif Regenerative Forest Business Hub (RFBH) mengambil langkah strategis untuk mempercepat transformasi sektor kehutanan nasional. Sejak tahun 2022, Kadin RFBH konsisten mendorong adopsi Multiusaha Kehutanan (MUK) sebagai model bisnis regeneratif yang lebih adaptif, berkelanjutan, dan inklusif.

    Transformasi ini berlandaskan pada Peraturan Pemerintah (PP) No. 23 Tahun 2021, yang menggeser fokus pemanfaatan hutan dari berbasis kayu (timber-based) menjadi multi usaha yang lebih beragam, termasuk hasil hutan bukan kayu dan jasa lingkungan. Kadin Indonesia melihat kebijakan ini bukan sekadar perubahan regulasi, melainkan peluang besar bagi dunia usaha untuk meningkatkan performa finansial, memperkuat ketahanan terhadap guncangan ekonomi makro, serta berkontribusi aktif dalam upaya mitigasi perubahan iklim.

    Untuk menyiapkan pondasi bisnis kehutanan regeneratif, Kadin RFBH mengembangkan strategi berbasis tiga pendekatan utama, yaitu Learning melalui pembangunan kapasitas sumber daya manusia lewat pelatihan, studi, dan peer-to-peer review; Dialogue untuk mendorong diskusi multipihak terkait kebijakan, akses pasar, akses keuangan, dan pengembangan produk inovatif; serta Implementation dengan mendampingi perusahaan pemegang Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) dalam menyiapkan dan melaksanakan pilot MUK.

    Menurut Wakil Ketua Umum Koordinator Bidang Pembangunan Manusia, Kebudayaan, dan Keberlanjutan Kadin Indonesia, Shinta Widjaja Kamdani, transformasi bisnis kehutanan menuju model MUK bukan hanya peluang ekonomi, tetapi juga kontribusi nyata dunia usaha untuk menjadi motor perubahan, mengintegrasikan keberlanjutan dalam praktik bisnis, dan memperkuat ketahanan sosial-ekologi Indonesia di masa depan.

    “Transformasi ini tentu tidak terjadi dalam semalam, melainkan membutuhkan pembangunan ekosistem pendukung secara menyeluruh, mulai dari sistem kebijakan, peningkatan kapasitas SDM, hingga penguatan akses pasar, investasi, dan tenaga kerja lokal di daerah terpencil. Sebagai langkah konkret, Kadin RFBH menginisiasi pengembangan pilot MUK sebagai model percontohan untuk semua pihak, sekaligus mendorong integrasi MUK ke dalam RPJMN 2025–2029 sebagai proyek strategis nasional,” ujar Shinta.

     

  • Apindo Hitung Untung Buntung Pelemahan Rupiah Terhadap Dunia Usaha

    Apindo Hitung Untung Buntung Pelemahan Rupiah Terhadap Dunia Usaha

    Bisnis.com, JAKARTA – Pelemahan rupiah mengakibatkan reaksi yang berbeda terhadap dunia usaha. Bagi eksportir, rupiah yang melemah bisa menjadi berkah. Di sisi lain, bagi importir harus siap-siap tertekan oleh tekanan nilai tukar.

    Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani mengatakan pengusaha yang bergerak di sektor berbasis ekspor, terutama di sektor agrikultur, kehutanan, dan pertambangan, akan sangat diuntungkan karena sebagian besar output usahanya berorientasi ekspor.

    “Mereka mendapat keuntungan dari depresiasi rupiah. Harga ekspor menjadi lebih kompetitif di pasar global sehingga barang-barang mereka menjadi lebih menarik di mata pembeli internasional,” kata Shinta kepada Bisnis, baru-baru ini.

    Selain itu, kata Shinta, eksportir akan meraup keuntungan yang lebih besar ketika rupiah terus melemah. Pelemahan rupiah membuat konversi pendapatan dalam dolar ke rupiah meningkat, memperbesar margin keuntungan bagi para eksportir.

