Tag: Shinta Kamdani

  • Biaya Berusaha di RI Masih Tinggi, Bikin Ekonomi Susah Naik

    Biaya Berusaha di RI Masih Tinggi, Bikin Ekonomi Susah Naik

    Jakarta

    Tingginya biaya dalam sektor ekonomi masih menjadi tantangan struktural yang menghambat daya saing Tanah Air. Pihak pengusaha menilai, biaya yang tinggi seperti dari sektor logistik, energi, tenaga kerja, dan pinjaman menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara dengan biaya berusaha tertinggi di ASEAN-5 (yang terdiri dari negara Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand, dan Filipina).

    Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Kamdani, mengatakan bahwa biaya logistik mencapai 23,5% dari produk domestik bruto (PDB). Angka ini menunjukkan Indonesia jauh lebih tidak efisien dibandingkan dengan Malaysia dengan persentase 12,5% dan Singapura dengan persentase 8%.

    “Kalau kita lihat itu yang namanya labor cost, logistic cost, energy cost ini Indonesia termasuk salah satu yang paling tinggi di ASEAN, dan di sini biaya logistik ini walaupun kita melihat upaya pemerintah untuk mau menurunkan, tetapi dalam kenyataannya di lapangan ini masih tidak kompetitif dan sangat tinggi,” terang Shinta dalam acara Outlook Ekonomi & Bisnis Apindo 2025 di Kantor Apindo, Jakarta, Kamis (19/12/2024).

    Di sisi lain, survei Apindo mencatat ada sebanyak 61,26% pelaku usaha yang kesulitan mengakses pinjaman, dan data menunjukkan ada sebanyak 43,05% perusahaan menilai bahwa suku bunga pinjaman terlalu tinggi. Selain itu, sekitar 64,28% perusahaan menyatakan reformasi regulasi belum menjamin kemudahan dan kepastian usaha.

    “Kemudian ditambah biaya-biaya seperti perizinan, regulasi, dan lain-lain yang juga menambah cost of doing business. Jadi, kita selalu mengatakan kunci utama adalah bagaimana Indonesia bisa memperbaiki high cost economy yang ada. Supaya kita bisa lebih kompetitif,” tambah Shinta.

    Shinta mengelaborasi lebih lanjut terkait dengan agenda strategis yang dirasa perlu untuk dilakukan pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, yakni mulai dari hilirisasi komoditas di sektor strategis; penguatan UMKM secara konsisten dan terarah dengan pendekatan pentahelix; penguatan ekosistem ekonomi digital; optimalisasi sektor hijau; pencapaian swasembada pangan; penyederhanaan perizinan, peningkatan transparansi, dan konsistensi kebijakan dalam mendukung iklim investasi; dan optimalisasi online single submission risk based approach (OSS-RBA).

    Tonton Video: Apakah PPN 12% Akan Berpengaruh Besar Pada Ekonomi Indonesia?

    (eds/eds)

  • Tidak Ada Lompatan Besar, Apindo Prediksi Pertumbuhan Ekonomi RI Tahun Depan di Angka 5,2 Persen – Halaman all

    Tidak Ada Lompatan Besar, Apindo Prediksi Pertumbuhan Ekonomi RI Tahun Depan di Angka 5,2 Persen – Halaman all

    Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun depan akan berada di kisaran 4,9 persen hingga 5,2 persen.

    “Kita memprediksi tahun 2025 tidak akan ada lompatan yang terlalu tinggi. Jadi prediksi kami di tahun depan itu pertumbuhannya itu antara 4,9 sampai 5,2 [persen]. Jadi mungkin cenderung lebih 5 ke atas lah,” kata Ketua Umum Apindo Shinta Kamdani dalam konferensi pers di kantor Apindo, Jakarta Selatan, Kamis (19/12/2024).

    Shinta mengungkap ada beberapa faktor yang mempengaruhi prediksi Apindo. Pertama, faktor eksternal yang masih dipengaruhi oleh ketegangan geopolitik global.

