Tag: Shinta Kamdani

  • Penerbitan Izin Usaha Memakan Waktu Lama, Kementerian BKPM akan Lakukan Evaluasi

    Penerbitan Izin Usaha Memakan Waktu Lama, Kementerian BKPM akan Lakukan Evaluasi

    JABAR EKSPRES – Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani menyampaikan bahwa proses perizinan di Indonesia memakan waktu lama, bahkan hingga berbulan-bulan.

    Dalam hal ini, Kementerian Investasi dan Hilirisasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menyatakan tengah menggodok untuk penerapan sistem penerbitan izin usaha menggunakan skema fiktif positif.

    Riyatno selaku Deputi Bidang Pengembangan Iklim Penanaman Modal Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM menjelaskan skema fiktif postif yaitu penerbitan izin secara otomatis jika tenggat waktu yang ditentukan dalam proses perizinan sudah melewati batas.

    BACA JUGA: Menteri Investasi atau BKPM Segera Terbitkan Izin Usaha Tambang Batu Bara untuk PBNU

    “Kami sudah memetakan fiktif positif itu apa saja, mudah-mudahan dalam waktu yang tidak lama ya, akan diluncurkan oleh Pak Menteri,” kata dia.

    Riyatno mengatakan pihaknya sudah membahas secara internal mengenai penerapan skema izin usaha tersebut dengan membagi dua macam perizinan.

    “Untuk perizinan berusaha itu ada sekitar 900an izin. Dan ini dibagi menjadi dua, ada yang hak akses, dan ada integrasi. Jadi ini akan dilakukan secara bertahap nantinya,” katanya.

    Sementara itu, Shinta Kamdani Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengatakan jika Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM menerapkan skema tersebut dalam proses perizinan, hal ini akan menjadi suatu hal penting dalam kemajuan iklim usaha.

    BACA JUGA: Tetap Perhatikan Hak Warga Terdampak, BKPM Kebut Proyek Pembangunan Rempang Eco City

    “Saya rasa dengan cara ini, kami semakin yakin, dan perlu diberikan kepastian. Apabila proses perizinan dalam beberapa hari belum terbit, maka itu secara otomatis akan terbit,” katanya.

    Adapun merujuk pada laporan kesiapan bisnis (business ready) yang dikeluarkan oleh Bank Dunia, Indonesia rata-data memiliki nilai 63 poin atau masuk ke dalam kategori level secondary.

    Menurut Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM Rosan Roeslani dari laporan itu terdapat bahwa proses perizinan masuknya suatu bisnis (business all entry) ke Tanah Air yakni rata-rata 65 hari, sementara biasanya di negara maju, proses tersebut hanya memakan waktu 1 hingga 3 hari.

  • Sosok Pengusaha Indonesia Masuk Daftar Wanita Inspiratif 50 Over 50 Global 2025 versi Forbes – Page 3

    Sosok Pengusaha Indonesia Masuk Daftar Wanita Inspiratif 50 Over 50 Global 2025 versi Forbes – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Majalah Forbes kembali merilis Daftar 50 Over 50 Global 2025. Daftar yang menampilkan 50 wanita inspiratif berusia di atas 50 tahun.

    Mereka yang masuk dalam daftar ini merupakan  para pelopor dalam berbagai bidang, berasal dari 32 negara. Para perempuan yang berkontribusi membentuk segala hal mulai dari keamanan siber, sains terkait masalah keselamatan lalu lintas.

    Adapula yang berkecimpung membangun perusahaan pelayaran raksasa, bioteknologi inovatif, dan perusahaan modal ventura.

    Melansir laman Forbes, Jumat (24/1/2025), para perempuan ini dinilai mampu membangun kekayaan, menciptakan lapangan kerja, dan membuktikan bahwa usia bukanlah halangan untuk memberikan dampak yang besar bagi dunia.

    Beberapa tokoh perempuan terkemuka dari kawasan Asia-Pasifik masuk dalam daftar. Mereka antara lain Kiran Mazumdar-Shaw dari Biocon (India), Annabelle Yu Long dari BAI Capital (Tiongkok), Bonnie Chan dari Hong Kong Exchanges and Clearing (Hong Kong),Maggi Chen dari Chenbro Micom (Taiwan), Lourdes Gutierrez-Alfonso dari Megaworld (Filipina), Mitsuko Tottori dari Japan Airlines (Jepang).

    Dari daftar tersebut ternyata terselip juga salah satu pengusaha perempuan Indonesia. Dia adalah Shinta Widjaja Kamdani. Sang CEO Sintesa Group, salah satu perusahaan investasi di Indonesia yang mencakup berbagai industri, termasuk minyak kelapa sawit, energi panas bumi, real estat, dan bisnis lainnya.

    Shinta Kamdani menjadi CEO grup tersebut pada tahun 1999 dan selama berada di posisi kepemimpinannya dinilai telah mampu menerapkan praktik keberlanjutan bagi perusahaannya.

    Dia membawa perusahaan berfokus pada energi panas bumi dan tenaga surya, selain energi bertenaga gas. Di saat bersamaan terus mendorong sertifikasi minyak kelapa sawit berkelanjutan.

    Saat ini, Shinta Kamdani menjabat sebagai ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan sempat menjabat sebagai Presiden B20 pada tahun 2022.

  • Pengusaha Ingatkan Pemerintah Cukai Minuman Berpemanis Dalam Kemasan Jangan Sampai Rugikan Industri – Halaman all

    Pengusaha Ingatkan Pemerintah Cukai Minuman Berpemanis Dalam Kemasan Jangan Sampai Rugikan Industri – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) mengingatkan pemerintah jangan sampai cukai pada Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) merugikan industri.

    Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan telah menyebut bahwa cukai MBDK akan diterapkan pada semester II tahun 2025.

    Ketua Umum APINDO Shinta Kamdani masih akan memantau kebijakan ini akan memberi dampak seperti apa ke depannya.

    “Jadi di sini kita mau melihat yang penting implementasinya bakal seperti apa gitu, jangan kemudian malah menjadi sesuatu yang merugikan untuk industri. Jadi ini kita mesti perhatikan dulu,” katanya kepada wartawan di Jakarta, dikutip Selasa (14/1/2025).

    Menurut Shinta, kebijakan pengenaan cukai ini seharusnya tidak terlalu terburu-buru diambil oleh pemerintah.

    Ia memandang, seharusnya konsumen lah yang diberikan edukasi dan pengetahuan mengenai konsumsi MBDK.

    “Kami melihat ini perlu sosialisasi dan edukasi yang lebih jelas gitu loh untuk masyarakat yang akan mengkonsumsi,” ujar Shinta.

    “Jadi saya rasa ini kita gak bisa terlalu terburu-buru untuk menetapkan sebuah kebijakan karena perlu jelas pengetahuan yang lebih luas,” lanjutnya.

    Menjelang penerapannya, ia mengatakan kalangan pengusaha sedang gencar mengadakan diskusi untuk membahas isu ini.

    Beberapa isu yang dibahas antara lain mengenai ketentuan kadar gula yang ditetapkan dalam MBDK.

    “Banyak produk Indonesia kan dia enggak bisa langsung mengganti kadar seperti itu kan, jadi itu perlu waktu gitu. Nah ini kita sedang mendengarkan juga masukan-masukan dari mereka,” ucap Shinta.

    “Nanti kami bisa sampaikan lebih jelas, kita terus intensif berkomunikasi dengan pemerintah untuk memberikan masukan terutama ke Kementerian Kesehatan,” sambungnya.

    Sebagai informasi, penerapan cukai MBDK pada semester II 2025 sesuai dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 dan telah tercantum dalam APBN 2025.

    Saat ini, pemerintah masih perlu menyusun aturan pendukung berupa Peraturan Pemerintah (PP) dan aturan pelaksanaannya berupa Peraturan Menteri Keuangan (PMK) maupun Peraturan Direktur Jenderal (Perdirjen),

    Cukai MBDK hanya untuk jenis konsumsi gula tambahan bukan konsumsi gula utama seperti nasi.

    Sebab, tujuan cukai MBDK adalah mengurangi konsumsi gula tambahan pada masyarakat yang menjadi penyebab utama penyakit tidak menular (PTM) seperti obesitas dan diabetes.

  • Apindo: SDM berkualitas kunci peningkatan daya saing ekonomi Indonesia

    Apindo: SDM berkualitas kunci peningkatan daya saing ekonomi Indonesia

    Jakarta (ANTARA) – Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani menyampaikan, sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas tinggi menjadi kunci bagi Indonesia dalam upaya peningkatan daya saing ekonomi dengan negara-negara lain.

    Ia mengingatkan bahwa tenaga kerja Indonesia masih didominasi kelompok dengan status pendidikan terakhirnya berada di level rendah. Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), Shinta menyebutkan persentase masyarakat yang lulusan sekolah dasar (SD) masih tinggi yakni mencapai lebih dari 30 persen.

    “Pendidikan harus menjadi satu kunci. Kemudian kita lihat masuk ke dalam jenis-jenis pekerjaan baru, berarti kan pelatihannya, ada upskilling dan reskilling. Ini juga harus menjadi perhatian Indonesia,” kata Shinta usai ditemui dalam acara Business Competitiveness Outlook 2025 di Jakarta, Senin.

    Shinta menambahkan bahwa SDM dengan kemampuan mumpuni juga dibutuhkan untuk mendukung Indonesia memasuki industri manufaktur tingkat tinggi serta industri berbasis digital. Dengan begitu, dunia usaha dan daya tarik investasi Indonesia lebih kompetitif dibandingkan negara lain.

    Terkait dengan tenaga kerja asing (foreign talent) yang masuk pasar Indonesia, ia terbuka dengan hal tersebut selama kebutuhan tenaga asing memang diperlukan untuk bisa membantu Indonesia dalam hal transfer teknologi.

    Meski begitu, Shinta tetap menekankan fokus peningkatan SDM dalam negeri sehingga kebutuhan industri bisa dipenuhi oleh bangsa sendiri.

    “Kalau kita membawa foreign talent untuk bisa membantu dari segi transfer teknologi, dari segi peningkatan industri, oke-oke saja. Tapi jangan lupa bahwa kita PR kita ada di masyarakat kita dengan workforce kita di dalam negeri,” kata dia.

    Di samping dari sisi SDM, ia turut menggarisbawahi kunci lain yang harus diperbaiki agar Indonesia bisa menjadi lebih kompetitif, yakni ketersediaan infrastruktur pendukung untuk bisa meningkatkan kemampuan pengembangan dunia usaha.

    Terakhir, menurutnya, reformasi birokrasi juga perlu dilakukan pemerintah Indonesia sehingga minat investasi semakin meningkat. Hal ini misalnya terkait dengan kepastian hukum, konsistensi regulasi, efisiensi perizinan, dan sebagainya.

    “Ini sebenarnya juga sudah mulai dilakukan pemerintah melalui UU Cipta Kerja dan lain-lain. Tapi memang masih banyak implementasi yang harus menjadi perhatian. Jadi, reformasi birokrasi bukan suatu hal yang baru bagi pemerintah Indonesia, tapi ini masih menjadi salah satu dasar untuk daya saing dan competitiveness,” kata Shinta.

