Tag: Shinta Kamdani

  • Formula Kenaikan UMP 6,5% di 2025 Dipertanyakan, Airlangga Buka Suara

    Formula Kenaikan UMP 6,5% di 2025 Dipertanyakan, Airlangga Buka Suara

    Jakarta

    Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto buka suara terkait keputusan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2025 sebesar 6,5% yang dipertanyakan pengusaha. Landasan itu disebut memperhitungkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi.

    “UMP 2025 kan landasannya baik itu inflasi maupun pertumbuhan ekonomi,” kata Airlangga kepada wartawan saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (2/12/2024).

    Airlangga menyebut pemerintah juga sudah melihat struktur biaya di masing-masing sektor jika UMP 2025 naik 6,5%. Hal ini menjawab kekhawatiran pengusaha yang menilai kenaikan itu ketinggian dan berpotensi menimbulkan pemutusan hubungan kerja (PHK).

    “Tentu kan kita lihat cost daripada tenaga kerja kan tergantung sektor. Kalau sektornya padat karya sekitar 30%, non padat karya pengaruh cost of labour itu di bawah 15%. Jadi pemerintah sudah melihat terhadap cost structure di setiap sektor,” ucapnya.

    Airlangga mengaku telah bertemu kalangan pengusaha di Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia. Keputusan PHK dinilai sudah menjadi langkah terakhir dari pengusaha.

    “Ya tentu PHK itu langkah terakhir dari pengusaha. Kemarin aja ada pertemuan Rapimnas Kadin, jadi sudah jelas di Rapimnas Kadin,” imbuhnya.

    Sebelumnya, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengaku belum ada penjelasan komprehensif terkait metodologi perhitungan kenaikan UMP 2025, terutama apakah telah memperhitungkan variabel produktivitas tenaga kerja, daya saing dunia usaha dan kondisi ekonomi aktual.

    “Metodologi penghitungan tersebut penting, agar kebijakan yang diambil mencerminkan keseimbangan antara kesejahteraan pekerja dan keberlanjutan dunia usaha. Penjelasan penetapan UMP 2025 ini juga diperlukan bagi dunia usaha untuk mengambil sikap ke depan terhadap ketidakpastian kebijakan pengupahan yang masih terus berlanjut,” kata Ketua Umum Apindo Shinta Kamdani dalam keterangan tertulis, Minggu (1/12).

    Shinta menyatakan bahwa kenaikan UMP yang cukup signifikan ini akan berdampak langsung pada biaya tenaga kerja dan struktur biaya operasional perusahaan, khususnya di sektor padat karya.

    “Kami mendorong kepada pemerintah agar dapat memberikan penjelasan lebih rinci mengenai dasar penetapan kenaikan UMP ini serta mempertimbangkan masukan dari dunia usaha untuk memastikan implementasi kebijakan yang efektif dan berkelanjutan,” tambah Shinta.

    Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo, Bob Azam menyayangkan masukan dunia usaha yang tidak didengarkan dalam penetapan kebijakan ini. Menurutnya, Apindo selama ini telah berpartisipasi secara aktif dan intensif dalam diskusi terkait penetapan kebijakan upah minimum.

    “Kami telah memberikan masukan yang komprehensif dan berbasis data mengenai fakta ekonomi, daya saing usaha, serta produktivitas tenaga kerja. Namun, masukan dari dunia usaha sebagai aktor utama yang menjalankan kegiatan ekonomi nampaknya belum menjadi bahan pertimbangan utama dalam pengambilan keputusan,” terang Bob.

    (acd/acd)

  • Pengusaha Pertanyakan Dasar Hitungan Prabowo Naikkan UMP 6,5 Persen

    Pengusaha Pertanyakan Dasar Hitungan Prabowo Naikkan UMP 6,5 Persen

    Jakarta, CNN Indonesia

    Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mempertanyakan dasar hitungan kenaikan upah minimum provinsi (UMP) sebesar 6,5 persen di 2025.

    Para pengusaha menunggu penjelasan resmi dan detail dari pemerintah usai Presiden Prabowo Subianto mengumumkan kenaikan UMP tahun depan.

    Ketua Umum Apindo Shinta Kamdani menilai besaran kenaikan UMP sebesar 6,5 persen tidak sesuai dengan kondisi perekonomian saat ini.