    Ia menyebut ada fragmentasi perdagangan internasional, berakhirnya era booming komoditas seperti CPO dan batu bara, serta inflasi global yang mulai terkendali namun belum kembali pada posisi normal.

    “Soal dinamika yang terjadi di Amerika Serikat dengan terpilihnya Presiden Trump juga ada pengaruhnya ke Indonesia,” ujar Shinta.

    Dari sisi domestik, Shinta menyebutkan bahwa pelemahan kelas menengah menjadi faktor yang sangat mempengaruhi.

    Saat ini kondisinya adalah kelas menengah merupakan motor penggerak konsumsi dalam negeri.

    Selain itu, kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen. Lalu, potensi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang menurut Shinta menjadi tantangan utama yang harus menjadi perhatian.

    “Kami di sini menggarisbawahi pentingnya penciptaan lapangan pekerjaan. PHK yang terus bertambah ini pasti akan semakin mengkhawatirkan kondisi lapangan pekerjaan di Indonesia,” ucap Shinta.

    Apindo juga memprediksi bahwa tahun 2025 tidak akan ada “booster” ekonomi dari penyelenggaraan pemilu seperti yang terjadi pada tahun ini.

    Untuk sektor-sektor yang diprediksi akan tumbuh pada tahun 2025, Apindo mengidentifikasi beberapa industri seperti pengolahan, pertanian, perdagangan, pertambangan, dan konstruksi.

    Namun, beberapa sektor yang diperkirakan akan mengalami penurunan ialah akomodasi makan dan minuman, administrasi pemerintahan, jasa perusahaan, transportasi dan pergudangan, serta jasa lainnya.

    Salah satu penyebab penurunan ini adalah pemotongan anggaran biaya dinas pemerintahan sebesar 50 persen, yang akan berdampak pada industri Meeting, Incentive, Conferences, and Exhibition (MICE). 

  • Para Pengusaha Dukung Pembentukan Holding UMKM, Ini Penjelasan Apindo

    Para Pengusaha Dukung Pembentukan Holding UMKM, Ini Penjelasan Apindo

    Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Pengusaha Indonesia alias Apindo mendukung rencana pembentukan Holding UMKM oleh pemerintah, agar mempermudah UMKM mendapatkan investasi langsung.

    Ketua Umum Apindo Shinta Kamdani menilai wacana pembentukan Holding UMKM merupakan suatu terobosan baru sehingga perlu didukung. Menurutnya, jika dieksekusi secara baik maka Holding UMKM akan mempermudah akses pendanaan bagi pelaku usaha kecil-menengah.

    “Jadi konsepnya mencari investor. UMKM itu kan selama ini mempunyai masalah pendanaan dan lain-lain. Jadi mereka bisa dapatkan investor dengan adanya holding itu,” ujar Shinta usai Forum Kemitraan Investasi di kawasan Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu.

    Hanya saja, sambungnya, Apindo masih menunggu keterangan lebih detail dari pemerintah ihwal rencana pembentukan holding tersebut.

    Sementara itu, Deputi Usaha Menengah Kementerian UMKM Bagus Rachman mengungkapkan Peraturan Pemerintah Nomor 7/2021 telah mengatur perihal jenis-jenis kemitraan antara usaha besar dengan UMKM.

    Kemitraan tersebut mulai dari inti plasma, subkontrak, waralaba, perdagangan umum, distribusi dan keagenan, rantai pasok, bagi hasil, hingga kerja sama operasional.

    Ke depan, sambung Bagus, Kementerian UMKM akan menyusun Norma Standar Prosedur dan Kriteria (NSPK) untuk menjadi pedoman para kepala daerah dalam memfasilitasi kemitraan usaha besar dan UMKM. Nantinya, semua itu bisa bermuara ke wacana pembentukan Holding UMKM.

    “Makanya Pak Menteri kami sudah menyampaikan di publik bahwa kita akan membangun namanya holding UMKM,” ujar Bagus pada kesempatan yang sama.

    Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM Rosan Roeslani menambahkan bahwa pihaknya telah memfasilitasi kemitraan antara usaha besar dan UMKM dengan nilai kesepakatan hingga Rp15,9 triliun selama 2022—2024.