    Pewarta: Rizka Khaerunnisa
    Editor: Biqwanto Situmorang
    Copyright © ANTARA 2025

  • PPN 12 Persen untuk Barang dan Jasa Mewah, Bagaimana Dampak ke Pertumbuhan Ekonomi? – Page 3

    PPN 12 Persen untuk Barang dan Jasa Mewah, Bagaimana Dampak ke Pertumbuhan Ekonomi? – Page 3

    Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani meminta pemerintah memberikan penjelasan secara rinci soal penerapan Pajak Pertambahan Nilai atau PPN 12 persen. Utamanya bagi pelaku usaha dan konsumen.

    Diketahui, pemerintah resmi memutuskan kenaikan PPN jadi 12 persen bagi barang kategori mewah. Shinta menilai, perlu ada sosialisasi secara menyeluruh.

    “Kami tetap mengingatkan pentingnya pelaksanaan kebijakan ini yang harus diiringi dengan sosialisasi yang jelas dan terperinci,” kata Shinta kepada Liputan6.com, dikutip Sabtu (4/1/2025).

    “Hal ini penting untuk memastikan kebijakan tersebut tidak menimbulkan kebingungan di kalangan pelaku usaha maupun konsumen dengan pelaksana kebijakan di lapangan,” sambung dia.

    Dia berharap, kebijakan yang ditetapkan ini sejalan dengan implementasinya di lapangan. Tujuannya tidak menghadirkan kebingungan dengan sederet formula baru yang ditetapkan pemerintah.

    “Kami berharap dengan kebijakan yang tepat dan implementasi yang baik, kebijakan ini dapat menjaga konsumsi masyarakat tetap stabil, terutama dari segmen menengah ke bawah,” ujarnya.

    Pada aspek bisnis, Shinta menilai pengecualian PPN 12 persen bagi sejumlah barang kebutuhan pokok bisa berdampak positif. Termasuk kepada kalangan pengusaha dan ekonomi nasional secara jangka panjang.

    “Dalam hal ini, APINDO berharap pemerintah dapat terus melakukan dialog dengan dunia usaha untuk menyempurnakan kebijakan-kebijakan yang ada sehingga mampu menghadirkan manfaat yang lebih maksimal bagi seluruh pihak,” pintanya.

  • Video: PHK Masih Mengancam, Pemerintah Diminta Lakukan Ini

    Video: PHK Masih Mengancam, Pemerintah Diminta Lakukan Ini

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintah memiliki PR besar untuk meningkatkan ketahanan makro ekonomi Indonesia di tengah sejumlah tantangan yang ada.

    Menurut Ketua Umum APINDO Shinta Kamdani perumbuhan ekonomi tahun 2025 diprediksi stagnan karena sejumlah faktor, khususnya eksternal mulai dari geopolitik hingga terpilihnya Trump sebagai Presiden AS. Shinta juga mengatakan ancaman PHK juga masih di depan mata. Sehingga, pemerintah perlu fokus pada tantangan yang ada selama ini, mulai dari penciptaan lapangan kerja, biaya produksi yang tinggi serta rendahnya produktivitas dan kualitas SDM.

    Selengkapnya saksikan dialog Dina Gurning bersama Ketua Umum APINDO Shinta Kamdani di Program Closing Bell CNBC Indonesia, Kamis (02/01/2025).

  • PPN 12% Cuma Barang Mewah, Pengusaha Happy Prabowo Selamatkan Warga RI

    PPN 12% Cuma Barang Mewah, Pengusaha Happy Prabowo Selamatkan Warga RI

    Jakarta, CNBC Indonesia – Kalangan pengusaha yang tergabung ke dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia atau Apindo menyambut baik keputusan akhir Presiden Prabowo Subianto, yang hanya mengenakan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) 12% hanya untuk barang mewah.

    Sebagaimana diketahui, barang mewah tersebut ialah barang-barang yang masuk ke dalam daftar barang objek pajak penjualan atas barang mewah atau PPnBM yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 15/PMK.03/2023.

    “Kami menyambut baik keputusan pemerintah untuk membatasi penerapan tarif PPN 12% hanya pada barang dan jasa yang dikategorikan sangat mewah (yang saat ini dikenakan PPnBM),” kata Ketua Umum Apindo Shinta Kamdani melalui keterangan tertulis, Rabu (1/1/2025).

    Dengan adanya pengumuman oleh Presiden Prabowo Subianto kemarin tentang kebijakan PPN 12% hanya untuk barang mewah, para pengusaha menjadi lebih merasa terjelaskan bahwa barang dan jasa yang selama ini terkena tarif PPN 11% akan tetap terkena tarif itu pada tahun ini, termasuk barang dan jasa yang dikecualikan dari pengenaan PPN.

    Shinta menilai, dengan keputusan akhir tersebut, daya beli masyarakat ke depan setidaknya tidak akan semakin tertekan. Ia pun optimistis, konsumsi rumah tangga akan kembali membaik dan tak akan mendapatkan tekanan lebih lanjut sebagaimana bila PPN tetap dikenakan 12% terhadap barang dan jasa yang menjadi objek pajak.

    “Kebijakan ini menunjukkan sensitivitas pemerintah terhadap kondisi perekonomian nasional, terutama di tengah daya beli masyarakat yang masih dalam tahap pemulihan serta kondisi dunia usaha yang memang sedang penuh tantangan,” ungkapnya.