    Kendati demikian, ‘berkah’ ini dianggap bisa tidak optimal jika proses produksi para eksportir bergantung kepada bahan baku impor yang menyebabkan keuntungan dari pelemahan nilai tukar akan digerus oleh kenaikan biaya produksi.

    Nasib berbeda justru dialami para importir baik yang mendatangkan barang konsumsi maupun bahan baku. Pelemahan rupiah, kata Shinta, menimbulkan kenaikan biaya yang dapat mendorong kenaikan harga jual, dan berujung pada penurunan permintaan pasar karena pelemahan daya beli konsumen.

    “Pelemahan rupiah memberi tekanan besar pada pelaku usaha yang menggunakan bahan baku utama impor,” ucapnya.

    Data Apindo menunjukkan terjadi peningkatan biaya impor bahan baku sebesar 7,44% secara bulanan pada Februari 2025. Kondisi ini, sebutnya, memperlihatkan beban riil yang ditanggung sektor industri akibat pelemahan rupiah.

    Adapun, kenaikan biaya input akan menggerus margin dan dapat mendorong harga jual naik. Alhasil, inflasi akan terdorong karena proses transmisi imported inflation yang dapat berujung pada penurunan daya beli masyarakat dan pelemahan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Mengingat mayoritas mesin ekonomi kita berasal dari konsumsi masyarakat.

    Dia menambahkan kenaikan harga barang impor atau komponen dalam mata uang asing akan mengganggu struktur biaya dan daya saing. Terutama untuk pelaku UMKM yang lebih sensitif terhadap fluktuasi biaya.

    “Meskipun PMI manufaktur Indonesia membaik ke level 53,6 pada Februari 2025 yang menunjukkan pemulihan sisi supply nasional, tapi hal ini lebih didorong oleh permintaan musiman saat ramadan, bukan karena fundamental yang kuat, seperti kenaikan penghasilan masyarakat,” ujarnya.

    Oleh karena itu, pelemahan rupiah dinilai oleh kalangan pengusaha dalam negeri dapat melemahkan sisi supply (produksi) dan juga demand (konsumsi) perekonomian di Indonesia.

    Shinta pun menilai pentingnya sinergi antara kebijakan moneter, fiskal, dan perdagangan untuk mengatasi dampak pelemahan rupiah dan risiko kurs. Kalangan pengusaha merekomendasikan beberapa hal kepada pemerintah.

    Pertama, menjaga stabilitas nilai tukar rupiah yang lebih mencerminkan kondisi fundamentalnya. Kedua, menyeimbangkan antara kepentingan daya saing ekspor dan melindungi konsumsi domestik, khususnya masyarakat menengah-bawah.

    Ketiga, melakukan diversifikasi sumber bahan baku dengan produk lokal untuk mengurangi ketergantungan pada impor dan risiko valas yang ditimbulkan.

    Keempat, menguatkan koordinasi stabilitas harga dan daya beli dengan memastikan kebutuhan domestik dengan kebijakan impor-ekspor telah matching serta alokasi dan program subsidi yang terarah.

    Kelima, mengoptimalkan kebijakan DHE melalui pemberian insentif menarik dan fleksibilitas pengelolaan dana.

    Pelaku usaha pun berharap implementasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 8 Tahun 2025 tentang Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA) yang efektif awal Maret 2025 berjalan lancar agar benar-benar berdampak kepada perekonomian nasional secara luas.

    Dalam hal ini, pemerintah berupaya mengoptimalkan DHE dalam menyokong stabilitas Perekonomian nasional dan membuat skema insentif bagi eksportir yang akan memarkir dana di dalam negeri, serta mekanisme pengelolaan yang lebih fleksibel dibanding peraturan sebelumnya. 

  • APINDO Beri Usul ke Pemerintah Terkait Tarif Dagang Trump untuk Dunia Usaha

    APINDO Beri Usul ke Pemerintah Terkait Tarif Dagang Trump untuk Dunia Usaha

    PIKIRAN RAKYAT – Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) memberikan sejumlah masukan ke pemerintah dalam merespons kebijakan perang tarif Presiden Amerika Serikat Donald Trump ke Indonesia. Adapun Presiden AS Donald Trump pada Rabu, 2 April 2025, mengumumkan tarif baru terhadap sejumlah negara dan mengenakan tarif timbal balik atau resiprokal sebesar 32 persen terhadap Indonesia.