    Dia menyatakan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto ke depan memang fokus untuk memberdayakan UMKM. Oleh sebab itu, BKPM mengakselerasi kesepakatan kemitraan antara usaha besar dan UMKM.

    BKPM, sambungnya, ingin agar UMKM merasakan dampak investasi langsung yang masuk. Oleh sebab itu, BKPM mendorong agar usaha besar yang merasakan dampak investasi bermitra dengan UMKM.

    Rosan menjelaskan jenis kemitraan tersebut bermacam-macam. Hanya saja, BKPM mendorong agar jenis kemitraan tersebut bersifat pelatihan agar kualitas sumber daya manusianya juga meningkat.

    “Ke depannya, kita ingin kemitraan ini dari segi pendidikan sehingga lebih long lasting [berlangsung dalam jangka panjang] lagi,” ungkapnya juga dalam Forum Kemitraan Investasi.

  • Menaker Jawab Kritik soal UMP Naik 6,5% Tidak Logis!

    Menaker Jawab Kritik soal UMP Naik 6,5% Tidak Logis!

    Jakarta

    Menteri Ketenagakerjaan Yassierli buka suara terkait formula perhitungan kenaikan upah minimum provinsi (UMP) 2025 yang dipertanyakan pengusaha dan buruh. Ia menyangkal formulasi jika perhitungan tersebut tidak logis dan dicocok-cocokan agar mencapai 6,5%.

    “Bukan, bukan angkanya dulu keluar. Jadi angka itu kan sebenarnya terkait dengan hasil kajian kami,” kata Yassierli saat ditemui wartawan di Menara Bank Mega, Jakarta Selatan, Selasa (3/12/2024).

    Yassierli menjelaskan sedari awal pihaknya bersama Lembaga Kerja Sama (LKS) Tripartit dan Dewan Pengupahan Nasional (Depenas) baik unsur buruh maupun unsur pengusaha sudah melakukan kajian bersama untuk menentukan formula perhitungan kenaikan upah tahun depan.

    Hasil kajian tersebut kemudian dilaporkan ke Presiden Prabowo Subianto. Dari hasil perhitungan dan rekomendasi Kemnaker inilah kemudian Prabowo menetapkan angka kenaikan UMP 2025 sebesar 6,5%, di mana angka ini lebih besar dari yang diusulkan, yakni 6%.

    “Jadi angka itu kan sebenarnya terkait dengan hasil kajian kami. Jadi gini, prosesnya itu kan memang kita dari Depenas kemudian kita punya LKS Tripartit. Kemudian saya sebagai ketua LKS Tripartit, saya melaporkan ke Pak Prabowo, ‘ini lho hasil dari diskusi kita di LKS Tripartit, teman-teman pekerja minta pertimbangannya begini-begini, teman-teman dari APINDO begini, hasil studi kami seperti ini, kami menyusulkan itu kenaikannya 6%’,” terangnya.

    “Sehingga kemudian Pak Presiden dengan pertimbangan ingin meningkatkan daya beli pekerja, beliau mengatakan ya 6,5% dan itu diumumkan. Daripada teman-teman tanya terus, ini bakal keluar, ini kalau Peraturan Menteri ini kan tinggal masalah teknisnya yang ditunggu oleh Gubernur,” jelas Yassierli.

    Terkait aturan pengupahan tahun depan sendiri ditargetkan akan terbit besok, Rabu (3/12/2024). Ia menyebut saat ini aturan tersebut sudah dalam tahap harmonisasi dengan Kementerian Hukum untuk bisa segera ditetapkan.

    “Kita targetnya besok Insyaallah ya. Jadi hari ini sedang terjadi harmonisasi dengan Kementerian Hukum, mohon doanya,” tegas Yassierli.