    “Dengan mempertahankan tarif 11% untuk mayoritas barang dan jasa, diharapkan konsumsi masyarakat tetap terjaga dan tidak mengalami tekanan lebih lanjut,” tegas Shinta.

    Keputusan ini menurutnya juga memberikan ruang bagi dunia usaha untuk terus mendorong aktivitas ekonomi tanpa harus khawatir akan dampak signifikan dari kenaikan tarif PPN yang lebih luas.

    “Dari perspektif bisnis, langkah ini memberikan kejelasan yang dibutuhkan pelaku usaha untuk merancang strategi mereka di tahun 2025, terutama terkait proyeksi biaya operasional dan daya beli konsumen,” ucapnya.

    Namun, Shinta mengingatkan pentingnya pelaksanaan kebijakan ini yang harus diiringi dengan sosialisasi yang jelas dan terperinci. Hal ini penting untuk memastikan kebijakan tersebut tidak menimbulkan kebingungan di kalangan pelaku usaha maupun konsumen dengan pelaksana kebijakan di lapangan.

    Sebagaimana diketahui, pemerintah pun telah mengeluarkan aturan rinci terkait kebijakan PPN 12% bagi barang mewah tersebut. Aturan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 131 Tahun 2024.

    Shinta berharap dengan kebijakan yang tepat dan implementasi yang baik, kebijakan ini dapat menjaga konsumsi masyarakat tetap stabil, terutama dari segmen menengah ke bawah.

    “Dalam jangka panjang, hal ini juga berpotensi mendorong prospek bisnis yang lebih positif dan memperkuat kontribusi dunia usaha terhadap pertumbuhan ekonomi nasional,” tuturnya.

    Ia juga berharap supaya pemerintah dapat terus melakukan dialog dengan dunia usaha untuk menyempurnakan kebijakan-kebijakan yang ada sehingga mampu menghadirkan manfaat yang lebih maksimal bagi seluruh pihak.

    (arj/mij)

  • 2 Hari Lagi PPN 12 Persen Diterapkan, Mudah Bagi Presiden Prabowo Batalkan Jika Ada Kemauan – Halaman all

    2 Hari Lagi PPN 12 Persen Diterapkan, Mudah Bagi Presiden Prabowo Batalkan Jika Ada Kemauan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Dua hari lagi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen dari sebelumnya 11 persen akan diterapkan, tepatnya pada 1 Januari 2025.

    Kenaikan PPN 12 persen merupakan implementasi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

    UU tersebut lahir era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode 2019-2024, yang telah disahkan melalui Sidang Paripurna pada Kamis (7/10/2024).

    UU HPP mengamanatkan pemerintah menaikkan tarif PPN dari 10 persen menjadi 11 persen. 

    Tarif pajak 11 persen ini mulai berlaku pada 1 April tahun 2022. 

    Kemudian, pemerintah akan menaikkan kembali tarif PPN sebesar 12 persen pada tahun 2025. 

    Adapun fraksi yang menyetujui UU HPP adalah PDIP, Golkar, Gerindra, Nasdem, PKB, Partai Demokrat, PAN, dan PPP. Sedangkan satu fraksi yang menolak adalah PKS. 

    Mudah Dibatalkan Prabowo 

    Presiden Prabowo Subianto dinilai dapat dengan mudah membatalkan kenaikan PPN 12 persen di awal 2025, jika ada kemauan politik atau political will.

    Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno mengatakan, kenaikan PPN menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025 memang telah diatur dalam UU HPP.

    Namun, mengubah ketentuan itu hanya butuh kemauan politik dari Presiden Prabowo untuk mengajukan inisiatif perubahan ke DPR 

    “Presiden dapat dukungan penuh DPR. 1000 persen DPR tegak lurus ke Prabowo, termasuk PDI-P,” kata Adi yang dikutip dari Kompas.com, ditulis kembali Senin (30/12/2024). 

    Dalam pasal 7 ayat (3) UU HPP, diatur bahwa tarif PPN dapat diubah paling rendah 5 persen dan paling tinggi 15 persen. 

    Selanjutnya, dalam pasal 7 ayat (4) UU HPP disebutkan bahwa perubahan tarif PPN diatur dengan peraturan pemerintah, setelah disampaikan oleh pemerintah kepada DPR untuk dibahas dan disepakati dalam penyusunan RAPBN. 

    “Kalau mau diubah itu peraturan kan mudah. Merem saja beres. Mumpung Istana-DPR akur,” sambungnya. 

    Menurut Adi, jika ada niat untuk mengubah aturan terkait kenaikan PPN 12 persen, mestinya semudah membalik telapak tangan, mengingat mayoritas fraksi di DPR adalah pendukung koalisi pemerintah. 

    Dengan demikian, rakyat tidak lagi disuguhi narasi saling menyalahkan. “Kan, di negara ini tak ada yang sulit mengubah aturan dalam waktu kilat,” ujarnya. 

    Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti mengatakan, Presiden bisa langsung menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu) untuk mengakomodasi pembatalan tersebut.

    “Betul, intinya political will dan itu (menggunakan Perppu) bisa karena saat ini kita akui kondisi ekonomi sedang lesu dan kurang bergairah,” kata Esther.

    Ia menyebut, kenaikan tarif PPN bisa dilakukan oleh pemerintah selama kondisi ekonomi dan daya beli masyarakat telah stabil, sehingga kebijakan itu tak mendistorsi soliditas produk domestik bruto (PDB).