    “Kami mendorong kepada pemerintah agar dapat memberikan penjelasan lebih rinci mengenai dasar penetapan kenaikan UMP ini, serta mempertimbangkan masukan dari dunia usaha untuk memastikan implementasi kebijakan yang efektif dan berkelanjutan,” ujar Shinta dalam keterangan resmi, Sabtu (30/11).

    Apindo sendiri sebelumnya mendorong pemerintah tetap menggunakan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023 tentang Pengupahan sebagai dasar perumusan UMP 2025. Sebab, formulasi dalam beleid tersebut dinilai paling adil bagi pekerja dan pengusaha.

    “Namun, masukan dari dunia usaha sebagai aktor utama yang menjalankan kegiatan ekonomi nampaknya belum menjadi bahan pertimbangan utama dalam pengambilan keputusan,” imbuhnya.

    Ia khawatir kenaikan UMP sebesar 6,5 persen di 2025 memicu Pemberhentian Hubungan Kerja (PHK) hingga menghambat lapangan kerja baru. Hal tersebut bisa saja terjadi sebab nilai kenaikan UMP terlalu besar. Kenaikan juga diberikan di tengah kondisi ekonomi nasional yang masih menghadapi tantangan global dan tekanan domestik.

    Apalagi, katanya, sudah bisa dipastikan bahwa kenaikan UMP yang cukup signifikan ini akan meningkatkan biaya produksi dan mengurangi daya saing produk Indonesia, baik di pasar domestik maupun internasional.

    “Hal ini dikhawatirkan akan dapat memicu gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) serta menghambat pertumbuhan lapangan kerja baru,” pungkasnya.

    Presiden Prabowo Subianto mengumumkan kenaikan UMP sebesar 6,5 persen di 2025. Pengumuman dilakukan langsung dari Kantor Presiden.

    “Menaker mengusulkan kenaikan upah minimum sebesar 6 persen. Namun, setelah membahas dan melaksanakan pertemuan dengan pimpinan buruh, kita umumkan untuk naikkan upah rata-rata minimum nasional 6,5 persen,” kata Prabowo.

    (pta/pta)

  • UMP Naik 6,5 Persen, Apindo Khawatir Gelombang PHK dan Lapangan Kerja yang Sulit

    UMP Naik 6,5 Persen, Apindo Khawatir Gelombang PHK dan Lapangan Kerja yang Sulit

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Keputusan pemerintah untuk menaikkan upah minimum provinsi (UMP) pada 2025 sebesar 6,5 persen, tampaknya sedikit mengkhawatikan kalangan pengusaha.

    Kekhawatiran itu disampaikan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo). Mereka buka suara usai Presiden Prabowo Subianto mengumumkan kenaikan Upah Minimum Provinsi atau UMP 2025 sebesar 6,5 persen.

    Ketua Umum Apindo, Shinta Kamdani mengaku khawatir, bahwa kenaikan UMP 2025 tersebut dapat memicu Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), hingga menghambat pertumbuhan lapangan kerja baru.

    “Hal ini dikhawatirkan akan dapat memicu gelombang PHK serta menghambat pertumbuhan lapangan kerja baru,” ujar Shinta dalam keterangannya, Minggu (1/12).

    Dia menilai, kenaikan UMP 2025 ini terlalu besar. Pasalnya saat ini pengusaha masih berkutat pada tantangan global dan tekanan domestik. Sementara pihaknya menilai, kenaikan UMP 2025 ini sudah pasti akan meningkatkan biaya produksi dan mengurangi daya saing produk Indonesia, baik di pasar domestik maupun internasional.

    Meski begitu, hingga kini Apindo masih menunggu penjelasan resmi dan detail dari pemerintah mengenai keputusan UMP 2025 tersebut. Apalagi, besaran kenaikan dinilai tidak sesuai dengan kondisi perekonomian saat ini.

    “Kami mendorong kepada pemerintah agar dapat memberikan penjelasan lebih rinci mengenai dasar penetapan kenaikan UMP ini serta mempertimbangkan masukan dari dunia usaha untuk memastikan implementasi kebijakan yang efektif dan berkelanjutan,” jelas Shinta.