    Sebagai informasi, sebelumnya Presiden Prabowo Subianto mengumumkan upah minimum provinsi (UMP) tahun depan akan naik 6,5% pada Jumat (29/11) lalu. Dia menekankan kenaikan upah minimum 2025 ini ditetapkan dengan tujuan untuk meningkatkan daya beli pekerja sembari memperhatikan daya saing usaha.

    Menanggapi pengumuman ini, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengaku belum ada penjelasan komprehensif terkait metodologi perhitungan kenaikan UMP 2025. Khususnya terkait formula atau metode perhitungan kenaikan upah ini.

    “Metodologi penghitungan tersebut penting, agar kebijakan yang diambil mencerminkan keseimbangan antara kesejahteraan pekerja dan keberlanjutan dunia usaha. Penjelasan penetapan UMP 2025 ini juga diperlukan bagi dunia usaha untuk mengambil sikap ke depan terhadap ketidakpastian kebijakan pengupahan yang masih terus berlanjut,” kata Ketua Umum Apindo Shinta Kamdani dalam keterangan tertulis, Minggu (1/12).

    Dalam keterangan terpisah, Konfederasi Serikat Pekerja Nasional (KSPN) juga mempertanyakan bagaimana hitungan sehingga angka itu muncul. Hal ini diungkapkan oleh Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nasional (KSPN), Ristadi.

    “Presiden Prabowo umumkan sendiri soal kenaikan upah minimum yang tidak pernah dilakukan presiden-presiden sebelumnya, ini menandakan Presiden Prabowo lebih concern lebih memperhatikan soal nasib pekerja buruh Indonesia. Namun, saya agak kaget yang diumumkan angkanya dulu, bukan formulasi/rumus kenaikan upah yang sedang dibahas,” kata dia dalam keterangannya.

    (fdl/fdl)

  • Formula UMP 2025 Dipertanyakan Pengusaha, Airlangga Jawab Begini

    Formula UMP 2025 Dipertanyakan Pengusaha, Airlangga Jawab Begini

    Jakarta

    Pemerintah telah memutuskan untuk menaikkan upah minimum provinsi (UMP) 2025 rata-rata 6,5%. Perhitungan UMP ini dipertanyakan oleh kalangan pengusaha.

    Menko Perekonomian Airlangga Hartarto pun menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Menurutnya sudah jelas perhitungan UMP dilakukan berdasarkan pertumbuhan ekonomi dan juga tingkat inflasi.

    “Kan jelas, mulai dari pertumbuhan ekonomi maupun tingkat inflasi,” beber Airlangga ditemui di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (2/12/2024).

    Pada intinya, Airlangga meminta agar pengusaha menyiasati kenaikan UMP yang sudah ditetapkan plus mengupayakan adanya kenaikan produktivitas.

    “UMP itu pengusaha ya tentu harus menyiasati dan harus meningkatkan produktivitas,” beber Airlangga.

    Ditanya apakah sudah melakukan pembicaraan dengan pengusaha soal penetapan kenaikan UMP, Airlangga bilang seharian kemarin saja dia sudah bertemu banyak pengusaha di agenda Rapimnas Kadin.

    “Kemarin itu saya seharian di Kadin, sudah saya perjelas,” sebut Airlangga.

    Sebelumnya, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengatakan pihaknya belum mendapatkan penjelasan komprehensif terkait metodologi perhitungan kenaikan UMP 2025, terutama apakah telah memperhitungkan variabel produktivitas tenaga kerja, daya saing dunia usaha, dan kondisi ekonomi aktual.

    “Metodologi penghitungan tersebut penting, agar kebijakan yang diambil mencerminkan keseimbangan antara kesejahteraan pekerja dan keberlanjutan dunia usaha. Penjelasan penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2025 ini juga diperlukan bagi dunia usaha untuk mengambil sikap ke depan terhadap ketidakpastian kebijakan pengupahan yang masih terus berlanjut,” ujar Ketua Umum Apindo Shinta Kamdani dalam keterangan tertulis, dikutip Minggu (1/12/2024) kemarin.

    Shinta menyatakan bahwa kenaikan UMP yang cukup signifikan ini akan berdampak langsung pada biaya tenaga kerja dan struktur biaya operasional perusahaan, khususnya di sektor padat karya.