    “Peran Presiden untuk memutuskan dan menunda kebijakan tarif PPN ini sangat memungkinkan. Pertanyaannya, apakah hal itu mau dilakukan? Menurut saya kenaikan PPN ini bisa ditunda sampai ekonomi kita benar-benar kembali berkeliaran,” tuturnya.

    Ia pun mengingatkan pemerintah untuk melihat Pemerintah Malaysia yang sempat menaikkan tarif PPN dan berdampak buruk pada perekonomian negara tersebut. Alhasil, Malaysia pun menurunkan tarif PPN tersebut.

    “Pemerintah Malaysia saja menaikkan tarif PPN kemudian setelah tahu dampak kenaikan tarif itu mengakibatkan volume ekspor turun, maka kemudian dievaluasi kebijakan itu dan diturunkn kembali tarif PPN seperti semula,” ujarnya.

    Demo Tolak PPN 12 Persen

    Aliansi mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) melakukan aksi unjuk rasa menolak kenaikan PPN 12 persen di depan Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (27/12/2024). 

    Aksi penolakan ini dilakukan karena mahasiswa menilai kenaikan PPN menjadi 12 persen bukan solusi, tapi ancaman bagi rakyat kecil. 

    Mahasiswa beranggapan, kebutuhan hidup saat ini semakin mahal dan merugikan semua elemen masyarakat.

    Dongkrak Inflasi

    sosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) memprediksi kenaikan PPN menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025 akan meningkatkan tingkat inflasi Indonesia.

    Ketua Umum APINDO Shinta Kamdani mengatakan bahwa pihaknya memproyeksikan inflasi pada 2025 terjaga di kisaran 2,5 plus minus 1 persen sesuai dengan target Bank Indonesia.

    “Kami memproyeksikan bahwa di 2025 ini kita juga lihat juga Bank Indonesia melakukan substitusi komoditas energi dan mengendalikan produksi pangan melalui program ketahanan pangan,” katanya dalam konferensi pers di kantor APINDO, Jakarta Selatan, Kamis (19/12/2024).

    Ia mengatakan tekanan inflasi diperkirakan akan meningkat di awal 2025 karena dorongan sejumlah faktor.

    Faktor-faktor itu seperti kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar 6,5 persen dan PPN menjadi 12 persen.

    “Jadi ini tekanan inflasi diperkirakan akan juga meningkat di awal tahun didorong oleh sejumlah faktor seperti kita tahu kenaikan UMP, implementasi PPN 12 persen, serta permintaan musiman yang di kuartal 1 yang terkait dengan momentum Ramadan dan Lebaran,” ujar Shinta.

    Prediksi angka inflasi naik pada tahun akibat PPN 12 persen juga diungkap oleh peneliti Center of Industry, Trade, and Investment (INDEF) Ahmad Heri Firdaus.

    Ia mengatakan, pada April 2022 ketika PPN naik dari 10 persen ke 11 persen, angka inflasi di bulan tersebut ikut meningkat.

    “Ini waktu bulan April 2022 ya ketika terjadi kenaikan PPN dari 10 persen jadi 11 persen ya, dampak yang terjadi pada saat itu adalah inflasi yang terjadi cukup tinggi,” katanya dalam diskusi daring bertajuk “PPN Naik, Beban Rakyat Naik”, Rabu (20/3/2024).

    Saat itu, inflasi pada April 2022 sebesar 0,95 persen. Dibanding periode yang sama pada tahun sebelumnya (Year on Year/YoY), angkanya meningkat 3,47 persen.

    Menurut Heri, jika melihat dari apa yang terjadi pada April 2022, ada kemungkinan angka inflasi pada bulan di mana PPN dinaikkan di tahun 2025 bisa lebih tinggi.

    “Nah, jadi kira-kira arahnya tuh nanti akan seperti ini ya, di mana nanti inflasi bisa mencapai lebih dari 0,90 persen,” katanya.

    Kemudian, berdasarkan kelompok pengeluaran, andil inflasi disumbang paling banyak dari kelompok makanan, minuman, dan tembakau. Pada April 2022, kelompok ini menyumbang inflasi sebesar 0,46 persen.

    Nantinya ketika PPN naik pada 2025, Heri memandang kelompok makanan, minuman, dan tembakau juga akan menjadi penyumbang utama inflasi di bulan tersebut.

    Menurut Heri, hal itu karena sebagian masyarakat, contohnya golongan menengah bawah, 80-90 persen pendapatannya digunakan untuk membeli kelompok makanan, minuman, dan tembakau.

    Jika ada kenaikan inflasi yang besar di kelompok makanan, minuman, dan tembakau, Heri menilai akan sangat memukul perekonomian atau daya beli masyarakat menengah ke bawah.

    “Nah ini yang terjadi pada 2022. Jadi inflasi tinggi disumbang salah satunya oleh kenaikan PPN dari 10 ke 11 [persen] ya, meskipun memang banyak faktor lain sepanjang tahun 2022,” ujarnya.

    Prabowo Baru Sekali Bersuara Soal PPN

    Meski banyak penolakan, Prabowo diketahui baru memberikan komentar satu kali secara jelas terkait kenaikan PPN jadi 12 persen.

    Prabowo mengatakan kenaikan tarif PPN akan akan berlaku selektif. 

    Kenaikan tarif PPN yang tadinya 11 persen menjadi 12 persen hanya untuk barang-barang mewah saja.

    Hal itu disampikan Prabowo sebelum meninggalkan Istana Negara, Jakarta, pada Jumat malam, (6/12/2024).

    “Kan sudah diberi penjelasan PPN adalah undang-undang, ya kita akan laksanakan, tapi selektif hanya untuk barang mewah,” kata Prabowo.