    Lebih lanjut, Shinta mengaku pihaknya sudah dilibatkan dalam beberapa diskusi terkait penetapan kebijakan UMP 2025. Namun, dari masukan yang diberikan berupa fakta ekonomi, daya saing usaha, serta produktivitas tenaga kerja, Apindo merasa putusan akhir pemerintah tak mempertimbangkan hal-hal tersebut.

  • PPN Jadi 12% Kabarnya Mau Diundur, Ini Respons Pengusaha

    PPN Jadi 12% Kabarnya Mau Diundur, Ini Respons Pengusaha

    Jakarta

    Pengusaha masih menunggu stimulus yang akan diberikan pemerintah terkait kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%. Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengaku mengapresiasi pemerintah lantaran mendengar imbauan dari masyarakat mengenai penundaan kenaikan PPN menjadi 12%.

    Ketua Apindo, Shinta Kamdani mengatakan, akan menyulitkan jika kenaikan PPN menjadi 12% dilakukan saat ini. Shinta mengaku ingin terlebih dahulu melihat seperti apa stimulus yang diberikan pemerintah, dan kepada siapa stimulus itu ditujukan.

    “Kami mau lihat dulu stimulusnya itu apa. Karena kami merasa sekarang ini dengan kondisi seperti ini akan mempersulit dengan penambahan PPN menjadi 12%, pajak 12%. Ini juga akan lebih menyulitkan terutama dalam sektor formal, karena yang membayar pajak itu sektor formal,” ucap Shinta dalam acara Klingking Fun, Jakarta, Rabu (27/11/2024).

    Imbauan soal menunda kenaikan PPN menjadi 12% tidak hanya dilontarkan dari pihak pengusaha, melainkan juga dari masyarakat bahkan juga dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Itu sebabnya, Shinta berharap pemerintah bisa mendengar dan mempertimbangkan penundaan kenaikan PPN menjadi 12%.

    “Saya rasa pemerintah pada saat ini dalam posisi untuk mau mendengar, mungkin masukan-masukan. Walaupun semua pihak juga sudah memberikan masukan, berkirim surat secara formal dan lain-lain. Tapi mungkin mau bertukar pikiran dan kita coba untuk saya rasa bersama-sama. Saya yakin pemerintah juga mengerti kok situasi yang kita hadapi,” beber Shinta.

    Shinta menyampaikan, menyoal kenaikan PPN ini bukanlah sesuatu hal yang baru. Ia bilang bahwa rencana kenaikan PPN menjadi 12% suadh direncanakan sesuai dengan aturan dan regulasi yang ada. “Tetapi kondisi ekonomi seperti ini ‘kan kita tidak tahu. Ini ‘kan terjadi. Oleh karena itu, saya rasa perlu menjadi perhatian dan saya yakin pemerintah akan bisa mempertimbangkan.”

    Sebelumnya, Ketua Dewan Ekonomi Nasional Indonesian Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan pembelakuan PPN menjadi 12% akan diundur. Hal itu dilakukan karena pemerintah tengah menggodok stimulus untuk masyarakat menengah ke bawah.

    Untuk diketahui PPN 12% rencananya akan berlaku pada 1 Januari 2025. Kebijakan itu seusai amanah Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

    “Ya hampir pasti diundur, biar dulu jalan tadi yang ini. (Menunggu kebijakan stimulus?) Ya kira-kira begitulah,” kata Luhut ditemui di TPS 004, Kelurahan Kuningan Timur, Jakarta Selatan, Rabu (27/11).

    (acd/acd)

  • APINDO Ingin Kenaikan UMP 2025 Diselesaikan Secara Bipartit Acu PP 51

    APINDO Ingin Kenaikan UMP 2025 Diselesaikan Secara Bipartit Acu PP 51

    Jakarta, CNN Indonesia

    Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) menilai formula penetapan upah minimum provinsi (UMP) tahun 2025 yang paling adil adalah tetap mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.

    “Rumus yang ada saat ini, yang terakhir, PP 51, itu adalah perubahan yang keempat kalinya, amandemen yang keempat kalinya, yang menurut kita sudah cukup fair,” kata Ketua Bidang Ketenagakerjaan APINDO Bob Azam dalam media briefing di Jakarta, Selasa (26/11).