    “Kami mendorong kepada pemerintah agar dapat memberikan penjelasan lebih rinci mengenai dasar penetapan kenaikan UMP ini serta mempertimbangkan masukan dari dunia usaha untuk memastikan implementasi kebijakan yang efektif dan berkelanjutan,” tambah Shinta.

    Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo, Bob Azam menyayangkan masukan dunia usaha tidak didengarkan dalam penetapan kebijakan ini. Menurutnya, Apindo selama ini telah berpartisipasi secara aktif dan intensif dalam diskusi terkait penetapan kebijakan upah minimum.

    “Kami telah memberikan masukan yang komprehensif dan berbasis data mengenai fakta ekonomi, daya saing usaha, serta produktivitas tenaga kerja. Namun, masukan dari dunia usaha sebagai aktor utama yang menjalankan kegiatan ekonomi nampaknya belum menjadi bahan pertimbangan utama dalam pengambilan keputusan,” terang Bob.

    (hal/kil)

  • Formula UMP 2025 Dipertanyakan Pengusaha, Airlangga Jawab Begini

    Formula Kenaikan UMP 6,5% di 2025 Dipertanyakan, Airlangga Buka Suara

    Jakarta

    Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto buka suara terkait keputusan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2025 sebesar 6,5% yang dipertanyakan pengusaha. Landasan itu disebut memperhitungkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi.

    “UMP 2025 kan landasannya baik itu inflasi maupun pertumbuhan ekonomi,” kata Airlangga kepada wartawan saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (2/12/2024).

    Airlangga menyebut pemerintah juga sudah melihat struktur biaya di masing-masing sektor jika UMP 2025 naik 6,5%. Hal ini menjawab kekhawatiran pengusaha yang menilai kenaikan itu ketinggian dan berpotensi menimbulkan pemutusan hubungan kerja (PHK).

    “Tentu kan kita lihat cost daripada tenaga kerja kan tergantung sektor. Kalau sektornya padat karya sekitar 30%, non padat karya pengaruh cost of labour itu di bawah 15%. Jadi pemerintah sudah melihat terhadap cost structure di setiap sektor,” ucapnya.

    Airlangga mengaku telah bertemu kalangan pengusaha di Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia. Keputusan PHK dinilai sudah menjadi langkah terakhir dari pengusaha.

    “Ya tentu PHK itu langkah terakhir dari pengusaha. Kemarin aja ada pertemuan Rapimnas Kadin, jadi sudah jelas di Rapimnas Kadin,” imbuhnya.

    Sebelumnya, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengaku belum ada penjelasan komprehensif terkait metodologi perhitungan kenaikan UMP 2025, terutama apakah telah memperhitungkan variabel produktivitas tenaga kerja, daya saing dunia usaha dan kondisi ekonomi aktual.

    “Metodologi penghitungan tersebut penting, agar kebijakan yang diambil mencerminkan keseimbangan antara kesejahteraan pekerja dan keberlanjutan dunia usaha. Penjelasan penetapan UMP 2025 ini juga diperlukan bagi dunia usaha untuk mengambil sikap ke depan terhadap ketidakpastian kebijakan pengupahan yang masih terus berlanjut,” kata Ketua Umum Apindo Shinta Kamdani dalam keterangan tertulis, Minggu (1/12).

    Shinta menyatakan bahwa kenaikan UMP yang cukup signifikan ini akan berdampak langsung pada biaya tenaga kerja dan struktur biaya operasional perusahaan, khususnya di sektor padat karya.

    “Kami mendorong kepada pemerintah agar dapat memberikan penjelasan lebih rinci mengenai dasar penetapan kenaikan UMP ini serta mempertimbangkan masukan dari dunia usaha untuk memastikan implementasi kebijakan yang efektif dan berkelanjutan,” tambah Shinta.

    Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo, Bob Azam menyayangkan masukan dunia usaha yang tidak didengarkan dalam penetapan kebijakan ini. Menurutnya, Apindo selama ini telah berpartisipasi secara aktif dan intensif dalam diskusi terkait penetapan kebijakan upah minimum.