    “Jadi kalaupun naik itu hanya untuk barang mewah,” Imbuhnya.

    Presiden Prabowo memastikan bahwa kenaikan tarif PPN tidak akan membebani rakyat kecil. Menurutnya rakyat kecil tetap terlindungi dari kenaikan tarif PPN.

    “Sudah sejak akhir 2023 pemerintah tidak memungut yang seharusnya dipungut untuk membela, membantu rakyat kecil ya,” katanya.

     

  • Gonjang-ganjing Tapera yang Potong Gaji Pekerja hingga 3%

    Gonjang-ganjing Tapera yang Potong Gaji Pekerja hingga 3%

    Pekerja-Pengusaha Keberatan

    Pengusaha dan buruh satu suara terkait penolakan iuran Tapera. Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Elly Rosita Silaban mengatakan baik dari buruh maupun pengusaha tidak ada satupun yang terlibat dalam pembahasan aturan PP 21/2024.

    “Keterlibatan? Kalau pernah terlibat pasti tidak sekeras ini atau meminta ada revisi atau menolak. Kami iuran sampai 58 tahun di mana rumahnya? Di mana lahannya?” kata Elly dalam Konferensi Pers terkait Tapera, Jakarta, Jumat (31/5/2024).

    Senada, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Shinta Kamdani mengatakan dari pengusaha tak ada satu orang pun yang terlibat dalam kepengurusan BP Tapera. Di sisi lain, dia juga telah menyampaikan keberatan pada tahun 2016 lalu sebelum UU 4/2021 disahkan.

    “Kami sudah menyurati presiden, memberikan pandangan kami, masukan kami, namun sampai Peraturan Pemerintah (PP 21/2024) ini diterbitkan, belum ada tanggapan ya. Mungkin pemerintah punya sikap tersendiri kenapa harus jalan. Makanya kami pikir mungkin perlu klarifikasi,” ujar Shinta.

    Dinilai Bikin Beban hingga Mustahil Hadirkan Rumah

    Dari sisi pekerja, mereka tegas menolak karena ogah ada tambahan potongan gaji. Bukan cuma membebani, mereka tak yakin bisa memiliki rumah dari iuran Tapera ini. Jika dipaksakan, hal ini dinilai bisa merugikan buruh dan peserta Tapera.

    “Secara akal sehat dan perhitungan matematis, iuran Tapera sebesar 3% (dibayar pengusaha 0,5% dan dibayar buruh 2,5%) tidak akan mencukupi buruh untuk membeli rumah pada usia pensiun atau saat di PHK,” kata Presiden Partai Buruh dan KSPI Said Iqbal dalam keterangan tertulis, Rabu (29/5/2024).

    Saat ini upah rata-rata buruh Indonesia Rp 3,5 juta per bulan. Jika dipotong 3% per bulan, maka iurannya jadi Rp 105.000/bulan atau Rp 1.260.000/tahun. Kalau dihitung lebih jauh, dalam jangka waktu 10-20 tahun ke depan uang yang terkumpul Rp 12.600.000 sampai Rp 25.200.000.

    “Pertanyaan besarnya adalah, apakah dalam 10 tahun ke depan ada harga rumah yang seharga Rp 12,6 juta atau Rp 25,2 juta dalam 20 tahun ke depan? Sekali pun ditambahkan keuntungan usaha dari tabungan sosial Tapera tersebut, uang yang terkumpul tidak akan mungkin bisa digunakan buruh untuk memiliki rumah,” ucapnya.

    “Jadi dengan iuran 3% yang bertujuan agar buruh memiliki rumah adalah kemustahilan belaka bagi buruh dan peserta Tapera. Sudahlah membebani potongan upah buruh setiap bulan, di masa pensiun atau saat PHK juga tidak bisa memiliki rumah,” tambah Said Iqbal.

    Pada kesempatan lain, Presiden KSBSI Elly Rosita Silaban sempat menghitung, dengan gaji UMR Jakarta, pekerja harus membayar sekitar Rp 126 ribu per bulan. Di luar itu, upah pekerja selama ini sudah dipotong 4,5%. Padahal, kata Elly, kalau Tapera ini sifatnya tabungan, seharusnya dilakukan secara sukarela.

    “Untuk pemerintah membatalkan setidaknya revisi pasal paling krusial pasal 7 ya yang wajib jadi sukarela. Kalau Anda mau nabung silakan, ya silahkan. Kalau mau dapat rumah melalui Tapera, silakan. Kita kalikan Rp 100 ribu sampai usia 58 tahun itu nggak sampai Rp 100 juta ya. Saya sudah pensiun, saya belum dapat rumah,” kata Elly dalam acara Konferensi Pers Terkait Tapera, Jakarta, Jumat (31/5/2024).

    Tumpang Tindih

    Keberadaan Tapera dinilai tumpang tindih dengan program yang sudah ada. Program tersebut antara lain Manfaat Layanan Tambahan (MLT) perumahan pekerja bagi peserta program Jaminan Hari Tua (JHT) BP Jamsostek.

    “Tambahan beban bagi Pekerja (2,5%) dan Pemberi Kerja (0,5%) dari gaji yang tidak diperlukan karena bisa memanfaatkan sumber pendanaan dari dana BPJS Ketenagakerjaan,” ujar Ketua Umum APINDO Shinta Kamdani dalam keterangan tertulis.

    Menurutnya, pemerintah lebih baik mengoptimalkan dana BPJS Ketenagakerjaan. Di mana sesuai PP maksimal 30% (Rp 138 triliun), aset JHT yang memiliki total Rp 460 triliun dapat digunakan untuk program MLT perumahan pekerja. Dana MLT yang tersedia pun sangat besar, namun sangat sedikit pemanfaatan.