    Kendati demikian, Bob mengatakan APINDO lebih mendorong pengaturan upah di atas upah minimum melalui negosiasi bipartit di masing-masing perusahaan.

    “Kita sebenarnya ingin mendorong upah bipartit yaitu upah yang diputuskan di masing-masing perusahaan karena yang paling tahu maju dan mundurnya perusahaan ya perusahaan itu dan serikat pekerjanya,” katanya.

    Bob mengatakan pihaknya telah bertemu dengan Menteri Ketenagakerjaan Yassierli membahas soal UMP. Pengusaha katanya telah menyampaikan kekecewaan kepada Yassierli karena formuasi UMP yang berubah-ubah sehingga membuat investor enggan masuk ke Indonesia.

    Ia mencatat setidaknya sudah tiga kali Indonesia kehilangan kesempatan menjadi negara maju karena isu perburuhan selama 13 tahun terakhir.

    “Jadi tiga kali lost opportunity hanya karena masalah upah minimum dan sampai 13 tahun belum selesai. Kita sampaikan kepada Menteri Ketenagakerjaan kita kecewa,” katanya.

    Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum Apindo Shinta Kamdani mengatakan perubahan formula UMP memang membuat investor asing enggan menanamkan modalnya ke Indonesia. Ia sendiri mengaku sudah mendengar langsung keluhan tersebut.

    “Ini menimbulkan ketidakpastian bagi investor. Saya baru lawatan luar negeri di mana kita mempromosikan Indonesia selalu mengatakan open for business, tapi dengan kondisi seperti ini saya banyak dapat pertanyaan ini apa yang terjadi, kenapa banyak ketidakpastian, mengapa ada perubahan (UMP) lagi. Ini semua banyak pertanyaannya,” katanya.

    Shinta mengatakan pengusaha selama ini telah mengikuti aturan upah yang selama ini ditetapkan pemerintah. Padahal keinginan pengusaha katanya sebenarnya sudah tidak terpenuhi dengan aturan yang ada.

    “Di PP 36 yang diputuskan (formula UMP) adalah pertumbuhan ekonomi atau inflasi, mana yang lebih tinggi. Itu sudah diubah jadi PP 51 itu pertumbuhan ekonomi dan inflasi plus koefisien. Jadi kalau ditanya keinginan pelaku usaha apa, itu sudah lewat dari keinginan. Jadi sekarang kita udah enggak ngomongin keinginan,” katanya.

    (del/agt)

  • Forum Bisnis Indonesia-Brasil Hasilkan Kerja Sama Rp42 Triliun

    Forum Bisnis Indonesia-Brasil Hasilkan Kerja Sama Rp42 Triliun

    Jakarta: Forum Bisnis Indonesia-Brasil (FBIB) menghasilkan lima nota kesepakatan (MoU). Kerja sama antara korporasi Indonesia dan korporasi Brasil itu menyentuh angka USD2,65 miliar atau sekitar Rp42 triliun.
     
    Turut menyaksikan penandatanganan MoU adalah Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto; Utusan Khusus Presiden/Ketua Dewan Penasihat Kadin Indonesia Hashim S Djojohadikusumo; dan Ketua Umum Kadin Indonesia Anindya Bakrie.
     
    “Forum ini menekankan komitmen Indonesia mendorong pembangunan berkelanjutan lewat kemitraan dengan negara-negara seperti Brasil,” kata Presiden Prabowo Subianto saat menghadiri FBIB di sela penyelenggaraan KTT G20, di Istana Copacabana, Rio De Janeiro, Brasil, dikutip dari Antara, Senin, 18 November 2024.
    Prabowo mengatakan Indonesia dan Brasil merupakan negara yang kaya sumber daya alam dan biodiversitas. Artinya, memiliki peluang kerja sama tidak hanya terkait perdagangan, tetapi juga dalam mewujudkan agenda pembangunan global. 
     
    Kerja sama berbagai sektor
    FBIB sepakat bekerja sama dalam isu-isu utama seperti energi terbarukan, agrikultur berkelanjutan, dan pengurangan emisi karbon. Prabowo berharap kerja sama ini mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan hubungan bisnis kedua negara.
     
    “Kita bisa mewujudkan masa depan yang lebih baik bagi kedua negara dan berkontribusi pada capaian tujuan pembangunan global,” kata Prabowo.
     