    “Kami telah memberikan masukan yang komprehensif dan berbasis data mengenai fakta ekonomi, daya saing usaha, serta produktivitas tenaga kerja. Namun, masukan dari dunia usaha sebagai aktor utama yang menjalankan kegiatan ekonomi nampaknya belum menjadi bahan pertimbangan utama dalam pengambilan keputusan,” terang Bob.

    (acd/acd)

  • Pengusaha Pertanyakan Dasar Hitungan Prabowo Naikkan UMP 6,5 Persen

    Pengusaha Pertanyakan Dasar Hitungan Prabowo Naikkan UMP 6,5 Persen

    Jakarta, CNN Indonesia

    Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mempertanyakan dasar hitungan kenaikan upah minimum provinsi (UMP) sebesar 6,5 persen di 2025.

    Para pengusaha menunggu penjelasan resmi dan detail dari pemerintah usai Presiden Prabowo Subianto mengumumkan kenaikan UMP tahun depan.

    Ketua Umum Apindo Shinta Kamdani menilai besaran kenaikan UMP sebesar 6,5 persen tidak sesuai dengan kondisi perekonomian saat ini.

    “Kami mendorong kepada pemerintah agar dapat memberikan penjelasan lebih rinci mengenai dasar penetapan kenaikan UMP ini, serta mempertimbangkan masukan dari dunia usaha untuk memastikan implementasi kebijakan yang efektif dan berkelanjutan,” ujar Shinta dalam keterangan resmi, Sabtu (30/11).

    Apindo sendiri sebelumnya mendorong pemerintah tetap menggunakan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023 tentang Pengupahan sebagai dasar perumusan UMP 2025. Sebab, formulasi dalam beleid tersebut dinilai paling adil bagi pekerja dan pengusaha.

    “Namun, masukan dari dunia usaha sebagai aktor utama yang menjalankan kegiatan ekonomi nampaknya belum menjadi bahan pertimbangan utama dalam pengambilan keputusan,” imbuhnya.

    Ia khawatir kenaikan UMP sebesar 6,5 persen di 2025 memicu Pemberhentian Hubungan Kerja (PHK) hingga menghambat lapangan kerja baru. Hal tersebut bisa saja terjadi sebab nilai kenaikan UMP terlalu besar. Kenaikan juga diberikan di tengah kondisi ekonomi nasional yang masih menghadapi tantangan global dan tekanan domestik.

    Apalagi, katanya, sudah bisa dipastikan bahwa kenaikan UMP yang cukup signifikan ini akan meningkatkan biaya produksi dan mengurangi daya saing produk Indonesia, baik di pasar domestik maupun internasional.

    “Hal ini dikhawatirkan akan dapat memicu gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) serta menghambat pertumbuhan lapangan kerja baru,” pungkasnya.

    Presiden Prabowo Subianto mengumumkan kenaikan UMP sebesar 6,5 persen di 2025. Pengumuman dilakukan langsung dari Kantor Presiden.

    “Menaker mengusulkan kenaikan upah minimum sebesar 6 persen. Namun, setelah membahas dan melaksanakan pertemuan dengan pimpinan buruh, kita umumkan untuk naikkan upah rata-rata minimum nasional 6,5 persen,” kata Prabowo.

    (pta/pta)

  • UMP Naik 6,5 Persen, Apindo Khawatir Gelombang PHK dan Lapangan Kerja yang Sulit

    UMP Naik 6,5 Persen, Apindo Khawatir Gelombang PHK dan Lapangan Kerja yang Sulit

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Keputusan pemerintah untuk menaikkan upah minimum provinsi (UMP) pada 2025 sebesar 6,5 persen, tampaknya sedikit mengkhawatikan kalangan pengusaha.

    Kekhawatiran itu disampaikan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo). Mereka buka suara usai Presiden Prabowo Subianto mengumumkan kenaikan Upah Minimum Provinsi atau UMP 2025 sebesar 6,5 persen.