    Selain itu, APINDO juga menilai aturan Tapera akan menambah beban pengusaha dan pekerja, sebab saat ini beban pungutan yang ditanggung pelaku usaha sudah mencapai angka 18,224-19,74% dari penghasilan kerja dengan rincian sebagai berikut.

    A. Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (berdasarkan UU No. 3/1999 ‘Jamsostek’)

    1. Jaminan Hari Tua (3,7%)
    2. Jaminan Kematian (0,3%)
    3. Jaminan Kecelakaan Kerja (0,24-1,74%)
    4. Jaminan Pensiun (2%)

    B. Jaminan Sosial Kesehatan (berdasarkan UU No.40/2004 ‘SJSN’)

    Jaminan Kesehatan (4%)

    C. Cadangan Pesangon (berdasarkan UU No. 13/2003 ‘Ketenagakerjaan’) sesuai dengan PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan) No. 24/2004 berdasarkan perhitungan aktuaria sekitar (8%).

    Penyesalan Basuki hingga Tapera Diundur ke 2027

    Kondisi program Tapera yang banjir protes dari masyarakat membuat Basuki Hadimuljono yang pada kala itu menjabat sebagai Menteri PUPR sekaligus Ketua Komite BP Tapera mengaku menyesal.

    “Dengan kemarahan ini saya pikir saya menyesal betul,” katanya di Kompleks DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (6/6/2024).

    Pada kesempatan itu, Basuki menyebut program tersebut tidak perlu juga diburu-buru. Ia menjelaskan awalnya pemerintah sudah menyusun aturan soal Tapera sejak tahun 2016. Lalu ia dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melakukan pengecekan kredibilitas, hingga akhirnya pemungutan iuran diundur hingga 2027.

    “Sebetulnya itu kan dari 2016 undang-undangnya. Kemudian kami dengan bu Menteri Keuangan dipupuk dulu kredibilitasnya, ini masalah trust. Sehingga kita undur ini sudah, sampai 2027. Menurut saya pribadi, kalau memang ini belum siap, kenapa kita harus tergesa-gesa,” jelas Basuki.

    (shc/kil)

  • Presiden Prabowo Diminta Batalkan PPN 12 Persen Imbas Ekonomi Lesu, Langkah Malaysia Bisa Ditiru

    Presiden Prabowo Diminta Batalkan PPN 12 Persen Imbas Ekonomi Lesu, Langkah Malaysia Bisa Ditiru

    TRIBUNJATIM.COM – Penerapan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 12 persen kini menjadi polemik dan sorotan masyarakat.

    Sebab, PPN 12 persen ini dinilai memberatkan masyarakat.

    Dalam hal ini, Presiden Prabowo Subianto dinilai punya kuasa untuk menunda penerapan PPN 12 persen yang dijadwalkan akan diterapkan per 1 Januari 2025.

    Terlebih, kenaikan PPN dari 11 persen tersebut sudah mendapatkan banyak penolakan di tengah melambatnya konsumsi rumah tangga.

    Salah satu aksi yang bisa dilakukan Prabowo yaitu menggunakan kewenangannya untuk mengusulkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) soal membatalkan kenaikan tarif tersebut.

    Tersedia ruang untuk pemerintah mengajukan RAPBN Penyesuaian apabila ada perubahan kebijakan-kebijakan fiskal.

    Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti mengatakan, Presiden bisa langsung menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu) untuk mengakomodasi pembatalan tersebut.

    “Betul, intinya political will dan itu (menggunakan Perppu) bisa karena saat ini kita akui kondisi ekonomi sedang lesu dan kurang bergairah,” kata Esther, Rabu (25/12/2024).

    Menurutnya, kenaikan tarif PPN bisa dilakukan oleh pemerintah selama kondisi ekonomi dan daya beli masyarakat telah stabil, sehingga kebijakan itu tak mendistorsi soliditas produk domestik bruto (PDB).

    “Peran Presiden untuk memutuskan dan menunda kebijakan tarif PPN ini sangat memungkinkan. Pertanyaannya, apakah hal itu mau dilakukan? Menurut saya kenaikan PPN ini bisa ditunda sampai ekonomi kita benar-benar kembali berkeliaran,” tuturnya.

    Ia pun mengingatkan pemerintah untuk melihat Pemerintah Malaysia yang sempat menaikkan tarif PPN dan berdampak buruk pada perekonomian negara tersebut.

    Alhasil, Malaysia pun menurunkan tarif PPN tersebut.

    “Pemerintah Malaysia saja menaikkan tarif PPN kemudian setelah tahu dampak kenaikan tarif itu mengakibatkan volume ekspor turun, maka kemudian dievaluasi kebijakan itu dan diturunkn kembali tarif PPN seperti semula,” ujarnya.

    Seperti diketahui, tarif PPN akan naik menjadi 12 persen mulai tahun depan.

    Sementara itu, pemerintahan dapat menyesuaikan tarif PPN 12 persen melalui mekanisme APBN Penyesuianan/Perubahan dengan persetujuan DPR RI.

    Setelah RAPBN disetujui menjadi UU APBN, Pemerintah menerbitkan PP tentang tarif PPN.

    Sebab, tarif PPN 12 % telah menjadi bagian dari UU APBN 2025, yg telah disepakati bersama antara pemerintah dan DPR.

    Hal ini pun sejalan dengan UU Harmonisasi Peraturan Perpajalan (HPP) yang memberikan kewenangan bagi pemerintah untun mengubah tarif PPN menjadi paling rendah 5 % atau paling tinggi 15 % .