    Ketua Dewan Penasihat Kadin Indonesia Hashim S Djojohadikusumo mengapresiasi penandatanganan MoU antarperusahaan besar kedua negara. “Forum ini menandakan Indonesia terbuka untuk bisnis,” ujar Hashim.
     
    Ketum Kadin Indonesia Anindya Bakrie mengaku bangga menjadi bagian dari kerja sama transformatif ini. “MoU ini merepresentasikan babak baru dari kolaborasi kita (Indonesia-Brasil), utamanya di sektor vital seperti energi terbarukan, agrikultur, dan teknologi,” kata dia.
     
    Tentang FBIB
    FBIB digelar dalam konteks berbagi komitmen di antara Indonesia dan Brasil untuk pembangunan berkelanjutan dan pertumbuhan ekonomi. Indonesia dan Brasil sama-sama merupakan rumah dari hutan hujan tropis terbesar dunia dan berperan penting bagi regulasi iklim dan pelestarian biodiversitas.
     
    FBIB juga fokus mengeksplorasi peluang-peluang kolaborasi baru, teruta terkait perdagangan, investasi, energi, dan pembangunan berkelanjutan. Tema-tema itu sekaligus menjadi tema utama dari Presidensi G20 di Brasil, yakni Building a Just World and a Sustainable Planet.
     
    Acara FBIB diprakarsai Kementerian Luar Negeri Indonesia, Kadin Indonesia, serta berkolaborasi dengan Kedutaan Besar Indonesia di Brasil dan bermitra dengan RGE di Brasil melalui Bracell.
     
    Hadirkan CEO Dialogue
    Usai penandatanganan MoU, FBIB menghadirkan CEO Dialogue. Pesertanya adalah gabungan antara CEO Indonesia dan Brasil. 
     
    CEO Dialogue menghadirkan paparan dari pelaku bisnis Indonesia yang memiliki usaha di Brasil. Salah satunya adalah Managing Director Royal Golden Eagle (RGE) Anderson Tanoto. Anderson berbagi wawasan tentang kontribusi RGE di sektor biofuel di Brasil. 
     
    Hadir juga Country Head FKS Group di Indonesia, Yanuar Samron. Dia menekankan poin pembelajaran dari praktik perkebunan tebu di Brasil serta potensi aplikasinya di industri bioetanol Indonesia.
     
    Acara FBIB diprakarsai oleh Kementerian Luar Negeri Indonesia, Kadin Indonesia, serta berkolaborasi dengan Kedutaan Besar Indonesia di Brasil dan bermitra dengan RGE di Brasil melalui Bracell.
     
    Kerja sama Indonesia-Brasil
    Kerja sama ekonomi bilateral antara Indonesia dan Brasil terus meningkat beberapa tahun terakhir. Pada 2022, Indonesia mengekspor barang senilai USD1,91 miliar dengan produk utama sawit, minyak kelapa, dan karet.
     
    Sebaliknya, Brasil mengekspor barang senilai USD359 juta pada 2024 dengan menghasilkan neraca perdagangan positif senilai USD169 juta. 
     
    “Dengan memanfaatkan kekuatan ekonomi masing-masing dan keahlian di industri kunci seperti agribisnis, biofuel, dan pertambangan, kita mendorong pertumbuhan ekonomi sambil berbagi tanggung jawab memastikan masa depan yang berkelanjutan bagi generasi mendatang,” kata Presiden Brazilian National Confederation of Industry (CNI), Ricardo Alban.
     

    Wakil Ketua Umum Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Kadin Indonesia, Shinta Kamdani, mengatakan FBIB menjadi contoh bagaimana pengaruh kemitraan internasional dalam menciptakan solusi nyata untuk mengatasi tantangan global. 
     
    Tidak hanya memperkuat ikatan bisnis, FBIB juga membangun aliansi untuk mendorong inovasi dan keberlanjutan di berbagai sektor dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan. 
     