    Ketua Umum Apindo, Shinta Kamdani mengaku khawatir, bahwa kenaikan UMP 2025 tersebut dapat memicu Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), hingga menghambat pertumbuhan lapangan kerja baru.

    “Hal ini dikhawatirkan akan dapat memicu gelombang PHK serta menghambat pertumbuhan lapangan kerja baru,” ujar Shinta dalam keterangannya, Minggu (1/12).

    Dia menilai, kenaikan UMP 2025 ini terlalu besar. Pasalnya saat ini pengusaha masih berkutat pada tantangan global dan tekanan domestik. Sementara pihaknya menilai, kenaikan UMP 2025 ini sudah pasti akan meningkatkan biaya produksi dan mengurangi daya saing produk Indonesia, baik di pasar domestik maupun internasional.

    Meski begitu, hingga kini Apindo masih menunggu penjelasan resmi dan detail dari pemerintah mengenai keputusan UMP 2025 tersebut. Apalagi, besaran kenaikan dinilai tidak sesuai dengan kondisi perekonomian saat ini.

    “Kami mendorong kepada pemerintah agar dapat memberikan penjelasan lebih rinci mengenai dasar penetapan kenaikan UMP ini serta mempertimbangkan masukan dari dunia usaha untuk memastikan implementasi kebijakan yang efektif dan berkelanjutan,” jelas Shinta.

    Lebih lanjut, Shinta mengaku pihaknya sudah dilibatkan dalam beberapa diskusi terkait penetapan kebijakan UMP 2025. Namun, dari masukan yang diberikan berupa fakta ekonomi, daya saing usaha, serta produktivitas tenaga kerja, Apindo merasa putusan akhir pemerintah tak mempertimbangkan hal-hal tersebut.

  • PPN Jadi 12% Kabarnya Mau Diundur, Ini Respons Pengusaha

    PPN Jadi 12% Kabarnya Mau Diundur, Ini Respons Pengusaha

    Jakarta

    Pengusaha masih menunggu stimulus yang akan diberikan pemerintah terkait kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%. Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengaku mengapresiasi pemerintah lantaran mendengar imbauan dari masyarakat mengenai penundaan kenaikan PPN menjadi 12%.

    Ketua Apindo, Shinta Kamdani mengatakan, akan menyulitkan jika kenaikan PPN menjadi 12% dilakukan saat ini. Shinta mengaku ingin terlebih dahulu melihat seperti apa stimulus yang diberikan pemerintah, dan kepada siapa stimulus itu ditujukan.

    “Kami mau lihat dulu stimulusnya itu apa. Karena kami merasa sekarang ini dengan kondisi seperti ini akan mempersulit dengan penambahan PPN menjadi 12%, pajak 12%. Ini juga akan lebih menyulitkan terutama dalam sektor formal, karena yang membayar pajak itu sektor formal,” ucap Shinta dalam acara Klingking Fun, Jakarta, Rabu (27/11/2024).

    Imbauan soal menunda kenaikan PPN menjadi 12% tidak hanya dilontarkan dari pihak pengusaha, melainkan juga dari masyarakat bahkan juga dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Itu sebabnya, Shinta berharap pemerintah bisa mendengar dan mempertimbangkan penundaan kenaikan PPN menjadi 12%.

    “Saya rasa pemerintah pada saat ini dalam posisi untuk mau mendengar, mungkin masukan-masukan. Walaupun semua pihak juga sudah memberikan masukan, berkirim surat secara formal dan lain-lain. Tapi mungkin mau bertukar pikiran dan kita coba untuk saya rasa bersama-sama. Saya yakin pemerintah juga mengerti kok situasi yang kita hadapi,” beber Shinta.

    Shinta menyampaikan, menyoal kenaikan PPN ini bukanlah sesuatu hal yang baru. Ia bilang bahwa rencana kenaikan PPN menjadi 12% suadh direncanakan sesuai dengan aturan dan regulasi yang ada. “Tetapi kondisi ekonomi seperti ini ‘kan kita tidak tahu. Ini ‘kan terjadi. Oleh karena itu, saya rasa perlu menjadi perhatian dan saya yakin pemerintah akan bisa mempertimbangkan.”