    Dongkrak Inflasi

    Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) memprediksi kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025 akan meningkatkan tingkat inflasi Indonesia.

    Ketua Umum APINDO Shinta Kamdani mengatakan bahwa pihaknya memproyeksikan inflasi pada 2025 terjaga di kisaran 2,5 plus minus 1 persen sesuai dengan target Bank Indonesia.

    “Kami memproyeksikan bahwa di 2025 ini kita juga lihat juga Bank Indonesia melakukan substitusi komoditas energi dan mengendalikan produksi pangan melalui program ketahanan pangan,” katanya dalam konferensi pers di kantor APINDO, Jakarta Selatan, Kamis (19/12/2024).

    Ia mengatakan tekanan inflasi diperkirakan akan meningkat di awal 2025 karena dorongan sejumlah faktor.

    Faktor-faktor itu seperti kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar 6,5 persen dan PPN menjadi 12 persen.

    “Jadi ini tekanan inflasi diperkirakan akan juga meningkat di awal tahun didorong oleh sejumlah faktor seperti kita tahu kenaikan UMP, implementasi PPN 12 persen, serta permintaan musiman yang di kuartal 1 yang terkait dengan momentum Ramadan dan Lebaran,” ujar Shinta.

    Berikut ini fakta tentang PPN 12 persen

    Banyak orang yang mengeluhkan terkait PPN 12 persen.

    Apakah benar PPN 12 persen hanya berlaku untuk gaji di atas Rp 10 juta?

    Baru-baru ini, warganet ramai membahas isu mengenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen yang disebut-sebut hanya berlaku untuk orang dengan gaji di atas Rp 10 juta.

    Diskusi ini dipicu oleh unggahan di media sosial X (Twitter) oleh akun @an**malza dan @nono*en, yang mengklaim bahwa hanya orang bergaji tinggi yang terdampak kenaikan PPN tersebut.

    Bahkan, beberapa sumber menyebutkan bahwa barang kebutuhan pokok tidak terimbas tarif PPN baru ini.

    Namun, benarkah informasi tersebut? Berikut penjelasan resmi dari pemerintah dan para ahli.

    Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu, Dwi Astuti, menegaskan bahwa klaim PPN 12 persen hanya berlaku untuk orang dengan gaji di atas Rp 10 juta adalah tidak benar.

    Menurut Dwi, insentif yang diberikan pemerintah berupa Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP) memang berlaku untuk pekerja dengan gaji hingga Rp 10 juta, khususnya di sektor industri padat karya. Namun, hal ini berbeda dengan kebijakan PPN.

    “Kenaikan tarif PPN dari 11 persen menjadi 12 persen berlaku untuk seluruh barang dan jasa yang sebelumnya dikenai tarif 11 persen,” kata Dwi.

    Dengan demikian, PPN 12 persen berlaku secara umum, termasuk untuk barang dan jasa yang bukan kategori barang mewah.

    Walau pun tarif PPN naik menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025, pemerintah tetap memberikan pengecualian untuk barang tertentu.

    Beberapa barang kebutuhan pokok seperti minyak goreng curah Minyakita, tepung terigu, dan gula industri dikenakan PPN 1 persen yang ditanggung pemerintah.

    Artinya, harga barang-barang tersebut tidak akan terpengaruh oleh kenaikan tarif PPN.

    Dampak PPN 12 Persen bagi Masyarakat

    Bhima Yudhistira, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), menyebutkan bahwa kenaikan PPN 12 persen akan berdampak pada seluruh kelompok penghasilan, termasuk masyarakat dengan gaji di bawah Rp 10 juta.

    “Kelompok masyarakat miskin bahkan akan menanggung beban lebih besar, dengan pengeluaran tambahan hingga Rp 110.000 per bulan,” jelas Bhima.

    Ia juga menekankan bahwa meskipun kebutuhan pokok tidak dikenakan PPN secara langsung, kenaikan tarif ini tetap memengaruhi harga barang lain seperti BBM dan kendaraan angkutan yang pada akhirnya berdampak pada harga sembako.

    Perbedaan antara PPN dan PPh

    Penting untuk memahami perbedaan antara PPN (Pajak Pertambahan Nilai) dan PPh (Pajak Penghasilan):

    PPN adalah pajak atas konsumsi barang dan jasa dalam negeri. Pajak ini dibayarkan oleh konsumen saat membeli barang atau jasa dan disetorkan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP).

    PPh dikenakan atas penghasilan individu atau badan usaha, seperti gaji, laba usaha, bunga, dan hadiah. Tarif PPh untuk individu bersifat progresif, sedangkan untuk badan usaha umumnya tetap di 22 persen.

    Klaim bahwa PPN 12 persen hanya berlaku untuk orang dengan gaji di atas Rp 10 juta adalah tidak benar.

    Kenaikan tarif PPN berlaku secara luas untuk barang dan jasa yang sebelumnya dikenakan tarif 11 persen, dengan pengecualian tertentu. 

    Untuk masyarakat berpenghasilan hingga Rp 10 juta, pemerintah memberikan insentif PPh Pasal 21 DTP di sektor tertentu sebagai langkah menjaga daya beli.

    Dengan memahami kebijakan ini, masyarakat dapat lebih bijak menyikapi isu pajak yang berkembang.

    Jangan lupa untuk selalu mencari informasi dari sumber terpercaya untuk menghindari kesalahpahaman.

    Berita Viral dan Berita Jatim lainnya

    Informasi lengkap dan menarik lainnya di GoogleNews TribunJatim.com