    “Hari ini diskusi dan penandatanganan MoU menunjukkan komitmen kedua negara dalam mengatasi tantangan kunci seperti perubahan iklim, ketahanan pangan, dan energi terbarukan,” kata Shinta yang juga merupakan International Advocacy Caucus B20 2024 Brasil.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (UWA)

  • Bahas UMP 2025 Bersama Apindo, Airlangga Harap Pengupahan Cerminkan Perkembangan Ekonomi

    Bahas UMP 2025 Bersama Apindo, Airlangga Harap Pengupahan Cerminkan Perkembangan Ekonomi

    Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Koordinator (Menko) Airlangga Hartarto bertemu dengan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani dan jajarannya. Pertemuan ini membahas kebijakan pemerintah terkait upah minimum provinsi (UMP) 2025. Airlangga berharap pengupahan mencerminkan perkembangan perekonomian.

    “Pertemuan kali ini adalah pertemuan untuk mendengar masukan dari Apindo. Kita ketahui bahwa Apindo ini bagian dari tripartit dengan serikat pekerja dan pemerintah, terutama dalam siklus terkait dengan pengupahan,” ujar Airlangga, di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Rabu (30/10/2024).

    Airlangga mengatakan, pengusaha berharap kebijakan upah minimum bagi pekerja dapat mempertimbangkan sejumlah faktor, di antaranya, mencerminkan perkembangan perekonomian, berbasis regulasi, tak hanya berpatokan pada UMP tetapi juga mempertimbangkan struktur skala upah, serta menyesuaikan produktivitas perusahaan.

    “Tentu dalam pembicaraan tadi juga muncul terkait dengan kondisi terkini daripada industri padat karya. Dalam pembahasan juga para pengusaha yang tercakup dalam Apindo yang terdiri dari berbagai sektor, termasuk otomotif, kawasan industri, retail, dan tekstil. Mereka mengharakan pengupahan dapat mencerminkan terkait dengan perkembangan perekonomian,” terangnya.

    Dalam kesempatan yang sama, Shinta menuturkan bahwa para pengusaha merekomendasikan kepada pemerintah agar penetapan UMP 2025 dapat menyesuaikan kondisi perusahaan, khususnya yang bergerak di industri padat karya yang tengah terpukul.

    “Oleh karenanya kami mengimbau bahwa tantangan ini harus kita perhatikan bersama. Dengan kondisi seperti ini, kita juga perlu mewaspadai, dan jangan sampai kondisi yang sudah berat ini akan bisa tambah besar yang harus dihadapi,” kata Shinta.

    Shinta menyampaikan, Apindo juga sebelumnya telah merekomendasikan kepada Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) agar pengupahan pekerja tidak hanya berpatokan dengan UMP, tetapi penetapannya harus diserahkan kepada pelaku usaha masing-masing.

    “Tadi kami mengedepankan mengenai isu bipartit. Jadi di atas UMP sebaiknya diserahkan kepada pelaku usaha masing-masing, karena kondisinya juga berbeda-beda. Jadi ini ada negosiasi bipartit dan social dialogue yang terus kami ke depankan dengan para pekerja,” pungkasnya.

  • Apindo Minta Penghitungan UMP 2025 Sesuai PP Pengupahan

    Apindo Minta Penghitungan UMP 2025 Sesuai PP Pengupahan

    Jakarta, Beritasatu.com – Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) meminta pemerintah untuk tetap menggunakan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023 tentang Pengupahan sebagai dasar penyusunan upah minimum provinsi (UMP) 2025. Regulasi tersebut dinilai sudah memiliki komponen yang tepat dalam penyusunan UMP.

    Hal ini sebagai respons Apindo terhadap permintaan serikat pekerja yang meminta kenaikan upah minimum hingga 10% pada 2025. Kalangan pengusaha menilai setiap daerah memiliki standar yang berbeda untuk menentukan UMP.

    “Jadi tidak bisa disamaratakan semua daerah di Indonesia. Provinsi, kabupaten, dan kota itu semua sudah ada formulanya. Jadi kami harapkan dan mengimbau bahwa kita tetap ada konsisten kepada formula yang sudah ditetapkan oleh pemerintah,” ucap Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani dalam konferensi pers di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian pada Rabu (30/10/2024).

    Dalam PP 51/2023 disebutkan, kenaikan upah minimum dengan rumus inflasi ditambahkan pertumbuhan ekonomi dan dikalikan dengan indeks. Koefisien merupakan variabel yang berada dalam rentang nilai 0,1 sampai dengan 0,3.