    Sebelumnya, Ketua Dewan Ekonomi Nasional Indonesian Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan pembelakuan PPN menjadi 12% akan diundur. Hal itu dilakukan karena pemerintah tengah menggodok stimulus untuk masyarakat menengah ke bawah.

    Untuk diketahui PPN 12% rencananya akan berlaku pada 1 Januari 2025. Kebijakan itu seusai amanah Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

    “Ya hampir pasti diundur, biar dulu jalan tadi yang ini. (Menunggu kebijakan stimulus?) Ya kira-kira begitulah,” kata Luhut ditemui di TPS 004, Kelurahan Kuningan Timur, Jakarta Selatan, Rabu (27/11).

    (acd/acd)

  • APINDO Ingin Kenaikan UMP 2025 Diselesaikan Secara Bipartit Acu PP 51

    APINDO Ingin Kenaikan UMP 2025 Diselesaikan Secara Bipartit Acu PP 51

    Jakarta, CNN Indonesia

    Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) menilai formula penetapan upah minimum provinsi (UMP) tahun 2025 yang paling adil adalah tetap mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.

    “Rumus yang ada saat ini, yang terakhir, PP 51, itu adalah perubahan yang keempat kalinya, amandemen yang keempat kalinya, yang menurut kita sudah cukup fair,” kata Ketua Bidang Ketenagakerjaan APINDO Bob Azam dalam media briefing di Jakarta, Selasa (26/11).

    Kendati demikian, Bob mengatakan APINDO lebih mendorong pengaturan upah di atas upah minimum melalui negosiasi bipartit di masing-masing perusahaan.

    “Kita sebenarnya ingin mendorong upah bipartit yaitu upah yang diputuskan di masing-masing perusahaan karena yang paling tahu maju dan mundurnya perusahaan ya perusahaan itu dan serikat pekerjanya,” katanya.

    Bob mengatakan pihaknya telah bertemu dengan Menteri Ketenagakerjaan Yassierli membahas soal UMP. Pengusaha katanya telah menyampaikan kekecewaan kepada Yassierli karena formuasi UMP yang berubah-ubah sehingga membuat investor enggan masuk ke Indonesia.

    Ia mencatat setidaknya sudah tiga kali Indonesia kehilangan kesempatan menjadi negara maju karena isu perburuhan selama 13 tahun terakhir.

    “Jadi tiga kali lost opportunity hanya karena masalah upah minimum dan sampai 13 tahun belum selesai. Kita sampaikan kepada Menteri Ketenagakerjaan kita kecewa,” katanya.

    Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum Apindo Shinta Kamdani mengatakan perubahan formula UMP memang membuat investor asing enggan menanamkan modalnya ke Indonesia. Ia sendiri mengaku sudah mendengar langsung keluhan tersebut.

    “Ini menimbulkan ketidakpastian bagi investor. Saya baru lawatan luar negeri di mana kita mempromosikan Indonesia selalu mengatakan open for business, tapi dengan kondisi seperti ini saya banyak dapat pertanyaan ini apa yang terjadi, kenapa banyak ketidakpastian, mengapa ada perubahan (UMP) lagi. Ini semua banyak pertanyaannya,” katanya.

    Shinta mengatakan pengusaha selama ini telah mengikuti aturan upah yang selama ini ditetapkan pemerintah. Padahal keinginan pengusaha katanya sebenarnya sudah tidak terpenuhi dengan aturan yang ada.

    “Di PP 36 yang diputuskan (formula UMP) adalah pertumbuhan ekonomi atau inflasi, mana yang lebih tinggi. Itu sudah diubah jadi PP 51 itu pertumbuhan ekonomi dan inflasi plus koefisien. Jadi kalau ditanya keinginan pelaku usaha apa, itu sudah lewat dari keinginan. Jadi sekarang kita udah enggak ngomongin keinginan,” katanya.

    (del/agt)