    Ketua Apindo Shinta Widjaja Kamdani memandang bahwa kebijakan tarif Trump perlu ditangani secara terkoordinasi dan kolektif antara semua pemangku kepentingan, baik itu Pemerintah Indonesia maupun pelaku usaha.

    Pelaku usaha memantau dengan seksama dinamika kebijakan dagang Amerika AS sejak wacana kebijakan tarif reciprokal AS beredar. Pasalnya, penerapan tarif tinggi Trump menjadi tantangan global yang tidak hanya berdampak pada Indonesia, tetapi juga bagi seluruh negara yang memiliki surplus perdagangan dengan AS.

    “Kebijakan ini tentu menimbulkan kekhawatiran di kalangan dunia usaha maupun masyarakat luas, karena berpotensi membawa dampak signifikan terhadap stabilitas arus perdagangan internasional,” kata Shinta dalam pesan tertulis yang diterima, pada Kamis, 3 April 2025.

    “Kami terus berkoordinasi dengan Pemerintah Indonesia, baik di dalam negeri maupun melalui perwakilan di AS, serta menjalin komunikasi dengan pemangku kepentingan, mitra usaha, hingga perwakilan pemerintah AS untuk merumuskan langkah-langkah strategis bagi eksportir Indonesia yang terdampak,” ucapnya.

    Apindo memberikan sejumlah masukan ke pemerintah untuk menghadapi tarif dagang Trump tersebut. Pemerintah didorong untuk melakukan kesepakatan bilateral dengan pemerintah AS untuk memastikan Indonesia mendapatkan akses pasar terbaik dan saling menguntungkan (win-win). Pemerintah perlu menyakinkan bahwa barang impor dari Indonesia dipandang bukan sebagai ancaman bagi negara AS.

    Maka dari itu penciptaan integrasi pasok antara industri Indonesia dan industri di AS perlu dilakukan.

    Selain itu, pendekatan tematik seperti kerja sama di sektor energi, critical minerals, dan farmasi, tanpa harus langsung masuk ke negosiasi FTA (free trade agreement) yang kompleks.

    Berikutnya, melakukan evaluasi terkait penerapan prinsip reciprokal secara menyeluruh, termasuk dengan memperhatikan tarif dan hambatan non-tarif atas produk impor dari AS ke Indonesia. Kemudian, mendorong diversifikasi pasar tujuan ekspor Indonesia.

    “Kami juga mendorong pemerintah untuk memanfaatkan secara maksimal perjanjian dagang yang telah ada (FTA/CEPA), serta mempercepat penyelesaian perjanjian yang masih dalam proses negosiasi, seperti Indonesia–EU CEPA (perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Uni Eropa),” ujarnya.

    Lebih lanjut, pemerintah perlu mendukung revitalisasi industri padat karya serta melakukan deregulasi. Hal ini supaya daya saing produk Indonesia di pasar ekspor global dapat meningkat.

    Shinta tidak membantah bahwa selama ini daya saing produk ekspor nasional memiliki ketergantungan pada pasar AS, seperti produk tekstil, alas kaki, furniture, elektronik, batubara, olahan nikel, dan produk agribisnis.

    “Reformasi kebijakan yang adaptif dan berpihak pada industri perlu terus diperkuat agar produk Indonesia tetap kompetitif secara global,” ujarnya.

    Dia berharap agar kolaborasi antara dunia usaha dengan pemerintah terus diperkuat untuk menjaga stabilitas iklim usaha nasional di tengah dinamika global. Dia meyakini bahwa ketahanan ekonomi hanya dapat terjaga jika respons terhadap tantangan eksternal dibangun secara kolektif, terukur, dan berbasis dialog erat antara pemerintah dan pelaku usaha.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News