    “Karena kalau kita setiap kali harus mengubah aturan kan jadi susah. Ini kan yang penting buat pengusaha itu kepastian. Formula itu ada kan untuk kita ikuti,” tutur Shinta.

    Sementara, Sekjen Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia Timboel Siregar mengatakan, dengan deflasi yang terjadi selama 5 bulan terakhir menunjukkan bahwa daya beli masyarakat turun.

    Menurut dia, untuk mengembalikan daya beli masyarakat, khususnya untuk segmen pekerja, seharusnya pemerintah memberikan perlakuan khusus terhadap kenaikan upah minimum pada 2025.

    “Permintaan serikat pekerja dengan kenaikan hingga 10% cukup rasional,” kata Timboel.

    Dia mengatakan, apabila kenaikan upah minimum 2025 menggunakan formula dalam PP 51/2023, maka daya beli buruh belum mampu untuk pulih sehingga penurunan daya beli buruh masih berlanjut.

    “Oleh karenanya penting adanya kebijakan khusus dengan menetapkan indeks menjadi 0,8-1, sehingga kenaikan upah minimum bisa di atas 6%. Dengan asumsi inflasi 2,5 % dan pertumbuhan ekonomi 5%,” terang Timboel.

    Kemudian, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal meminta, kenaikan upah minimum 2025 sebesar 8% hingga 10%. Adapun dasar perhitungan kenaikan tersebut, yakni pertama, inflasi 2025 yang diperkirakan sebesar 2,5% dan pertumbuhan ekonomi sekitar 5,2%. Jika dijumlahkan, maka inflasi dan pertumbuhan ekonomi menghasilkan angka 7,7%.

    Selain itu, di kawasan industri, pada 2024, buruh  memiliki tambahan biaya hidup yang belum diakomodasi dari kenaikan gaji. Sebagai contoh, inflasi di kawasan industri, terutama di Jabotabek, tercatat 2,8%, sementara kenaikan upah hanya 1,58%.

    “Artinya, buruh harus nombok sekitar 1,3% dari selisih antara inflasi 2,8% dan kenaikan upah 1,58%. Berdasarkan perhitungan tersebut angka 8%  berasal dari inflasi dan pertumbuhan ekonomi ditambah faktor tambahan biaya hidup sebesar 1,3%,” tutur Said.

    Kedua, ada faktor disparitas upah yang juga menjadi perhatian. Di wilayah-wilayah yang berbatasan, kesenjangan upah atau disparitas masih tinggi. Misalnya, upah di Karawang lebih tinggi dibandingkan di Purwakarta, dan upah di Purwakarta lebih tinggi dibandingkan di Subang. Untuk mengatasi kesenjangan ini, ditambahkan angka disparitas sebesar 2%.

    “Berdasarkan analisis litbang Partai Buruh dan KSPI, tambahan ini menghasilkan kenaikan 10%, untuk mencegah kesenjangan yang semakin melebar,” ujar Said.

    Sementara itu, Wakil Ketua Umum Apindo Bidang Ketenagakerjaan Bob Azam mengatakan, perusahaan tidak hanya memperhatikan UMP tetapi juga harus memperhatikan struktur dan skala upah. Upaya kenaikan upah diperhitungkan berdasarkan produktivitas. Lantaran perhitungan berdasarkan UMP hanya untuk masa kerja sampai dengan satu tahun.

    “Kita mendorong dengan perhitungan struktur dan skala upah, jadi jangan setiap tahun kita ribut upah minimum tetapi lupa untuk bicara mengenai upah yang di atas upah minimum yang sesuai dengan produktivitas,” kata Bob.

    Dia mengatakan, apabila produktivitas karyawan tinggi dan kinerja perusahaan bagus, maka perusahaan bisa memberikan kenaikan gaji berdasarkan struktur dan skala upah. Namun, hal itu harus berdasarkan kesepakatan antara perusahaan dan pekerja.

    “Jadi demokratisasi itu harus dimulai dari level perusahaan. Upah minimum tetap ada tetapi lebih dari itu sebaiknya diakomodasi melalui struktur upah masing-masing perusahaan karena yang paling tahu maju mundurnya perusahaan itu adalah bipartit perusahaan,” terang Bob.